ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

33
1 ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring, Mabel Sihombing, Masrul Lubis, Hartono Apriliasta Purba Divisi Gastroenterologi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU RSUP. HAJI Adam Malik Medan PENDAHULUAN Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat hambatan motilitas pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi mekanik intestinal, yang merupakan suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara spesifik dapat diterangkan sebagai ileus paralitik atau adinamik ileus 1,2 . Sedangkan ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang melibatkan adanya hambatan mekanik terhadap isi lumen usus, baik parsial maupun komplit yang terjadi pada satu atau lebih area usus 1,3 . Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang secara lambat sebagai akibat dari penyakit kronik 4 . Baik ileus paralitik maupun ileus obstruksi merupakan dua gangguan yang berpotensi mengancam jiwa, kecuali bila dilakukan terapi lebih awal 4 . Tidak mengherankan bahwa ileus paralitik dan ileus obstruksi termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak di antara penyakit gastrointestinal 4 . Satu per lima dari kasus abdomen akut yang dirawat di rumah sakit adalah akibat obstruksi intestinal dan 80 % di antaranya terletak pada level usus halus 4 . Pada sebuah penelitian retrospektif di India Timur oleh Souvik et. al, dinyatakan bahwa dalam 3 tahun masa penelitian, ditemukan 9,87 % kasus obstruksi intestinal akut. 75,20 % di antaranya adalah pria, sedangkan 24, 79 % sisanya adalah wanita dan pada umumnya terjadi pada kelompok pasien usia 20- 60 tahun 5 . Obstruksi intestinal akut melebihi 3% dari seluruh penyebab perawatan gawat darurat bedah 3 . Berdasarkan perhitungan statistik Departemen Kesehatan Inggris, 75% kasus ileus paralitik dan obstruksi intestinal membutuhkan perawatan di Rumah Sakit dengan rata-rata usia pasien adalah 63 tahun 6 . Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi intestinal bervariasi tergantung etiologinya yaitu berkisar 2 hingga 20 % bahkan mencapai 50% pada pasien dengan sakit berat Universitas Sumatera Utara

Transcript of ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

Page 1: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

1

ILEUS

Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring, Mabel Sihombing,

Masrul Lubis, Hartono Apriliasta Purba

Divisi Gastroenterologi – Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK – USU

RSUP. HAJI Adam Malik Medan

PENDAHULUAN

Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat hambatan

motilitas pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi mekanik intestinal,

yang merupakan suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara spesifik dapat

diterangkan sebagai ileus paralitik atau adinamik ileus1,2. Sedangkan ileus obstruksi

merupakan suatu keadaan yang melibatkan adanya hambatan mekanik terhadap isi lumen

usus, baik parsial maupun komplit yang terjadi pada satu atau lebih area usus1,3.

Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang secara lambat sebagai akibat

dari penyakit kronik4. Baik ileus paralitik maupun ileus obstruksi merupakan dua

gangguan yang berpotensi mengancam jiwa, kecuali bila dilakukan terapi lebih awal4.

Tidak mengherankan bahwa ileus paralitik dan ileus obstruksi termasuk dalam 10

penyebab kematian terbanyak di antara penyakit gastrointestinal4.

Satu per lima dari kasus abdomen akut yang dirawat di rumah sakit adalah

akibat obstruksi intestinal dan 80 % di antaranya terletak pada level usus halus4. Pada

sebuah penelitian retrospektif di India Timur oleh Souvik et. al, dinyatakan bahwa dalam

3 tahun masa penelitian, ditemukan 9,87 % kasus obstruksi intestinal akut. 75,20 % di

antaranya adalah pria, sedangkan 24, 79 % sisanya adalah wanita dan pada umumnya

terjadi pada kelompok pasien usia 20- 60 tahun5. Obstruksi intestinal akut melebihi 3%

dari seluruh penyebab perawatan gawat darurat bedah3. Berdasarkan perhitungan statistik

Departemen Kesehatan Inggris, 75% kasus ileus paralitik dan obstruksi intestinal

membutuhkan perawatan di Rumah Sakit dengan rata-rata usia pasien adalah 63 tahun6.

Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi intestinal bervariasi tergantung etiologinya

yaitu berkisar 2 hingga 20 % bahkan mencapai 50% pada pasien dengan sakit berat

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

2

dengan penyakit sistemik dan disfungsi organ multipel4. Menurut Souvik et. al, angka

mortalitas tinggi pada kelompok pasien tuberkulosis intestinal5.

Baik ileus paralitik maupun obstruksi intestinal merupakan gangguan yang

fatal, namun kematian dapat dicegah dengan penanganan efektif yang dilakukan lebih

awal4. Patofisiologi kedua gangguan tersebut berbeda dan penting untuk diketahui bahwa

tidak semua kasus memerlukan operasi1, sehingga hal ini adalah suatu tantangan bagi

dokter Spesialis Penyakit Dalam untuk menegakkan diagnosis dan memutuskan

penanganan secara cepat dan tepat pada pasien dengan kasus-kasus tersebut.

Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna

Untuk memahami ileus paralitik dan obstruksi intestinal, maka diperlukan

pemahaman mendasar tentang fisiologi anatomi saluran cerna, terutama yang

berhubungan dengan fungsi motilitas usus. Saluran cerna menyediakan suplai air,

elektrolit dan nutrient untuk tubuh yang membutuhkan proses-proses sebagai berikut7:

1. Pergerakan makanan melalui saluran cerna

2. Sekresi cairan digestif dan proses pencernaan makanan

3. Absorpsi air,berbagai elektrolit dan produk digestif

4. Sirkulasi darah melalui saluran cerna untuk membawa substansi yang diabsorbsi

5. Sistem pengaturan dari semua proses diatas dengan sistem lokal usus, sistem syaraf dan

sistem hormonal.

Gambar 1. Potongan melintang usus7

Otot halus pada usus tersusun sebagai kumparan-kumparan yang membentuk

serat otot. Sinyal elektrik yang menginisiasi kontraksi otot dapat berpindah dari satu

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

3

serat otot ke serat otot usus lain pada setiap kumparan. Setiap lapisan otot berfungsi

sebagai sinsitium yang berarti pada saat potensial aksi ditimbulkan di mana saja pada

massa otot usus, sinyal elektrik akan diteruskan ke segala arah pada otot, sedangkan jarak

penerusan sinyal tersebut tergantung pada eksitabilitas otot7.

Regulator Saluran Cerna

Ada empat faktor yang menjadi regulator utama dalam saluran cerna, yaitu (1)

Fungsi pergerakan autonomus otot saluran cerna (2) syaraf instrinsik (3) syaraf ekstrinsik

dan (4) Hormon pada saluran cerna.

Fungsi pergerakan autonomus otot saluran cerna

Aktivitas elektrik pada otot halus gastrointestinal memiliki dua tipe yaitu:

1. Slow waves

Jenis sinyal elektrik pada tipe ini bukanlah suatu potensial aksi melainkan perubahan

resting membrane potential di mana semakin lama akan membuat membran menjadi

kurang negative (atau lebih positif) sehingga mencetuskan spikes. Slow waves tidak

menyebabkan kalsium tidak masuk ke dalam sel sebagai akibatnya slow waves tidak

menimbulkan kontraksi otot. Proses dari slow waves belum diketahui secara jelas namun

diduga merupakan interaksi kompleks antara sel otot halus dan interstitials cells of Cajal

yang mana sel ini dipercaya memiliki aksi sebagai pacu elektrik pada sel otot halus7.

2. Spikes

Spikes adalah potensial aksi yang sesungguhnya , yang terjadi setiap resting membrane

potential menjadi lebih positif dari – 40 milivolt. Yang berperan dalam timbulnya

potensial aksi pada otot halus gastrointestinal adalah membuka dan menutupnya kanal

ion kalsium yang membuka secara lambat sehingga memungkinkan terjadinya potensial

aksi berdurasi panjang7.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

4

Gambar 2. Potensial membran pada otot halus intestinal

Selain adanya potensial slow waves dan spikes, terdapat banyak faktor yang

membuat level voltase pada resting membrane potential dapat berubah. Faktor yang

dapat menyebabkan depolarisasi membrane (sel otot lebih mudah tereksitasi) yaitu

peregangan pada otot, stimulasi asetilkolin, stimulasi syaraf parasimpatis dan stimulasi

pada hormon gastrointestinal. Sedangkan faktor yang menyebabkan hiperpolarisasi

membrane (sel otot lebih sulit tereksitasi) adalah norepinefrin atau epinefrin dan stimulasi

syaraf simpatis7.

Kontraksi tonik pada usus dapat disebabkan adanya potensial spikes yang

berulang, hormon, atau faktor lain yang menyebabkan depolarisasi parsial usus kontinyu,

atau masuknya ion kalsium secara terus-menerus ke dalam sel. Namun detail dari

mekanisme-mekanisme ini masih belum jelas7.

Sistem Syaraf Enterik (Intrinsik)

Sistem syaraf enterik terdiri atas dua pleksus, yaitu pleksus myenterik yang fungsi

utamanya adalah mengontrol pergerakan gastrointestinal dan pleksus submukosa yang

terutama berperan dalam sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Walaupun kedua

pleksus ini dapat bekerja sendiri, namun stimulasi dari syaraf simpatis dan parasimpatis

mempengaruhi kerja keduanya. Pleksus myenterik bersifat baik eksitatorik maupun

inhibitorik, di mana peran inhibitorik ini lebih pada penghambatan kontraksi sfingter

misalnya pada sfingter pilorik yang mengontrol pengosongan lambung. Pleksus

submukosa berperan pada sekresi intestinal, absorpsi lokal dan kontraksi lokal7.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

5

Gambar 3. Sistem Syaraf Enterik7

Sistem syaraf ekstrinsik

Seperti yang telah diterangkan di atas, stimulasi syaraf parasimpatik secara umum

meningkatkan aktivitas sebagian besar dari fungsi gastrointestinal. Sedangkan stimulasi

syaraf simpatik menghambat aktivitas traktus gastrointestinal7.

Kontrol hormonal

Hormon yang berpengaruh ialah: gastrin, kolesitokinin (menghambat kontraksi lambung

secara moderat, mencetuskan kontraksi pada kandung empedu), sekretin, dan motilin

(satu-satunya fungsi dari motilin yang diketahui adalah peningkatan motilitas

gastrointestinal 7.

Aliran darah pada usus tergantung pada tingkat aktivitas, sebagai contoh, aliran darah

akan meningkat pada vili dan daerah yang berdekatan dengan area usus yang sedang

melakukan proses absorpsi aktif. Menurunnya konsentrasi oksigen juga dapat

menyebabkan peningkatan aliran darah intestinal. Sistem syaraf pun dapat mempengaruhi

aliran darah gastrointestinal. Peran utama syaraf simpatik pada traktus gastrointestinal

adalah menimbulkan vasokontriksi pada vena intestinal dan mesenteric, penurunan

volume darah pada vena-vena tersebut memungkinkan tercukupinya aliran darah ke

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

6

bagian lain dalam sirkulasi. Pada syok hemoragik mekanisme ini dapat menyediakan

200-400 mililiter darah ekstra untuk menunjang sistem darah sistemik7.

ILEUS PARALITIK

Definisi

Ileus paralitik (adynamik ileus) sering diidentikkan dengan ileus yang terjadi

lebih dari tiga hari (72 jam) sesudah suatu tindakan operasi dan merupakan salah satu

spectrum disfungsi traktus gastro intestinal posoperatif.

Namun demikian sering juga salah disebut sebagai keadaan pseudoobstruction

karena sebenarnya berbeda, dimana ileus paralitik melibatkan semua bagian usus

sedangkan pseudo-obstruction hanya terbatas pada kolon (ileus kolonik).

Keadaan ileus paralitik terjadi karena adanya hipomotilitas usus tanpa disertai

adanya obstruksi mekanik dan keadaan paralitik pasca operasi umumnya membaik

setelah 24 jam pada usus halus, 24-48 jam pada lambung dan 48-72 jam pada kolon.

Etiologi

Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca

operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritoneal,

dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen.Ileus paralitik tidak pernah

terjadi secara primer, oleh karena itu mencari gangguan yang menjadi penyebab adalah

hal yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam tata laksana1.

Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti opioid,

anti depresan, antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia, hiponatremia, anemia

dan hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trauma (misal

fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah

saraf, inflamasi intraabdominal dan peritonitis dan hematoma retroperitoneal.

Penyebab yang paling sering dari ileus paralitik adalah gangguan metabolik dan

gangguan elektrolit1.

Penyebab ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab intra

abdomen, dan ekstra abdomen1.

Penyebab intraabdomen1,8:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

7

a. Hambatan reflex

Laparotomi,Trauma abdomen,Transplantasi renal

b. Proses Inflamasi

Luka penetrasi, Peritonitis cairan empedu, Peritonitis cairan kimia,Perdarahan

intraperitoneal, Pankreatitis akut, Kolesistitis akut, Penyakit Celiac, Inflammatory

bowel disease

c. Infeksi

Peritonitis bakteri, Appendicitis, Diverticulitis, Herpes Zoster virus

d. Proses iskemik

Insufisiensi arteri, Trombosis vena, Arteritis mesenteric, Obstruksi strangulasi

e. Trauma radiasi akut

Radiasi abdomen, Proses retroperitoneal, Batu ureteropelvik, Pyelonefritis,

Perdarahan retroperitoneal, Keganasan

f. Alterasi sel interstitial Cajal

Penyebab ekstra abdomen1,8

a. Hambatan reflex

Kraniotomi,Fraktur iga, tulang belakang atau pelvis, Infark miokard, Coronary

bypass, Operasi bedah jantung, Pneumonia, emboli paru, Luka bakar, Gigitan laba-

laba janda hitam

b. Obat

Antikolinergik/antagonis ganglionik, Opiat, Agen kemoterapeutik, Tricyclic

antidepressants, Phenotiazines

c. Abnormalitas Metabolik

Sepsis, Diabetes mellitus, Hipotiroid, Ketidakseimbangan elektrolit

(hiperkalemia,hipokalemi,hipofosfatemia), Keracunan logam berat (merkuri) Porfiria,

Uremia, Ketoasidosis diabetic, Penyakit sistemik seperti SLE

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

8

Bagan 1. Ileus Paralitik

Patogenesis

Mekanisme ileus yang terlibat pada ileus paralitik dapat bersifat neurogenik,

miogenik atau humoral1. Ketiga faktor tersebut dapat menghambat secara berlebihan

Ileus Paralitik

Penyebab yang berhubungan dengan Ilmu Penyakit Dalam:

1. Pankreatitis akut

3. Kolesistitis akut

4. Inflammatory bowel disease

5. Radiasi abdomen

7. Arteritis mesenterik

8. Infeksi herpes zoster

9. Trombosis vena

10. Pyelonefritis

11. Infark miokard

12. Pneumonia

13. Infeksi virus herpes simpleks anorektal

14. Obat-obatan; opiat, antikolinergik,

15. Sepsis

16. Ketidakseimbangan elektrolit

17. Uremia

18. Diabetes mellitus

19. SLE

20. Hipotiroid

21. Hipoparatiroid

Penyebab yang berhubungan dengan tindakan bedah:

1. Post laparotomi

2. Trauma abdomen

3. Transplantasi renal

4. Trauma penetrasi

5. Megakolon

6. Perdarahan intraperitoneal

7. Apendisitis

8. Divertikulitis

9. Obstruksi strangulasi

10. Batu ureteropelvik

11. Perdarahan retroperitoneal

12. Kraniotomi

13. Fraktur iga, tulang belakang , pelvis

14. Luka bakar

15. Peritonitis bakterial

16.Peritonitis cairan empedu

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

9

maupun kurangnya rangsangan terhadap aktivitas otot pada usus. Sebagian besar kasus

berhubungan dengan substansi di pembuluh darah, sedangkan mekanisme yang lain

adalah mekanisme reflex dan kegagalan fungsi otot.

Tiga sistem saraf berperan dalam mengataur motilitas gastrointestinal yaitu

sistem saraf simpatik dan parasimpatik yang mengatur motilitas dan sistem saraf

intrinsik. Saraf parasimpatik meningkatkan motilitas dan saraf simpatik menghambatnya.

Ileus paralitik mungkin terjadi karena peningkatan aktivitas saraf simpatik yang

berkepanjangan. Hormon-hormon dapat bekerja lokal atau melakukan fungsinya dari jauh

melalui aliran darah. Kerusakan atau gangguan pada reflex-refleks neural yang

menentukan motilitas usus yang terkoordinir dan atau kejadian inflamasi otot-otot

intestinal dianggap merupakan pusat dari patogenesis ileus yang dipicu tindakan

manipulasi usus,sedangkan yang diakibatkan bukan oleh manipulasi mungkin jauh lebih

kompleks.

Kadar serotonin plasma yang tinggi ditemukan pada kasus obstruksi mekanik

akut yang berhubungan dengan iskemik usus yang diduga,berkaitan dengan kongesti

vascular, tetapi tidak dijumpai pada kasus ileus paralitik

Namun begitu, mekanisme dari berbagai penyakit yang mendasari terjadinya

ileus paralitik masih misterius, kompleks dan jarang dapat dimengerti. Terapi dapat

berhasil apabila kita mengatasi penyakit yang mendasari terjadinya ileus paralitik. Oleh

karena itu, kita perlu mengenal penyakit-penyakit tersebut. Di sini akan dibahas beberapa

penyakit atau keadaan yang mendasari terjadinya ileus paralitik1.

Hipokalemi

Hipokalemi adalah salah satu gangguan elektrolit yang paling sering pada diare akut.

Hipokalemi adalah suatu keadaan di mana konsentrasi plasma < 3,5 mmol/L sebagai

akibat dari satu atau lebih faktor berikut ini: berkurangnya intake, masuknya kalium ke

dalam sel, meningkatnya pengeluaran kalium. Gejala hipokalemi jarang muncul kecuali

konsentrasi plasma < 3 mmol/L. Gejala-gejala tersebut adalah fatigue, mialgia,

kelemahan otot, dari ektremitas bawah yang merupakan akibat dari lebih negatifnya

resting membrane potential. Hipokalemi yang lebih berat dapat berakibat kelemahan

yang progresif, hipoventilasi, dan kadang paralisis komplit. Salah satu manifestasi klinis

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

10

yang berat pada hipokalemi adalah ileus paralitik. Hal ini dikarenakan fungsi otot halus

yang terpengaruh kurangnya kadar kalium dan sebagai manifestasinya adalah ileus

paralitik9,10.

Diabetes mellitus

Pasien dengan diabetes sering mengalami diare maupun konstipasi. Penyebab konstipasi

dapat bersifat multifaktorial pada pasien diabetes. Namun patofisiologinya belum

diketahui secara jelas. Secara patologi, pada pasien diabetes dapat terjadi demielinisasi

nervus vagus proksimal dan nervus simpatik yang mensyarafi usus. Waktu pengosongan

lambung diperpanjang sebagai akibat dari neuropati otonom yang terjadi secara sekunder

pada hiperglikemia, sedangkan hiperglikemia sendiri dapat menyebabkan gangguan

motilitas usus, namun hubungan secara jelas dengan dismotilitas usus pada pasien

diabetes masih belum dapat diketahui11.

Hipotiroid

Ileus paralitik pada hipotiroidisme diduga merupakan suatu neuropati otonom yang

mempengaruhi syaraf di kolon. Laporan mengenai hal ini pertama kali dibuat oleh

Bastenie(1946) yang mengemukakan hipotesisnya bahwa deposisi material

miksedematosa pada serat otot di intestinal berinterferensi dengan ganglia otonom.

Beberapa penulis berasumsi bahwa mekanisme ileus paralitik pada hipotiroid adalah

neuropati otonom seperti halnya neuropati perifer yang sering ditemukan pada

hipotiroidisme12.

Pada dismotilitas intestinal pada penyakit tiroid, ditemukan abnormalitas pada kontrol

elektrik intrinsik dari aktivitas motor usus. Pada pasien hipotiroid frekuensi slow waves

pada duodenum menurun11. Hal ini mungkin adalah salah satu sebab dari menurunnya

motilitas usus dan waktu transit pada usus halus menjadi memanjang. Pada studi

manometrik pada satu pasien ditemukan adanya penurunan dari amplitude kontraksi usus

halus dan menurunnya motilitas usus secara keseluruhan. Pada pasien dengan hipotiroid

berat, dapat terjadi ileus paralitik dan pseudoobstruksi intestinal. Abnormalitas tersebut

dapat kembali ke normal setelah koreksi dari disfungsi tiroid yaitu dengan cara

memberikan terapi hormon pengganti yang adekuat11.

Hipoparatiroid

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

11

Mekanisme hormon paratiroid dalam mempengaruhi motilitas gastrointestinal tidak

diketahui. Walaupun begitu, dapat kita ingat bahwa kalsium adalah elemen penting dalam

kontraksi usus halus sehingga hipokalsemia dapat mengganggu aktivitas kontraksi usus.

Telah dilaporkan adanya intestinal pseudoobstruksi dan malabsorpsi yang berhubungan

dengan dismotilitas usus halus pada pasien hipoparatiroid. Gejala-gejala yang

ditimbulkannya dapat diatasi dengan pemberian kalsium11 .

SLE

Systemic Lupus Erithematosus(SLE) adalah suatu penyakit inflamasi automun sistemik

dengan berbagai macam manifestasi klinik. Traktus gastrointestinal adalah salah satu

sistem organ yang paling dipengaruhi oleh SLE. Namun sebagian besar manifestasi

gastrointestinal disebabkan efek samping terapeutik dan infeksi. Patogenesis SLE yang

berhubungan dengan pseudoobstruksi intestinal masih belum dapat diketahui, walaupun

begitu diduga ileus paralitik terjadi karena adanya vaskulitis. Vaskulitis kemudian akan

menyebabkan terjadinya iskemi kronik dari otot halus usus sebagai akibatnya dapat

timbul kerusakan otot dan hipomotilitas13.

Obat-obatan

Antikolinergik dapat menurunkan tonus intestinal serta amplitude dan frekuensi kontraksi

peristaltik. Analgesik opiat diketahui dapat menekan motilitas traktus gastrointestinal.

Morfin dapat menurunkan kontraksi propulsif dengan mempengaruhi reseptor µ-opiat

pada sel otot intestinal yang mengakibatkan waktu transit pada usus halus memanjang11.

Radiasi

Kerusakan akibat radiasi terjadi pada semua struktur usus halus termasuk mukosa,

pembuluh darah, jaringan ikat, syaraf enterik dan otot halus. Pada trauma akut, dapat

terjadi dismotilitas usus halus. Pada trauma kronik, pleksus mienterik dapat terlihat

normal tapi masih dapat ditemukan proliferasi syaraf submukosa yang meluas hingga ke

otot sirkuler11.

Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut adalah gangguan inflamasi akut pankreas yang seringkali dapat

mempengaruhi sistem organ lainnya yang ditandai dengan nyeri abdomen, mual, muntah,

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

12

demam, takikardia, takipnea, distress pernapasan, menurunnya bising usus, distensi

abdomen, oliguria dan anuria. Komplikasi yang dapat terjadi secara metabolik yaitu

hiperglikemia, hipertrigliserida, hipokalsemia dan ensefalopati14,15.

Lebih dari 80 % kematian oleh karena pankreatitis akut berat berhubungan

dengan proses infeksi terutama infeksi sekunder dari bagian nekrotik pada pankreas atau

jaringan peripankreas. Infeksi pankreas sekunder termasuk nekrosis pankreas infektif,

abses pankreatik, dan pseudocyst pankreatik infektif yang menyebabkan trauma akut

pada mukosa gaster, perdarahan kavum abdomen, fistula dan disfungsi organ multipel.

Mekanisme terjadinya infeksi sekunder diduga oleh karena adanya pelepasan enzim

pankreas dan substansi bioaktif dan substansi toksik pada fase akut akan menyebabkan

paralisis gastrointestinal dan edema mukosa intestinal. Sehingga dapat terjadi translokasi

bakteri dan atrofi intestinal mukosa. Sun B. et al (2002) menyatakan dalam penelitiannya

bahwa ileus paralitik ≥ 5 hari menjadi salah satu faktor predisposisi dari pankreatitis akut

berat16.

Kolesistitis akut

Kolesistitis akut adalah inflamasi akut yang dapat dicetuskan oleh tiga faktor yaitu:

inflamasi mekanik oleh karena batu empedu, inflamasi kimiawi yang disebabkan

lisolesitin, serta inflamasi bakteri di mana yang disebutkan terakhir ini berperan dalam

50-85% kasus pasien dengan kolesistitis akut. Gejalanya yaitu nyeri abdomen kanan atas

yang menjalar hingga ke area interskapula, scapula kanan, atau bahu, mual, muntah,

demam tak terlalu tinggi. Sedangkan tanda khas pada kolesistitis akut adalah nyeri yang

meningkat pada batuk atau palpasi pada abdomen kanan atas (tanda Murphy). Tanda

lainnya adalah distensi abdomen dan bising usus hipoaktif oleh karena ileus paralitik17.

Ileus paralitik post operatif

Ileus paralitik adalah masalah yang menjadi penyebab utama dari memanjangnya masa

perawatan di rumah sakit post operasi. Pada ileus paralitik post operatif ini, terjadi

gangguan pada sistem syaraf otonom yang melibatkan hiperaktivitas simpatetik,

gangguan sistem syaraf enterik, inflamasi yang menyebabkan infiltrasi makrofag dan

neutrofil serta mediator inflamasi lain, serta sejumlah obat anestesi umum(seperti halotan

dan enfluran) dan penggunaan anti nyeri opiat18.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

13

Patofisiologi

Ileus paralitik menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi dan keadaan usus.

Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Perubahan Flora Normal Usus

Motilitas normal pada usus dapat membersihkan lumen usus dari nutrient dan organism

sehingga pada saat terjadi gangguan motilitas, maka akan terjadi stasis dan pertumbuhan

bakteri yang berlebihan serta malabsorbsi. Jumlah bakteri yang berlebihan dapat

menyebabkan kerusakan mukosa usus ringan dan pembentukan gas yang berlebihan.

Dekonjugasi cairan empedu oleh bakteri mengganggu pembentukan micelle dan

menyebabkan steatorea1.

Perubahan Isi Lumen Usus

Belum terdapat studi yang menjelaskan perubahan aliran cairan dan elektrolit pada ileus

paralitik secara memuaskan, namun kemungkinan tidak begitu berbeda dengan normal.

Volume gas dapat bertambah dan kemungkinan karena udara yang tertelan, di mana

udara ini terdiri dari nitrogen yang kurang diabsorbsi usus sehingga mengakibatkan

distensi usus dan mengakibatkan rasa tidak nyaman pada perut1,19. Selain itu dapat terjadi

produksi oleh fermentasi bakteri yang semakin bertambah dengan asupan makanan1.

Efek Metabolik dan Efek Sistemik

Konsekuensi sistemik yang dapat terjadi adalah ketidakseimbangan asam basa, elektrolit

dan cairan. Distensi ekstrem juga akan menyebabkan elevasi diafragma dengan ventilasi

yang restriktif dan kejadian atelektasis1.

Pendekatan Klinis

Anamnesis

Keluhan pasien tergantung pada waktu perkembangan ileus terjadi, penyakit yang

mendasari, komplikasi dan faktor penyerta. Pasien dapat mengeluh perut kembung (oleh

karena distensi abdomen), anoreksia, mual dan obstipasi dan mungkin disertai muntah1,4,8

Nyeri abdomen yang tidak begitu berat namun bersifat kontinu dan lokasi nyeri yang

tidak jelas adalah karakteristik keluhan pasien ileus4. Riwayat penyakit keluarga perlu

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

14

ditanyakan untuk mendeteksi adanya kemungkinan miopati atau neuropati yang

disebabkan oleh penyakit herediter4.

Pemeriksaan Fisik

Pasien biasanya berbaring dengan tenang1. Pada pemeriksaan perkusi abdomen dapat

ditemukan perkusi timpani. Pada palpasi, pasien menyatakan perasaan tidak enak pada

perut dan tidak dapat menunjuk dengan jelas lokasi nyeri. Auskultasi harus dilakukan

secara cermat oleh karena dapat ditemukan bising usus yang lemah, jarang, dan bahkan

dapat tidak terdengar sama sekali. Dapat terdengar low pitched gurgle, suara berdenting

yang lemah yang kadang dapat dicetuskan dengan cara menepuk perut pasien, atau dapat

terdengar suara air bergerak(succusion splash) saat pasien berpindah posisi1,4,8.

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara berulang karena komplikasi dapat timbul seiring

waktu berjalan sehingga dapat terjadi perubahan hasil pemeriksaan fisik. Demam,

hipotensi, atau tanda-tanda sepsis merupakan tanda bahaya akan terjadinya komplikasi

yang mengancam jiwa4.

Pemeriksaan Penunjang

-Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium penting dalam mencari penyakit yang mendasari ileus paralitik

serta merencanakan manajemen terapinya. Pemeriksaan yang penting untuk dilakukan

yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Pemeriksaan

elektrolit serum, blood urea nitrogen, dan kreatinin membantu dalam menilai adanya

ketidakseimbangan cairan dan ada tidaknya dehidrasi serta derajat dehidrasi. Pemeriksaan

leukosit penting dalam menilai ada tidaknya infeksi atau inflamasi.

-Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis, membedakan

ileus paralitik dengan ileus obstruksi, dan untuk memahami penyebabnya1,8. Sebagai

awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos dengan posisi supine dan tegak.

Untuk membedakan ileus paralitik dan ileus obstruksi, perlu diperhatikan derajat distensi

abdomen, volume cairan dan gas intraluminal Pada ileus paralitik akan ditemukan

distensi lambung, usus halus dan usus besar oleh karena terdapat kelainan pada

akumulasi gas dan cairan, namun akumulasi gas dan cairan pada ileus paralitik tidak

sebanyak pada obstruksi intestinal. Selain itu gas lebih banyak terdapat di kolon loop dari

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

15

distensi usus ringan dan dapat terlihat di sebelah atas atau berdekatan dengan lokasi

proses inflamatorik misalnya pada pankreatitis. Loop ini disebut juga sentinel loops1 .

Air fluid level berupa suatu gambaran line up (segaris)1,8. Selain itu terdapat gambaran

stepladder pattern1.

Gambar 4. Foto polos abdomen ileus paralitik 20

Pemeriksaan dengan CT-Scan terutama diperlukan untuk membedakan ileus dengan

penyebab lain dari nyeri abdomen akut non-traumatik.

Gambar.5 CT-scan pada ileus paralitik pada seorang anak.

Tampak distensi usus halus dan rektum

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

16

Pemeriksaan dengan manometri usus halus dapat menyediakan informasi tambahan

mengenai pola motilitas yang mendasari seperti miopati, neuropati atau obstruksi4,21. Jika

manometri menunjukkan pola kontraktil normal dengan kontraksi amplitudo rendah

cenderung merupakan tanda dari penyakit yang didasari oleh masalah miogenik. Namun

karena kegunaan klinisnya masih belum jelas, pemeriksaan ini belum digunakan secara

rutin dan perlu diadakan evaluasi lagi4.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding utama pada ileus paralitik adalah penyebab akut abdomen

non-traumatik lain seperti ischemic bowel disease, divertikulitis, diseksi aorta,

inflammatory bowel disease yang berat, pankreatitis, dan kolik renal atau kolik bilier.

Beberapa penyakit di atas dapat berkembang menjadi ileus sehingga membuat

pemeriksaan fisik menjadi rancu1,4.

Tata Laksana

Hal yang paling penting dalam penatalaksanaan ileus paralitik adalah mencari

penyakit yang mendasari. Hal ini oleh karena ileus paralitik diterapi dengan mengobati

penyakit dasar dan perlu diingat bahwa terapi operatif harus dihindari kecuali terdapat

suatu katastrofi intraabdomen yang membutuhkan laparotomi1. Pengelolaan ileus

paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit mengobati kausa dan pemberian nutrisi yang

adekuat4,8.Dekompresi dilakukan dengan menggunakan nasogastric tube untuk

mengurangi distensi akibat gas. Dekompresi dapat mengurangi gejala dan tanda distensi ,

mual dan muntah serta mengurangi regurgitasi dan aspirasi4. Pemberian cairan , koreksi

gangguan elektrolit dan nutrisi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Perlu dilakukan

pembatasan penggunaan obat yang menghambat motilitas usus seperti opiat,dan obat

antikolinergik4.

Hal-hal yang dapat mencegah ileus paralitik postoperatif yaitu salah satunya

pemberian makanan via oral atau nasoenteric tube secara dini setelah operasi. Penjelasan

yang logis mengenai hal ini adalah bahwa asupan makanan dapat menstimulasi reflex

yang menghasilkan aktivitas gerak usus20.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

17

Terapi farmakologi

Alvimopan adalah antagonis reseptor µ-opioid yang dapat menghambat aksi

opiat dalam menghambat motilitas gastrointestinal tanpa mempengaruhi kerja opiat

sebagai anti nyeri4. Sebuah penelitian doubled blind, placebo-controlled trial

menyebutkan bahwa kelompok pasien post reseksi usus halus dan usus besar yang diberi

alvimopan pergerakan usus terjadi lebih cepat, lebih cepat flatus dan dapat menkonsumsi

makanan padat. Alvimopan diberikan dengan dosis 12 mg 30-90 menit sebelum operasi

dan dua kali sehari setelah operasi selama 7 hari22.

Terdapat beberapa penelitian dan studi klinis yang menyatakan bahwa NSAID

meringankan mual dan muntah serta memperbaiki transit gastrointestinal. Laksatif dapat

digunakan pada ileus paralitik , namun begitu belum terdapat penelitian randomized

controlled trial mengenai efeknya. Prostaglandin dilaporkan dapat meningkatkan masa

transit pada usus halus dan kolon, namun masih perlu dilakukan penelitian untuk

memastikan kegunaannya. Neostigmin, yang merupakan inhibitor reversibel dari

asetilkolinesterase yang dapat meningkatkan motilitas kolon pada periode awal

postoperative dengan cara meningkatkan aktivitas asetilkolin pada reseptor

muskarinik18,22 . Pemberian neostigmin 2 mg secara cepat dapat memacu flatus dan

pasase feses pada 80-90 % pasien. Neostigmin dapat diberikan 2- 2,5 mg intravena bolus

atau infuse selama 24 jam, dan perlu pengawasan oleh karena resiko terjadinya

bradikardia dan bronkospasme22. Ceruletide merupakan peptide sintetis yang dapat

meningkatkan motilitas gastrointestinal dengan beraksi sebagai antagonis kolesistokinin.

Namun karena memiliki efek samping mual dan muntah, maka tidak begitu efektif18.

Terapi lain

Asao et.al menyatakan dalam penelitian randomized, prospective, controlled bahwa

mengunyah permen karet dapat memicu motilitas usus setelah kolektomi laparoskopik

pada kanker kolorektal. Pada penelitian tersebut, pasien mengunyah permen karet tiga

kali sehari dimulai dari hari pertama setelah operasi18.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

18

Tabel 1. terapi ileus postoperatif18

Komplikasi

Efek sistemik dari distensi abdomen yang terjadi pada abdomen adalah

peninggian diafragma dengan ventilasi yang terhambat, dan selanjutnya dapat terjadi

ateletaksis19.

ILEUS OBSTRUKSI

Definisi

Ileus obstruksi adalah hambatan pada satu atau lebih area di usus yang

disebabkan problem mekanik. Penyebab obstruksi mekanis pada lumen usus dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) yaitu lesi ekstrinsik, lesi intrinsik, dan obturasi yang akan dibahas lebih

lanjut1, 4, 19, .

Etiologi

Terkadang penyebab dari ileus obstruksi tidak dapat diketahui sebelum operasi,

namun dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yang tepat kita dapat

menegakkan diagnosis dan merencanakan terapi.

Lesi ekstrinsik

Adhesi adalah penyebab paling sering dari obstruksi pada usus halus namun

jarang terjadi pada kolon. Pita adhesi yang dapat memendek sejalan dengan waktu

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

19

menyebabkan terjadinya loop entrapment pada usus sehingga dapat menyebabkan

terjadinya closed loop obstruction. Hal ini berkaitan dengan kejadian strangulasi. Contoh

dari lesi ekstrinsik adalah hernia dan volvulus1,4.

Lesi Intrinsik

Keadaan yang dapat menyebabkan lesi intrinsik adalah tumor, intususepsi, dan

proses inflamasi atau iskemik. Proses inflamasi atau iskemik dapat menyebabkan striktur

lumen, disfungsi otot dan terganggunya masa transit pada usus1,4.

Obturasi

Salah satu contoh dari obturasi adalah impaksi fesses yang disebabkan

konstipasi kronik yang berat, bermacam-macam obat (contoh: narkotik, antipsikotik), dan

karsinoma kolon atau divertikulitis1,4.

Tabel 2. Penyebab obstruksi mekanik1

Lesi ekstrinsik

Adhesi dan pita congenital

Hernia

- Hernia eksternal

- Hernia internal

- Hernia diafragmatik

- Hernia pelvis

Volvulus

- Gaster

- Usus halus

- Sekum

- Sigmoid

Massa ekstrinsik

- Tumor maligna atau benigna

- Abses

- Aneurisma

- Hematoma

- Endometriosis

Lesi intrinsik

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

20

Neoplasma benigna atau maligna

- Adenokarsinoma

- Limfoma, limfosarkoma

- Tumor karsinoid

Inflamasi

Tuberkulosis gastrointestinal

Crohn’s disease

Striktur, sebagai akibat sekunder dari:

- NSAIDs

- Iskemia

Divertikulitis

Intususepsi

Defek congenital

- Stenosis pilorik hipertrofik

- Atresia intestinal

- Malrotasi

- Divertikulum Meckel

- Hirschsprung disease

Hematoma

- Trauma abdomen

- Trombositopenia

- Henoch-Schonlein purpura

Benda intraabdomen

- Ileus mekonium

- Impaksi barium

- Impaksi feses

- Ileus batu empedu

- Benda asing

Patogenesis

Tuberkulosis gastrointestinal

Tuberkulosis gastrointestinal termasuk masalah utama pada negara-negara

sedang berkembang. Kira-kira terdapat 20-25% pasien tuberkulosis abdominal yang juga

disertai dengan tuberkulosis paru. Tuberkulosis gastrointestinal dapat menyerang semua

bagian usus, namun area yang paling umum terkena tuberkulosis abdominal adalah ileum

dan kolon. Penyebaran infeksi gastrointestinal berasal dari tiga jalur berikut ini23:

1. Penyebaran yang berasal dari sputum yang terinfeksi yang tertelan, biasa terjadi pada

pasien dengan tuberkulosis paru akut.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

21

2. Penyebaran melalui jalur pembuluh darah, berasal dari fokus tuberkulosis di paru

3. Penyebaran lokal yang berasal dari organ sekitar yang terinfeksi infeksi tuberkulosis

primer(contoh: tuberkulosis renal menyebabkan fistula menuju duodenum)

Terdapat tiga bentuk tuberkulosis gastrointestinal yaitu, bentuk ulseratif,

hipertrofik, dan ulserohipertrofik23. Diduga obstruksi intestinal disebabkan oleh jaringan

parut , fibrosis dan massa rigid pada bentuk hipertrofik. Gejala pada obstruksi intestinal

oleh karena tuberkulosis sama seperti gejala klinis pada penyebab lain, yaiu mual,

muntah, nyeri abdomen, kemudian terdapat penurunan berat badan23.

Crohn’s disease

Pada Crohn’s disease, yang dapat bermanifestasi menjadi proses inflamasi akut

dan kronik, serta terdapat dua bentuk pola klinis yaitu pola fibrostenosis –obstruksi dan

pola penetrasi-fistula. Obstruksi usus pada penyakit ini dapat terjadi dalam berbagai

tahap. Pada tahap awal, terjadi edema dinding usus dan spasme sehingga menyebabkan

obstruksi intermiten serta nyeri setelah makan yang semakin meningkat. Setelah beberapa

tahun, inflamasi persisten berkembang secara progresif menjadi penyempitan

fibrostenotik dan striktur. Diare akan berkurang dan digantikan dengan obstruksi usus

kronik. Selain itu dapat terjadi episode akut obstruksi yang dicetuskan oleh inflamasi

usus dan spasme atau terkadang oleh impaksi makanan yang tidak tercerna. Obstruksi

usus terjadi sebanyak 40% dari pasien dengan Crohn’s disease24.

Striktur sekunder dari NSAIDs

NSAIDs adalah salah satu obat yang digunakan secara luas yang efek

sampingnya terutama terjadi pada saluran cerna. Prevalensi lesi pada usus halus yang

disebabkan NSAIDs pada masa lalu diremehkan karena sulitnya melakukan pemeriksaan

diagnostik yang sensitif pada usus halus, sebuah penelitian Shumaker DA et al. (2001)

memaparkan efek samping NSAIDs pada usus halus dengan enteroskopi perioperatif.

Efek samping NSAIDs pada usus halus adalah terbentuknya ulkus, striktur, dan

enteropati. Ketiga lesi tersebut menimbulkan konsekuensi berupa obstruksi usus halus,

perdarahan gastrointestinal kronik, perforasi, anemia defisiensi besi, dan malabsorbsi25.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

22

Patofisiologi

Perubahan flora normal usus

Pada obstuksi parsial, stasis intestinal seperti halnya pada ileus paralitik dapat

menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan malabsorbsi. Jumlah

mikroorganisme yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan mukosa. Pembentukan

gas yang berlebihan, katabolisme nutrient dengan pembentukan asam lemak rantai

pendek1.

Perubahan isi lumen usus

Cairan dan elektrolit terkumpul di bagian proksimal dari area obtruksi. Dalam

12 (dua belas) jam pertama setelah timbulnya obstruksi usus terdapat penurunan absorbsi

dan peningkatan sekresi dari air, natrium, dan kalium. Peningkatan sekresi tersebut

merupakan akibat dari aktivasi refleks neural oleh reseptor regangan (stretch reseptors).

Kegagalan absorbsi dan peningkatan sekresi air dan elektrolit akan terus berlangsung

sehingga menyebabkan akumulasi cairan. Selain itu adanya saliva yang tertelan, cairan

lambung, serta sekresi dari cairan empedu dan pankreas berperan dalam akumulasi

cairan. Sedangkan akumulasi gas berasal dari udara yang tertelan dan fermentasi

bakteri1,4,19.

Distensi usus yang disebabkan akumulasi gas dan cairan tersebut menyebabkan

rasa tidak nyaman, Nyeri adomen pada ileus obstruksi lebih berat dibandingkan dengan

nyeri abdomen pada ileus paralitik. Sedangkan sekuestrasi cairan dan elektrolit ,

hilangnya kapasitas absorbsi dan muntah berperan pada proses terjadinya dehidrasi dan

insufisiensi sirkulasi darah melalui hilangnya cairan dari ekstraseluler dan kompartemen

intravaskuler1.

Perubahan motilitas

Pada model eksperimental obstruksi usus menunjukkan kontraksi meningkat di

sebelah proksimal dari hambatan lumen usus sedangkan kontraksi di sebelah distal

menurun. Komponen utama dari peningkatan aktivitas motor di bagian proksimal

tersebut diatur oleh neuron motorik kolinergik usus. Pada keadaan obstruksi yang lama,

akan terjadi peningkatan refleks peristaltik motorik. Proses tersebut akan disela oleh fase

kontraksi berkelompok, gelombang kontraktil yang intens, atau hilangnya aktivitas

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

23

motorik. Hal-hal tersebut akan menimbulkan kolik intermiten dan borborigmi. Pada

obstruksi kronik muskularis eksterna menjadi tebal melalui mekanisme hipertrofi dan

hiperplastik. Semakin lama aktivitas motorik berkurang sehingga periode diamnya

aktivitas motorik usus akan meningkat secara progresif. Pada obstruksi usus parsial akan

terjadi perubahan pada Interstisial cell’s of Cajal yang reversibel. Perubahan pada

aktivitas neuronal, Insterstisial cell’s of Cajal, dan otot halus usus itu sendiri diduga

berperan dalam perubahan motilitas selama obstruksi intestinal kronik terjadi1,4.

Efek sistemik dan metabolik

Sama dengan ileus paralitik, efek sistemik ada ileus obstruksi adalah ketidak

seimbangan cairan elektrolit dan asam basa. Volume muntah tidak terlalu banyak pada

obstruksi intestinal distal, namun nyeri kolik dan distensi abdomen lebih berat. Distensi

dan nyeri pada obstruksi kolon cukup intens namun muntah dan dehidrasi jarang terjadi.

Dengan adanya closed loop obstruction dan strangulasi dapat terjadi pelepasan usus yang

necrotic sehingga menyebabkan pelepasan substansi yang menjadi penyebab systemic

imflamatory response1,4.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

24

Pendekatan Klinis

Anamnesis

Pada ileus obstruksi, hal yang penting selain menyingkirkan diagnosis ileus

paralitik adalah menentukan sifat obstruksi(parsial atau komplit), identifikasi lokasi dan

gangguan anatomi yang mendasari. Keluhan umum pasien yaitu distensi abdomen , nyeri

atau rasa tidak nyaman di perut, keluhan tersebut sering berhubungan dengan obstipasi

dan mual atau muntah. Pasien dengan obstruksi usus proksimal umumnya mengeluh

kembung dan distensi. Nyeri khas pada obstruksi yaitu rasa seperti tertekan yang tumpul,

atau seperti diremas dengan periode eksaserbasi kram dan gelombang yang muncul

secara bergantian. Nyeri pada obstruksi usus halus menjalar ke area periumbilikal, derajat

nyeri cukup berat dan bersifat kolik. Sedangkan nyeri pada obstruksi kolon terlokalisasi

sedikit di bawah umbilikus, sedangkan pada lesi distal biasanya mengalami nyeri yang

lebih terlokalisasi pada abdomen kiri bawah.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

25

Beberapa pasien mengeluh adanya borborigmi, atau gerakan usus yang dapat

dilihat. Pada pasien dengan obstruksi pada outlet gaster, muntah akan bersifat asam dan

tidak mengandung cairan bilier. Sedangkan pada obstruksi usus halus, muntah

mengandung cairan bilier, terasa pahit dan dapat berbau feses. Ketika terjadi obstruksi

komplit, maka pasien tidak dapat flatus ataupun buang air besar. Selain menanyakan

mengenai keluhan yang dirasakan oleh pasien, kita juga perlu mengetahui riwayat gejala

gastrointestinal sebelumnya, adanya penyakit lain, trauma atau operasi sebelumnya dan

penggunaan obat-obatan1,4.

Pemeriksaan Fisik

Pasien terlihat meringkuk, memegang perut, gelisah dan sering berganti-ganti

posisi tidur, muntah. Pada inspeksi dapat terlihat distensi abdomen dan peristaltik usus.

Perkusi abdomen akan menghasilkan suara timpani. Bila ditemukan pekak alih atau

puddle sign pada perkusi maka kemungkinan terdapat cairan bebas di abdomen yang

menyiratkan adanya asites inflamatorik atau asites akibat inflamasi. Pada palpasi, harus

dicari adanya massa oleh karena inflamasi, atau neoplasma. bila teraba massa solid maka

kemungkinannya adalah abses dari Crohn’s disease atau diverticulitis. Bila pasien

merasakan rebound tenderness pada palpasi maka hal tersebut mengindikasikan adanya

komplikasi yang membutuhkan operasi segera. Auskultasi dapat membedakan obstruksi

intestinal dengan ileus paralitik, yaitu pada obstruksi intestinal bising usus menjadi lebih

keras, high pitched, dan hiperaktif, kecuali bila obstruksi berlangsung selama beberapa

hari atau telah timbul komplikasi berupa iskemia, nekrosis, atau peritonitis1,4.

Pemeriksaan rektal dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan atau masssa di

daerah pelvik. Pada pemeriksaan rektal, bila didapatkan feses pada sarung tangan, maka

hal itu mengindikasikan adanya impaksi feses4.

Seperti halnya pada ileus paralitik, perlu dilakukan pemeriksaan fisik berulang

pada obstruksi intestinal untuk memonitor timbulnya komplikasi1,4.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan foto polos abdomen dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis

obstruksi usus pada lebih dari 60 % kasus26. Dilakukan dengan dua posisi yaitu supine

dan tegak (atau lateral dekubitus bila pasien tidak bisa tegak) merupakan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

26

awal yang berguna untuk menentukan letak obstruksi dan mencari penyebabnya. Pada

posisi tegak atau lateral dekubitus dapat terlihat multiple air fluid levels dan stepladder

pattern. Stepladder patern dengan multiple air fluid levels dan tidak terlihat gas di dalam

kolon adalah tanda patognomonik Dapat ditemukan scalloped effect oleh karena udara

dan cairan yang berkumpul di kolon proksimal dari obstruksi. Pada tahap awal

strangulasi, sulit dibedakan dengan obstruksi simple, namun bila sudah mencapai tahap

lanjut, maka usus yang nekrotik akan kehilangan kontur mukosanya dan mengalami

edema sehingga tampak gambaran thumbprinted dan bentuk coffee bean. Untuk

membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, maka perlu diperhatikan derajat

distensi intestinal, jumlah cairan dan gas intralumen, dan pola distribusi air fluid-levels.

Pada obstruksi intestinal, akumulasi gas dan cairan lebih banyak sedangkan air fluid-

levels lebih panjang dan terlihat lebih jelas. Selain itu dapat ditemukan stepladder

pattern. Apabila multiple air fluid-levels terlihat sebagai pola string of beads, maka

terdapat kecenderungan adanya obstruksi parsial atau komplit derajat tinggi 1,4.

Gambar 6. Obstruksi usus halus(kiri) foto polos abdomen pasien dengan obstruksi usus halus posisi supine .(kanan)

foto dari pasien yang sama dengan posisi tegak, menunjukkan adanya air-fluid levels. .

Walaupun pemeriksaan foto polos abdomen dapat menegakkan diagnosis pada

sebagian besar kasus obstruksi intestinal, namun evaluasi lebih lanjut

diperlukan(misalnya dengan CT-scan atau radiografi barium)pada 20-30 % kasus26.

Sensitivitas CT-scan adalah 80-90 % sedangkan spesifisitasnya adalah 70-90% dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

27

deteksi obstruksi usus halus. Pada pemeriksaan CT-scan, adanya transisi yang jelas antara

bagian usus yang berdilatasi dengan yang kolaps, dilatasi usus proksimal, dekompresi

usus distal dan dengan kontras intralumen tidak dapat melalui zona transisi, serta kolon

mengandung sedikit gas atau cairan, maka hal-hal tersebut mengarah pada diagnosis

pasti obstruksi intestinal. Sedangkan bila terlihat titik transisi yang tidak terdapat adanya

struktur ekstralumen atau abnormalitas dinding usus mneyiratkan adanya pita adhesi atau

kongenital. Perubahan pada ketebalan dinding usus, massa ekstralumen dan penemuan

lain menyediakan informasi penting mengenai penyebab dari obstruksi. Pemeriksaan

CT-scan abdomen berguna dalam mendiagnosis tuberkulosis gastrointestinal1,4. CT-scan

dapat menunjukkan adanya penebalan dinding usus yang asimetris, dan nodus –nodus

yang melebarz.

Gambar 7. CT-scan menunjukkan adanya dilatasi jejunum dengan transisi yang jelas, bagian distal kolaps.

Tampak usus halus sesuai dengan gambaran obstruksi usus halus komplit

Pada obstruksi intestinal parsial, penggunaan kontras barium direkomendasikan

pada pasien dengan riwayat obstruksi berulang atau obstruksi mekanik level rendah untuk

menentukan segmen obstruksi dan derajat obstruksi. Selain itu dapat membantu

mengetahui penyebab obstruksi namun apabila dicurigai terdapat perforasi, maka kontras

barium tidak boleh digunakan. Begitu juga dengan obstruksi kolon karena dapat

menyebabkan impaksi barium4. Selain itu, dapat pula digunakan sigmoidoskopi atau

kolonoskopi pada obstruksi kolon. Sigmoidoskopi dapat pula berfungsi sebagai terapi

pada volvulus sigmoid19.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

28

Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan darah yaitu pemeriksaan hematokrit,

elektrolit (natrium, sodium, chlorida dan bikarbonat), blood urea nitrogen, dan kreatinin

serta analisis gas darah sebagai dasar dari terapi cairan1.

3.4.Komplikasi

Hilangnya cairan dan elektrolit dapat sangat berat, dan apabila tidak dilakukan

terapi penggantian cairan, maka dapat terjadi hipovolemi, insufisiensi renal dan bahkan

syok. Komplikasi yang paling berbahaya dari obstruksi intestinal akut adalah “closed-

loop” obstruction yang terjadi ketika lumen usus mengalami oklusi pada dua titik yang

disebabkan satu mekanisme misalnya hernia fasial atau pita adhesi. Pada komplikasi

tersebut, aliran darah juga terhambat. Pada kolon, walaupun aliran darah tidak terhambat

oleh karena adanya mekanisme obstruksi, namun distensi pada sekum menjadi sangat

ekstrim oleh karena diameternya yang besar, akibatnya, aliran darah intramural dapat

terganggu pula dan pada akhirnya terjadi gangrene pada dinding sekum. Setelah terjadi

hambatan aliran darah maka sebagai akibatnya terjadi invasi bakteri dan dapat pula timbul

peritonitis. Sama halnya dengan ileus paralitik, efek sistemik yang disebabkan distensi

adalah elevasi diafragma dengan ventilasi yang terhambat dan selanjutnya ateletaksis19.

Tata Laksana

Dalam menentukan keputusan untuk melakukan terapi pada pasien ileus

obstruksi, maka diperlukan observasi yang cermat. Segera setelah diagnosis ileus

obstruksi ditegakkan, maka resusitasi cairan, elektrolit, dan asam basa harus dimulai.

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan apakah akan dilakukan

terapi operatif, pertimbangan akan dilakukan terapi operatif atau terapi nonoperatif1. Salah

satu contoh yang membutuhkan operasi segera adalah obstruksi intestinal komplit yang

akut yang merupakan keadaan emergensi yang dengan tujuan terapinya adalah

membebaskan obstruksi1.

Apabila terdapat hipovolemia berat, maka terapi cairan intravaskuler harus

dimonitor dengan pengukuran pengeluran urin dan evaluasi central venous pressure.

Terapi cairan harus dilakukan berdasarkan defisit cairan dan kebutuhan cairan sehari-

hari1.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

29

Cairan yang diberikan untuk mengoreksi defisit cairan adalah ringer laktat,

sedangkan pada keadaan asidosis metabolik terutama pada pH darah arteri kurang dari 7,1

maka diperlukan NaHCO3 2 mmol/L 1.

Hal lain yang penting untuk dilakukan adalah dekompresi usus untuk

mengurangi distensi abdomen. Resusitasi cairan, elektrolit serta asam basa penting

dilakukan untuk mengurangi resiko operasi26.

Seperti yang telah disebutkan di atas, obstruksi intestinal komplit akut harus

dioperasi segera setelah resusitasi preoperatif dilaksanakan. Alasan operasi harus segera

dilaksanakan pada obstruksi intestinal komplit adalah bahwa pada keadaan tersebut,

kemungkinan strangulasi belum dapat disingkirkan dan penundaan operasi dapat berakibat

fatal. Selain itu, kematian sangat terkait dengan kasus obstruksi akut yang sudah

mengalami komplikasi. Sebelum operasi perlu dilakukan pemberian antibiotik spektrum

luas sebagai terapi profilaksis sebab usus yang tidak dipersiapkan dengan pemberian

antibiotik memiliki insiden tinggi terkena infeksi dan selanjutnya dapat terjadi sepsis19,26.

Pada obstruksi intestinal parsial, terapi operatif segera tidak selalu diperlukan

sehingga masih ada waktu untuk menentukan derajat keparahan serta penyakit yang

mendasari dengan pemeriksaan diagnostik. Jika pasien mengeluarkan feses dan flatus dan

bila udara dapat terlihat di kolon, maka kemungkinan adanya strangulasi kecil.

Laparotomi menjadi indikasi bila terdapat tanda-tanda seperti demam, takikardi, nyeri

abdomen yang berlangsung terus-menerus, rebound tenderness dan leukositosis 1. Pada

45% kasus dengan gejala dan tanda seperti yang telah disebutkan, ditemukan

strangulasi26.

Operasi segera tidak dianjurkan pula pada keadaan-keadaan seperti riwayat

mengalami periode obstruksi intestinal multipel yang berulang, operasi abdomen multipel

dengan adhesi luas, terapi radiasi abdomen, Crohn’s disease atau karsinomatosis dengan

metastasis luas1.

Perlu diketahui bahwa operasi segera tidak dianjurkan kecuali pada keadaan

perforasi, peritonitis, dan kesulitan respirasi akibat distensi abdomen masif. Dapat

dilakukan endoskopi yang digunakan tidak hanya untuk penegakkan diagnosis tapi juga

terapi. Kateter balon pneumatik terutama membantu dalam terapi Crohn’s disease.

Gejala-gejala obstruksi dapat diatasi dengan obat-obatan namun pada beberapa kasus,

Universitas Sumatera Utara

Page 30: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

30

terutama pasien yang mengalami obstruksi intestinal proksimal, tindakan endoskopi,

gastrostomi dan jejunostomi dapat mengatasi gejala mual, muntah dan kolik1.

Tabel 3. Rekomendasi tata laksana obstruksi usus halus(Eastern Association fot the Surgery of Trauma)26

No.

1.

2.

3.

4.

Rekomendasi

Semua pasien dengan kecurigaan adanya obstruksi usus halus harus diperiksa dengan foto polos abdomen

karena foto polos abdomen sama sensitifnya dengan Ct-scan dalam mmbedakan obstruksi dengan non-

obstruksi.(level III)

Semua pasien yang dengan foto polos abdomen belum dapat ditentukan obstruksi komplit atau letak tinggi

sebaiknya diperiksa dengan CT-scan sebagai dasar untuk menetukan letak serta etiologi obstruksi(level I)

Beberapa literatur menyatakan bahwa pemeriksaan kontas sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang

tidak membaik setelah mendapatkan terapi konservatif selama 48 jam karena pemeriksaan kontras dapat

menyingkirkan adanya obstruksi usus halus yang memerlukan operasi(level II)

Kontras dengan osmolaritas rendah nonionik dapat menjadi alternatif dari barium untuk pemeriksaan

kontras pada evaluasi obstruksi usus halaus untuk tujuan diagnostic(level I)

No.

1.

2.

Tata Laksana

Pasien yang pada foto polos abdomen ditemukan adanya obstruksi usus halus dengan tanda-tanda seperti

demam, leukositosis, takikardia, asidosis metabolik dan nyeri terus-menerus; atau ditemukan peritonitis

pada pemeriksaan fisik, sangat dianjurkan eksplorasi (Level 1)

Pasien yang tanpa manifestasi klinik di atas, obstruksi usus halus parsial atau komplit dapat diberikan tata

laksana non-operatif, namun biasanya obstruksi komplit mengalami kegagalan terapi(Level I)

Pasien dengan obstruksi usus halus yang tidak mengalami perbaikan setelah diberikan terapi non-operatif

selama 3-5hari sebaiknya menjalani operasi (Level III)

Tidak ada perbedaan signifikan pada efek terapi non-operatif atau pada tingkat mortalitas setelah tindakan

operasi pada dekompresi yang dilakukan dengan tube panjang dibandingkan dengan penggunaan

nasogastric tube.

Pada pasien yang telah terseleksi pelaksanaan terapi laparoskopi untuk obstruksi usus halus sebaiknya

dipertimbangkan serta tindakan tersebut dapat memperpendek waktu perawatan di rumah sakit.

Keterangan: Level I : rekomendasi ini cukup meyakinkan dan berdasarkan infomasi keilmuan yang biasanya

berdasarkan data Kelas 1, Level 2: rekomendasi ini cukup beralasan yang didukung bukti keilmuan dan diperkuat

dengan pendapat ahli, Level 3: rekomendasi ini didukung oleh yang tersedia tanpa bukti keilmuan yang kuat.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

31

KESIMPULAN

Obstruksi intestinal merupakan salah satu dari penyebab nyeri abdomen yang

menjadi diagnosis masuk di instalasi gawat darurat. Penatalaksanan kadang terlambat

akibat adanya misdiagnosis antara obstruksi parsial (pseudo obstruksi) sehingga akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Para klinisi perlu mengetahui manifestasi klinik,

teknik radiologis untuk mendiagnosis serta modalitas-modalitas terapeutik terkini pada

obstruksi intestinal.

Ileus paralitik dan ileus obstruksi adalah dua keadaan di mana terdapat

hambatan isi usus dengan mekanisme berbeda sehingga penatalaksanaannya pun berbeda.

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat membedakan keduanya.

Baik ileus paralitik dan ileus obstruksi dapat berkembang sehingga

mengakibatkan komplikasi yang fatal, namun dengan deteksi dan penanganan yang cepat,

maka tingkat kematian akibat keduanya dapat diturunkan. Pada ileus paralitik, yang paling

penting adalah menentukan penyakit yang mendasari untuk kemudian mengatasi penyakit

tersebut yang pada umumnya juga akan mengatasi ileus paralitik. Sedangkan hal yang

penting dalam ileus obstruksi adalah menegakkan diagnosis obstruksi secara cepat

kemudian memutuskan apakah akan dilakukan tindakan operatif atau diberikan terapi non-

operatif. Keterlambatan dalam operasi pada ileus obstruksi dapat berakibat fatal.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Summers RW. Approach to the patient with ileus and obstruction. In: Yamada T, Owyang

C, Powell DW. Textbook of Gastroenterology vol I 4th edition. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins; 2003. Pg: 829-842

2. Mukherjee S. Ileus. Dec 2009. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/178948-overview#a0104. Diunduh 7 April 2011

3. Chen X, Wei T, Jiang K et. al. Etiological and factors acute intestinal obstruction: a review

of 705 cases. Journal of Chinese Integrative Medicine , October 2008, Vol 6. No 10.

Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18847534

4. Bielefeldt K, Bauer AJ. Approach to the patient with ileus and obstruction . In: Yamada T,

Alpers DH, Kalloa AN et. al. Principles of clinical gastroenterology. Singapore: Wiley-

Blackwell; 2008. Pg: 287- 300

5. Souvik A, Hossein MZ, Amitabha D et. al. Etiology and outcome of acute intestinal

obstruction: a review of 367 patients in Eastern India. Saudi J Gastrointestinal. 2010

October; 16(4): 285-287. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2995099/?tool=pubmed

6. Anonymous. Society issues for paralytic issues. Cure Research. Available at

www.cureresearch.com

7. Guyton AC. Textbook of medical physiology. Penyysylvania: Elsevier Saunders; 2006.pg

771-780

8. Djumhana A. Ileus paralitik. : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,

eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2006

9. Singer GG, Brenner BM. Fluid and electrolyte imbalance. In: Kasper, Braunwald, Fauci et

al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II 17th ed. New York: McGrawHill; 2005.

Pg : 282

10. Majeed R, Shamsi HA, Rajar UD. Clinical manifestations of hypokalemia. JLUMHS May-

August 2006. Available at: http://beta.lumhs.edu.pk/jlumhs/Vol05No02/pdfs/v5n2oa01.pdf

11. Camilleri M. Dysmotility of the small intestine and colon. In: : Yamada T, Owyang C,

Powell DW. Textbook of Gastroenterology vol I 4th edition. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins; 2003.

12. Rodrigo C, Gamakaranage CS. Epa DS. Et.al . Hypothyroidism causing paralytic ileus and

acute kidney injury - case report. Thyroid research April 2011. Available at:

http://www.thyroidresearchjournal.com/content/pdf/1756-6614-4-7.pdf--

13. Tian X, Zhang X. Gastrointestinal involvement in systemic lupus Erythematosus. World J

Gastroenterol 2010 June 28; 16(24): 2971-2977. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2890936/pdf/WJG-16-2971.pdf

14. Greenberger NJ. Acute pancreatitis. In: Greenberger NJ, Blumberg RS, Burakoff R. Lange

Current Diagnosis & Treatment, Gastroenterology, Hepatology, Endocopy. New York:

McGrawHill; 2009.

15. Greenberger NJ, Toskes PP. Acute and chronic pancreatitis. In: Kasper, Braunwald, Fauci et

al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II 17th ed. New York: McGrawHill; 2005.

Pg : 2006-2011

16. Sun B, Li H, Xu J, Jiang HC. Analysis and prevention of factors predisposing to infections

associated with severe acute pancreatitis. Hepatobiliary & Pancreatic Disease International,

Universitas Sumatera Utara

Page 33: ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring ...

33

Vol 2, No 2, 303-307. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2780141/pdf/ccrs18096.pdf

17. Greenberger NJ, Paumgartner G. Diseases of the Gallbladder and Bile ducts. . In: Kasper,

Braunwald, Fauci et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II 17th ed. New York:

McGrawHill; 2005. Pg : 1995-1998

18. Luckey A, Livingston E, Tache Y. Mechanisms and treatment of postoperative Ileus. Arch

Surg/Vol 138, Feb 2003. Available at: http://archsurg.ama-

assn.org/cgi/reprint/138/2/206.pdf

19. Gearhart SL, Silen W. Acute intestinal obstruction. . In: Kasper, Braunwald, Fauci et al.

Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II 17th ed. New York: McGrawHill; 2005. Pg

: 1912-1914

20. Behm B, Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions. Clinical

gastroenterology and hepatology 2003;1:71-80. Available at:

http://www.usagiedu.com/articles/ileus/ileus.pdf

21. Hansen MB. Small intestinal manometry . Physio;. Res. 51: 541-556, 2002. Available at:

http://www.biomed.cas.cz/physiolres/pdf/51/51_541.pdf

22. Johnson MD, Walsh RM. Current therapies to shorten postoperative ileus. Cleveland clinic

journal of medicine. Vol 76, Number 11 November 2009. Available at

http://www.ccjm.org/content/76/11/641.full.pdf+html

23. Anand MKN, Lin EC. Tuberculosis gastrointestinal. Medscape November 30 2009.

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/376015-overview

24. Friedman S, Blumberg RS. Inflammatory bowel disease. . In: Kasper, Braunwald, Fauci et

al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II 17th ed. New York: McGrawHill; 2005.

Pg : 1890-1891

25. Shumaker DA, Bladen K, Katon RM. NSAIDs-induced small bowel diaphragms and

strictures diagnosed with intraoperative enteroscopy. Can J Gastroenterol Vol 15 No 9

September 2001. Available at: http://www.pulsus.com/journals/pdf_frameset.jsp?

26. Diaz JJ, Bokhari F, Mowery NT, et al. Practice management guidelines for small bowel

obstruction: EAST practice parameter workgroup for management of small bowel

obstruction. Eastern Association for the surgery of trauma 2007. Available at :

www.east.org.pdf.

Universitas Sumatera Utara