Pendahuluan Case Hiperbilirubin
-
Upload
sylvia-pertiwi -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
Transcript of Pendahuluan Case Hiperbilirubin
BAB I
PENDAHULUAN
Sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama
kehidupannya di Amerika Serikat. Hasil survey di Malaysia pada tahun 1998 di
rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan
mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama
kehidupannya. Di Indonesia, insidens ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan
di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo,
RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%. 1
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru
Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 %
pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Ikterus neonatorum
merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan
rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus
produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal.
Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan
usianya lebih pendek. 2
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat
sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi
baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus).
Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling
berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental
yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.1
Selain ikterus neonatorum, insiden penyakit dengan resiko kematian yang
tinggi adalah pneumonia. Pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka
13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Kebanyakan
kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa. 3
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas
bagian bawah yang terbanyak kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau
rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran
nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.
Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh
karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian
anak. 3
Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu
tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan
proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup.1
Dengan demikian perlu adanya penanganan yang serius terhadap penyakit-
penyakit yang memeliki risiko kematian yang tinggi, termasuk memperhatikan
faktor risiko utama yang menjadi awal mula penyakit ini. Untuk itu kasus ini
diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar
dapat mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan
teori pengobatan yang rasional.
Daftar pusaka:
1. Sastroasmoro S, Soeroso S, Mardiati R, Utami M, Nasrul M, Arcan M,
dkk. Ikterus Neonatorum. [Online] [akses 20 Oktober 2009]. Available
from: URL: http://www.ikterus _neonatorum.htm.
2. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. Ikterus
Pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Hassan R, Alatas H. editor. Buku Kuliah
Ilmu Keehatan Anak Jilid I. Jakarta: Infomedika: 2005.h.1101-2.
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius FK UI:
2000.