PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya...

15
1 PENDAHULUAN Rumput laut merah merupakan sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir laut dan banyak ditemui di daerah perairan yang berasosiasi dengan terumbu karang. Selain kadar gizi yang tinggi, rumput laut banyak diminati karena kandungan agar, alginat, dan karagenan (Campo et.al., 2009). Seiring dengan peningkatan kebutuhan bahan baku industri baik untuk food grade, pharmaceutical maupun industrial grade, perdagangan global telah menunjukkan trend kenaikan yang cukup tinggi terhadap perkembangan pasar rumput laut. Indonesia merupakan salah satu negara mempunyai peluang besar dalam memasok kebutuhan bahan baku rumput laut. Pada tahun 2010 kebutuhan rumput laut Eucheuma sp dunia mencapai 274.100 ton, dimana Indonesia mempunyai peluang memberikan kontribusi ekspor sebesar 80.000 ton atau sekitar 29,19% (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2006 dalam Cocon, 2011). Sumba Timur merupakan salah satu pulau dengan komoditi utama adalah rumput laut. Euchema merupakan rumput laut makroskopik, tergolong dalam kelas Rhodophyceae dan telah dibudidayakan di kabupaten ini. Namun Euchema yang dikembangkan hanya terbatas pada Euchema cottoni, sedangkan untuk Euchema spinosum belum dikembangkan. Hal ini disebabkan E.cottoni lebih diminati oleh pasar industri sehingga masyarakat lebih banyak membudidayakan jenis Euchema cottoni daripada E. spinosum. Padahal E. spinosum yang dipanen tiap tahunnya cukup tinggi namun masih diolah secara tradisional sebagai panganan. E. spinosum mengandung karagenan, yaitu senyawa polisakarida linear yang banyak digunakan dalam industri panganan sebagai pembentuk gel, pengemulsi, dan penstabil (Tuvikene et.al., 2006). Berdasarkan strukturnya, karagenan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kappa, iota, dan lambda karagenan. Adapun struktur kimia karagenan dapat dilihat dibawah ini:

Transcript of PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya...

Page 1: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

1

PENDAHULUAN

Rumput laut merah merupakan sumber daya hayati yang terdapat di wilayah

pesisir laut dan banyak ditemui di daerah perairan yang berasosiasi dengan terumbu

karang. Selain kadar gizi yang tinggi, rumput laut banyak diminati karena kandungan

agar, alginat, dan karagenan (Campo et.al., 2009). Seiring dengan peningkatan

kebutuhan bahan baku industri baik untuk food grade, pharmaceutical maupun

industrial grade, perdagangan global telah menunjukkan trend kenaikan yang cukup

tinggi terhadap perkembangan pasar rumput laut. Indonesia merupakan salah satu

negara mempunyai peluang besar dalam memasok kebutuhan bahan baku rumput laut.

Pada tahun 2010 kebutuhan rumput laut Eucheuma sp dunia mencapai 274.100 ton,

dimana Indonesia mempunyai peluang memberikan kontribusi ekspor sebesar 80.000

ton atau sekitar 29,19% (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2006 dalam

Cocon, 2011).

Sumba Timur merupakan salah satu pulau dengan komoditi utama adalah

rumput laut. Euchema merupakan rumput laut makroskopik, tergolong dalam kelas

Rhodophyceae dan telah dibudidayakan di kabupaten ini. Namun Euchema yang

dikembangkan hanya terbatas pada Euchema cottoni, sedangkan untuk Euchema

spinosum belum dikembangkan. Hal ini disebabkan E.cottoni lebih diminati oleh pasar

industri sehingga masyarakat lebih banyak membudidayakan jenis Euchema cottoni

daripada E. spinosum. Padahal E. spinosum yang dipanen tiap tahunnya cukup tinggi

namun masih diolah secara tradisional sebagai panganan.

E. spinosum mengandung karagenan, yaitu senyawa polisakarida linear yang

banyak digunakan dalam industri panganan sebagai pembentuk gel, pengemulsi, dan

penstabil (Tuvikene et.al., 2006). Berdasarkan strukturnya, karagenan dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu kappa, iota, dan lambda karagenan. Adapun struktur kimia karagenan

dapat dilihat dibawah ini:

Page 2: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

2

Gambar 1. Struktur Karagenan (Wiratni dkk., 2010)

Sulistyaningsih (2006) menyebutkan bahwa kandungan karagenan pada rumput

laut jenis Euchema spinosum memiliki rendemen tertinggi 45,49%, kadar air terendah

5,43% tertinggi 8,22%, kadar abu terendah 21,41% tertinggi 29,57%, kadar sulfat

terendah 16,32% tertinggi 25,42% dan viskositas terendah 4,10 cps tertinggi 6,28 cps.

Di Indonesia standar mutu karagenan yang baku belum ada, tetapi secara internasional

telah dikeluarkan spesifikasi mutu karagenan yang telah digunakan sebagai persyaratan

minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik dari segi teknologi

maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi rumput laut. Adapun

spesifikasi menurut FAO (Food Agriculture Organization), FCC (Food Chemical

Codes) di Amerika , dan EEC (European Economic Comunity) di Eropa adalah kadar

sulfat maksimal 18 – 40 %, viskositas minimal 5 cp, kadar abu maksimum 35 %, dan

kadar air maksimal 12 % (Glieksman, 1983 dalam Marsino dkk., 2005).

Kajian tentang kualitas karagenan rumput laut jenis Eucheuma spinosum di

daerah ini belum dilakukan, sehingga data dan informasi yang berhubungan dengan

kualitas karagenan tersebut masih sangat terbatas. Padahal potensi rumput laut Euchema

Keterangan:

G4S = Galaktosa-4-sulfat

D6S = D-galaktosa-6-sulfat

DA = Anhidro-D-galaktosa.

Page 3: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

3

spinosum tidak kalah secara kualitas dan kuantitas dengan Euchema cottoni. Menurut

Campo et.al. (2009) karagenan dapat diekstrak dari rumput laut merah dengan basa

pada pH tertentu. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka penelitian ini

bertujuan untuk menentukan konsentrasi NaOH dalam ekstraksi karagenan dari rumput

laut Eucheuma spinosum di Desa Mburukulu Kab. Sumba Timur ditinjau dari kadar air,

kadar abu, kadar sulfat, dan viskositas serta identifikasi gugus fungsional karagenan

dengan FTIR.

METODA PENELITIAN

Bahan

Sampel adalah rumput Laut (Euchema spinosum) yang diambil dari Pantai

Warambadi - Desa Mburukulu, Sumba Timur. Bahan-bahan kimia yang digunakan

akuades, NaOH (derajat teknis), etanol 96% (derajat teknis), BaCl2 (PA, E-Merck,

Germany), HCl (PA, E-Merck, Germany).

Piranti

Piranti yang digunakan adalah cawan petri, cawan porselin, furnace (Vulcan A-

550), neraca analitik Acis AD 300, neraca mettler H-80, pH-meter (Hanna HI 9812),

kertas saring tak berabu, thermometer, waterbath, shaker, kain kasa, drying cabinet,

Viskometer (Ostwald), FTIR (Shimadzu).

Preparasi Sampel

Rumput laut dicuci, kemudian direndam selama 1 jam dalam air bersih.

Kemudian rumput laut yang telah bersih dikeringkan dalam drying cabinet selama 6

jam.

Ekstraksi Karagenan dengan NaOH (Wiratni dkk., 2010)

Rumput laut kering yang telah dibersihkan ditimbang sebanyak 10 gram.

Ekstraksi dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml yang dipanaskan dengan waterbath

shaker. Mula-mula pelarut NaOH dengan konsentrasi masing-masing 0 N; 0,3 N; 0,5 N;

0,7 N dan 0,9 N dipanaskanterlebih dahulu hingga mencapai 90oC dan waktu ekstraksi

mulai dihitung (8 jam). Adapun perbandingan massa rumput laut dengan NaOH adalah

1:20 (gram/ml). Hasil ekstrak rumput laut disaring dalam keadaan panas dengan kain

kasa, kemudian dipresipitasi dengan etanol sebanyak 2 : 1 volum ekstrak rumput laut.

Page 4: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

4

Serat yang dihasilkan kemudian disaring lagi menggunakan kain kasa, dan dikeringkan

dalam drying cabinet bersuhu 50oC selama 6 jam. Persen rendemen karagenan dihitung

terhadap massa rumput laut.

Analisa Kadar Sulfat (Wiratni dkk., 2010)

Sampel karagenan ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam labu

erlemeyer yang ditambahkan 50 ml HCl 0,1 N selama 15 menit pada suhu didih.

Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 0.25 M di atas penangas air selama 5

menit. Larutan didinginkan selama 5 jam, Endapan yang terbentuk disaring dengan

kertas saring tak berabu dan dicuci dengan akuades mendidih hingga bebas klorida,

kemudian dibakar dalam furnace pada suhu 700oC selama 1 jam. Berat abu putih

merupakan berat BaSO4. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut:

% Sulfat = %1004116,0

SampelBeratxP

Keterangan: P = Berat endapan BaSO4 (gr) 0,4116 = Massa atom relatif SO4

- dibagi massa atom relatif BaSO4

Analisa Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1997)

Sampel karagenan ditimbang 1 g dalam cawan bersih yang telah ditera,

dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama 3 jam. Cawan yang berisi

sampel didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya

konstan. Kadar air adalah selisih massa cawan awal dikurangi massa cawan akhir.

Analisa Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997)

Sebanyak 2 gram sampel karagenan ditimbang ke dalam cawan porselin yang

telah kering dan sudah diketahui bobotnya, kemudian dipijarkan dalam furnace pada

suhu 8000C sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Cawan dan abu

dimasukkan kedalam desikator dan setelah dingin dilakukan penimbangan.

Viskositas (Parwata dkk., 2007)

Viskositas karagenan yang dihasilkan dari masing-masing proses ekstraksi

diukur dengan alat Viskometer Ostwald pada suhu 75oC dengan konsentrasi larutan

Page 5: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

5

1,5% yang kemudian dibandingkan dengan viskositas pelarutnya (akuades) untuk

memperoleh nilai Viskositas relatif.

Identifikasi Karagenan dengan FTIR

Identifikasi gugus fungsional karagenan dilakukan dengan pengujian

spektroskopi inframerah (Fourier Transform Infrared) yang dikerjakan di Laboratorium

Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Analisa Data

Data kadar sulfat, viskositas, kadar air, dan kadar abu dianalisa dengan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 kali

ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi NaOH 0,3 N, 0,5 N, 0,7 N, 0,9 N serta

akuades sebagai kontrol. Sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisa.

Selanjutnya, dilakukan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 %

untuk membandingkan nilai purata. Data hasil FTIR dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan

NaOH

Rendemen suatu produk sangat penting dihitung untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh perlakuan maupun pengolahan terhadap hasil akhir suatu produk.

Rataan rendemen karagenan hasil ekstraksi rumput laut E. spinosum (% ± SE) yang

dilakukan antar berbagai konsentrasi NaOH berkisar antara 37,86 % ± 2,07 sampai

59,07 % ± 3,04 (Tabel 1)

Page 6: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

6

Tabel 1. Rataan Rendemen Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi NaOH

Konsentrasi NaOH (N)

0,3 0,5 0 0,7 0,9

Purata

±SE

37,86

±2,07

47,01

±3,89

53,51

±4,14

54,24

±5,11

59,07

±3,04

W = 5,13 (a) (b) (c) (cd) (d)

Keterangan= • W = BNJ 5% • Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda

bermakna, sedangkan angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2 – Tabel 5

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi basa berpengaruh terhadap kadar

rendemen yang dihasilkan. Rendemen karagenan pada ekstraksi NaOH 0,7 N tidak

menunjukkan rendemen yang berbeda dengan ekstraksi NaOH 0,9 N dan akuades.

Rendemen hasil ekstraksi akuades berbeda dengan rendemen hasil ekstraksi dengan

NaOH 0,9 N.

Gambar 2. Pola Rendemen Karagenan Pada Berbagai Konsentrasi

Penambahan NaOH

Pada Gambar 1, rendemen terendah terdapat pada ekstraksi dengan NaOH 0,3

N yaitu 37,86%. Dapat dilihat pula bahwa semakin besar konsentrasi basa yang

digunakan maka kadar rendemen yang dihasilkan juga semakin tinggi. Konsentrasi basa

yang tinggi mampu memecah dinding sel rumput laut menjadi lisis, sehingga karagenan

yang terekstrak semakin banyak. Hasil penelitian Wiratni, dkk. (2010) menunjukkan

adanya kecenderungan konsentrasi KOH semakin tinggi maka rendemen karagenan

ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika

dibandingkan dengan akuades, rendahnya rendemen pada ekstraksi menggunakan KOH

Page 7: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

7

disebabkan pemecahan polimer oleh alkali, sehingga produk dengan berat molekul

rendah tidak dapat diendapkan pada tahap presipitasi dengan alkohol. Namun kenaikan

konsentrasi KOH justru tidak menimbulkan pemecahan polimer . Kecenderungan ini

juga ditunjukkan ekstraksi alga merah Fulcellaria lumbricalis dengan NaOH 0,1 – 1N

(Tuvikene et. al., 2006). Pada penelitian ini, basa yang digunakan terbatas hingga

konsentrasi 0,9 N, hal ini karena penambahan basa yang lebih tinggi menghasilkan

kenampakan karagenan yang tidak bagus dan berbeda dari karagenan yang diekstraksi

dengan konsentrasi NaOH dibawah 0,9 N setelah pengeringan. Rendemen yang

diperoleh dari ekstraksi NaOH 1,5 N adalah 49,09 % dan untuk NaOH 2 N adalah 53,80

%. Adapun kenampakan serat karagenan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kenampakan Karagenan pada Berbagai Konsentrasi NaOH

Kadar Sulfat Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi NaOH

Kadar sufat berkaitan erat dengan mutu karagenan yang dihasilkan terutama

terhadap kekuatan gelnya. Perlakuan variasi konsentrasi NaOH memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar sulfat karagenan. Rataan kadar sulfat antar berbagai

konsentrasi penambahan NaOH berkisar antara 10,62 % ± 0,58 sampai 22,55 % ± 2,80

(Tabel 2). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlakuan ekstraksi karagenan

menggunakan larutan NaOH yang berbeda konsentrasinya menghasilkan nilai kadar

sulfat yang berbeda dengan kontrol. Pada perlakuan ekstraksi menggunakan larutan

NaOH 0,7 N; 0,5 N dan 0,3 N yang tidak menunjukkan perbedaan. Begitu pula untuk

Page 8: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

8

perlakuan ekstraksi dengan konsentrasi 0,9 N dan 0,7 N, tidak memberikan perbedaan

yang nyata terhadap kadar sulfat yang terkandung dalam karagenan.

Tabel 2. Rataan Kadar Sulfat Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH

Konsentrasi NaOH (N)

0,9 0,7 0,5 0,3 0

Purata

±SE

10,62

± 0,58

12,44

± 1,00

14,03

± 0,78

16,03

± 1,16

22,55

± 2,8

W = 2,32 (a) (ab) (b) (b) (c)

Adapun pola kadar sulfat karagenan antar berbagai konsentrasi penambahan

NaOH disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pola Kadar Sulfat Karagenan antar Berbagai Konsentrasi

NaOH

Pada Gambar 4 terlihat bahwa kadar sulfat tertinggi terdapat pada karagenan

yang diekstraksi dengan menggunakan akuades yaitu 22,55%, dibanding dengan rumput

laut yang diekstraksi dengan NaOH. Peningkatan konsentrasi NaOH membuat kadar

sulfat karagenan menjadi lebih kecil. Hal ini disebabkan penambahan alkali dalam

proses pembuatan karagenan dapat menghilangkan atau mengurangi kadar ester sulfat

pada C6 dari rantai 1-6-D-galaktosa. Ester sulfat yang bereaksi dengan alkali

membentuk garam-garam sulfat sehingga lebih mudah dipisahkan pada saat proses

penyaringan. Bersamaan dengan hilangnya ester sulfat akan terbentuk cincin 3,6

anhidro-galaktosa yang mempunyai rantai lurus, sehingga pembentukan gel akan mudah

Page 9: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

9

terjadi. Kecenderungan penurunan kadar sulfat ini selaras dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wiratni, dkk. (2010) dan Basmal, dkk.(2003) yang menunjukkan adanya

pengaruh kadar sulfat karagenan yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut akuades

dan pelarut basa. Kadar sulfat karagenan yang terdapat pada Tabel 2 telah memenuhi

standar menurut Food Chemical Codex (FCC), European Economic Community (EEC),

dan Food Agriculture Organization (FAO) yaitu berturut-turut maksimal 15-40 %.

Kadar Abu Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan

NaOH

Kadar abu yang terkandung pada suatu produk menunjukkan tingkat kemurnian

produk tersebut. Tingkat kemurnian sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan

mineralnya. Kadar abu karagenan dari Eucheuma spinosum berkisar antara 35,00 ±

3,30 sampai dengan 47,19% ± 2,57. Hasil analisa kadar abu karagenan yang dihasilkan

dapat dilihat pada Tabel 3. Perlakuan variasi konsentrasi NaOH memberikan kadar abu

yang berbeda terhadap kontrol. Kadar abu yang dihasilkan karagenan ekstraksi 0,7 N;

0,5 N; dan 0,3 N tidak berbeda.

Tabel 3. Rataan Kadar Abu Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH

Konsentrasi NaOH (N)

0,9 0,7 0,5 0,3 0

Purata

±SE

35,00

± 3,30

38,53

± 0,72

40,00

± 1,59

41,53

± 1,08

47,19

± 2,57

W = 3,18 (a) (b) (b) (b) (c)

Sedangkan untuk pola kadar abu antar berbagai konsentrasi NaOH disajikan

pada Gambar 5.

Page 10: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

10

Gambar 5. Pola Kadar Abu Karagenan antar Berbagai Konsentrasi NaOH

Pada Gambar 5 tampak bahwa kadar abu semakin menurun seiring dengan

penambahan konsentrasi NaOH. Kadar abu karagenan tertinggi terdapat pada karagenan

yang diekstraksi menggunakan akuades. Kandungan abu dan komposisinya tergantung

pada macam bahan yang dianalisis dan cara pengabuannya (Budiyanto, 2002). Kadar

abu hasil penelitian Heruwati, dkk (2011) untuk Eucheuma spinosum yang diekstraksi

dengan basa KOH dari perairan Sumenep Madura yaitu 26,32 %. Rendahnya kadar abu

ini disebabkan faktor lingkungan berpengaruh pada kandungan mineral rumput laut.

Faktor lingkungan ini telah dikaji pada penelitian Alam (2011) yang menyebutkan

bahwa rumput laut hidup menempel pada karang atau substrat tempat tumbuh, sehingga

pada saat pemanenan beberapa karang atau substrat tempat tumbuh masih terikut dan

menempel pada bagian rumput laut tersebut. Berdasarkan baku mutu menurut Food

Agriculture Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC), dan European

Economin Community (EEC) kadar abu hasil penelitian ini telah memenuhi standar ,

yaitu berkisar antara 15-40%, maks 35%, dan 15–40%. Karagenan hasil ekstraksi

dengan NaOH 0,9 N telah memenuhi standar yang telah ditetapkan FCC yaitu maksimal

35 %.

Viskositas Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan

NaOH

Rataan viskositas karagenan dapat dilihat pada Tabel 4. Viskositas karagenan

dari Eucheuma spinosum berkisar antara 6,46 cps ± 0,13 sampai dengan 14,29 cps ±

0,18. Pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan konsentrasi larutan NaOH pada saat

ekstraksi memberikan nilai viskositas larutan karagenan yang berbeda. Hasil penelitian

Page 11: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

11

ini menunjukkan perbedaan antara kontrol dengan perlakuan lainnya.Perlakuan larutan

NaOH 0,3 N berbeda nyata dengan perlakuan larutan NaOH 0,5 N dan 0,9 N,

sedangkan antara perlakuan larutan NaOH 0,7 N dengan NaOH 0,5 N tidak

menunjukkan perbedaan nilai viskositas karagenan.

Tabel 4. Rataan Viskositas Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH

Konsentrasi NaOH (N)

0,9 0,7 0,5 0,3 0

Purata

±SE

6,46

± 0,13

8,38

± 0,51

9,15

± 0,58

10,85

± 0,89

14,29

± 0,18

W = 0,83 (a) (b) (b) (c) (d)

Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan

cairan dua lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material

disebabkan gesekan internal yang besar sehingga cairan mengalir (Campo et.al., 2009) .

Gambar 6. Pola Viskositas Karagenan antar Berbagai Konsentrasi NaOH

Dari Gambar 6 dapat kita lihat bahwa viskositas karagenan menurun seiring

dengan penambahan konsentrasi NaOH. Penurunan ini menunjukkan pola yang sama

dengan penurunan kadar sulfat. Hal ini disebabkan semakin tinggi sulfat, gaya tolak

menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang rantai

polimer semakin meningkat yang menyebabkan rangkaian polimer kaku dan tertarik

kencang sehingga molekul-molekul air terikat pada molekul karagenan yang

mengakibatkan peningkatan viskositas (Rasyid, 2003). Lebih lanjut, Rasyid

menjelaskan bahwa perbedaan penggunaan basa berpengaruh pada kekentalan dan

Page 12: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

12

kekuatan gel. Viskositas dari masing-masing perlakuan telah memenuhi standar yang

telah ditetapkan FAO, FCC, dan EEC yaitu minimal 5 cps.

Kadar Air Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH

Kadar air dalam pangan menunjukkan ketahanan bahan tersebut terhadap

serangan mikroba. Kadar air karagenan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.

Kadar air karagenan yang dihasilkan berkisar 10,50 ± 2,05 dan 13,31± 0,84. Hasil

penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kandungan air pada kontrol dengan NaOH

0,7 N dan 0,3 N. Namun kadar air karagenan 0,7 N tidak berbeda dengan 0,9 N.

Tabel 5. Rataan Kadar Air Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi

Penambahan NaOH

Konsentrasi NaOH (N)

0,5 0,9 0,7 0,3 0

Purata

±SE

10,50

± 2,05

11,12

± 0,57

11,65

± 0,56

11,83

± 1,75

13,31

± 0,84

W = 2,133 (a) (b) (bc) (bc) (c)

Pola kadar air antar berbagai perlakuan basa disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7. Pola Kadar Air Karagenan Pada Berbagai Konsentrasi NaOH

Pada Gambar 7 kandungan kadar air karagenan tertinggi terdapat pada rumput

laut yang diekstraksi dengan akuades yaitu 13,31 %, sedangkan kadar air terendah pada

ekstraksi dengan NaOH 0,5 N yaitu 10,50%. Hasil penelitian Andriani (2007)

menunjukkan bahwa karagenan yang diekstraksi dengan basa NaOH memilik kadar air

Page 13: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

13

10,97%-11,26%. Jika dibandingkan dengan baku mutu yang ada, standar kadar air

karagenan untuk FAO, FCC, dan EEC adalah maksimal 12,00 %. Namun, untuk

ekstraksi akuades kadar air yang dihasilkan ternyata melebihi standar, yaitu 13,31%.

Identifikasi Gugus Fungsi dengan FTIR

Karagenan yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi untuk menentukan kisaran

serapan panjang gelombang untuk analisa gugus fungsi. Hasil identifikasi gugus fungsi

dengan FTIR dapat disimak pada Gambar 7.

Gambar 8. Spektra Infra merah karagenan E. spinosum

Spektrum spektroskopi pada Gambar 8 menunjukkan adanya serapan pada

panjang gelombang 1257,59 cm-1 yang tajam. Kemudian pada serapan panjang

gelombang 933,55 cm-1, 848,68 cm-1, kedua panjang gelombang tersebut tajam dan

sempit.

Page 14: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

14

Tabel 6. Data serapan Infra merah karagenan E. spinosum

Panjang gelombang

(cm-1)

Gugus

1033,85 Ikatan Glikosidik

1257,59 Ester sulfat

933,55 3,6-anhidrogalaktosa

848,68 Galaktosa-4-sulfat

Pada Tabel 6, hasil analisis dengan spektroskopi menunjukkan terdapatnya

gugus 3,6-anhidrogalaktosa, gugus ester sulfat, dan galaktosa-4-sulfat. Menurut The

Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (2007) gugus ester sulfat

ditunjukkan pada panjang gelombang 1220-1260 cm-1. Hasil penelitian lainnya tentang

karagenan menyatakan bahwa ester sulfat ditunjukkan pada panjang gelombang 1240-

1260cm-1 (Velde, 2002).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian diperoleh konsentrasi NaOH optimum dalam ekstraksi

karagenan rumput laut Eucheuma spinosum adalah 0,9 N dengan karakteristik:

rendemen 59,07%± 3,04; kadar sulfat 10,62%±0,58; kadar abu 35,00%±3,3; viskositas

6,46 cps±0,13; dan kadar air 11,12%±0,57. Adapun hasil analisis dengan FTIR

menyatakan adanya gugus fungsi karagenan antara lain: yaitu ikatan glikosidik, ester

sulfat, 3,6 anhidro-galaktosa dan galaktosa-4-sulfat.

SARAN

Perlu dilakukan pemutihan untuk pigmen karagenan, sehingga dihasilkan warna

karagenan yang lebih putih dan sesuai standar.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ratna Banepa, S.E yang telah

membantu dalam pengadaan sampel rumput laut.

Page 15: PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2781/2/T1...ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika dibandingkan

15

DAFTAR PUSTAKA

Alam,Alfianingsih. 2007. Makassar: Skripsi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanuin: Kualitas Rumput Laut Jenis Eucheuma spinosum di Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar.

Andriani, Dian. 2007. Pengolahan Rumput Laut (E. Cottoni) Menjadi Tepung ATC (Alkali Treated Carrageenophyte) dengan Jenis dan Konsentrasi Alkali yang berbeda.. Jurnal Perikanan Indonesia 9 (5) : 95 - 103

Basmal J, Syarifuddin, Ma’ Ruf WF. 2003. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kalium Hidroksida Terhadap Mutu Kappa Karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma cottoni

Budiyanto. 2002 . Analisa Kadar Abu. http://ikannapoleon.wordpress.com/2012/03/11/kadar-abu/ . (3 Agustus 2012)

Campo, V.L., Kawano,D.F., Silva Júnior, D.B., Ivone Carvalho, I. 2009 .Carrageenans: Biological Properties, Chemical Modifications and Structural Analysis Carbohydrate Polymers. 77, 167-180.

Cocon. 2011. Status Rumput Laut di Indonesia, Peluang dan Tantangan. http://seaweed81jpr.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 3 Maret 2012

Heruwati, Endang Sri, Nuri Andarwulan, Dedi Ferdiaz, Andarini Diharmi. Karakteristik Karagenan Hasil Isolasi Eucheuma spinosum dari Perairan Sumenep Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011): 117 -124

Imeson, Alan. 2010. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents.Blackwell Publishing Ltd . United Kingdom, West Sussex.

JECFA. 2007.Processed Eucheuma cottonii. www.marinalg.org. (6 Februari 2012) Marsino, D. W, D. Handito, S. Anggarini. 2005. Ekstraksi dan Identifikasi Karagenan

Euchema Cottoni Pulau Lombok.Jurnal Ilmiah Progdi Ilmu dan Teknologi Pangan, Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Parwata, I Putu, Made Vivi Oviantara. 2007. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora: Optimalisasi Produk Semi Refined Carrageenan Euchema Cottoni dengan Variasi Teknik Pengeringan dan Kadar Air Bahan Baku. Analisis Kimia Undiksha (1), 62-71

Rasyid, Abdullah. 2003. Beberapa Catatan Tentang Karaginan. Osean Volum XXVIII Nomor 4 : 1-6. ISSN 0216-1877

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997.Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty

Sulistyaningsih, Ririn. 2006. Skripsi Institut Teknologi Surabaya: Ekstraksi dan Karakterisasi Karagenan Dari Rumput Laut Euchema spinosum Hasil Budidaya Daerah Sumenep Madura. (8 Februari 2012)

Tuvikene, R., Truus, K., Vaher, M., Kailas, T., Martin, G., and Kersen P.. 2006 .“Extraction and Quantification of Hybrid Carrageenans from the Biomass of the Red Algae Fulcellarian lumbricalis and Cocotylus trkuncatus”, Proc. Estonian Acad. Sci. Chem., 55, 1, 40-53.APPLICATION IN Research and Industry. Trend in Fppd Science and Technology 13, 73-92

Van de Velde,.F., Knutsen S.H., Usov, A.I., Romella, H.S. and Cerezo, A.S. 2002. 1H and 13 C High Resolution NMR Spectroscopy of Carrageenans:

Wiratni, S., Distantina, Fadilah, Rochmandi, Moh. Fahturozzi. 2010.Seminar Rekayasa Kimia dan Proses: Proses Ekstraksi Karagenan Dari Euchema cottoni. ISSN : 1411-4216.