PENDAHULUAN Latar Belakang -...

39
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada bulan Agustus 2015 perlawanan terhadap Pasar Ritel Indomaret terjadi di sebuah desa yang terletak di ujung selatan Kabupaten Malang, yaitu desa yang dinamakan Arjowilangun. Desa ini pernah mengalami keterpurukan ekonomi di tahun 1980-an, namun kemudian bangkit atas kemandirian dan kekompakan warga desa membangun perekonomian desa dengan usahanya sendiri melalui bidang usaha perdagangan ritel 1 mulai dari toko kelontong yang dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai dengan toko ritel dengan modal besar dengan manajemen semi-modern sampai modern. Toko ritel modal besar dan modern ini kebanyakan dimiliki oleh warga desa yang pernah menjadi buruh migran dan, ada juga warga desa yang sudah kaya lama di desa. Kebangkitan ekonomi desa ini diproses tanpa melibatkan pengusaha toko ritel (baca: masyarakat) dari luar desa, termasuk intervensi aktor Pasar melalui kesepakatan sosial, yaitu melalui kesepakatan untuk tidak memberikan ijin menetap dan memasarkan barang dagangan bagi pelaku ekonomi di luar warga asli Desa Arjowilangun. Oleh karenanya, ketika Pasar Ritel seperti Indomaret hendak ikut mengintervensi dalam proses perekonomian desa harus berhadapan 1 Euis Soliha, Analisis Industri Ritel di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, September 2008, Vol. 15, No. 2, hlm. 131, mendiskripsikan evolusi permkembangan industri ritel di Indonesia: 1) Perdagangan ritel tradisional mulai berkembang sebelum tahun 1960 yang terdiri atas pedagang-pedagang independen; 2) Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departemen store. Gerai pertama yang muncul adalah Sarinah di Jl. MH. Thamrin Jakarta; 3)Tahun 1970-1980 an: Era perkembangan ritel modern dengan format supermarket dan departemen store ditandai dengan peritel modern yakni Matahari, Hero; 4) Tahun 1990 an: perkembangan convenient store ditandai dengan pertumbuhan minimarket seperti Indomaret, pertumbuhan high class departement store (Sogo, Metro), pertumbuhan format cash and carry (Makro, Goro, Alfa), dan; 5) Tahun 2000-2010: Era perkembangan hypermarket dan perkenalan e-retailing yang berbasis pada penggunaan internet (Carrefour, Lippo-Shop), dan pertumbuhan ritel dengan format waralaba. Bisnis Ritel sebagaimana dijelaskan oleh The Richest dalam http://bisnis.liputan6.com/read/774226/10-perusahaan-ritel-terbesar-di-dunia-i bahwa “bisnis ritel yang biasanya fokus di bidang barang dan makanan minuman merupakan salah satu bagian penting dari ekonomi global. Meski proses bisnisnya cenderung sederhana, tetapi bisnis ritel mampu memberikan keuntungan besar bagi para pemiliknya”. Diakses tanggal 20 Juni 2017, pukul 11.01

Transcript of PENDAHULUAN Latar Belakang -...

Page 1: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Pada bulan Agustus 2015 perlawanan terhadap Pasar Ritel Indomaret

terjadi di sebuah desa yang terletak di ujung selatan Kabupaten Malang, yaitu

desa yang dinamakan Arjowilangun. Desa ini pernah mengalami keterpurukan

ekonomi di tahun 1980-an, namun kemudian bangkit atas kemandirian dan

kekompakan warga desa membangun perekonomian desa dengan usahanya

sendiri melalui bidang usaha perdagangan ritel1 mulai dari toko kelontong yang

dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai dengan toko ritel

dengan modal besar dengan manajemen semi-modern sampai modern. Toko ritel

modal besar dan modern ini kebanyakan dimiliki oleh warga desa yang pernah

menjadi buruh migran dan, ada juga warga desa yang sudah kaya lama di desa.

Kebangkitan ekonomi desa ini diproses tanpa melibatkan pengusaha toko ritel

(baca: masyarakat) dari luar desa, termasuk intervensi aktor Pasar melalui

kesepakatan sosial, yaitu melalui kesepakatan untuk tidak memberikan ijin

menetap dan memasarkan barang dagangan bagi pelaku ekonomi di luar warga

asli Desa Arjowilangun. Oleh karenanya, ketika Pasar Ritel seperti Indomaret

hendak ikut mengintervensi dalam proses perekonomian desa harus berhadapan

1Euis Soliha, Analisis Industri Ritel di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, September 2008,

Vol. 15, No. 2, hlm. 131, mendiskripsikan evolusi permkembangan industri ritel di Indonesia: 1) Perdagangan ritel tradisional mulai berkembang sebelum tahun 1960 yang terdiri atas pedagang-pedagang independen; 2) Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departemen store. Gerai pertama yang muncul adalah Sarinah di Jl. MH. Thamrin Jakarta; 3)Tahun 1970-1980 an: Era perkembangan ritel modern dengan format supermarket dan departemen store ditandai dengan peritel modern yakni Matahari, Hero; 4) Tahun 1990 an: perkembangan convenient store ditandai dengan pertumbuhan minimarket seperti Indomaret, pertumbuhan high class departement store (Sogo, Metro), pertumbuhan format cash and carry (Makro, Goro, Alfa), dan; 5) Tahun 2000-2010: Era perkembangan hypermarket dan perkenalan e-retailing yang berbasis pada penggunaan internet (Carrefour, Lippo-Shop), dan pertumbuhan ritel dengan format waralaba. Bisnis Ritel sebagaimana dijelaskan oleh The Richest dalam http://bisnis.liputan6.com/read/774226/10-perusahaan-ritel-terbesar-di-dunia-i bahwa “bisnis ritel yang biasanya fokus di bidang barang dan makanan minuman merupakan salah satu bagian penting dari ekonomi global. Meski proses bisnisnya cenderung sederhana, tetapi bisnis ritel mampu memberikan keuntungan besar bagi para pemiliknya”. Diakses tanggal 20 Juni 2017, pukul 11.01

Page 2: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

2

dengan kekuatan mayor yang sudah membangun kebangkitan perekonomian Desa

Arjowilangun setiap harinya, sejak tahun 1980-an.

“Arjowilangun sebuah ‘kota kecil’ yang penduduknya punya loyalitas terhadap kemajuan desa, dari sektor usaha, kerja bisnis, dan dari sinilah perkembangan desa untuk membangun Desa Arjowilangun entah dari usaha jasa, ataupun dagang. Tetapi tidak dapat dipungkiri dari usaha dagang ‘bisnis’ yang berkembang cepat itu bermodal dari luar negeri meskipun begitu tidak sedikit yang usahanya bermodal dari Arjowilangun sendiri. Pemilik modal yang mendirikan usaha dagang itu bersumber dari luar sebagai TKI (Adis, Pemuda Desa Arjowilangun, 2015)”.2

Studi ini mengeksplorasi topik relasi Masyarakat dan Pasar Ritel dalam

bidang perdagangan/bisnis ritel. Istilah Masyarakat dalam tesis ini adalah warga

desa yang bersemangat membangun perekonomian desa dengan ketentuan secara

administratif catatan sipil sebagai warga desa setempat yang ditunjukkan dari

KTP dan memiliki usaha pertokoan ritel baik dengan modal kecil, sedang, atau

besar, bersumber dari modal dari saluran buruh migran dan atau berasal dari

ekonomi lama di desa, atau pun dengan sistem menejemen bisnis tradisional, semi

modern, atapun modern. Mereka tergolong pengecer (retailer) kecil tradisional

yang kebanyakan menggunakan bangunan rumah (tempat tinggal) sebagai lokasi

usaha dan pemilik masih tinggal di bangunan tersebut3, meskipun ada juga

Masyarakat yang tinggal terpisah dengan tokonya. Sedangkan, Pasar Ritel adalah

pedagang besar yang ikut mengusai perdagangan ritel dengan manajemen modern

seperti Salim Group dengan anak perusahaan PT. Indomarco Prismatama/

Indomaret dan Alfamart. Dalam tesis ini meskipun Indomaret berbentuk

minimarket dengan pola franchise4 –sebagaimana di negara maju pola franchise

2Kajian Tadjuddin Noer Effendi menunjukkan mobilitas pekerja yang membawa remiten dapat

merangsang pertumbuhan peluang berusaha, tidak hanya menimbulkan efek negatif. Meskipun menurutnya efek keterkaitan dengan peluang berusaha di sektor industri pedesaan masih sangat terbatas. Selengkapnya lihat pada Tadjuddin Noer Effendi, Mobilitas Pekerja, Remiten dan Peluang Berusaha di Pedesaan, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2004, hlm. 226. 3 Cara berdagang seperti ini menurut Edy Priyono dan Erlinda Ekaputri adalah bentuk ‘bertambahnya fungsi lahan’ bukan ‘alih fungsi lahan’ karena fungsi sebagai lahan perumahan tidak hilang, dikutip dari Edy Priyono dan Erlinda Ekaputri, Analisis Cost-benefit Kehadiran Pengecer besar dalam Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik, Vol. 9 (2), April 2008, hlm. 17 4Franchise mengeluarkan modal tidak lebih dari 200 juta sehingga dikelompokkan sebagai pengecer kecil sebagaimana ketentuan dalam SK Menperindag RI Nomor: 23/MPP/Kep/1/1998 Tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan yaitu didefinisikan pengecer kecil dengan krtiteria modal di luar tanah dan bangunan tidak lebih dari Rp. 200 juta; hanya memperkerjakan beberapa orang atau dikerjakan pemiliknya sendiri dan keluarganya. Penjelasan mengenai kebijakan

Page 3: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

3

termasuk sebagai UMKM- namun Indomaret meski dengan pola franchise

dimiliki oleh jaringan pengecer besar (pedagang besar/grosir) yang memiliki

akses langsung ke produsen5. Oleh karenanya, Indomaret dalam tesis ini sangat

dekat dengan kategori pedagang besar.

Pertama kali terjadi perlawanan terhadap toko ritel Indomaret6 pada

tanggal 12 April tahun 2000 dengan klaim 2900 usaha kecil di wilayah

Jabodetabek terancam mati dengan kehadiran Indomaret. Toko ritel dengan sistem

berjejaring ini mulai berdiri di wilayah Jabodetabek tanggal 17 Agustus 1998.

Perlawanan ini dilakukan oleh LSM dan dibawa ke dalam mekanisme politik

formal dengan melayangkan gugatan di KPPU. Gugatan LSM ini adalah

gambaran awal bahwa di dalam relasi Pasar dan Masyarakat dalam bidang

perdagangan ritel di Indonesia sedang mengalami ketegangan mulai tahun 20007.

Ini kali pertama Indomaret mendapatkan riuh-riuh ketegangan dari Masyarakat

berupa perlawanan setelah tiga tahun sejak kehadiran pertamanya di

perekonomian Indonesia tahun 1998.

Ternyata perlawanan tidak hanya berhenti di tahun 2000, mulai muncul di

berbagai kota-kota kecil lain di Indonesia, bahkan sampai desa. Dari berbagai

media massa baik online maupun cetak memberitakan tentang adanya perlawanan

terhadap Indomaret termasuk Alfamart. Perlawanan mulai santer diberitakan di

tahun 2011 hingga ditulisnya tesis ini. Cerita perlawanan muncul diberbagai

daerah mulai di kampung-kampung yang ada di Kabupaten Bantul dan

Tangerang, Kelurahan Situ Cirebon, Batam, Bengkulu, Simolungan, Pandeglang

Tumohon, Sleman dan masih banyak yang lain. Perlawanan terjadi dalam

‘pilihan’ strategi demonstrasi sejumlah pelaku ekonomi dengan membawa

berbagai macam spanduk, kertas yang berisi kalimat-kalimat penolakan

perlawanan, dan memasang spanduk di depan gerai Indomaret (gambar 1.1). Dari pememerintah ini secara detail dapat dibaca pada karya Edy Priyono dan Erlinda Ekaputri, Analisis Cost-benefit Kehadiran Pengecer besar dalam Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik, Vol. 9 (2), April 2008, 5Edy Priyono dan Erlinda Ekaputri,ibid., hlm. 16 6 Indomaret dan Alfamart adalah pemain utama dalam ritel modern skala minimarket di Indonesia. Ada beberapa pemain ritel di Indonesia mulai dari Circle K, Starmart, Yomart, AMPM, dan beberapa pemain lokal. Lihat dalam http://indomaret.co.id/konsumen/seputar-indomaret/berita/2009/05/14/minimarket-pun-kian-meraja/, diakses 31 Mei 2017, pukul 14.20 7 LSM menggugat Pasar (Indomaret) telah melakukan monopoli perdagangan. KPPU menyatakan adanya dugaan berlangsungnya monopoli perdagangan ritel, yang bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

Page 4: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

4

sekian banyaknya cerita perlawanan dari berbagai wilayah memiliki klaim yang

mirip dengan yang terjadi di Jabodetabek yakni Indomaret dianggap mengancam

dan menyebabkan penghasilan atau omset penjualan para pengusaha kecil turun

drastis, banyak usaha kecil gulung tikar, dan biaya kehidupan rumah tangga para

pengusaha kecil terancam dikarenakan toko ritel merupakan mata pencaharian

untuk biaya hidup8. Klaim yang dibawa dalam perlawanan ternyata tidak menjadi

kesepakatan bersama seluruh Masyarakat Indonesia. Tuduhan dilayangkan kepada

para pelaku usaha kecil pun bergaung kuat. Perlawanan yang terjadi dituduh

sebagai ekspresi ketidakdewasaan dan ketidakmauan para pelaku ekonomi

menghadapi tuntutan jaman yang semakin modern. Tuduhan ini datang dari

berbagai Masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tidak memiliki usaha

sejenis.

Gambar 1. 1 Potret Perlawanan Indomaret dan Alfamart di Indonesia Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2017

8 Dikutip dari Poin Tentang Duduk Perkara dalam Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-I/2000, hlm. 2

Page 5: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

5

Perlawanan terhadap bidang usaha perdagangan ritel dengan format

berjejaring tidak hanya terjadi di Indonesia. Bangsa lain juga melakukan

perlawanan terhadap toko-toko ritel yang berjejaring. Kasus Bristol Inggris9

misalnya. Tesco adalah salah satu supermarket dengan kepemilikan cabang kecil10

di sepanjang kota yaitu Tesco Express atau Tesco Mestro yang diprotes

pembukaan outletnya yang ke 32 oleh penduduk Bristol dengan cara demonstrasi

pada tahun 2011. Selain dengan strategi demonstrasi, perlawanan dilakukan

dengan membuat grafiti (gambar 1.1). Demonstrasi tersebut berujung pada

konfrontasi kekerasan dan Tesco mengalami kerusakan parah setelah pihak

kepolisian memecah demonstrasi tersebut.

Gambar 1. 2 Graffiti di Stokes Croft, Bristol Sumber:https://www.theguardian.com/cities/2017/apr/20/fight-independents-should-

cities-ban-chain-stores-toronto

9 Colin Horgan, Retail Revolution: Should Cities Ban Chain Stores? https://www.theguardian.com/cities/2017/apr/20/fight-independents-should-cities-ban-chain-stores-toronto, diakses pada 12 Juni 2017, pukul 17.12 10 Munculnya toko-toko kecil ini adalah hasil percobaan di Inggris pada pemerintahan Perburuhan yang berturut-turut memerangi era Thatcher yang melampaui batas superstore raksasa dan supermarket di pusat kota. Kebijakan ini telah membawa pada proliferasi ruang yang lebih kecil. Misal Tesco adalah hanya salah satu supermarket yang telah menumbuhkan jalanan kota Inggris dengan cabang kecil. Kebijkan ini diperiksa oleh Rafaella Sadun dari Harvard Business School, dengan kesimpulan dalam sebuah laporan tahun 2013 bahwa “peraturan tersebut menjadi bumerang yakni rantai besar hanya membuat gerai yang lebih kecil. Peritel independen sebenarnya dirugikan oleh penciptaan hambatan masuk terhadap toko-toko besar. Alih-alih hanya mengurangi jumlah toko besar baru memasuki Pasar, peraturan masuk menciptakan insentif bagi rantai ritel besar untuk berinvestasi dalam format yang lebih kecil dan lebih terpusat, yang bersaing lebih langsung dengan independen dan mempercepat penurunan mereka.” Lebih detail lihat pada Colin Horgan, Retail Revolution: Should Cities Ban Chain Stores? https://www.theguardian.com/cities/2017/apr/20/fight-independents-should-cities-ban-chain-stores-toronto, diakses pada 12 Juni 2017, pukul 17.12

Page 6: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

6

Sebelumya, pada tahun 2006 Nantucket Massachusetts melarang toko

rantai berdiri di pusat kota yang kemudian diikuti usulan pembatasan rantai toko

pada tahun yang sama oleh kelompok Masyarakat New York City East Village.

Pertengahan tahun 2000-an kota Fransisco mengadopsi kebijakan untuk

membatasi toko rantai yang lebih disebut dengan ‘formula ritel’. Kota ini

mendefinisikan formula ritel sebagai toko dengan 11 atau lebih lokasi di mana

pun di dunia, estetika yang seragam dan beberapa kriteria lainnya.11

Ide pembangunan modernisasi yang dibawa neo-liberalisme salah satunya

melalui praktik Indomaret dengan mengusung konsep minimarket ritel modern

yang dimiliki oleh perusahaan besar mengalami benturan di Masyarakat Indonesia

yang sudah sejak lama mempraktikkan usaha dagang ritel yang biasa disebut

dengan toko kelontong. Sebagaimana, kasus-kasus perlawanan di Indonesia yang

sudah disebut di atas menegaskan kelompok aktor yang melawan adalah para

pelaku ekonomi yang memiliki usaha sejenis ritel baik yang memiliki toko

ditempat tinggalnya, dan atau di pasar tradisional, yang biasanya difasilitasi oleh

ormas. Sedangkan, secara umum pemerintah baik nasional maupun daerah

mendukung ide modernisasi tersebut. Hal ini terlihat dari menjamurnya dan

meningkatnya jumlah minimarket ini di berbagai wilayah Indonesia dari tahun ke

tahun.

Di Kabupaten Malang sendiri perlawanan terhadap Indomaret

sebagaimana terekam dari berbagai media berita online, koran lokal mulai muncul

tahun 2009. Perlawanan itu datang dari Masyarakat Desa Sengguruh yang terdiri

dari 83 orang dengan klaim keberadaan Indomaret berjarak 100 meter dari Pasar

Tradisional Sengguruh akan mengurangi pendapatan para pedagang di sekitarnya.

Di tahun berikutnya, perlawanan dari P3KM. Objek yang dilawan lebih luas tidak

hanya Indomaret sebagai minimarket modern tetapi minimarket-minimarket

modern lainnya, seperti Alfamart. Klaim yang dibawa yaitu a).supaya Pemkab

Malang dan DPRD membuat raperda penataan Pasar tardisional; b). kepala desa

supaya membuat perdes yang bisa melindungi pedagang tradisional di

wilayahnya. Selang dua tahun, muncul kembali perlawanan terhadap Indomaret di

11Colin Horgan, Retail revolution: should cities ban chain stores? https://www.theguardian.com/cities/2017/apr/20/fight-independents-should-cities-ban-chain-stores-toronto, diakses pada 12 Juni 2017, pukul 17.12

Page 7: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

7

Desa Sidorahayu Kecamatan Wagir. Kemudian, di Desa Sidorahayu terulang lagi

tahun 2015 dengan membawa klaim keberadaan Indomaret akan mematikan toko-

toko usaha kecil Masyarakat. Di tahun 2016, paguyuban Pasar Desa Dengkol

Kecamatan Singosari dan pedagang Pasar Wonosari juga melakukan perlawanan

terhadap keberadaan Indomaret. Secara ijin praktik bisnis, Indomaret kerap

dilabeli dengan toko yang belum mengantongi ijin pemerintah dan Masyarakat

namun sudah beroperasi jual-beli.

Kasus perlawanan Indomaret oleh para pelaku ekonomi desa dalam studi

ini memuat cerita tentang kompetisi/persaingan bisnis, namun yang ingin penulis

lakukan adalah membawa cerita persaingan bisnis ini ke dalam bidang politik12.

Melalui tujuan studi, untuk mengetahui dinamika relasi Masyarakat dan Pasar

Ritel yang dilacak dari ‘pilihan’ strategi dan metode perlawanan Masyarakat

Arjowilangun melawan Pasar yaitu Indomaret serta implikasi ‘pilihan’ strategi

dan metode perlawanan. Dengan asumsi, adanya bentuk ‘pilihan’ strategi dan

metode perlawanan oleh sebagian pemilik toko ritel Desa Arjowilangun adalah

implikasi langsung dari bangunan relasi yang dinamis antara pelaku ekonomi desa

–Masyarakat- dan Indomaret –Pasar Ritel-, yaitu relasi antara aktor Masyarakat

dan Pasar tidak statis. Khususnya, dengan studi kasus di Desa Arjowilangun, yang

dikenal dengan kekompakan Masyarakatnya dalam membangun perekonomian

desa. Tujuan ini didasarkan adanya refleksi empiris yaitu bangunan relasi Pasar

yang mendominasi terhadap Masyarakat dalam akses terhadap sumber daya

ekonomi yang tersedia, termasuk mendominasi pemerintah sehingga,

menempatkan Masyarakat vis a vis dengan Pasar. Dominasi Pasar yang dimaksud

merupakan refleksi dari dua kondisi:

Pertama, akademisi ekonomi-politik Ahmad Erani Yustika, menyebut

proses ekonomi Indonesia khususnya bidang perdagangan ritel sedang berjalan ke

arah oligopoli sejak pemberlakuan Keppres No. 96/2000 tentang bidang usaha

tertutup dan terbuka bagi penanaman modal asing. Keppres tersebut adalah hasil

12 Menurut, Heath & Waymer, perbedaan antara politik dan bisnis adalah juga tidak mutlak, paling tidak karena "politik bukan hanya lapangan permainannya, tapi wasit dan pelatih " dan karena banyak bisnis memiliki agenda politik dan beroperasi dalam konteks politik, dalam Jesper Strömbäck (Mid Sweden University) & Spiro Kiousis (University of Florida), Political Public Relations: Old Practice, New Theory-Building, Public Relations Journal Vol. 7, No. 4 ISSN 1942-4604 © 2013 Public Relations Society of America hlm. 11

Page 8: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

8

tinjauan dari Keppres No.96/1998. Kedua regulasi tersebut menyebut bidang

usaha perdagangan eceran merupakan salah satu bidang yang terbuka bagi pihak

asing. Di awal dibukanya kran bidang usaha perdagangan ritel tahun 1998

berjalan tanpa konsentrasi pemain. Namun berjalannya waktu tahun 2000 berubah

terjadi proses oligopoli yang memperlihatkan proses ekonomi terkonsentrasi pada

segelintir pemain mulai dari usaha perdagangan skala besar, sampai dengan

penguasaan ritel oleh pedagang besar13 termasuk, akuisisi perusahaan ritel

domestik oleh ritel multinasional asing dan atau kerjasama ritel domestik dan

asing yang kemudian mengibarkan bendera bisnis ritel baru di Indonesia, seperti

Lion Superindo (Indomarco/Salim Group yang juga pemilik Indomaret dengan

Delhaize/Belgium)14. Pedagang besar bisa ikut menjadi pedagang pengecer

disebabkan oleh alasan politik dan perkembangan pengetahuan bisnis. Secara

politik, kebijakan Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada 1998 tidak

memberikan batasan definisi yang jelas antara pedagang pengecer, grosir, dan

pedagang besar. Di sisi lain pada dunia bisnis dipandu oleh manajemen

pengetahuan yang terus berkembang yaitu melalui desain waralaba.15 Bobot

kekuatan Pasar secara ekonomi dan pengetahuan manajemen bisnis memang kuat,

terlebih dengan berongganya kebijakan ekonomi perdagangan ritel saat itu.

Kedua, tidak hanya pada proses perdagangan ritel, Pasar Ritel menjadi

mendominasi. Potret dominasi Pasar Ritel terhadap pemerintah pun secara empiris

terjadi. Pada bulan November 2012 hingga Mei 2013, terjadi perlawanan para

Pegiat Usaha Stasiun Pos Duri terhadap proses penggusuran yang dilakukan oleh

PT. KAI. Salah satu kondisi yang menyulut perlawanan dalam kasus tersebut

adalah ritel seperti Alfamart dan Indomaret tidak digusur oleh PT. KAI walaupun

13 Sejarah struktural masuknya ritel di Indonesia dapat dibaca pada artikel Ahmad Erani Yustika, Refleksi Hypermarket dan Pasar Tradisonal, Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik, Vol. 9 (2), April 2008, hlm. 1 dan Susan Sugiharti, Analisis Strategi Bersaing Dalam Bisnis Ritel: Studi Kasus PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart), Tesis, S2 Magister Manajemen UGM, 2010, hlm. 54 14 Rizal Edi Halim, Dampak Pembentukan Kapabilitas yang Dinamis Melalui Penelusuran ‘Entrepreneurial Proclivity’ sebagai Pemicu Kinerja Pedagang pada Pasar Tradisional, Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik, Vol. 9 (2), April 2008, hlm. 48 15 Ahmad Erani Yustika, Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik, Vol. 9 (2), op.cit.,hlm. 1

Page 9: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

9

tempatnya berdampingan dengan tempat usaha Pegiat Usaha Stasiun.16

Pertanyaanya, entah mengapa Indomaret juga mampu mendominasi pemerintah?

Di Kabupaten Malang, pengaturan tentang batasan jarak yang boleh

dibangun Indomaret sudah diketok dan diperpanjang dari 500 meter menjadi 1500

dari pasar tradisional dan antar toko Indomaret termasuk Alfamart (baca: variasi

nama perusahaan dari Pasar Ritel). Pengaturan ini termasuk memberi ruang politis

kepada Masyarakat lokal sebagai pemegang prioritas apabila Indomaret

melakukan pola franchise. Pengaturan tentang jarak tidak berbanding lurus

dengan penurunan jumlah Indomaret. Jumlah Indomaret dari tahun ke tahun

semakin meningkat di Kabupaten Malang. Dari data Badan Perizinan dan

Pelayanan Terpadu (BP2T) Kota Malang jumlah usaha perdagangan ritel dalam

bentuk minimarket modern overload menembus 223 unit17. Tidak jauh berbeda

data di Kabupaten Malang menunjukkan perkembangan jumlah minimarket

modern ditahun 2014 lebih dari 50 persen jumlah Pasar tradisional yang tersebar

di kecamatan dan di desa-desa (lihat tabel 1).

Tabel 1. 1 Perkembangan Jumlah Bisnis Ritel Modern

di Kabupaten Malang Tahun Alfamart Indomaret 2011 37 54 2014 65 78

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang (disperindag.malangkab.go.id)

Cerita-cerita kasus perlawanan terhadap Indomaret yang terjadi di negeri

ini tentu menjadi pedang yang siap untuk menggores citra pengambil kebijakan

negeri ini. Yang terjadi kemudian dilema oleh para pengambil kebijakan. Salah

satu contohnya pemerintah Kabupaten Malang yang kemudian mencoba membuat

sebuah kebijakan sebagai ‘jembatan’ untuk menekan perlawanan terhadap

Indomaret ini. Yaitu dengan menampilkan identitas ‘putra daerah’ sebagai

pemegang joint bussines dengan Indomaret. Perhitungan sosial-ekonomi-politik

mencoba diseimbangkan dengan ‘jembatan’ ini, yaitu melalui pasal 11 Perda 16 Baca ulasan pada Harian Indoprogress (Media Pemikiran Progresif), artikel berjudul Merebut Hak Atas Kota: Catatan Perlawanan Pegiat Usaha Stasiun Pos Duri, edisi 21 Februari 2014, ditulis oleh Dicky Dwi Ananta, 17 Jumlah Minimarket Overload, edisi 2 Juni 2015, diakses pada http://radarmalang.co.id/jumlah-minimarket-overload-14786.htm, tanggal 21 Juni 2016.

Page 10: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

10

Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan pemberdayaan Pasar tradisional

serta penataan dan pengendalian pusat perbelanjaan dan toko modern, yang

menegaskan:

“Pendirian Minimarket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan diberikan kepada pelaku usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi Minimarket dimaksud”

Relasi Masyarakat dan Pasar (Indomaret) dapat dilihat dari kacama mata

neoliberalisme. Pasar dalam paragraf ini dibaca lebih luas tidak hanya Indomaret,

namun tidak meninggalkan identitas pelaku ekonomi dengan modal ekonomi

besar atau pedagang besar. Disebut David Harvey bahwa definisi Pasar adalah

seperti bisnis dan perusahaan (Harvey, 2005, hal. 76-77), sehingga dalam ini

Indomaret adalah Pasar dalam bidang perdagangan ritel yang kemudian disebut

Pasar Ritel. Pasar atau dalam klasifikasi Budi Winarno disebut sebagai The

Gainer yaitu kelompok beruntung yang sebagian kecil penduduk yang terdiri dari

para pemilik modal, pejabat, dan birokrat, dan kelompok menengah atas.

Bonnie Setiawan memberikan sebuah penjelasan bahwa neoliberalisme itu

sebuah paham liberalisme baru yang menempatkan mekanisme Pasar bebas pada

kedudukan utama dalam sebuah sistem ekonomi. Bahkan sebenarnya

menempatkan sistem ekonomi hanya sebagai sebuah mekanisme Pasar. Jadi

sangat sempit. Akibatnya semua hal dalam kehidupan ekonomi hanya diukur

berdasarkan mekanisme Pasar semata, yang menempatkan aktor-aktor ekonomi

privat dan pemburu keuntungan pribadi seperti pengbisnis, Pasar saham, bisnis

kapitalis, serta resep Pasar bebas seperti investasi asing, utang, pertumbuhan

ekonomi sebagai penentu utama. Ini adalah sebuah sesat ekonomi dan sebenarnya

merupakan cara dari bagaimana sistem kapitalisme menguasai kehidupan.

Sementara yang tidak bersesuaian atau tidak sejalan akan disingkirkan karena

dianggap menghambat efisiensi ekonomi. Ini seperti BUMN, UKM, serikat-

serikat buruh, petani, masyarakat adat dan lain-lainnya, yang dianggap tidak

sejalan dengan mekanisme Pasar. Neolib adalah sistem keserakahan ekonomi

(kapitalis) berbasis kepentingan individu yang paling baru (yaitu sejak 1980-an),

dan karenanya sangat berbahaya.18 Secara jelas dari artikel ini Bonnie Setiawan

18 https://liputanislam.com/wawancara/bonnie-setiawan-menjawab-neoliberalisme/

Page 11: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

11

mengatakan, bahwa relasi Masyarakat dan Pasar seolah niscaya mengalami

ketegangan, yang berupa upaya penyingkiran diantara keduanya.

Kemudian untuk menyiasati praktik neoliberalisme muncul berbagai

penolakan dalam bentuk gerakan anti-kapitalis19, atau ada juga yang menyebut

gerakan anti-neoliberalisme atau post-developmentalisme20. Fuad Setiawan

Khabibi dalam tesisnya tentang revitalisasi koperasi dengan bentukan UKM Mart

Al-Amin di Kabupaten Kulon Progo atas intervensi dari kerjasama pemerintah

dengan NGO lain sebagai sebuah gerakan perlawanan. Gerakan ini dinilai sebagai

inovasi gerakan new post-developmentalisme yang kemudian dalam beroperasinya

koperasi ini menjalankan proses manipulasi terhadap konsep mix-marketing yang

notabene strategi yang digunakan oleh Alfamart dan menggunakannya untuk

menjalankan kegiatan solidarity economy yang merupakan bagian dari gerakan

post-developmentalism. Gerakan ini dinilai akibat telah terjadi dualisme sistem

perekonomian yakni sistem perekonomian yang berpihak kepada rakyat dan

kapitalisme global (pro rakyat dan neoliberalisme). Sistem perekonomian ini

mengakibatkan adanya keberpihakan pemerintah kepada produsen luar negeri

yang memproduksi barang-barang asing (neolilberalisme) dan produsen lokal

yang memproduksi hasil olahan barang-barang lokal (pro rakyat). Menurutnya

secara teoritis hal ini kelihatan baik, namun praktek di lapangan sistem dualisme

ini seringkali menyebabkan tergerusnya produk UKM lokal oleh produk-produk

asing, karena produk UKM lokal kalah bersaing di Pasaran.21 Hasil kajian serupa

berasal dari penelitian Gregor di Timor Leste, yang menegaskan akibat

pembangunan neoliberal yang menjadikan Masyarakat sebagai korban, telah

membangkitkan Masyarakat melawan dengan cara menarik, memanipulasi, dan

memanfaatkan program developmentalisme, dan mencari peluang untuk

menerapkan ide-ide post developmentalisme guna memperkuat komunitas lokal.22

19Eric Hiariej, Gerakan Anti Kapitalisme Global, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2004 (139-160. Karya ini mengulas berbagai pemetaan cara gerakan anti-kapitalis, dan menilai implikasi keanekaragam tersebut 20 Fuad Setiawan Khabibi, Tesis, Inovasi Gerakan Post-Developmentalism Dalam Revitalisasi Koperasi Untuk Melindungi Eksistensi Produk UKM Lokal, Prodi Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL UGM, 2014 21 Fuad Setiawan Khabibi, ibid., 22 Andrew McGregor, Development, Foreign Aid and Post-Development in Timor-Letse, Third Eorld Quarterly, Vol. 28, No. 1 (2007), pp 155-170, USA: Taylor dan Francis, Ltd, JSTOR

Page 12: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

12

Leroux dalam (Khabibi, 2014, hal. 19) melihat ketidakadilan neo-

liberalisme atau kapitalisme lahir karena paham tersebut begitu individualis.

Sehingga kedua paham tersebut berbisnis mengeruk keuntungan sebesar-besarnya,

tanpa memperhatikan etika dan tanggung jawab moral kepada Masyarakat lokal di

lingkungan sekitar mereka. Hal itulah yang mendasari lahirnya gerakan solidarity

economicdevelopment. Akan tetapi, kondisi bangkit melawan pembangunan

model neoliberalisme tidak selamanya terjadi. Misalnya kajian Susvia Delta

Kusdiane23 menampilkan pilihan strategi ‘mengalah’ oleh pedagang sembako di

Pasar tradisional untuk mempertahankan eksistensinya di tengah berekspansinya

Pasar-Pasar modern yang juga menjual barang dagangan sembako di Kota Serang

dan ditambah perhatian yang kurang dari pemerintah, dengan cara mengubah jam

jualan mereka dari tengah malam hingga pagi hari, dan menjaga kepercayaan dari

pelanggan, dan suplier. Sikap ini akibat tidak ada manfaatnya hasil revitalisasi

Pasar yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dan masih menyisakan kekalahan

dalam berdagang, ditambah kekawatiran pedagang karena di ritel modern

menawarkan kenyamanan, dan diskon harga.

Beberapa notasi hasil kajian terdahulu dapat dikelompokkan pada sudut

pandang paham neoliberalisme. Penelitian sebelumnya menempatkan Masyarakat

sebagai korban dari bekerjanya aktor Pasar sehingga, yang terjadi adalah

ketegangan antara Masyarakat dan Pasar. Selanjutnya, diikuti eksplorasi strategi

gerakan Masyarakat sebagai objek –korban- untuk melawan, menyiasati

liberalisasi ekonomi agar dapat meminimalisir korban ekonomi politik rakyat.

Dengan mengingat dalam paham neoliberalisme, ada politik sebagai legitimasi

kekuasaan manapun yang sifatnya sangat cair sehingga penelitian ini berupaya

mengungkap relasi baru Masyarakat dan Pasar. Asumsinya, dengan

memperhatikan struktur politik, dan ‘pilihan’ strategi dan metode perlawanan

yang diambil oleh Masyarakat Desa Arjowilangun melawan Pasar maka dinamika

relasi Masyarakat dan Pasar tidak hanya mengarah atau tergambarkan pada

ketegangan relasi Masyarakat dan Pasar, akan tetapi memungkinkan antar

Masyarakat, atau antar kelas di Masyarakat (orang kaya lama dan orang kaya

baru). Mengingat neoliberalisme menciptakan kondisi untuk pembentukan kelas, 23 Susvia Delta Kusdiane, 2014, Kontestasi Pedagang Sembako Pasar Rau dengan Pasar-Pasar Modern di Kota Serang-Banten, Jurusan Sosiologi, UGM.

Page 13: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

13

dan sebagai kelas yang kekuatan memperkuat sehingga kecenderungan muncul

untuk kelas yang sedang mencari kebebasan diri dari ketergantungan pada

kekuasaan negara, dan untuk mengarahkan kembali kekuasaan negara bersama

baris neoliberal (Harvey, 2005, hal. 72).

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang diajukan: Bagaimana

dinamika relasi Masyarakat (pelaku ekonomi ritel desa) dan Pasar Ritel

(Indomaret) dalam bidang perdagangan ritel di wilayah perekonomian Desa

Arjowilangun? Dengan pertanyaan turunan sebagai berikut:

a. Bagaimana ‘pilihan’ strategi dan metode Masyarakat melawan

intervensi Pasar Ritel dalam proses perekonomian perdagangan ritel di

Desa Arjowilangun?

b. Bagaimana implikasi dari ‘pilihan’ strategi dan metode perlawanan

terhadap ketegangan politik di Desa Arjowilangun?

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai, pertama, menjelaskan dinamika

relasi Masyarakat dan Pasar yang dieksplorasi dari kasus perlawanan rencana

kehadiran bisnis ritel skala besar di desa. Kedua, menjelaskan ‘pilihan’ strategi,

metode perlawanan dan implikasinya terhadap ketegangan politik di Desa

Arjowilangun. Ketiga, memahami struktur ekonomi Masyarakat desa dari

perspektif politik.

3. Tinjauan Pustaka

Sub bab ini mendiskusikan tiga literatur tentang relasi mayarakat dan

Pasar, yakni posisi aktor Masyarakat dan Pasar dalam praktik neoliberalisme di

Indonesia, logika dari aktor Pasar Ritel dan Masyarakat dalam pembangunan

Indonesia, dan gagasan ketegangan politik sebagai alat analisa utama membaca

relasi Masyarakat dan Pasar Ritel. Poin-poin utama literatur ini kemudian akan

dijelaskan dalam kerangka analisa.

a. Masyarakat dan Pasar dalam Neoliberalisme

Pasar dengan ciri dikuasai oleh korporasi besar dan kelas borjuasi telah

menjadi nalar yang mendominasi dibandingkan Masyarakat/komunitas dalam

Page 14: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

14

kebijakan publik karena kemampuan Pasar sebagaimana secara teoritik tercatat

dalam teori pembangunan neoliberalisme. Kajian Harahap & Nofrian24

menggambarkan adanya kedekatan politik dengan Pasar. Mereka menilai

pendekatan yang digunakan oleh banyak negara –pemda-, mengacu pada

pendekatan rasional ekonomi, yakni pertumbuhan modal (yang biasanya

dilakukan oleh aktor bermodal besar), dan abai terhadap aktor skala kecil yang

biasanya adalah rakyat kebanyakan. Hasil investigasi Zaenal Soedjais seorang

Presiden Direktur PT. Pupuk Sriwijaya dalam tulisannya perda kurang favorable

terhadap investasi di daerah di awal-awal desentralisasi melalui UU Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemda.25 Sekarang dalam perkembangannya, malah

sebaliknya. Iklim investasi telah terbuka di daerah. Bukan hanya investasi luar

negeri akan tetapi investasi nasional juga merambah dalam wilayah administratif

daerah, dan desa.

Pasar dengan representasi pelaku ekonomi bermodal besar seperti

Indomaret diharapkan oleh pemerintah dapat memacu aktivitas ekonomi,

pembangunan, menyediakan lapangan pekerjaan, dan sebagainya. Oleh

karenanya, Pasar diintervensi oleh politik (baca: negara), karena dianggap

memberikan keuntungan. Akibatnya, intervensi berupa dukungan negara terhadap

Pasar, salah satu mendukung Pasar agar lebih mendominasi yaitu mengakomodasi

sebagai paradigma dominan dalam kebijakan.26

Ikut masuknya pedagang besar dalam bidang usaha ritel/eceran yang

diikuti dengan kemampuan mendominasi dalam bidang usaha perdagangan ritel

mendorong semakin besarnya peluang perlawanan Masyarakat terhadap Pasar

Ritel. Dominasi Pasar bisa jadi tidak selamanya menimbulkan adanya ketegangan

Masyarakat dan Pasar yang tercermin dari adanya penolakan. Akan tetapi, sejauh

Pasar dilekatkan sebagai sesuatu yang merugikan, tidak menguntungkan

Masyarakat pada akhirnya Pasar memiliki arti negatif. Apalagi saat pertumbuhan

24 Tulisan aslinya, lihat pada Sofyan S. Harahap & Fahru Nofrian, “Ekonomi Memikir atau Ekonomi Merasa”, Media Indonesia, Selasa, 11 Desember 2007. 25 Baca Zaenal Soedjais, GoodGovernance, Daya Saing Dan Investasi Global, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 6, Nomor 3, Maret 2003 (309-328), hlm. 311 26 Lihat kajian Deborah Stone dalam Joash Tapiheru dari Stone, Deborah(1997), “Policy Paradox: the Art of Political Decision Making,” W&W Norton & Company, New York; pertama kali dipublikasikan 1988 dengan judul “Policy Paradox and Political Reason,”: Chapter I “The Market and the Polis”

Page 15: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

15

Pasar berdampak pada marginalisasi retail kecil mulai dari ekonomi, jaringan

bisnis, teknologi, manajemen, dan sosial-politik.27 Olehkarenanya Pasar yang

sedang atau akan ikut masuk dalam proses ekonomi sebuah wilayah tertentu

mendapatkan stigma sebagai entitas yang harus dilawan.

Pasar memiliki sumberdaya yang berlebih dibandingkan dengan politik

(baca:negara). Oleh karenanya politik bekerja untuk Pasar yaitu para pemilik

modal untuk memberikan jaminan aktivitas ekonomi berjalan lancar. Maksudnya,

politik dalam neoiliberalisme harus memastikan Pasar berfungsi dengan baik

(Harvey, 2005, hal. 2 dan 64). Mulai dari hak kepemilikan privat (private

property rights), Pasar bebas, dan perdagangan bebas harus diamankan dan

dijamin oleh negara. Yang mana struktur hukum, militer, pertahanan, polisi, diatur

sedemikian rupa untuk tidak menghambat dan mengganggu Pasar. Bahkan, jika

diperlukan, negara harus menggunakan monopoli sarana kekerasan untuk

melestarikan kebebasan Pasar. Namun, jangkauan negara terhadap Pasar tidak

boleh lebih dari tugas tersebut. Intervensi politik hanya sebatas mengamankan

Pasar, ketika Pasar belum atau tidak hadir di setiap sektor, maka negara harus

menghadirkannya. Selanjutnya di sepanjang aktivitas ekonomi (perdagangan,

bank, perusahaan) intervensi negara diminimalkan perannya. Hal ini dikarenakan,

negara dianggap tidak memiliki cukup informasi tentang harga, munculnya

kelompok kepentingan (partai politik, anggota parlemen, dsb) yang dikhawatirkan

mendistorsi Pasar, serta kecenderungan intervensi negara bias (untuk kepentingan

sendiri).

Disebut Harvey bahwa Pasar seperti bisnis dan perusahaan tidak hanya

berkolaborsi erat dengan aktor negara tetapi memperoleh peran yang kuat dalam

menulis undang-undang, menentukan kebijakan publik, dan pengaturan kerangka

peraturan -yang terutama menguntungkan untuk diri mereka sendiri- (Harvey,

2005, hal. 76-77), seperti mendukung politisi untuk mengeluarkan kebijakan

pemotongan pajak bagi Pasar. Esklusifitas Pasar karena mereka memiliki ciri

‘orang kaya’ yang dianggap oleh filsuf neoliberal telah mengeluarkan banyak

27 I Wayan Adnyana, Marginalization of Small Retailers As A Consequence Of The Growth of Minimarket in DenPasar City, 2013, diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/ecs/article/view/6330

Page 16: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

16

uang untuk menegakkan jaring pengaman sosial28. Tidak hanya pengurangan

pajak, yang lebih ekstrem lagi praktik teori neoliberalisme hanya diisi kompetisi

hasil monopoli atau oligopoli, dimana perusahaan lebih kuat mengusir yang lemah

(Harvey, 2005, hal. 67).

Dalam tulisan Winarno dan Khabibi menyebut pembangunan Indonesia

yang menjalankan model neoliberalisme tidak jarang mengalami benturan,

penolakan dan resistensi di Masyarakat. Winarno dalam bukunya Etika

Pembangunan mengatakan telah bekerjanya model pembangunan neo-liberal yang

tidak mengedepankan etika pembangunan, mengejar pertumbuhan namun

menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan lapisan masyarakat bawah, yaitu

model pembangunan yang selalu menghasilkan the loser (kelompok pecundang),

kelompok yang dikorbankan yang selalu dalam berperan menanggung derita di

tengah pembangunan yang hanya berpihak kepada The Gainer (kelompok

beruntung, yang merupakan sebagian kecil dari penduduk, mereka terdiri dari para

pemilik modal, pejabat dan birokrat, dan kelompok menengah atas).29 Lebih jauh,

Musyaddad menegaskan model pembangunan neo-liberalisme atau kapitalisme

yang diadopsi oleh negara tidak pernah terwujud seluruhnya di Indonesia, dan

membawa Indonesia ke arah yang tidak menentu. Sehingga, upaya untuk

meminimalkan peran negara telah membawa fragmentasi serius dan pada

gilirannya membuka konflik atas sumber daya ekonomi-politik30.

Studi mengenai Masyarakat dan Pasar, sejauh ini baru dilihat dari dua

sisi. Pertama, dari teori kebijakan publik yaitu Masyarakat dan Pasar sebagai

nalar kebijakan politik pemerintah daerah. Kedua, Masyarakat dan Pasar dilihat

dari teori pembangunan neoliberalisme yakni Pasar semakin memiliki peluang

ancaman resistensi oleh Masyarakat khususnya dari pelaku ekonomi yang

sebidang dengan Pasar. Hal ini karena Pasar mendominasi dalam bidang

perdagangan ritel. Dominasi terjadi akibat Pasar dan politik saling melekat kuat.

Dari aspek yang kedua ini, mendeklairkan Pasar memang berpeluang besar

28https://www.youtube.com/watch?v=XIUWZnnHz2g diterjemahkan oleh Amalinda Savirani, Bahan Ajar Kuliah Politik Perburuhan, Jurusan Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, hlm. 24 29Budi Winarno, Etika Pembnagunan, Jakarta: Caps Publishing, 2013 30 A. Musyaddad, Kapitalisme Indonesia: Langkah-langkah Tanpa Peta, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 7, Nomor 1, Juli 2003 (35-62).

Page 17: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

17

mengalami ketegangan politik dengan Masyarakat. Pembahasan dari aspek kedua

ini menjadi payung besar studi tentang relasi Masyarakat dan Pasar ini perlu

dilihat lebih dalam dan sistematis. Dan karenanya, belum banyak yang melihat

fenomena ini dari sisi relasi diantara keduanya, khususnya dinamika relasi

ketegangan politik masing-masing aktor nya di tengah struktur politik yang

memberikan ruang aktor-aktor tersebut berdinamika dan perkembangan

pengetahuan dan teknologi dalam bidang usaha. Oleh karena itu, tesis ini ditulis

untuk mengisi gap pembahasan mengenai relasi Masyarakat dan Pasar dalam

proses-proses ekonomi di Indonesia, secara khusus di bagian kecil wilayah

otonomi Indonesia yaitu desa.

b. Logika Bertindak Masyarakat dan Pasar dalam Pembangunan Ekonomi

Masyarakat dalam filsafat politik, berperilaku seakan-akan mereka

digerakkan oleh intensi kolektif31. Masyarakat dibaca juga sebagai sebuah

komunitas, yang menekankan pada keanggotaan. Pendefinisian Masyarakat dalam

tesis ini meminjam Masyarakat model komunitas. Bahwasanya

Masyarakat/komunitas menekankan tentang keanggotaan. Komunitas itu lebih

sering berkonflik tentang apa tujuan mereka dan siapa saja anggota komunitas

mereka, dan bahkan ketika setiap tujuan komunal pada akhirnya harus dicapai

melalui perilaku individu-individu anggota komunitas. Konflik terjadi karena,

dalam Masyarakat menekankan perdebatan keanggotaan.

Sedangkan, menurut Deborah Stone32 Pasar sebagai sebuah sistem sosial,

dimana didalamnya individu-individu mengejar kemakmuran masing-masing

dengan saling mempertukarkan barang/jasa bilamana pertukaran itu dianggap

menguntungkan oleh masing-masing individu yang terlibat. Ini tidak berarti

bahwa individu-individu itu bertindak ‘mementingkan diri sendiri’ (selfishly);

kepentingan mereka bisa saja mencakup pula, misalnya, kesejahteraan keluarga

dan teman-temannya. Dalam konteks tesis ini, Pasar dimaknai sebagai aktor

31 Tulisan ini iterjemahkan oleh Joash Tapiheru dari Stone, Deborah(1997), “Policy Paradox: the Art ofPolitical Decision Making,” W&W Norton & Company, New York; pertama kali dipublikasikan 1988 dengan judul “Policy Paradox and Political Reason,”: Chapter I “The Market and the Polis” 32Joash Tapiheru, ibid.,

Page 18: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

18

ekonomi yang memiliki sejumlah sumberdaya kapital besar dan mampu

menegoisasikan kepentingannya terhadap politik (negara) dan Masyarakat. Aktor

ini memiliki logika mengejar kemakmuran masing-masing dan kepentingan

segelintir kerabat.

c. Ketegangan Politik Dalam Relasi Masyarakat dan Pasar

Untuk memahami dinamika relasi Masyarakat dan Pasar dalam kasus

perlawanan terhadap Indomaret, penulis menggunakan teori Contentious Politics

sebagai teori utama. Teori ini membantu penulis untuk menjelaskan terkait

ketegangan yang terjadi antara Masyarakat dan Pasar, atau perlawanan

Masyarakat terhadap Pasar. Sedangkan untuk menjelaskan secara komperehensif

dinamika relasi Masyarakat dan Pasar, penulis meminjam konsep Masyarakat dan

Pasar Deborah Stone sebagaimana sudah dijelaskan di poin b di atas. Konsep

Masyarakat dan Pasar digunakan untuk memetakan dan menganalisa keangotaan

Masyarakat dan Pasar serta bekerjanya logika Masyarakat dan Pasar dalam kasus

perlawanan tersebut.

1) Gagasan Dasar Perlawanan Masyarakat

Perlawanan Masyarakat adalah wujud aktualisasi dari partisipasi politik

Masyarakat. Di Indonesia, beberapa tahun belakangan ini aktualisasi politik

Masyarakat tersalurkan dengan saluran ekstra-parlementer. Saluran ekstra-

parlementer menjadi saluran yang lebih populer di kalangan Masyarakat karena

daya pengaruhnya yang dinilai lebih efektif dibandingkan dengan saluran politik

Masyarakat yang mengikuti aturan birokrasi yang panjang. Masih menjadi pilihan

yang populer dibandingkan melalui jalur formal, meskipun reformasi telah

menyediakan, membuka, melindungi secara hukum saluran politik formal untuk

Masyarakat. Kecenderungan ini karena akses gerakan sosial (aktivitas politik

ekstra-parlementer) lebih mudah, tanpa berbelit belit, dan tanpa menunggu dan

membuang-buang waktu untuk segera diproses atau ditanggapi oleh pemerintah.

Gerakan sosial adalah wujud saluran politik Masyarakat dari saluran non-

jalan ‘damai’(Situmorang, 2013, hal. v). Situmorang mencontohkan, sejarah

perubahan peradaban ke peradaban lainnya yaitu revolusi di Eropa Barat dari

fedeoalisme ke industri memancing protes sosial (gerakan sosial dari kelompok

Page 19: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

19

termarginalisasi. Sebagai saluran non-jalan damai, kemudian tidak jarang gerakan

sosial sangat dekat dengan stigma negatif atau meminjam istilah Benny Hari

Juliawan dalam tulisannya Tradisi Marxis dalam Kajian Gerakan Sosial33 tidak

sesuai budaya ketimuran. Kajian Gerry Van Klinken misalnya menunjukkan

pembenaran stigma tersebut. Karena biasanya gerakan sosial diikuti aksi kolektif

yang di luar batas-batas formal terkadang diikuti dengan kekerasan (Klinken,

2007, hal. 17). Tanpa mengabaikan ciri aktivitas saluran politik Masyarakat,

apakah itu melalui saluran formal atau istilan Gerry Van Klinken saluran di luar

batas-batas formal yang menggelitik pembahasan dalam rangka apa politik

Masyarakat tersebut. Jika meminjam dari tujuan gerakan Masyarakat ini adalah

tidak lain untuk merubah kebijakan34. Begitu halnya dengan melalui saluran

formal. Artinya, kebijakan politik menjadi salah satu subjek penggerak

masyarakat untuk melakukan gerakan sosial. Meminjam pembelajaran yang

terjadi di massa yang telah lewat, tepatnya memasuki pasca perang dunia kedua

dalam perkembangan peradaban masyarakat segala bentuk diskriminasi baik

berdasarkan ras, jenis kelamin, asal negara, umur, usia, kesempatan bekerja dan

hak sipil politik, ekonomi dan sosial masyarakat marjinal adalah bentuk

penindasan. Sebagai upaya menghapus penindasan tersebut bukan dilakukan

dengan jalan damai, sebagai contoh yang terjadi di Amerika yaitu gelombang

protes kelompok masyarakat terkait diskriminasi ras dan kulit (Situmorang, 2013,

hal. vi).

Sebagaimana disebut di atas aksi protes bisa jadi perkara ekonomi.

Sebagai contoh pemikir besar Karl Mark terilhami dari gerakan buruh pada era

industrialisasi, yaitu ketika kelompok pedagang mendapatkan kekuasaan untuk

mengatur negara dan sumber-sumber ekonomi, balik buruh melakukan protes

kepada para pemilik modal karena buruh merasa tidak bisa menerima keuntungan

dari proses produksi yang dikuasai dan dinikmati oleh para pemilik

modal(Situmorang, 2013, hal. v-vi).

33 Dapat dibaca di laman catatan Facebook Benny Hari Jualiawan edisi 19 November 2016. Tulisan ini pernah dimuat di kolom Basipedia majalah Basis edisi Maret-April 2016 34 Manalu, Dimpos. (2009). Gerakan Sosial Dan Perubahan Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press bekerja sama dengan KSPPM. Sebagaimana yang ditegaskan dalam buku ini gerakan sosial untuk merubah kebijakan publik.

Page 20: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

20

2) Contentious Politics antara Masyarakat dan Pasar

Dalam ketegangan politik (contentious politics) tidak dapat dilepaskan dari

bekerjanya mekanisme-mekanisme. Mustahil terjadi ketegangan politik tanpa

adanya mekanisme-mekanisme yang saling bertemu dan bekerja. Sederhananya,

kemungkinan tidak ada ketegangan antara aktor Pasar dan Masyarakat tatkala

tidak ada mekanisme yang bekerja. Mekanisme ini memberikan pengaruh yang

sangat signifikan, karena berpotensi untuk merubah. Kemudian, setelah

mekanisme-mekanisme bekerja akan mendorong aktor-aktor terlibat atau tidak

dalam ketegangan politik. Charles Tilly, Sidney Tarrow, Mc Adam

mendefinisikan ketegangan politik adalah tentang pertentangan, aksi kolektif dan

politik yang melibatkan interaksi dimana aktor melakukan klaim atas nama

kepentingan bersama dan pemerintah terlibat contentious performances dan

perdebatan repertoar. Ketegangan politik secara sederhana paling tidak memuat

mekanisme sehingga membentuk interaksi aktor dengan membawa klaim atas

nama kepentingan bersama; perdebatan repertoar atau ‘pilihan strategi’

perlawanan; dan keterlibatan pemerintah.

Mekanisme yang Mempengaruhi Relasi Ketegangan Politik Masyarakat dan Pasar

Gerakan masyarakat itu pun lebih mudah terjadi tatkala struktur peluang

negara lebih besar dibandingkan dengan tekanan negara35. Menurut Ahmad Erani

Yustika36 sistem politik yang demokratis sekurang-kurangnya memberikan tempat

bagi hak-hak politik dan kebebasan sipil untuk “memperjualbelikan” kepentingan

dalam sebuah iklim kompetisi yang sehat dan terbuka. Rezim yang memberikan

ruang partisipasi Masyarakat dalam proses implementasi kebijakan pemerintah

merupakan faktor pendorong terbentuknya tuntutan di Masyarakat. Kondisi akan

jauh berbeda apabila kita menengok Indonesia ke belakang (Orde Baru). Dimana

saluran-saluran bersuara ditutup oleh rezim pada saat itu. Namun dengan

terbukanya ruang partisipasi juga tidak bisa menjamin partisipasi substantif

35 Benny Hari Juliawan, Memanfaatkan Sumberdaya Peluang (3), edisi 26 November 2016. Tulisan ini lebih detail dapat dibaca pada halaman catatan facebook beliau, atau di dalam Rubrik Basipedia majalah Basis edisi Mei-Juni 2016 36

Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 246

Page 21: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

21

Masyarakat, apabila tidak ada budaya inisiatif sendiri untuk berperan aktif.

Memutar balik pada massa Soeharto, aktualisasi politik Masyarakat sulit untuk

muncul kepermukaan, bahkan termasuk media massa dibungkam untuk

memberitakan kebrobokan pemerintah. Alih-alih untuk memprotes kebijakan

pemerintah, untuk bertanya saja sangat dibayang-bayangi dengan mata tajam

pemerintah (baca:presiden). Baru setelah reformasi berdendang aktor-aktor yang

belum mapan di Masyarakat mulai menyuarakan kepentingannya dengan

menggunakan alat atau sumberdaya sekadarnya. Ini disebut Tilly dan McAdam

dan Sidney Tarrowtelah berkontestasinya dan terlibatnya sejumlah aktor-aktor

politik baru dan mempergunakan pedekatan baru (bukan mapan) sebagai alat

politik dalam sebuah peristiwa, atau kasus-kasus ketegangan politik (contentious

politics).

Ketegangan politik (contentious politics) ini menurut pendifinisian Tilly,

Mc Adam dan Sidney Tarrow atau lebih dikenal dengan McTeam, merupakan

peristiwa yang terjadi secara episodik atau tiba-tiba di ruang publik ketimbang di

organisasi pemerintahan dan perusahaan, bukan termasuk peritiwa yang terjadi

secara reguler seperti pemilihan parlemen, presiden, pembayaran pajak dan

penegakan hukum (Situmorang, 2013, hal. 51). Pelacakan yang dilakukan oleh

Sutoro Eko Yunanto terkait perkembangan teori contentious politics ini

dipaparkan dengan tatanan yang sangat rapi. Sejauh pelacakannya, contentious

politics disebut oleh para pemikir gerakan sosial tidak ada bedanya dengan

gerakan sosial yaitu hanya berusaha di pertukarkan. Sutoro Eko Yunanto

mengidentifikasi dari berbagai studi Mark I. Lichbach, 1998; Karen Stanbridge,

2006; David S. Meyer dan Daisy Verduzco Reyes, 2010.37 Namun, McTeam

menegaskan, contentious politics lebih luas daripada gerakan sosial. Ketegangan

politik menekankan terjadinya interaksi kolektif di antara pembuat klaim dan

objek pembuat klaim, misalnya dengan pemerintah menjadi pengklaim atau objek

klaim atau sebuah kelompok mengklaim dan bila terjadi akan mempengaruhi

paling tidak salah satu objek yang diklaim (Situmorang, 2013: 51-52). Sutoro Eko

Yunanto mencari jawaban pembeda gerakan sosial dengan contentious politics

dengan melacak karyanya. Hasil penelusurannya ia menemukan respon McTeam 37Sutoro Eko Yunanto, Drama Reformasi Kejayaan dan Keruntuhan Bupati I Gede Winasa di Jembrana, Disertasi, 2015, hlm. 39. Disertasi ini menggunakan teori contentious politics McTeam.

Page 22: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

22

terhadap kritik terhadap contentious politics. Mereka menegaskan contentious

politics lebih besar daripada gerakan sosial (tidak semua gerakan sosial adalah

contentious politics) dan bukan sekadar politik yang rutin (upacara, kegiatan

pendidikan, pengumpulan informasi. Ketegangan politik memuat politik yang

mana menurut Tarrow pertarungan politik dalam ketegangan politik jauh lebih

luas daripada kampanye gerakan sosial (Yunanto, 2015, hal. 39-40)

Perkembangan politik masyarakat setelah runtuhnya Orde Baru, mulai

berani dan pesat melakukan bargaining dengan pemerintah. Termasuk interaksi

Masyarakat dengan kelompok kepentingan yang lain seperti dengan perusahaan,

pemilik modal, organisasi Masyarakat sipil, dan sebagainya. Interaksi dalam tesis

ini dibaca sebagai ketegangan politik (baca:gerakan sosial). Sebagaimana Tilly,

Mc. Adam dan Tarrow ketegangan politik ini bisa terjadi di dalam arena politik

karena dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu mekanisme, proses, dan peristiwa. Ketiga

hal ini merefleksikan teori ini menekankan adanya dinamika yang lebih luas tidak

statis sebagaimana perspektif social movements sebelumnya, yang memahami

banyaknya aktor berinteraksi dengan satu sama lain (Klinken, 2007, hal. 17).

Mekanisme sendiri didefiniskan oleh McTeam sebagai sebuah kejadian

yang mengubah hubungan-hubungan diantara elemen-elemen tertentu, dengan

berbagai cara yang menyesuaikan situasi -a delimited class of events that alter

relations among specified sets of elements in identical or closely similar ways

over a variety of situations-.38 Dengan mekanisme, menurut McTeam terjadi

peristiwa pembatasan kelas yang mana terjadi perubahan relasi antara elemen

kelompok tertentu dalam cara yang sama atau mirip melalui berbagai situasi.

Selanjutnya, mereka membedakan tiga mekanisme yang memberikan pengaruh

terhadap ketegangan politik, yaitu mekanisme pertama adalah lingkaran

kesempatan dan kendala beroperasi melalui rentetan perubahan lingkungan,

interprestasi perubahan, melakukan aksi dan aksi balasan(Situmorang, 2013, hal.

54). Mekanisme pertama menyangkut lingkungan (environmental mechanisms).

38Doug McAdam, Sidney Tarrow, Charles Tilly, Dynamics Contention, Australia: Cambridge University Press, 2004, hlm. 25 dan bisa juga dilihat pada Terjemahan dari tulisan Bert Klandermans, loc.cit., hlm. 1856 38 Yunping Xie, From Social Movements To Contentious Politics A Comparative Critical Literature Review Across The U.S And China, Submitted to the faculty of the University Graduate School in partial fulfillment of the requirements for the degree Master of Arts in the Department of Sociology, Indiana University, May 2013, hlm 16

Page 23: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

23

McTeam menjelaskan mekanisme lingkungan berarti kondisi eksternal yang

mempengaruhi kehidupan sosial. Mekanisme tersebut bisa beroperasi secara

langsung, McCharty dan Zald memberikan contoh: penipisan atau peningkatan

sumber daya mempengaruhi kapasitas Masyarakat untuk terlibat dalam

ketegangan politik (Doug Mc Adam, Sidney Tarrow, Charles Tilly, 2004, hal. 25).

Mekanisme kedua ini disebut mekanisme relasional (relational

mechanisms). Menurut McTeam, mekanisme relasional berpotensi mengubah

hubungan antar orang, kelompok, dan jaringan interpersonal yaitu melalui

broker/pialang/perantara. Mereka mendifiniskan, sebagai penghubung dua atau

lebih situs sosial yang sebelumnya tidak terkait oleh unit yang menengahi

(mediates) hubungan mereka satu sama lain dan/ atau dengan situs lain. Sebagian

besar analis melihat broker sebagai mekanisme yang menghubungkan kelompok

dan individu satu sama lain di tempat yang stabil, tetapi bisa juga menjadi

mekanisme relasional untuk mobilisasi selama periode ketegangan politik

(contentious politics), karena kelompok baru dilemparkan bersama oleh interaksi

dan ketidakpastian yang meningkat, sehingga mereka menemukan kesamaan

kepentingan (interests) (Doug Mc Adam, Sidney Tarrow, Charles Tilly, 2004, hal.

26).

Mekanisme ketiga adalah pembentukan kategori menciptakan identitas.

Sebuah kategori sosial terdiri dari sekumpulan perbedaan yang membedakan satu

kelompok Masyarakat dengan kelompok Masyarakat lainnya (Situmorang, 2013,

hal. 54). Mekanisme ketiga ini menyangkut kesadaran (cognitive mechanisms).

Menurut McTeam, mekanisme ini bekerja melalui perubahan persepsi individu

dan kolektif (seperti mengenali, memahami, menafsirkan ulang, dan

mengklasifikasikan karakteristik mekanisme). Sketsa McTeam dari Paris dan

Greenwood menunjukkan orang-orang akan bergeser kesadaran dengan apa yang

terjadi melalui aksi kolektif. Hal ini dapat dilihat dengan pengamatan terhadap

individu atau perorangan di dalam tempat kerjanya. Sebagai contoh, mekanisme

kognitif dimana orang-orang secara individu memilih untuk tidak mengambil

risiko dari tindakan kolektif kemudian mereka menarik diri tanpa menyakiti orang

lain yang solidaritasnya mereka hargai terkadang dengan biaya menderita

kerugian serius (Doug Mc Adam, Sidney Tarrow, Charles Tilly, 2004, hal. 26).

Page 24: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

24

Komponen-komponen ini diposisikan sebagai subjek bukan sebagai objek,

sebagai kata kerja bukan kata benda (Situmorang, 2013, hal. 51).

Di sinilah mekanisme seperti broker, difusi, tindakan terkoordinasi,

sertifikasi dan pergeseran identitas, dan proses seperti mobilisasi, demobilisasi

dan pergeseran skala ikut bermain.39 Berangkat dari paparan peran mekanisme

dalam teori contentious politics, tesis ini mengupas dinamika ketegangan

Masyarakat dan Pasar. Yang selanjutnya dipotret dari pilihan strategi dan metode

perlawanan sebagaimana yang menjadi bagian dari ketegangan politik.

Pilihan Bentuk Strategi

Untuk menjelaskan dinamika ketegangan politik (baca:gerakan sosial)

berupa tumbuh dan berkembangnya, para akademisi seperti Charles Tilly, Sidney

Tarrow, Mark Beissinger dan Marco Giugni memakai pilihan bentuk strategi dan

taktik aksi kolektif atau secara istilah adalah repertoir of contention (Situmorang,

2013, hal. 46-47).

Lebih jauh lagi dalam ketegangan politik menceritakan contentious

performances, dimana biasanya dilakukan sebagai rutinitas. Merujuk pada teori

Tilly dan Tarrow (T&T) ketegangan politik (contentious politics) adalah tentang

pertentangan, aksi kolektif dan politik yang melibatkan interaksi di mana aktor

melakukan klaim atas nama kepentingan bersama dan pemerintah terlibat

contentious performances dan perdebatan repertoar.40 Menurut McTeam

“Contentious performances sometimes clump into repertoires of claim making

routines that apply to the same claimant-object pairs: bosses and workers,

peasants and landlords, rival nationalist factions, and many more”.41 Piven dalam

(Xie, May 2013, hal. 16) menyebut contentious performaces seperti istilah

repertoire yang tercetak di memori budaya oleh organisasi atau pemimpin dalam

konflik yang pernah terjadi sebelumnya. Repertoar perdebatan menurut McTeam

berubah dari waktu ke waktu dan berbeda antara rezim. Sebagai contoh, parade di

Francis diawal sejarahnya selama masa kerajaan tahun 1830-an tidak memiliki

39 Ditertejemahkan oleh penulis kedalam bahasa Indonesia tulisan Bert Klandermans, Contentious Politics (Charles Tilly and Sidney Tarrow), Social Forces, Vol. 86 No 4 (Juni, 2008): Oxford University Press, hlm. 1856 40 Bert Klandermans, ibid., hlm. 1856 41 Yunping Xie,op.cit.,hlm 16

Page 25: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

25

daya tekan politik dan bersifat rutin, namun kemudian parade berubah menjadi

bentuk aksi utama selama masa republik kedua pada tahun 1985-19851 yang

sekarang disebut dengan demonstrasi (Situmorang, 2013, hal. 48). Gerakan sosial

terdiri dari berbagai aktor dengan mengejar banyak strategi di tempat institusi dan

tempat esktra-institusional. Terkadang satu organisasi menggabungkan sarana

pengaruh institusional seperti lobi dan politik elektoral dengan strategi ekstra-

institusional seperti demonstrasi dan boikot.42

Menurut Van Klinken dalam bukunya Perang Kota Kecil, teori contentious

politics versi Tarrow dan Tilly dan Mc Team memiliki inovasi penting

dibandingkan teori gerakan sosial mobilisasi sumberdaya sebelumnya yang

berfokus pada kaum elit yakni teori contentious politics terbuka dengan faktor

kultural artinya penting untuk mengeksplorasi pikiran orang mengapa ikut terlibat

dalam ketegangan politik bukan sekedar mobilisasi (Klinken, 2007, hal. 89).

Faktor kultural sebagaimana dikutip dari (Klinken, 2007, hal. 109-110)

secara heuristik membedakan dua pola tindakan yang didorong oleh identitas,

yaitu ‘embedded’ (berakar), dan ‘detached’ atau lepas. Identitas berakar merujuk

pada identitas yang mewarnai tentang hubungan-hubungan sosial yang luas,

seperti keluarga di sebuah desa. Perseteruan yang melibatkan identitas berakar

cenderung mengetahkan rangkaian aksi perseteruan yang sangat khas seperti

bercirikan tindakan yang partikularistik (dilekatkan pada kelompok-kelompok,

isu-isu atau tempat lokal tertentu) dengan skala tindakan yang kecil (melibatkan

beberapa kelompok orang), bersifat langsung tanpa ada perantara yang memiliki

kedudukan istimewa, dan aksi perseteruan itu terkesan spontan. Sebaliknya,

identitas-identitas lepas mewarnai hubungan-hubungan sosial yang sangat sempit

(contoh: keanggotaan partai politik), cenderung mengetahkan pengajuan tuntutan

yang berbeda dari yang dikaitkan dengan identitas-identitas berakar, hubungan

sosial bersifat ‘modular’ –tidak terikat pada tempat-tempat tertentu, skala tindakan

besar sehingga membutuhkan koordinasi yang luas, dan membutuhkan mediator –

membutuhkan para perantara politis dan jaringan-jaringan komunikasi.

42 William A. Gamson dan David. S. Meyer, dalam Doug McAdam, John D. McCarthy, Mayer N. Zald , Comparative Perspectives on Social Movements, Cambridge: Cambridge University Press, 1996, hlm. 283

Page 26: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

26

Teori contentious politics memasukkan konsep ‘framing’ sebagai upaya

untuk mengetahui bagaimana perasaan dan apa yang dipikirkan oleh massa atau

istilah Van Klinken ‘bagaimana perasaan massa yang terdiri atas orang

kebanyakan’43. Analisis gerakan sosial fokus pada kaum elit. Definisi framing

yaitu proses kolektif menafsirkan, atribusi (attribution), dan konstruksi sosial,

memediasi antara kesempatan (opportunity) dan tindakan, dengan praktik secara

minimal, orang harus merasa dirugikan pada beberapa aspek hidup dan optimis

bahwa akting secara kolektif bisa memperbaiki masalah (Snow, dkk, 1986; Snow

dan Benford 1988).44 Menurut McTeam, gerakan ‘frame’ keluhan spesifik dalam

kerangka kerangka tindakan kolektif umum yang mengajukan klaim,

menghubungkan mereka dengan orang lain, dan membantu menghasilkan sebuah

Identitas Kolektif di kalangan para penggugat (claimants).45

Framing adalah diskusi penting dalam ketegangan politik. Lebih jauh,

menurut McTeam, ‘framing’ sebagai proses pertarungan internal dalam gerakan

dengan aktor yang berbeda untuk mengambil posisi yang berbeda. Van Klinken

menyarikan definisi framing dari berbagai penulis seperti Gamson dan Meyer,

Snow dkk, dan Snow dan Benford secara jernih, bahwa framing adalah berkaitan

dengan bagaimana para organisator gerakan berusaha memberikan arti pada

kejadian-kejadian kontemporer dengan jalan membangun seperangkat

kepercayaan-kepercayaan umum inti.46 Snow Benford dkk dalam Van Klinken

menegaskan dalam framing ada tugas inti bagi para organisator. Yaitu:

“mempigurai masalah kontemporer sedemikian rupa, sehingga masalah itu bergaung bagi pendengarnya. Para oragnisator harus melukiskan situasinya sebagai sebuah masalah, menyodorkan sebuah solusi, dan akhirnya melontarkan seruan untuk mengangkat senjata. Pendengar akan merespons framing ini jika apa yang dikatakan menyentuh apa yang sudah mereka yakini di titik-titik sentral. Proses ini disebut ‘frame alignment’. Jika sukses, orang-orang yang dulu biasa menyalahkan diri sendiri karena kesulitan-kesulitan mereka sekarang mendadak sadar bahwa masalahnya adalah tidak adanya ketidakadilan di dunia luar sana, dan mereka bisa melakukan sesuatu untuk membenahi hal itu.”47

43 Gerry Van Klinken, Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokratisasi di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2007, hlm 89 44 Dalam Doug Mc Adam, Sidney Tarrow, Charles Tilly, Dynamics of Contention, Cambridge: Cambridge University Press, 2004, hlm 41 45Doug Mc Adam, Sidney Tarrow, Charles Tilly, Dynamics of Contention, loc.cit. 46 Gerry Van Klinken, Perang Kota Kecil, op.cit., hlm. 115 47 Gerry Van Klinken,Perang Kota Kecil,ibid., hlm. 116

Page 27: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

27

Juga disebut oleh Gamson, W.A dan Meyer dalam karyanya Framing

political opportunity, yaitu kesepakatan ‘framing’ bervariasi tergantung dengan

gerakan dan tipikal dari proses ketegangan internal, dan definisi dari peluang

sering menjadi perdebatan. Dengan kata lain Gamson dan Meyer ingin

menyampaikan kesepakatan ‘framing’ tergantung dari proses mendefinisikan

peluang dan cara kerjanya (framing consensus, then is variable between

movenments and typically a contentious internal process,and the definition of

opportunity is often at the center of what is most contentious. This sugest that we

need to focus on this process of defining opportunity and how it works).48

Peran Pemerintah dalam Ketegangan Politik

Dalam ketegangan politik, pemerintah juga menjadi bagian dari perhatian

teori ini. Pada hakikatnya pemerintah dalam konsep McTeam disebut sebagai

pihak yang bertugas membuat kebijaksanaan untuk menengahi ketegangan politik

kelompok-kelompok/individu dengan masing-masing klaim kepentingannya.

Penganalogian secara sederhana oleh Sophie Long sebagai berikut sangat

membantu memahami bagaimana posisi pemerintah:

“Dalam tingkatan kehidupan pribadi dan sehari-hari, kita mengalami saat-saat pertengkaran ketika kita memperdebatkan, mana film untuk menonton atau dimana untuk makan malam, tujuan dan kepentingan kita diadu orang lain, dan jika kita menempatkan kepentingan kita sendiri di atas mereka, kita akan menggunakan berbagai metode untuk memastikan kami menang. Disebut sebagai ketegangan politik ketika dampak pertengkaran terhadap agen pemerintah atau bersinggungan dengan beberapa bantalan pada kepentingan pemerintah. Yang kemudian, pemerintah merespon dengan membentuk mode perselisihan, melalui undang-undang dan norma kewirausahaan, atau dikelola dengan menanggapi klaim bukan menekan atau mengabaikan mereka yang saling bertengkar, seperti halnya yang terjadi di Amerika Selatan, ketika sebuah kelompok warga secara kolektif melakukan klaim atas aktor lain-pemerintah, badan keagamaan- dalam kasus hak pilih perempuan dan ‘pro-life’ negara sering akan bertanggung jawab untuk mengatur hak untuk protes dan kebijakan tentang protes.49”

48 William A. Gamson dan David. S. Meyer, dalam Doug McAdam, John D. McCarthy, Mayer N. Zald , Comparative Perspectives on Social Movements, Cambridge: Cambridge University Press, 1996, hlm. 283 49 Ditertejemahkan oleh penulis kedalam bahasa Indonesia tulisan Sophie Long, Book Review: Contention Politics by Charles Tilly and Sidney Tarrow, diakses pada http://blogs.lse.ac.uk/lsereviewofbooks/2016/01/05/book-review-contentious-politics-by-charles-tilly-and-sidney-tarrow/

Page 28: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

28

Analogi tersebut menunjukkan ketegangan politik (contentious politics)

merujuk pada usaha saling menuntut dan mengajukan klaim yang mana

ketegangan berlangsung dengan menjadikan struktur politik formal sebagai

sasaran ataupun pihak ketiga dengan membawa tuntutan (klaim). Klaim adalah,

Claims and counterclaims do not occur randomly; they take their shape from surrounding regimes, cultures, and interaction. They respond to a regime’s opportunities, threats, and constraints.50

Munculnya tuntutan dalam contentious politics McTeam ditegaskan tidak

terjadi secara acak. Tuntutan klaim berangkat dari tiga kategori: identitas,

pendirian (standing), dan program. Hampir sama dengan gerakan sosial.

Penjelasannya dari ketiga kategori tersebut adalah

From their eighteenth-century origins onward, social movements have proceeded not as solo performances but as a interactive campaigns; social movements combine three kinds of claim: program, identity and standing.” “The struggle we have witnessed always featured programs of political change, but they also include claims that the proponents of those program enjoyed the capacity for autonomous, effective action and that participants had the political standing to speak publicly on the issues at hand” (Tilly and Wood 2009: 35). On the other hand, in the Contentious Politics Tilly and Tarrow also mention that collective claims fall into three categories: identity, standing and program. Identity declare that an actor exists; standing claims say that the actor belongs to an established category within the regime and therefore deserves the rights and respect that members of that category receive; program claims call for their objects to act in a certain way.51

Tuntutan (klaim) terbentuk dari bentuk rezim, budaya, dan interaksi, yang

kemudian pada akhirnya tuntutan yang terbentuk digunakan untuk merespon

rezim struktur peluang politik (political opportunity structures), ancaman, dan

hambatan. Struktur peluang politik menjadi hal yang penting dan diperhitungkan

dalam ketegangan politik (Stanbridge, 2006). Menurut Tarrow ada empat variabel

struktur peluang politik, yakni:

The main variables in most models of the structures of political opportunity are: the degree of openness or of closure of the polity; the stability or instability of political alignments; the presence or absence of allies and support groups;

50 Yunping Xie, From Social Movements To Contentious Politics A Comparative Critical Literature Review Across The U.S And China, Submitted to the faculty of the University Graduate School in partial fulfillment of the requirements for the degree Master of Arts in the Department of Sociology, Indiana University, May 2013, hlm. 14 51 Yunping Xie, loc.cit,

Page 29: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

29

divisions within the elite or its tolerance for protest; and the policy-making capacity of the government.52

Contentious politics merujuk pada bagaimana menemukan peluang

(opportunity) atau kesempatan untuk mengubah kebijakan atau menghentikan

sejenak kebijakan, dengan proses bekerja yang memiliki tingkatan waktu

perjuangan (baca: proses lama). Struktural politis sangat diperhitungkan

dinamikanya, yaitu tekanan pada struktur peluang politik (political opportunity)

berupa peluang-ancaman bagi para aktivis dan fasilitasi oleh negara.53 Kemudian

dari perhitungan dinamika struktural politis tersebut muncullah gerakan penolakan

diikuti dengan klaim yang dibawa. Secara ringkas, contentious politics terjadi

ketika bertemunya komponen pertengkaran, aksi kolektif, dan politik bertemu dan

saling bersinggungan. Dalam ketegangan politik, perjuangan mendapatkan

kekuasaan oleh aksi kolektif dilakukan dengan mengambil semua kemungkinan

sumber daya peluang politik yang kontroversial dan menambah perjuangan di luar

arena pemerintah.54

Bagan 1. 1 Komponen Contentious Politics Dikutip dari (Charles Tilly & Sidney Tarrow, 2015, hal. 10)

52 Terjemahan dari tulisan Bert Klandermans, Contentious Politics (Charles Tilly and Sidney Tarrow), Social Forces, Vol. 86 No 4 (Juni, 2008): Oxford University Press, hlm. 1856 52 Yunping Xie, op.cit., hlm 14-15 53 Benny Hari Juliawan, Memanfaatkan Sumberdaya dan Peluang, dikutip dalam catatan facebook 26 November 2016. Tulisan ini juga pernah terbit dalam rubrik Basipedia di Majalah Basis edisi Mei-Juni 2016 54 Charles Tilly & Sidney Tarrow, Contentious Politics, Second Edition (United States, Oxford University Press, 2015, 10)

Politics contentionn

Collective Action Contentious Politics

Page 30: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

30

Dengan memperhitungkan bahkan saling memperebutkan struktur peluang

politik, ketegangan diantara Masyarakat dan Pasar memungkinkan mengalami

dinamika. Memperhitungkan dan memperebutkan struktur peluang politik yang

penulis maksud, adalah peluang politik adalah sebagai subyek dan objek. Sebagai

subyek artinya, ketegangan politik berupa tindakan kolektif dengan disertai klaim

dapat muncul ketika peluang politik terbuka. Sedangkan, sebagai objek, artinya

peluang politik adalah sasaran yang sedang diperebutkan dalam ketegangan

politik. Gamson dan Meyer menamai ini dengan adanya interaksi antara gerakan

(movement) dan peluang (opportunities), yaitu peluang yang terbuka adalah jalan

aksi politik terjadi, tetapi gerakan juga membuat peluang55.

Dalam teori contentious politics, aktor-aktor yang terlibat berupaya

mengejar bentuk political opportunity yang diinginkan. Dengan tujuan untuk

menyeimbangakan kekuasaan (balancing power). Keberpihakan politik, dan hadir

atau tidak nya alinasi dan kelompok pendukung protes menjadi faktor yang

memungkinkan ketegangan mengalami dinamika. Lebih lanjut, secara kontekstual

kondisi struktur politik (pemerintah desa Arjowilangun) berdiri pada struktur

ekonomi Masyarakat desa yang mulai tahun 1998 mandiri. Artinya, dalam kasus

penolakan rencana kehadiran Pasar, struktur peluang politik di desa menjadi unsur

yang diperhitungkan, selain struktur peluang politik di tingkat kabupaten.

4. Kerangka Analisa

Relasi Masyarakat dan Pasar dalam studi ini dimaknai sebagai bangunan

interaksi antara aktor demokrasi yang berdinamika dalam proses-proses ekonomi.

Berdinamika karena proses-proses ekonomi tidak mungkin bersifat a-politis. Tesis

ini memiliki asumsi, ‘pilihan’ strategi dan perlawanan Masyarakat di Desa

Arjowilangun sebagai gambaran telah terjadinya ancaman pergeseran aktor dalam

relasi tersebut. Kedua, pergeseran aktor memungkinkan merujuk pada antar

anggota di dalam Masyarakat akan mengarah pada ancaman gesekan karena

mekanisme-mekanisme ketegangan (mekanisme lingkaran kesempatan, broker,

dan kognitif) tidak dapat diabaikan berproses dalam sebuah kasus perlawanan

55William A. Gamson and David S. Meyer, Framing Political Opportunity, dalam Doug McAdam, John D. McCarthy, Mayer N. Zald , Comparative Perspectives on Social Movements, Cambridge: Cambridge University Press, 1996, hlm. 276

Page 31: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

31

khususnya perlawanan terhadap entitas yang diyakini sebagai pembawa

modernisasi pembangunan. Asumsi ini sejalan dengan pandangan Zizek saat

struktur politik seperti pemerintah Orde Baru dengan jargon “seluruh rakyat

mendukung pembangunan”, akan terjadi definisi melingkar timbal balik tentang

rakyat (baca:Masyarakat), sehingga yang disebut rakyat adalah mereka yang

medukung pembangunan, dan akibatnya rakyat yang tidak mendukung

pembangunan menjadi musuh rakyat (Robet, 2010, hal. 162-163).

Ada dua hal terkait kerangka pikir relasi Masyarakat dan Pasar. Pertama,

terkait dengan siapa yang dimaksud dengan Masyarakat dan siapa yang dimaksud

dengan Pasar. Dalam tubuh Masyarakat dalam tesis ini didefinisikan selalu

menggunakan kehendak kolektif dan menekankan pada keanggotaan (Deborah).

Menyadari begitu luas nya imajinasi tentang Masyarakat, dan pertimbangan arena

politik ketegangan ada dalam arena bisnis ekonomi maka dalam konteks ini perlu

ditegaskan Masyarakat adalah pelaku ekonomi desa yang bergerak dalam bidang

perdagangan ritel yang ada secara khusus di Desa Arjowilangun. Konteks desa

sebagai tempat yang masih menekankan nilai-nilai kehendak kolektif, maka

pelaku ekonomi di desa pun diandaikan dalam tesis ini juga mengedepankan

kehendak kolektif. Selain itu pendifinisian ini karena penulis tidak menutup mata

atas pro kontra pandangan pelaku ekonomi desa terhadap Pasar.

Kedua, terakait dengan bagaimana dinamika relasi antara Masyarakat dan

Pasar yang dimaksud dalam studi ini, perlu ada kesepakatan di awal dalam studi

ini. Dinamika disini merujuk pada kemungkinan pergeseran aktor yang

bersitegang, apakah itu masih didominasi ketegangan antara Masyarakat secara

keseluruhan (seluruh pelaku ekonomi desa) face to face dengan Pasar; ataukah ada

pengurangan derajat ketegangan yang teraktualisasi dari rasa kebencian dan

keinginan menyingkirkan Pasar dari proses ekonomi desa oleh Masyarakat secara

keseluruhan, misal akibat kemunculan aktor ekonomi desa baru yang powerfull

secara modal ekonomi seperti TKI; ataukah Masyarakat itu sendiri menuju pada

ancaman ketegangan karena pengaruh-pengaruh mekanisme dalam ketegangan

politik; ataukah akan terjadi kombinasi dari kemungkinan dinamika tersebut.

Ketiga, melacak ‘pilihan’ strategi dan metode perlawanan Masyarakat di

Desa Arjowilangun. ‘Pilihan’ strategi dan metode ini digunakan untuk membaca

Page 32: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

32

fakta dinamika relasi ketegangan Masyarakat dan Pasar. Bertebaran di berbagai

media massa online yang menunjukkan Masyarakat (pelaku ekonomi) dihadapkan

pada musuh bersama Pasar (Indomaret). Dari pelacakan ‘pilihan’ strategi dan

metode ini dapat dibaca cerita dibalik fenomena ketegangan politik antara

Masyarakat dan Pasar dalam proses-proses ekonomi. Selain itu pelacakan

‘pilihan’ strategi dan metode ini sebagai penguat kesimpulan dan argumen tesis

ini di bab penutup.

Terakhir, melakukan ekplorasi tentang implikasi dari ‘pilihan’ strategi dan

metode perlawanan. Upaya eksplorasi terakhir ini membantu penulis menemukan

kesesuaian teori contentious politics Mc Team dengan kasus Indonesia, khususnya

desa.

Untuk menjawab dinamika relasi Masyarakat dan Pasar, studi ini memakai

kasus perlawanan Masyarakat Desa Arjowilangun terhadap Indomaret (Pasar).

Kasus ini pertama-tama dijelaskan faktor-faktor yang memungkinkan berlangsung

perlawanan terhadap Indomaret, mulai dari faktor yang ada di desa. Faktor tidak

hanya dilihat dari skop desa, tetapi juga tingkat kabupaten, karena pengaturan

politik tentang ijin Indomaret tidak bisa dipisahkan dari aturan politis dan

teknokratis kabupaten. Tidak terkecuali faktor dari si empu yang ditolak oleh

Masyarakat, yaitu Indomaret dengan daftar perjalanan bisnisnya.

Sebagai panduan dalam kerangka analisa di atas, studi ini mem-breakdown

teori contentious politics56 dan konsep Masyarakat dan Pasar ke dalam definisi

konseptual dan kemudian diturunkan lagi ke dalam operasionalisasi konsep.

Menurut Allan Isaak57 konsep adalah abstraksi dari berbagai fenomena yang

bertujuan untuk menggambarkan sesuatu dan agar mudah dipahami maka

diperlukan upaya pendifinisan secara operasional. Dalam proses penelitian setelah

menemukan masalah, hal yang harus dilakukan adalah melengkapi elemen 56 Dalam studi ini, unsur-unsur dalam teori contentious politics digunakan secara utuh mulai dari mekanisme, proses, dan peristiwa. Tesis ini mencoba menjajal teori contentious politics pada kasus perlawanan Indomaret (bidang perdagangan ritel) di Indonesia, dengan melihat apakah tahapan ketegangan politik, mulai dari bagaimana identitas kelompok terbentuk diawal, kemudian berekskalasi menjadi lebih besar melibatkan aktor yang lebih besar, dan sampai teroganisir menjadi aktor politik tunggal. Ilustrasi penggunaan unsur dari teori contentious politics ini dapat ditemukan dalam karya Gerry Van Klinken yang berjudul Perang Kota Kecil Kekerasan Komunal Dan Demokratisasi di Indonesia. 57 Leli Soemantri, diakses dari https://www.academia.edu/20318953/Operasionalisasi_dan_Konseptualiasi_Jurnal, 23 Mei 2017, 20.00 WIB

Page 33: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

33

penelitian yaitu mem-breakdown masalah ke dalam konseptualisasi dan

operasionalisasi. Konsep dalam penelitian politik (political research) sebagai

persepsi yang digunakan untuk mewakili karakteristik politik.58 Langkah

selanjutnya menerjemahkan konsep ke dalam peristiwa yang bisa diamati

(observable events), sebagai contoh konsep sosialisasi politik (political

socialization) dianalisis dengan membandingkan partai yang dipilih oleh first-time

voters dan partai yang dipilih oleh orang tua59. Definisi konseptual dan

operasionalisasi konsep ini digunakan sebagai batasan penelitian:

a. Definisi Konseptual:

1. Ketegangan politik (contentious politics), yaitu peristiwa ketegangan

atau pertentangan antar aktor baru yang terjadi secara episodik di luar

politik formal dengan membawa klaim-klaim kepentingan atas nama

kepentingan bersama atau kehendak kolektif dengan memperhatikan

stuktur peluang politik dan pemerintah terlibat sebagai pembentuk

mode perselisihan dalam ketegangan politik dan perdebatan repertoire.

2. Relasi Masyarakat dan Pasar disini dibaca dengan perspektif

ketegangan politik (contentious politics) McTeam dengan konteks

perdagangan ritel. Sehingga relasi Masyarakat dan Pasar adalah

pertentangan, aksi kolektif dan politik yang melibatkan interaksi antara

aktor Masyarakat dan Pasar khususnya dalam bidang perdagangan ritel

di Indonesia dengan melakukan klaim atas nama kepentingan bersama.

3. Masyarakat menurut Deborah menekankan bertindak dengan cara

pandang komunitas. Artinya di dalam individu-individu yang bertindak

untuk memenuhi kehendak kolektif dan seringkali berkonflik akibat

memperdebatkan keanggotaan dari komunitas/ Masyarakat. Secara

konteks studi ini, Masyarakat Arjowilangun dengan konteks pedesaan

secara umum cenderung bertindak dengan cara pandang komunitas.

4. Pasar menurut Deborah di dalamnya terdiri dari individu-individu yang

mengedepankan pengejaran kemakmuran pribadi, termasuk di

58Isaak, An Introduction to Political Science and Political research, hlm. 15, didownload dari http://www.angelo.edu/faculty/ljones/gov3301/bookpdf/Jones%20ch01.qxd.pdf 59Isaak, An Introduction to Political Science and Political research 16 http://www.angelo.edu/faculty/ljones/gov3301/bookpdf/Jones%20ch01.qxd.pdf

Page 34: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

34

dalamnya kesejahteraan teman dan keluarga dan tidak mengedepankan

keanggotaan di dalamnya.

5. Pilihan strategi dan taktik atau repertoire adalah alat interaksi

sekelompok Masyarakat dalam jumlah besar bukan diantara individu

namun bisa berupa satu aktor wakil sekelompok Masyarakat terhadap

objek klaim.

6. Dinamika ketegangan merujuk pada adanya perubahan hubungan

antara aktor Pasar dan Masyarakat yang diakibatkan karena adanya

mekanisme yaitu sebuah kejadian yang mengubah hubungan-hubungan

antar elemen, berupa mekanisme lingkungan, mekanisme

relasional/broker, dan mekanisme kognitif, termasuk di dalamnya

framing.

7. Framing adalah pembingkaian yang menyebabkan aktor bergabung

atau tidak dalam ketegangan politik. Merujuk sebagaimana Van

Klinken menyarikan definisi framing dari berbagai penulis seperti

Gamson dan Meyer, Snow dkk, dan Snow dan Benford secara jernih,

bahwa framing adalah berkaitan dengan bagaimana para organisator

gerakan berusaha memberikan arti pada kejadian-kejadian

kontemporer dengan jalan membangun seperangkat kepercayaan-

kepercayaan umum inti.

b. Operasionalisasi Konsep

Tabel 1. 2 Operasionalisasi Konsep Variabel Dimensi Operasionalisasi Contentious politics

1. Struktur peluang politik

2. Tuntutan (klaim) 3. Peran pemerintah

sebagai mode perselisihan

4. Pilihan strategi dan taktik (repertoar)

1. Menggali struktur peluang politik di level Kabupaten Malang dan level desa yang mempengaruhi ketegangan politik Masyarakat dan Pasar

2. Klaim yang dimunculkan oleh aktor-aktor ketegangan mulai dari Masyarakat, Pasar –dalam hal ini termasuk Masyarakat yang tergabung dengan Pasar (Indomaret)-, dan pemerintah.

3. Bagaimana peran pemerintah Kabupaten Malang, Kecamatan Kalipare dan Desa Arjowilangun dalam

Page 35: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

35

ketegangan politik Masyarakat dan Pasar yang terjadi di Desa Arjowilangun? Politik disini merujuk pada dua level yaitu kabupaten dan desa. Peran pemerintah dalam teori McTeam adalah sebagai mode perselisihan. Dalam studi ini, penggalian mendalam tentang peran pemerintah ini mengarah kepada temuan teoritik.

4. Bagaimana ‘pilihan’ strategi dan metode perlawanan oleh pelaku ekonomi Desa Arjowilangun untuk melawan Indomaret?

Relasi Masyarakat dan Pasar

1. Interaksi antara aktor yang bersitegang dan pemerintah

1. Bagaimana interaksi antara pelaku ekonomi desa dengan Indomaret?

2. Bagaimana interkasi antara pelaku ekonomi desa dengan politik (pemdes)?

3. Bagaimana interaksi antar pelaku ekonomi Desa Arjowilangun?

Masyarakat 1. Anggota komunitas

2. Klaim bertindak atas nama kehendak kolektif

1. Mengidentifikasi siapa-siapa aktor yang tergabung dalam kelompok yang mengatasnamakan pelaku ekonomi desa yang melawan Pasar.

2. Mendiskripsikan klaim perlawanan yang mengatasnamakan kehendak kolektif Masyarakat desa Arjowilangun.

Pasar 1. Terdiri dari individu-individu

2. Alasan bertindak

1. Mengidentifikasi siapa aktor-aktor Masyarakat sebagai pelaku ekonomi desa yang menginginkan Pasar supaya terlibat dalam proses ekonomi Desa Arjowilangun.

2. Menggali alasan sebagian pelaku ekonomi desa tergabung menerima Pasar (Indomaret)

Dinamika ketegangan

1. Mekanisme lingkungan

2. Mekanisme relasional

3. Mekanisme kognitif/kesadaran

4. Framing

1. Bagaimana kondisi eksternal yang mempengaruhi munculnya perlawanan oleh Masyarakat Arjowilangun khususnya kelompok yang mengatasnamakan pelaku ekonomi desa bidang ritel? kondisi eksternal dalam dimensi ini

lebih luas tidak hanya stuktur peluang politik (watak politik kebijakan ekonomi Kabupaten Malang) tetapi meliputi rentetan

Page 36: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

36

aksi perlawanan di Kabupaten Malang, kelangkaan sumberdaya peluang ekonomi)

2. Bagaimana perlawanan Indomaret pada akhirnya dilakukan oleh Masyarakat Arjowilangun?

3. Bagaimana perlawanan Indomaret tidak melibatkan seluruh Masyarakat yang memiliki usaha ritel desa?

4. Bagaimana para pelaku ekonomi desa di Arjowilangun meskipun terpecah menjadi dua kubu tetapi tetap bisa membuat Pasar gagal mengintervensi proses perekonomian Desa Arjowilangun?

5. Metode Penelitian

Studi ini bercorak penelitian kualitatif dengan metode studi kasus (case

study). Menurut Creswell, penelitian studi kasus adalah sebuah penelitian dengan

pendekatan kualitatif yang menginvestigasi dan menggali sebuah atau beberapa

kasus secara utuh (bounded) dengan rentang waktu yang khusus atau spesifik,

dilakukan secara detail, penggalian data secara mendalam dari berbagai sumber

informasi (observasi, wawancara, rekaman suara dan gambar, dokumen, dan

laporan yang mendeskripsikan atau menginformasikan topik tertentu yang dipilih

dalam studi ini)(Creswell, 2007, hal. 73). Penelitian kualitatif dalam studi ini

secara khusus menggunakan metode studi kasus intrinsik (instrinsic case study)60.

Metode ini berfokus dengan kasus itu sendiri, dengan melihat dan menggali

keunikan dari kasus yang diteliti, khususnya keunikan kasus perlawanan

(Creswell, 2007, hal. 74).

Ide dasarnya adalah untuk mengetahui dinamika relasi antara Masyarakat

dan Pasar dalam kasus perlawanan Masyarakat terhadap Indomaret sebagai aktor

kapitalistik yang bermodal besar dalam bidang usaha ritel. Peneliti berasumsi

bahwa relasi Masyarakat dan Pasar memiliki cerita-cerita yang berbeda-beda

Masyarakat dan Pasar di wilayah tertentu (Khabibi, 2014)(Kusdiane, 2014). Kasus

di Arjowilangun ini dipilih karena dua hal: secara kontesktual, Arjowilangun

60Ada tiga metode penelitian studi kasus, yakni studi kasus tunggal, studi kasus banyak, dan studi kasus intrinsik. Lebih detail lihat pada John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design. Choosing Among Five Approach. Second Edition. London: Sage Publications, hlm. 74

Page 37: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

37

memiliki historis perjalanan ekonomi desa yang kemudian membentuk

kesepakatan tidak tertulis yaitu dalam bidang usaha ekonomi Masyarakat secara

keseluruhan ‘tertutup’ dengan intervensi pelaku ekonomi dari luar desa. Kedua

perlawanan di Desa Arjowilangun tetap terjadi meskipun struktur politik ekonomi

Kabupaten Malang dalam pemberian ijin telah memprioritaskan Masyarakat

setempat sebagai pemegang investasi/ tuan rumah dengan Indomaret melalui pola

franchise yang bertujuan untuk menutup kesenjangan kecemburuan sosial dan

perlawanan terhadap Indomaret. Ketiga, kemunculan para pelaku ekonomi baru

yaitu para mantan buruh migran yang mendirikan toko ritel dengan skala modal

besar dan manajemen semi modern membawa pada pertanyaan bagaimana

perlawanan masih terjadi di Desa Arjowilangun, sedangkan sebagaimana berbagai

kasus perlawanan di berbagai wilayah terjadi karena adanya kecenderungan

permasalahan gap modal antara pelaku ekonomi ritel kecil dengan jejaring peritel

besar (Indomaret), atau kalah secara modal ekonomi.

Sederhananya, menggunakan studi kasus karena penulis dapat mencermati

kekhasan kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam kasus ini yang kemudian

dapat menjelaskan ‘pilihan’ strategi dan metode sebagai gambaran ada dinamika

aktor ketegangan yaitu Masyarakat dan Pasar, serta kemungkinan variabel teori

contentious politics yang terangkum dalam ketiga mekanisme tersebut.

Teknik penggalian data dengan menggabungkan teknik desk study dan

field study. Desk study terhadap hasil penelitian terkait Desa Arjowilangun, studi

media, dokumen di desa yang sejalan dengan studi ini. Untuk field study

dilakukan dengan wawancara mendalam pada aktor kunci yang terlibat dalam

perlawanan yaitu pelaku ekonomi desa yang memiliki toko ritel, pemerintah desa,

dan broker. Penelitian ini menggali data secara detail terkait relasi Masyarakat dan

Pasar saat masuknya intervensi Pasar di Desa Arjowilangun. Unit analisa utama

dalam tesis ini adalah Masyarakat. Pasar diasumsikan telah melebur di

Masyarakat mengingat dua hal:

a. Sistem pendirian usaha dengan pola franchise terbuka bagi Masyarakat

yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh perusahaan

PT. Indomarco Prismatama.

Page 38: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

38

b. Karena akibat struktur politik Kabupaten Malang yang mengatur

‘pemegang’ investasi adalah pelaku usaha yang domisili sesuai dengan

lokasi minimarket yang akan dibangun.

Meskipun begitu, negara diwakili pemerintah kabupaten dan desa tetap

menjadi unit analisa karena negara bisa menjadi entitas sumber daya peluang

kekuatan Masyarakat ataupun Pasar yang sedang diperebutkan untuk

memenangkan atau minimal mencapai keseimbangan posisi.

6. Struktur Tesis

Bab I Pendahuluan

Bab ini adalah berisi uraian yang mengarahkan dan mengkerangkai tesis ini yang

berkaitan dengan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, literatur

review, kerangka analisa, metode penelitian dan rencana struktur tesis.

Bab II Munculnya Interaksi Aktor-aktor Ketegangan

Bab ini adalah penjelasan konteks yang terdiri dari paparan mekanisme-

mekanisme yang mempengaruhi terjadinya ketegangan politik antara Masyarakat

dan Pasar. Bekerjanya makanisme-mekanisme tersebut kemudian membentuk

siapa-siapa aktor baru yang terlibat dalam perlawanan (baca: ketegangan politik)

terhadap Indomaret di Desa Arjowilangun, mulai bertindak sebagai broker, aktor

yang mengklaim, dan objek klaim. Selain itu, dalam bab ini ditunjukkan

bagiamana mekanisme membuat Masyarakat sebagai pelaku ekonomi desa

mengalami fragmentasi, artinya aktor yang melawan Pasar tidak melibatkan

seluruh pelaku ekonomi di desa. Begitupula, pelaku ekonomi desa yang kuat

secara modal pun juga melawan Pasar dengan cara menyingkirkan, termasuk

bagaimana peran pemerintah desa dalam ketegangan tersebut.

Page 39: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131655/potongan/S2-2017... · dekat dengan ciri modal kecil dan pengelolaan sederhana sampai

39

Bab III ‘Pilihan’ Strategi dan Metode Melawan Rencana Intervensi

Indomaret dalam Proses Ekonomi Desa Arjowilangun

Bab ini menggali ‘pilihan’ strategi dan metode perlawanan yang digunakan untuk

melawan Indomaret. Bab ini menunjukkan ‘pilihan’ strategi dan metode

perlawanan menjadi cerminan akan ancaman dinamika relasi ketegangan

Masyarakat dan Pasar berupa pergeseran aktor yang bersitegang.

Bab IV Implikasi ‘Pilihan’ Strategi dan Metode Perlawanan

Bab ini mendiskusikan implikasi langsung dan tidak langsung dari ‘pilihan’

strategi dan metode perlawanan pelaku ekonomi desa. Bab ini menjadi diskusi

penting dalam tesis ini terkait dinamika relasi Masyarakat dan Pasar yang terjadi

saat ‘pilihan’ strategi dan metode perlawanan itu dipilih. Termasuk lebih jauh,

mengidentifikasi tentang sumberdaya peluang politik yang diperebutkan dan

dipergunakan di dalam persaingan bisnis.

Bab V yaitu Kesimpulan. Berisi temuan empiris dan refleksi teoritis.