Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana SALATIGA … · 2020. 10. 23. · 6. Terimakasih...
Transcript of Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana SALATIGA … · 2020. 10. 23. · 6. Terimakasih...
i
Kajian Teologis terhadap Makna dan Peran Doa menurut Jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem dalam Konteks Erupsi Gunung SinabungOleh:
Monica Seles Br Purba
712015015
Tugas Akhir
Diajukan kepada Program Studi Teologi guna memenuhi sebagian dari
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang
Teologi (S. Si. Teol)
Program Studi Ilmu Teologi
Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
Motto
“Tidak ada pekerjaan di dunia ini yang dapat selesai, tanpa
dikerjakan dan diperjuangkan. Maka selesaikanlah segala
pekerjaan dan tanggung jawab di dunia ini selagi ada waktu
dan kesempatan”
“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia”
Kolose 3:23
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus
karena atas berkat dan anugrahNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas
akhir ini. Syukur kembali penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
penyertaan, anugrah, serta bimbingannya yang telah menuntun penulis hinga
sampai ke pengunjung dari masa perkuliahan di Fakultas Teologi Universitas
Kristen Satya Wacana.
Penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam
mencapai gelar sarjana dalam bidang ilmu Teologi (S.Si. Teol). Tugas akhir ini
berisi tentang analisa Kajian Teologis terhadap Makna dan Peran menurut Jemaat
GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam Konteks Erupsi Gunung Sinabung.
Harapan penulis, kiranya tugas akhir ini dapat bermanfaat dalam memperkaya
bahan kepustakaan Universitas Kristen Satya Wacana dan kiranya tugas akhir ini
dapat meningkatan pemahaman serta menambah wawasan jemaat tentang hal ini.
Penulis juga tidak menutup kemungkinan adanya pihak yang ingin melanjutkan
penelitian lebih mendalam tentang hal ini.
Penulis mengakui sebagai manusia biasa yang memiliki banyak
kekurangan dan keterbatasan yang memungkinkan adanya kekurangan dalam
rangkaian penulisan tugas ahir ini. oleh karena itu, penulis meminta maaf kepada
semua piak yang membaca atau terlibat dalam penulisan jika terdapat kesalahan
dalam penulisan tugas akhir ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam membantu penulis ketika menyusun tugas akhir ini hingga
pada akhirnya terselesaikan dengan baik.
1. Terimakasih kepada Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan Pdt.
Cindy Q. Koan selaku dosen pembimbing penulis, yang telah
meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan juga memvasilitasi buku-buku
untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikann tugas akhir ini.
2. Terima kasih kepada Dekan, Kaprogdi, Wali Studi, Panitia Tugas
Akhir dan seluruh Dosen, serta staff Fakultas Teologi Universitas
Kristen Satya Wacana yang telah membantu penulis dari awal
perkuliahan hingga pada penulisan tugas akhir ini.
3. Terimakasih kepada BPMF dan Senat Mahasiswa Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana yang telah membantu penulis dalam
menjalani proses perkuliahan hingga selesai.
4. Terimakasih kepada Pdt. Roky Tarigan besertas seluruh keluarga, dan
Pt. Mbiri Sembiring beserta keluarga yang telah meluangkan waktu
viii
dan pikiran untuk membantu penulis mendapatkan informasi seputar
penelitian ini. Tuhan Yesus memberkati tugas dan pelayanan.
5. Terimakasih kepada seluruh informan, Pt. Mbiri Sembiring, Dk.
Nande Dandy Br Sembiring, Dk. Em. Nande Dat Malem Br
Sembiring, Dk. Nande Putra Br Ginting, Ina Surabina Br Sembiring,
Ita Br Sitepu, Nande Anisa Br , Nande Santi Br Sitepu, Bapak Santi
Ginting, Pdt. Roky Tarigan, Fatma Br Sitepu, dan Ribu Febri.
Terimakasih telah meluangkan waktu dan pikiran, serta membagi
pengalaman bagi penulis, sehingga penelitian ini dapat terlaksana
hingga selesai.
6. Terimakasih untuk Bapak Josua Purba dan Ibu Sarinah Br Sembiring,
S. Pd yang telah memberikan seluruh cinta dan kasih sayangnya yang
selalu memberikan motivasi, semangat, nasehat, dan dukungan bagi
penulis baik dari segi moril maupun materil, sehinngga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan dan penulisan tugas akhir dengan baik.
Kiranya Tuhan Yesus selalu memberkati kehidupan kedepannya.
7. Terimaksih atas dukungan dari Keluarga Sembiring Gurky dan
Keluarga Purba
8. yaitu, Nini Karo, seluruh Mama dan Mami serta Bibi, Bapak Uda,
Kila, Kakak, Abang dan Adik-adik yang selalu membantu dan
memberi semanagat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan
pendidikan dengan baik. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
9. Terimakasih kepada Keluarga Bapak Nasional Barus yang telah
menerima penulis di tengah-tengah keluarga dalam menjalani proses
PPL X di GBKP Runggun Paribun. Kiranya Tuhan Yesus membalas
kebaikan dan pelayanannya, Tuhan Yesus memberkati.
10. Terimakasih kepada Pdt. Elfriend Sitompul beserta keluarga telah
menjadi Super visior lapangan PPL I-VIII di GKMI Siloam. Nasehat
dan didikan yang diberikan membuat penulis dapat menyelesaikan
proses pendidikan dengan baik.
11. Terimakasih kepada Pdt. Yane Br Tarigan sebagai Super Visior
Lapangan PPL X di GBKP Runggun Paribun.
12. Terimakasih untuk teman-teman Fakultas Teologi angkatan 2015 dan
Teologi Karo angkatan 2015 yang telah menemani penulis dalam
proses perkuliahan. Canda dan tawa kalian sangat memotivasi penulis
dalam proses penyelesaian perkuliahan ini. tuhan memberkati kalian
semua.
13. Terimakasih untuk Allan Anderson Sembiring yang telah menemani
penulis dari awal perkuliahan hingga selesai. Semoga Tuhan membalas
segala kebaikan, kasih sayang dan memberkati kehidupan dalam
segala sisi.
ix
14. Terimakasih kepada teman-teman Yesi, Dia Junita, Sari, Widya, Dwi
Purba, Endamya Barus yang selalu menjadi tempat penulis bercerita
dalam mengahadapai berbagai masalah dalam masa perkuliahan
hingga selesai. Terimakasih juga untuk semua nasehat, semangat dan
motivasi kalian. Tuhan memberkati kalian semua.
15. Terimakasih untuk Keluarga Permata GBKP Salatiga, Keluarga
Bajem USA, dan Keluarga IGMK Salatiga yang telah menjadi tempat
penulis mendapatkan canda tawa. Kiranya Tuhan memberkati kalian
semua dan semoga organisasi ini semakin maju kedepannya.
16. Terimakasih untuk semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
demi satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas
akhir ini. Tuhan memberkati kalian semua.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
LEMBAR PEGESAHAN ................................................................................................... ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ...................................................................................iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................................................. v
Motto ..................................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii
ABSTRAK........................................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1
II. LANDASAN TEORI ............................................................................................ 7
Teori DOA ...................................................................................................................... 7
Alasan Manusia Berdoa .................................................................................................. 9
Makna Doa .................................................................................................................... 10
Peran Doa ...................................................................................................................... 10
Bencana Alam ............................................................................................................... 10
Paradigma Manusia akan Bencana Alam ...................................................................... 12
Doa dalam Konteks Bencana Alam .............................................................................. 13
III. Data Penelitian .................................................................................................... 14
Gambaran GBKP Runggun Bakerah-Simacem Sebelum Terjadi Erupsi Gunung
Sinabung ....................................................................................................................... 14
Makna Erupsi dan Dampak yang dirasakan menurut Jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem ........................................................................................................................ 16
Makna dan Peran Gereja Menurut Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem .......... 18
Makna dan Peran Doa Bagi Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem ..................... 19
Kehidupan Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem Pasca Bencana Erupsi ........... 22
IV. PEMBAHASAN ......................................................................................................... 25
Makna Teologis Bencana Erupsi Gunung Sinabung bagi Jemaat GBKP Runggun
Bakerah-Simacem ......................................................................................................... 25
xi
Kajian Teologis terhadap Makna dan Peran Doa Bagi Jemaat GBKP Runggun
Bakerah-Simacem ......................................................................................................... 27
V. PENUTUP .................................................................................................................... 29
Kesimpulan ................................................................................................................... 29
Saran ............................................................................................................................. 30
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 31
xii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna dan peran doa bagi jemaat
GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam konteks bencana erupsi Gunung
Sinabung. Dengan menganalisis pengalaman jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem maka dapat diketahui bagaimana pergeseran makna doa menurut jemaat
ketika berada dalam perbedaan situasi kehidupan, sebelum terjadi bencana, saat
terjadi bencana dan sampai di daerah relokasi Siosar. Teori yang digunakan dalam
penulisan ini adalah teori doa, teori bencana alam dan teori doa dalam bencana.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan pemahaman tentang makna dan peran doa menurut refleksi iman
warga jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam konteks erupsi Gunung
Sinabung dan juga menjelaskan peran doa tersebut berguna dalam proses
pemulihan dalam konteks pasca bencana alam erupsi Gunung Sinabung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, jemaat GBKP Runggun Bakerah Simacem
memiliki banyak pandangan akan erupsi Gunung Sinabung. Sebagian jemaat
berpendapat bahwa erupsi terjadi karena adanya teguran dari Allah karena
banyaknya kesalahan yang dilakukan manusia ketika hidup di bawah Gunung
Sinabung, tetapi sebagian jemaat berpikir bahwa erupsi adalah peristiwa alamiah
Gunung Sinabung. Perbedaan dari pandangan tersebut juga dipengaruhi dari
tingkat pendidikan jemaat, tetapi pada akhirnya jemaat mampu menerima bahwa
erupsi adalah peristiwa alamiah Gunung Sinabung. Berada dalam perubahan
situasi kehidupan pada jemaat, seperti misalnya sebelum terjadi erupsi, saat
erupsi, dan setelah berada di daerah relokasi Siosar, menyadarkan jemaat bahwa
doa sebagai sarana komunikasi jemaat dengan Allah. Dalam doa jemaat
menyampaikan isi hatinya baik. Perbedaan situasi kehidupan tersebut juga
membuat spiritualitas dalam doa jemaat berubah-ubah. Terkadang berada dalam
situasi bencana membuat jemaat semakin kuat, namun ada juga jemaat yang
semakin lemah dalam doa dan berbagai kegiatan gereja. Spiritualitas jemaat
bergantung bagaimana konsistensi jemaat menjalin hubungan dengan Allah segala
situasi kehidupan.
Kata Kunci: Makna dan Peran Doa, bencana erupsi Gunung Sinabung.
1
I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Fokus dalam penelitian ini adalah meneliti makna dan peran doa dalam
konteks bencana alam. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa yang disebabkan oleh alam.1 Bencana alam yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah erupsi Gunung Sinabung. Gunung Sinabung adalah salah
satu gunung berapi yang ada di Indonesia, tepatnya di Dataran Tinggi di wilayah
Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Koordinat puncak gunung Sinabung
adalah 3º10’12” Lintang Utara dan 98º23’31” Bujur Timur dengan tinggi puncak
2.460 mdpl yang merupakan puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung
Sinabung belum pernah meletus sejak tahun 1600, tetapi kemudian aktif kembali
dan mengalami erupsi pada Agustus 2010. 2
Pada dasarnya penyebab terjadinya bencana letusan gunung berapi
bukanlah karena kesalahan masyarakat yang bertempat tinggal dekat gunung
tersebut, walaupun beberapa cerita yang berkembang di masyarakat, kemungkinan
juga penyebab terjadinya bencana letusan gunung berapi terjadi karena kesalahan-
kesalahan yang dilakukan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar
gunung kepada roh-roh yang ada dalam gunung tersebut. Penyebab terjadinya
letusan gunung berapi adalah pancaran magma dari dalam bumi yang berasosiasi
dengan arus konveksi panas, proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan
lempeng/kulit bumi, akumulasi tekanan dan temperatur dari fluida magma yang
menimbulkan pelepasan energi. 3
Warga masyarakat yang berada di sekitar Gunung Sinabung sudah
mengalami erupsi selama kurang lebih delapan tahun lamanya. Bencana alam
tersebut dimulai dari pada Agustus 2010, walaupun ada beberapa waktu aktivitas
gunung sempat berhenti, dan di tahun 2013 erupsi lagi. Namun beberapa tahun
1 Presiden Republik Indonesia, dkk, “Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana”, diakses 25 januari 2019, pukul 21.00 WIB,
https://www.bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf . 2 Bella Pebriyani Panjaitan, “Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi Dan
Harga Buah Dan Sayuran Di Kabupaten Karo”, diakses 26 januari 2019, pukul 8. 20 WIB,
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/viewFile/17493/7426. 3 Nurjanah, dkk,”Manajemen Bencana” (Bandung: Alfabeta Bandung, 2012), 30.
2
belakangan ini Gunung Sinabung kembali aktif, sehingga membangkitkan
kembali penderitaan-penderitaan masyarakat sekitar yang berada di daerah
Gunung Sinabung. Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami mencakup pada
semua aspek kehidupan, seperti mereka kehilangan nyawa, kehilangan anggota
keluarga, kehilangan harta benda, kehilangan tempat tinggal, dan harus
meninggalkan tempat tinggalnya untuk mengungsi dengan waktu yang tidak pasti.
Ketidakpastian waktu berakhirnya bencana alam erupsi Gunung Sinabung
tentunya juga membawa penderitaan bagi warga jemaat GBKP yang bertempat
tinggal di bawah gunung Sinabung, khususnya kepada jemaat GBKP Runggun
Bakerah-Simacem. Runggun Bakerah-Simacem adalah salah satu jemaat GBKP
yang dasarnya berasal dari Desa Bakerah dan Desa Simacem yang berada di
Kecamatan Naman Teran, Tanah Karo yang berjarak 1-1,5 km dari Gunung
Sinabung. Dampak erupsi Gunung Sinabung yang dirasakan jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem sangat melekat dalam kehidupannya. Hal ini dapat
dilihat dari desa asal mereka memang benar-benar tidak dapat dihuni lagi.
Berada dalam situasi erupsi Gunung Sinabung, warga jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem tentunya memiliki pergumulan iman tersendiri.
Sebagai manusia, warga jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem tentunya
memiliki beberapa kebutuhan dalam menjalani kehidupannya untuk dapat
mengatasi pergumulan dalam kehidupan dan iman yang mereka hadapi, yaitu
yang digolongkan dalam kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan rohani sering
sekali diidentikkan pada kebutuhan yang berhubungan dengan Sang Ilahi dan
berhubungan juga dengan batin yang harus dipenuhi agar manusa dapat
menjalankan dan menikmati hidupnya. Kebutuhan rohani manusia kepada Sang
Ilahi sering dipenuhi dengan cara mendekatkan diri kepadaNya yaitu dengan
berhubungan dengan Allah atau menyadari kehadiran yang Ilahi dalam lingkup
kehidupan manusia.4
Peran doa menurut Todd Schave adalah sebagai sarana agar permohonan-
permohonan manusia diketahui Allah, lalu menyerahkan keputusan dan solusinya
4 Adolf Heuken SJ,”Spiritualitas Kristiani (Pemekaran hidup rohani selama dua puluh
abad)” (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002), 11-12.
3
kepada Allah sendiri. Dalam ilmu Teologi, doa berperan sebagai pengungkapan
iman, sehingga melalui doa sering kali memperlihatkan bagaimana iman
seseorang.5 Dalam situasi kehidupan yang sukacita kemungkinan akan mudah
untuk memperlihatkan refleksi iman yang baik, namun jika berada dalam situasi
kehidupan yang dukacita kemungkinan akan sulit merefleksikan doa sebagai
pengungkapan iman.
Seperti refleksi Bapak Pelawi seorang Panatua (Pertua dalam GBKP),
beberapa dari jemaat ketika sedang mengalami erupsi gunung Sinabung tidak
dapat merefleksikan iman mereka melalui doa. Menurutnya, beberapa dari jemaat
mengalami keputusasaan dalam berdoa pada saat terjadi erupsi Gunung Sinabung.
Jemaat tidak dapat menerima bencana tersebut sebagai sebuah peristiwa yang
harus diterima dan dilalui, tetapi jemaat menganggap bahwa bencana tersebut
adalah salah satu hukuman bagi mereka dan suatu peristiwa yang menunjukkan
ketidakadilan Tuhan dalam kehidupan mereka. Pemikiran tersebut akhirnya
memberikan dampak kepada kehidupan pelayanan gereja yang akhirnya tidak
dapat berjalan dengan baik, yaitu partisipasi jemaat terhadap kegiatan-kegiatan
gereja sangat menurun ketika dalam situasi erupsi gunung Sinabung, dalam situasi
pengungsian maupun sampai pada saat ini ketika berada di relokasi Siosar. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari jumlah kehadiran ibadah mereka hanya rata-rata 70-
85 orang perminggunya dari 224 jumlah jemaat yang ada.
Ketika mengungsi jemaat juga banyak mendapat pengaruh dari luar yang
memengaruhi pemahaman rohaninya, jemaat merasa kurang dilayani, dan kurang
diperhatikan. Namun beberapa di antara jemaat Runggun Bakerah-Simacem juga
ada yang menyadari bahwa berada dalam situasi erupsi gunung Sinabung
bukanlah suatu peristiwa yang menakutkan, tetapi sesuatu yang juga harus
disyukuri sebab gunung Sinabung juga merupakan ciptaan Tuhan dan di balik
peristiwa tersebut juga ada rencana Tuhan yang lebih baik bagi kehidupan
mereka.6 Ini merupakan hasil refleksi warga jemaat menurut pandangan Bapak
Pelawi yang selalu bersama-sama dengan jemaat. Bapak Pelawi menyimpulkan
bahwa tidak semua dapat merefleksikan doa sebagai pengungkapan iman dalam
5 Prof. Dr. Tom. Jacobs, SJ, “Teologi Doa” (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 105.
6 Pt. Mbiri Pelawi, (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 26 februari 2019).
4
situasi bencana alam erupsi gunung Sinabung, namun beberapa di antara jemaat
menyadari peristiwa bencana juga merupakan peristiwa alami dari alam yang
harus terjadi, tidak hanya dengan Gunung Sinabung, tetapi juga dengan semua
Gunung yang ada di dunia.
Pengalaman Nande Sophi yang merupakan jemaat GBKP Runggun
Bakerah-Simacem, doa memiliki makna dan peran penting dalam hidupnya. Doa
dapat memberi kelegaan dalam setiap pergumulan yang ia rasakan baik sebelum
terjadi bencana alam gunung Sinabung, saat terjadi bencana maupun sampai pada
saat sekarang ini. Namun ketika berada dalam keadaan erupsi gunung Sinabung
menurut Nande Sophi adanya pergeseran makna dan peran doa, ketika dalam
dirinya muncul ketakutan yang besar. Hal itu ia rasakan karena menurutnya itu
merupakan peristiwa yang baru ia rasakan dalam hidupnya dan mendatangkan
kekhawatiran akan kehidupannya dan keluarganya, sehingga doa yang ia
panjatkan kepada Allah jauh lebih memiliki makna. Doa menurutnya jauh lebih
dapat memberi kelegaaan dari rasa takut yang sedang ia rasakan dan berbeda
dengan makna doa yang ia rasakan ketika berasa dalam situasi kehidupan sebelum
terjadi erupsi gunung Sinabung.7
Menurut Pt. Pelawi sebelum bencana alam terjadi makna doa adalah
sebagai penopang kehidupannya. Melalui doanya ia merasa bahwa Tuhan
mengambil bagian dalam kehidupannya, memberkati kehidupannya dan
keluarganya, memberkati tanamannya, memberkati anak-anaknya yang berada
jauh dari dia dan segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya. Namun berada
dalam konteks erupsi Gunung Sinabung, makna dan peran doa yang ia rasakan
seakan lebih memberi peran penting yaitu doa memberikan penguatan iman dari
segala sesuatu baik dari ketakutannya dari bencana alam, memberikan keiklasan
dari banyaknya kerugian yang ia hadapi, memberikan ketenangan, dan kekuatan
dari berbagai permasalahan-permasalahan yang ada. Peran serta Tuhan begitu
penting dalam komunikasi yang ia lakukan melalui doa. Dari paparan refleksi
Nande Sophi dan Bapak Pelawi, dapat dilihat pengfungsian doa sebagai sarana
yang memperlengkapi kekurangan dan kebutuhan manusia. Dalam hal ini jelas
7 Nande Sophi (Guru), (Wawancara, pada tanggal 23 februari 2019).
5
bahwa di tengah kehilangan, keterbatasan, ketidakpastian bencana, Nande Sophi
dan Bapak Pelawi mampu mengalami kekuatan, keikhlasan, semangat, kelegaan
yang didapat dari berdoa.
Dengan demikian, mengacu pada penjelasan dua paragraf di atas, yakni
ungkapan refleksi Bapak Pelawi dan Nande Sophi dapat disimpulkan bahwa
dalam situasi bencana alam Gunung Sinabung, peran doa sangat penting. Doa
berfungsi memberikan rasa tenang, keikhlasan, penguatan, semangat, kelegaan
dan sebagainya. Begitu juga, doa menolong seseorang untuk menemukan makna
pembelajaran di balik bencana yang ia alami dan termasuk juga menemukan nilai-
nilai hikmat yang dapat terus diaplikasikan bahkan ketika bencana alam telah
berlalu. Hal tersebutlah yang membuat peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian. Peneliti memberi judul, “Kajian Teologis terhadap Peran Doa
menurut Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam Konteks Erupsi
Gunung Sinabung”.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas maka yang
menjadi pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana makna dan peran doa bagi jemaat GBKP Runggun
Bakerah-Simacem dalam konteks bencana erupsi Gunung Sinabung?
Bagaimana peran doa jemaat dalam proses pemulihan pada situasi
pasca bencana alam menurut jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemahaman
tentang makna dan peran doa menurut refleksi iman warga jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem dalam konteks bencana Erupsi Gunung Sinabung dan
juga menjelaskan peran doa tersebut berguna dalam proses pemulihan dalam
konteks pasca bencana erupsi Gunung Sinabung.
Penelitian ini memberikan dua manfaat yaitu secara teoritis dan secara
praktis. Secara teoritis manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah
sebagai sumber referensi bagi studi-studi yang dilakukan dalam waktu selanjutnya
yang berhubungan dengan peran doa dalam kehidupan iman manusia dan bencana
6
alam, sebagai sumber menulis karya ilmiah, dan dapat menjadi bahan tambahan
literatur Universitas Kristen Satya Wacana. Secara praktis manfaat yang dapat
diberikan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu warga jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem yang mengalami erupsi Gunung Sinabung agar dapat
merefleksikan kembali pemahaman tentang doa dalam situasi bencana alam untuk
dapat membentuk spiritualitas yang lebih baik dan menjadikan refleksi ini sebagai
alat untuk memberikan pemahaman baru akan doa dalam proses pemulihan pasca
bencana alam. Selain dari pada itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi GBKP
Runggun Bakerah-Simacem dan Sinode GBKP sebagai sumbangsih pemikiran
dalam melakukan pelayanan.
Metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan dalam
meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem
pemikiran atau suatu kelas peristiwa masa sekarang. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk menjelaskan sesuatu hal secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu di lapangan. 8
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan serangkaian
kegiatan atau proses menjaring informasi dari keadaan yang sewajarnya dalam
kehidupan suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari
sudut pandang teoritis maupun praktis. 9 Adapun teknik pengumpulan data dari
sumber data adalah dengan cara:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab lisan dimana dua belah pihak atau
lebih bertatap muka secara fisik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, dan
motivasi seseorang terhadap suatu objek.10
Teknik penarikan sampel yang
8 Sumardi Suryabarata, “Metodologi Penelitian”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1998), 18. 9 Jopie Daan Angel, “Metode Penelitian Sosial dan Teologi Kristen”, (Salatiga: Widya
Sari Press, 2005), 20. 10
Drg. K.R. Soegijono, “Wawancara Sebagai Salah Satu Metode Pengumpulan Data”,
Media Litbangkes VoL III No. 01/1993, diakses, 28 Januari 2019, pukul 22.00 WIB,
7
digunakan dalam penelitian ini adalah Stratified Random Sampling. Stratified
Random Sampling dilakukan dengan cara memilah-milah populasi yang ada
terlebih dahulu ke dalam stratum-stratum yang relevan, baru kemudian sampel
ditarik secara random dari masing-masing stratum yang ada.11
Sumber data yang
akan diwawancarai adalah Pendeta dan Jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem, khususnya bagi warga sidi (ngawan), yaitu warga GBKP yang telah
menerima baptisan kudus dewasa.12
b. Lokasi penelitian
Peneliti akan meneliti di GBKP Runggun Bakerah-Simacem di daerah
Relokasi Siosar, Tanah Karo, Sumatera Utara.
Tulisan ini terdiri dari lima bagian yang dideskripsikan sebagai berikut:
pada bagian pertama yaitu pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penelitian. Bagian kedua berisikan teori teologi bencana alam dan teori teologi
doa. Bagian ketiga terdiri dari hasil penelitian. Bagian keempat, pembahasan
mengenai analisis hasil penelitian di lapangan jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem. Bagian keempat adalah kesimpulan dan saran dan tidak menutup
kemungkinan terdapat hal-hal baru dalam proses penulisan penelitian ini.
II. LANDASAN TEORI
Teori DOA
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kata doa (pray, dalam bahasa
Inggris) berarti permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan.13
Doa
adalah salah satu kegiatan sangat wajar dilakukan oleh manusia dan doa milik
setiap manusia. Setiap agama di dunia ini pastinya mengenal praktek doa. Hal
https://media.neliti.com/media/publications/157152-ID-wawancara-sebagai-salah-satu-metode-
peng.pdf. 11
Bagong Suyanto Sutinah, “Metode Penelitian Sosial”, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007), 54. 12
Moderamen GBKP, “Tata Gereja GBKP 2015-2025”, (Kabanjahe, 2015), 20. 13
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Diakses pada 17 April 2019,
https://kbbi.web.id/doa.
8
tersebut, karena di dunia ini tidak ada satu manusia atau suku yang walaupun
sangat primitif yang tidak berdoa kepada Allah, Dewa ataupun Roh.14
Doa sebagai sarana komunikasi dengan Allah. Manusia menyampaikan segala
sesuatu yang ia rasakan baik yang membuat hatinya gembira maupun yang
membuat ia bersedih hati dan yang ia perlukan dalam kehidupannya kepada Allah
Sang Pencipta. Berdoa ialah datang kepada Allah dan berkata-kata dengan Dia
sebagai Bapa. Doa berhubungan dengan wahyu Allah. Di dalam wahyu, Allah
menyatakan dirinya sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus (Trinitas).15
Doa adalah pengungkapan iman manusia. Doa adalah ciri khas dari orang
percaya yang memiliki iman kepada Allah. Kepercayaan manusia kepada Allah
tidak dapat diperlihatkan tanpa adanya doa. Doa bukan sesuatu yang berada di
samping percaya. Tetapi rasa percaya itu diberikan oleh Allah sendiri bersamaan
dengan doa. Dengan demikian, doa adalah nafas bagi orang yang percaya kepada
Allah. 16
Di dalam doa, iman dibahasakan dengan segala kekhasan dan ciri-ciri
bahasa manusia.
Menurut William Barclay, dalam berkomunikasi dengan Allah melalui doa,
ada hukum yang mengatur doa manusia kepada Allah. Pertama, manusia harus
jujur dalam doa. Kedua, manusia harus definitif dalam doa. Dalam doa manusia
harus menyebut dan mengakui satu persatu dosa-doa yang dilakukan manusia.
Ketiga, dalam doa Allah tidak akan melakukan untuk manusia apa yang tidak
dapat manusia lakukan untuk dirinya sendiri. Doa bukanlah jalan keluar yang
mudah untuk menghindari kesulitan. Doa adalah kerjasama antara usaha manusia
dan karunia Allah. Keempat, doa tidak dapat terlepas dari hukum alam yang
mengatur hidup ini. Allah punya tiga jawaban atas doa-doa manusia, yaitu “Ya”,
“Tunggu!”, dan “Tidak”. Namun yang perlu dipahami dalam jawaban doa ini
adalah tidak ada doa yang tidak di jawab oleh Allah, tetapi Allah sering kali
melihat waktu, Allah mengetahui apa yang baik, dan apa yang tidak baik bagi
14
Ebenhaizer I Nuban Timo, ”Kita dan Doa-doa Kita”, (Jakarta; PT. BPK Gunung
Mulia,2015),v. 15
Prof. Dr. Tom Jacobs, “Teologi Doa”, (Yogyakarta; Kanisius, 2004), 21. 16
Dr. J. L. Ch. Abineno, “Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru”, (Jakarta;PT. BPK
Gunung Mulia, 2017), 55.
9
manusia. Dengan itu Allah sering menjawab doa manusia dengan tidak
mengabulkan apa yang manusia minta, tetapi Allah menjawab sesuai dengan apa
yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Allah adalah sosok yang paling mengerti
akan manusia. Jadi, pada kenyataannya, tidak ada doa yang tidak dijawab. 17
Alasan Manusia Berdoa
Manusia berdoa karena dengan doa manusia mengenal Allah. Namun ketika
manusia berusaha utuk mengenal Allah, maka manusia sendiri harus terlebih
dahulu tahu siapa yang pantas untuk dihormati dengan seluruh hidup manusia
sendiri. Yang pantas dihormati adalah Sang Pencipta yaitu Allah sendiri. Manusia
berdoa kepada Allah, tetapi manusia sendiri masih berjuang, dan tidak
menyerahkan tanggung jawab untuk hidup kepada Tuhan. Manusia berdoa karena
ketika berdoa berarti manusia berjuang bersama Tuhan.18
Alasan lain untuk manusia berdoa adalah sebab manusia tidak dapat tidak
berdoa. Setiap agama mengenal praktek doa. Doa adalah penggerak dalam sebuah
agama. Tanpa adanya doa, agama adalah upacara adat atau kebudayaan saja.19
Namun titik awal manusia berdoa bukan hanya agama dengan segala peraturannya
tentang doa, melainkan manusia berdoa karena keterpanggilannya yang timbul
dari dalam hati.
Doa menyatakan apa yang ada di dalam hati manusia. Manusia yang beriman,
berdoa untuk membuat imannya menjadi sadar dan jelas akan Allah. Iman adalah
relasi dengan Allah atau tanggapan atas wahyu Allah. Relasi itu tidak melalui doa,
melainkan relasi sudah ada sejak Allah menyatakan diriNya dan memanggil
manusia. Doa terarah kepada Allah, dan mulai menyerahkan diri kepadaNya.
Manusia berdoa juga untuk menyatakan apa yang ada di dalam hatinya. Orang
yang mengaku beriman kepada Allah, berdoa untuk membuat imannya menjadi
sadar dan jelas. Iman adalah relasi dengan Allah atau tanggapan manusia atas
wahyu Allah. Doa adalah pertama-tama suatu sikap dasar, suatu kesadaran
17
William Barclay, “Doa-doa seriap hari dan untuk hari-hari khusus”, (Jakarta; PT. BPK
Gunung Mulia, 1984), 14. 18
Prof. Dr. Tom Jacobs, SJ, “Teologi Doa”, 11. 19
Prof. Dr. Tom Jacobs, SJ, “Teologi Doa”, 13.
10
mengenai relasi dengan Allah. Doa mengarahkan manusia kepada Allah dan
manusia mulai menyerahkan diri kepada Allah.
Makna Doa
Doa adalah kegiatan keagamaan yang dijadikan manusia sebagai alat untuk
dapat berkomunikasi dengan Allah. Doa perlu dilakukan dan mendesak supaya
spiritualitas manusia menjadi suatu media yang dapat membebaskan. 20 Berdoa
sebagai sebuah media untuk berkomunikasi dengan Allah bermakna di mana
manusia diharapkan untuk lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Lebih
banyak mendengar dari pada didengar. Doa memberi makna bagi manusia agar
berdiam sambil menunggu Allah dan mendengarkan Allah.
Peran Doa
Peran doa adalah untuk mengubahkan manusia dan memampukan manusia
dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah di dalam dunia. Doa yang dilakukan
manusia kepada Allah dan pekerjaaan Allah adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Berdoa berarti melaporkan pekerjaan yang dilakukan manusia kepada
Allah. Bekerja di dunia ini adalah doa yang diwujudkan dalam tindakan nyata.
Peran doa yang dasariah adalah menyampaikan permohonan dan menyampaikan
ucapan syukur.
Bencana Alam
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang terletak di wilayah bagian
Asia Tenggara. Secara geografis Indonesia membentang dari 6º Lintang Utara
(LU) sampai 11º Lintang Selatan (LS) dan 92º sampai 142º Bujur Timur (BT).
Indonesia juga terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang jumlahnya kurang
lebih 17.504 pulau. Wilayah Indonesia diperkirakan tiga perempat wilayahnya
adalah laut (5,9 juta Km2) dan seperempat wilayah lainnya adalah daratan.
21
Realita geografis Indonesia juga dilalui dua jalur pegunungan muda dunia dua
sekaligus, yaitu pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan muda Sirkum
Mediterania. Berada dalam dua jalur pengunungan muda tersebut memberikan
20
Ebenhaizer I Nuban Timo, “Kita dan Doa-doa Kita”, 25. 21
Ridwan Lasabuda, “Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif negara
kepulauan Indonesia”, Januari, 2013, diakses 25 Januari 2019, pukul 14.26 WIB,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax/article/download/1251/1019.
11
dua dampak, yaitu positif dan negatif. Dampak positifnya, yaitu Indonesia
berpotensi sebagai negara yang kaya akan hasil bumi, seperti menjadi negara
penghasil gas, minyak, panas bumi, batu bara, mineral, logam, mineral logam, air
tanah dan beberapa hasil bumi lainnya. Dampak negatifnya bagi Indonesia adalah
menjadi negara yang rawan bencana alam.
Menurut UUD NO 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam
maupun faktor manusia (sosial) sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana yang terbagi di dunia ini terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu bencana
alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupaya gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. 22
Erupsi gunung berapi merupakan salah satu bencana yang diakibatkan oleh
aktifitas alam (bencana alam). Gunung api adalah lubang kepundan dan rekahan
dalam kerak bumi tempat kelurnya cairan magma atau gas lainnya ke permukaan
bumi. Material yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk
kerucut terpancung. Gunung api diklasifikasikan menjadi dua dua sumber erupsi
yaitu, erupsi pusat, erupsi keluar melalui kawah utama,dan erupsi samping (erupsi
keluar dari lereng tubuhnya), erupsi celah (erupsi yang muncul pada retakan/sesar
dapat memanjang sampai beberapa kilometer), dan erupsi esentrik (erupsi
22
Presiden Republik Indonesia, dkk, “Undang-undang Republik Indonesia No 24
Tahunn 2007 Tentang Penanggulangan Bencana”, diakses 25 Januari 2019, pukul 21.00 WIB,
https://www.bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf
12
samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang menyimpang
ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan tersendiri. 23
Bahaya-bahaya yang mungkin timbul akibat terjadinya erupsi Gunung Berapi
adalah pertama, awan panas. Kedua, kebakaran hutan yang biasanya keadaan ini
terjadi di sepanjang alur sungai yang dilalui oleh awan panas. Ketiga, eksplosif
(letusan) yang memuntahkan material vulkanik dari ukuran bom hingga debu.
Bangunan rumah, terutama atap tidak mampu menahan beban timbunan material
vulkanik ini, hingga akhirnya roboh dan tanaman akan tertutup, terpanggang oleh
panas material vulkanik, dan akhirnya mati. Keempat, banjir lahar dingin yang
akan melewati sungai yang terdahulu di puncak. Kelima, keluar dan menyebabkan
uap belerang. Keenam, longsoran kubah lava yang belum stabil dan bersama air
hujan kan mengalir turun hingga terjadi banjir lahar. Ketujuh, masyarakat di
sekitar gunung api umumnya kesulitan mendapatkan air bersih.24
Paradigma Manusia akan Bencana Alam
Bencana adalah peristiwa yang membawa dampak negatif pada kehidupan
makhluk hidup. Hal itulah yang membuat banyaknya paradigma manusia tentang
bencana, khususnya bencana alam. Ada tiga paradigma awal tentang bencana
alam. Yaitu; pertama adalah paradigma yang meyakini bahwa bencana adalah
the Acts of God yang manusia tidak dapat berbuat apa-apa untuk mencegah atau
mengontrolnya (fatalism). Kedua, paradigma alam (nature) yang berkeyakinan
bahwa apa yang disebut bencana itu sebenarnya merupakan peritiwa rutin alam,
yang manusia dapat memperlajari dan mengendalikannya. Ketiga, paradigma
kultur (culture) yang memandang bahwa bencana alam itu ditentukan juga oleh
unsur-unsur kultur dalam memandang peristiwa bencana alam dan meresponnya,.
Adanya perbedaan paradigma tersebut pastinya membuat adanya perbedaan dalam
merespon bencana yang terjadi. 25
23
Data Depetermen Kesehatan, di akses pada 16 april 2019 20.00 WIB,
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/penanganan-
krisis/buku_pkk_anak_sekolah_erupsi_gn_api.pdf. 24
Prof. Ir. Sukandarumidi, M.SC., Ph.D, “Bencana Alam dan Bencana Antrhropogene”,
(Yogyakarta; Kanisius, 2010), 73-75. 25
Siti Syamsiyatun dan Benny Baskara, “Merenguh Merapi dengan Iman (Peran
Organisasi Berbasis Agama dalam Penangan Pascaerupsi Merapi 2010-2011)”, (Yogyakarta;
ICRS Yogyakarta, 2012), 19.
13
Doa dalam Konteks Bencana Alam
Berada dalam situasi bencana yang mengundang rasa cemas, ketakutan dan
penderita pada dasarnya bukanlah suatu keadaan yang diidamkan manusia.
Manusia ingin agar keadaan tersebut jauh-jauh dari kehidupannya dan jikalau bisa
keadaan itu sama sekali tidak terjadi dalam hidupnya. Bumi dengan berbagai
unsur pembentuknya sering mengalami proses yang kadang kala membuat
manusia mengalami bencana, namun ada kalanya juga bencana yang dialami
manusia juga dikarenakan ulah manusia itu sendiri di bumi.
Manusia hidup memiliki agama. Agama sebagai pengatur moral hidup
manusia. Agama adalah sistem yang terdiri atas keyakinan-keyakinan praktik-
praktik dan ritual tertentu dalam sebuah komunitas untuk menjangkau Sang Ilahi
yang Transenden. Iman sangat erat hubungannya dengan agama. Iman adalah
kepercayaan yang berhubungan dengan spiritualitas kehidupan manusia kepada
Allah. Salah satu memperlihatkan seseorang memiliki iman adalah ketika ia
berdoa kepada Allahnya. Hal itu juga berlaku dalam agama Kristen.
Harold Koening menjelaskan ada 10 potensi kegunaan dan fungsi agama
dengan berbagai ritual dan simbol yang ada di dalamnya dalam upaya pemulihan
kejiwaan pascabencana, yaitu; (1) memberikan pandangan positif, (2)
memberikan penjelasan tentang makna dan maksud terjadinya bencana, (3)
membantu integrasi psikologis, (4) menumbuhkan harapan dan motivasi, (5)
memperkuat kepribadian, (6) memberi pandangan atas kuasa dan kendali, (7)
memberi model dalam menghadapi penderitaan, (8) sebebagai petunjuk
pengambilan keputusan, (9) memberi jawaban atas pertanyaan asali (ultimate
questions), dan (10) memberi dukungan sosial. 26
Pandangan manusia yang beragama dalam imannya terhadap bencana alam
juga berbeda-beda. Semakin besar penderitaan yang dirasakan manusia akibat
bencana alam semakin keras juga manusia menyebut Tuhan, tetapi kadang kala
dengan adanya juga rasa marah. Tuhan dianggap sedang menyampaikan pesan
atau peringatan melalui bencana untuk menghukum orang-orang yang bersalah.
26
Siti Syamsiyatun dan Benny Baskara, “Merenguh Merapi dengan Iman (Peran
Organisasi Berbasis Agama dalam Penangan Pascaerupsi Merapi 2010-2011), 31.
14
Bencana juga dianggap sebagai hukuman dari Tuhan atas dosa-dosa yang telah
manusia lakukan. Bencana tersebut merupakan pesan dari Tuhan akan datangnya
hari kiamat dan sebagai pengingat bagi manusia agar segera bertobat. Ada juga
yang beranggapan bahwa bencana adalah karakter alam dan bukan hukuman
Tuhan. Steinberg menyebut becana alam sebagai tindakan atau kehendak Tuhan
atau fenomena alam yang terjadi alamiah, yang sebenarnya merupakan upaya
untuk lari dari tanggung jawab. Dalam pandangan ini banyak manusia yang
menyalahkan Tuhan sebagai penyebab bencana.27
Agama dengan ritualnya doa tidak terlepas dengan hukum alam yang juga
mengatur kehidupan manusia. Doa biasanya tidak dapat menjanjikan sesuatu atau
mendapatkan kelepasan dari sesuatu situasi, tetapi doa dapat memberi kekuatan
(kuasa) dan ketahanan untuk mengahadapi dan mengatasi segala situasi. Seperti
yang dirasakan Yesus di taman Gesmani yang tertulis di dalam Alkitab.28
III. Data Penelitian
Gambaran GBKP Runggun Bakerah-Simacem Sebelum Terjadi Erupsi
Gunung Sinabung
Gunung Sinabung adalah salah satu gunung berapi yang berada di daerah
dataran tinggi Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Tanah di sekitaran gunung
bentuknya tidaklah terlaru rata, melainkan berbukit-bukit dan berbatu-batu namun
kesuburan tanah di sana sangat luar biasa, sehingga hampir 95% masyarakat
adalah petani. Tanaman yang banyak ditanam para petani adalah jeruk, kopi dan
berbagai macam tanaman muda, seperti sayur-sayuran. Menurut Nande Santi Br
Sitepu warga asli Desa Simacem, mengungkapkan bahwa tanah di sana sangat
subur, walaupun banyak batu-batu di lahan pertaniannya, tetapi ketika ditutupi
tanah dan diatasanya ditanam kentang, maka akan tumbuh dan berbuah besar, dan
juga tanaman kopi di sana sangat luar biasa banyaknya buahnya walaupun tidak
diberi pupuk.29
27
Siti Syamsiyatun dan Benny Baskara, “Merenguh Merapi dengan Iman (Peran
Organisasi Berbasis Agama dalam Penangan Pascaerupsi Merapi 2010-2011), 35-39. 28
William Barclay, “Doa-doa seriap hari dan untuk hari-hari khusus”, 17. 29
Nande Santi Br Sitepu (Petani), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019).
15
Gunung Sinabung dikelilingi banyak desa. Desa yang menjadi tempat
penelitian ini adalah Desa Bakerah dan Desa Simacem yang berjarak 1-1,5 Km
dari Gunung Sinabung. Dua desa tersebut merupakan korban dari erupsi. Akibat
dari letak geografis dua desa tersebut yang sangat dekat dari gunung sehingga
kedua desa tersebut harus direlokasi. Desa Bakerah dan Desa Simacem berada di
Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Tanah Karo.
Desa Bakerah dan Desa Simacem 90% dari jumlah penduduknya adalah
Suku Batak Karo dan sisanya adalah suku pendatang, sehingga dalam kedua desa
tersebut sangat kenal aturan kebudayaan Karo yang mengatur hubungan
masyarakat yang ada di dalamnya. Desa Bakerah dihuni oleh 109 Kepala
Keluarga, sedangkan Desa Simacem dihuni oleh 150 Kepala Keluarga.30
Masyarakat yang ada di dua desa tersebut memiliki banyak keberagaman
agama, seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik dan masih ada juga yang
beragama Pemena (agama Suku Karo). Salah satu gereja yang ada di sana adalah
GBKP. GBKP Runggun Bakerah-Simacem merupakan salah satu gereja di
wilayah pelayanan Moderamen GBKP. Gereja GBKP Runggun Bakerah-
Simacem dahulunya berada di wilayah pelayanan Klasis Kabanjahe. Desa
Bakerah dan Desa Simacem bukanlah desa yang memiliki banyak jumlah
penduduk, sehingga yang memiliki identitas gereja GBKP juga tidak terlalu
banyak. Dahulunya di gunung Sinabung, gereja GBKP Runggun Bakerah-
Simacem didirikan tepat diantara Desa Bakerah dan Desa Simacem yang berjarak
kurang lebih 500 m dari Desa Bakerah dan Desa Simacem. 31
Dahulu Gereja GBKP Runggun Bakerah-Simacem pada awal
pembentukannya masih bergabung dengan Gereja GBKP Runggun Naman Teran
dengan jumlah jemaat dari kedua desa tersebut sebanyak 30 Kepala Keluarga.
Namun setelah adanya perkembangan, akhirnya Gereja GBKP Runggun Naman
30
Ina Surabina Br Sembiring Meliala (Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada
tanggal 27 Mei 2019), Perangkat Desa Simacem Fatma Br Sitepu (Perangkat Desa Simacem),
(Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2019). 31
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Petani dan panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei
2019 ).
16
Teran dimekarkan dan berdirilah Gereja GBKP Runggun Bakerah-Simacem
dengan jumlah jemaat saat ini adalah 70 Kepala Keluarga dari 224 jiwa. 32
Makna Erupsi dan Dampak yang dirasakan menurut Jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem
Gunung Sinabung sebelum mengalami erupsi merupakan sahabat bagi
masyarakat yang ada di sekitarnya, karena keberadaannya mendatangkan banyak
keuntungan bagi masyarakat. Gunung Sinabung juga merupakan salah satu berkat
yang masyarakat percayai pemberian dari Tuhan ke dalam kehidupan mereka.
Bagi beberapa masyarakat Sinabung juga merupakan tempat tinggal yang sangat
nyaman dan sebagai tempat mencari nafkah untuk memenuhi keperluan
kehidupan keluarga. 33
Ketika terjadi bencana erupsi pada Gunung Sinabung, pandangan
masyarakat Desa Bakerah dan Desa Simacem berubah. Seperti penuturan Bapak
Santi Ginting mengatakan bahwa, Gunung Sinabung yang dulunya adalah teman,
tenyata sekarang menjadi lawan bagi masyarakat.34
Sinabung membawa rasa takut
bagi masyarakat dan membuat mereka khawatir akan segalanya dalam
kehidupannya.
Terjadinya bencana erupsi memberi membuat masyarakat memiliki
banyak pandangan akan makna bencana tersebut. Banyak masyarakat yang
berpikir bahwa pada awal terjadi bencana ini, Tuhan sedang meninggalkan
mereka. Masyarakat rajin beribadah, tetapi mengapa Gunung yang menjadi tempat
tinggal mereka bisa mengalami erupsi? Mereka juga mempertanyakan keberadaan
Tuhan. Masyarakat juga berpikir bahwa bencana ini terjadi kemungkinan besar
terjadi karena banyaknya kesalahan-kesalahan yang dilakukan ketika hidup di
bawah gunung. Masyarakat semakin mempertanyakan keadilan Tuhan dalam
hidup mereka. Sifat kemanusiaan masyarakat semakin kelihatan ketika terjadi
32
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei
2019 ). 33
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei
2019, Diaken Nd Dhandy Br Sembiring (Petani dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei
2019). 34
Bapak Santi Ginting (Petani), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019).
17
bencana erupsi.35
Namun setelah beberapa saat setelah berada dalam pengungsian
sebagian masyarakat akhirnya juga mengalami perubahan pemikiran, mereka
menyadari bahwa bencana erupsi terjadi bukan karena Tuhan sedang
meninggalkan mereka, ataupun tidak memberi keadilan bagi masyarakat Desa
Bakerah dan Simacem, tetapi bencana ini terjadi karena proses alam dari Gunung
Sinabung memang seperti itu, dahulu sekitar tahun 1600-san Gunung Sinabung
juga sudah pernah mengalami erupsi, dan pada masa sekarang ini sudah waktunya
lagi untuk Gunung Sinabung mengalami erupsi kembali.36
Terjadinya erupsi juga membawa dampak bagi kehidupan mereka yaitu,
harus meninggalkan seluruh isi desa karena saat ini desa telah tertutupi oleh lava
dan material-material lainnya yang dikeluarkan gunung Sinabung. Bahkan pada
saat ini, jika dilihat dari Desa Naman Teran, letak Desa Bakerah dan Desa
Simacem tidak lagi diketahui pastinya, karena tidak ada yang terlihat lagi dari
desa tersebut. Sisa bangunan masih kelihatan dari kejauhan adalah ujung salib
Gereja GBKP Runggun Bakerah-Simacem.
Dampak lain yang juga dirasakan jemaat akibat erupsi mencakup berbagai
aspek kehidupan. Pertama, aspek ekonomi yaitu kebanyakan jemaat akibat
terjadinya erupsi sebanyak 95% kehilangan pekerjaan. Dahulunya bekerja sebagai
petani secara otomatis tidak lagi dapat mengolah lahan pertanian mereka dan
ketika mereka berada di pengungsian, mereka harus menjadi buruh tani orang lain
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Selain dari pada itu jemaat
kehilangan harta benda yang mereka punya. Rumah milik jemaat hilang dan tidak
bisa dihuni lagi, tanaman di lahan pertanian mereka yang pada saat itu sedang
berbuah dan subur namun tidak dapat dipanen, sehingga mendatangkan
banyaknya kerugian bagi jemaat. Kedua, aspek sosial. Erupsi juga mempengaruhi
hubungan sosial masyarakat dalam desa. Positifnya, terjadinya erupsi membuat
masyarakat mudah menerima keberadaan orang lain dalam hidupnya, walaupun
35
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019, Nande
Anisa Br Ginting (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019). 36
Bella Pebriyani Panjaitan, dkk, “Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap
Produksi Dan Harga Buah Dan Sayuran Di Kabupaten Karo”, diakses 26 januari 2019, pukul 8.
20 WIB, https://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/viewFile/17493/7426.
18
mereka dalam keadaan bencana masih tetap memperhatikan kehidupan orang lain.
Ketika terjadi erupsi, seluruh masyarakat saling berlarian menyelamatkan diri,
namun beberapa jemaat masih memperhatikan dan mengingat untuk
menyelamatkan lansia dan berbagai orang lainnya yang membutuhkan
pertolongan. Negatifnya, bencana erupsi ini membawa pengaruh pada hubungan
sosial jemaat yaitu membuat beberapa jemaat saling mementingkan kehidupan
masing-masing, kurangnya tutur sapa, tidak saling memperhatikan walaupun
sedang dalam duka dan jemaat semakin hidup dalam keegoisannya masing-
masing.37
Ketiga, dampak dari erupsi Gunung Sinabung ini adalah banyak orang
yang kehilangan anggota keluarga. Masyarakat yang meninggal adalah karena
terkena serangan jantung, stress, depresi, stroke akibat beberapa dari masyarakat
tidak sanggup untuk menerima keadaan kehidupan dan beberapa diantaranya juga
mengalami penyakit gangguan pernapasan. Keempat, dampak yang dirasakan
masyarakat adalah takut dan trauma.
Makna dan Peran Gereja Menurut Jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem
Menurut pemaparan beberapa warga jemaat, GBKP sangat berperan dalam
pengungsian. Seperti penuturan Diaken Nd Dhandy br Sembiring dalam
pengalamannya hidup di pengungsian selama kurang lebih 4-5 tahun lamanya,
GBKP sangat memberi makna dan peran yang baik dan luar biasa bagi seluruh
masyarakat. Bahkan GBKP tidak hanya memberi pelayanan bagi jemaat yang
berasal dari gereja GBKP tetapi juga melayani masyarakat dengan berbagai
agama. GBKP menjadi teman bagi masyarakat, sebagai tempat berbagi cerita
lewat setiap relawan dan pelayan Tuhan, serta GBKP juga sebagai tempat pertama
masyarakat untuk mendapatkan bantuan, seperti setiap kali status gunung naik,
maka pihak GBKP langsung sigap dalam memberi informasi bagi masyarakat
agar segera pergi dari kampung halaman, menyediakan alat transportasi untuk
pergi meninggalkan desa, menyediakan tempat pengungsian, menyediakan
makanan, alat-alat mandi, permainan untuk anak-anak, ibadah-ibadah, pelayanan
37
Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei
2019).
19
konseling, beasiswa untuk siswa-siswi dan juga mahasiswa dan berbagai bantuan
lainnya. 38
Menurut pengalaman warga dalam masa pengungsian ketika terjadi
bencana erupsi Gunung Sinabung sangat memberikan peran penting dalam
kehidupan mereka. Gereja sebagai tempat mereka bercerita akan keluh kesah yang
sedang mereka rasakan. Gereja selalu ada bagi masyarakat ketika terjadi erupsi
baik ketika masih berada di bawah lereng Gunung Sinabung, di pengungsian,
maupun ketika sampai di relokasi Siosar. Di tempat pengungsian, gereja selalu
menyiapkan pelayanan ibadah-ibadah, misalnya ibadah pagi dan ibadah malam
yang biasanya dilayani oleh Pendeta atau pun Tim Doa setiap harinya. Di luar dari
ibadah-ibadah tersebut seringkali juga dilakukan Kebaktian Kebangunan Iman
dan seminar-seminar yang bertujuan untuk meningkatkan spiritualitas masyarakat.
Selain dari pada itu, gereja juga memberi pelayanan dalam bidang membangun
masyarakat untuk memberdayakan diri dalam bidang usaha.
Meskipun banyak pelayanan yang diberikan gereja kepada masyarakat
untuk menjawab segala kebutuhan dan harapan spiritualitas masyarakat serta
pemberdayaan masyarakat, namun terkadang selama hidup di pengungsian
masyarakat sendirilah yang tidak memberikan diri terhadap kegiatan-kegiaan
pelayanan yang dilakukan oleh gereja. Masyarakat terlalu sibuk dengan pekerjaan
masing-masing.39
Makna dan Peran Doa Bagi Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem
Kehidupan masyarakat di bawah Gunung Sinabung dengan berbagai
kenyamanan dengan tanah yang subur dan tanaman yang menghasilkan buah yang
melimpah membuat masyarakat hidup senang berada di daerah itu. Hidup dengan
suasana nyaman bagi Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem membuat
kehidupan spiritualitas mereka juga baik. Pengalaman Panatua (Pertua dalam
38
Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30
Mei 2019). 39
Ribu Febri (Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pt. Mbiri Sembiring
Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019, Diaken Nd Dandy Br
Sembiring (Petani dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Ita br Sitepu
(Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina Surabina Br Sembiring Meliala
(Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019), Diaken Nd Putra Br Ginting
(Guru Sd dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019).
20
GBKP) mengungkapkan bahwa beberapa tahun sebelum terjadi bencana erupsi
Gunung Sinabung kehidupan peribadahan GBKP Runggun Bakerah-Simacem
sangat meningkat, semisal kehadiran jemaat dalam setiap ibadah mencapai 80%.
Di GBKP Runggun Bakerah-Simacem setiap harinya dilakukan ibadah pagi di
gereja yang dimulai pada pukul 05.00 WIB, jemaat biasanya datang berdoa
terlebih dahulu ke gereja sebelum mereka melakukan aktifitas mereka bekerja di
lahan pertanian mereka. 40
Ketika bencana erupsi Gunung Sinabung belum terjadi, jemaat memaknai
doa sebagai sarana mereka mengungkapkan pujian, ucapan syukur dan
permohonan bagi Tuhan. Doa sebagai sarana untuk mereka meminta penyertaan
Tuhan akan kehidupan mereka agar berjalan dengan baik, menyertai anak-anak
mereka yang jauh dari pada mereka, memberkati tanaman-tanaman mereka agar
tumbuh dengan baik, memberkati tanaman mereka agar mendapat harga yang
tinggi, memberikan kesehatan bagi mereka beserta keluarganya dan lain-lainnya.41
Berada dalam situasi yang nyaman di bawah lereng Gunung Sinabung terkadang
membuat jemaat juga terlena dan membuat mereka lupa akan mengucapkan
syukur dalam doa mereka. Banyaknya kesibukan yang dimiliki masyarakat
membuat jemaat terkadang lupa akan berdoa, bahkan terkadang ketika mereka
makan sajalah mereka berdoa, atau bahkan pada saat makanpun terkadang mereka
lupa untuk berdoa.42
Berada dalam situasi bencana erupsi Gunung Sinabung membuat adanya
rasa cemas dan takut bagi masyarakat. Hal itu menentukan bagaimana spiritualitas
dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Sinabung. Dalam peristiwa bencana
erupsi Gunung Sinabung, sebagian jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem
40
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei
2019). 41
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pdt. Roky Tarigan (Pendeta), (Wawancara,
pada tanggal 31 Mei 2019), Ita br Sitepu (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina
Surabina Br Sembiring Meliala (Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei
2019), Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019),
Pt. Mbiri Sembiring Pelawi (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Nande
Santi Br Sitepu dan Bapak Santi Ginting (Petani), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019), Dk.
Em Nande Dat Malem br Sembiring (Petani), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2019). 42
Nande Anisa Br Ginting (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019 ).
21
semakin mendapati spiritualitas yang semakin kuat, khususnya dalam berdoa.
Jemaat semakin mengenal Tuhan dalam peristiwa bencana alam erupsi Gunung
Sinabung. Tuhan adalah tempat mereka berlari untuk meminta pertolongan.
Ketika mereka berlari untuk menyelamatkan diri pada saat erupsi yang mereka
lakukan adalah berdoa dalam hati agar Tuhan menyelamatkan diri mereka, dan
keluarganya walaupun mereka harus hidup di pengungsian. Ketika mereka selesai
berdoa, jemaat merasa tenang, nyaman, merasa sebagian dari beban mereka
terangkatkan. Namun ada juga dalam bencana erupsi Gunung Sinabung ini
membuat spiritualitas jemaat semakin memburuk, khususnya dalam berdoa.
Jemaat semakin meragukan adanya Tuhan dalam kehidupan mereka. Jemaat
semakin tidak ingin berdoa, dan tidak mau mengikuti ibadah-ibadah yang
dilakukan gereja. jemaat meyakini bahwa Tuhan sedang meninggalkan mereka,
sehingga bencana terjadi ke dalam kehidupan mereka.
Kehidupan jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem ketika berada di
Siosar dengan situasi kehidupan baru yang berbeda dengan kehidupan
sebelumnya, juga membuat masyarakat harus beradaptasi dengan segala sesuatu
yang ada di Siosar. Kehidupan Gereja GBKP Runggun Bakerah-Simacem masih
tetap ada seperti sebelum terjadi erupsi maupun saat di pengungsian. Namun
ketika berada di Siosar partisipasi jemaat sangat berkurang. Pada saat ini hanya
sekitar 35-50% atau sekitar 80-90 orang tingkat kehadiran jemaat yang hadir
dalam setiap ibadah yang dilakukan. Masyarakat masih banyak mengeluh dengan
berbagai keragian untuk hidup di tanah Relokasi Siosar.
Pemaknaan doa sebagai sarana jemaat berkomunikasi dengan Tuhan
ketika berada di Siosar menurut jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem yaitu
doa mereka ketika berada dalam pengungsian, akhirnya mendapat jawaban dari
Tuhan. Jemaat merasa Tuhan menempatkan mereka di Siosar agar dapat
membangun kehidupan baru yang lebih baik dari pada hidup di pengungsian.
Dalam doa jemaat meminta agar Tuhan menguatkan mereka dalam masa
membangun kehidupan yang baru di tanah yang baru dengan berbagai kesulitan
yang mereka harus alami.
22
Kehidupan Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem Pasca Bencana
Erupsi
Desa Bakerah dan Desa Simacem yang berdekatan dengan Gunung
Sinabung membuat masyarakat yang ada di desa tersebut harus direlokasi. Daerah
relokasi yang diberikan Pemerintah Kabupaten Karo kepada masyarakat adalah
Siosar, Tanah Karo, yang berjarak 30 KM kurang lebih 1 jam waktu untuk
menempuhnya dari Kota Kabanjahe. Relokasi adalah perpindahan, dimana
masyarakat dibawa ke tempat yang baru, masyarakat harus mengulang dan
memulai kembali segala aktifitas di tempat yang baru, berpikir tentang sesuatu
yang baru yang berbeda dan lebih baik dari pada sebelumnya.43
Relokasi Siosar
adalah salah satu relokasi yang terbesar di Indonesia yang dikelola langsung oleh
Pemerintah Pusat Indonesia. Setelah kedua desa tersebut direlokasi maka Gereja
GBKP Runggun Bakerah-Simacem juga didirikan di Siosar. Pada saat ini Gereja
GBKP Runggun Bakerah-Simacem berada pada wilayah pelayanan Klasis
Kabanjahe-Sukarame dengan jumlah jemaat 77 KK dari 224 jiwa.
Ketika masyarakat direlokasikan ke Siosar tentunya memberi makna baru
dalam kehidupan mereka. Siosar dimaknai mayarakat sebagai Tanah Kanaan.
Siosar memberikan ketenangan bagi masyarakat dibandingkan harus hidup terus
menerus di pengungsian. Hidup di tempat relokasi memang tidak seutuhnya
seperti apa yang mereka inginkan, tetapi masyarakat tetap bersyukur atas
pemberian Pemerintah terhadap mereka. Relokasi juga sebagai tempat pertemuan
kembali keluarga bagi masyarakat, dimana ketika dalam pengungsian sanak
keluarga setiap masyarakat terpisah antara satu dengan lainnya, namun setelah
adanya relokasi ini mempertemukan mereka kembali dalam desa yang dulu ada.
Warga masyarakat kedua desa tersebut juga merasa beruntung, karena
dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang juga korban bencana erupsi, namun
mereka lebih cepat ditempatkan ke daerah Relokasi Siosar. Sedangkan beberapa
desa yang lain yang juga merupakan korban bencana erupsi masih tetap hidup di
pengungsian, karena belum adanya tempat relokasi untuk mereka.44
43
Pdt. Rocky Tarigan (Pendeta), (Wawancara, pada tanggal 31 Mei 2019). 44
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019).
23
Menurut pengalaman masyarakat Desa Bakerah dan Desa Simacem ketika
direlokasi di Siosar tidak semua diantara mereka yang langsung menerima untuk
dipindahkan ke Siosar tersebut. Hal tersebut dikarenakan banyaknya masyarakat
ragu akan relokasi. Mereka meragukan bahwa Siosar tidak layak untuk dihuni,
tanahnya tidak layak untuk dijadikan lahan pertanian dan masih banyak lagi kata-
kata masyarakat. Masyarakat pada akhirnya harus menerima hidup di daerah
relokasi Siosar, karena ini adalah tempat yang tepat yang sudah disiapkan oleh
pemerintah kepada masyarakat Desa Bakerah dan Desa Siosar. Sebagian
masyarakat pasrah untuk tinggal di sana. Selain dari pada itu masyarakat
mengeluh karena suhu di Siosar sangatlah dingin yang mencapai sekitar 10-12ºC
di malam hari, dan ketika musim angin datang maka di Siosar akan terjadi angin
yang sangat kencang setiap kalinya.45
Kehidupan masyarakat Desa Bakerah dan Desa Simacem di Siosar benar-
benar harus di mulai dari nol dari segala sisi. Baik dari segi pekerjaan, seperti
bertani, memulai usaha baru dan hubungan bermasyarakat. Masyarakat di daerah
relokasi memang masih hidup sesuai dengan desanya masing-masing. Rumah
masyarakat juga disediakan oleh Pemerintah yang besarnya 4×7m setiap kepala
keluarga. Sistem pemilihan rumah masyarakat dibuat secara cabut nomor,
sehingga tetangga-tetangga masyarakat yang dulunya di desa di Lereng Gunung
Sinabung berbeda dengan di Siosar. Dalam posisi ini juga masyarakat harus
memulai relasi yang baru dengan tetangga yang berbeda lagi. Pemberian rumah
oleh Pemerintah juga bersifat sama rata, di mana tidak ada pembedaan antara
masyarakat yang dulunya di Gunung Sinabung memiliki rumah besar dengan
masyarakat yang memiliki rumah yang kecil atau masih menyewa dulunya,
namun di Siosar semuanya diberi hak sama. Namun tidak sedikit juga masyarakat
yang merasa ini bahwa sesuatu yang tidak adil.
45
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pdt. Roky Tarigan (Pendeta), (Wawancara,
pada tanggal 31 Mei 2019), Ita br Sitepu (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina
Surabina Br Sembiring Meliala (Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei
2019), Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019).
24
Di Siosar juga masyarakat diberikan lahan untuk bertani, yaitu seluas
5000M setiap Kepala Keluarga. Pemilihan lahan ini juga dilakukan secara cabut
nomor. Situasi tanah di Siosar dulunya adalah bekas lahan hutan pinus, tanahnya
berbukit-bukit dan masih banyak dijumpai di lahan-lahan masyarakat desa bekas
akar-akar dan pohon pinus tersebut. Sebagaian besar tanah di Siosar berwarna
merah, sehingga jika digunakan untuk bertani kebanyakan masyarakat merasa
sulit untuk mengolah tanahnya.
Situasi tanah tersebut juga membuat masyarakat mengeluh. Hal itu karena
dulu ketika masih hidup di bawah Gunung Sinabung keadaan tanah yang sangat
subur dan hasil tanamanpun sangat melimpah, jika dibandingkan dengan tanah di
Siosar maka dirasa tidak sebanding. Bertani di lahan relokasi pun sangat
membutuhkan modal yang besar jika menginginkan hasil yang baik, sedangkan
sebagian masyarakat tidak mampu untuk mengusahakan modal yang tinggi
sehingga hasil tanaman merekapun kurang memuaskan.
Masyarakat di Sioasar juga digerakkan dalam bidang pariwisata..
Banyaknya pengunjung ke Siosar dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai
ajang untuk memberdayakan diri dalam bidang usaha, seperti cafe kopi.
Masyarakat yang menanam tanaman kopi di lahan pertanian mereka mengolah
sendiri kopi mereka. Selain dari pada itu masyarakat juga banyak yang mengolah
makanan-makanan khas Karo sebagai usaha bersama seperti Cimpa tuang, Cimpa
unung-unung dan berbagai jenis makanan khas lainnya dan juga membuka usaha
bersama ketring makanan dalam partai besar maupun kecil. 46
46
Ribu Febri (Petani), (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019), Nande Anisa Br Ginting
(Petani), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Diaken Nd Dandy Br Sembiring (Petani dan
Diaken), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019), Pdt. Roky Tarigan (Pendeta), (Wawancara,
pada tanggal 31 Mei 2019), Ita br Sitepu (Pedagang), (Wawancara, pada tanggal 28 Mei 2018), Ina
Surabina Br Sembiring Meliala (Perangkat Desa Bakerah), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019), Diaken Nd Putra Br Ginting (Guru dan Diaken), (Wawancara, pada tanggal 27 Mei 2019),
Pt. Mbiri Sembiring PelawI (Petani dan Panatua), (Wawancara, pada tanggal 30 Mei 2019)
25
IV. PEMBAHASAN
Makna Teologis Bencana Erupsi Gunung Sinabung bagi Jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem
Letak geografis Indonesia yang dilalui dua jalur pegunungan muda dunia
sekaligus, yaitu pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan muda Sirkum
Mediterania membuat Indonesia termasuk dalam negara yang rawan terkena
bencana alam seperti Gempa bumi dan erupsi gunung. Pdt. Roky sebagai pelayan
Gereja di GBKP Runggun Bakerah-Simacem mengungkapkan bahwa terjadinya
bencana alam erupsi Gunung Sinabung adalah sebagai akibat daerah Sumatera
Utara adalah daerah lintasan gunung berapi. 47
Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam menghadapi erupsi
menganggap bahwa ini adalah salah satu teguran bagi kehidupan mereka atas
banyaknya kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan ketika masih hidup di
bawah Gunung Sinabung. Namun sebenarnya erupsi tidak ada kaitannya dengan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh jemaat ataupun masyarakat ketika hidup
di Gunung Sinabung. Erupsi Gunung Sinabung adalah bencana yang termasuk
dalam bencana alam. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 48
Erupsi
gunung berapi merupakan salah satu bencana yang diakibatkan oleh aktifitas alam
(bencana alam).
Jemaat GBKP Runggun Bakerah Simacem juga mempertanyakan keadilan
Tuhan atas terjadinya erupsi. Mereka rajin beribadah tetapi mengapa erupsi terjadi
dalam kehidupan mereka. Pernyataan tersebut sangat sering ada dalam pemikiran
masyarakat ketika awal terjadi erupsi. Masyarakat merasa Tuhan tidak adil kepada
mereka karena erupsi mengganggu segala sisi kehidupan mereka. Erupsi Gunung
Sinabung pada dasarnya tidak ada kaitannnya dengan Tuhan tidak memberi
keadilan bagi kehidupan masyarakat Desa Bakerah dan Desa Simacem, tetapi
47
Pdt. Rocky Tarigan (Pendeta), (Wawancara, pada tanggal 31 Mei 2019).
48 Presiden Republik Indonesia, dkk, “Undang-undang Republik Indonesia No 24
Tahunn 2007 Tentang Penanggulangan Bencana”, diakses 25 Januari 2019, pada pukul 21.00
WIB. https://www.bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf
26
peristiwa erupsi walaupun memberikan dampak negatif dalam kehidupan
masyarakat, Tuhan masih tetap memberikan keadilan kepada mereka, bersama-
sama dengan mereka dalam proses erupsi dan di pengungsian. Tuhan tidak
berhenti melakukan pemeliharaan bagi masyarakat saat terjadi erupsi melalui
kehadiran gereja dalam kehidupan masyarakat.
Bencana memang adalah peristiwa yang membawa dampak negatif pada
kehidupan makhluk hidup. Hal ini juga sangat dirasakan oleh masyarakat Desa
Bakerah dan Desa Simacem. Kebanyakan masyarakat akibat terjadinya erupsi
merasa bahwa kehidupannya semakin buruk, khususnya dalam aspek ekonomi.
Erupsi membuat masyarakat kehilangan pekerjaannya yang pada akhirnya
membuat masyarakat kehilangan sumber penghasilan.
Menurut Siti Syamsiyatun dan Benny Baskara, ada banyak paradigma yang
dilontarkan manusia tentang bencana, khususnya bencana alam. Ada tiga
paradigma awal tentang bencana alam. Pertama adalah paradigma yang meyakini
bahwa bencana adalah the Acts of God yang manusia tidak dapat berbuat apa-apa
untuk mencegah atau mengontrolnya (fatalism). Kedua, paradigma alam (nature)
yang berkeyakinan bahwa apa yang disebut bencana itu sebenarnya merupakan
peritiwa rutin alam, yang manusia dapat memperlajari dan mengendalikannya.
Ketiga, paradigma kultur (culture) yang memandang bahwa bencana alam itu
ditentukan juga oleh unsur-unsur kultur dalam memandang peristiwa bencana
alam dan meresponnya, sehingga tingkat keparahan dampaknya dan siapa yang
terdampak paling parah dapat dilihat dari sistem sosial dan budaya yang diadopsi
oleh masyarakat terdampak. Adanya perbedaan paradigma tersebut pastinya
membuat adanya perbedaan dalam merespon bencana yang terjadi. 49
Dari banyaknya paradigama yang dijelaskan di atas jika dikaji dari pegalaman
jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem, paradigma mereka tentang bencana
erupsi Gunung Sinabung selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu dan setiap
jemaat juga memiliki perbedaan paradigma tergantung pada tingkat pendidikan
yang mereka punya. Pada awal terjadinya erupsi kebanyakan masyarakat memiliki
49 Siti Syamsiyatun dan Benny Baskara, “Merengkuh Merapi dengan Iman (Peran
Organisasi Berbasis Agama dalam Penangan Pascaerupsi Merapi 2010-2011), (Yogyakarta;
ICRS Yogyakarta, 2012), 19.
27
paradigam bahwa terjadinya erupsi adalah peristiwa negatif yang merusak dan
memporak-perandakan kehidupan mereka. Peristiwa itu terjadi karena
kemungkinan adalah karena banyaknya kesalahan yang mereka lakukan. Bencana
erupsi Gunung Sinabung juga merupakan salah satu tindakan Tuhan untuk
mengingatkan mereka atas kehidupan mereka, mereka tidak dapat berbuat apa-apa
atas hal tersebut dan harus menerimanya. Namun beberapa diantara jemaat yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi, maka jemaat akan memiliki paradigama
bahwa peristiwa erupsi adalah sebuah peristiwa alam. Gunung Sinabung adalah
bagian dari alam semesta yang juga memiliki proses dan erupsi adalah peristiwa
yang alamiah terjadi pada gunung berapi. Jemaat yang memiliki pendidikan lebih
tinggi akan lebih mudah menerima bencana erupsi Gunung Sinabung sebagai
proses yang alamiah dan bukan peristiwa yang menakutkan walaupun mereka
merasakan penderitaan dan kerugian atas peristiwa tersebut.
Kajian Teologis terhadap Makna dan Peran Doa Bagi Jemaat GBKP
Runggun Bakerah-Simacem
Doa adalah sarana komunikasi dengan Allah. Manusia menyampaikan segala
sesuatu yang ia rasakan baik yang membuat hatinya gembira maupun yang
membuat ia bersedih hati dan yang ia perlukan dalam kehidupannya kepada Allah
Sang Pencipta melalui doa. Berdoa ialah datang kepada Allah dan berkata-kata
dengan Dia sebagai Bapa.50
Setiap agama pasti mengenal doa dalam setiap ibadah
maupun ritual yang dilakukan di dalamnya. Gereja GBKP juga mengajarkan doa
adalah sarana berkomunikasi dengan Allah untuk menyampaikan segala sesuatu
dalam kehidupan jemaatnya. Doa adalah pengungkapan iman manusia.
Berada dalam situasi kehidupan bencana erupsi Gunung Sinabung adalah
berada dalam situasi pengujian spiritualitas jemaat GBKP Runggun Bakerah-
Simacem. Cara jemaat menghadapi dan berefleksi tentang bencana menentukan
bagaimana iman jemaat kepada Allah menentukan bagaimana kepercayaan dan
keyakinan jemaat terhadap Allah. Doa adalah salah satu indikator penentu rasa
percaya jemaat terdap Allah. Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno, kepercayaan
manusia kepada Allah tidak dapat diperlihatkan tanpa adanya doa. Doa bukan
50
Tom Jacobs, “Teologi Doa”, 21.
28
sesuatu yang berada di samping sebuah rasa percaya. Tetapi rasa percaya itu
diberikan oleh Allah sendiri bersamaan dengan doa.
Sebagian dari jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem merasa kecewa dan
putus asa atas bencana erupsi Gunung Sinabung, hal itu tampak dari kurangnya
partisipasi jemaat dalam kegiatan gereja dan juga jemaat yang merasa tidak ada
keadilan Allah kepada mereka saat bencana erupsi terjadi dalam kehidupan
mereka. Pada dasarnya jemaat masih menaikkan doa kepada Allah, namun jemaat
merasa kecewa atas jawaban doa mereka. Menurut William Barclay, Allah punya
tiga jawaban atas doa-doa manusia, yaitu “Ya”, “Tunggu!”, dan “Tidak”. Namun
yang perlu dipahami dalam jawaban doa ini adalah tidak ada doa yang tidak
dijawab oleh Allah, tetapi Allah sering kali melihat waktu, dan Allah mengetahui
apa yang baik, dan apa yang tidak baik bagi manusia. Dengan itu Allah menjawab
doa manusia dengan tidak mengabulkan apa yang manusia minta, tetapi Allah
menjawab sesuai dengan apa yang sesuai dengan kebutuhan manusia sesuai
dengan kehendak Tuhan.51
Jawaban doa manusia yang sering sekali tidak sesuai
dengan kehendak hati manusia membuat manusia kecewa dan putus asa. Jemaat
merasa Allah meninggalkan mereka, padahal Allah masih ada bersama-sama
mereka ketika proses bencana erupsi terjadi. Allah menjawab doa mereka dengan
cara Allah sendiri.
Menurut Ebenhaizer I Nuban Timo, doa dilakukan manusia tentunya memiliki
makna. Doa adalah kegiatan keagamaan yang dijadikan manusia sebagai alat
untuk dapat berkomunikasi dengan Allah. Doa perlu dilakukan dan mendesak
supaya spiritualitas manusia menjadi suatu media yang dapat membebaskan. 52
Jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem memiliki dua pandangan dalam
memaknai doa, yaitu sebagai sarana mereka menyampaikan permohonan agar
mereka dikuatkan, diberi ketenangan dan juga agar Tuhan bersama-sama dengan
mereka dalam proses bencana erupsi dan doa juga dimaknai sebagai tempat untuk
jemaat menuntut bagi Allah. Ada juga jemaat yang menuntut mengapa bencana
harus terjadi dalam kehidupan mereka, jika selama ini mereka juga sudah rajin
beribadah dan doa.
51
William Barclay, “Doa-doa seriap hari dan untuk hari-hari khusus”, 14. 52
Ebenhaizer I Nuban Timo, “Kita dan Doa-doa Kita”, 25.
29
V. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan
menurut jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam konteks bencana erupsi
Gunung Sinabung, doa adalah sarana komunikasi dengan Allah. Jemaat
menyampaikan segala sesuatu yang dirasakan, baik yang membuat hatinya
gembira maupun yang membuat ia bersedih hati dan yang ia perlukan dalam
kehidupannya kepada Allah Sang Pencipta melalui doa.
Pengertian doa sebagai sarana komunikasi kepada Allah juga direfleksikan
jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem ketika mengalami beberapa situasi
dalam kehidupannya, ketika pada situasi kehidupan di bawah lereng Gunung
Sinabung sebelum terjadi erupsi, saat terjadi erupsi, hidup di pengungsian dan
ketika hidup di daerah relokasi Siosar. Dalam perbedaan situasi kehidupan
tersebut, tidak dapat dipungkiri ada adanya perbedaan dan pergeseran makna dan
peran doa menurut refleksi jemaat. Refleksi jemaat akan doa dalam perbedaan
situasi kehidupan terkadang membuat spiritualitas jemaat mengalami gejolak.
Sebagian jemaat yang hidup dalam situasi di bawah Gunung Sinabung membuat
spiritualitasnya kuat dalam doa dan ibadah. Hal ini dikarenakan tidak adanya
masalah yang mengusik ketenangan kehidupan mereka. Namun sebagian jemaat
yang hidup di bawah lereng Gunung Sinabung dengan segala kenyamanan dan
ketenangan membuat jemaat tidak terlalu memperdulikan kehidupan spiritualitas
dalam doa dan ibadah serta segala kegiatan gereja. Setelah masuk dalam situasi
erupsi, kehidupan spiritualitas jemaat dalam memaknai doa, ibadah dan kegiatan
gereja lainnya semakin ditentukan oleh kuat atau tidaknya spiritualitas dalam
kehidupan jemaat pada situasi kehidupan sebelumnya.
Berada dalam situasi bencana erupsi Gunung Sinabung membuat sebagian
Jemaat semakin memaknai peran doa dalam kehidupannya dan semakin tekun
dalam doa, namun sebagian jemaat semakin merasa tidak ada makna dan peran
doa dalam hidup mereka. Hal itu dikarenakan jemaat merasa bahwa Allah sedang
menghukum mereka dalam bencana. Pemaknaan menurut jemaat dalam situasi
ketika terjadi bencana tersebut terbawa ketika saat ini mereka sudah hidup di
30
daerah relokasi Siosar. Jadi pemaknaan akan peran dan makna doa menurut
jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem dalam konteks bencana erupsi Gunung
Sinabung bergantung pada bagaimana konsistensi jemaat membangun spiritualitas
mereka dalam doa, ibadah dan kegiatan-kegiatan gereja. Jika spiritualitas jemaat
baik, maka pemaknaan doa dalam segala situasi kehidupan tidak akan berubah,
mampu bersyukur dan berpikiran positif dalam situasi bencana erupsi Gunung
Sinabung. Jemaat mampu menerima bencana arupsi adalah suatu proses alamiah
dari gunung, Tuhan tidak meninggalkan mereka dan masih memberikan yang
terbaik kepada kehidupan jemaat GBKP Runggun Bakerah-Simacem. Namun
jika spiritualitas jemaat lemah maka ketika situasi berubah dari zona nyaman
seperti bencana erupsi Gunung Sinabung jemaat akan merasa kecewa dan putus
asa. Jemaat merasa benacana adalah keadaan di mana Allah meninggalkan mereka
dan memberikan ketidakadilan bagi mereka dengan berbagai penderitaan dan
kerugian yang harus mereka rasakan.
Saran
Dalam penelitian ini saran yang hendak disampaikan kepada para pelayan
Gereja GBKP Runggun Bakerah-Simacem, Pendeta, Panatua (Pertua dalam
GBKP) dan Diaken adalah kiranya semakin semangat dalam melakukan
pelayanan dan harus menjadi pelayan Gereja yang kreatif dan inovatif dalam
membentuk program gereja yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat jemaat
dalam ibadah dan kegiatan-kegiatan gereja. Program-program gereja yang lebih
kreatif yang bertujuan untuk memberdayakan jemaat dalam ekonomi dan menata
kehidupan yang lebih baik di daerah relokai Siosar pastinya akan memacu
semangat kehadiran jemaat dalam setiap kegiatan-kegiatan gereja dan tentunya
akan semakin mempengaruhi spiritualitas jemaat dalam menjalani kehidupan
pasca bencana erupsi Gunung Sinabung dan memulai kehidupan yang baru di
daerah Relokasi Siosar. Program gereja yang mungkin gereja lakukan adalah
seperti melakukan perkujungan rumah tangga dan pendampingan pastoral bagi
setiap jemaat, pelatihan keterampilan diri untuk meningkatkan ekonomi jemaat
dan menjalin kerjasama dengan LSM atau Instansi yang bergerak dalam
penyembuhan diri pada manusia. Adanya perubahan spiritualitas tersebut
akhirnya juga akan mempengaruhi keaktifan jemaat dalam setiap kegiatan gereja.
31
Daftar Pustaka
Buku:
Abineno, D. J. Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia, 2007.
Angel, J. D. “Metode Penelitian Sosial dan Teologi Kristen” . Salatiga: Widya
Sari Press, 2005.
Barclay, W. Doa-doa setiap hari dan untuk hari-hari khusus. Jakarta: PT. Gunung
Mulia, 1984.
Dkk, & Nurjanah. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta Bandung, 2012.
GBKP, Moderamen. Tata Gereja GBKP 2015-2025 . Kabanjahe: GBKP, 2015
Jacobs, T. Teologi Doa. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Prof. Ir. Sukandarumidi, M. P. Bencana Alam dan Bencana Antrhropogene.
Yogyakarta: Kanisius, 2010.
SJ, A. H. Spiritualitas Kristiani (Pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad).
Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2012.
Suryabarata, S. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Sutinah, B. S. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007.
Syamsiyatun, S., & Benny Baskara. Merengkuh Merapi dengan Iman (Peran
Organisasi Berbasis Agama dalam Penangan Pascaerupsi Merapi 2010-
2011). Yogyakarta: ICRS Yogyakarta, 2012.
Timo, E. I. Kita dan Doa-doa Kita. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2015.
Website:
Indonesia, P. R, & Dkk. Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana. Di akses 25 Januari, 2019, dari
https;//www.bnpb.go.id/ppid/file/UU 24 2007.pdf.
Kesehatan, D. Penanganan Krisis Buku pada anak sekolah korban erupsi gunung
api. Diakses, 16 April 2019, dari;
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/penanganan-
krisis/buku pkk anak sekolah erupsi gn api.pdf.
32
Lasabuda, Ridwan. Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif
negara kepulauan Indonesia. Diakses, 25 Januari 2019, dari
https://www.bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf.
Online, K. B. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Diakses, 17 April 2019,
dari https://kbbi.web.id/doa.
Panjaitan, B. P. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi Dan Harga
Buah Dan Sayuran Di Kabupaten Karo. Diakses, 26 Januari 2019, dari
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/cerss/article/viewFile/17493/7426.