PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya...
Transcript of PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya...
1
PENDAHULUAN
Rumput laut merah merupakan sumber daya hayati yang terdapat di wilayah
pesisir laut dan banyak ditemui di daerah perairan yang berasosiasi dengan terumbu
karang. Selain kadar gizi yang tinggi, rumput laut banyak diminati karena kandungan
agar, alginat, dan karagenan (Campo et.al., 2009). Seiring dengan peningkatan
kebutuhan bahan baku industri baik untuk food grade, pharmaceutical maupun
industrial grade, perdagangan global telah menunjukkan trend kenaikan yang cukup
tinggi terhadap perkembangan pasar rumput laut. Indonesia merupakan salah satu
negara mempunyai peluang besar dalam memasok kebutuhan bahan baku rumput laut.
Pada tahun 2010 kebutuhan rumput laut Eucheuma sp dunia mencapai 274.100 ton,
dimana Indonesia mempunyai peluang memberikan kontribusi ekspor sebesar 80.000
ton atau sekitar 29,19% (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2006 dalam
Cocon, 2011).
Sumba Timur merupakan salah satu pulau dengan komoditi utama adalah
rumput laut. Euchema merupakan rumput laut makroskopik, tergolong dalam kelas
Rhodophyceae dan telah dibudidayakan di kabupaten ini. Namun Euchema yang
dikembangkan hanya terbatas pada Euchema cottoni, sedangkan untuk Euchema
spinosum belum dikembangkan. Hal ini disebabkan E.cottoni lebih diminati oleh pasar
industri sehingga masyarakat lebih banyak membudidayakan jenis Euchema cottoni
daripada E. spinosum. Padahal E. spinosum yang dipanen tiap tahunnya cukup tinggi
namun masih diolah secara tradisional sebagai panganan.
E. spinosum mengandung karagenan, yaitu senyawa polisakarida linear yang
banyak digunakan dalam industri panganan sebagai pembentuk gel, pengemulsi, dan
penstabil (Tuvikene et.al., 2006). Berdasarkan strukturnya, karagenan dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu kappa, iota, dan lambda karagenan. Adapun struktur kimia karagenan
dapat dilihat dibawah ini:
2
Gambar 1. Struktur Karagenan (Wiratni dkk., 2010)
Sulistyaningsih (2006) menyebutkan bahwa kandungan karagenan pada rumput
laut jenis Euchema spinosum memiliki rendemen tertinggi 45,49%, kadar air terendah
5,43% tertinggi 8,22%, kadar abu terendah 21,41% tertinggi 29,57%, kadar sulfat
terendah 16,32% tertinggi 25,42% dan viskositas terendah 4,10 cps tertinggi 6,28 cps.
Di Indonesia standar mutu karagenan yang baku belum ada, tetapi secara internasional
telah dikeluarkan spesifikasi mutu karagenan yang telah digunakan sebagai persyaratan
minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik dari segi teknologi
maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi rumput laut. Adapun
spesifikasi menurut FAO (Food Agriculture Organization), FCC (Food Chemical
Codes) di Amerika , dan EEC (European Economic Comunity) di Eropa adalah kadar
sulfat maksimal 18 – 40 %, viskositas minimal 5 cp, kadar abu maksimum 35 %, dan
kadar air maksimal 12 % (Glieksman, 1983 dalam Marsino dkk., 2005).
Kajian tentang kualitas karagenan rumput laut jenis Eucheuma spinosum di
daerah ini belum dilakukan, sehingga data dan informasi yang berhubungan dengan
kualitas karagenan tersebut masih sangat terbatas. Padahal potensi rumput laut Euchema
Keterangan:
G4S = Galaktosa-4-sulfat
D6S = D-galaktosa-6-sulfat
DA = Anhidro-D-galaktosa.
3
spinosum tidak kalah secara kualitas dan kuantitas dengan Euchema cottoni. Menurut
Campo et.al. (2009) karagenan dapat diekstrak dari rumput laut merah dengan basa
pada pH tertentu. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk menentukan konsentrasi NaOH dalam ekstraksi karagenan dari rumput
laut Eucheuma spinosum di Desa Mburukulu Kab. Sumba Timur ditinjau dari kadar air,
kadar abu, kadar sulfat, dan viskositas serta identifikasi gugus fungsional karagenan
dengan FTIR.
METODA PENELITIAN
Bahan
Sampel adalah rumput Laut (Euchema spinosum) yang diambil dari Pantai
Warambadi - Desa Mburukulu, Sumba Timur. Bahan-bahan kimia yang digunakan
akuades, NaOH (derajat teknis), etanol 96% (derajat teknis), BaCl2 (PA, E-Merck,
Germany), HCl (PA, E-Merck, Germany).
Piranti
Piranti yang digunakan adalah cawan petri, cawan porselin, furnace (Vulcan A-
550), neraca analitik Acis AD 300, neraca mettler H-80, pH-meter (Hanna HI 9812),
kertas saring tak berabu, thermometer, waterbath, shaker, kain kasa, drying cabinet,
Viskometer (Ostwald), FTIR (Shimadzu).
Preparasi Sampel
Rumput laut dicuci, kemudian direndam selama 1 jam dalam air bersih.
Kemudian rumput laut yang telah bersih dikeringkan dalam drying cabinet selama 6
jam.
Ekstraksi Karagenan dengan NaOH (Wiratni dkk., 2010)
Rumput laut kering yang telah dibersihkan ditimbang sebanyak 10 gram.
Ekstraksi dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml yang dipanaskan dengan waterbath
shaker. Mula-mula pelarut NaOH dengan konsentrasi masing-masing 0 N; 0,3 N; 0,5 N;
0,7 N dan 0,9 N dipanaskanterlebih dahulu hingga mencapai 90oC dan waktu ekstraksi
mulai dihitung (8 jam). Adapun perbandingan massa rumput laut dengan NaOH adalah
1:20 (gram/ml). Hasil ekstrak rumput laut disaring dalam keadaan panas dengan kain
kasa, kemudian dipresipitasi dengan etanol sebanyak 2 : 1 volum ekstrak rumput laut.
4
Serat yang dihasilkan kemudian disaring lagi menggunakan kain kasa, dan dikeringkan
dalam drying cabinet bersuhu 50oC selama 6 jam. Persen rendemen karagenan dihitung
terhadap massa rumput laut.
Analisa Kadar Sulfat (Wiratni dkk., 2010)
Sampel karagenan ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam labu
erlemeyer yang ditambahkan 50 ml HCl 0,1 N selama 15 menit pada suhu didih.
Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 0.25 M di atas penangas air selama 5
menit. Larutan didinginkan selama 5 jam, Endapan yang terbentuk disaring dengan
kertas saring tak berabu dan dicuci dengan akuades mendidih hingga bebas klorida,
kemudian dibakar dalam furnace pada suhu 700oC selama 1 jam. Berat abu putih
merupakan berat BaSO4. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut:
% Sulfat = %1004116,0
SampelBeratxP
Keterangan: P = Berat endapan BaSO4 (gr) 0,4116 = Massa atom relatif SO4
- dibagi massa atom relatif BaSO4
Analisa Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1997)
Sampel karagenan ditimbang 1 g dalam cawan bersih yang telah ditera,
dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama 3 jam. Cawan yang berisi
sampel didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya
konstan. Kadar air adalah selisih massa cawan awal dikurangi massa cawan akhir.
Analisa Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997)
Sebanyak 2 gram sampel karagenan ditimbang ke dalam cawan porselin yang
telah kering dan sudah diketahui bobotnya, kemudian dipijarkan dalam furnace pada
suhu 8000C sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Cawan dan abu
dimasukkan kedalam desikator dan setelah dingin dilakukan penimbangan.
Viskositas (Parwata dkk., 2007)
Viskositas karagenan yang dihasilkan dari masing-masing proses ekstraksi
diukur dengan alat Viskometer Ostwald pada suhu 75oC dengan konsentrasi larutan
5
1,5% yang kemudian dibandingkan dengan viskositas pelarutnya (akuades) untuk
memperoleh nilai Viskositas relatif.
Identifikasi Karagenan dengan FTIR
Identifikasi gugus fungsional karagenan dilakukan dengan pengujian
spektroskopi inframerah (Fourier Transform Infrared) yang dikerjakan di Laboratorium
Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Analisa Data
Data kadar sulfat, viskositas, kadar air, dan kadar abu dianalisa dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 kali
ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi NaOH 0,3 N, 0,5 N, 0,7 N, 0,9 N serta
akuades sebagai kontrol. Sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisa.
Selanjutnya, dilakukan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 %
untuk membandingkan nilai purata. Data hasil FTIR dianalisa secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan
NaOH
Rendemen suatu produk sangat penting dihitung untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh perlakuan maupun pengolahan terhadap hasil akhir suatu produk.
Rataan rendemen karagenan hasil ekstraksi rumput laut E. spinosum (% ± SE) yang
dilakukan antar berbagai konsentrasi NaOH berkisar antara 37,86 % ± 2,07 sampai
59,07 % ± 3,04 (Tabel 1)
6
Tabel 1. Rataan Rendemen Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi NaOH
Konsentrasi NaOH (N)
0,3 0,5 0 0,7 0,9
Purata
±SE
37,86
±2,07
47,01
±3,89
53,51
±4,14
54,24
±5,11
59,07
±3,04
W = 5,13 (a) (b) (c) (cd) (d)
Keterangan= • W = BNJ 5% • Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda
bermakna, sedangkan angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2 – Tabel 5
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi basa berpengaruh terhadap kadar
rendemen yang dihasilkan. Rendemen karagenan pada ekstraksi NaOH 0,7 N tidak
menunjukkan rendemen yang berbeda dengan ekstraksi NaOH 0,9 N dan akuades.
Rendemen hasil ekstraksi akuades berbeda dengan rendemen hasil ekstraksi dengan
NaOH 0,9 N.
Gambar 2. Pola Rendemen Karagenan Pada Berbagai Konsentrasi
Penambahan NaOH
Pada Gambar 1, rendemen terendah terdapat pada ekstraksi dengan NaOH 0,3
N yaitu 37,86%. Dapat dilihat pula bahwa semakin besar konsentrasi basa yang
digunakan maka kadar rendemen yang dihasilkan juga semakin tinggi. Konsentrasi basa
yang tinggi mampu memecah dinding sel rumput laut menjadi lisis, sehingga karagenan
yang terekstrak semakin banyak. Hasil penelitian Wiratni, dkk. (2010) menunjukkan
adanya kecenderungan konsentrasi KOH semakin tinggi maka rendemen karagenan
ekstraksi Eucehuma cottoni yang dihasilkan semakin meningkat pula. Jika
dibandingkan dengan akuades, rendahnya rendemen pada ekstraksi menggunakan KOH
7
disebabkan pemecahan polimer oleh alkali, sehingga produk dengan berat molekul
rendah tidak dapat diendapkan pada tahap presipitasi dengan alkohol. Namun kenaikan
konsentrasi KOH justru tidak menimbulkan pemecahan polimer . Kecenderungan ini
juga ditunjukkan ekstraksi alga merah Fulcellaria lumbricalis dengan NaOH 0,1 – 1N
(Tuvikene et. al., 2006). Pada penelitian ini, basa yang digunakan terbatas hingga
konsentrasi 0,9 N, hal ini karena penambahan basa yang lebih tinggi menghasilkan
kenampakan karagenan yang tidak bagus dan berbeda dari karagenan yang diekstraksi
dengan konsentrasi NaOH dibawah 0,9 N setelah pengeringan. Rendemen yang
diperoleh dari ekstraksi NaOH 1,5 N adalah 49,09 % dan untuk NaOH 2 N adalah 53,80
%. Adapun kenampakan serat karagenan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kenampakan Karagenan pada Berbagai Konsentrasi NaOH
Kadar Sulfat Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi NaOH
Kadar sufat berkaitan erat dengan mutu karagenan yang dihasilkan terutama
terhadap kekuatan gelnya. Perlakuan variasi konsentrasi NaOH memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar sulfat karagenan. Rataan kadar sulfat antar berbagai
konsentrasi penambahan NaOH berkisar antara 10,62 % ± 0,58 sampai 22,55 % ± 2,80
(Tabel 2). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlakuan ekstraksi karagenan
menggunakan larutan NaOH yang berbeda konsentrasinya menghasilkan nilai kadar
sulfat yang berbeda dengan kontrol. Pada perlakuan ekstraksi menggunakan larutan
NaOH 0,7 N; 0,5 N dan 0,3 N yang tidak menunjukkan perbedaan. Begitu pula untuk
8
perlakuan ekstraksi dengan konsentrasi 0,9 N dan 0,7 N, tidak memberikan perbedaan
yang nyata terhadap kadar sulfat yang terkandung dalam karagenan.
Tabel 2. Rataan Kadar Sulfat Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH
Konsentrasi NaOH (N)
0,9 0,7 0,5 0,3 0
Purata
±SE
10,62
± 0,58
12,44
± 1,00
14,03
± 0,78
16,03
± 1,16
22,55
± 2,8
W = 2,32 (a) (ab) (b) (b) (c)
Adapun pola kadar sulfat karagenan antar berbagai konsentrasi penambahan
NaOH disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pola Kadar Sulfat Karagenan antar Berbagai Konsentrasi
NaOH
Pada Gambar 4 terlihat bahwa kadar sulfat tertinggi terdapat pada karagenan
yang diekstraksi dengan menggunakan akuades yaitu 22,55%, dibanding dengan rumput
laut yang diekstraksi dengan NaOH. Peningkatan konsentrasi NaOH membuat kadar
sulfat karagenan menjadi lebih kecil. Hal ini disebabkan penambahan alkali dalam
proses pembuatan karagenan dapat menghilangkan atau mengurangi kadar ester sulfat
pada C6 dari rantai 1-6-D-galaktosa. Ester sulfat yang bereaksi dengan alkali
membentuk garam-garam sulfat sehingga lebih mudah dipisahkan pada saat proses
penyaringan. Bersamaan dengan hilangnya ester sulfat akan terbentuk cincin 3,6
anhidro-galaktosa yang mempunyai rantai lurus, sehingga pembentukan gel akan mudah
9
terjadi. Kecenderungan penurunan kadar sulfat ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wiratni, dkk. (2010) dan Basmal, dkk.(2003) yang menunjukkan adanya
pengaruh kadar sulfat karagenan yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut akuades
dan pelarut basa. Kadar sulfat karagenan yang terdapat pada Tabel 2 telah memenuhi
standar menurut Food Chemical Codex (FCC), European Economic Community (EEC),
dan Food Agriculture Organization (FAO) yaitu berturut-turut maksimal 15-40 %.
Kadar Abu Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan
NaOH
Kadar abu yang terkandung pada suatu produk menunjukkan tingkat kemurnian
produk tersebut. Tingkat kemurnian sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan
mineralnya. Kadar abu karagenan dari Eucheuma spinosum berkisar antara 35,00 ±
3,30 sampai dengan 47,19% ± 2,57. Hasil analisa kadar abu karagenan yang dihasilkan
dapat dilihat pada Tabel 3. Perlakuan variasi konsentrasi NaOH memberikan kadar abu
yang berbeda terhadap kontrol. Kadar abu yang dihasilkan karagenan ekstraksi 0,7 N;
0,5 N; dan 0,3 N tidak berbeda.
Tabel 3. Rataan Kadar Abu Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH
Konsentrasi NaOH (N)
0,9 0,7 0,5 0,3 0
Purata
±SE
35,00
± 3,30
38,53
± 0,72
40,00
± 1,59
41,53
± 1,08
47,19
± 2,57
W = 3,18 (a) (b) (b) (b) (c)
Sedangkan untuk pola kadar abu antar berbagai konsentrasi NaOH disajikan
pada Gambar 5.
10
Gambar 5. Pola Kadar Abu Karagenan antar Berbagai Konsentrasi NaOH
Pada Gambar 5 tampak bahwa kadar abu semakin menurun seiring dengan
penambahan konsentrasi NaOH. Kadar abu karagenan tertinggi terdapat pada karagenan
yang diekstraksi menggunakan akuades. Kandungan abu dan komposisinya tergantung
pada macam bahan yang dianalisis dan cara pengabuannya (Budiyanto, 2002). Kadar
abu hasil penelitian Heruwati, dkk (2011) untuk Eucheuma spinosum yang diekstraksi
dengan basa KOH dari perairan Sumenep Madura yaitu 26,32 %. Rendahnya kadar abu
ini disebabkan faktor lingkungan berpengaruh pada kandungan mineral rumput laut.
Faktor lingkungan ini telah dikaji pada penelitian Alam (2011) yang menyebutkan
bahwa rumput laut hidup menempel pada karang atau substrat tempat tumbuh, sehingga
pada saat pemanenan beberapa karang atau substrat tempat tumbuh masih terikut dan
menempel pada bagian rumput laut tersebut. Berdasarkan baku mutu menurut Food
Agriculture Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC), dan European
Economin Community (EEC) kadar abu hasil penelitian ini telah memenuhi standar ,
yaitu berkisar antara 15-40%, maks 35%, dan 15–40%. Karagenan hasil ekstraksi
dengan NaOH 0,9 N telah memenuhi standar yang telah ditetapkan FCC yaitu maksimal
35 %.
Viskositas Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan
NaOH
Rataan viskositas karagenan dapat dilihat pada Tabel 4. Viskositas karagenan
dari Eucheuma spinosum berkisar antara 6,46 cps ± 0,13 sampai dengan 14,29 cps ±
0,18. Pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan konsentrasi larutan NaOH pada saat
ekstraksi memberikan nilai viskositas larutan karagenan yang berbeda. Hasil penelitian
11
ini menunjukkan perbedaan antara kontrol dengan perlakuan lainnya.Perlakuan larutan
NaOH 0,3 N berbeda nyata dengan perlakuan larutan NaOH 0,5 N dan 0,9 N,
sedangkan antara perlakuan larutan NaOH 0,7 N dengan NaOH 0,5 N tidak
menunjukkan perbedaan nilai viskositas karagenan.
Tabel 4. Rataan Viskositas Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH
Konsentrasi NaOH (N)
0,9 0,7 0,5 0,3 0
Purata
±SE
6,46
± 0,13
8,38
± 0,51
9,15
± 0,58
10,85
± 0,89
14,29
± 0,18
W = 0,83 (a) (b) (b) (c) (d)
Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan
cairan dua lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material
disebabkan gesekan internal yang besar sehingga cairan mengalir (Campo et.al., 2009) .
Gambar 6. Pola Viskositas Karagenan antar Berbagai Konsentrasi NaOH
Dari Gambar 6 dapat kita lihat bahwa viskositas karagenan menurun seiring
dengan penambahan konsentrasi NaOH. Penurunan ini menunjukkan pola yang sama
dengan penurunan kadar sulfat. Hal ini disebabkan semakin tinggi sulfat, gaya tolak
menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang rantai
polimer semakin meningkat yang menyebabkan rangkaian polimer kaku dan tertarik
kencang sehingga molekul-molekul air terikat pada molekul karagenan yang
mengakibatkan peningkatan viskositas (Rasyid, 2003). Lebih lanjut, Rasyid
menjelaskan bahwa perbedaan penggunaan basa berpengaruh pada kekentalan dan
12
kekuatan gel. Viskositas dari masing-masing perlakuan telah memenuhi standar yang
telah ditetapkan FAO, FCC, dan EEC yaitu minimal 5 cps.
Kadar Air Karagenan E. spinosum antar Berbagai Konsentrasi Penambahan NaOH
Kadar air dalam pangan menunjukkan ketahanan bahan tersebut terhadap
serangan mikroba. Kadar air karagenan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.
Kadar air karagenan yang dihasilkan berkisar 10,50 ± 2,05 dan 13,31± 0,84. Hasil
penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kandungan air pada kontrol dengan NaOH
0,7 N dan 0,3 N. Namun kadar air karagenan 0,7 N tidak berbeda dengan 0,9 N.
Tabel 5. Rataan Kadar Air Karagenan (% ± SE) antar Berbagai Konsentrasi
Penambahan NaOH
Konsentrasi NaOH (N)
0,5 0,9 0,7 0,3 0
Purata
±SE
10,50
± 2,05
11,12
± 0,57
11,65
± 0,56
11,83
± 1,75
13,31
± 0,84
W = 2,133 (a) (b) (bc) (bc) (c)
Pola kadar air antar berbagai perlakuan basa disajikan dalam Gambar 7.
Gambar 7. Pola Kadar Air Karagenan Pada Berbagai Konsentrasi NaOH
Pada Gambar 7 kandungan kadar air karagenan tertinggi terdapat pada rumput
laut yang diekstraksi dengan akuades yaitu 13,31 %, sedangkan kadar air terendah pada
ekstraksi dengan NaOH 0,5 N yaitu 10,50%. Hasil penelitian Andriani (2007)
menunjukkan bahwa karagenan yang diekstraksi dengan basa NaOH memilik kadar air
13
10,97%-11,26%. Jika dibandingkan dengan baku mutu yang ada, standar kadar air
karagenan untuk FAO, FCC, dan EEC adalah maksimal 12,00 %. Namun, untuk
ekstraksi akuades kadar air yang dihasilkan ternyata melebihi standar, yaitu 13,31%.
Identifikasi Gugus Fungsi dengan FTIR
Karagenan yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi untuk menentukan kisaran
serapan panjang gelombang untuk analisa gugus fungsi. Hasil identifikasi gugus fungsi
dengan FTIR dapat disimak pada Gambar 7.
Gambar 8. Spektra Infra merah karagenan E. spinosum
Spektrum spektroskopi pada Gambar 8 menunjukkan adanya serapan pada
panjang gelombang 1257,59 cm-1 yang tajam. Kemudian pada serapan panjang
gelombang 933,55 cm-1, 848,68 cm-1, kedua panjang gelombang tersebut tajam dan
sempit.
14
Tabel 6. Data serapan Infra merah karagenan E. spinosum
Panjang gelombang
(cm-1)
Gugus
1033,85 Ikatan Glikosidik
1257,59 Ester sulfat
933,55 3,6-anhidrogalaktosa
848,68 Galaktosa-4-sulfat
Pada Tabel 6, hasil analisis dengan spektroskopi menunjukkan terdapatnya
gugus 3,6-anhidrogalaktosa, gugus ester sulfat, dan galaktosa-4-sulfat. Menurut The
Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (2007) gugus ester sulfat
ditunjukkan pada panjang gelombang 1220-1260 cm-1. Hasil penelitian lainnya tentang
karagenan menyatakan bahwa ester sulfat ditunjukkan pada panjang gelombang 1240-
1260cm-1 (Velde, 2002).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diperoleh konsentrasi NaOH optimum dalam ekstraksi
karagenan rumput laut Eucheuma spinosum adalah 0,9 N dengan karakteristik:
rendemen 59,07%± 3,04; kadar sulfat 10,62%±0,58; kadar abu 35,00%±3,3; viskositas
6,46 cps±0,13; dan kadar air 11,12%±0,57. Adapun hasil analisis dengan FTIR
menyatakan adanya gugus fungsi karagenan antara lain: yaitu ikatan glikosidik, ester
sulfat, 3,6 anhidro-galaktosa dan galaktosa-4-sulfat.
SARAN
Perlu dilakukan pemutihan untuk pigmen karagenan, sehingga dihasilkan warna
karagenan yang lebih putih dan sesuai standar.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ratna Banepa, S.E yang telah
membantu dalam pengadaan sampel rumput laut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alam,Alfianingsih. 2007. Makassar: Skripsi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanuin: Kualitas Rumput Laut Jenis Eucheuma spinosum di Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar.
Andriani, Dian. 2007. Pengolahan Rumput Laut (E. Cottoni) Menjadi Tepung ATC (Alkali Treated Carrageenophyte) dengan Jenis dan Konsentrasi Alkali yang berbeda.. Jurnal Perikanan Indonesia 9 (5) : 95 - 103
Basmal J, Syarifuddin, Ma’ Ruf WF. 2003. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kalium Hidroksida Terhadap Mutu Kappa Karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma cottoni
Budiyanto. 2002 . Analisa Kadar Abu. http://ikannapoleon.wordpress.com/2012/03/11/kadar-abu/ . (3 Agustus 2012)
Campo, V.L., Kawano,D.F., Silva Júnior, D.B., Ivone Carvalho, I. 2009 .Carrageenans: Biological Properties, Chemical Modifications and Structural Analysis Carbohydrate Polymers. 77, 167-180.
Cocon. 2011. Status Rumput Laut di Indonesia, Peluang dan Tantangan. http://seaweed81jpr.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 3 Maret 2012
Heruwati, Endang Sri, Nuri Andarwulan, Dedi Ferdiaz, Andarini Diharmi. Karakteristik Karagenan Hasil Isolasi Eucheuma spinosum dari Perairan Sumenep Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011): 117 -124
Imeson, Alan. 2010. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents.Blackwell Publishing Ltd . United Kingdom, West Sussex.
JECFA. 2007.Processed Eucheuma cottonii. www.marinalg.org. (6 Februari 2012) Marsino, D. W, D. Handito, S. Anggarini. 2005. Ekstraksi dan Identifikasi Karagenan
Euchema Cottoni Pulau Lombok.Jurnal Ilmiah Progdi Ilmu dan Teknologi Pangan, Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada.
Parwata, I Putu, Made Vivi Oviantara. 2007. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora: Optimalisasi Produk Semi Refined Carrageenan Euchema Cottoni dengan Variasi Teknik Pengeringan dan Kadar Air Bahan Baku. Analisis Kimia Undiksha (1), 62-71
Rasyid, Abdullah. 2003. Beberapa Catatan Tentang Karaginan. Osean Volum XXVIII Nomor 4 : 1-6. ISSN 0216-1877
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997.Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty
Sulistyaningsih, Ririn. 2006. Skripsi Institut Teknologi Surabaya: Ekstraksi dan Karakterisasi Karagenan Dari Rumput Laut Euchema spinosum Hasil Budidaya Daerah Sumenep Madura. (8 Februari 2012)
Tuvikene, R., Truus, K., Vaher, M., Kailas, T., Martin, G., and Kersen P.. 2006 .“Extraction and Quantification of Hybrid Carrageenans from the Biomass of the Red Algae Fulcellarian lumbricalis and Cocotylus trkuncatus”, Proc. Estonian Acad. Sci. Chem., 55, 1, 40-53.APPLICATION IN Research and Industry. Trend in Fppd Science and Technology 13, 73-92
Van de Velde,.F., Knutsen S.H., Usov, A.I., Romella, H.S. and Cerezo, A.S. 2002. 1H and 13 C High Resolution NMR Spectroscopy of Carrageenans:
Wiratni, S., Distantina, Fadilah, Rochmandi, Moh. Fahturozzi. 2010.Seminar Rekayasa Kimia dan Proses: Proses Ekstraksi Karagenan Dari Euchema cottoni. ISSN : 1411-4216.