Chodoma by Satya
-
Upload
jennifer-kelly -
Category
Documents
-
view
135 -
download
6
Transcript of Chodoma by Satya
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Chordoma adalah suatu jenis tumor yang sangat jarang dijumpai, insiden sekitar
0,51 kasus tiap 1.000.000 orang. Tumor ini berasal dari sisa embrionic notochord
yang terdapat pada tulang (yang normalnya berdiferensiasi menjadi nukleus pulposus
dari discus intervertebralis). Jadi dapat terjadi di sepanjang neuroaxis dimana ada
bekas notocord, tetapi cenderung berkelompok pada ujung-ujung dari notocord
primitif. Predileksi chordoma terjadi di sakrokoksigeal 50%, sphenooksipital (clival)
35 %, dan 15% pada servikal, thorakal dan lumbal. Lebih dari 70% pasien mengeluh
nyeri punggung bawah tanpa lokasi yang jelas. 1,2,3
Pertumbuhannya lambat dan gejala yang muncul berhubungan dengan letak tumor
dan kompresi yang terjadi pada radik, spinal cord dan jaringan paravertebra. Penekanan
pada radik sering menimbulkan parestesi dan nyeri dalam waktu yang lama sebelum
gejala neurologi lainnya muncul. 4,5 Tingkat metastasenya rendah antara 5 – 20 %, lebih
sering ke paru, hati dan tulang, tetapi tingkat rekurensinya tinggi, yaitu 85 % setelah
pembedahan, sehingga radioterapi agresif harus diberikan post operasi. 4
Secara histopatologis, diperkirakan merupakan tumor malignansi derajat
rendah. Gambaran karakteristik terdiri dari sel-sel physaliphorus, sel-sel bervakuola
dengan musin intrasel, umumnya pertumbuhannya lambat, lokal dan osseodestruktif. 5
Mortalitas khordoma lumbal lebih baik dai pada lesi pada thorax atau cervical,
dengan perkiraan 5 year survival rate 50% dan dengan pengelolaan efektif 30-50 %
dapat melewati 5 tahun.5,6
Tujuan
Melaporkan salah satu jenis kasus tumor medula spinalis yang angka
kejadiannya sangat jarang dan menerangkan tata laksana pengelolaan kasus chordoma
di RSUP dr. Kariadi Semarang serta melaporkan hasil pengelolaan tersebut yang
meliputi terapi medikamentosa, reseksi pembedahan dan rehabilitasi medik serta
dilanjutkan pemberian external radiasi.
1
BAB II
CHORDOMA
Chordoma dapat mengenai daerah otak dan spinal, dengan predileksi terbanyak
di sakrokoksigeal. Berdasarkan klasifikasi tumor spinal, yaitu tumor intrameduler,
tumor intradura-ekstrameduler dan tumor ekstradura, maka chordoma adalah tumor
ekstradura. 7 Tumor sakral dapat diklasifikasikan menjadi tumor jinak, tumor locally
aggresive low-grade malignant dan tumor highly aggresive/high-grade malignant,
dimana chordoma termasuk di dalam kelompok tumor low-grade malignant. 8
Seperti tumor sakral lainnya, chordoma sakral memberikan presentasi klinis
yang non spesifik. Lebih dari tigaperempat pasien mengeluh nyeri punggung bawah
tanpa lokasi yang jelas. Chordoma yang terdeteksi seringkali telah menjadi massa
yang sangat besar, di mana terdapat gejala atau tanda kompresi saraf berupa nyeri
menjalar, kebas, kelemahan, penurunan refleks tendon achilles dan inkontinensia. 8,9,10,11
Tabel 1. Klasifikasi Anatomi Tumor Medula Spinalis 12
EkstraduralIntradural-
EkstramedularIntramedular
Metastasis
Mieloma multiple
Limfoma
Osteosarkoma
Chordoma
Kondrosarkoma
Ewing’s Sarkoma
Hemangioma
Osteoma osteoid
Kista tulang aneurisma
Meningioma
Schawannoma
Neurofibroma
Kista Dermoid/Epidermoid
Lipoma
Kista Arahnoid
Ependimoma
Astrositoma
Hemandioblastoma
Lipoma
Dermoid/Epidermoid
Metastasis
Oligodendroglioma
2
A. Epidemiologi
Mayoritas tumor daerah lumbosakrum adalah lesi metastatik atau sekunder
akibat perluasan langsung dari kanker pelvis, di antaranya dari kanker rektum
atau kanker serviks uteri. Chordoma lumbosakrum termasuk tumor primer yang
relatf jarang terjadi di semua kelompok usia, paling sering pada usia di atas 30
tahun, dengan predominan insidensi pada dekade ke lima dan ke enam, hingga
dekade ke tujuh.13 Walaupun insidensinya jarang, namun chordoma adalah tumor
yang paling sering ditemukan dan menduduki 40 % insidensi tumor daerah
lumbosakral.8,10,14
Pada chordoma lumbosakral, perbandingan laki-laki dan wanita 3:1.
Chordoma menyusun 2 – 4 % dari tumor tulang malignan primer.15
B. Etiologi dan Pathogenesis
Tumor ini berasal dari sisa notochorda primitif di regio sakrokoksigeal dan
sub oksipital dan kadang-kadang di korpus vertebra regio thorakal atau lumbal.9
Pada embrio, notochorda awal muncul dari penebalan aksial entoderm yang
terletak di antara neural tube dan entoderm yolk-sac. Kemudian mesoderm
tumbuh mengelilinginya. Notochorda ini merupakan cikal bakal nukleus
pulposus, sedangkan mesoderm akan tumbuh menjadi tulang tengkorak dan
kolumna vertebralis.16,17
Gambar 1. Potongan melalui kepala embrio manusia (12 hari) di regio hind-brain
Notochorda muncul pada embrio saat kehamilan minggu ke-3 dan menghilang
pada minggu ke-7.6 Namun terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sel
3
notochorda ini dapat berproliferasi dan tetap hidup hingga beberapa tahun setelah
anak dilahirkan. Penelitian lain oleh Schwabe pada serangkaian spesimen usia 22
– 45 tahun, mendapatkan bahwa notochorda pada diskus yang tersembunyi di
daerah sakrum masih dapat bertahan hidup. Kejadian chordoma pada spinal
orang dewasa membuktikan bahwa “sarang” sel notochorda ini dapat menetap
hingga usia pertengahan pada beberapa individu.18 Meskipun chordoma dikaitkan
dengan nukleus pulposus, namun chordoma spinal dapat tumbuh dari korpus
vertebra sehingga diperkirakan pada korpus vertebra juga terdapat sisa
notochorda.19 Namun perlu dibedakan antara Benign Notochordal Cell Tumor
(BNCT) dan chordoma. BNCT dikenal juga sebagai giant notochordal rest atau
notochordal hamartoma tetap berada di intraosseus dan merupakan tumor jinak.
BNCT ini merupakan prekursor potensial untuk chordoma, namun pada beberapa
penelitian diduga perubahan menjadi chordoma ini jarang terjadi.20
Jalur sel notochorda berada di kerangka aksial dari koksigeal hingga dorsum
sella. Chordoma dapat terjadi di sepanjang jalur ini, namun biasanya terjadi di
ujung rostral dan kaudal.18
C. Manifestasi Klinis
Walaupun memiliki karakteristik perkembangan lokal lambat, namun
chordoma adalah lesi malignant. Sekitar 10 % tumor ini dapat bermetastase jauh
ke paru, hati, limfonodi, tulang dan jaringan lunak. Walaupun jarang
bermetastasis, namun chordoma dapat berubah menjadi sarkoma high-grade
(dedifferentiated chordoma) yang memiliki kecenderungan metastasis.10
Karena pertumbuhannya yang lambat, gejala awal biasanya ringan berupa
nyeri lokal di punggung bawah dan sakrum. Keluhan nyeri yang didapatkan pada
70 % kasus. Kebanyakan pasien datang dengan massa presakral yang besar,
sering kali melebihi 10 cm, dan menyampaikan gejala obstipasi, hemorhoid akibat
mengedan, urinary frequency, serta gejala/tanda akibat kompresi saraf berupa
nyeri yang menjalar, kebas, kelemahan, penurunan refleks tendon achilles dan
incontinensia. Biasanya dapat teraba massa presakral yang tegas dan terfiksir pada
pemeriksaan rektal.8,9,10,11
4
Di samping gejala/tanda di atas gambaran klinis bisa ditentukan berdasarkan
lokasi lesi terhadap medula spinalis, dapat berupa: 21
1. Nyeri
Kebanyakan penderita tumor medula spinalis menderita nyeri radikuler yang
disebabkan oleh iritasi radiks. Hal ini biasanya terjadi pada tumor ekstradural.
Nyeri akan bertambah bila batuk, bersin dan mengejan.
2. Kelemahan / kelumpuhan motorik
Kelemahan / kelumpuhan motorik terjadi karena adanya penekanan terhadap
kornu anterior medula spinalis. Jika terjadi penekanan pada traktus
kortikospinalis maka akan mengakinbatkan otot menjadi spastik dan lemah /
lumpuh pada tingkat dibawah lesi. Gangguan motorik ini terjadi secara
progresif, dan secara kronik mengakibatka atrofi serta fasikulasi.
3. Gangguan sensorik
Dapat berupa parastesia, gangguan sensorik terhadap suhu, raba, getar dan
proprioseptif.
4. Gangguan vegetatif
Dapat berupa retensio urin maupun alvi, incontinensia urin maupun alvi juga
impontensia pada laki-laki.
5. Siringomieli
Tejadi pada tumor intramedular, dimana terjadi disosiasi sensorik (gangguan
rasa nyeri dan suhu tanpa gangguan rasa raba).
6. Kelainan yang menyerupai sindroma Brown-Sequard
Sering terjadi pada tumor ektramedular yang jinak. Terdapat gangguan
motorik yang disertai gagguan raba, getar dan propioseptif ipsi lateral, disertai
debgan gangguan nyeri dan suhu kontra lateral.
7. Edema papil
Diduga meningkatkan protein pada LCS, kemudian merangsang
bertambahnya produksi LCS sehingga terjadi edema.
8. Perdarahan intramedular
Terjadi akibat robeknya malformasi arteriovena pada medula spinalis. Jarang
terjadi pada tumor medula spinalis.
5
9. Perdarahan sub arahnoid
Terjadi akibat sekunder dari malformasi arteiovena. Sering terjadi pada
ependymoma.
10. Gambaran klinis spesifik.
- Medula spinalis segmen servikal atas
Kuadriplegia spastik, nyeri tengkuk, tanda Lhermitte positif.
- Medula spinalis segmen servikal bawah
Dapat terjadi sindroma Brown-Sequard dan sindroma Horner.
- Medula spinalis segmen thorakal
Nyeri radikuler berat pada daerah thorak dan abdomen bagian atas.
- Tumor lumbosakral
Selain terjadi nyeri radikuler, dapat terjadi kelemahan / kelumpuhan
yang bersifat flaksid pada satu sisi dengan sisi lain spastik.
D. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakan diagnosis suatu tumor medula spinalis, diperlukan suatu
anamnesis yang cermat, pemeriksaan neurologis yang tepat dan didukung oleh
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan antara
lain: 21
1. Pemeriksaan Neuro Imaging:
a. Foto polos vertebra
Untuk melihat adanya pelebaran kanalis spinalis, erosi pedikel atau
destruksi tulang serta kalsifikasi fokal yang terlihat sebagai lesi luscent
dengan sklerosis. Pada CT Scan terlihat lesi destruktif, 40 – 60 % kasus
terdapat gambaran sklerosis. Kebanyakan neoplasma iniberekspansi ke
jaringan lunak anterior atau presakral. Massa ekstraosseus ini berbentuk
bulat dan berbatas tegas. Pada CT Scan terlihat berupa massa jaringan
lunak hipodens.15
b. Myelografi
Untuk melihat lokasi tumor, membedakan antara tumor intramedular
dengan ekstramedular dan membedakan blok parsial atau total.21
6
c. MRI
Merupakan pemriksaan neuro imaging yang utama. Pemeriksaan ini dapat
memperlihatakan gambaran medula spinalis dalam berbagai bidang,
menentukan ukuran tumor dan mengetahui karakteristik lesi. Pada MRI
T1WI terlihat gambaran hipointens hingga isointens heterogenous
(dibandingkan dengan sumsum) dan pada T2WI terlihat masa hiperintens
dibandingkan cairan serebrospinal dan diskus intervertebralis. Dengan
kontras terdapat penyangatan yang bervariasi.15 Massa jaringan tumor
dapat meluas sampai dengan rongga epidura, namun jarang sekali masuk
ke intradura.7
Gambar 2. Radiografi dari chordoma. (A) CT potongan axial memperlihatkan massa jaringan lunak yang mendestruksi tulang, fokus kalsifikasi yang multiple dan komponen presakral yang besar tampak hipodens. (B) MRI T1 potongan sagital tampak gambaran hipointens-isointens heterogeneus, bercak signal tinggi (panah putih) mungkin mengandung musin. (C) MRI T2 sagital tampak massa hiperintens (dibanding diskus) dan septa internal (panah hitam). (D) MRI T1 kontrast terlihat penyangatan bervariasi.14
7
2. Elektro Miografi
Bermanfaat khususnya untuk melihat adanya denervasi unilateral (pada tumor
ekstramedular), atau bilateral (pada tumor intramedular) 21
3. Pungsi lumbal
Dengan test Queckenstedt dapat menentukan adanya obstruksi atau blok total
medula spinalis. Pada keadaan tumor medula spinalis kadang protein LCS
meningkat 60 – 80 %. Warna LCS kekuningan. 21
4. Pathologi Anatomi
Menentukan diagnosis pasti dari suatu tumor medula spinalis. Secara
histopatologis, tumor ini memiliki pola lobular dikelilingi oleh septa fibrous,
mengandung pembuluh darah dan bedinding tipis. Di daerah sentral lobuli
biasanya tidak terdapat pembuluh darah. Chordoma memproduksi material
mukoid, yang terdapat di sitoplasma dan ekstraseluler.10 Terdapat dua type sel
strata padat dan sel physaliphorous (seperti jelly)7. Sel tumor tersusun dalam
pola melingkar, berkumpul atau berputar konsentrik. Kadang-kadang sel ini
memiliki sitoplasma yang besar, eosinofilik dan granular. Seringkali
sitoplasma ini mengandung vakuola, yang terdapat di sekeliling nukleus atau
mendorongnya ke perifer (signet-ring). Ini dikenal sebagai sel
physaliphorous.10 Diagnosa ditegakan dengan pemeriksaan histologik yaitu
didaptkan sel physaliphorous.15
8
Gambar 3. (A) Potongan histologik memperlihatkan karakteristik lobular dan bersepta. (B) Matriks mixoid pada ekstraseluler. (C) Dua jenis sel, yaitu sel ovoid yang lebih kecil dan sel bervakuola dengan droplet mukus intra sitoplasmik. Yang disebut terakhir ini adalah sel physaliphorous yang merupakan gambaran khas chordoma (panah hitam).21
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor medula spinalis bergantung pada banyak hal seperti usia,
kondisi kesehatan, lokasi tumor, ukuran tumor dan jenis tumor. Penatalaksanaan
tersebut antara lain:
1. Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat tumor, sehingga mengurangi
tekanan dalam kanalis spinalis. Walaupun kuretase intralesi berupa
laminektomi diterima sebagai penanganan chordoma, operasi ini seringkali
diikuti rekurensi lokal. Maka dari itu tumor paling baik ditangani dengan
reseksi en block tanpa melukai pseudokapsul tumor tersebut. Biopsi paling
baik dilakukan dengan fine needle aspiration biopsy, sedangkan biopsi incisi
9
A B
C
dengan pendekatan transvaginal atau transrektal dapat menyebarkan sel tumor
ke vagina dan rektum.23 Biopsi incisi dikatakan sebaiknya dilakukan saat
eksisi en block dengan tumor saat reseksi definitif.9 Kaiser dkk
memperlihatkan bahwa tumor yang terekspose saat reseksi akan
meningkatkan angka rekurensi tumor dari 28 % menjadi 64 %.9 Tingginya
angka rekurensi lokal disebabkan pseudokapsulnya yang rapuh, sering
terdapat lesi satelit dan karena perluasan okulta. Rekurensi lokal chordoma
adalah tanda prognostik jelek yang secara dramatis mengurangi
kecenderungan sembuh.10 Chordoma yang terdiagnosis sering berupa massa
sakral yang besar hingga mencapai segmen tulang sakral pertama, dan pada
keadaan ini perlu dilakukan tindakan sakrektomi total. Sakrektomi dapat
mengakibatkan disfungsi bladder, bowel dan seksual serta diperlukan tindakan
stabilisasi.8 Selain itu pembedahan juga dilakukan untuk mengambil spesimen
untuk kepentingan pemeriksaan patologi anatomi.15
2. Radioterapi
Chordoma sangat resisten terhadap radioterapi dan kemoterapi standar, namun
terapi irradiasi photon dan proton pernah dilaporkan berhasil dalam
mengontrol penyakit secara lokal.19 Radioterapi tidak dapat berdiri sendiri
namun berguna sebagai tambahan (adjuvan) untuk operatif. Radioterapi
adjuvan dapat memperlama interval bebas penyakit pada pasien yang
menjalani operasi reseksi subtotal. Tindakan ini dilakukan untuk membunuh
sel-sel tumor, terutama yang tidak dapat diangkat oleh pembedahan. Selain itu
dapat juga dilakukan untuk mengurangi gejala klinis yang timbul, misalnya
nyeri.23
3. Steroid
Diberikan secara oral maupun injeksi, untuk mengatasi edema sekitar tumor.
Steroid dapat diberikan sebelum atau sesudah dilakukan pembedahan atau
radioterapi.23
10
4. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi belum jelas kegunaannya dan hanya memiliki sedikit
manfaat untuk penanganan chordoma, namun penelitian tentang ini masih
terus berlanjut. 23
5. Rehabilitasi medik
Program rehabilitasi medik mencakup fisioterapi, terapi okupasi, terapi
psikologi, sosial medik serta ortotik prostetik.23
F. Prognosis
Rekurensi lokal chordoma adalah tanda prognostik jelek yang secara
dramatis mengurangi kecenderungan sembuh. Tingkat rekurensi Chordoma cukup
tinggi. Rata-rata terjadinya rekurensi 3,8 tahun setelah reseksi radikal tumor, 2,1
tahun setelah reseksi yang diikuti radioterapi dan 8 bulan setelah eksisi tanpa
terapi adjuvan19.
Sekitar 10 % tumor ini dapat bermetastase jauh ke paru, hati, limfonodi,
tulang dan jaringan lunak. Walaupun jarang bermetastasis, namun chordoma
dapat berubah menjadi sarkoma high-grade (dedifferentiated chordoma) yang
memiliki kecenderungan metastasis. 8
11
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. BI
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Mejobo RT 04 / III, Kec.Mejobo, Kudus
Pekerjaan : montir bengkel
No.CM : C 112063
Ruang rawat : B-1 Saraf
Masuk RS : 19 – 8 - 2008
Keluar RS : 6 – 9 - 2008
B. Data Subyektif
Anamnesis dan alloanamnesis, tanggal 19 Agustus 2008
Keluhan utama : nyeri punggung bawah
Onset : 3 tahun SMRS makin lama makin berat
Lokasi : Punggung bawah
Kualitas : Nyeri seperti kesetrum dan kencang
Kuantitas : Aktivitas sehari-hari dibantu keluarga
Kronologis : ± 3 th SMRS penderita sering mengeluh nyeri punggung
bawah kanan yang menjalar ke tungkai kanan, nyeri seperti
kesetrum dan bertambah dengan batuk, bersin dan mengejan,
juga bila posisi membungkuk. Sekitar dua minggu kemudian
nyeri yang sama terjadi pada punggung bawah kiri ke tungkai
kiri. Penderita masih bisa berjalan. BAB dan BAK tidak ada
kelaianan.
12
± 2th. SMRS Penderita mulai merasa kesemutan di kedua
tungkai, tungkai sebelah kiri lebih lemah dibandingkan sebelah
kanan, namun penderita masih bisa beraktifitas seperti biasa.
± 1 th. SMRS tungkai kiri bertambah lemah, bila berjalan
pincang. Nyeri tidak berkurang. Di RSUD KUDUS dilakukan
foto tulang belakang tidak ada kelainan.
± 6 bulan SMRS tungkai kiri dan kanan makin lemah. BAB
kesulitan, harus dikorek atau minum obat pencahar, ereksi
menurun.
± 4 bulan SMRS tungkai kiri sudah tidak bisa diangkat,
berjalan harus dipapah, kedua tungkai mengecil.
± 2 minggu SMRS penderita tidak bisa berjalan. Oleh keluarga
dibawa ke RS. Swasta KUDUS ditangani dr. Spesialis Saraf
dan disarankan MRI. Selanjutnya penderita dirawat di RSUP
Dr. KARIADI.
Faktor yang memperberat : batuk, bersin, mengejan
Faktor yang memperingan : istirahat, tiduran dan minum obat.
Gejala penyerta : lemah kedua tungkai, sulit BAB, BAK sering tak terasa
(”ngompol”)
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat trauma tulang belakang disangkal
- Riwayat batuk lama (-), batuk darah (-), keringat malam hari(-),
kontak dengan penderita TB (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi dan pribadi :
Penderita saat ini tidak bekerja. Sebelumnya pernah bekerja di pabrik
elektronik di Jakarta. Penderita belum menikah, tinggal dengan kedua
orang tua dan 2 saudara kandung. Ke-3 nya belum mandiri. Ayah
penderita bekerja sebagai buruh pabrik.
13
C. Data Oyektif
I. Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 98 x/mnt
Suhu : 36,5C
Respirasi : 24 x/mnt
II. Status internus
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : simetris, pergerakan bebas, pembesaran kelenjar (-)
Dada
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari, di sela iga VI 5 cm lateral
LMCS
Perkusi : Konfigursi jantung normal
Auskultasi : Suara jantung I-II murni, reguler, bising (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Pergerakkan simetris, statis, dinamis kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler + / +, Suara tambahan ronchi - / -
Abdomen
Inspeksi : datar, ascites (-), venectasi (-)
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
14
Alat kelamin : laki-laki dalam batas normal
Ekstremitas : edema - / -, sianosis - / -, akral dingin - / -
III. Status Psikikus
Cara berpikir : Realistis
Perasaan hati : Euthimy
Tingkah laku : Normoaktif
Ingata : Cukup
Kecerdasan : Cukup
IV. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15
Kepala
Bentuk : mesosefal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
Pulsasi arteri/vena: (+)
Mata : pupil bulat isokor Ø 3 mm / Ø 3 mm, Refleks Cahaya +/+
Leher :
Sikap : lurus
Pergerakan : bebas
Kaku kuduk : (-)
Nervus kranialis : dalam batas normal
Anggota gerak :
Motorik superior inferior
Pergerakan +/+ +↓/+↓
Kekuatan 5/5 2 2 2/2 2 2
Tonus +/+ ↓/↓
Trofi E/E A/A
R. Fisiologis +N/+N +↓/+↓
R. Patologis -/- -/ -
15
Klonus -/-
Sensibilitas : Hipestesi sesuai dermatom L4-S1 dekstra
Hiperalgesia sesuai dermatom L4-S1 dekstra
Therm-algesia sesuai dermatom L4-S1 dekstra
Vegetatif : miksi : incontinensia urin
defekasi : retensio alvi
Reflek anal (+)
Reflek kremaster (+)
Reflek bulbokavernosus (+)
Diskriminasi 2 titik : +/+ +/+
Lokalis : +/+ +/+
Pemeriksaan tambahan :
Laseque : + 30° / + 30°
Bragad : + / +
Sikard : + / +
Patrick : - / -
Kontra Patrick : - / -
Test valsava : +
Test Nafziger : +
V. Pemeriksaan Penunjang yang Telah Dilakukan
1 Laboratorium, tanggal 20 Agustus 2008
Hb : 13,8 gr%
Ht : 38,2 %
Eritrosit : 4,38 juta/mmk
MCV : 87,2 pg
16
MCH : 3,5 fL
MCHC : 36,1 g/dl
Lekosit : 36,10 ribu/mmk
Trombosit : .311 ribu/mmk
GDS : 96 mg/dl
Ureum : 20 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Albumin : 3,0
Na : 137 mmol/l
K : 4 mmol/l
Cl : 100 mmol/l
Ca : 2,20 mmol/l
Mg : 1,02 mmol/l
Urin Rutin: BJ :1,020, pH 6,00, Protein (-), Reduksi (-), Urobilinogen :1,
Bilirubin : (-), Aseton : 5, Benang mukus (+)
2. Foto Vertebra Thoracolumbal tanggal 17 Juni 2008 (di RS. Mardi
Rahayu, Kudus):
Alignmen vertebra thoracolumal baik, tak tampak listhesis
Skoliosis minimal ke kiri
Pedikel baik (L3 sisi kiri tak jelas terlihat)
Tak tampak kompresi / penyempitan diskus
Osteophyt (+) pada L2
Kesan : Skoliosis ke kiri vertebra thorakolumbal, spondylosis lumbalis
(L2), tak tampak kompresi / listhesis. Pedikel L3 sisi kiri tak jelas
terlihat
17
X foto vertebra thoracolumbal ( 17-06-2008)
3. MRI Lumbal tanggal 18 Juni 2008 (di RS. Mardi Rahayu, Kudus):
18
Interpretasi:
MR Myelografi:
tampak gambaran hipointens pada lumbal bawah.
Tampak lesi hiperintens homogen setinggi L 2 sampai 5, tepi atas reguler
dengan batas tegas, tepi bawah irreguler dengan batas tegas.
Pada T2 lesi menjadi inhomogen dengan isodens yang lebih nyata.
Post kontras lesi mengalami inhancemen. Alignment baik, tak tampak
litesis.
Intensitas sinyal korpus normal.
Diskus intervertebralis tak menyempit, intensitas diskus baik.
Pada irisan axial maupun sagital tak ada penonjolan diskus.
Tak tampak penyempitan foramen intervertebralis.
Tak tampak penebalan ligamentum flavum
Kesan: massa intradural extramedular setinggi L2 - 5
DD: susp. ependymoma.
VI. Diagnosis
Diagnosis klinis : Low back pain
Radikuler pain
Paraparesis inferior flaksid
19
Gangguan sensibilitas sesuai dermatom L4-S1
dekstra
Incontinensia urin dan retensio alvi
Diagnosis topis : Cauda equina
Diagnosis etiologi : Lesi cauda equina e.c tumor intradural ekstramedular
setinggi L2-5
VII. Penatalaksanaan
Hari perawatan I, tanggal 19 Agustus 2008
Rencana pengelolaan awal
Tumor intradural ekstramedular setinggi L2-5
Dx : Lab : PSA, CEA, AFP, Alkali fosfatase, Gama GT
Prespirasi test
Konsul Bagian Bedah Saraf
Hasil konsul: setuju dilakukan laminektomi dan reseksi
Rx : Infus RL 20 tetes/menit
Injeksi Dexametason 3 x 2 ampul, i.v, tapering off
Injeksi Ketorolac 3 x 1 ampul, i.v
Mx : KU, Tanda Vital
Ex : Menjelaskan program operasi yang akan dilakukan, serta prognosis
Catatan Perkembangan
Hari perawatan II Tanggal 21 Agustus 2008
S : tidak b.a.b sudah 1 minggu
O : TD : 110 / 80 mmHg N: 100 x / menit
RR : 24 x / menit t : 37ºC
VAS: 5
Prespirasi test : dbn
Alkali fosfatase: 59,0U/l, Gama GT: 14U/l, AFP: 1.11mg/ml,
CEA:1.25mg/ml, PSA total: 0.56mg/ml
A : tetap
P : tetap
20
Hari Perawatan VIII, tanggal 27 Agustus 2008
S : nyeri punggung bawah
O : KU: baik
T : 110/80 mmHg N: 98 x/mnt t: 36,5C RR: 20 x/mnt
A : tetap
P : Dx : -
Rx : Pre Operasi:
- Infus RL 20 tetes/menit
- Injeksi Cefotaxim 1 gr i.v (profilaksis)
- Injeksi Dexametason 3 x 1 ampul, i.v
- Injeksi Ketorolac 3 x 1 ampul, i.v
Operasi Laminektomi Level L1 – 4 dan reseksi massa Intradural
Extramedular
Operasi laminektomi
Diagnosis pre operatif : Tumor Intradural Ekstrameduler L2-5
Diagnosis post-operatif : sesuai
Laporan operasi :
- Insisi linea mediana craniocaudal pada posisi tengkurap (prone)
- Laminektomi L1-2-3-4
- Dura utuh pada L1-2, level di bawahnya dura tak tampak (menyatu dengan
tumor)
- Tampak tumor dari level L1 lunak, abu-abu kemerahan, cukup berdarah,
tidak jelas batasnya dengan cauda equina.
- Mulai level L3 canal stenosis dipenuhi tumor, dura tak tampak
- Tumor diangkat à PA
- Perdarahan dirawat, ditutup dengan spongostan
- Luka opersi ditutup kembali tanpa drain
21
Hari Perawatan IX, tanggal 28 Agustus 2008
S : nyeri punggung bawah
O : KU: baik
T : 110/70 mmHg N: 100 x/mnt t: 37C RR: 20 x/mnt
A : Post operasi laminektomi dan reseksi massa Intradural Extramedular L2-5
hari I
P : Dx : Lab. Darah Rutin
Hb : 13 gr%
Ht : 38,7 %
Eritrosit : 4,6 juta/mmk
MCH : 29,5 pg
MCV : 84,3 fL
MCHC : 35 g/dl
Lekosit : 8,4 ribu/mmk
Trombosit : .235 ribu/mmk
Rx : - Infus RL 20 tetes/menit
- Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gr i.v
- Injeksi Dexametason 3 x 1 ampul, i.v
- Injeksi Ketorolac 3 x 1 ampul, i.v
- Program rehabilitasi medik (fisioterapi, terapi okupasi, terapi
psikologi, sosial medik serta ortotik prostetik)
Hari Perawatan XVIII, tanggal 6 September 2008
S : nyeri punggung bawah berkurang
O : KU baik
T : 110/90 mmHg N: 96 x/mnt t: 36,5C RR: 20 x/mnt
Motorik superior inferior
Pergerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5 3 3 3/3 3 3
22
Tonus +/+ +↓/+↓
Trofi E/E A/A
R. Fisiologis +N/+N +↓/+↓
R. Patologis -/- -/ -
Klonus -/-
Sensibilitas : hipestesia dan parestesia dari ujung jari kaki sampai paha sisi luar
Vegetatif : miksi : incontinensia urin
defekasi : retensio alvi
Hasil pemeriksaan Histopatologi, tanggal 5 September 2008:
Nama : Tn. BI (32 th)
No. CM : 5826324 / C112063
No.PA : 084228
Dx. : Tumor Intradural
Analisa :
Sediaan dari medula spinalis berupa keping-keping jaringan homogen kurang
lebih 10 cc, putih rapuh.
23
Mikroskopis menunjukan : tumor terdiri atas sel-sel bulat jernih berlobus,
dibatasi jaringan fibrous, inti di tengah sitoplasma bervakuola ”physaliphorous
cell”, tampak bagian stroma myxoid tak beraturan.
Kesan: sesuai dengan chordoma
A : Chordoma lumbal, post reseksi
P : Dx : Darah rutin
Konsul Bagian Radioterapi untuk external radiasi post reseksi
- Hasil laboratorium darah rutin, tanggal 6 September 2008:
Hb : 13,3 gr%
Ht : 38 %
Eritrosit : 4,6 juta/mmk
MCH : 29,5 pg
MCV : 84,3 fL
MCHC : 35 g/dl
Lekosit : 7,9 ribu/mmk
Trombosit : 278 ribu/mmk
Rx : - Infus à aff
- Injeksi Cefotaxim stop
- Injeksi Ketorolac stop, diganti oral 3 x 30 mg, p.o, bila nyeri
- Methylcobalt 3 x 500 mcg, p.o
Mx : KU, TTV, Lab. Darah Rutin
Ex. : menjelaskan program Radioterapi.
Karena suatu alasan ekonomi penderita menghendaki pulang (atas permintaan
sendiri)
Program radioterapi untuk mencegah rekurensi belum disetujui oleh karena
berbagai alasan.
24
Post operatif pasien menggunakan korset spinal rigid dan menjalani fisioterapi.
Untuk mencegah rekurensi dilanjutkan dengan program rasioterapi
Pasien dirawat selama 19 hari dengan hasil post op perbaikan motorik dan
otonom. Pada evaluasi bulan ke-4 pasien dapat berjalan dengan walker
OPNAME II
Data Subyektif
Anamnesis dan alloanamnesis, tanggal 26 September 2009
Keluhan utama : kedua tungkai lemah untuk digerakan
Onset : sejak ±3 tahun yang lalu
25
Kualitas : tungkai kanan bila diangkat tak bisa melawan gaya gravitasi,
tungkai kiri hanya bisa bergeser
Kuatitas : aktivitas sehari-hari dibantu keluarga
Kronologis : Tiga tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh
kedua tungkai lemah untuk digerakan dan merasa masih sakit
punggung bagian bawah seperti kesetrum atau sakit encok.
Satu tahun yang lalu penderita menjalani operasi di RSDK
pada daerah punggung bawah, setelah didiagnosis dokter ada
tumor sum-sum tulang belakang di daerah punggung bawah.
BAK tidak terasa (“ngompol”) terutama bila batuk. BAB sulit,
kadang sampai harus dikorek dengan jari.
Faktor memperberat : bila batuk, mengejan
Faktor memperingan : bila tiduran dengan alas yang datar dan keras
Gejala penyerta : dekubitus (-)
Data Oyektif
I. Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/mnt
Suhu : 36,5C
Respirasi : 20 x/mnt
II. Status Internus : dalam batas normal
III. Status Psikikus : dalam batas normal
IV. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15
Kepala Bentuk : mesosefal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
26
Pulsasi arteri/vena: (+)
Mata : pupil bulat isokor Ø 3 mm / Ø 3 mm, Refleks Cahaya +/+
Leher Sikap : lurus
Pergerakan : bebas
Kaku kuduk : (-)
Nervus kranialis : dalam batas normal
Anggota gerak :
Motorik superior inferior
Pergerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5 3 2 2/2 2 0
Tonus +/+ ↓/↓
Trofi E/E A/A
R. Fisiologis +N/+N +↓/+↓
R. Patologis -/- -/ -
Klonus -/-
Sensibilitas : Hipestesi sesuai dermatom L4-S1 dekstra
Hiperalgesia sesuai dermatom L4-S1 dekstra
Therm-algesia sesuai dermatom L4-S1 dekstra
Vegetatif : miksi: incontinensia urin
defekasi : retensio alvi
Reflek anal (+)
Reflek kremaster (+)
Reflek bulbokavernosus (+)
Diskriminasi 2 titik : +/+ +/+
Lokalis : +/+ +/+
27
Pemeriksaan tambahan :
Laseque : + 30° / + 30°
Bragad : + / +
Sikard : + / +
Patrick : - / -
Kontra Patrick : - / -
Test valsava : +
Test Nafziger : +
V. Pemeriksaan Penunjang yang telah dilakukan
Laboratorium, tanggal 26 September 2009
Hb : 13,3 gr%
Ht : 38 %
Eritrosit : 4,6 juta/mmk
MCH : 29,5 pg
MCV : 84,3 fL
MCHC : 35 g/dl
Lekosit : 7,9 ribu/mmk
Trombosit : 278 ribu/mmk
GDS : 96 mg/dl
Ureum : 20 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Albumin : 3,0
Na : 137 mmol/l
K : 4 mmol/l
Cl : 100 mmol/l
Ca : 2,20 mmol/l
Mg : 1,02 mmol/l
28
VI. Diagnosis
Diagnosis klinis : Low back pain
Paraparesis inferior flaksid
Hipestesia dan parestesia dari ujung jari kaki sampai
paha sisi luar
Incontinensia urin dan retensio alvi
Diagnosis topis : Radix nervi spinalis
Diagnosis etiologi : Chordoma lumbal post reseksi 1 tahun yang lalu
VII. Penatalaksanaan
Hari perawatan I, tanggal 26 September 2009
Rencana pengelolaan awal
Chordoma Lumbal pasca reseksi 1 tahun yang lalu
P : Dx : - MRI ulang untuk evaluasi
Rx : Methylcobalt 3 x 500 mcg, p.o
Ketorolac 3 x 30 mg, p.o
Program rehabilitasi medik (fisioterapi, terapi okupasi, terapi
psikologi, sosial medik serta ortotik prostetik)
Mx : KU, Tanda Vital
Ex : Menjelaskan program radioterpi yang akan dilakukan, serta
prognosis
Hari perawatan III, 28 September 2009
S : nyeri punggung bawah
O : KU: baik
T : 110/80 mmHg N: 98 x/mnt t: 36,5C RR: 20 x/mnt
A : tetap
P : Dx : - Konsul Bagian Radioterapi
Hasil konsul: setuju dilakukan external radiasi. dengan total dosis
5000 cGy, fraksinasi 5 x 200 cGy per minggu.
Lapangan: posterior L1 – S2, kedalaman 8 cm
29
- Hasil MRI tanggal 28 September 2009:
MR Myelografi:
Interpretasi:
Corpus lumbalis : Alignmen baik, bentuk dan ukuran normal
Pada T1WI dan T2WI tampak lesi hiperintens-hipointens
Tak tampak kompresi ataupun osteophyte
Discus lumbalis : Tak tampak penyempitan discus
Intensitas signal discus pada T1WI – T2WI relatif normal
Dibandingkan MRI lama, tampak lesi ukuran membesar, isointens,
inhomogen dengan bagian hipointens dengan batas atas-bawah ireguler pada
level L1 – S2. Pada T2WI lesi sebagian menjadi hiperintens-isointens
dengan bagian hipointens di dalamnya. Pada T1 kontras lesi mengalami
enhancement.
Kesan: - Lesi tampak meluas dengan bulky tumor level L4 dan meluas ke
kranial sampai dengan L1 dan ke distal sampai dengan S2 disertai
suspect destruksi awal corpus L4 – 5.
- Lesi meluas ke foramen neuralis level V L1 – L5 kanan kiri dan
mendesak ligamentum longitudinal anteroposterior / ligamentum
flavum level tersebut
30
Rx, Mx, Ex : tetap
Hari perawatan IV (29 September 2009)
Perawatan di bangsal radium untuk program radioterapi
S : nyeri punggung bawah
O : KU: baik
T : 110/80 mmHg N: 98 x/mnt t: 36,5C RR: 20 x/mnt
A : tetap
P : Dx : -
Rx : - tetap
- Program rehabilitasi medik
- External radiasi dengan total dosis 5000 cGy, fraksinasi 5 x 200 cGy
per minggu.
Mx : KU, TTV, Lab. Darah Rutin setiap 5 kali ekternal radiasi (per minggu)
Ex. : menjelaskan program Radioterapi
Hari Perawatan XXXV, 2 November 2009
S : nyeri punggung bawah berkurang
O : KU baik
T : 110/90 mmHg N: 96 x/mnt t: 36,5C RR: 20 x/mnt
Motorik superior inferior
Pergerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5 3 3 3/3 3 3
Tonus +/+ +↓/+↓
Trofi E/E A/A
R. Fisiologis +N/+N +↓/+↓
R. Patologis -/- -/ -
Klonus -/-
Sensibilitas : hipestesia dan parestesia dari ujung jari kaki sampai paha
sisi luar
31
Vegetatif : miksi : incontinensia urin
defekasi : retensio alvi
A : Chordoma lumbal, post reseksi dan radioterapi
P : Dx : Darah rutin
- Hasil laboratorium darah rutin, tanggal 2 November 2009:
Hb : 13,3 gr%
Ht : 38 %
Eritrosit : 4,6 juta/mmk
MCH : 29,5 pg
MCV : 84,3 fL
MCHC : 35 g/dl
Lekosit : 7,9 ribu/mmk
Trombosit : 278 ribu/mmk
Rx : Methylcobalt 3 x 500 mcg, p.o
Mx : -
Ex. : - Support mental
- Boleh pulang.
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah disampaikan laporan kasus Chordoma Lumbal. Pada kasus ini, defisit
neurologi yang terjadi bersifat kronik progresif. Diawali dengan defisit sensorik
berupa parestesi dan kemudian hipestesi, adanya nyeri radikuler, diikuti defisit
motorik berupa kelemahan pada kedua anggota gerak bawah yang bersifat flaksid
karena letak tumor di regio lumbosakral, serta gangguan otonom berupa incontinensia
urin dan retensio alvi serta gangguan ereksi yang makin lama makin berat. Gejala
klinis yang muncul sesuai dengan gambaran tumor spinal yang menekan dari kiri ke
belakang.
Tumor ini bersifat intradural extramedular, terletak setinggi antara lumbal 1
sampai dengan sakral 2, menekan traktus motorik (kortikospinalis) dan traktus
sensorik (spinothalamikus), funikulus posterior, dan radiks nervi spinalis yang
mengakibatkan gangguan motorik dan sensorik kronik yang progresif serta nyeri
radikuler. Parestesia dan hipestesia dari ujung jari kaki sampai setinggi paha sebelah
luar membantu menentukan ketinggian lesi dari tumor. Pada keadaan yang lama,
kemudian timbul gangguan fungsi miksi, defekasi dan ereksi. Gejala dan tanda klinis
yang timbul ini sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang MRI yaitu adanya massa
intradural extramedular setinggi L1 sampai S2.
Untuk menghilangkan kompresi pada medula spinalis, dilakukan operasi
Laminektomi setinggi L1-2-3-4, dilanjutkan reseksi massa tumor dan pemeriksaan
histopatologi. Pada durante operasi, didapatkan letak tumor intradural extramedular.
Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukan gambaran sel-sel bulat jernih berlobus,
dibatasi jaringan fibrous, inti di tengah sitoplasma bervakuola ”physaliphorous cell”,
tampak bagian stroma myxoid tak beraturan. Kesan: sesuai dengan chordoma.
Setelah dilakukan reseksi, dilanjutkan radioterapi dengan total dosis 5000cGy,
fraksinasi 5 x 200cGy. sebagai tambahan (adjuvan) untuk operatif. Radioterapi
adjuvan dapat memperlama interval bebas penyakit. Tindakan ini dilakukan untuk
membunuh sel-sel tumor, terutama yang tidak dapat diangkat oleh pembedahan.
Selain itu dapat juga dilakukan untuk mengurangi gejala klinis yang timbul, misalnya
33
nyeri. Pasca operasi dan radioterapi menunjukan perbaikan fungsi motorik, nyeri
radikuler berkurang, namun fungsi otonom belum ada perbaikan.
Rekurensi lokal chordoma adalah tanda prognostik jelek yang secara dramatis
mengurangi kecenderungan sembuh. Pada kasus ini, dengan MRI ulang satu tahun
kemudian dan dibandingkan MRI sebelumnya tampak perluasan lesi tumor.
Walaupun telah dilakukan reseksi, namun karena sifat dari chordoma yang
mempunyai kecenderungan menjadi sarkoma high-grade (dedifferentiated chordoma),
sehingga dapat bermetastasis.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. De Yong’s, Russel, MD. The Neurologic Examination, 5th Ed. JB. Lippincott
Company. 1992: 585, 588-91
2. Brant-Zawadzki M, Chen MZ, Moore KR. Pocket Radiologist Spine.
Philadelphia: WB Saunders Company, 2002: 182 – 4
3. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. Sixth ed. Thieme New York, 2006:
464 – 510
4. Listiono D, ed. Dalam: Ilmu Bedah Saraf, Satyanegara. Edisi 3. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1998: 331 – 43
5. Sundaresan N, Krol G. Makignant Tumors of The Sacrum. In: Menezes AH,
Sonntag VK, eds. Principles of Spinal Surgery. Vol. 2. New York: McGraw-Hill,
1996: 1509-24
6. Weinstein JN, McLain RF. Tumors of The Spine. In: Rothman RH, Simeone FA,
eds. The Spine. Volume II. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1992:
1279 - 318
7. Picci P, Campanacci M. Oxford Texbook of Oncology. 2 nd ed. Souhami RL,
Tannock I, Hohenberger P, eds. Oxford Press, 2002: 225 – 34
8. Connolly ES, Hamilton HB. Metabolic and Other Nondegenerative Cause of Low
Back Pain. In: Youmans JR, ed. Neurological Surgery. Volume 3. 4 th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1996: 2343 – 56
9. Sidharta P, Mardjono M, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, PT. Dian
Rakyat, Jakarta, 2004
10. Friedlaender GE, Southwick WO. Tumors of The Spine. In: Rothman RH,
Simeone FA, eds. The Spine. Volume II. 2 ed. Philadelphia: WB Saunders
Company, 1982: 1022 – 40
11. Soo MYS, Wong L. Sacrococcygeal Chordoma. J HK Coll Radiol 2002;5: 117 –
12 5
12. Brant-Zawadzki M, Chen MZ, Moore KR. Pocket Radiologist Spine.
Philadelphia: WB Saunders Company, 2002: 182 – 4
13. Notochord. Available at www.answer.com
35
14. Parke WW. Development of The Spine. In: Rothman RH, Simeone FA, eds. The
Spine. Volume II. 3 rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1992: 3 - 34
15. Camins MB, Oppenheim JS, Perrin RG. Tumors of The Vertebral Axis: Benign,
Primary Malignant and Metastatic Tumors. In: In: Youmans JR, ed. Neurological
Surgery. Volume 4. 4 th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1996: 3134 –
67
16. Yamaguchi T, Iwata J, Sugihara S. Distinguishing Benign Notochordal Cell
Tumors from Vertebral Chordoma. Skeletal Radiol, 2008, 37: 291 – 299
17. Gilroy J, Meyer J.S. Tumor of Spinal Cord and Spinal Canal. In: Basic
Neurology. McGraw-Hill. New York.3rd ed. 2000: 422 - 4
18. Case-Chordoma. Available at www.Umdnj.edu
19. Fourney DR, Gokaslan ZL. Current Management of Sacral Chordoma.
Neurosurgery Focus 15 (2):Article 9, 2003
36
Laporan kasus
CHORDOMA LUMBAL
SATYA GUNAWAN
Pambimbing:
Dr. ENDANG KUSTIOWATI, SpS(K), Msi Med
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO / RSUP dr. KARIADI
37
SEMARANG
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah SWT, maka Laporan Kasus “CHORDOMA
LUMBAL” dapat terselesaikan. Laporan kasus ini merupakan full paper dari poster
yang kami presentasikan pada acara World Federation Neurology (WFN)
International Movement Disorder dan 1st National Scientific Meeting
Neurotraumatologi, Neuroinfection, Neurooncology di Kuta-Bali, pada 13 – 15
November 2009.
Pada kesempatan ini, perkenankan kami menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan dukungannya kepada:
1. dr. Endang Kustiowati, SpS(K), Msi Med selaku Pembimbing dan Staf
Pengajar pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNDIP /
SMF Penyakit Saraf RSUP dr. Kariadi.
2. dr. Dodik Tugasworo, SpS(K) selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf,
Fakultas Kedokteran UNDIP / SMF Penyakit Saraf RSUP dr. Kariadi
3. dr. Aris Catur Bintoro, SpS selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyakit
Saraf, Fakultas Kedokteran UNDIP / SMF Penyakit Saraf RSUP dr. Kariadi
4. Seluruh residen Neurologi Fakultas Kedokteran UNDIP
5. Seluruh Paramedis dan staf administrasi di Program Studi Ilmu Penyakit
Saraf, Fakultas Kedokteran UNDIP / SMF Penyakit Saraf RSUP dr. Kariadi
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, kritik
dan saran yang membangun kami terima dengan senang hati. Harapan kami semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca untuk menambah
ilmu pengetahuan.
Semarang, November 2009
38
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................... 1
BAB II. CHORDOMA LUMBAL.................................................................. 2
A. Epidemiologi ............................................................................... 3
B. Etiologi dan Pathogenesis ........................................................... 3
C. Manifestasi Klinis ....................................................................... 4
D. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 6
E. Penatalaksanaan .......................................................................... 9
F. Prognosis ..................................................................................... 11
BAB III. LAPORAN KASUS............................................................................. 12
BAB IV. PEMBAHASAN................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
39
ii
40
iii
CHORDOMA LUMBALSatya G* Endang Kustiowati**
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/SMF Penyakit Saraf RSUP dr. Kariadi Semarang
ABSTRAKLatar Belakang
Chordoma adalah suatu jenis tumor yang sangat jarang dijumpai, insiden sekitar 0,51 kasus tiap 1.000.000 orang. Tingkat metastasisnya rendah, antara 5 – 20 %, tetapi tingkat rekurensinya tinggi, yaitu 85 % setelah pembedahan, bahkan dapat berubah menjadi sarkoma high-grade (dedifferentiated chordoma) yang memiliki kecenderungan metastasis sehingga radioterapi agresif harus diberikan post operasi.
Predileksi chordoma terjadi di sakrokoksigeal 50%, sphenooksipital (clival) 35 %, dan 15% pada servikal, thorakal dan lumbal.
Lebih dari 70% pasien mengeluh nyeri punggung bawah tanpa lokasi yang jelas.
Laporan KasusDilaporkan, seorang laki-laki usia 32 tahun dirawat di bangsal saraf, dengan
keluhan nyeri punggung bawah sejak kurang lebih 3 tahun, kelemahan kedua tungkai, rasa kebas pada daerah sisi luar paha sampai ujung jari kaki kedua tungkai, BAK tak terasa, sulit BAB, serta gangguan ereksi. Pemeriksaan fisik didapatkan paraparesis inferior flaksid, kekuatan 3-2-2 / 3-2-0, atrofi kedua tungkai bawah. Refleks kedua tendo Achilles menurun. Gangguan sensibilitas sesuai dermatom L4-S1 dekstra serta gangguan otonom. Pada foto polos vertebra thorakolumbal didapatkan skoliosis ke kiri, spondylosis lumbalis (L II), tak didapatkan kompresi maupun listhesis. Pada MRI lesi tampak meluas dengan bulky tumor level L IV dan meluas ke kranial sampai L I dan ke distal sampai S II disertai destruksi awal corpus L IV - V. Lesi meluas ke foramen neuralis level L I - V kanan kiri dan mendesak ligamentum longitudinal anteroposterior / flavum level tersebut. Terapi : Medikamentosa, Laminektomi level LI – II – III - IV, Rehabilitasi Medik serta radioterapi. Pada pemeriksaan histopathologi didapatkan gambaran sel-sel bulat jernih berlobus, dibatasi jaringan fibrous, inti di tengah sitoplasma bervakuola ”physaliphorous cell”, tampak bagian stroma myxoid tak beraturan. Kesan: sesuai dengan chordoma. Satu tahun kemudian dilakukan radioterapi, eksternal radiasi dengan total dosis 5000 cGy, fraksinasi 5 x 200 cGy. Evaluasi setelah dilakukan pembedahan yang dilanjutkan dengan eksternal radiasi nyeri berkurang, kekuatan bertambah, tetapi sensibilitas dan fungsi vegetatif belum menampakan adanya perbaikan yang nyata.
KesimpulanChordoma salah satu jenis tumor pada medula spinalis yang bersifat malignant dan dapat berubah menjadi sarkoma high-grade (dedifferentiated chordoma) yang memiliki kecenderungan metastasis sehingga memerlukan radioterapi sebagai terapi adjuvan setelah dilakukan reseksi.
Kata kunci: Chordoma, Low Back Pain, reseksi, radioterapi
* Residen Bagian I.P Saraf FK UNDIP / SMF Penyakit Saraf RSUP dr. Kariadi, Semarang** Staf Bagian I.P Saraf FK UNDIP / SMF Penyakit Saraf RSUP dr. Kariadi, Semarang
41iv
42