Pendahuluan Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa...
Click here to load reader
-
Upload
andi-mahardika -
Category
Education
-
view
853 -
download
3
description
Transcript of Pendahuluan Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa...
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia baik dari segi
luas wilayah maupun jumlah pulaunya (17.480 pulau), dengan garis pantai
terpanjang ke empat (95.150 km) setelah Kanada, USA dan Rusia Federasi.
Berdasarkan konvensi PBB tahun 1982, tentang hukum laut, wilayah laut yang
dapat dimanfaatkan seluas 5,8 juta km2 (3,1 juta km2 perairan teritorial dan 2,7
juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif) (Lukito, 2009).
Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable
atau mempunyai sifat dapat pulih / dapat memperbaharui diri. Sumberdaya ikan
pada umumnya mempunyai sifat open access dan common property yang
artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat
umum.
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. Dalam statistik perikanan yang
dimaksud dengan perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang
penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan serta pasca panen ikan (Dinas
Perikanan Dan Kelautan Propinsi Jawa Timur, 2004).
Upaya memanfaatkan sumberdaya perikanan laut secara optimal dan
lestari, merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi kemakmuran rakyat,
terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pemenuhan kebutuhan
gizi masyarakat,memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta
peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa Negara (Yahya, 2009).
Potensi lestari sumber daya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton
per tahun, atau 7,5 persen dari total potensi lestari ikan laut dunia. Saat ini
2
tingkat pemanfaatan ikan Indonesia baru mencapai 4,4 juta ton per tahun. Dua
tahun lalu Indonesia berhasil membukukan jumlah ikan tangkapan sebesar 6,4
juta ton ikan, yang diprediksi akan naik menjadi 9 juta ton pada tahun 2008
(Tokoh Indonesia.Com, 2009 ).
Propinsi Jawa Timur mempunyai luas perairan 208.138 km2 meliputi Selat
Madura, Laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan panjang garis
pantai 1.600 km, merupakan salah satu sentra kegiatan ekonomi yang
menghubungkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia
(KTI). Di sepanjang pantainya dapat dijumpai beragam sumberdaya alam mulai
dari hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, hutan, migas, sumberdaya
mineral. Dengan luas laut 142.560 km2, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI), memiliki panjang garis pantai lebih kurang 800 km, menyimpan
sumber daya alam laut yang melimpah. Di sektor perikanan tangkapan, Jawa
Timur memiliki potensi sebesar 1,7 juta ton per tahun. Potensi lestari 804.612,8
ton per tahun, tapi baru dimanfaatkan 453.034,05 ton per tahun atau 56,30% saja
dari potensi yang ada. Total tangkapan itu sebagian besar (sekitar 87,98%)
diperoleh dari usaha penangkapan di kawasan pantai utara, sisanya (12,12%)
didapat dari penangkapan di pantai selatan (Lukito, 2009).
Wilayah perairan laut Jawa Timur dapat dibagi menjadi lima tipikal
wilayah sumberdaya, yaitu (a) Wilayah Utara yang merupakan perairan Laut
Jawa, dengan tipikal sumberdaya ikan yang di dominasi ikan layang (Decapterus
spp.) dan ikan kuniran (Upeneus spp.); (b) Wilayah Madura Kepulauan, dengan
tipikal sumberdaya ikan karang; (c) Wilayah Selat Madura dengan tipikal ikan
kurisi (Nemeptherus spp.); (d) Wilayah Laut Muncar dengan tipikal mono-species
ikan lemuru (Sardinella spp.) dan (e) Wilayah selatan dengan tipikal sumberdaya
ikan tongkol dan tuna (Thunnus spp.) ( Muhammad Sahri & Soemarno, 2009 ).
3
Sumberdaya pesisir dan laut telah memberikan andil cukup besar dalam
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Produksi perikanan tangkap propinsi Jawa
Timur pada tahun 2006 adalah 350.251,56 ton. Volume ekspor perikanan
mencapai 188.979,76 ton dengan nilai ekspor US $ 503.979,07 ribu. Meskipun
perikanan laut masih menjadi andalan, tetapi pemerintah Jawa Timur tetap
mengupayakan usaha budidaya perikanan darat. Andalan perikanan darat Jawa
Timur masih pada budidaya tambak yang jumlah produksinya cukup besar yaitu
sekitar 91.657 ton pertahun (www.bappeprop-jatim.go.id, 2009).
Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Propinsi Jawa Timur.
Letak geografis Pacitan berada antara 110°55’–111º25’ BT dan 7º55’-8º17’ LS.
Terletak 276 km sebelah barat daya kota Surabaya dengan letak geografis 405º
BT dan 755º817’ LS. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di
utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudera Hindia di selatan, serta
Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Sebagian besar wilayahnya berupa
pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tanah
tersebut kurang cocok untuk pertanian (www.eastjava.com, 2009).
Kabupaten Pacitan mempunyai luas wilayah 1.389,87 km² yang kondisi
alamnya sebagian besar terdiri dari bukit-bukit yang mengelilingi kabupaten.
Sedangkan wilayah kota Pacitan berupa daratan rendah. Selebihnya berupa
daerah pantai yang memanjang dari sebelah barat sampai timur di bagian
selatan. Pacitan adalah kecamatan yang menjadi ibukota Kabupaten Pacitan.
Secara keseluruhan, landscape kota Pacitan terletak di lembah. Tepinya berupa
Teluk Pacitan dan dialiri sungai Grindulu yang membentang dari wilayah selatan
menuju pantai Teleng Ria (www.eastjava.com, 2009).
Sekitar 63% dari Kabupaten Pacitan adalah daerah yang berfungsi
penting untuk hidrologis karena mempunyai tingkat kemiringan lebih dari 40%.
Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten Pacitan adalah bagian dari
4
pegunungan kapur selatan yang bermula dari Gunung Kidul, Yogyakarta dan
membujur sampai daerah Trenggalek yang relatif tanahnya tandus. Dalam
struktur Pemerintahan Wilayah Administratif, Kabupaten Pacitan terbagi menjadi
12 kecamatan, 166 desa dan 5 kelurahan (www.eastjava.com, 2009).
Perairan Pacitan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia
memiliki dasar perairan yang berkarang dengan ombak yang besar. Namun
perairan ini memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan melimpah. Perlu
adanya pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada dengan bertanggung
jawab.
Pelabuhan mulai dikenal sejak manusia mengenal transportasi air. Pada
awalnya pelabuhan hanyalah merupakan tepian dari perairan yang terlindung
dari gangguan alam. Pelabuhan mulai ada di sungai pedalaman yang jauh dari
laut. Sejak manusia menggunakan perahu untuk transportasi di lautan,
pelabuhan mengalami perkembangan, letaknya tidak lagi di pedalaman tetapi di
muara sungai atau teluk yang terlindung dari gangguan alami seperti serangan
ombak, angin, dan badai. Semakin lama pelabuhan tidak lagi menjadi tempat
labuh perahu-perahu tetapi juga sebagai pusat kegiatan masyarakat. Peran
kapal pun berkembang tidak hanya sebagai penangkap ikan atau perhubungan
penduduk antar pulau tetapi fungsinya semakin meluas menjadi alat transportasi
antar bangsa, pelabuhan pun menjadi tempat akulturasi kebudayaan dari
beberapa bangsa (Martinus, 2006).
Pelabuhan secara umum bisa diartikan sebagai tempat kapal berlabuh
dengan aman dan dapat melakukan bongkar muat barang serta turun naik
penumpang (Salim, 1994). Pelabuhan secara umum dapat diartikan sebagai
daerah yang terlindung dari gangguan alam seperti angin dan gelombang,
tempat berlabuh dan bertambatnya kapal-kapal untuk melakukan bongkar muat
barang dan penumpang.
5
Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan
perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan / atau bongkar muat barang
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
Pelabuhan Perikanan (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.10/MEN/2004).
Landasan hukum dari Pelabuhan Perikanan terdapat pada Peraturan
Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Per.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan
Perikanan bahwa: Sesuai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan, Pelabuhan Perikanan mempunyai peranan penting
dalam mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu
lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat
perikanan, pelaksanaan dan pengendalian sumberdaya ikan, serta mempercepat
layanan terhadap kegiatan di bidang usaha perikanan.
Pembangunan Pelabuhan Perikanan dirancang sesuai dengan
kemampuan sumberdaya wilayah, termasuk sumberdaya kelautan, serta sesuai
dengan volume usaha perikanan di wilayah pengembangan perikanan yang telah
ditetapkan. Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 golongan, yaitu Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) atau tipe A, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
atau tipe B, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) atau tipe C, dan Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) atau tipe D (Soewito, 2000).
Untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di laut perlu ditunjang
dengan tersedianya prasarana perikanan, terutama Pelabuhan Perikanan.
Pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur
membangun salah satu prasarana perikanan (Pelabuhan Perikanan) di kawasan
Kabupaten Pacitan. Pelabuhan tersebut yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
6
Tamperan, Pacitan. Pembangunan PPP Tamperan bertujuan untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas usaha penangkapan ikan di Jawa
Timur, meningkatkan pemasaran hasil tangkap dan pengolahan ikan,
meningkatkan pendapatan nelayan, serta melakukan pembinaan kepada
nelayan.
Kantor Pelabuhan Perikanan berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur. Kantor pelabuhan
mempunyai tugas memberi pelayanan jasa lalu lintas angkutan laut, keamanan
dan keselamatan pelayaran, serta mengeluarkan surat perijinan kapal. Sebelum
berlayar dan melakukan operasi penangkapan ikan, suatu kapal perikanan harus
mempunyai beberapa surat yaitu surat ijin berlayar yang dikeluarkan oleh Kantor
Pelabuhan serta Surat Ijin Usaha Penangkapan Ikan (SIUP) dan Surat Ijin
Pengangkutan Ikan (SIPI) yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan
(Widjayanto, 2009).
Dalam ilmu manajemen dikenal istilah siklus manajemen (management
cycle) yang berarti tindakan perencanaan (planning), diikuti kegiatan
pelaksanaan (organizing, coordinating, directing) serta kegiatan pengendalian
(controlling). Dari evaluasi nantinya akan diperoleh umpan balik (feed back)
berupa data perbaikan untuk keperluan perencanaan selanjutnya. Keseluruhan
pengelolaan Pelabuhan Perikanan merupakan penjabaran dari proses
manajemen yakni fungsi-fungsi manajemen sebagai operasinya, kepala
pelabuhan sebagai managernya dan organisasi pelabuhan perikanan sebagai
perangkat kerasnya. Dalam melaksanakan pengelolaan Pelabuhan Perikanan,
sesuai dengan struktur organisasi Pelabuhan Perikanan bahwa yang bertindak
sebagai manager adalah Kepala Pelabuhan. Oleh karena itu, seorang Kepala
Pelabuhan harus melaksanakan prinsip manajemen dalam pengelolaan
pelabuhan sehari-hari (Satriya, 2006).
7
Menurut Kalalo (1996), operasional Pelabuhan Perikanan secara
sederhana adalah suatu pemanfaatan fasilitas yang ada di Pelabuhan Perikanan
untuk mendorong terselenggaranya kegiatan produksi dan jasa di bidang usaha
perikanan. Tingkat keuntungan ekonomis yang diperoleh Pelabuhan Perikanan
sebagai basis usaha berdasarkan indikator umum operasional, yaitu pendaratan
ikan, kunjungan kapal, penyaluran perbekalan kapal dan penyerapan tenaga
kerja.
Operasional Pelabuhan Perikanan harus ditingkatkan sesuai dengan
kemajuan usaha penangkapan dan pengembangan Pelabuhan Perikanan.
Pendayagunaan pembangunan prasarana Pelabuhan Perikanan sangat
tergantung kepada kemampuan menggerakkan unsur yang terlibat dalam
pemanfaatan fasilitas yang dapat memberikan kemudahan dan keuntungan bagi
usaha penangkapan. Usaha yang dimaksud adalah masyarakat nelayan,
Koperasi Unit Desa (KUD), pembeli ikan, penyalur barang dan jasa, serta
berbagai instansi pemerintah yang terkait (Direktorat Bina Prasarana, 1981).
Menurut Lubis (2000), suatu pengoperasian pelabuhan perikanan yang
berhasil diantaranya harus mencapai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Baik atau berhasil jika ditinjau dari segi ekonomi.
2) Sistem pembongkaran dan pengelolaan yang efektif dan efisien.
3) Fleksibel dalam menghadapi perkembangan teknologi dan kemampuan
untuk melindungi nelayan.
4) Pengoperasian yang baik antara perilaku-perilaku yang berperan dalam
Pelabuhan Perikanan personal itu sendiri, nelayan, pengusaha
penangkapan, pedagang pengolah, koperasi dan organisasi-organisasi
lain.
8
Manajemen pelabuhan merupakan pengelolaan pelabuhan yang meliputi
penilaian terhadap fasilitas Pelabuhan Perikanan yang meliputi alur pelayaran,
kolam pelabuhan, tambatan, dermaga bongkar muat dan sebagainya. Fasilitas
tersebut diharapkan berfungsi secara maksimal dalam hal ini adalah
pendayagunaan, sehingga kelancaran kegiatan operasional dapat berimbang
terhadap ukuran hasil kerja sebagaimana diharapkan. Jika fungsi itu tidak
dijalankan dengan baik maka akan berdampak buruk terhadap lancar tidaknya
operasional Pelabuhan Perikanan tersebut (Kramadibrata, 1985).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktek kerja lapang ini yaitu untuk membandingkan teori
yang ada di perkuliahan dengan keadaan sebenarnya yang terjadi di lapang,
serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sebagai wujud
aplikasi ilmu yang ada di perkuliahan untuk diaplikasikan di lapang.
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk:
1. Melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi, untuk mengetahui:
a. Keadaan umum di lokasi Praktek Kerja Lapang.
b. Pengembangan dan operasi PPP Tamperan.
c. Pelaksanaan pembangunan (revitalisasi) PPP Tamperan.
d. Tingkat manajemen operasional PPP Tamperan.
e. Organisasi dan tata kerja BPPPP Tamperan.
f. Sarana dan prasarana yang ada di PPP Tamperan.
g. Pengusahaan jasa oleh pelabuhan.
h. Pengendalian di PPP Tamperan.
i. Instansi dan lembaga yang terkait di PPP Tamperan.
j. Permasalahan yang dihadapi dan alternatif penanganannya.
k. Dampak pembangunan PPP Tamperan.
9
2. Berpartisipasi dalam kegiatan operasional PPP Tamperan, yang meliputi:
a. Pencatatan data produksi perikanan laut.
b. Keamanan dan pengawasan sumberdaya perikanan.
c. Pencatatan data pasang surut.
d. Pencatatan data kunjungan kapal.
e. Pembuatan media informasi.
1.3 Kegunaan
Praktek Kerja Lapang ini diharapkan dapat dijadikan:
Penambah pengetahuan tentang keadaan dan fungsi PPP Tamperan.
Penambah pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan operasional
yang ada di Pelabuhan Perikanan.
Sebagai bahan informasi bagi masyarakat Kabupaten Pacitan pada
khususnya, dan masyarakat Jawa Timur pada umumnya.
Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan
perikanan di PPP Tamperan, bagi lembaga atau instansi terkait.
Sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
1.4 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Pantai
Tamperan Kabupaten Pacitan pada bulan Juli - Agustus 2009.