Pendahuluan Jurnal Suppositoria

11

Click here to load reader

description

BAB I PENDAHULUAN Latar BelakangSuppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra .Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan begitu masuk, harus dapat bertahan untuk suatu waktu tertentu (Ansel,2005)

Transcript of Pendahuluan Jurnal Suppositoria

Page 1: Pendahuluan Jurnal Suppositoria

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang

diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra .Bentuk dan ukurannya harus sedemikian

rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang

diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan begitu masuk, harus dapat bertahan

untuk suatu waktu tertentu (Ansel,2005).

Penggolongan suppositoria berdasarkan tempat pemberiannya dibagi menjadi

1. Suppositoria rectal : umumnya untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau

kedua ujungnya dan berbobot ± 2 g. Biasanya panjang suppositoria ini ± 32 mm

(1,5 inchi). Bentuk suppositoria ini antara lain bentuk silinder,peluru,torpedo atau

jari-jari kecil, tergantung bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan

2. Suppositoria vaginal : umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot

± 5,0 g , dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur

dalam air seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Suppositoria ini biasa

disebut sebagai “pessarium”

3. Suppositoria uretra : disebut juga “bougie”. Bentuknya ramping seperti pensil,

gunanya untuk dimasukkan ke saluran urine pria atau wanita. Suppositoria

saluran urine pria berdiameter 3- 6mm dengan panjang ± 140 mm,walaupun

ukuran masih bervariasi . Beratnya ± 4 gram bila digunakan oleum cacao sebagai

basisnya . Sedangkan wanita panjang dan beratnya ½ dari pria, panjang ± 70mm

dan beratnya 2 gram, bila digunakan oleum cacao sebagai basisnya.

4. Suppositoria hidung dan telinga (kerucut telinga): bentuk keduanya sama dengan

suppositoria uretra hanya panjangnya lebih kecil,biasanya 32mm.Suppositoria

telinga diolah dengan basis gelati (Ansel, 2005).

Page 2: Pendahuluan Jurnal Suppositoria

1.2 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan yang diterapkan pada praktikum ini adalah bahan dasar

yang digunakan dilelehkan pada suhu diatas 37ºC dan dibawah 40ºC. Obat harus larut

dalam bahan dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar larut, obat harus diserbukkan

terlebih dahulu sampai halus. Setelah campuran obat dan bahan dasarnya meleleh

atau mencair, campuran itu dituang ke dalam cetakan suppositoria dan didinginkan.

1.3 Tujuan Percobaan

- Mengetahui bentuk sediaan suppositoria

- Mengetahui bahan dasar pembuatan suppositoria

- Mengetahui cara pembuatan suppositoria

- Mengetahui persyaratan suppositoria

- Mengetahui cara evaluasi suppositoria

BAB II

Page 3: Pendahuluan Jurnal Suppositoria

TINJAUAN PUSTAKA

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang

terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah

sediaan seperti tersebut diatas, dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih

spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal dan lain-lain. Bebrapa suspensi dapat

langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus

dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebalum

digunakan. Sediaan seperti ini disebut ”sediaan untuk suspensi oral”.Istilah susu

kadang-kadang digunakan untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air

yang ditujukan untuk pemakaian oral, seperti susu Magnesia. Istilah magma sering

digunakan untuk menyatakan suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur,

jika zat padatnya mempunyai kecendrungan terhidrasi dan teragregasikuat yang

menghasilkankonsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik seperti magma

bentonit. Istilah lotio banyak digunakan untuk golongan suspensi topikal dan emulsi

untuk pemakaian pada kulit seperti lotio kalamin. Bebefapa suspensi dibuat steril

dana dapat digunakan untuk injeksi,juga untuk sediaan mata dan telinga. Suspensi

dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang

dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai

sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal

(Dirjen POM, 1995).

Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus

mengandung zat antimikroba yang sesuai untuk melindungi kontaminasi bakteri, ragi

dan jamur dengan beberapa pertimbangan penggunaan pengawet antimikroba juga

berlaku untuk suspensi. Sesuai sifatnya, partikel yang terdapat dalam suspensi dapat

mengendap pada dasar wadah bila didiamkan. Pengendapan seperti ini dapat

mempermudah pengerasan dan pemadatan sehingga sulit terdispersi kembali,

walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat ditambahkan

Page 4: Pendahuluan Jurnal Suppositoria

zat yang sesuai untuk meningkatkan kekentalan dan bentuk gel suspensi harus

dikocok baik sebelum digunakan untuk menjamin distribusi bahan padat yang merata

dalam pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis yang tepat. Suspensi harus

disimpan dalam wadah tertutup rapat (Dirjen POM, 1995).

Dalam Farmakope edisi IV , suspensi terbagi menjadi 4 macam berdasarkan

letak pemakaiannya antara lain :

1. Suspensi Oral, adalah sediaan cair mengandung partiket padat yang terdispersi

dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan

untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu

atau magma termasuk dalam kategori ini.

2. Suspensi topikal, adalah sediaan cair mrngandung partikel padat yang

terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.

Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai ”lotio” termasuk dalam kategori

ini.

3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang

ditujukan untuk diteteskan pada telinga luar.

4. Suspensi optalmik, seperti tertera pada Opthalmicae Praeparationes

(Dirjen, POM, 1995).

Ciri-ciri  suspensi  :

1.             Terbentuk  dua  fase  yang  heterogen

2.             Berwarna  keruh

3.             Mempunyai  diameter  partikel :  > 100  nm

4.             Dapat  disaring  dengan  kertas  saring  biasa

5.             Akan  memisah  jika  didiamkan

( Ansel, 2005).

Komposisi  suspensi  :

Page 5: Pendahuluan Jurnal Suppositoria

Bahan  pembasah ( mempengaruhi  flokulasi, viskositas, kontrol PH ) dimana

medium eksternal  biasanya  air ).

Bahan  pengental / viskositas ( PGA  dan  derivat  selulosa  digunakan  pada

konsentrasi rendah  0,1 % sebagai  koloid  pelindung  tetapi  pada  konsentrasi

tinggi sebagai  bahan pengikat  viskositas  dan  menurunkan  laju

pengendapan  dari  partikel  deflokulasi/ menambah  kestabilan suspensi )

Bahan  ekstamporal ( penggunaan  internal  dan  penampilan  menarik  pada

aliran  contoh : tragakan  1,25%,  avicel  dan  lain-lain )

Bahan  pendapar

Bahan pengawet

Korigen : saporis, odoris, coloris

(Ansel, 2005).

Pembasahan Partikel

Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tidak larut

di dalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang – kadang sukar

mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain – lain kontaminan .Serbuk

tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun Berat Jenisnya besar mereka mengambang

pada permukaan cairan.Pada serbuk yang halus mudah kemasukan udara dan sukar

dibasahi meskipun ditekan di bawah permukaan cairan (Anief, 1987).

Serbuk dengan sudut kontak ± 90ºC akan menghasilkan serbuk yang terapung

keluar dari cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang di bawah cairan mempunyai

sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkkan tidak adanya sudut

kontak. Serbuk yang sulit dibasahi air , disebut hidrofob , seperti sulfur , carbo

adsorben, Magnesii Stearat dan serbuk yang mudah dibasahi air disebut hidropofil

seperti toluen , Zincy Oxydi , Magnesii Carbonas (Anief,1987).

Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan ( wetting agent ) adalah

sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka yang akan menurunkan sudut

kontak, dan pembasahan akan dipermudah. Gliserin dapat berguna di dalam

Page 6: Pendahuluan Jurnal Suppositoria

penggerusan zat yang tidak larut karena akan memindahkan udara diantara partikel –

partikel hingga bila ditambahkan air dapat menembus dan membasahi partikel karena

lapisan gliserin pada permukaan partikel mudah campur dengan air. Maka itu

pendispersian partikel dilakukan dengan menggerus dulu partikel dengan gliserin,

propilenglikol, koloid gom baru diencerkan dengan air (Anief, 1987).

Pada pembuatan Suspensi di kenal 2 macam sistem , yaitu :

a. Sistem Deflokulasi

b. Sistem Flokulasi

Dalam system flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat

mengendap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan

pada system Deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengendap perlahan – lahan dan

akhirnya akan membentuk sendimen dan terjadi agregasi dan selanjutnya cake yang

keras dan sukar tersuspensi kembali (Anief, 1994).

Cara Pembuatan Suspensi

Suspensi dapat di buat dengan menggunakan 2 metode, yaitu :

1. Metode Dispersi

2. Metode Presipitasi (Pengendapan), metode ini dibagi lagi menjadi 3 macam yaitu :

- Presipitasi dengan pelarut organik

- Presipitasi dengan perubahan pH dari media

- Presipitasi dengan dokomposisi rangkap

1. Metode Dispersi

Serbuk yang terbagi halus, didispersi didalam cairan pembawa. Umumnya

sebagai cairan pembawa adalah air. Dalam formulasi suspensi yang penting adalah

partikel – partikel harus terdispersi betul di dalam air, mendispersi serbuk yang tidak

Page 7: Pendahuluan Jurnal Suppositoria

larut dalam air, kadang – kadang sukar. Hal ini di sebabkan karena adanya udara,

lemak dan lain – lain kontaminan pada permukaan serbuk (Anief,1994).

2. Metode Presipitasi

Dengan pelarut organik dilakukan dengan zat yang tidak larut dalam

air,dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang dapat dicampur dengan air, lalu

ditambahkan air suling dengan kondisi tertentu. Pelarut organik yang digunakan

adalah etanol, methanol, propilenglikol dan gliserin. Yang perlu diperhatikan dengan

metode ini adalah control ukuran partikel, yaitu terjadinya bentuk polimorf atau

hidrat dari kristal (Anief, 1994).

Keuntugan sediaan suspensi antara lain sebagai berikut :

a. Bahan obat tidak larut dan dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat

terlepasnya obat .

b. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.

c. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan,

karena rasa obat yang tergantung kelarutannya.

Kerugian bentuk suspensi antara lain sebagai berikut :

a. Rasa obat dalam larutan lebih jelas.

b. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres,

tablet, dan kapsul.

c. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar

kandungan dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator

(Anief, 1994).