FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …
Transcript of FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …
i
Studi Mengenai Pengutamaan Kenoto Dalam Adat Perkawinan di Jemaat Ruba
Deo Sabu Dari Perspektif Teori Tindakan Sosial Max Weber
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Oleh,
Alyan Maurits Sioh
712015082
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan atas penyertaan Tuhan dalam hidup saya,
khususnya yang suda memberikan saya kesempatan untuk menyelesaikan Tugas
Akhir sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam
bidang Teologi (S.Si Teol). Sayan menulis Tugas Akhir ini dengan harapan dapat
membantu memberikan penjelasan kepada masyarakat terkhususnya Jemaat Ruba
Deo Sabu tentang pentingnya Perkawinan Kenoto.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan Tugas Akhir ini tidak lepas dari
bimbingan, arahan dan dukungan dari pihak lain. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu dan Bapak Pdt. Dr. Ebenhaizer
Nuban Timo selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak
waktu, bantuan, arahan dan sabar dalam membimbing selama proses
pembuatan Tugas Akhir.
2. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Teologi yang sudah memberikan ilmu
sebagai bekal bagi hidup saya.
3. Bapak Pdt. Simon Julianto, M.Si selaku Dosen Wali Studi yang membantu
saya dalam memenuhi administrasi selama perkuliahan.
4. Buat keluarga yang selama ini mendukung saya, memberi semangat serta
doa, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Terlebih kepada
kedua orang tua saya Papa Melkias Sioh dan Mama Ferderika Boimau, dan
adek bungsu saya Deni Sioh yang bersedia memberi waktu untuk selalu
mengingatkan saya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
5. Kekasih Meti Kamlasi yang sudah memberi dorongan, dukungan dan
semangat dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
6. Seluruh Warga Jemaat Ruba Deo Sabu yang dengan setia memberi waktu
kepada saya untuk melakukan penelitian, motivasi dan dukungan yang terus
diberikan kepada saya sampai saat ini untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
vii
7. Teman angkatan Teologi 2015, Keluarga RP terkhusunya Alis Mailoa, Krisna
Amerta dan Donny Papoko yang sudah menjadi teman baik saya selama
berkuliah di UKSW.
8. Bintang Timur Football Club (BTFC) yang sudah menjadi keluarga sekaligus
wadah untuk belajar.
9. Teologi FC (Sepak Bola dan Futsal) yang sudah menjadi keluarga sekaligus
wadah untuk saling bertukar pikiran.
10. Anak kos Alpatras No 53A, yang selalu memberi dukungan, semangat, dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
viii
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
LEMBARAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................................... iii
PERSETUJUAN AKSES ................................................................................ iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................................ v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
MOTTO ........................................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... x
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Metode Penelitian ........................................................................................ 3
LANDASAN TEORI ....................................................................................... 5
Adat ............................................................................................................. 5
Simbol .......................................................................................................... 6
Perkawinan .................................................................................................. 8
Tindakan Sosial Max Weber ....................................................................... 9
HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 10
Lokasi dan Gambaran Umum Jemaat Ruba Deo Sabu ................................ 10
Pengutamaan Perkawinan Kenoto daripada
Perkawinan Gereja ....................................................................................... 11
ANALISA ........................................................................................................ 16
Adat ............................................................................................................. 16
Simbol .......................................................................................................... 18
Perkawinan .................................................................................................. 19
Tindakan Sosial Max Weber ....................................................................... 20
KESIMPULAN dan SARAN ........................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24
ix
MOTTO
“SEMUA KEMAJUAN TERWUJUD DI
LUAR ZONA NYAMAN”
x
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk meneliti pengutamaan
kenoto dalam adat perkawinan di Jemaat Ruba Deo Sabu dari perpesktif teori
tindakan sosial Max Weber. Fokus penelitian ini adalah menjelaskan
pengutamaan kenoto dari Perpektif tindakan sosial Max Weber. Tujuan dari
penelitian ini adalah memberikan suatu jawaban alasan-alasan warga Jemaat Ruba
Deo Sabu mengutamakan perkawinan kenoto dari pada perkawinan gerejawi ,
menjelaskan nilai-nilai luhur yang ada dalam perkawinan kenoto serta maaf yang
dapat diberikan secara teoritis, memberikan kontribusi serta sumbangsih kepada ilmu
sosiologis dalam kesadaran menyingkapi perkawinan kenoto sebagai lambang
persatuan dan tidak selamanya terlepas dari hubungan dengan gereja dalam hal inilah
yang perlu menjadi pertimbangan gereja. secara praktis, dapat dijadikan sebagai
bahan acuan dan pertimbangan bagi Gereja dalam mencari informasi bagi penelitian
yang lebih lanjut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi dan
wawancara terstruktur. Data yang dianalisis adalah hasil wawancara dan observasi
dengan Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Pasangan Nikah di Jemaat Ruba Deo Sabu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengutamaan perkawinan kenoto di
Jemaat Ruba Deo Sabu sangat penting dan menjadi dasar. Karena Perkawinan Kenoto
menunjukkan harga diri dari seorang perempuan, artinya ketika pihak laki-laki mau
mengambil mempelai perempuan untuk keluar dari rumah orangtuanya. Memang
nilai seorang perempuan tidak ditentukan dengan apa yang dibawa oleh mempelai
laki-laki, tetapi dapat menghormati adat istiadat yang belaku, karena perempuan lahir
dari adat. Manfaat yang didapatkan bahwa Perkawinan Kenoto menjadi lambang
persatuan dan tidak akan pernah lepas dari Gereja, Penelitian pada tradisi perkawinan
kenoto ini termasuk suatu kejadian yang sudah terjadi turun-temurun atau sejak dulu
kala. Akan tetapi dalam serangkaian acara perkawinan kenoto tersebut mencerminkan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih memahami secara
komprehensif, analisa ini akan memberikan jawaban melalui pemahaman tipikal teori
tindakan sosial Weber,tipe tindakan sosial yang cocok atau yang dipergunakan dalam
perkawinan kenoto yakni Tindakan Tradisional dan Rasionalitas Nilai.
Kata Kunci: Kenoto, Teori Tindakan Sosial, Rasionalitas Nilai, Max Weber.
1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perkawinan di daerah Sabu mempunyai nilai-nilai yang luhur, norma-norma
adat bersumber dalam perkawinan untuk mengatur secara teliti tentang sesuatu yang
penting oleh warga masyarakat dalam kelompok suku bangsa, kebudayaan dan
keluarga. Kedudukan manusia dalam kebudayaan adalah sentral, bukan manusia
sebagai orang, melainkan sebagai pribadi1. Perkawinan sangat penting dalam
kehidupan warga masyarakat sehingga perlu disiapkan dan diatur sebaik mungkin
karena perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa2.
Di Sabu, Kenoto merupakan adat perkawinan yang diharuskan atau
diwajibkan. Kata Kenoto dalam bahasa Sabu ialah tempat sirih yang terbuat dari daun
lontar dan dipakai oleh pria.3 Pemuda atau pemudi yang sudah dewasa dan siap nikah
disebut Kepai. Pada dasarnya perkawinan adat Sabu atau Kenoto ini memiliki urut-
urutan dan pola yang tetap dan setiap unsur memiliki maknanya sendiri4.
Tradisi masyarakat suku Sabu mengenal adanya tradisi Kenoto. Menurut
Narasumber Bapak Melkias Sioh, Kenoto adalah pernikahan adat suku Sabu. Kenoto
bukan sebuah acara seremonial, tapi mengandung pesan filosofi adat, di mana
seorang laki-laki dan perempuan sah membentuk sebuah rumah tangga jika sudah
melalui adat Kenoto, masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajiban, serta
mengetahui resiko jika melanggar kesepakatan yang sudah disepakati saat
berlangsungnya Kenoto5. Menurut Bpk Melkias, bagi orang Sabu yang memegang
teguh adat budaya Kenoto, tentu dia akan tetap menghalangi pernikahan gereja itu
sebelum anaknya di Kenoto. Maka itu sering terjadi ada yang batal nikah karena
belum di Kenoto, sehingga Kenoto merupakan sebuah tradisi yang dianggap lebih
1 JWM Bakker. Filasafat Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, 1984. Hal. 17
2 Prof R Subeki SH dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta 1974. Hal. 471
3 Julius Djara. Kenoto dalam Perkawinan Adat Sabu, (Semarang: Artha Media Group, 2010). Hal 3
4 Yunita Wadu, Kebudayaan Sabu, http://yunita-wadu.blogspot.com. Akses 07-01-19, 20.00 WIB
5 Hasil Wawancara dengan Bapak Melkias Sioh, 28 Agustus 2018 pukul 11.00 Wita
2
penting dari pada pernikahan gereja. Sehingga masyarakat suku Sabu yang belum
melakukan tradisi Kenoto dianggap sebagai pasangan kumpul kebo dan mereka akan
mendapakan perlakuan yang tidak terhormat.
Prosesi Kenoto bagi masyarakat suku Sabu tetap menjunjung tinggi makna
kekristenan dalam adat istiadat, dimana Kenoto bagi masyarakat suku Sabu bukan
menjadi ajang gengsi tetapi melestarikan nilai yang diwariskan oleh leluhur, tentunya
tidak bertentangan dengan prinsip kekristenan yaitu kasih, sehingga dengan demikian
masyarakat melihat Kenoto sesuai dengan kontekstualisasi dalam pernikahan
Kristen6.
Menurut Max Weber dunia terwujud karena tindakan sosial, manusia
melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk mencapai apa yang mereka
kehendaki7. Teori Tindakan Sosial Max Weber seperti contoh, bunga anggrek tidak
memilih untuk membuka daun-daunya, apel tidak memutuskan jatuh dari pohon,
sehingga dengan demikian seorang Ilmuwan ilmiah tentu tidak akan menjelaskan
perilaku manusia seperti anggrek dan apel. Perhatian Max Weber pada teori-teori
tindakan berorientasi pada tujuan dan motivasi pelaku, tidak berarti bahwa ia hanya
tertarik pada kelompok kecil saja tetapi juga terjadi pada interaksi antar individu8.
Dengan demikian memandang dari suatu sudut pandang tertentu adalah hal
yang tak terelakkan dari manusia, kata Max Weber, manusia seharusnya tidak boleh
mengabaikan fakta, melainkan membuat eksplisit dalam uraian dan pemahaman
tentang dunia9. Dimana manusia harus menguraikan dan menjelaskan realistas
dengan mengungkapkan dan menekankan sisi pandang kita sebagai manusia yang
mengambarkan dunia yang nyata dengan mengkonstruksi dari realitas yang terjadi.
Perkawinan Kenoto dilihat sebagai sebuah tindakan sosial. Sebuah tindakan
yang merujuk pada suatu tindakan tertentu, namun bagaimanapun Kenoto adalah
sesuatu ciri khas masyarakat suku Sabu yang harus tetap dipertahankan. Kenoto
6 Jurnal Romi Adi Kurnia Bangngu Sikap GKS Jemaat Kambaniru Terhadap Makna Tradisi Kenoto
Ditinjau dari Teori Mas Kawin. Fakultas Teologi UKSW 2015. Hal 15 7 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2009). Hal. 113 8 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial…hal 114
9 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial…hal 118
3
adalah sebuah bentuk penghargaan kepada perempuan, Oleh karena itu masyarakat
suku Sabu harus terus mepertahankan perkawinan Kenoto, yang merujuk pada
tindakan sosial yang diberikan oleh Max Weber.
Dari permasalahan yang ada maka penulis memberikan Judul Studi Mengenai
Pengutamaan Kenoto Dalam Adat Perkawinan di Jemaat Ruba Deo Sabu dari
Perspektif Teori Tindakan Sosial Max Weber. Alasan pemilihan judul karena penulis
melihat banyak pasangan kawin yang lebih memilih Kenoto dari pada perkawinan
gereja.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukan di atas, maka dirumuskanlah
pokok masalah sebagai berikut: Mengapa warga Jemaat Ruba Deo Sabu
mengutamakan perkawinan adat daripada perkawinan gereja?. Nilai apa yang ada
dalam Perkawinan Kenoto?. Hal itu dilakukan dengan tujuan. Pertama, Mengetahui
alasan-alasan Jemaat Ruba Deo Sabu mengutamakan perkawinan Kenoto daripada
perkawinan gerejawi . Kedua, Menjelaskan nilai yang ada dalam perkawinan Kenoto.
Berdasarkan tujuan penelitian itu, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat
dalam dua aspek, teoritis dan praktis. Secara teoritis: dapat memberikan kontribusi
serta sumbangsih kepada ilmu sosiologi dalam kesadaran menyikapi perkawinan
Kenoto sebagai lambang persatuan dan tidak selamanya terlepas dari hubungan
dengan gereja hal inilah yang perlu kembali menjadi pertimbangan Gereja. Secara
praktis : bahan acuan dan pertimbangan bagi Gereja dalam mencari informasi bagi
penelitian yang lebih lanjut.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian yang digunakan ialah penelitian secara kualitatif yang
bertitik tolak pada dari paradigma fenomologis yang objektivitasnya dibangun atas
rumusan tentang situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individua tau
kelompok sosial tertentu dan relevan denga tujuan dari penelitian itu10
. Penelitian
kualitatif ini dilakukan pada sebuah latar alamiah atau juga pada sebuah konteks
10
Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung :Remaja Rosdakarya, 1989) hal v (dalam kata sambutan)
4
keutuhan (entity)11
. Paradigma alamiah memberi tekanan pada penggunaan teknik
kualitatif12
. Jenis penelitian yang akan di gunakan didalam penelitian ini ialah secara
deskriptif. Data yang akan di kumpulkan berupa kata-kata, gambar yang
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah di teliti dan juga data
tersebut mungkin akan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya13
.
Waktu untuk melakukan penelitian ini yaitu pada tahun 2019. Tempat yang di
tentukan berdasarkan penelitian yang akan di lakukan yaitu di Jemaat Ruba Deo
Klasis Sabu Barat Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Maksud penulis memilih lokasi ini karena lebih dapat di jangkau karena ada
beberapa wilayah yang belum memiliki jaringan telekomunikasi dan juga ingin
memperkenalkan Kabupaten Sabu Raijua terkhusunya Jemaat Ruba Deo karena
pengaruh daerah otonom. Adapun subjek penelitian yang akan menjadi narasumber
dalam penelitian ini yaitu tokoh-tokoh adat yang mengerti tentang perkawinan suku
sabu dan pasangan nikah yang melakukan perkawinan Kenoto. Peneliti
menggunakan Purposive Sampling untuk tokoh-tokoh adat yang dimana salah satu
teknik sampling non random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan
sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan
penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian14
. Peneliti
menggunakan Teknik Random untuk pasangan nikah yang akan diteliti atas dasar
teknik random sederhana (simple random sampling). Teknik random sederhana yaitu
subjek tidak dipilih-pilih atau distratakan terlebih dahulu; semua subjek langsung
dipilih secara random atau acak15
. Untuk mengumpulkan data penulis mengunakan
dua metode yaitu obeservasi dan wawancara.
Dalam tahap observasi pengamatan akan menggunakan alat bantu sebagai
penunjang penelitian yaitu kamera dan video. Observasi yang di lakukan oleh
11
Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif…hal 4 12
Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif…hal 16 13
Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif…hal 6 14 https://www.statistikian.com/2017/06/penjelasan-teknik-purposive-sampling.html/amp/.Akses
12-02-19. 12.00 WIB 15
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 59
5
pengamat dengan sasaran benda diam jika ada keraguan pada diri peneliti dan jika
sasarannya adalah suatu proses, pengulangan pengamatan hampir tidak mungkin
dilakukan kecuali peneliti mempunyai rekaman video atau film yang dapat
menunjukkan proses yang di amati16
. Kemudian format yang disusun berisi item-
item tentang kejadian atau tingkah laku yang di gambarkan akan terjadi17
. Untuk
wawancara dilakukan lewat Tanya jawab dengan narasumber dan juga pertanyaan
yang di berikan sesuai dengan fokus dan pertanyaan yang terstruktur penelitian dan
meminta keterangan atau pendapat tentang suatu hal dengan alat bantu rekaman
suara, video atau gambar pada saat wawancara berlangsung18
.
Untuk menjelakan pokok-pokok diatas, penjelasan dalam jurnal ini dibagi
dalam lima bagian. Bagian pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan. Bagian kedua, akan membahas tentang teori sosio-teologis
yang di gunakan menurut Teori Tindakan Sosial Max Weber. Bagian ketiga, akan
membahas hasil penelitian dari data di lapangan yang telah dikumpulkan yaitu
pemahaman Jemaat Ruba Deo tentang pengutamaan perkawinan Kenoto. Bagian
keempat, akan berisi tentang analisa dari data lapangan. Bagian kelima, yaitu
penutup yang akan berisi tentang kesimpulan serta saran-saran yang akan menjadi
kontribusi bagi penelitian mendatang.
LANDASAN TEORI
Adat, Simbol, Perkawinan dan Teori Tindakan Sosial Max Weber
Adat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, adat adalah aturan yang lazim
dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala. Kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan,
wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan
aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Istilah adat telah
16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:Rineka Cipta, 1993),hal. 197 17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…hal 234 18
Michael H. Walizer, Aruef Sadiman, Paul L. Wienir, Metode dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan Jilid 1, (Jakarta: Erlangga,1993) hal. 277
6
diserap ke dalam Bahasa Indonesia dan menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat
dapat disamakan dengan hukum kebiasaan. Menurut Prof. Kusumadi
Pudjosewojo,adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada
yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan
tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan
aturan hukum. Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah adanya tingkah
laku seseorang, dilakukan terus menerus, adanya dimensi waktu serta diikuti oleh
orang lain atau masyarakat.19
Adat istiadat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat.
Jadi, adat adalah merupakan kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan yang harus dipatuhi
oleh masyarakat adat yang memuat kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan norma-
norma hukum lainnya yang saling mempengaruhi dan menjadi suatu sistem yang
hidup dalam suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian adat merupakan aturan yang
berlaku pada suatu masyarakat agar masyarakat dapat menyesuaikan perbuatannya
dengan tata kelakuan yang dibuatnya tersebut.
Simbol
Dalam latar belakang telah digambarkan secara singkat tentang Kenoto yang
berarti tempat sirih pinang yang terbuat dari daun lontar dan khusus dipakai oleh pria.
Berbicara mengenai simbol maka perlu untuk mengetahui perbedaan antara simbol
dan simbolisme, agar dalam penggunaannya tidak terjadi kekeliruan. Simbolisme
adalah tata pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola yang
mendasarkan diri kepada simbol-simbol20
. Simbolisme di dalamnya mencakup
simbol itu sendiri, yang di dalam simbol itu juga terdapat isyarat dan tanda.21
Dari zaman ke zaman simbolisme tetap memiliki arti yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, di dalamnya manusia memakai simbol-simbol untuk
mengungkapkan dirinya. Buku Dillistone yang berjudul The Power of Symbol di
katakan kesatuan sebuah kelompok seperti semua nilai budayanya, pasti diungkapkan
19
Muhammad, Bushar. Asas-asas hukum adat (Jakarta:Pradnya paramita, 1997), hal 8 20
Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa (Yogyakarta: PT Hanindita, 1984) Hal. 5 21
Budiono Herusatoto, Simbolisme……….Hal.5
7
dengan memakai simbol22
. Simbol sekaligus merupakan sebuah pusat perhatian yang
tertentu, sebuah sarana komunikasi dan landasan pemahaman bersama. Setiap
komunikasi dengan bahasa atau sarana lain mengunakan simbol-simbol sehingga
dengan demikian masyarakat hampir tidak mungkin ada tanpa simbol-simbol.23
Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh Dillistone, nilai-nilai budaya
diungkapkan dengan memakai simbol-simbol. Maka simbol adalah salah satu dari
produksi budaya atau sebaliknya simbol dapat memproduksikan sebuah kebudayaan
karena simbol dan kebudayaan adalah dua hal yang memiliki timbal balik.
Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Budiono Herusatoto bahwa eratnya
kebudayaan manusia dengan simbol-simbol sehingga manusia dapat juga disebut
makhluk bersimbol.24
Memiliki hubungan yang erat sehingga manusia dapat
dikatakan sebagai mahkluk bersimbol jadi kebudayaan adalah dunia yang penuh
dengan simbol. Manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dengan ungkapan-
ungkapan simbolis.25
Menurut Paul Tillich simbol memiliki ciri yang bersifat figuratif. Simbol
selalu menunjuk kepada sesuatu di luar dirinya sendiri, sesuatu yang tingkatannya
lebih tinggi. Simbol bersifat dapat diserap, baik sebagai bentuk objektif maupun
sebagai konsep imajinatif. Simbol memiliki daya kekuatan yang melekat. Tillich
membedahkan antara tanda dan simbol, menurutnya, tanda bersifat unifok, arbiter
dan dapat diganti karena tidak mempunyai hubungan intristik dengan sesuatu bentuk
yang realitas.26
Fungsi simbol menurut Tillich adalah membukakan kepada manusia adanya
tingkat-tingkat realitas bahwa simbol membukakan roh manusia kepada pandangan-
pandangan yang lebih tentang yang kudus dalam dimensi transenden.27
Dengan
demikian simbol berfungsi sebagai ekspresi dari manusia. Simbol dapat menuju
kepada sebuah kata benda, suatu peristiwa adapun bentuk-bentuk simbol di antaranya
22
F. W. Dillistone, The Power Of Symbol (Yogyakarta: Kanisius, 2002) Hal. 15 23
F. W. Dillistone, The Power…………………Hal. 5 24
Budiono Herusatoto, Simbolisme..... Hal 10 25
Budiono Herusatoto, Simbolisme.... Hal 16 26
F. W. Dillistone, The Power..... Hal 124,127. 27
F. W. Dillistone, The Power..... Hal 125
8
berkaitan dengan tubuh dan makanan, tanah, pakaian, terang dan gelap, api dan air
darah dan kurban. Penjelasan kali ini akan lebih difokuskan kepada suatu peristiwa
sebagai simbol lebih tepatnya Kenoto sebagai simbol.
Tradisi masyarakat suku Sabu mengenal adanya tradisi Kenoto. Menurut
responden yaitu bapak Melkias Sioh, Kenoto adalah pernikahan adat suku Sabu.
Kenoto bukan sebuah acara seremonial, tapi mengandung pesan filosofi adat, di mana
seorang laki-laki dan perempuan sah membentuk sebuah rumah tangga jika sudah
melalui adat Kenoto, masing-masing pihak akan tahu hak dan kewajiban, serta tahu
apa resiko atau akibat jika melanggar kesepakatan yang sudah disepakati saat
berlangsungnya Kenoto.
Perkawinan Kenoto bagi masyarakat suku Sabu khususnya Jemaat Ruba Deo
Sabu menjunjung tinggi makna kekristenan dalam adat istiadat, dimana Kenoto bukan
menjadi ajang gengsi tetapi melestarikan nilai yang diwariskan oleh leluhur, tentunya
tidak bertentangan dengan prinsip kekristenan yaitu kasih, sehingga dengan demikian
masyarakat suku Sabu melihat Kenoto sesuai dengan kontekstualisasi dalam
pernikahan agama Kristen yang mengajarkan tentang hukum kasih.
Perkawinan
Perkawinan adalah suatu proses yang sudah melembaga, yang mana laki-laki
dan perempuan memulai dan memelihara hubungan timbal balik yang merupakan
dasar bagi suatu keluarga. Hal ini menimbulkan hak dan kewajiban baik antara laki-
laki dan perempuan maupun dengan anak-anak yang kemudian dilahirkan28
. Dari
kutipan di atas maka dapat disimpulkan perkawinan adalah suatu hubungan yang
mempunyai timbal balik antara hak dan kewajiban bukan hanya kepada suami atau
istri tetapi juga kepada anak-anak mereka.
Rumusan arti perkawinan29
, dengan “ikatan lahir batin” dimaksudkan bahwa
perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya “ikatan lahir” atau “ikatan batin”
saja tetapi harus keduannya. Suatu “ikatan lahir” adalah ikatan yang dapat dilihat.
28
I Ketut Atardi, Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya Dilengkapi Yurisprudensi (Denpasar: Setia Lawan Cet. II, 1987)Hal. 169 29
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawianan Indonesia. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000). Hal 14
9
Mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk
hidup bersama, sebagai suami istri, dengan kata lain dapat disebut “hubungan
formil”30
. Sebaliknya, suatu “ikatan batin” adalah hubungan yang tidak formil, suatu
ikatan yang tidak dapat dilihat, walau tidak dapat dilihat nyata, tapi ikatan itu harus
ada. Karena tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh31
. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa perkawinan harus didasarkan ikatan lahir batin, tidak
hanya batin atau lahir tetapi harus keduannya.
Tindakan Sosial Max Weber
Teori tindakan sosial Max Weber berorientasi pada motif dan tujuan pelaku.
Dengan menggunakan teori ini setiap individu maupun kelompok bahwa masing-
masing memiliki motif yang berbeda terhadap sebuah tindakan yang dilakukan.
Teori ini bisa digunakan untuk melihat perilaku tindakan setiap individu maupun
kelompok. Dengan memahami perilaku setiap individu maupun kelompok, sama
halnya kita telah menghargai dan memahami alasan-alasan mereka dalam
melakukan suatu tindakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Weber, cara terbaik
untuk memahami berbagai kelompok adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal
tindakan yang menjadi ciri khasnya. Sehingga kita dapat memahami alasan-alasan
mengapa warga masyarakat tersebut bertindak32
.
Adapun keempat klasifikasi tipe tindakan, yaitu sebagai berikut: Pertama,
Tindakan Tradisional, yaitu tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan
yang sudah mengakar secara turun- temurun. Kedua, Tindakan Afektif, merupakan
tindakan yang ditentukan oleh kondisi-kondisi dan orientasi-orientasi emosional si
aktor. Ketiga, Rasionalitas Instrumental, adalah tindakan yang ditujukan pada
pencapaian tujuan-tujuan yang secara rasional diperhitungkan dan diupayakan
sendiri oleh aktor yang bersangkutan. Keempat, Rasionalitas Nilai, yaitu
tindakan rasional berdasarkan nilai, yang dilakukan untuk alasan-alasan dan tujuan-
30
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan..... Hal 14 31
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan.... Hal 15 32
Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009). Hal. 115
10
tujuan yang ada kaitanya dengan nilai-nilai yang diyakini secara personal tanpa
memperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitanya dengan berhasil atau
gagalnya tindakan tersebut33
.
Menurut Turner, adanya pembagian dari keempat tipe ini oleh Weber,
memberitahukan kepada kita tentang suatu sifat aktor itu sendiri, karena tipe-tipe itu
mengindikasikan adanya kemungkinan berbagai perasaan dan kondisi-kondisi
internal, dan perwujudan tindakan-tindakan tersebut menunjukan bahwa para aktor
memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan tipe-tipe tersebut dalam formasi-
formasi internal yang kompleks yang termanifestasikan dalam suatu bentuk
pengcangkokan orientasi terhadap tindakan34
.
Dengan demikian dalam satu tindakan yang dilakukan oleh setiap individu
atau kelompok terdapat orientasi atau motif dan tujuan yang berbeda-beda. Dalam
konteks tradisi tentang Kenoto suku Sabu tersebut, setiap pelaku juga memiliki motif
dan tujuan yang sama. Oleh karena itu, dengan melakukan pemetaan teori tindakan
sosial menjadi satu tipe khusus untuk menjawab permasalahan yang dalam
perkawianan Kenoto yaitu dipakai Teori Tindakan Tradisonal dan Rasionalitas Nilai.
HASIL PENELITIAN
Lokasi dan Gambaran Umum Jemaat Ruba Deo Sabu
Gereja Masehi Injili di Timor Jemaat Ruba Deo Sabu terletak di Desa
Raemadia Kecamatan Sabu Barat Kabupaten Sabu Raijua, Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Luas wilayah Pelayanan GMIT Ruba Deo Sabu yaitu 4 Km2 dengan
kepadatan jumlah jemaat sebanyak 1206 orang, Wilayah pelayanan Jemaat Ruba Deo
Sabu merupakan daerah daratan rendah disepanjang pantai, sedangkan sebelah barat
dari timur dan selatan merupakan dataran tinggi. Batas-batas wilayah, sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Sabu, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Roboaba,
sebelah Timur berbatasan dengan Desa Menia dan sebelah Barat berbatasan dengan
33
Bryan S. Turner, Teori Sosial dari Klasik Sampai Postmodern. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012).
Hal. 115 34
Bryan S. Turner, Teori Sosial..... Hal. 116
11
Kelurahan Mebba. Adapun waktu tempuh dari pusat Ibu Kota Propinsi yaitu Kota
Kupang dengan pesawat 1 jam, kapal feri 12 jam dan kapal cepat 5 jam perjalanan.
Gambaran umum pelayanan Jemaat Ruba Deo Sabu, memiliki delapan
wilayah/rayon antara lain: Lobohiha Bawah dengan jumlah KK 38, Lobohiha Atas
berjumlah 42 KK, Raekedarru berjumlah 43 KK, Leomadamu berjumlah 52 KK,
Pararaja berjumlah 39 KK, Bora berjumlah 26 KK, Raewatta berjumlah 40 KK dan
Lie berjumlah 36 KK, dengan total seluruh KK berjumlah 316 KK dengan jumlah
jiwa sebanyak 1206 jiwa. Antara lain jumlah anggota Sidi dan Babptis berjumlah
1154 jiwa. Mata pencaharian Jemaat Ruba Deo Sabu dominan adalah Petani, Buruh
dan Nelayan sedangkan untuk Pegawai Negeri Sipil hanya sebagian orang itupun
hanya orang-orang pendatang bukan masyarakat asli Sabu yang memiliki pekerjaan
tetap seperti Pegawai Negeri Sipil35
.
Pengutamaan Perkawinan Kenoto daripada perkawinan gerejawi
Pada prinsipnya perkawinan terjadi karena keputusan antara laki-laki dan
perempuan yang saling jatuh cinta36
. Hal ini merupakan hal yang paling mendasar
dalam suatu perkawinan, baik di tiap daerah maupun suku bangsa tentunya
mempunyai tata upacara perkawinannya sendiri yang sesuai dengan adat istiadat di
mana kita tinggal. Tata cara perkawinan tiap suku bangsa juga memiliki nilai-nilai
dan ketentuan-ketentuan yang sangat dijungjung tinggi. Upacara perkawinan pasti
dilaksanakan oleh setiap masyarakat di daerah manapun dan oleh berbagai lapisan
masyarkat, yang tergolong kelas ekonomi bawah maupun golongan ekonomi atas.
Selain memiliki keunikan tersendiri dalam suatu perkawinan, maka di
kalangan warga jemaat Ruba Deo Sabu masih sangat memegang teguh adat atau
kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan juga nilai-nilai yang terkandung
dalam suatu perkawinan. Perempuan suku Sabu di wajibkan untuk melakukan
perkawinan kenoto karena ketika perempuan suku Sabu tidak melakukan
Perkawinan Kenoto, hukum adat Sabu akan berlaku.37
35
Data Statistik Jemaat Ruba Deo Sabu Tahun 2018, Akses 03 April 2019, pukul 18.00 36
Hasil Wawancara dengan Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita 37
Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita
12
Asal mula perkawinan kenoto
Pada prinsipnya perkawinan kenoto terjadi karena keputusan laki-laki dan
perempuan yang saling jatuh cinta, sedangkan sejak kapan perkawinan kenoto itu ada,
menurut Narasumber sebenarnya tidak ada batas waktu awal mulanya kenoto,
masyarakat suku Sabu sudah dikenal pada zaman penjajahan, lewat sebuah
peninggalan benteng, tetapi berbicara awal mula baik dari zaman penjajahan sampai
zaman Indonesia merdeka tidak nampak ceritanya yang pasti, tetapi untuk menjamin
kenoto itu tidak punah ialah masyarkat suku Sabu sendiri lewat satu tradisi gigi
mereka sehari-hari itu digosok pakai batu, karena orang jepang lihat perempuan kalau
giginya kotor meski umur masih muda itu dianggap sudah tua atau sama seperti
nenek-nenek, tetapi berbicara tentang Kenoto tidak ada informasi apapun dari
siapapun dimulai dari kapan38
.
Melakukan perkawinan kenoto sama saja melestarikan hukum adat. Hukum
adat yang berlaku bagi warga Jemaat Ruba Deo Sabu terkhusunya suku Sabu antara
lain ialah hukum adat yang baik dan yang tidak baik atau secara langsung melanggar
hukum adat tersebut ialah mengolah hasil tanah dengan paksaan, mengiris tuak,
membunuh, mencuri, berzinah, menggingini milik orang lain, sedangkan perbuatan
yang baik yang dipandang memelihara hukum adatyang berlaku ialah menghormati
orang tua, memelihara nama baik janda dan duda dan menjaga anak-anak yatim piatu
membantu dalam segala hal, itulah hal-hal yang dipandang penting dalam
kekhukusan hukum adat Sabu39
.
Syarat-syarat yang wajib dilakukan Pasangan Nikah
Tahap awal dari upacara adat Kenoto ini adalah proses perkenalan yang
bertujuan untuk menyampaikan isi hati dari sang pria terhadap sang gadis (tentunya
mereka telah menjalin hubungan sebelumnya). Pada waktu perkenalan itu, dua orang 38
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 39
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita
13
sebagai utusan keluarga (orangtua) datang dan membawa sirih pinang, sebagai tanda
bahwa kedatangan orangtua dari pihak laki-laki mengandung maksud tertentu. Maka
pada saat memasuki rumah sang gadis para utusan dan orang tua dari laki-laki
mencium orang tua daripada si gadis. Ciuman itulah yang menjadi awal tahap
perkenalan.40
Pada saat perkawinan kenoto, mempelai laki-laki harus membawa beberapa
persyaratan. Pertama, Sirih pinang dilengkapi kapur dan tembakau secukupnya.
Kedua, Bada Walli yaitu berupa sejumlah binatang yang diserahkan sebagai
ungkapan perasaan dari pihak lelaki sesuai pembicaraan atau kesepakatan. Ketiga,
emas. Warga Jemaat Ruba Deo tidak menuntut berapa besar gram emas yang
diberikan tetapi cukup seadanya, tetapi tetap diusahakan harus ada walaupun kecil
sekalipun, sehingga syarat atau ketentuan tidak dianggap disepelekan.41
Aturan-aturan dalam Perkawinan Kenoto
Aturan yang mengikat dalam Perkawinan Kenoto hewan atau benda yang di
bawa keluarga laki-laki tidak boleh disentuh oleh mempelai perempuan. Mempelai
perempuan harus disambut atau dipangku oleh orang tua (dalam hal ini ibu dari
mempelai laki-laki) atau dalam bahasa Sabu laha`o, disambut dengan sarung baru
atau Wini (marga baru untuk si gadis) dan aturan-aturan yang telah disepakati tidak
boleh dilanggar atau dikurangi dan keluarga laki-laki harus secara sopan santun
mendatangi keluarga perempuan dan aturan yang memikat lainnya ialah jika terjadi
perselisihan dalam rumah tangga berarti itu menjadi harga mati atau dengan kata lain
barang dan segala sesuatu bisa dikembalikan kecuali ada kesepakatan bersama jika
terjadi pelanggaran dari salah satu pihak42
. Ketentuan yang terjadi pada masyarakat
40
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019, pukul 16.15 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 41
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019, pukul 16.15 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 42
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita.
14
suku Sabu terkhususnya Jemaat Ruba Deo Sabu ialah Udu (mengikuti garis bapak)
dan Hubi (mengikuti garis ibu)
Perkawinan Kenoto bukan merupakan jaminan pasangan nikah tetap
bertahan
Meski perkawinan Kenoto menjadi hal yang terpenting dalam masyarakat
suku Sabu dan terkhusunya warga jemaat Ruba Deo, tetapi disatu sisi perkawinan
kenoto mempunyai kelemahan yang dimana perkawinan kenoto tidak menjamin untuk
rumah tangga tetap utuh dan harmonis, kelemahan itu yang menjadi titik tolak bahwa
dengan perkawinan kenoto juga pasti akan bercerai43
.
Status Derajat, Kedudukan Keluarga dan Penerimaan melakukan
Kenoto dan tidak melakukan Kenoto
Berbicara status pendidikan keluarga bahkan mempelai, kedudukan keluarga
dalam warga jemaat Ruba Deo Sabu baik dia keturunan bangsawan maupun
keturunan rakyat jelata, status tidak mempengaruhi dalam perkawinan kenoto, hal
yang penting ialah jika sanggup untuk memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dan
dilandasi adanya rasa cinta oleh laki-laki dan perempuan tersebut. Sedangkan
berbicara tentang penerimaan, tentu ada perbedaan penerimaan baik pasangan nikah
yang sudah melakukan kenoto dan tidak melakukan kenoto, entah itu bisa dikatakan
kumpul kebo atau hal dalam kesetaraan44
.
Hal-hal yang menjadikan Perkawinan Kenoto menjadi tidak sah
Perkawinan kenoto menjadi tidak sah jika apa yang telah disepakati bersama
pada saat tahap perkenalan, tidak dibawah lengkap pada saat penyerahan kenoto
Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita. Hasil Wawancara dengan Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 43
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 44
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita
15
(perkawinan kenoto), hal ini akan membuat masyarakat suku Sabu sendiri untuk tetap
berpegang teguh pada kesepakatan yang telah disepakati bersama demi terciptanya
suatu keselarasan dan agar perkwinanan kenoto tidak dibatalkan dan bisa juga
dianggap tidak sah jika nanti dalam berumah tangga terjadi KDRT atau perzinahan
yang dilakukan oleh masing-masing individu45
.
Perkawinan Kenoto menjaga relasi dalam keluarga
Perkawinan Kenoto tidak terlepas dari dukungan keluarga masing-masing
pasangan nikah, dalam observasi yang dilakukan pasangan nikah sangat berterima
kasih kepada keluarga besar yang mendukung mereka. Keluarga juga menjadi jalan
untuk meringankan setiap mahalnya sebuah permintaan yang diberikan oleh
mempelai perempuan jadi bisa dikatakan relasi keluarga yang baik akan sangat
membantu pasangan nikah46
.
Nilai-nilai moral dalam perkawinan Kenoto
Perkawinan kenoto banyak terkandung nilai moral antara lain nilai
kebersamaan, nilai persaudaraan, nilai sopan santun, nilai penghormatan terhadap
orang tua, nilai Kasih, nilai menghargai, mengasihi dan nilai budaya suku Sabu
sendiri lewat pemakaian pakakain adat suku Sabu dalam proses perkawinan kenoto
yakni laki-laki menggunakan selimut dan perempuan sarung (semua yang datang
mengikuti acara wajib).47
Keberadaan Perkawinan Kenoto dalam Agama
Perkawinan kenoto sering didahulukan daripada perkawinan gerejawi hal ini
mengingat tradisi yang sudah berlangsung pada zaman dahulu. Perkawinan Kenoto
45
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita. Hasil Wawancara dengan Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 46
Hasil Wawancara dengan Pasangan Nikah Melki F Ratu Djara dan Belandina W. Molawahi, 02 April 2019 pukul 19.10 Wita dan dilengkapi dengan Hasil Wawancara dengan Pasangan Nikah Nimron Banu dan Yublina Bunga, 02 April 2019 pukul 19.55 Wita 47
Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita
16
menunjukkan harga diri dari seorang perempuan artinya ketika pihak laki-laki mau
ambil untuk keluar dari dalam rumah orang tua perempuan memang nilai seorang
perempuan tidak ditentukan dengan apa yang dibawa oleh mempelai laki-laki, tetapi
dapat menghormati adat istiadat yang belaku karena perempuan lahir dari adat. Oleh
karena itu adat sangat penting. Tetapi disatu sisi perkawinan Kenoto selalu
melibatkan Gereja. Kenoto dan Agama tidak pernah berjalan sendiri lewat doa
maupun ibadah (adat dan gereja berjalan bersamaan). Disatu sisi Perkawinan Kenoto
juga berbicara tentang hukum kasih sama seperti Agama berbicara tentang hukum
kasih48
.
ANALISA
Adat
Adat berfungsi sebagai hukum yang merupakan tata tertib setiap sikap,
tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam hidup bermasyarakat dan hubungan
dengan alam. Dalam bagian landasan teori dijelaskan bahwa adat senantiasa
menebal dan menipis, dalam padangan Jemaat Ruba Deo Sabu adat adalah sama
dengan aturan-aturan keagamaan, dimana hukum adat sama dengan hukum agama,
keduanya dapat dibedakan tetapi tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Mengiris
tuak dengan melanggar adat, membunuh, mencuri, berzinah, merampas hak milik
orang lain yang dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum adat istiadat
yang berlaku di masyarakat suku Sabu, sebaliknya, melaksanakan tugas dan
kewajiban sesuai adat yang berlaku ialah menghormati orangtua, memelihara janda,
yatim piatu dipandang sebagai perbuatan yang memelihara hukum adat. Bagi Jemaat
Ruba Deo Sabu memahami atau taat kepada adat ada pahalanya baik bagi pribadi
maupun bagi masyarakat luas yang dimana kehidupan mereka akan bebas dari
segala bencana dan sakit penyakit bahkan kehidupannya akan diliputi dengan
ketenangan49
. Dengan demikian adat dikatakan tebal jia segala peraturan dan
ketentuan dilakukan dengan baik dan terus-menerus dijaga bahkan di lestarikan
48
Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama Pdt. Lefrodia Hadjoh, S.Th, Rabu 03 April 2019 pukul 19.00 Wita dan dilengkapi dengan Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama Pdt. Em. Banni Hede Wata, S.Th, 31 Maret 2019, pukul 12.00 Wita 49
Lihat hasil penelitian tentang asal mula perkawinan kenoto hal. 13
17
sedangkan menepis berarti adat itu hanya dijadikan lambang saja tidak dapat dikhayati
atau diteruskan bahkan dijaga dan dirawat.
Unsur-unsur terciptanya adat dilakukan terus menerus, Perkawinan kenoto
menjadi satu keistimewaan dalam masyarakat suku Sabu yang dimana
mempertahankan sesuatu ketentuan secara turun-temurun50
. Ketentuan yang dimaksud
yaitu suatu pengarisan yang menuruti keturunan dari generasi ke generasi, ketentuan
itu berlaku dengan sendirinya dan bersifat otomatis. Ketentuan yang terjadi pada
masyarakat suku Sabu terkhususnya Jemaat Ruba Deo Sabu ialah Udu (mengikuti
garis bapak) dan Hubi (mengikuti garis ibu).51
Unsur yang lain dalam adat sehingga terciptanya dengan baik ialah adanya
dimensi waktu yang panjang, dalam masyarakat suku Sabu terkhususnya Jemaat Ruba
Deo Sabu perkawinan kenoto bukan hanya terjadi sementara tetapi dibutuhkan waktu
yang sangat panjang terlihat dari proses atau syarat-syarat yang wajib dilakukan
pasangan nikah, disini pasangan nikah bersama orang tua masing-masing harus tetap
mengikuti segala yang sudah ditetapkan para leluhur dan tidak boleh ada ketimpangan
satu sama lain segala tahap dan proses harus ada dan wajib dilakukan agar dapat
diterima dengan baik.52
Dalam bagian landasan teori dijelaskan bahwa adat mempunyai ikatan dan
pengaruh yang kuat dalam masyarakat hal ini terlihat jelas dalam perkawinan kenoto.
Kenoto adalah adat perkawinan dalam suku Sabu dan kenoto menjadi sesuatu yang
diharuskan atau diwajibkan. Sebelum pernikahan secara Gerejawi dan pencatatan
Sipil dilakukan Perkawinan adat yakni Kenoto harus lebih dulu dilaksanakan53
. Di sini
keterikatan masyarakat suku Sabu terhadap perkawinan Kenoto sudah begitu kental
alias sudah mendarah daging. Orang tidak rela akan menikahkan saja anaknya
sebelum melakukan kenoto, karena itu tidak dapat dihindari banyak keluarga-keluarga
meski sudah punya anak bahkan sudah punya cucu yang belum menikah secara
Gerejawi/agama dan di Catat nikahnya di Pencatat Sipil.
50
Lihat hasil penelitian tentang asal mula perkawinan kenoto hal. 13 51
Lihat hasil penelitian tentang aturan-aturan perkawinan kenoto hal. 14 52
Lihat hasil penelitian syarat-syarat yang wajib dilakukan pasangan nikah hal. 13 53
Lihat hasil penelitian keberadaan perkawinan kenoto dalam Agama hal. 16
18
Simbol
Dalam bagian landasan teori telah dijelaskan bahwa kenoto terbuat dari tempat
sirih pinang yang terbuat dari daun lontar dan khusus dipakai oleh kaum pria. Dengan
demikian kenoto merupakan sebuah simbol yang ada dalam kebudayaan suku Sabu
bahkan bisa dikatan bahwa kenoto merupakan simbol identitas masyarakat suku Sabu.
Kenoto sebagai simbol itu diadakan tidak sekedar sebagai suatu tempat yang
disiapkan khusus untuk maksud sebuah perkawinan adat dengan berisi berbagai jenis
benda seperti uang, emas, sirih pinang dan tembakau, akan tetapi sebagai ciri khas
adat masyarakat Sabu.54
Simbol memiliki hubungan yang erat sehingga manusia dapat dikatakan
sebagai mahkluk bersimbol, Ciri khas itulah sebagai simbol yang hanya melekat pada
warga jemaat Ruba Deo Sabu saja terkhususnya suku Sabu, suku lain bahkan tidak
didengar adanya Kenoto. Mungkin ada bentuk isi dan sifatnya hampir sama, namun
nama atau istilahnya tidak sama. Di satu sisi kenoto mengandung pernyataan luhur
dari mempelai laki-laki kepada keluarga perempuan yaitu bahwa perkawinan yang
terbentuk dengan melalui kenoto sekaligus mengikrarkan terciptanya sebuah ikatan
keluarga baru yang berasal dari dua keluarga besar dan bahwa dengan terciptanya
keluarga baru yang bersifat permanen itu akan muncul generasi-generasi penerus
keturunan.
Simbol bersifat figuratif daya kekuatan yang melekat, perkawinan kenoto
sangat jelas terlihat kenoto yang dibawa harus lengkap dan sudah menjadi harga mati
lewat berbagai kesepakatan yang telah disepakati bersama, hal ini menjadi tanda
bahwa jika sesuatu yang dilanggar atau tidak dipenuhi maka ada dampak yang sangat
fatal, bisa saja perkawinan kenoto tidak akan dilaksanakan atau ditunda sementara
waktu untuk melekapi isi dari kenoto tersebut.55
Selain status kedudukan dan penerimaan keluarga, ada juga nilai ekonomi
yang berperan penting di dalam perkawinan kenoto bagaimana keluarga menutupi
mahalnya sebuah permintaan dari keluarga mempelai perempuan serta peran serta
54
Lihat hasil penelitian Syarat-syarat yang wajib dilakukan pasangan nikah. Hal. 13 55
Lihat hasil penelitian aturan-aturan dalam perkawinan kenoto hal. 14
19
dalam menyanggupi perkawinan kenoto, di sini terlihat jelas bahwa perkawinan
kenoto yang terjadi di kalangan masyarakat Sabu terkhususnya Jemaat Ruba Deo
Sabu keluarga besar sangat berperan aktif, hal ini terlihat bahwa keluarga tidak
meninggalkan begitu saja tetapi terlibat langsung meringankan beban dari orang tua
mempelai laki-laki. Keikutsertaan keluarga yang lain menambah kepercayaan bahwa
perkawinan kenoto dapat menyatuhkan berbagai keluarga.56
Perkawinan
Hal yang terlihat jelas dalam perkawinan kenoto di kalangan Jemaat Ruba Deo
Sabu tidaklah sederhana untuk dilaksanakan karena harus melalui proses yang
panjang, melibatkan seluruh anggota keluarga baik tahap perkenalan, maupun sampai
pada tahap perkawinan kenoto, perkawinan kenoto mempunyai makna yang penting
untuk menjalin relasi antara laki-laki dan perempuan yang merupakan pola hidup
masyarkat turun-temurun supaya kehidupan berlangsung aman, tentram dan lancar.57
Ikatan lahir batin dalam suatu perkawinan sangat jelas terlihat dalam
Perkawinan kenoto, kenoto memiliki sebuah kesakralan lewat sebuah janji tetapi disini
jelas terlihat bahwa ikatan lahir batin yang dijelakan dalam bagian landasan teori tidak
selamanya menjadi ketetapan atau jaminan sebuah pernikahan yang langgeng dan
harmonis jika sejalan tetapi yang terlihat dalam Perkawinan kenoto, kenoto bukan
merupakan jaminan pasangan nikah untuk tetap bertahan dari hasil observasi yang
dilakukan beberapa narasumber meyakini bahwa keutuhan dalam keluarga dapat
bertahan ialah timbul rasa kasih sayang, menghargai satu sama lain dan tidak ada
penindasaan dalam keluarga maka keluarga tersebut akan tetap aman tetapi jika
berbanding terbalik maka kelangsungan berumah tangga akan dengan sendirinya akan
berpisah satu sama lain, hal ini membuktikan bahwa perkawinan kenoto tidak
selamanya akan membuat orang rasa aman tetapi juga lewat kepribadian masing-
masing individu perkawinan kenoto bisa saja menjamin untuk terjadinya perceraian.58
Lewat perkawinan kenoto ada beberapa nilai-nilai moral yang ingin disampaikan,
56
Lihat hasil penelitian perkawinan kenoto menjaga relasi dalam keluarga. Hal. 15 57
lihat hasil penelitian syarat-syarat yang wajib dilakukan pasangan nikah. Hal. 13 58
Lihat hasil penelitian perkawinan kenoto bukan merupakan jaminan pasangan nikah tetap bertahan. Hal. 14
20
antara lain, nilai kebersamaan, persaudaraan, sopan santun, penghormatan terhadap
orang tua, dan perkawinan Kenoto disatu sisi tidak bertentangan dengan Alkitab
(penghormatan terhadap perempuan).59
Teori Tindakan Sosial Max Weber : Tindakan Tradisional dan Rasionalitas
Nilai
Penelitian pada tradisi perkawinan kenoto ini termasuk suatu kejadian yang
sudah terjadi turun-temurun. Akan tetapi dalam serangkaian acara perkawinan
kenoto tersebut mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih
memahami secara komprehensif, analisa ini akan memberikan jawaban melalui
pemahaman tipikal teori tindakan sosial Weber, yang cocok atau yang dipakai dalam
perkawinan kenoto yakni Tindakan Tradisional dan Rasionalitas Nilai.
Tindakan Tradisional, menurut teori ini semua tindakan ditentukan oleh
kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar secara turun-temurun dan tetap
dilestarikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dalam tradisi warga
Jemaat Ruba Deo Sabu secara umumnya masyarakat suku Sabu, memang menaruh
perhatian besar dalam menjaga tradisi, terutama menjaga tradisi yang telah
diwariskan dari para nenek moyang yang telah berperan besar bagi perekmbangan
adat istiadat suku Sabu sendiri sampai saat ini. Melestarikan apa yang telah
dilakukan para nenek moyang dahulu merupakan suatu hal yang penting, karena di
situ ada nilai-nilai historis yang bisa diambil dan dijadikan sebagai nilai moral untuk
diterapkan oleh generasi sekarang dan yang akan datang.60
Warga Jemaat Ruba Deo Sabu sendiri, upaya menjaga tradisi sudah banyak
dilakukan agar tetap memegang teguh warisan dan tradisi dari para nenek moyang.
Dalam konteks perkawinan Kenoto, kita dapat melihat bagaimana upaya yang
dilakukan oleh masyarakat suku Sabu untuk tetap melestarikan tradisi-tradisi yang
sudah ada sebelumnya, karena didalam perkawinan kenoto sendiri penghormatan
terhadap perempuan merupakan suatu hal yang dianggap penting dan sangat bernilai
59
Lihat hasil penelitian keberadaan kenoto dalam agama. Hal. 16 60
Lihat hasil penelitian asal mula perkawinan kenoto hal. 13
21
tinggi.61
Dengan melakukan analisis terhadap tradisi perkawinan kenoto
mengunakan teori tindakan tradisonal Weber, kita akan mengetahui secara
komprehensif mengenai motif dan tujuan yang dilakukan oleh Warga Jemaat Ruba
Deo Sabu sendiri melakukan perkawinan kenoto, yaitu ingin menjaga dan
melestarikan tradisi yang sudah dilakukan secara turun-temurun oleh para leluhur
mereka.
Di sisi lain tipe teori tindakan sosial yang bisa digunakan untuk menjawab
kebutuhan yang terjadi pada perkawinan kenoto ialah teori tindakan Rasionalitas
Nilai, menurut teori ini, tindakan yang dilakukan didasarkan pada nilai-nilai yang
bisa diperoleh dari para pelaku yang ikut membuat kegiatan-kegiatan perkawinan
tersebut. Dalam artian, nilai yang ingin mereka cari seperti kebersamaan, sopan
santun, berkah dan hidup tentram dan lain sebagainya yang dimana ketika mereka
melakukan sebuah tindakan.62
Dalam kontes ini, nilai menjadi dasar penting yang
ingin didapatkan oleh para pelaku atau pembuat tradisi. Menurut hasil wawancara,
dalam tradisi perkawinan kenoto yang dilakukan oleh Warga Jemaat Ruba Deo Sabu
yaitu sebagai upaya untuk meniru perilaku para leluhur yang dengan setia menjaga
nilai-nilai yang terkandung dalam perkawinanj kenoto agar tidak luntur begitu saja
tertapi mendarah daging sampai pada anak cucu mereka.
Dalam konteks ini perilaku para leluhur nenek moyang masyarakat suku Sabu
menjadi model atau nilai bagi para pelaku tradisi dan menjadi sesuatu yang mereka
kagumi sampai saat ini. Dengan demikian mereka ingin mewujudkanya dan terus
melestarikannya dengan meniru segala bentuk kegiatan-kegiatan model perkawinan
kenoto. Dalam konteks ini, yang mereka kerjakan ialah dengan melaksanakan tradisi
perkawinan kenoto secara benar meskipun banyak mengalami perubahan yang di
mana hal itu juga telah dilakukan oleh para leluhur suku Sabu.
Selain mengikuti dari tradisi-tradisi yang telah dilakukan oleh para leluhur,
yakni tentang perkawinan kenoto, warga Jemaat Ruba Deo Sabu secara umum
masyarakat suku Sabu juga meresepsi nilai-nilai untuk mengikuti para leluhur atau
61
Lihat hasil penelitian keberadaan kenoto dalam agama. Hal. 16 62
Lihat hasil penelitian nilai-nilai moral dalam perkawinan kenoto hal. 16
22
nenek moyang mereka yang terlihat dari perilaku maupun kebiasaan yang dilakukan
oleh para leluhur, seperti cara berbicara, cara bertatakrama, cara berpakaian
(menggunakan selimut untuk laki-laki dan sarung untuk perempuan)ketika mengikuti
proses perkawinan kenoto yang terjadi dikalangan masyarakat suku Sabu.63
Dengan menggunakan teori tindakan Rasionalitas Nilai Max Weber, kita bisa
mendapatkan atau mengetahui apa yang dilakukan oleh Warga Jemaat Ruba Deo
Sabu atau masyarkat suku Sabu sendiri yaitu ingin mengambil nilai-nilai seperti nilai
kebersamaan atau kekeluargaan, nilai sopan santun, hikmah dan menjaga tradisi dari
para leluhur. Selain itu juga nilai-nilai untuk meniru para leluhur juga tercermin dari
perilaku atau kebiasaan yang dilakukan, seperti menggunakan pakaian yang serba
tenunan sendiri seperti Selimut untuk laki-laki dan Sarung untuk kaum perempuan.
Disinilah terlihat jika sebuah nilai memiliki peran penting sebagai pengikat para
pelaku tradisi tersebut untuk senantiasa menjaga, merawat dan melestarikannya.
Kesimpulan
Pengutmaan perkawinan kenoto di warga Jemaat Ruba Deo Sabu dan secara
umum masyarakat suku Sabu, sudah mendarah daging dan merupakan sebuah tradisi
atau peninggalan dari para leluhur yang tidak bisa ditiadakan sampai saat ini.
Perkawinan kenoto sejauh ini tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran keagamaan,
salah satu contoh ajaran keagaaman yaitu tentang kasih. Di dalam perkawinan kenoto
hukum kasih menjadi dasar dan pegangan masyarakat suku Sabu karena wujud dari
kasih ialah bentuk kebersamaan, menyanyangi dan menghargai sesama manusia,
disatu sisi perkawinan kenoto tidak bertentangan dengan Alkitab, di dalam Alkitab
mengajarkan tentang persembahan dan penghormatan terhadap orang tua begitu
sebaliknya dengan perkawinan kenoto banyak nilai-nilai moral yang terkandung
dalam perkawinan kenoto.
Perkawinan kenoto jika dilihat dari perspektif tindakan sosial Max Weber
yaitu dengan menggunakan tipe Tindakan Tradisional dan Rasionalitas nilai, yang
dimana menurut teori ini semua tindakan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang
sudah mengakar secara turun-temurun dan tetap dilestarikan dari satu generasi ke
63
Lihat hasil penelitian nilai-nilai moral dalam perkawinan kenoto hal. 16
23
generasi. Sehingga dengan demikian warga Jemaat Ruba Deo Sabu secara umumnya
masyarakat suku Sabu, memang menaruh perhatian besar dalam menjaga tradisi,
terutama menjaga tradisi yang telah diwariskan dari para nenek moyang yang telah
berperan besar bagi perkembangan adat istiadat suku Sabu sendiri sampai saat ini.
Saran
Guna melengkapi nilai dan maaf dari penelitian ini, maka dipandang perlu
ditambahkan saran-saran sebagai berikut:
1. Perkawinaan kenoto merupakan suatu kewajiban bagi masyarakat suku Sabu
secara menyeluruh untuk tetap dipelihara serta terus dilestarikan karena dari
perkawinan kenoto muncul suatu karakter yang pantas diketahui oleh
masyarakat luas.
2. Gereja: kepada Gereja untuk terus melihat kenoto sebagai lambang persatuan
dan kesatuan dan tidak memvonis perkawinanan kenoto sebagai sesuatu
yang bertentangan dengan ajaran keagamaan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J.L. Ch. 1983. Perkawinan (persiapan, persoalan-persoalan dan
pembinaanya). Jakarta. BPK Gunung Mulia.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.
Atardi, I Ketut. 1987. Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya Dilengkapi
Yurisprudensi. Denpasar. Setia Lawan.
Bakker, J.W.M. 1986. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta. Kanisius.
Bushar, Muhammad. 1997. Asas-asas Hukum Adat. Jakarta. Pradnya Paramita.
Djara, Julius. 2010, Kenoto Dalam Perkawinan Adat Sabu. Semarang. Arta Media
Group
Data Statistik Jemaat Ruba Deo Sabu Tahun 2018, Akses 03 April 2019, pukul
18.00
Dillistone, F. W. 2002. The Power Of Symbol. Yogyakarta. Kanisius.
Faisal, Sanapiah. 2007. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta. PT
RajaGrafindo Persada.
Giddens, Anthony, Daniel Bell and Michael Forse. 2004. Sosiologi Sejarah dab
Berbagai Pemikirannya. Yogyakarta. Kreasi Wacana.
Herusatoto, Budiono. 1984. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta. PT
Hanindita.
Jones, Pip. 2009. Pengatar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga
Post-modernisme. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Masinambow, E.K.M. 1997. Koentjanigrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta.
Yayasan Obor Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatf . Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Saleh, K. Wantjik. 2000. Hukum Perkawianan Indonesia. Jakarta. Ghalia
Indonesia.
Subeki, R dan Tjitrosudibio. 1974. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Jakarta. Pradnya Paramitha.
25
Subagyo, Joko. 2011. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta.
Rineka Cipta.
Turner, Bryan. S. 2012. Teori Sosial dari Klasik Sampai Postmodern. Yogyakarta.
Pustaka Belajar.
Wazer, Michael H, Arief Sadiman dan Paul L. Wienir. 1986. Metode dan Analisis
Penelitian : Mencari Hubungan jilid 1. Jakarta. Erlangga.
WEBSITE
https://www.statistikian.com/2017/06/penjelasan-teknik-
purposivesampling.html/amp/. Akses 12-02-19. 12.00 WIB
Yunita wadu, Kebudayaan Sabu, http://yunita-wadu.blogspot.com. Akses 07-01-19,
20.00 WIB.
JURNAL
Jurnal Romi Adi Kurnia Bangngu Sikap GKS Jemaat Kambaniru Terhadap Makna
Tradisi Kenoto Ditinjau dari Teori Mas Kawin. Fakultas Teologi UKSW
2015.
WAWANCARA
Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita.
Ibu. Pdt. Em. Banni Hede Wata, S.Th, 31 Maret 2019, pukul 12.00 Wita.
Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita.
Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita.
Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita.
Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita.
Bapak Melki F Ratu Djara dan Ibu. Belandina W. Molawahi, 02 April 2019 pukul
19.10 Wita.
Bapak Nimron Banu dan Ibu. Yublina Bunga, 02 April 2019 pukul 19.55 Wita.
Ibu. Pdt. Lefrodia Hadjoh, S.Th, Rabu 03 April 2019 pukul 19.00 Wita.