PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK DI ...
Transcript of PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK DI ...
PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK DI
PERAIRAN KEPULAUAN INDONESIA DITINJAU BERDASARKAN
PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL
INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
DEAYU
NIM: 160200497
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya:
NAMA : DEAYU
NIM : 160200497
DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL
JUDUL SKRIPSI : PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT
LIMBAH PLASTIK DI PERAIRAN KEPULAUAN INDONESIA DITINJAU
BERDASARKAN PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL DAN
NASIONAL INDONESIA
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya tulis adalah benar dan tidak merupakan ciplakan dari
skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka
segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa adanya
paksaan atau tekanan dari pihak manapun
Medan, Januari 2020
Deayu
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Adapun skripsi ini berjudul: “PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT
AKIBAT LIMBAH PLASTIK DI PERAIRAN KEPULAUAN INDONESIA
DITINJAU BERDASARKAN PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL
DAN NASIONAL INDONESIA”.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena memberikan kesehatan dan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan kedua orangtua penulis, Ayahanda
Zulnaidy Tanjung dan Ibunda Yevi Marliza, yang telah memberikan kasih sayang,
mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan
pengorbanan yang tak ternilai harganya dan mengiringi setiap langkah penulis
dengan doa restunya yang tulus.
Dalam penulisan skripsi ini juga saya mendapat dukungan dan bantuan
dari banyak pihak. Sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih pada
kesempatan yang berbahagia ini dengan kerendahan hati, Penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi:
1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
ii
2. Bapak Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II.
Terimakasih atas bantuan Bapak yang telah dengan sabar membantu saya
untuk menyelesaikan skripsi saya serta memberikan semangat, kritikan dan
nasihat dalam membimbing saya dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.M.H, selaku Ketua Departemen Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Sekaligus Dosen
Pembimbing I. Terimakasih atas bantuan Bapak yang selama ini telah banyak
membantu penulis serta memberikan masukan, arahan-arahan, dan
bimbingannya selama penulisan skripsi maupun selama penulis berada di
jurusan Departemen Hukum Internasional.
7. Bapak Dr, Sutiarnoto, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen/Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama saya
menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
iii
9. Seluruh staff administrasi yang turut serta membantu saya dalam proses
administrasi selama berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Keluarga Besar yang selalu memberikan perhatian dan semangat dalam
mendukung tidak hanya dalam menyelesaikan skripsi tetapi juga untuk
banyak hal dalam hidup saya, terutama untuk Zuandriza dan Deajeng selaku
Abang dan Kakak kandung penulis.
11. Sahabat-sahabat yang selalu mendukung,memberikan semangat dan selalu
setia mendengarkan keluh kesah penulis (Katya, Cicha, Sabrina, Salsa, Rini,
Indri, Gibran, Azhar, Miranda) terimakasih banyak atas segala dukungannya.
12. Teman-teman saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum USU
dari semester satu sampai sekarang (Vira, Lady, Cut, Ainun, Adly, Satria,
Syahrizal dan Yusril)
13. Teman-teman ILSA (International Law Students Association) yang tidak bisa
disebutkan satu satu, terimakasih atas kebersamaannya, senang sekali bisa
mengenal dan menjadi bagian dari ILSA.
Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Penulis
berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang
konstruktif guna menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna lagi,
baik dari segi isi/materi maupun cara penulisannya di masa mendatang.
Medan, Januari 2020
Hormat Penulis,
Deayu
NIM. 160200497
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRAK
Prof.Dr. Suhaidi, SH.M.H
Dr. Jelly Leviza SH.M.Hum
Deayu
Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% wilayahnya adalah lautan.
Krisis ekosistem laut akibat limbah plastik saat ini sangat krusial dan sedang
ramai diperbincangkan. Limbah plastik berdampak buruk bagi lingkungan karena
sifat plastik yang susah diuraikan. Pola aktivitas yang serba plastik dapat
mempercepat proses pengurangan oksigen, meningkatkan pembunuhan biota laut,
dan merusak sistem pencernaan biota laut dan akhirnya kembali pada kerugian
diri kita sendiri.
Fokus permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini adalah bagaimana
pengaturan hukum internasional tentang perlindungan terhadap lingkungan laut
dan bagaimana ketentuan hukum nasional dalam pencegahan, pengurangan dan
pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik serta bagaimana
peran negara Indonesia dalam perlindungan lingkungan laut berkenaan dengan
limbah plastik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif, dimana data primer diambil dari perjanjian-perjanjian
Internasional serta peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dalam
penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan hukum internasional
tentang perlindungan terhadap lingkungan laut pada perairan kepulauan suatu
negara lebih lanjut diatur dalam Deklarasi Stockholm 1972, London Convention
1972, London Protocol 1996, MARPOL 73/78, dan UNCLOS 1982. Melalui
peraturan-peraturan ini dibentuk untuk masyarakat internasional melalui
organisasi-organisasi lebih mendorong negara-negara dalam menjaga kondisi laut,
mengambil segala tindakan yang perlu dan melakukan tanggung jawabnya
terhadap pencemaran lingkungan laut terutama akibat limbah plastik.
Kata Kunci: Perairan Kepulauan Indonesia, Pencemaran Lingkungan, Limbah
Plastik.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... i
Abstrak ................................................................................................................. iv
Daftar Isi .............................................................................................................. v
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 9
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 9
D. Manfaat Penulisan .................................................................. 9
E. Keaslian Penulisan ................................................................. 10
F. Tinjauan Pustaka .................................................................... 12
G. Metode Penelitian ................................................................... 13
H. Sistematika Penulisan ............................................................. 17
BAB II : PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG
PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN LAUT.
A. Urgensi Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut ................ 19
B. Batasan Perairan Kepulauan ................................................... 21
C. Pengaturan Hukum Internasional Tentang Perlindungan
Terhadap Lingkungan Laut Pada Perairan Kepulauan Suatu
Negara .................................................................................... 24
BAB III : KETENTUAN HUKUM NASIONAL DALAM
PENCEGAHAN, PENGURANGAN DAN PENGELOLAAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK.
Universitas Sumatera Utara
vi
A. Pencemaran Laut menurut Peraturan Pemerintah No.19 tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan
Laut ......................................................................................... 49
B. Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ............................................. 52
C. Regulasi Hukum Tentang Pencemaram Lingkungan Laut yang
Bersifat Lintas Batas Nasional di Indonesia........................... 58
BAB IV: PERAN NEGARA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN LAUT KHUSUSNYA BERKENAAN DENGAN LIMBAH
PLASTIK
A. Pelaksanaan Atas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar
Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
................................................................................................ 63
B. Pemanfaatan Sumber Daya Lingkungan Laut Demi
Kesejahteraan Hidup Rakyat .................................................. 72
C. Penanganan Pencemaran Lingkungan Laut Berkenaan Dengan
Limbah Plastik Di Dalam Regulasi Hukum Nasional ............ 81
BAB V: PENUTUP
A. KESIMPULAN ...................................................................... 86
B. SARAN .................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% wilayahnya adalah lautan.
Namun sayangnya, Indonesia juga merupakan negara penyumbang sampah plastik
di lautan terbanyak kedua setelah China yaitu 0,48-1,29 juta metrik ton dari total
4,8-12,7 juta metrik ton per tahun sampah plastik yang dibuang dilautan dunia.1
Krisis ekosistem laut saat ini memang sangat krusial dan sedang ramai
diperbincangkan. Krisis ekosistem laut yang disebabkan oleh plastik benar-benar
mendesak. Fakta dari peneliti mengatakan bahwa pada tahun 2050 jumlah sampah
plastik di lautan akan lebih banyak daripada jumlah ikan di lautan. Ini adalah
kerusakan yang besar, jika kita terus merusak ekosistem laut.
Plastik merupakan salah satu material yang tak terpisahkan dalam
kehidupan sehari-hari manusia. Di mana pun seseorang berada pasti selalu
menemukan atau menggunakan sesuatu yang terbuat dari plastik,. Mulai dari alat
rumah tangga, perlengkapan kegiatan yang menunjang aktifitas keseharian,
hingga kendaraan yang setiap saat digunakan, sebagian bahan bakunya pasti ada
yang terbuat dari plastik.
Limbah plastik berdampak buruk bagi lingkungan karena sifat plastik yang
memang susah diuraikan oleh tanah secara alamiah, meskipun sudah tertimbun
beratus tahun lamanya. Dalam berbagai penelitian menyebutkan, plastik baru bisa
1Jason Gooljar,“Top 20 Countries ranked by mass of mismanaged plastic waste”
sebagaimana dimaksud dalam:https://bit.ly/2x2kI99,diakses pada 27 September 2019
Universitas Sumatera Utara
2
diuraikan oleh tanah setidaknya setelah tertimbun selama 200 hingga 400 tahun.
Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa limbah plastik bisa terurai oleh
tanah dalam waktu 1.000 tahun lamanya.
Gambar No.1 Seorang Diver yang Menyelam Diantara Sampah di Perairan Pantai Manado
Sumber: https://www.mongabay.co.id/2018/02/17/foto-sampah-plastik-di-lautan-indonesia/
Proses lamanya terurai inilah yang kemudian mengakibatkan dampak buruk
bagi lingkungan, seperti munculnya zat kimia yang dapat mencemari tanah
sehingga berkurang tingkat manfaat dan kesuburannya. Dengan proses yang susah
diuraikan, limbah plastik juga dapat membunuh hewan pengurai tanah seperti
cacing. Sehingga wajar saja apabila tingkat kesuburan tanah bisa berkurang.
Kini limbah plastik telah mencemari lautan dunia karena sifatnya yang sulit
untuk terurai dan sifat tambahan lainnya yang telah terbukti memiliki efek toksik
pada makhluk hidup. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan pola
Universitas Sumatera Utara
3
konsumsi dan produksi menyebabkan pesatnya peningkatan limbah plastik di
dunia.2
Limbah-limbah plastik itu terus membunuh makhluk hidup di lautan.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Sekretariat Konvensi tentang
Keanekaragaman Hayati pada 2016, sampah di lautan telah membahayakan lebih
dari 800 spesies. Dari 800 spesies itu, 40% adalah mamalia laut dan 44% adalah
spesies burung laut. Konferensi Laut PBB di New York 2017 menyebut limbah
plastik di lautan membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura
laut, dan ikan-ikan yang tak terhitung jumlahnya, tiap tahun. Selain sampah
plastik, sampah di lautan juga terdiri dari peralatan perikanan yang ditinggalkan
begitu saja, biasa disebut 'jaring hantu' atau 'peralatan hantu'. Jumlahnya 640 ribu
ton atau 10 persen dari sampah laut. Sampah jaring menjebak kura-kura, burung,
dan mamalia laut.
Berikut ini beberapa contoh kasus hewan yang terancam gara-gara plastik:
1. Sedotan Plastik di Hidung Kura-Kura
Video YouTube berisi tayangan ngeri soal penyelamatan kura-kura ini menjadi
viral. Sedotan plastik sepanjang 12 cm dicabut dari lubang hidung kura-kura
malang itu. Darah mengucur dari hidung kura-kura.Video ini viral sehingga
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ikut memasang di akun Twitter-
nya. Video ini berasal dari peristiwa pada Agustus 2015.
Binatang itu dalam bahasa Inggris disebut 'turtle' jenis 'olive ridley'. Dalam
Bahasa Indonesia, hewan itu disebut juga sebagai penyu lekang. Hewan yang
2UNEP, Marine Plastic Debris & Microplastic: Global Lessons and Research to Inspire
Action and Guide Policy Change, 2016, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
4
diselamatkan dari sedotan yang mengancam itu berada di perairan Kosta Rika
oleh Christine Figgener,biologis kelautan dari Universitas Texas A&M.
2. Paus Telan 80 Kantung Plastik
Dilansir BBC, seekor paus pilot mengalami sakit dan tak bisa berenang di
kawasan Thailand selatan. Akhirnya paus itu mati pada 1 Juni 2018. Upaya
penyelamatan dari petugas perairan Thailand tak berhasil menyelamatkan nyawa
paus itu. Usut punya usut,paus itu ternyata telah menelan 80 kantong plastik,
bobotnya 8 kg.
3. Tutup Botol di Dalam Bangkai Burung
Fotografer Chris Jordan memotret bangkai burung albatros. Bagian dalam perut
burung itu tersibak, isinya ada tutup botol plastik dan berbagai benda plastik
lainnya. Jordan menemukan bangkai burung demikian di Midway AS pada
September 2009. Dia melihat ribuan bangkai anak burung. "Ini sangat
menghancurkan dan muram, saya bertanya bagaimana mendapatkan harapan yang
baik dari situ," kata Jordan, dilansir The Guardian.
Menurut PBB, dalam paparan soal problem plastik sekali pakai, disampaikan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 99% burung laut bakal
menelan plastik pada 2055.
4. Paus Sperma di Wakatobi
Kabar ini masih cukup hangat. Paus sperma ditemukan sudah menjadi bangkai. Di
perutnya terdapat berbagai jenis sampah. Bangkai paus itu ditemukan di perairan
Pulau Kapota, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 19 November 2018. Di perutnya,
ada sampah gelas plastik 750 gr (115 buah), plastik keras 140 gr (19 buah), botol
plastik 150 gr (4 buah), kantong plastik 260 gr (25 buah), serpihan kayu 740 gr (6
Universitas Sumatera Utara
5
potong), sandal jepit 270 gr (2 buah), karung nilon 200 gr (1 potong), dan tali
rafia 3.260 gr (lebih dari 1.000 potong). Total berat basah sampah 5,9 kg.p
Plastik yang ada di lautan disebut sebagai marine plastic debris. Marine
plastic debris bisa berasal dari daratan (land-based sources) atau aktifitas yang
berbasis di perairan laut (sea-based sources) tetapi land-based sources-lah yang
menjadi penyumbang 80 persennya.3 Marine plastic debris adalah jenis polutan
yang paling mendominasi dalam sampah lautan, di mana 60-90 persen sampah
lautan terdiri dari polimer plastik yang berbeda-beda.4 Penyebab banyaknya
plastik di lautan karena proses fotodegradasi terjadi sangat lambat di dalam laut
yang dingin dan kurang cahaya matahari.
Ancaman polusi marine plastic debris sangat dirasakan di Laut Asia Timur
(EAS). Negara-negara di kawasan EAS dalam beberapa dekade terakhir
mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan namun tidak memedulikan
dampak pertumbuhan tersebut pada lingkungan lautnya. Ketidakpedulian tersebut
mengakibatkan EAS menjadi lingkungan laut yang paling tercemar oleh marine
plastic debris, di mana enam negara di kawasan ini menempati peringkat sepuluh
dunia sebagai penyumbang marine plastic debris terbanyak, dengan perkiraan
pada tahun 2010 yaitu Tiongkok 1.32-3.53 mmt, Indonesia 0.48-1.29 mmt,
Filipina 0.28-0.75 mmt, Vietnam 0.28-0.73 mmt, Thailand 0.15-0.41 mmt dan
Malaysia 0.14-0.37 mmt.5
3 Marine Plastics IUCN,sebagaimana dimaksud dalam: https://bit.ly/2oSDu2G,diakes
pada 28 September 19
4 Marine Plastic Debris and Microplastics UN Environment,sebagaimana dimaksud
dalam:https://bit.ly/2pzkPcD,diakses pada 28 September 19
5 J.R. Jambeck,Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean. Science, Vol. 347,
2015,hlm.768-771.
Universitas Sumatera Utara
6
Ada banyak faktor penyebab besarnya polusi marine plastic debris di EAS,
seperti: rendahnya tingkat kesadaran lingkungan masyarakat, kebiasaan atau
tradisi masyarakat, sistem pengelolaan limbah yang buruk dan lain- lain. Sama
seperti kawasan lainnya di dunia, polusi marine plastic debris juga mengancam
habitat, ekosistem dan keanekaragsaman hayati EAS. Aktivitas ekonomi yang
terkena dampak dari polusi tersebut yaitu pelayaran, perikanan, akuakultur,
pariwisata dan rekreasi dengan biaya kerugian yang besar untuk menangani
dampak tersebut.6
Marine Conservation Society atau MSC, salah satu pegiat lingkungan
mendeskripsikan seberapa besar dampak sampah plastik terhadap kerusakan
ekosistem laut dan pengaruhnya pada peradaban manusia. 86% permukaan karang
akan rusak jika terkena sampah plastik. Satwa laut yang besar tidak bisa
membedakan antara sampah plastik dan makanan. Maka resikonya mereka akan
terperangkap, tercekik oleh sampah plastik tersebut. penyu tidak bisa
membedakan antara tas plastik dengan ubur-ubur.
Ketika mereka mengkonsumsinya itu dapat memblokir sistem pencernaan
dalam tubuh mereka dan hal-hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada
satwa laut. Ketika sampah plastik mulai terurai menjadi keping-keping mikro,
ikan-ikan juga tidak dapat membedakan keping-keping mikro yang amat kecil
tersebut dengan makanan mereka dan ketika keping mikro limbah plastik tersebut
termakan oleh ikan-ikan sudah pasti akan mempengaruhi sistem pencernaan
mereka dan lebih panjang lagi efeknya adalah ketika ikan-ikan tersebut kita
konsumsi.
6 Ibid
Universitas Sumatera Utara
7
Tidak hanya itu sampah plastik di lautan juga mengancam pertumbuhan
bakteri prochlorococcus yang merupakan bakteri fotosintetik yang paling banyak
ditemukan di lautan dan memiliki populasi global.7 Sampah plastik mengganggu
proses pertumbuhan, fotosintesis dan produksi oksigen yang dihasilkan oleh
bakteri tersebut. Padahal bakteri ini juga berkontribusi pada siklus karbon dan
bertanggung jawab atas 10 persen dari total produksi oksigen secara global . jadi
satu dari sepuluh oksigen yang kita hirup adalah hasil produksi bakteri ini yang
akan terus berkurang karena dampak dari tercemarnya ekosistem laut yang
diakibatkan oleh sampah plastik yang kita hasilkan.
Kerusakan ekosistem laut sudah berada di titik krisis. Jika kita tidak
merubah pola aktivitas kita yang serba plastik ini sama saja kita mempercepat
proses pengurangan oksigen, meningkatkan pembunuhan biota laut, dan merusak
sistem pencernaan biota laut dan akhirnya kembali pada kerugian diri kita sendiri.
Perbuatan manusia dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan,
karena kualitas lingkungan menyangkut nilai lingkungan untuk kesehatan,
kesejahteraan dan ketentraman manusia. Nilai lingkungan manfaatnya juga
bermacam-macam bagi umat manusia. Menurut Drupsteen sebagaimana dikutip
Andi Hamzah, masalah lingkungan merupakan kemunduruan kualitas lingkungan,
atau dengan kata lain, bahwa masalah lingkungan yang menyangkut gangguan
terhadap lingkungan antara manusia dan lingkungannya, sedangkan bentuknya
berupa pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan.8
7Partensky, F., Hess, W. R. & Vaulot, D. Prochlorococcus, a marine photosynthetic
prokaryote of global significance. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 63, 106–127 (1999) 8 Andi Hamzah,Penegakan Hukum Lingkungan,(Jakarta: Arikha Media Cipta, 1995),
hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
8
Oleh karena itu, hukum lingkungan menetapkan ketentuan dan norma-
norma untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dengan tujuan untuk
melindungi lingkungan dari kerusakan dan pencemaran lingkungan untuk
menjamin kelestariannya agar dapat secara terus menerus digunakan oleh generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang. Disinilah letak adanya hukum
lingkungan untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan perusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh tingkah laku manusia dengan segala
aktivitasnya yang seperti pembangunan dengan teknologinya. Oleh karena itu,
hukum lingkungan mengatur ketentuan tentang tingkah laku dalam
bermasyarakat, agar dipaksa untuk mematuhi hukum lingkungan.
Disamping itu juga masyarakat mempunyai hak, kewajiban dan berperan
serta masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Menurut Drupsteen
sebagaimana dikutip Andi Hamzah, bahwa dilihat dari fungsinya, hukum
lingkungan berisi kaidah-kaidah tentang perilaku masyarakat yang positif
terhadap lingkungannya, baik langsung atau tidak langsung. Secara langsung
kepada masyarakat, hukum lingkungan menyatakan apa yang dilarang dan apa
yang diperbolehkan, secara tidak langsung kepada warga masyrakat adalah
memberikan landasan bagi yang berwenang untuk memberikan kaidah kepada
masyarakat.9
9 Andi Hamzah,Op.Cit, hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang diuraikan pada latar belakang diatas, maka masalah
yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional tentang perlindungan
terhadap lingkungan laut?
2. Bagaimana ketentuan hukum nasional dalam pencegahan, pengurangan
dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik?
3. Bagaimana peran negara Indonesia dalam perlindungan lingkungan laut
berkenaan dengan limbah plastik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang perlindungan
terhadap lingkungan laut.
2. Untuk memahami ketentuan hukum nasional dalam pencegahan,
pengurangan dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah
plastik.
3. Untuk mengetahui peran negara Indonesia dalam perlindungan lingkungan
laut khususnya berkenaan dengan limbah plastik.
D. Manfaat Penulisan
1. Secara Teoritis
Untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa, staf pengajar, maupun
praktisi hukum khususnya berkaitan dengan pencemaran lingkungan laut
akibat limbah plastik di perairan kepulauan Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
10
2. Secara Praktis
Untuk menjadi referensi dan memberikan informasi kepada masyarakat
agar mempunyai pandangan dan kesadaran untuk merubah pola hidup
dengan mengurangi penggunaan plastik dan beralih kepada bahan yang
lebih ramah lingkungan, serta lebih bijaksana lagi untuk menggunakan
plastik untuk bumi yang lebih baik.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan
menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan
tetapi, ditemukan beberapa judul yang berhubungan dengan topik yang terdapat
dalam skripsi ini, antara lain:
1. Fadhilah Astrid Sitompul, Tahun 2012, Mahasiswi Universitas Sumatera
Utara dengan judul “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pencemaran
Lintas Batas Akibat Kebocoran The Montara Well Head Platform Di Laut
Timor”.
Pokok masalah penelitian:
a. Bagaimanakah dampak dari pencemaran di Laut Timor akibat tumpahan
minyak?
b. Bagaimanakah tanggung jawab PTTEP Australia terhadap pencemaran
oleh minyak di Laut?
c. Bagaimanakah alternatif penyelesaian sengketa dan mekanisme ganti rugi
terhadap pencemaran oleh minyak di Laut Timor?
Universitas Sumatera Utara
11
2. Julia Silviana, Tahun 2016, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung dengan judul “Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Laut Di
Wilayah Pesisir Teluk Lampung”
Pokok masalah penelitian:
a. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pencemaran laut di wilayah
Pesisir Teluk Lampung?
b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum
terhadap pencemaran laut di wilayah Pesisir Teluk Lampung?
3. Christasya Febria Valentina, Tahun 2013, Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Katolik Soegijapranata dengan judul “Pertanggung Jawaban
Pencemaran Lingkungan Laut Transnasional Studi Kasus :Indonesia-
Australia Terhadap PTT Exploration and Production Australia Pty.Ltd”
Pokok masalah penelitian:
a. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan Interasional yang mengatur
pertanggungjawaban bagi pelaku pencemaran laut transnasional?
b. Bagaimana bentuk-bentuk pertanggungjawaban PTTEP AA atas
pencemaran laut transnasional yang dilakukannya?
Pada dasarnya penelitian ini, baik dari segi judul maupun pokok
permasalahan yang dibahas dan berdasarkan pemeriksaan serta penelusuran
kepustakaan Fakultas Hukum universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Agustus
2019, judul yang diangkat menjadi skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
12
F. Tinjauan Kepustakaan
Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, jurnal-jurnal,
laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran ganda, maka
penulis memberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang
diambil dari sudut ilmu hukum, penafsiran secara etimologis, maupun pendapat
dari para sarjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan
dijabarkan dalam skripsi ini antara lain yaitu :
Pencemaran Lingkungan Laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang
terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak
langsung bahan-bahan atau energi ke dalam lingkungan laut (termasuk muara
sungai) yang menghasilkan akibat yang demikian buruknya sehingga merupakan
kerugian terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia,
gangguan terhadap kegiatan dilaut termasuk perikanan dan lain-lain, penggunaan
laut yang wajar, pemburukan dari pada kualitas air laut dan menurunnya tempat-
tempat pemukiman dan rekreasi.10
Limbah Plastik adalah salah satu sumber pencemaran lingkungan hidup di
Indonesia. Plastik merupakan produk serbaguna, ringan, fleksibel, tahan
kelembaban, kuat dan relatif murah. Karena berbagai kemudahan tersebut, seluruh
dunia terus menghasilkan lebih banyak produk berbahan baku plastik. Tanpa
menyadari karakter dasar plastik, beserta cara penggunaan yang tidak ramah
lingkungan, yang justru merusak lingkungan hidup.
Perairan Kepulauan Indonesia adalah seluruh atau semua perairan yang
letaknya ada pada sisi bagian dalam garis pangkal lurus kepulauan dengan tanpa
10
Mochtar Kusumaatmadja,Bunga Rampai Hukum Laut, (Penerbit Binacipta,Jakarta,
1978), hlm.179.
Universitas Sumatera Utara
13
memperhatikan jarak atau kedalamannya dari pantai.11
Perairan Kepulauan
Indonesia sudah masuk ke dalam perlindungan UNCLOS (konvensi hukum laut
internasional) dengan adanya pengakuan Indonesia sebagai salah satu
Archipelagic State atau Negara Kepulauan.
Hukum Internasional adalah hukum yang berlaku di dua negara atau lebih
yang mengatur tentang aktivitas berskala internasional. Hukum internasional
merupakan hukum antar negara atau antar bangsa yang menunjukkan pada
kompleks asas dan kaidah yang mengatur hubungan antar masyarakat bangsa-
bangsa atau negara.
Hukum Nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari
proses penemuan, pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang
telah ada.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau lagkah- langkah
dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Soerjono Soekanto
menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya.12
Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan
merupakan metode penelitian hukum normatif yang akan dijabarkan sebagai
berikut :
11
Konsideran Pasal 3, UU No. 6 Tahun 1996, tentang Perairan Kepulauan 12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta; UI press, 1986), hlm..43
Universitas Sumatera Utara
14
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam membahas rumusan masalah dalam skripsi
ini adalah melalui tipe penelitian hukum normatif. Menurut Johnny Ibrahim,
penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya.13
Penelitian hukum normatif yang mana mengacu pada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan
serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat, juga melihat sinkronisasi
suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek
penelitian. Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini semata-mata
menggambarkan suatu objek untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang
berlaku secara umum.14
Demikian juga hukum dan pelaksanaannya dalam
masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.
13
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia, 2013). hlm. 57. 14
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fak.
Psikologi UGM, 1986),hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
15
3. Sumber Data
Adapun sumber data dari penulisan skripsi ini adalah berasal dari bahan
pustaka (library research) yang terdiri dari:
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat,15
Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam
penelitian ini, antara lain :
1. Konferensi Stockholm Tahun 1972.
2. Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes
Other Matter (London Dumping) 1972 and 1996 Protocol Thereto.
3. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships
1973/1978 (MARPOL 1973/1978).
4. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982
(UNCLOS 1982).
5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia.
7. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
15Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 2007),hlm.52.
Universitas Sumatera Utara
16
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,16
antara lain adalah buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah hukum, makalah, surat kabar,
internet dan sumber lain yang terkait dan relevan dengan objek penelitian.
c) Bahan Hukum Tersier
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder,17
misalnya :
1. Kamus umum Bahasa Indonesia
2. Kamus Bahasa Inggris-Indonesia
3. Kamus istilah hukum
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan
pustaka atau yang disebut data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi
maupun pinjaman dari perpustakaan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar,
bahan kuliah yang relevan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak
maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan
perundang-undangan dan konvensi internasional.
16
Ibid 17
Ibid
Universitas Sumatera Utara
17
Tahap – tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai
berikut :
a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan - bahan hukum
lainnya yang relevan dengan objek kajian.
b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel – artikel media
cetak dan elektronik, dokumen pemerintahan dan peraturan
perundangan.
c. Mengelompokkan data – data yang relevan dengan permasalahan.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub-
sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini,
dilakukan perincian sebagai berikut :
Bab pertama menguraikan hal-hal pokok yang menjadi dasar pemikiran
dalam penulisan skripsi ini yang terdiri atas, latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Selanjutnya pada bab kedua ini membahas tentang peraturan-peraturan
hukum internasional mengenai perlindungan terhadap lingkungan laut, sejarah
dan perkembangan terbentuknya peraturan-peraturan itu, negara-negara yang
tergabung, serta isi dan hasil dari peraturan-peraturan tersebut.
Selanjutnya pada bab ketiga ini membahas secara lebih khusus mengenai
bagaimana dalam melakukan pencegahan, pengurangan dan pengelolaan
pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik ditinjau dari ketentuan hukum
Universitas Sumatera Utara
18
internasional dan nasional.
Selanjutnya pada bab keempat ini membahas mengenai bagaimana negara
Indonesia dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan laut
terhadap limbah plastik, serta pelaksanaan pemanfaatan sumber daya lingkungan
laut dan bagaimana hak dan kewajiban dalam perairan kepulauan.
Selanjutnya pada bab kelima ini berisi kesimpulan-kesimpulan dari
kesuluruhan uraian materi pembahasan dan saran-saran yang merupakan penutup
dari dalam penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
19
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS LINGKUNGAN
LAUT
A. Urgensi Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut
Lingkungan laut sebagai perwujudan satu bagian (aspek) dari lingkungan
hidup di atas bola bumi ini dewasa ini memperlihatkan perkembangan baru.
Fungsi laut bukan lagi sekedar tempat membuat garam, menangkap ikan,
kegunaan pelayaran, atau tempat rekreasi. Namun di dalam perkembangannya
saat ini mengarah pada pertambangan mineral di dasar laut, dan percobaan nuklir
yang dilakukan oleh negara-negara adikuasa. Dan dibarengi pula dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju pesat.18
Lebih jauh lagi, bahkan fungsi laut itu telah berkembang menjadi tempat
pemukiman bagi umat manusia yang masa ini telah mulai diperkirakan oleh para
ahli ilmu pengetahuan. Sehingga kebinekaan guna laut bagi manusia, dapat
digolongkan antara lain : sebagai sarana pelayaran, tempat kegiatan hiburan,
pertambangan dan pertahanan keamanan. Kesemuanya itu diwujudkan oleh
manusia lewat pandangan maupun perhatian yang selalu berubah.19
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta
pemanasan global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim,
dan hal ini akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu
perlu dilakukan
18
Arifin Siregar, Hukum Pencemaran Laut di Selat Malaka, (Medan: Kelompok Studi
Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, 1996), hlm.22. 19
Ibid
Universitas Sumatera Utara
20
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.20
Kurangnya pemahaman masyarakat untuk menjaga kondisi laut adalah salah
satu permasalahan yang harus segera di atasi oleh Pemerintah untuk menjelaskan
dan memahamkan agar timbul kesadaran masyarakat tentang pentingnya laut.
Maraknya penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti pukat
harimau, cantrang, dan penggunaan bahan peledak telah mengakibatkan degradasi
lingkungan dan memiliki pengaruh yang sangat besar. Kerusakan lingkungan
yang terjadi telah menghilangkan mata pencaharian nelayan tangkap dan
pedagang ikan.
Gejala pencemaran lingkungan laut akhir-akhir ini banyak mendapat
perhatian dari bebagai pihak. Seperti nampak dalam pembahasan melalui seminar
dan konferensi yang diselenggarakan baik ditingkat nasional, regional dan
internasional. Kesemua perhatian itu membahas dan mengkaji masalah
lingkungan laut, sehingga mempertajam pengertian dan membangkitkan
kesadaran tentang masalah lingkungan laut.
Pengertian dan kesadaran ini secara umum mengandung arti bahwa masalah
pencemaran lingkungan laut tersebut mengandung ancaman terhadap
perikehidupan, baik kehidupan manusia, hewan (fauna), maupun tumbuh-
tumbuhan (flora). Ketiga jenis perikehidupan ini mengisi lingkungan hidup atau
“biosphere” di atas bola bumi menjadi terancam kelangsungan serta
kelestariannya, karena terkena racunnya yang menimbulkan kemusnahan. Oleh
20
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana dalam UU no.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Jakarta : P.T SOFMEDIA, 2011),hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
21
arus dan angin air laut yang tercemar itu disebarkan kemana-mana secara merata
dan mempengaruhi lingkungan laut.21
Pencemaran lingkungan laut merupakan masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsa-bangsa. Pengaruhnya dapat menjangkau seluruh aktifitas
manusia di laut dan karena sifat laut yang berbeda dengan darat, maka masalah
pencemaran laut dapat mempengaruhi semua negara pantai, baik yang sedang
berkembang maupun negara-negara maju, sehingga perlu disadari bahwa negara
pantai mempunyai kepentingan terhadap masalah pencemaran laut.22
Pencemaran terhadap lingkungan laut yang mencemaskan ini mengundang
perhatian umat manusia untuk segera mencari upaya penanggulangan masalah
pencemaran lingkungan laut tersebut. Salah satu usaha bentuk
penanggulangannya adalah melalui hukum (tata pengaturan) yang lebih lanjut
melahirkan Hukum Pencemaran Laut (Marine Pollution).
B. Batasan Perairan Kepulauan
Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara
dua negara yang berdaulat. Pada awalnya perbatasan sebuah negara atau states
border dibentuk dengan lahirnya negara. Sebelumnya penduduk yang tinggal di
wilayah tertentu tidak merasakan perbedaan itu, bahkan tidak jarang mereka
berasal dari etnis yang sama. Namun dengan munculnya negara, mereka
21
Arifin Siregar, Op Cit.hlm.1. 22
Juarir Sumardi, Hukum Pencemaran Laut Transnasional, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1996),hlm.1.aha
Universitas Sumatera Utara
22
terpisahkan dan dengan adanya tuntutan negara itu mereka mempunyai
kewarganegaraan yang berbeda.23
Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah zona laut yang istimewa.
Perairan kepulauan adalah perairan yang berada di dalam garis pangkal kepulauan
(archipelagic baseline) tanpa memperhatikan kedalaman dan jaraknya dari garis
pantai.24
Perairan kepulauan ini mulai dikenal dengan diakuinya konsepsi negara
kepulauan (archipelagic state) di dalam UNCLOS.
Konsep negara kepulauan lahir didasarkan atas kedaulatan Indonesia
terhadap wilayah. Pengertian “negara kepulauan” dalam konsepsi negara
kepulauan Indonesia berasal dari pengertian Nusantara. Dalam kehidupan sehari
hari dan literatur-literatur kuno, Nusantara adalah nama lain dari Indonesia.
Nusantara berasal dari kata “nusa” yang berarti kumpulan (gugusan) pulau, dan
“antara” diartikan suatu tempat yang terletak atau diapit oleh tempat yang lain.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka arti Nusantara yaitu kepulauan yang
terletak di antara benua dan di antara samudera. Yang dimaksud dengan benua
pada waktu itu adalah India dan China. Dalam pengertian yang sekarang, arti
Nusantara yaitu kepualauan yang terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan
Australia, serta di antara samudera, yaitu Hindia dan Pasifik. Pengertian negara
kepulauan berasal dari pengertian Nusantara yang berarti negara yang terdiri dari
gugusan pulau. Oleh karena itu, pengertian Nusantara sudah menunjukkan
konsepsi Negara Kepulauan (Archipelagic State Conception).25
23
Rizal Darmaputera, Manajemen Perbatasan dan reformasi Sektor Keamanan, (Jakarta:
IDSPS Press,2009),hlm.3. 24
Pasal 49 UNCLOS 25
Hasbullah F.Sjawie, Negara Kepulauan Indonesia dan Hukum Laut Internasional,
(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001),hlm.20.
Universitas Sumatera Utara
23
Pasal 46 UNCLOS 1982 mendefinisikan negara kepulauan sebagai “a state
constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands.”
Yaitu suatu negara yang terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat meliputi
pulau-pulau lainnya.26
Selanjutnya, dinyatakan setiap Negara Kepulauan dapat
menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar
pulau-pulau dan karang kering terluar dari kepulauan. Panjang garis yang
demikian maksimal adalah 100 mil laut dan 3 persen dari jumlah seluruh garis
pangkal yang ada dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga maksimal 125 mil
laut.27
Dari garis pangkal lurus kepulauan tersebut diukur lebar laut teritorial, zona
tambahan, zona ekonomi eksklusif serta landas kontinen suatu Negara
Kepulauan.28
Dalam penetapan batas laut atau batas maritim, yang menjadi landasan
hukum inetrnasional adalah Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS
1982). Dalam penetapan batas laut teritorial, melalui pasal 15 UNCLOS 1982
dinyatakan sebagai berikut:29
“Dalam hal dua Negara yang letaknya berhadapan
atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun diantaranya berhak kecuali, ada
persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk menetapkan batas laut
teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titik sama jaraknya dari titik-titik
terdekat pada garis-garis pangkal darimana lebar laut teritorial masing-masing
Negara diukur. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku, apabila terdapat alasan baik
historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas
26
Pasal 46 UNCLOS 27
Pasal 47 UNCLOS 28
Pasal 48 UNCLOS 29
Pasal 15 UNCLOS
Universitas Sumatera Utara
24
laut teritorial antara kedua Negara menurut cara yang berlainan dengan ketentuan
diatas.”
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 15 tersebut berkaitan
dengan penetapan batas laut teritorial dapat disimpulkan menjadi 3 (tiga) hal yaitu
: pertama, dalam penetapan batas laut teritorial dilakukan dengan melalui
perundingan; kedua, dalam penetapan batas laut teritorial pada negara yang
berhadapan, digunakan metode equidistance; ketiga, ketentuan tersebut dapat
tidak berlaku, apabila terdapat alasan baik historis atau keadaan khusus lain yang
menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua Negara
menurut cara yang berlainan dengan ketentuan di atas.
Pasal 74 dan Pasal 83 UNCLOS 1982, dalam penyelesaian penetapan batas
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan garis batas Landas Kontinen secara garis
besar memperhatikan 3 (tiga) prinsip sebagai berikut: pertama, dalam penetapan
batas zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen dilakukan melalui perundingan;
kedua, dalam penyelesaian penetapan batas zona ekonomi eksklusif dan garis
batas landas kontinen harus berdasarkan pada hukum internasional; dan ketiga,
dalam implementasi penyelesaian penetapan batas zona ekonomi eksklusif
maupun landas kontinen harus mencapai Equitable Result atau mendatangkan
manfaat bagi negara-negara yang bersangkutan.
C. Pengaturan Hukum Internasional Tentang Perlindungan Terhadap
Lingkungan Laut Pada Perairan Kepulauan Suatu Negara
a. The Stockhom Declaration of 1972
Hukum lingkungan Indonesia mulai berkembang semenjak zaman
penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda, tetapi hukum lingkungan pada masa itu
Universitas Sumatera Utara
25
bersifat atau berorientasikan pemakaian (use-oriented law). Hukum lingkungan
Indonesia kemudian berubah sifatnya menjadi hukum yang berorientasikan tidak
saja pada pemakaian, tetapi juga perlindungan (environment-oriented law).
Perubahan ini tidak terlepas dari pengaruh lahirnya hukum lingkungan
internasional modern, yang ditandai dengan lahirnya Deklarasi Stockholm 1972
(the Stockholm Declaration of 1972). Perkembangan hukum lingkungan Indonesia
sangat dipengaruhi oleh hukum lingkungan Internasional.30
Pada tahun 1972, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berhasil
mempertemukan negara-negara di dunia dalam suatu konferensi tentang
lingkungan hidup manusia di Stockholm. Konferensi ini berhasil mengeluarkan
output berupa Deklarasi Stockholm 1972. Sekalipun Deklarasi ini tidak sebagai
sumber langsung hukum internasional, tetapi merupakan soft law yang harus
dipatuhi oleh masyarakat internasional untuk membentuk hukum di masa datang
(the future law).31
Deklarasi Stockholm 1972, merupakan pilar dari perkembangan hukum
lingkungan internasional. Indonesia, sebagai negara yang ikut menandatangani
Deklarasi ini,32
harus mengimplementasikan ketentuan Deklarasi tersebut dalam
yurisdiksinya. Sebagai tanda kepatuhan Indonesia kepada norma hukum
internasional, Pemerintah mengundangkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya
30
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), hlm.1. 31
Ibid.hlm.24. 32
Mostafa Kamal Tolba, Ed, Evolving Environmental Perceptions: From Stockholm to
Nairobi, Butterworths, London 1988,hlm.208.
Universitas Sumatera Utara
26
disingkat dengan UUKPPLH).33
UUKPPLH ini merupakan undang-undang
pertama yang bersifat integral untuk melindungi lingkungan hidup di Indonesia.
UUKPPLH diundangkan sepuluh tahun setelah dikeluarkannya Deklarasi
Stockholm.
UUKPPLH merupakan ketentuan payung (umbrella act) bagi semua
peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup. Ini berarti semua
peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum lahirnya UUKPPLH
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan umbrella act dan begitu
pula halnya dengan penyusunan peraturan perundang-undangan baru tidak boleh
bertentangan dengan UUKPPLH.34
Konferensi Stockholm yang dilaksanakan pada tanggal 5-16 Juni 1972
merupakan forum internasional yang membahas persoalan-persoalan penting
pembangunan dan lingkungan hidup. Konferensi tersebut merupakan tonggak
baru bagi masyarkat internasional yang menghasilkan prinsip-prinsip penting
untuk mengatur pembangunan yang berorientasi lingkungan. Terlaksananya
konferensi Stockholm telah mampu menumbuhkan dan mendorong semangat
masyarakat internasional untuk memahami dan menyadari akan pentingnya
lingkungan hidup yang perlu dilekatkan sebagai satu kesatuan dalam
pembangunan.35
Deklarasi Stockholm memicu lahirnya beberapa konvensi internasional
yang melindungi lingkungan hidup. Di antara konvensi itu adalah Konvensi Paris
33
Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup”(selanjutnya disingkat UKPPLH), Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1982 No. 12. 34
Sukanda Husin, Op Cit.hlm.4. 35
Absori,Penegakan Hukum Lingkungan dan Antisipasi dalam Era Perdagangan
Bebas,(Surakarta:Muhammadiyah University Press,2001), hlm.119
Universitas Sumatera Utara
27
1974, Konvensi London 1976, Konvensi Hukum Laut 1982, Konvensi Wina
1985, Konvensi Perubahan Iklim 1992, Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992,
dan lain lainnya.36
Deklarasi Stockholm 1972 yang ditandatangani oleh 113 kepala negara
berisikan 26 prinsip pembangunan. Deklarasi ini meminta negara-negara di dunia
untuk melaksanakan pembangunan demi memperbaiki dan meningkatkan taraf
hidup generasi hari ini dengan tidak mengurangi hak generasi mendatang untuk
menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat. Konsep ini disebut Suistainable
Development atau Pembangunan Berkelanjutan yang kemudian dijadikan prinsip
hukum dalam Deklarasi Rio 1992.37
Isi 26 poin yang dihasilkan dalam Deklarasi Stockholm 19721 mengenai isu
lingkungan dan pembangunan yakni :
1. Hak asasi manusia harus ditegaskan, segala bentuk apartheid dan
penjajahan harus dihapuskan
2. Sumber Daya Alam (SDA) harus dijaga
3. Kapasitas Bumi untuk menghasilkan sumber daya yang dapat diperbaharui
harus dilestarikan
4. Satwa liar harus dijaga
5. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui harus dibagi dan tidak
dihabiskan
6. Polusi yang timbul tidak boleh melebihi kapasitas untuk membersihkan
secara alami
7. Pencemaran laut yang merusak harus dicegah
36
Sukanda Husin,Op Cit.hlm.21. 37
Ibid
Universitas Sumatera Utara
28
8. Pembangunan dibutuhkan untuk memperbaiki lingkungan
9. Negara-negara berkembang membutuhkan bantuan
10. Negara-negara berkembang memerlukan harga ekspor yang wajar untuk
mengelola lingkungan
11. Kebijakan lingkungan tidak boleh menghambat pembangunan
12. Negara-negara berkembang memerlukan uang untuk meningkatkan
pelestarian lingkungan
13. Perencanaan pembangunan yang berkelanjutan diperlukan
14. Perencanaan rasional harus menyelesaikan konflik antara lingkungan dan
pembangunan
15. Pemukiman penduduk harus direncanakan untuk menghilangkan masalah
lingkungan
16. Pemerintah harus merencanakan kebijakan kependudukan yang sesuai
17. Lembaga nasional harus merencanakan pengembangan sumber daya alam
negara
18. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus digunakan untuk mengembangkan
lingkungan
19. Pendidikan lingkungan sangat penting
20. Penelitian lingkungan harus didukung, terutama di negara berkembang
21. Negara boleh memanfaatkan sumber daya yang ada, tapi tidak boleh
membahayakan orang lain
22. Kompensasi diperlukan jika ada negara yang membahayakan
23. Tiap negara harus menetapkan standar masing-masing
24. Harus ada kerjasama dalam isu internasional
Universitas Sumatera Utara
29
25. Organisasi internasional harus membantu memperbaiki lingkungan
26. Senjata pemusnah massal harus dihilangkan
Deklarasi Stockholm 1972 mengakui hak asasi manusia sebagai hak setiap
orang untuk dapat hidup dalam suatu lingkugan yang baik dan sehat. Setiap
negara berkewajiban untuk memelihara lingkungan hidup manusia sedemikian
rupa sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.38
Kewajiban yang
dimaksud antara lain kewajiban suatu negara untuk mengambil tindakan-tindakan
guna mencegah terjadinya pencemaran lingkungan laut yang dapat
membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia, sumber kekayaan hayati
laut, dan penggunaan lingkungan laut lainnya.39
Sehubungan dengan perlindungan lingkungan laut dari pencemaran, suatu
negara harus mejamin agar segala kegiatan atas hak-hak kekayaan alamnya tidak
boleh merusak lingkungan negara lain.40
Selanjutnya diperlukan kerjasama antar
negara dalam mengembangkan hukum internasional yang berhubungan sistem
pertanggungjawaban dan ganti rugi yang disebabkan oleh pencemaran.41
b. London Convention 1972 dan London Protocol 1996
The Convention on Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes
and Other Matter (1972) atau yang lebih dikenal dengan London Dumping
Convention adalah sebuah kesepakatan internasional yang spesifik membatasi
pembuangan beberapa jenis material tertentu ke dalam laut.42
London Dumping
38
Prinsip 1 Deklarasi Stockholm 1972 39
Prinsip 7 Deklarasi Stockholm 1972 40
Prinsip 21 deklarasi Stockholm 1972 41
Prinsip 22 Deklarasi Stockholm 1972 42
Michael S.Schenker, “Saving a Dying Sea-The London Convention on Ocean
Dumping,7 Cornell Internationall Law Journal (1973-1974),hlm.35
Universitas Sumatera Utara
30
adalah konvensi Internasional yang ditanda tangani pada tanggal 29 Desember
1972 dan mulai berlaku pada 30 Agustus 1975 adalah konvensi internasional yang
merupakan perpanjangan dari isi pada Konvensi Stockholm.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai ketentuan apa saja yang diatur
dalam London Convention, kita perlu untuk mengetahui apa yang disebut dengan
ocean dumping terlebih dahulu, Secara umum, ocean dumping diartikan sebagai
meletakkan suatu benda ke dasar laut.43
Dalam berbagai konvensi seringkali
mendefinisikan “ocean dumping” secara berbeda, namun hampir semuanya
sepakat bahwa pembuangan tersebut secara disengaja, yaitu dengan membawa zat
yang akan dibuang tersebut kedalam kapal atau pesawat udara untuk kemudian
dimasukan ke dalam laut.44
Tujuan utama dari London Convention adalah untuk melaksanakan kontrol
yang efektif terhadap seluruh sumber polusi dilaut. Negara yag terikat dalam
konvensi haruslah melakukan upaya pencegahan terjadinya polusi dilaut yang
diakibatkan oleh pembuangan limbah,45
Melindungi dan melestarikan lingkungan
laut dari segala bentuk pencemaran yang menimbulkan kewajiban bagi peserta
untuk mengambil langkah-langkah yang efektif, baik secara sendiri atau bersama-
sama, sesuai dengan kemampuan keilmuan, teknik dan ekonomi mereka guna
mencegah, menekan dan apabila mungkin menghentikan pencemaran yang
diakibatkan oleh pembuangan atau pembakaran limbah atau bahan berbahaya
lainnya di laut.
43
Pasal 19,Convention for the Prevention of Marine Pollution by Dumping from Ships
and Aircraft,Februari 15, 1972 44
Frederick Forrest Richards, Ocean Dumping: An International and Domestic
Perspective;Note,Journal of Legislation Vol.17.2.hlm 289 45
Pasal 2 London Convention
Universitas Sumatera Utara
31
Pada dasarnya Protokol 1996 tidak bisa disamakan dengan amandemen dari
London Convention, jauh dari amandemen London Convention, Protokol 1996
telah menggantikan London Convention, walaupun negara bukan peserta dari
London Convention juga diajak untuk terlibat dalam pembuatan Protokol 1996.
Protokol 1996 menunjukan evolusi yang cukup berbeda dibandingkan dengan
London Convention. Protokol ini lebih memasukan prinsip kehati hatian
(Precautionary Principle) dan prinsip pemberi polusi harus membayar (polluter
pays principle). Protokol 1996 juga mengubah ketentuan mengenai zat material
apa saja yang boleh dibuang ke laut, mekanisme penyelesaian masalah,
mengadopsi seluruh ketentuan dalam amandemen konvensi London, dan menutup
celah-celah yang masih memungkinkan pihak dalam perjanjian untuk
membahayakan lingkungan.
Salah satu perbedaan antara Protokol 1996 dengan London Dumping
Convention adalah dihapusnya pengelompokan list zat material yang dapat
dibuang ke laut, berbeda dengan pengaturan sebelumnya dalam London Dumping
Convention yang mengatur mengenai apa saja yang tidak boleh dibuang ke laut,
Protokol 1996 mengatur mengenai apa saja zat material yang dapat dibuang ke
dalam laut.
Dalam upaya mempertahankan seluruh amandemen dari London
Convention, Protokol 1996 terus berupaya untuk memperbaiki segala ketentuan
yang ada. Salah satu yang paling menonjol adalah terkait dengan isu pembakaran
limbah laut.46
Dimana sebelumnya dalam London Convention masih
dimungkinkan dilakukannya pembakaran limbah dilaut sedangkan dalam Protokol
46
Michael S.Schenker,Op Cit. hlm.37
Universitas Sumatera Utara
32
1996 telah melarang seluruh pembakaran limbah dilaut. Selain itu dalam rangka
untuk memastikan bahwa negara peratifikasi tidak melakukan hal yang telah
disepakati, Protokol 1996 menggabungkan larangan pengiriman limbah ke negara
lain untuk dibuang ke dalam laut atau dibakar di laut.
Negara peserta protokol berkewajiban melarang pembuangan setiap limbah
atau bahan beracun lainnya dengan pengecualian yang terdaftar dalam lampiran 1
dimana pembuangannya harus mendapatkan izin terlebih dahulu. Negara peserta
juga wajib menerapkan persyaratan administratif atau hukum untuk menjamin
bahwa penerbitan izin-izin dan syarat-syarat perizinan tersebut sesuai dengan
yang diatur pada lampiran 2 protokol 1996 ini.47
Selain itu praktek pembakaran
limbah atau bahan lainnya dilaut dan pengiriman limbah atau bahan lainnya di
laut dan pengiriman limbah atau bahan lain ke negara-negara lain untuk
pembuangan atau pembakarannya adalah termasuk hal yang dilarang dalam
protokol ini dan negara peserta harus melarangnya.48
c. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships
1973/1978 (MARPOL)
MARPOL 73/78 adalah Konvensi Internasional untuk pencegahan
pencemaran dari kapal, pelayaran kapal tanker yang mengakibatkan ancaman
pencemaran lingkungan laut dapat merugikan negara pantai yang perairannya
dijadikan sebagai sarana pelayaran. Jika terjadi pencemaran maka dampaknya
akan menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut negara pantai. Untuk
mencapai keseimbangan konflik antara negara pantai pada satu pihak yang
47
Article 4 Convention on The Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes
and Other Matter (London Convention 1986), 48
Ibid
Universitas Sumatera Utara
33
menginginkan terlindunginya lingkungan laut dan pemilik/operator kapal pada
pihak lainnya, dimana laut merupakan sarana bagi mereka dalam melakukan
transportasi, maka IMO mengeluarkan suatu bentuk perjanjian internasional yang
disebut dengan the International Convention for the Prevention of Polution from
Ship, untuk selanjutnya disebut MARPOL.49
MARPOL 1973 diadopsi pada tanggal 2 November 1973, dan mulai berlaku
pada tanggal 2 Oktober 1983. MARPOL 1973 merupakan bentuk penyempurnaan
yang dilakukan IMO dalam mengantisipasi upaya pencegahan terhadap
pencemaran lingkungan laut tidak saja oleh minyak, namun juga mencakup
bahan-bahan berbahaya lainnya, kecuali dumping.
International Maritime Organization (IMO) merupakan badan khusus PBB
yang mengurus bidang kemaritiman yang didirikan di Jenewa. Tujuan
didirikannya IMO adalah untuk memajukan kerjasama antar negara-negara
anggota dalam masalah-masalah teknis dibidang pelayaran dengan perhatian
khusus pada keselamatan efisiensi pelayaran setinggi-tingginya.50
Dengan
demikian IMO merupakan badan khusus PBB yang bertanggung jawab dalam
keselamatan pelayaran secara luas dan pencegahan dari pencemaran lingkungan
laut.51
MARPOL mempunyai “6 technical annexes”, Annex ini merupakan
ketentuan yang diperuntukkan bagi semua kapal, kecuali kapal-kapal kecil. Bagi
kapal-kapal tersebut harus bahwa “structure, equipment, fitting, materials dan
perlengkapan lainnya sesuai dengan standard yang diharuskan Konvensi. Untuk
49
Suhaidi,Perlindugan Terhadap Lingkungan Laut Dari Pencemaran Yang Bersumber
Dari Kapal,(Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004) 50
Mochtar Kusumaatmadja,IMCO dan Pembinaan Hukum Pelayaran Nasional.(Jilid VII,
No.. 1-2 Bandung: 1976).hlm.3. 51
Suhaidi.Op Cit. hlm.95
Universitas Sumatera Utara
34
semua ini ditandai dengan suatu sertifikat. Khusus untuk Annex VI mengatur
tentang “air pollution” Annex I berisi tentang Pencegahan Dari Pencemaran
Minyak. Mulai berlaku pada tanggal 2 Oktober 1983. Dalam Annex ini
dipertahankan kriteria dari “the oil discharge” yang telah ditentukan dalam
Amandemen 1969 dari Konvensi OILPOL 1954, tanpa perubahan yang
substansial.
Kapal-kapal masih dapat melakukan pembuangan minyak kotor jika
dipenuhi syarat-syarat yang hampir sama dengan Konvensi sebelumnya, kecuali
jumlah maksimum yang diizinkan untuk melakukan pembuangan minyak kotor
dengan kriteria, yaitu bagi kapal tanker baru, jumlah maksimum minyak kotor
yang diizinkan untuk dibuang ke laut tidak melebihi 1/15.000 dari jumlah cargo
yang dibawa. Bagi kapal yang sudah ada sebelumnya, diizinkan sampai 1/30.000
dari jumlah angkutan minyak. Ketentuan ini berlaku bagi “outside the special
protected areas” (di luar daerah perlindungan khusus).52
Annex II tentang Control of Pollution by Noxious liquid Substances, mulai
berlaku pada tanggal 6 April 1987, berisi tentang kriteria dan langkah-langkah
pengawasan terhadap pencemaran yang disebabkan oleh zat cair berbahaya dalam
jumlah besar. Terdapat daftar 250 zat yang sudah dievaluasi dan dimasukan dalam
daftar lampiran dari Konvensi yang dikategorikan sebagai zat cair yang
berbahaya.
Annex III tentang Prevention of pollution by harmful substances carried in
packaged form, or in freight containers or portable tanks or road and rail tank
wagons. Mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1992, berisi tentang persyaratan
52
Ibid
Universitas Sumatera Utara
35
tentang “standards on packing, marking, labelling, documentation, stowage,
quantity limitations”. Ketentuan ini juga untuk mencegah terjadinya pencemaran
oleh zat-zat yang berbahaya pada lingkungan laut.
Selanjutnya Annex IV tentang Prevention of Pollution by Sewage. Mulai
berlaku 12 bulan setelah diratifikasi oleh 15 negara yang merupakan gabungan
“fleets of merchant shipping constitute” yang berjumlah sekurang-kurangnya 50%
dari armada kapal dunia. Pada saat ini (26-06-2000) lampiran ini telah diratifikasi
oleh 73 negara yang merupakan 42,59% dari armada kapal dunia. Annex ini berisi
persyaratan untuk mengawasi pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh
kotoran.
Annex V tentang Garbage, Mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1988.
Annex ini melarang secara menyeluruh untuk melakukan dumping pada
lingkungan laut atas semua bentuk plastik, termasuk “synthetic ropes and fishing
nets”. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan cukup mengagetkan
masyarakat internasional, bahwa kapal-kapal melakukan pembuangan ke laut
dalam bentuk kertas, plastik, metal, gelas dan material lainnya diperkirakan
sebanyak 6,4 juta ton pada tahun 1970. Diantaranya termasuk 1 juta ton dalam
bentuk plastik yang didalamnya mencakup 639.000 dalam bentuk “plastic
container”.53
Plastik merupakan barang yang berbahaya bagi kehidupan laut, terutama
bagi binatang laut. Diperkirakan seratus dari seribu burung laut dan seratus ribu
jenis mamalia laut mati dalam beberapa tahun ini yang diakibatkan oleh limbah
plastik. Para saintis memperkirakan barang plastik akan bertahan utuh di laut
53
Ibid
Universitas Sumatera Utara
36
selama lima puluh tahun. Pencemaran dalam bentuk plastik lebih mengancam
kehidupan burung-burung dan mamalia laut dibandingkan pestisida.54
Dalam hubungan antara Konvensi dengan annex-annexnya ditentukan
bahwa Annex merupakan “the convention’s optional annexes”. Negara-negara
yang telah meratifikasi Konvensi, dibolehkan hanya menerima Annex I dan Annex
II, namun dapat untuk tidak menerima Annex III, IV, dan V. Negara-negara
tersebut dapat mengambil waktu yang Panjang untuk memberlakukan Annex III,
IV dan V. Dengan demikian Annex I dan II merupakan mandatory annexes,
sedangkan Annex III, IV dan V merupakan optional annexes.55
Masyarakat internasional merasakan bahwa ketentuan-ketentuan pada
MARPOL 1973 belum memadai untuk melindungi negara pantai dari ancaman
pencemaran. Untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi pada teknologi
perkapalan, khususnya kapal-kapal tanker, dan dalam upaya perlindungan
lingkungan laut, Masyarakat internasional (dalam hal ini IMO) kembali
mengadakan konferensi internasional tentang “Tanker Safety and Pollution
Prevention” yang diadakan dari tanggal 6-17 februari 197856
Konferensi ini berhasil merumuskan ketentuan-ketentuan yang lebih keras
dari ketentuan yang terdapat pada MARPOL 1973. Protokol ini berlaku efektif
sejak tanggal 2 Oktober 1983. Ketentuan MARPOL tidak hanya ditujukan bagi
kapal-kapal dari negara bendera yang menjadi peserta konvensi saja, namun juga
berlaku bagi kapal-kapal yang berlayar dari negara bendera yang tidak menjadi
peserta konvensi, namun dioperasikan oleh pihak peserta konvensi.57
54
Ibid 55
Ibid, hlm.97. 56
Ibid 57
Ibid
Universitas Sumatera Utara
37
d. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982)
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea) III ditanda tangani di Montego Bay
Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982, telah berlaku secara efektif sejak
tanggal 16 November 1994. Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur masalah
kelautan secara menyeluruh. Konvensi Hukum Laut 1982 ini merupakan hasil
pemikiran konsep baru dalam bidang kelautan,bukan “the mare liberum” (open
sea) seperti yang dimaksud oleh Grotius, bukan pula “the mare clausum” (closed
sea) seperti yang dikemukakan John Selden, tetapi merupakan “mare nostrum—
our sea” yang merupakan pengertian participation and integration. Demikian
pula dengan ketentuan yang mengatur tentang perlindungan terhadap lingkungan
laut dari pencemaran yang bersumber dari kapal merupakan akomodasi dari
kepentingan negara pantai dengan pengguna laut sebagai sarana pelayarannya.58
Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang
kedaulatan negara atas wilayah laut merupakan salah satu ketentuan penting
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (selanjutnya
disebut Konvensi Hukum Laut 1982).59
Zona-zona maritim yang berada di bawah
kedaulatan penuh adalah perairan pedalaman (internal waters), perairan
kepulauan (archipelagic waters) (bagi negara kepulauan), dan laut teritorial
(territorial sea). Zona-zona maritim yang berada dibawah wewenang dan hak
khusus negara pantai adalah jalur tambahan (contiguous zone), zona ekonomi
eksklusif (exclusive economic zone), dan landas kontinen (continental shelf).
58
Ibid.hlm.67. 59
United Nations Convention on the Law of the Sea, 1833 U.N.T.S.397
Universitas Sumatera Utara
38
Sedangkan, zona-zona maritim yang berada di luar yurisdiksi nasional adalah laut
lepas (high seas) dan kawasan dasar laut internasional (international seabed
area).60
Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi
Hukum Laut 1982 dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1985. Ratifikasi
Indonesia terhadap Hukum Laut 1982 ini telah ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya berbagai peraturan perundang-undangan nasional. Mengingat
luasnya materi ketentuan yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan
Indonesia, maka uraian dalam bab ini difokuskan pada ketentuan-ketentuan pokok
yang menyangkut penarikan garis pangkal kepulauan Indonesia, hak lintas damai
melalui laut teritoial dan perairan kepulauan Indonesia, dan hak lintas alur-alur
laut kepulauan Indonesia.61
Merujuk pada ketentuan Pasal 46 Konvensi Hukum Laut 1982, tidak semua
negara yang wilayahnya terdiri dari kumpulan pulau-pulau dapat dianggap negara
kepulauan. Dari sejumlah 24 negara yang diteliti hanya 19 negara yang secara
nyata telah menyatakan dirinya sebagai Negara Kepulauan. Dari peraturan
perundang-undangan yang dikumpulkan dan dipublikasikan dalam situs jaringan
UN-DOALOS ada Sembilan negara yang telah menetapkan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan negara kepulauan, yaitu Antigua dan Barbuda,
Bahamas, Comoros Cape Verde, Fiji, Filipina, Indonesia, Jamaica, Kribati,
Maldives, Marshall Islands, Papua Nugini, Solomon Islands, Saint Vincent and
the Grenadines, Sao Tome and Principe, Seychelles, Trinidad and Tobago,
60
Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia,
(Bandung: PT Refika Aditama,2014) 61
Ibid.hlm.18
Universitas Sumatera Utara
39
Tuvalu, dan Vanuatu62
Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa negara-negara harus
menetapkan peraturan perundang-undangan untuk mencegah, mengurangi dan
mengendalikan pencemaran lingkungan laut dari manapun sumbernya, namun
peraturan perundang-undangan tersebut harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan dan standard-standard internasional yang telah disetujui serta praktek-
praktek dan prosedur-prosedur internasional yang dianjurkan.63
Bab XII Konvensi Hukum Laut 1982 memuat ketentuan-ketentuan yang
bersifat umum mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Bab ini
hanya akan membahas ketentuan-ketentuan yang mengatur kewajiban negara-
negara peserta Konvensi Hukum Laut 1982 (selanjutnya disebut negara-negara)
untuk melindungi dan melestarikan lingkungan lautnya. Ketentuan umum tentang
kewajiban negara-negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut
diatur dalam Pasal 192.
Konvensi Hukum Laut 1982 tidak akan mengurangi hak negara-negara
sesuai dengan hukum internasional, baik menurut hukum kebiasaan maupun
konvensi, untuk mengambil dan memaksakan tindakan-tindakan di luar laut
teritorial yang sebanding dengan kerusakan nyata atau ancaman kerusakan. Secara
umum Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan hak kepada setiap negara untuk
mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alamnya, sekaligus pula
mewajibkan kepada setiap negara untuk melindungi dan melestarikan fungsi
lingkungan lautnya dari ancaman pencemaran.64
Perlindungan yang diberikan
62
Etty R.Agoes, Praktik Negara-Negara Atas Konsepsi Negara Kepulauan, Jurnal
Hukum Internasional, Volume 1 No.3 2004,hlm.455 63
Pasal 207-212 KHL 1982 64
Pasal 192-193 KHL 1982
Universitas Sumatera Utara
40
oleh negara terhadap lingkungan lautnya berupa membuat ketentuan-ketentuan
yang dapat melindungi lingkungan laut tersebut, misalnya perlindungan terhadap
lingkungan laut dari pencemaran yang bersumber dari kapal.
Selanjutnya negara-negara juga dibolehkan untuk menetapkan peraturan
perundang-undangan untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan
pencemaran lingkungan laut bagi kapal-kapal yang mengibarkan bendera negara
dimaksud, atau terdaftar di negaranya. Ketentuan-ketentuan tersebut sekurang-
kurangnya harus mempunyai kekuatan yang sama dengan ketentuan-ketentuan
dan standar-standar internasional yang diterima secara umum dan yang dibentuk
oleh organisasi-organisasi internasional yang berkompeten atau melalui
konperensi diplomatik yang umum. Ketentuan ini merupakan perkembangan baru
dari hukum laut internasional.65
Bagi Indonesia yang sudah menyesuaikan undang-undang tentang
perairannya dengan Konvensi Hukum Laut 1982 melalui Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia menyebutkan bahwa wilayah perairan
Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan dan perairan
pedalamannya.66
Hak lintas alur kepulauan dipakai pada perairan kepulauan dan
laut teritorial yang berdampingan dengannya.67
Pengertian perairan kepulauan Indonesia mencakup semua perairan yang
terletak pada sisi garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman
atau jaraknya dari pantai,68
Perairan kepulauan ini mulai dikenal dengan
diakuinya konsepsi negara kepulauan (archipelagic state) di dalam UNCLOS.
65
Suhaidi.Op Cit. hlm.205. 66
Diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.6 Tahun 1996. 67
Diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (1) KHL 1982. 68
Pasal 49 UNCLOS
Universitas Sumatera Utara
41
Upaya untuk menggunakan garis pangkal lurus kepulauan dalam mengukur
perairan kepulauan tidak bisa dilepaskan dari perjuangan negara-negara kepulauan
yang dipelopori oleh Indonesia bersama-sama Philipina, Fiji dan Mauritius, serta
negara-negara kepulauan lainnya.69
Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan pada sisi dalam garis
pangkal normal. Apabila pada pantai yang garis pangkalnya hanya diterapkan
garis pangkal normal, maka tidak akan terdapat laut pedalaman yang hanyalah
perairan darat, yaitu bagian perairan yang terletak di sebelah dalam garis pangkal
normal.70
Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan
upaya-upaya guna mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan
(control) pencemaran lingkungan laut dari setiap sumber pencemaran, seperti
pencemaran dari pembuangan limbah berbahaya dan beracun yang berasal dari
sumber daratan (land-based sources), dumping, dari kapal, dari instalasi
eksplorasi dan eksploitasi. Dalam berbagai upaya pencegahan, pengurangan, dan
pengendalian pencemaran lingkungan tersebut setiap Negara harus melakukan
kerja sama baik kerja sama regional maupun global sebagaimana yang diatur oleh
Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982.71
Negara peserta Konvensi Hukum
Laut 1982 mempunyai kewajiban untuk menaati semua ketentuan konvensi
tersebut berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, yaitu
antara lain sebagai berikut :
69
Dr.Indien Winarwati,,Konsep Negara Kepualuan, (Malang: Setara Press,2016) hlm.45 70
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Mandar Maju, 2003),
hlm.139. 71
Pasal 197-201 KHL 1982
Universitas Sumatera Utara
42
1. Kewajiban membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan
dan pelestarian lingkungan laut yang mengatur secara komprehensif
termasuk penanggulangan pencemaran lingkungan laut dari berbagai
sumber pencemaran, seperti pencemaran dari darat, kapal, dumping, dan
lainnya. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut termasuk
penegakan hukumnya, yaitu proses pengadilannya
2. Kewajiban melakukan upaya-upaya mencegah, mengurangi, dan
mengendalikan pencemaran lingkungan laut,
3. Kewajiban melakukan kerja sama regional dan global, kalau kerja sama
regional berarti kerja sama ditingkat negara-negara anggota ASEAN, dan
kerja sama global berarti dengan negara lain yang melibatkan negara-
negara di luar ASEAN karena sekarang persoalan pencemaran lingkungan
laut adalah persoalan global, sehingga penanganannya harus global juga.
4. Negara harus mempunyai peraturan dan peralatan sebagai bagian
dari contingency plan
5. Peraturan perundang-undangan tersebut disertai dengan proses mekanisme
pertanggungjawaban dan kewajiban ganti ruginya bagi pihak yang
dirugikan akibat terjadinya pencemaran laut.
Dalam melaksanakan kewajiban untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan laut tersebut, setiap Negara diharuskan melakukan kerja sama baik
kerja sama regional maupun global. Keharusan untuk melakukan kerja sama
regional dan global (global and regional co-operation)72
Pasal 197 konvensi
berbunyi : “Negara-negara harus bekerja sama secara global dan regional secara
72
Ibid
Universitas Sumatera Utara
43
langsung atau melalui organisasi internasional dalam merumuskan dan
menjelaskan ketentuan dan standard internasional serta prosedur dan praktik yang
disarankan sesuai dengan konvensi bagi perlindingan dan pelestarian lingkungan
laut dengan memperhatikan keadaan regional tersebut.
Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat
dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak, bahan-bahan atau
energi ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang menghasilkan
akibat yang demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kesehatan
manusia. Gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan lain-lain
penggunaan laut yang wajar. Pemburukan tempat pemukiman dan rekreasi.73
Dewasa ini pencemaran laut terutama yang disebabkan oleh kecelakaan
kapal (kebocoran,kerusakan dan tubrukan) telah sampai kepada kondisi yang
sangat mencemaskan dan penting mendapat perhatian. Selain disebabkan oleh
kapal-kapal, pencemaran laut dapat pula timbul dari kegiatan pertambangan di
dasar laut. Perkembangan yang mencemaskan ini mengundang perhatian umat
manusia untuk segera mencari upaya penanggulangan masalah pencemaran laut
tersebut. Salah satu usaha bentuk penanggulangannya ialah melalui hukum (tata
pengaturan) yang lebih lanjut melahirkan Hukum Pencemaran Laut (Marine
Pollution).74
73
Mochtar Kusumaatdja, Indonesia dan Perkembangan Hukum Laut, (Jakarta:
Departemen Luar Negeri, 1977) 74
Arifin Siregar, Hukum Pencemaran Laut di Selat Malaka, (Medan: Kelompok Studi
Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1996)
Universitas Sumatera Utara
44
Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang sehat dan teratur, namun
faktanya sekarang ini banyak sekali terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan
yang disebabkan oleh kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh manusia maupun
karena pengaruh alam. Salah satu akibat dari kegiatan manusia diberbagai sektor
adalah dihasilkannya limbah yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya.
Limbah tersebut telah menimbulkan pencemaran yang mempengaruhi fungsi
lingkungan hidup. Oleh karena itu, perubahan drastis beberapa unsur lingkungan
hidup yang disebabkan oleh kegiatan manusia dapat mengakibatkan banjir, tanah
longsor, pencemaran serta kerusakan lingkungan. Menurut Konvensi Hukum Laut
1982 menyatakan bahwa negara-negara harus mengambil segala tindakan yang
diperlukan, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri menurut
keperluan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran
lingkungan laut. Tindakan yang diambil harus mencakup tindakan yang perlu
untuk melindungi dan melestarikan ekosistem kehidupan laut.75
Pelaksanaan hak dan kewajiban untuk mencegah, megurangi dan mengatasi
pencemaran lingkungan laut, negara-negara menurut Konvensi Hukum Laut 1982,
Pasal 197:
“ States shall cooperate on a global basis and, as appropriate, on a
regional basis, directly or through competent international organizations, in
formulating and elaborating international rules, standards and
recommended practices and procedures consistent with this Convention, for
the protection and preservation of the marine environment, taking into
account characteristic regional features.”
Negara-negara harus bekerja sama dengan negara-negara lain, baik secara
global maupun secara regional. Tujuan dari kerja sama tersebut adalah untuk
merumuskan aturan-aturan, standar-standar, praktik-praktik dan prosedur-
75
Pasal 194 ayat (1) dan (5) KHL 1982
Universitas Sumatera Utara
45
prosedur internasional yang direkomendasikan untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut. Kerja sama secara global maupun regional dapat
dilakukan melalui organisasi internasional yang berwenang.76
Suatu negara menurut Pasal 198 Konvensi Hukum Laut 1982:
“ When a State becomes aware of cases in which the marine environment is
in imminent danger of being damaged or has been damaged by pollution, it
shall immediately notify other States it deems likely to be affected by such
damage, as well as the competent international organizations.”
Suatu negara berkewajiban pula untuk segera memberitahukan negara-
negara lain yang akan terkena bahaya pencemaran laut tersebut. Dalam
menangani pencemaran laut ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 199, yang
berbunyi:
“ In the cases referred to in article 198, States in the area affected, in
accordance with their capabilities, and the competent international
organizations shall cooperate, to the extent possible, in eliminating the
effects of pollution and preventing or minimizing the damage. To this end,
States shall jointly develop and promote contingency plans for responding
to pollution incidents in the marine environment.”
Negara-negara dan organisasi internasional yang berwenang harus bekerja
sama untuk mencegah dan mengurangi akibat-akibat dari bahaya pencemaran laut.
Untuk itu negara-negara harus mengembangkan contingency plans untuk
mengatasi bahaya pencemaran laut.77
Berdasarkan ketentuan ini, semua negara
harus saling memberikan data dan informasi yang relevan dengan pencemaran
laut yang akan terjadi dengan bekerja sama secara langsung melalui organisasi
internasional yang berwenang.
76
Dikdik M.Sodik. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di
Indonesia.(Bandung: PT Refika Aditama,2011) hlm.217. 77
Pasal 199 KHL 1982
Universitas Sumatera Utara
46
Pasal 200 Konvensi Hukum Laut 1982, yang berbunyi:
“ States shall cooperate, directly or through competent international
organizations, for the purpose of promoting studies, undertaking
programmes of scientific research and encouraging the exchange of
information and data acquired about pollution of the marine environment.
They shall endeavour to participate actively in regional and global
programmes to acquire knowledge for the assessment of the nature and
extent of pollution, exposure to it, and its pathways, risks and remedies.”
Mengandung ketentuan bahwa negara harus bekerja sama dengan negara-
negara lain untuk mengembangkan penyelidikan, melakukan program penelitian
ilmiah dan mendorong pertukaran data dan informasi mengenai pencemaran
lingkungan laut. Selain itu, mereka juga harus berupaya untuk berpartisipasi
secara aktif dalam program-program kerja sama global dan regional untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam menilai hakikat yang
sebenarnya dari pencemaran laut.78
Berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh sebagaimana tersebut dalam Pasal 200, negara-negara menurut Pasal
201 yang berbunyi:
“ In the light of the information and data acquired pursuant to article 200,
States shall cooperate, directly or through competent international
organizations, in establishing appropriate scientific criteria for the
formulation and elaboration of rules, standards and recommended practices
and procedures for the prevention, reduction and control of pollution of the
marine environment.”
Negara-negara harus bekerja sama dengan negara-negara lain untuk
menetapkan kriteria ilmiah yang tepat dalam perumusan aturan-aturan, standar-
standar, praktik-praktik dan prosedur-prosedur yang direkomendasikan untuk
pencegahan, pengurangan, dan penguasaan pencemaran lingkungan laut.79
Ketentuan Bab XII juga mengandung pasal-pasal yang mengatur pemberian
78
Pasal 200 KHL 1982 79
Pasal 201 KHL 1982
Universitas Sumatera Utara
47
bantuan teknik kepada negara-negara berkembang yang bertalian dengan
pencegahan, pengurangan dan penguasaan pencemaran lingkungan laut. Pasal 202
mewajibkan negara-negara untuk memajukan kerja sama dalam program
pendidikan dan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perlindungan,
pelestarian lingkungan laut serta pula pencegahan, pengurangan dan pengawasan
pencemaran lingkungan laut.80
Program bantuan teknik akan meliputi : (a) pelatihan bagi tenaga ahli dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (promote programmes of scientific,
educational, technical and other), (b) memfasilitasi keikutsertaan negara-negara
berkembang dalam program-program kerja sama internasional yang relevan
(facilitating their participation in relevant international programmes), (c)
penyediaan peralatan dan fasilitas yang diperlukan (supplying them with
necessary equipment and facilities), (d) peningkatan kemampuan negara-negara
berkembang dalam pembuatan peralatan tersebut (enchancing their capacity to
manufacture such equipment and facilities), dan (e) pengembangan fasilitas yang
diperlukan untuk program penelitian, monitoring, pendidikan dan lain-lain (advice
on and developing facilities for research, monitoring, educational and other
programmes). Di samping itu, negara-negara juga diwajibkan untuk memberikan
bantuan teknik yang memadai kepada negara-negara berkembang untuk (a)
mengurangi akibat-akibat dari bahaya besar yang dapat menimbulkan pencemaran
laut (provide appropriate assistance, especially to developing States, for the
minimization of the effects of major incidents which may cause serious pollution
80
Pasal 202 KHL 1982
Universitas Sumatera Utara
48
of the marine environment) dan (b) menyiapkan analisa lingkungan laut (provide
appropriate assistance, especially to developing States, concerning the
preparation of environmental assesments).81
Perlakuan khusus bagi negara-negara berkembang bertalian dengan
pencegahan, pengurangan dan penguasaan pencemaran lingkungan laut ini
diberikan dalam bentuk pemberian alokasi dana dan bantuan teknik yang
memadai serta pula penggunaan jasa-jasa khusus.82
Selain kewajiban-kewajiban di atas, negara-negara juga berkewajiban untuk
membuat peraturan perundang-undangan perihal pencegahan, pengurangan dan
penguasaan pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh sumber-sumber
pencemaran yang terjadi di darat,83
yang disebabkan oleh kegiatan penggalian
sumber daya alam di dasar laut dan tanah di bawahnya,84
yang disebabkan oleh
kapal-kapal atau instalasi-instalasi yang beroperasi di kawasan dasar laut
internasional,85
yang disebabkan oleh pembuangan kotoran dan sampah
(dumping),86
dan yang disebabkan oleh pencemaran laut yang berasal dari kapal-
kapal yang berlayar di bawah benderanya. Negara-negara juga dapat membuat
peraturan perundang-undangan tentang anti pencemaran terhadap kapal-kapal
yang berlayar di laut teritorial atau zona ekonomi eksklusifnya sesuai dengan
ketentuan.87
Peraturan perundang-undangan juga perlu dibuat untuk
menanggulangi pencemaran laut yang berasal dari atmosfir.88
81
Ibid 82
Pasal 203 KHL 1982 83
Pasal 207 ayat 1 KHL 1982 84
Pasal 208 ayat 1 KHL 1982 85
Pasal 209 KHL 1982 86
Pasal 210 KHL 1982 87
Pasal 211 KHL 1982 88
Dikdik M.Sodik. Op Cit. hlm.340.
Universitas Sumatera Utara
49
BAB III
KETENTUAN HUKUM NASIONAL DALAM PENCEGAHAN,
PENGURANGAN DAN PENGELOLAAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK
A. Pencemaran laut menurut Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
Wilayah laut Indonesia megokupasi lebih dari dua pertiga keseluruhan
wilayah Republik Indonesia. Laut memberikan berbagai sumber kekayaan alam,
baik hayati maupun nonhayati bagi Indonesia. Agar aktivitas manusia tidak
menimbulkan kerusakan pada mutu air laut, pemerintah memandang perlu
membuat suatu peraturan di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran
laut, yang bertujuan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan rakyat dan kelangsungan hidup makhluk hidup lainnya, baik masa
sekarang maupun masa yang akan datang. Peraturan Pemerintah No.19 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, yang
diundangkan pada tanggal 27 Februari Tahun 1999, merupakan peraturan yang
mengatur pembatasan kegiatan manusia termasuk industri yang dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan mutu laut.89
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (yang selanjutnya disingkat dengan PP)
No. 19 Tahun 1999 tentang “Pencemaran Laut” diartikan sebagai
masuknya/dimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan atau komponen lain
kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampa
89
Sukanda Husin.Op Cit.hlm.72
Universitas Sumatera Utara
50
ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai dengan baku
mutu dan/atau fungsinya.90
Baku mutu air laut dan kriteria baku kerusakan laut ditetapkan oleh Menteri
dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri lainnya dan Pimpinan
Lembaga Pemerintah Nondepartemen terkait lainnya.91
Adapun status mutu laut
ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian data mutu
air laut, kondisi tingkat kerusakan laut yang mempengaruhi mutu laut. Apabila
Gubernur tidak menetapkan status mutu laut, maka Kepala instansi yang
bertanggung jawab harus menetapkan status mutu laut.92
Untuk menentukan apakah laut telah tercemar atau rusak, Pasal 7 Peraturan
Pemerintah No.19 Tahun 1999 telah menggariskan bahwa air laut yang mutunya
memenuhi baku mutu air laut harus dinyatakan sebagai air laut yang status
mutunya berada pada tingkatan baik. Adapun air laut yang mutunya tidak
memenuhi baku mutu air laut harus dinyatakan sebagai air laut yang status
mutunya berada pada tingkatan tercemar.
Dalam Upaya mencegah pencemaran laut, setiap orang atau penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan tidak dibolehkan melakukan perbuatan yang dapat
menimbulkan pencemaran laut. Oleh karena itu, penanggung jawab kegiatan,
yang harus membuang limbahnya ke laut, harus memenuhi persyaratan mengenai
baku mutu air laut, baku mutu limbah cair, baku mutu emisi dan ketentuan-
ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penanggung jawab bahkan diwajibkan untuk melakukan pencegahan terjadinya
90
Pasal 1 ayat 2 PP No.19 Tahun 1999 91
Pasal 4 PP No.19 Tahun 1999 92
Pasal 5 PP No.19 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
51
pencemaran laut.93
Untuk mencegah perusakan laut, Pasal 13 Peraturan Pemerintah No.19
Tahun 1999 menggariskan bahwa orang atau penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan tidak dibolehkan melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan
kerusakan laut. Lebih lanjut dalam Pasal 14 dikatakan bahwa penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan laut
diharuskan melakukan upaya pencegahan perusakan laut. Adapun bila
kegiatannya telah menimbulkan pencemaran laut, Pasal 15 mengharuskan
penanggung jawab kegiatan untuk melakukan upaya penanggulangan pencemaran
dan/atau perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya.94
Secara khusus Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 1999 menyatakan
bahwa Menteri melakukan pengawasan terhadap penataan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau
perusakan laut.95
Pengawasan yang dimaksud dapat berupa pemantauan, meminta
keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang
diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan,
memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari
pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan.96
93
Pasal 9 PP No.19 Tahun 1999 94
Sukanda Husin. Op Cit.hlm 73 95
Pasal 19 PP No.19 Tahun 1999 96
Pasal 20 ayat 1 PP No.19 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
52
B. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan timbal balik antara
makhluk hdiup dengan benda mati, khususnya manusia dan lingkungannya. Jadi,
lingkungan hidup merupakan media hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan benda mati yang merupakan satu kesatuan yang utuh, dan manusia ada di
dalamnya. Dikatakan manusia ada di dalamnya karena manusia adalah salah satu
makhluk hidup yang sangat dominan peranannya dalam lingkungan hidup.
Manusia dengan tingkah lakunya dapat mempengaruhi lingkungan (dapat
mencemari, merusak atau melestarikan lingkungan), sedangkan makhluk hidup
lain tidaklah demikian.97
Mengenai pengertian lingkungan hidup itu sendiri dapat melihat definisi
lingkungan hidup, dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.32 Tahun 2009,
yang menyatakan: “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda,daya,keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.98
Dari pengertian lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang No.32 Tahun 2009 tersebut, maka dapat dirumuskan menjadi unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Kesatuan Ruang
Maksud kesatuan ruang, yang berarti ruang adalah suatu bagian tempat berbagai
komponen lingkungan hidup bisa menempati dan melakukan proses interaksi di
97
Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Djambatan, 2007).hlm.1 98
Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
53
antara berbagai komponen lingkungan hidup tersebut. Jadi,ruang merupakan suatu
tempat berlangsungnya ekosistem, misalnya ekosistem pantai, ekosistem hutan.
Ruang atau tempat yang mengitari berbagai komponen lingkungan hidup yang
merupakan suatu ekosistem satu sama lain pada hakikatnya berwujud pada satu
kesatuan ruang.
2. Semua Benda
Benda dapat dikatakan juga sebagai materi atau zat. Materi atau zat merupakan
segala sesuatu yang berada pada suatu tempat dan pada suatu waktu. Pendapat
kuno mengatakan suatu benda terdiri atas empat macam materi asal (zat asal),
yaitu api,air,tanah dan udara. Dalam perkembangan sekarang empat materi
tersebut tidak dapat lagi disebut zat tunggal (zat asal). Perkembangan ilmu
pengetahuan alam dan tenologi, materi adalah apa saja yang mempunyai massa
dan menempati suatu ruang baik yang berbentuk padat, cair dan gas. Materi ada
yang dapat dilihat dan dipegang seperti kayu, kertas, batu, makanan, pakaian. Ada
materi yang bisa dilihat, tetapi tidak bisa dipegang seperti air, ada pula materi
yang tidak dapat dilihat dan dipegang seperti udara, memang udara tidak dapat
dilihat dan dipegang, tetapi memerlukan tempat.
3. Daya
Daya atau disebut juga dengan energi atau tenaga merupakan sesuatu yang
memberi kemampuan untuk menjalankan kerja atau dengan kata lain energi atau
tenaga adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Alam lingkungan hidup penuh
dengan energi yang berwujud seperti energi cahaya, energi panas, energi magnet,
energi listrik, energi gerak, energi kimia dan lain lain.
4. Keadaan
Universitas Sumatera Utara
54
Keadaan disebut juga dengan situasi dan kondisi. Keadaan memiliki berbagai
ragam yang satu sama lainnya ada yang membantu berlangsungnya proses
kehidupan lingkungan, ada yang merangsang makhluk hidup untuk melakukan
sesuatu, ada juga yang mengganggu berprosesnya interaksi lingkungan dengan
baik.
5. Makhluk Hidup (termasuk manusia dan perilakunya)
Makhluk hidup merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat dominan
dalam siklus kehidupan. Makhluk hidup memiliki ragam yang berbeda satu sama
lainnya. Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan peranannya
dalam lingkungan hidup sangat penting, tetapi makhluk hidup seperti itu tidaklah
merusak dan mencemari lingkungan, lain halnya dengan manusia. Menurut
falsafahnya manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Dengan adanya kedua
unsur tersebut, maka manusia dapat berperilaku atau bertindak, perilaku manusia
itu ada yang baik dan ada yang tidak baik, sehingga di sinilah perlu adanya hukum
untuk mengatur perilaku tersebut. Manusia dengan perilakunya akan
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup yang lain termasuk binatang tidak
merusak atau mencemari. Manusia merupakan komponen biotik dalam
lingkungan hidup yang memiliki daya pikir tertinggi dibandingkan dengan
makhluk hidup lainnya, maka manusia seharusnya menyadari dengan betul segala
macam perubahan dalm lingkungan sekitarnya untuk meningkatkan kualitas atas
merosotnya lingkungan hidup, yang diakibatkan dari tingkah laku manusia
sendiri.
Universitas Sumatera Utara
55
Perusakan lingkungan dirumuskan pengertiannya dalam Pasal 1 angka 16
Undang-Undang No.32 Tahun 2009: “Perusakan lingkungan hidup adalah
tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.99
Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang merupakan pembaharuan dari undang-undang tentang
lingkungan sebelumnya yaitu Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup memiliki perbedaan mendasar, yakni dimana
UUPPLH mengandung penguatan terhadap prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan
yang baik. Hal ini dikarenakan setiap perumusan dan instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan
penegakan hukum mengharuskan adanya pengintegrasian aspek partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, dan keadilan di dalamnya.100
Pencemaran Lingkungan Hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang
No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(selanjutnya disingkat UUPPLH) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.101
99
Pasal 1 angka 16 UU No.32 Tahun 2009 100
Suphia, Aspek Pidana dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Rechtens, Vol 2 No.1 (Juni
2013),hlm.74 101
Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan
Hidup Pasal 1 angka 14
Universitas Sumatera Utara
56
Tujuan Undang-undang Lingkungan Hidup seperti yang tercantum dalam
pasal 3 Undang-undang No.32 Tahun 2009 tersebut adalah menjamin
kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem serta
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang maksudnya adalah melaksanakan
pembangunan dengan memperhatikan kepentingan lingkungan atau dengan kata
lain pembangunan tanpa merusak lingkungan, sehingga akan berguna bagi
generasi kini dan generasi mendatang.
Oleh karena pembangunan diartikan sebagai mengupayakan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka dalam
mengejar pertumbuhan ekonomi tersebut seringkali menimbulkan dampak yang
tidak terduga, baik terhadap lingkungan alam maupun lingkungan sosial.
Dampaknya adalah terjadinya pencemaran dan perusakan yang mengakibatkan
kemerosotan kualitas sumber daya alam dan kesenjangan sosial.102
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat secara jelas bahwa Undang-undang
No.32 Tahun 2009 tidak secara spesifik mengatur tentang pencegahan,
pengurangan, dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut, namun demikian
undang-undang tersebut merupakan undang-undang yang memuat aturan hukum
umum yang memberikan batasan tentang pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup.
102
Sodikin, Op Cit.hlm.33
Universitas Sumatera Utara
57
Begitupun demikian beberapa ketentuan UUPPLH tetap memiliki relevansi
dengan permalasahan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan laut
yakni sebagai berikut:
1. Pasal 20 ayat 1 dan 2 huruf c mengenai penentuan terjadinya
pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan
hidup. Baku mutu lingkungan hidup yang salah satunya meliputi
baku mutu air laut.
2. Pasal 21 ayat 4 huruf b mengenai kriteria baku kerusakan akibat
perubahan iklim di dasarkan pada parameter kenaikan muka air laut.
3. Pasal 63 ayat 1 huruf l mengenai dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup pemerintah bertugas dan berwenang
menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai perlindungan
lingkungan laut.
4. Pasal 98 ayat 1 mengenai ketentuan pidana yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampuinya baku mutu udara ambien, baku mutu
air, baku mutu air laut, atau kriteria kerusakan lingkungan hidup
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
5. Pasal 99 ayat 1 mengenai ketentuan pidana yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang karena kelalaiaanya mengakibatkan dilampuinya
baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
Universitas Sumatera Utara
58
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana
penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling banyak 3 (tiga) tahun
dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
C. Regulasi Hukum Tentang Pencemaran Lingkungan Laut yang Bersifat
Lintas Batas Nasional di Indonesia
Pengertian pencemaran lingkungan laut yang bersifat lintas batas nasional
atau transnasional ialah pencemaran yang melintasi batas-batas nasional sesuatu
negara yang terbawa oleh udara dan air, sungai dan bersumber dari sampah-
sampah, buangan industri maupun zat lainnya. Pencemaran transnasional
sebagaimana diutarakan terdahulu mengandung arti bahwa upaya
penanggulangannya harus dilakukan secara bekerja sama antara sesama negara.
Penggunaan istilah transnasional ke dalam pencemaran lingkungan selaras
dengan pertumbuhan dan perkembangan yang menunjukkan kepada adanya
masalah nasional menjurus ke arah masalah internasional atau melintasi batas-
batas nasional yang di dalamnya menyangkut kepentingan lebih dari satu negara.
Pada hakekatnya hukum yang diciptakan tersebut melalui perjanjian-perjanjian
internasional, namun oleh masing-masing negara kaidah hukum itu telah
dijadikan sebagai hukum nasional. Oleh sebab itu, pelaksanaan kaidah dimaksud
tidak hanya menjadi tanggungjawab organisasi internasional, tetapi juga menjadi
tanggungjawab setiap negara anggota.
Pencemaran transnasional itu berpangkal dari suatu kebijaksanaan sesuatu
negara yang kurang terencana secara baik di dalam pelaksanaannya, seperti pada
Universitas Sumatera Utara
59
saat dunia digegerkan oleh bencana polusi laut kapal tanker Torrey Canyon
dengan yang terdampar di Steven Stones Reef di muka pantai Inggris. Bahkan
pada bulan Juli 1971 dua buah kapal tanker yaitu Arabian (208.000 ton) dan
Eugenie S. Niarchos (212.000 ton) kandas di perairan dekat St John Islands dan
Kepulauan Riau. Peristiwa-peristiwa ini hanya bagian yang paling menonjol
dengan mengambil saat jauh sebelum peristiwa kandasnya kapal tangki minyak
Showa Maru (Januari 1975) sebagai deskripsi peristiwa yang berlaku tanpa
perhatian dan pengamatan bahkan tanpa kesadaran akan berapa kerugian yang
telah diderita.103
Sebagai konsekuensi peristiwa kandasnya kapal tangki minyak Showa
Maru, Indonesia yang menyadari keadaan lingkungan alaminya potensial bagi
masalah lingkungan lintas batas telah meratifikasi beberapa konvensi
internasional, yaitu Konvensi Internasional Brusel 1969 tentang tanggung jawab
perdata terhadap kerugian akibat pencemaran minyak di laut, dan Konvensi
Internasional tentang Pembentukan Dana Internasional 1971 bagi kompensasi
terhadap kerugian akibat pencemaran minyak, masing-masing dengan Keputusan
Presiden (Kepres) No.18 dan 19 Tahun 1978, dan Konvensi MARPOL 1973
dengan Kepres No.15 Tahun 1985.104
Dengan demikian, perkembangan hukum lingkungan Indonesia yang
bersifat meyeluruh baru terjadi setelah peristiwa kandasnya kapal tangki minyak
Showa Maru di Selat Malaka dan Selat Singapura pada tahun 1975. Peristiwa ini
juga telah mendorong terbentuknya Rancangan Undang-Undang Lingkungan
103
Komar Kantaadmadja, Bunga Rampai Hukum Lingkungan Laut Internasional
(Bandung: Penerbit Alumni, 1982),hlm.47-48 104
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia (Bandung: Penerbit Alumni, 2001),hlm.185.
Universitas Sumatera Utara
60
Hidup Indonesia. Dengan terbentuknya Kantor Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup (sekarang Menteri Lingkungan Hidup),
gerakan kesadaran lingkungan hidup dan upaya menyusun Rancangan Undang-
Undang Lingkungan Hidup (UULH) oleh Lembaga ini terbentuk pada tahun
1979. Rancangan UULH ini kemudian dikenal dengan UU No.4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup.105
Undang-undang ini telah diganti dengan Undang-Undang No.23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang terakhir diganti oleh Undang-
Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH). Ketentuan Pasal 3 huruf a UUPLH yang mengatur dampak
lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
bertujuan: “(a) melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.”106
Artinya ketentuan dari
pasal ini menyangkut perlindungan terhadap perairan nasional Indonesia dari
pencemaran lingkungan laut yang diakibatkan oleh kegiatan manusia dikarenakan
laut merupakan bagian dari lingkungan hidup.
Berbagai masalah pencemaran lingkungan laut lintas batas nasional tidak
hanya terbatas pada peristiwa pencemaran minyak yang diakibatkan oleh
kecelakaan kapal minyak tanker, tetapi akhir-akhir ini Indonesia juga dihadapkan
pada kasus pencemaran laut oleh meledaknya ladang minyak Montara. Bencana
Montara pada tanggal 21 Agustus 2009 yang diakibatkan oleh meledaknya ladang
minyak mentah Montara, yaitu sebuah perusahaan pengelola ladang minyak
Thailand-PTTEP telah menimbulkan pencemaran di Laut Timor. Pencemaran
105
Ibid 106
Pasal 3 huruf a UU No.32 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
61
minyak mentah di Laut Timor ini telah menimbulkan kerugian, khususnya bagi
para nelayan di sekitar daerah tumpahan minyak. Tim Indonesia telah mengajukan
tuntutan ganti rugi sebesar Rp.22 trilyun. Namun, tuntutan ganti rugi tersebut
ditolak oleh pihak perusahaan Montara, karena tidak ada bukti ilmiah yang dapat
diverifikasi untuk mendukung tuntutan.107
Berdasarkan Pasal 194 ayat 2 Konvensi Hukum Laut 1982, maka
Pemerintah Federal Australia berkewajiban untuk mengambil segala tindakan
yang diperlukan untuk menjamin agar kegiatan perusahaan pengelola ladang
minyak Thailand-PTTEP yang dilakukan di bawah yurisdiksinya tidak
menimbulkan pencemaran terhadap negara-negara lain. Karena telah gagal
mengambil tindakan yang diperlukan, maka menurut Pasal 235 ayat 1 Konvensi
Hukum Laut 1982, Pemerintah Federal Australia memikul tanggung jawab untuk
memberikan ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia.
Selain itu, Pemerintah Indonesia berdasarkan Pasal 192 Konvensi Hukum
Laut 1982 juga berkewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan
lautnya. Sesuai dengan ketentuan ini, Pemerintah Indonesia perlu mengambil dua
langkah penting, yaitu pertama melakukan kerja sama dalam mengatasi tumpahan
minyak Montara agar masalah lingkungan laut bisa dicegah kerusakannya, dan
kedua mendapatkan kompensasi untuk diberikan kepada pihak yang berhak
menerimanya.
Wilayah laut sebagai bagian terbesar wilayah Indonesia merupakan modal
strategis nasional untuk pembangunan yang perlu direncanakan dan dikelola
secara baik dan benar. Pengelolaan ruang laut yang meliputi perencanaan,
107
Johnson Lumban Gaol, Mengapa Klaim Bencana Montara di Laut Timor Ditolak Dua
Kali?.(Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2009),hlm.1
Universitas Sumatera Utara
62
pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk melindungi sumber
daya dan lingkungan serta untuk memanfaatkan potensi sumber daya atau
kegiatan di wilayah laut yang berskala nasional dan internasional.108
Perlindungan lingkungan laut adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan sumber daya kelautan dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di laut yang meliputi konservasi laut,
pengendalian pencemaran laut, penanggulangan bencana kelautan, pencegahan
dan penanggulangan pencemaran, serta kerusakan dan bencana.109
Strategi untuk pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan,
dan bencana di kawasan lingkungan laut meliputi, yaitu:110
1. Mengembangkan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan
dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan laut.
2. Mengembangkan sistem mitigasi bencana dan peringatan dini.
3. Mengembangkan infrastruktur dan bangunan pengamatan pantai.
4. Mengembangkan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minya
di laut.
5. Mengembangkan system pengendalian pencemaran laut.
6. Mengendalikan dampak sisa-sisa bangunan di laut dan aktivitas di laut.
108
PP No.32 Tahun 2019 109
UU No. 32 Tahun 2014 110
Pasal 9 ayat 11 PP No.32 Tahun 2019
Universitas Sumatera Utara
63
BAB IV
PERAN NEGARA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN LAUT KHUSUSNYA BERKENAAN DENGAN LIMBAH
PLASTIK
A. Pelaksanaan Atas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Asas, tujuan dan ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup diatur dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang No.32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkugan Hidup. Asas yang
menjadi dasar pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
adalah:
a. tanggung jawab negara;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keserasian dan keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
Universitas Sumatera Utara
64
n. otonomi daerah.
Negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban
untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat
tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk
hidup lain.
Pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
dilaksanakan bertujuan untuk: 1.melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; 2.menjamin
keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia; 3.menjamin kelangsungan
kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; 4.menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup; 5.mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup; 6.menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan
generasi masa depan; 7.menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; 8.mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; 9.mewujudkan pembangunan
berkelanjutan; dan 10.mengantisipasi isu lingkungan global.111
Ruang lingkup pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup meliputi: a.perencanaan; b.pemanfaatan; c.pengendalian; d.pemeliharaan;
e.pengawasan; dan f.penegakan hukum. Tujuan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup akan tercapai apabila pemerintah baik pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan segenap warga negara dengan koordinasi negara dalam
pelaksanaan asas tanggung jawab negara.
111
Sudi Fahmi, Asas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum, Vol 2, (Pekanbaru: 2011)
Universitas Sumatera Utara
65
Hal ini sejalan dengan tujuan negara Indonesia, sebagaimana tercantum
dalam alinea keempat pembuka UUD 1945, yaitu: “…Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial…”
Kekuasaan negara berkaitan dengan tanggung jawab dan kewajiban.
Dilihat dari segi perkembangan negara demokrasi, dua hal ini merupakan unsur
dari kesatuan pengertian kekuasaan. Dewasa ini hampir tidak ada suatu kekuasaan
yang tidak diikuti oleh tanggung jawab dan kewajiban. Sebab bila tidak, hal
demikian mengarah kepada negara totaliter. Dengan demikian kekuasaan akan
diikuti kemudian, baik dengan kewajiban maupun tanggung jawab, karena
keduanya memiliki hubungan konsekuensi. Dalam demokrasi, kemampuan
manajemen pemerintahan biasanya di ukur oleh dua hal: kemampuan mengelola
dukungan politik bagi pemerintahan dan kemampuan mengelola kebijakan hingga
dirasakan oleh orang banyak.112
Negara memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Asas tanggung jawab negara (state
responsibility) demikian, sebagaimana ditentukan pada Pasal 2 huruf a memiliki
pengertian yang cukup luas, termasuk pula dengan mengkaitkan paradigma yang
melibatkan peran serta masyarakat (community based management) tersebut
112
Eep Saefulloh Farah, Betapa Lemahnya Pemerintah, Kompas, 6 September 2006.
Universitas Sumatera Utara
66
karena itu, tanggung jawab negara data dikaitkan dengan tugas-tugas dan fungsi
semua apparat dalam menjalankan pemerintahan yang baik (good governance).113
Prinsip good governance, merupakan paradigma baru di sektor kehidupan,
mulai dari politik, ekonomi, hukum dan sosial. Bila mana selama ini dianut
merugikan masyarakat dari kerusakan alam dan lingkungan termasuk bencana
alam.114
Pengelolaan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai usaha dasar dan
berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai
pada tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan manfaat yang optimum dari
lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan.115
Pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan
keterpaduan sebagai ciri utamanya. Lingkungan hidup terdiri dari tatanan
kesatuan dari berbagai unsur lingkungan yang saling mempengaruhi, oleh karena
itu pengelolaan lingkungan hidup memerlukan keterpaduan pelaksanaan di tingkat
nasional, koordinasi pelaksanaan secara sektoral dan di daerah, sehingga semua
itu terkait secara mantap dengan kebijaksaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup, dengan kesatuan gerak dan langkah mencapai tujuan pengelolaan
lingkungan hidup.116
113
Sudi Fahmi, Op Cit, hlm.217. 114
Ibid 115
Otto Soemarwoto, Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan
Hidup, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss,cetakan kedua, 2001) hlm.76. 116
Niniek Suparmi, Pelestarian Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan,
(Jakarta: Sinar Grafika, 1994) hlm.60.
Universitas Sumatera Utara
67
Pemerintah Indonesia mendapatkan apresiasi dari Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) dan dunia soal peran di perlindungan lingkungan laut. Apresiasi ini
muncul setelah Indonesia dianggap berjasa dalam pertemuan Intergovernmental
Review (IGR) ke-4 di Bali, pada akhir Oktober 2018 yang melalui pertemuan ini
menghasilkan Bali Declaration atau kesepakatan antarnegara terhadap
perlindungan lingkungan laut dari aktivitas-aktivitas berbasis lahan. Bali
Declaration berisi kesepakatan untuk melanjutkan dua agenda utama yang telah
disepakati sebelumnya. Pertama, peningkatan perlindungan ekosistem pesisir laut,
khususnya dari ancaman lingkungan yang disebabkan oleh peningkatan nutrisi, air
limbah, sampah laut dan mikro plastik. Kedua, meningkatkan pengembangan
kapasitas, hingga berbagi pengetahuan melalui kolaborasi dan kemitraan yang
melibatkan pemerintah, swasta, masyarakat sipil, hingga para ahli di tingkat
regional dan global dalam perlindungan ekosistem pesisir dan laut dari kegiatan
berbasis lahan serta sumber polusi.117
Menurut Otto Soemarwoto, untuk mengubah sikap dan kelakuan menuju
kepada sikap yang peduli lingkungan ada tiga cara yaitu:
a. Dengan instrumen pengaturan dan pengawasan. Tujuannya adalah untuk
mengurangi pilihan pelaku dalam usaha pemanfaatan lingkungan hidup.
Pemerintah membuat peraturan dan mengawasi pelaksanaannya.
Ketidakpatuhan dikenakan sanksi denda dan/atau kurungan. Sistem
pengelolaan lingkungan hidup ini disebut Atur-Dan-Awas (ADA) atau
Command-And-Control (CAC). Pada dasarnya ADA berusaha menekan
117
Kumparan, “PBB Puji Peran Indonesia Terkait Perlindungan Lingkungan Laut”
sebagai mana di akses dalam https://kumparan.com/kumparannews/pbb-puji-peran-indonesia-
terkait-perlindungan-lingkungan-laut-1544633761608874440, pada tanggal 23 Desember 2019.
Universitas Sumatera Utara
68
egoisme dan mendorong orang untuk berkelakuan lebih ramah lingkungan
dengan ancaman tindakan hukum.
b. Cara kedua ialah dengan instrumen ekonomi. Tujuannya adalah untuk
mengubah nilai untung relatif terhadap rugi bagi pelaku dengan
memberikan insentif-disinsetif ekonomi. Contohnya adalah pengurangan
pajak untuk produksi dan penggunaan alat yang hemat energi, pemungutan
retribusi limbah dan pemberian denda untuk pelanggar peraturan.
c. Cara ketiga dengan instrumen persuasive yaitu mendorong masyarakat
secara persuasive, bukan paksaan. Tujuannya adalah untuk mengubah
persepsi hubungan manusia dengan lingkungan hidup kearah memperbesar
relatif terhadap rugi.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan
asas-asas yang terdapat dalam Pasal 2 UUPPLH, yaitu sebagai berikut :
a. Tanggung jawab negara
Asas tanggung jawab negara adalah:
1) Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup
rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.
2) Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan yang baik dan
sehat.
3) Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
Universitas Sumatera Utara
69
b. Kelestarian dan keberlanjutan
Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah: bahwa setiap orang memikul
kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap
sesamaanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya
dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
c. Keserasian dan keseimbangan
Asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan
hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi,
social, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.
d. Keterpaduan
Asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau
menyinergikan berbagai komponen terkait.
e. Manfaat
asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan
yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan
lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat
manusia selaras dengan lingkungannya.
f. Kehati-hatian
Asas kehati-hatian adalah ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaan terhadap pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Universitas Sumatera Utara
70
g. Keadilan
Asas keadilan adalah bahwa perlindungan dan pengelolan lingkungan
hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.
h. Ekoregion
Asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem,
kondisi geografis, budaya masyarakat setempat dan kearifan lokal.
i. Keanekaragaman hayati
Asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk
mempertahankan keberadaaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya
alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya
alam hewani yang Bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara
keseluruhan membentuk ekosistem.
j. Pencemar membayar
Asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang
usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkunhan.
k. Partisipasif
Asas partisipasif adalah bahwa setap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
71
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
l. Kearifan lokal
Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat.
m. Tatakelola pemerintah yang baik
Asas tata kelola pemerintah yang baik adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
n. Otonomi daerah
Asas otonomi daerah adalah bahwa pemerintah pusat dan pemerintah
daerah mengatur dan mengurus senddiri urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia
B. Pemanfaatan Sumber Daya Lingkungan Laut Demi Kesejahteraan
Hidup Rakyat
Dalam Undang-undang terbaru yaitu Undang-undang Republik Indonesia
nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dikatakan bahwa pengelolaan Kelautan
adalah pembangunan yang memberikan arahan dan pendayagunaan daya Kelautan
untuk mewujudkam pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan dan
keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut. Sedangkan dalam
pengelolaan sumber daya alam laut itu sendiri diantaranya yaitu tentang
Universitas Sumatera Utara
72
penyelenggaraan kegiatan, penyediaan, pengusahaan dan pemanfaatan sumber
daya kelautan serta konservasi laut yang meliputi : Perencanaan, Pemanfaatan,
Pengawasan dan Pengendalian ruang laut.118
Dari faktor-faktor pengelolaan
sumber daya alam yang tertuang didalam Undang-undang Republik Indonesia,
sehingga dapat diperincikan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Dalam Undang-undang pengelolaan sumber daya alam dikatakan bahwa
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.119
Untuk melaksanakan pengelolaan secara sistematik maka dalam Undang-
undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 dikatakan bahwa perlu adanya
pembangunan berkelanjutan yang berarti untuk memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi yang akan datang.
Perencanaan sistem pengendalian pengelolaan sumberdaya kelautan
ditujukan untuk menyusun rencana integrasi sistem pengendalian pengelolaan
sumberdaya kelautan, dalam bentuk matrikulasi aktivitas kelautan, terhadap tugas
pokok dan fungsi institusi pada pemerintah pusat dan daerah secara terpadu.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan beberapa kegiatan, yaitu:
118
Undang-undang No.32 Tahun 2014 Tentang Kelautan, Bab I, Ayat 9,hlm.2. 119
Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Universitas Sumatera Utara
73
1. Identifikasi dan pemetaan aktivitas kelautan yang telah dan sedang
dilakukan Pemerintah Pusat dan Daerah, serta masalah yang dihadapi
tatkala mengendalikan dan mengelola sumber daya kelautan.
2. Identifikasi tugas pokok, fungsi, serta program kerja masing-masing
institusi, sehubungan dengan pengendalian dan pengelolaan sumber daya
kelautan.
3. Analisis keterkaitan aktivitas pokok, fungsi, serta program kerja masing-
masing institusi sehubungan dengan pengendalian dan pengelolaan sumber
daya kelautan.
4. Pemetaan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta analisis
kebutuhan perundangan yang dibutuhkan untuk pengembangannya.
5. Perencanaan rekomendasi dan diseminasi atas pelaksanaan konsepsi
pengendalian dan pengelolaan sumber daya kelautan.
b. Pemanfaatan
Pemanfaatan dalam undang-undang dapat diartikan sebagai memanfaatkan
segala bentuk sumber daya alam (SDA) secara berkelanjutan untuk kesejahteraan
bagi masyarakat dalam generasi sekarang maupun generasi selanjutnya tanpa
mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang.120
Mengambil manfaat bukan berarti mengeksplor segala sesuatu yang ada
tanpa didasari sikap pelestarian dan menjaga sumber daya alam, hal tersebut
dilakukan agar dalam pemanfaatannya tanpa mengeksploitasi sumber daya alam
hingga punah dan tak tersisa, tetapi pemanfaatan yang dibarengi dengan
pelestarian sumber daya alam tersebut. Dalam sumber daya alam laut terdapat
120
Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Pasal 3 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
74
beberapa hal yang dapat dimanfaatkan diantaranya : Hutan Mangrove, terumbu
karang, padang lamun, rumput laut, perikanan laut, bahan bioaktif dan lain
sebagainya.
Dalam undang-undang pemanfaatan sumber daya kelautan dapat dilihat
dalam Bab VI tentang Pengelolaan Kelautan, Pasal 14 ayat 2 Undang-undang
tentang Kelautan No.32 Tahun 2014 yang berbunyi : “ Pemanfaatan sumber daya
kelautan sebagaimana dimaksud dapat meliputi : Perikanan, Energi dan Sumber
daya mineral, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dan sumber daya non
konvensional “.121
Dalam pelaksanaannya telah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap
pemanfaatan sumber daya laut Indonesia hal itu dinyatakan oleh mantan Menteri
Kelautan dan Perikanan Indonesia Susi Pudjiastuti yang menyatakan selama tiga
tahun terakhir telah terjadi peningkatan signifikan atas pemanfaatan dari sumber
daya laut Indonesia, dengan diperkuatnya penegakan hukum atas illegal fishing.122
Berdasarkan data Komisi Pengkajian Ikan Nasional peningkatan stok ikan
di laut Indonesia meningkat dari 2016 sebesar 9,9 juta ton menjadi 13,1 juta ton
pada 2018, hal ini berkat perlawanan Indonesia terhadap pelaksanaan perang
melawan IUU fishing (penangkapan ikan ilegal) yang hingga kini dilaksanakan.
Susi mengaku, wilayah perairan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi
poros kemaritiman dunia. Kerja sama antarlembaga yang tetap terjaga dengan
sangat baik hingga saat ini dinilai merupakan kunci keberhasilan pemerintah
121
Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Bab VI, Pasal 14, Ayat 2. 122
Kumparan, “Pemanfaatan Sumber Daya Laut Indonesia Meningkat Signifikan”
sebagai mana diakses dalam https://kumparan.com/ricad-saka1510052879262/menteri-susi-
pemanfaatan-sumber-daya-laut-indonesia-meningkat-signifikan, pada tanggal 9 Januari 2020.
Universitas Sumatera Utara
75
Indonesia dalam mengelola sumber daya perikanan dan memberantas IUU
Fishing.
Aksi-aksi heroiknya dengan menengelamkan kapal ilegal seperti yang
dapat dilihat di Gambar no.2 yang dilakukan terhadap kapal ilegal yang
mengambil ikan di perairan Indonesia itu sudah di atur dalam Pasal 69 Undang-
undang No.45 tahun 2009 tentang perikanan yang berkaitan dengan
penenggelaman kapal.
Gambar No.2 Kapal Pencuri Ikan yang Ditenggelamkan
Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20180821/99/830112/menteri-susi-125-kapal-
pencuri-ikan-ditenggelamkan-serentak-di-11-lokasi
Sedangkan dalam pemanfaatan sumber daya alam laut ini dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat, pihak swasta serta pemerintah melalui izin dan
persyaratan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan memiliki tujuan
yaitu untuk kemakmuran masyarakat. Pengendalian pemanfaatan ruang laut
dilakukan melalui perizinan, pemberian intensif dan pengenaan sanksi. Dan jika
Universitas Sumatera Utara
76
ada yang melanggar dalam pemanfaatan ruang laut tersebut maka akan diberikan
beberapa sanksi administratif berupa : peringatan tertulis, penghentian sementara
kegiatan, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin atau denda
administratif.123
c. Pemeliharaan
Laut mempunyai ragam manfaat bagi kehidupan kita. Kekayaan laut
Indonesia yang melimpah berupa biota laut atau kekayaan mineral adalah
anugerah yang tak terhingga dari Yang Maha Kuasa. Termasuk di dalamnya
adalah keragaman jenis ikan yang merupakan sumber mata pencaharian utama
bagi para nelayan. Laut dan wilayah sekitarnya yang terawat baik juga dapat
berfungsi sebagai tempat rekreasi yang murah. Keragaman sumber daya hayati
kelautan juga harus tetap terjaga dalam jangka waktu yang lama, agar beragam
jenis biota didalamnya dapat terpelihara sampai generasi yang akan datang.
Manusia perlu menyadari bahaya tidak melestarikan lingkungan
khususnya ekosistem laut. Bukan hanya merusak mata pencaharian sebagian besar
orang Indonesia, kegiatan yang tidak bertanggungjawab ini juga dapat
menimbulkan bencana bagi manusia sendiri. Oleh karena itu sangat penting
pengenalan manfaat ekologi bagi kehidupan manusia sejak dini. Hal ini untuk
menimbulkan kesadaran pada manusia bahwa manusia tidak hidup sendiri di
Bumi ini. Berbagai upaya pelestarian lingkungan hidup yang bisa kita lakukan
untuk menjaga dan melestarikan laut diantaranya berikut ini dengan menerapkan
cara melestarikan laut:
123
Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Bab VIII, Pasal 46 dan 47.
Universitas Sumatera Utara
77
1. Menjaga kebersihan pantai dan laut dengan tidak membuang sampah di
laut.
2. Melakukan daur ulang limbah industri dan pabrik sebelum dibuang
melalui aliran air, laut, atau udara.
3. Tidak merusak terumbu karang sebagai habitat berbagai biota laut.
4. Tidak mengambil bagian bagian karang sebagai cindera mata atau bahan
bangunan.
5. Tidak menggunakan bom ikan, racun, dan pukat harimau dalam
menangkap ikan.
6. Tidak melakukan perburuan liar.
7. Mengurangi pencemaran tanah, air dan udara.
8. Bersama dengan pemerintah, melakukan penanaman bakau
atau mangrove di pesisir pantai untuk melindungi pantai dari abrasi.
Sedangkan pemerintah dapat membantu pelestarian laut dan biota laut
didalamnya dengan cara:
1. Melarang penggunaan bom ikan, racun dan pukat harimau.
2. Memberikan sanksi yang tegas pada pelaku perburuan liar
3. Melarang adanya penangkapan ikan oleh warga asing di perairan
Indonesia
4. Membatasi dan mengawasi penambangan minyak bumi di lepas pantai
Indonesia
5. Mengawasi dan menindak pihak industri dan pabrik yang membuang
limbah ke laut tanpa diproses terlebih dahulu
Universitas Sumatera Utara
78
6. Mencari cara untuk mengurangi jumlah pencemaran udara
7. Mengadakan penanaman mangrove di pesisir pantai yang rawan abrasi
8. Melarang kegiatan kegiatan yang dapat merusak terumbu karang seperti
pengambilan karang secara liar dan tidak terkontrol.
9. Memulihkan dan membiayai pelestarian terumbu karang
10. Membangun taman laut atau daerah perlindungan kawasan bawah laut,
contohnya adalah taman laut Bunaken, Manado.
11. Melindungi populasi hewan hewan laut yang terancam punah seperti paus,
hiu, dan penyu laut.
12. Mendukung dan membiayai penelitian penelitian yang bertujuan untuk
pelestarian lingkungan hidup
d. Pengawasan
Pengawasan adalah proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh
rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, dan
diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun
berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.
Melaksanakan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan agar tugas keseluruhan
berlangsung secara terkendali, dalam arti terarah, termonitoring dan terevaluasi
secara seksama.124
Sedangkan dalam Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang
Kelautan pasal 45 dikatakan bahwa yang termasuk didalam pengawasan adalah
dengan tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.125
e. Pengendalian
124
Muslich, Bisnis Syari’ah Perspektif Mu’amalah dan Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN, Yogyakarta,2007,hlm.124. 125
Undang-undnag No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Bab VIII, Pasal 45 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
79
Dalam pengendaliannya sumber daya alam laut dapat diambil manfaatnya
berupa : Industri kelautan, Wisata Bahari, Perhubungan Laut, dan Bangunan
Laut.126
Tujuan dari pengelolaan sumber daya alam laut yaitu untuk : melindungi
sumber daya dan lingkungan dengan berdasar pada daya dukung dan kearifan
lokal, memanfaatkan potensi sumber daya dan kegiatan di wiayah laut,
mengembangkan potensi menjadi pusat produksi, distribusi dan jasa.127
Masyarakat Indonesia secara turun-temurun memanfaatkan sumber daya
alam sejak masa penjajahan Belanda. Hal tersebut dibuktikan dengan pemanfaatan
lestari sumber daya alam seperti adanya Panglima Laut di Aceh, Lubuk Larangan
di Jambi, Kelong di Batam, Mane’e di Sulawesi Utara, Sasi di Maluku dan Papua,
serta Awig-awig di Lombok.128
Istilah pengelolaan yang merupakan terjemahan
dari istilah management merupakan istilah dari disipilin ilmu ekonomi. Pengertian
management, terkandung makna adanya segi-segi keteraturan. Demikian pula
dengan mengingat tujuan yang aan dicapai, maka berkaitan dengan segi-segi
kehidupan demi terselenggaranya kelangsungan barang-barang yang bersifat
living resources.129
Secara leksikal, pengelolaan mempunyai arti lain yaitu:
a. Proses melakukan perbuatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang
lain;
b. Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi;
126
Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Bab VI, Pasal 14 ayat 1. 127
Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Bab VIII, Pasal 42 ayat 3. 128
Hanoko Adi Susanto, Development and Progress of Marine Protected Area System in
Indonesia, (Jakarta: Ministry of Marine Affairs and Fishiers of the Republic of Indonesia, 2011)
hlm.5. 129
Heryandi, Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam Kelautan, (Bandar Lampung :
Universitas Lampung, 2010) hlm.11.
Universitas Sumatera Utara
80
c. Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebiajakan dan pencapaian tujuan.
Berdasarkan pengertian pengelolaan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pengelolaan adalah upaya yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan
pengendalian sumber daya alam, khususnya yang berada di wilayah laut
Indonesia.130
Sumber daya alam di laut Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan rakyat banyak dikelompokkan menjadi sumber daya alam hayati dan
non-hayati. Potensi kelautan Indonesia dapat dibagi menjadi 4 kelompok sumber
daya kelautan, yaitu:131
a. Sumber daya alam terbarukan (renewable resources) antara lain
perikanan, hutan bakau (mangrove), rumput laut (seaweed),
padang lamun (seagrass) dan terumbu karang (coral reefs).
b. Sumber daya alam tak terbarukan (non renewable resources) yaitu
minyak, gas bumi, timah, bauksit, bijih besi, pasir, kwarsa, bahan
tambang, dan mineral lainnya.
c. Energi kelautan berupa energi gelombang, Ocean Thermal Energy
Convertion (OTEC), pasang surut dan arus laut.
d. Laut sebagai environmental service dimana laut merupakan media
transportasi, komunikasi, rekreasi, pariwisata, Pendidikan,
penelitian, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim (climate
130
Ibid 131
Dewan Kelautan Indonesia, Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi
Biru, (Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012) hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
81
regulatior) dan system penunjang kehidupan lainnya (life-
supporting system).
C. Penanganan Pencemaran Lingkungan Laut Berkenaan Dengan
Limbah Plastik Di Dalam Regulasi Hukum Nasional
Sampah di laut menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup dan ekosistem perairan, serta membahayakan kesehatan
manusia. Pada saat ini sampah yang terdapat di laut di dominasi oleh limbah
plastik yang mana limbah plastik merupakan limbah yang komponennya paling
sulit untuk diurai oleh proses alam sehingga berbahaya bagi ekosistem perairan
dan kesehatan manusia.
Bahwa dalam rangka menindaklanjuti komitmen pemerintah Indonesia
untuk menangani limbah plastik dilaut sebesar 70% (tujuh puluh persen) sampai
dengan tahun 2025 perlu disusun langkah-langkah percepatan yang komprehensif
dan terpadu.132
Bahwa untuk penanganan sampah laut juga diperlukan penguatan,
perencanaan, penganggaran dan pengorganisasian yang terpadu. Oleh karena itu
untuk merealisasikan hal tersebut Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut
(selanjutnya disebut dengan Perpres No. 83 Tahun 2018). Seperti yang dapat
dilihat pada Gambar No.3 di mana petugas kebersihan sedang melakukan
tugasnya.
132
Konsideran huruf D, Peraturan Presiden Reoublik Indonesia No. 83 Tahun 2018
tentang Penanganan Sampah Laut
Universitas Sumatera Utara
82
Gambar No.3 Petugas kebersihan DKI Jakarta memindahkan sampah dari kapal yang
diambil dari kawasan teluk Jakarta
Sumber: https://republika.co.id/berita/p59dwp328/pencemaran-plastik-teluk-jakarta-jadi-
bom-waktu
Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 3 Perpres ini sampah laut adalah sampah yang
berasal dari daratan, badan air, dan pesisir yang mengalir ke laut, atau sampah
yang berasal dari kegiatan di laut. Kemudian ketentuan dalam pasal 1 ayat ke-4
disebutkan bahwa sampah plastik adalah sampah yang mengandung senyawa
polimer.
Dalam rangka penanganan sampah laut perlu ditetapkan strategi, program,
dan kegiatan yang sinergis, terukur, dan terarah untuk mengurangi jumlah sampah
di laut, terutama sampah plastik, dalam bentuk Rencana Aksi Nasional
Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025. Rencana Aksi merupakan dokumen
perencanaan yang memberikan arahan strategis bagi kementerian/ lembaga dan
acuan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam rangka percepatan penanganan
sampah laut untuk periode 8 (delapan) tahun, terhitung sejak tahun 2018 sampai
Universitas Sumatera Utara
83
dengan tahun 2025. Rencana Aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui strategi yang meliputi:133
1. gerakan nasional peningkatan kesadaran para pemangku
kepentingan;
2. pengelolaan sampah yang bersumber dari darat;
3. penanggulangan sampah di pesisir dan laut;
4. mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan, dan
penegakan hukum; dan
5. penelitian dan pengembangan.
Rencana Aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berfungsi
sebagai pedoman bagi:134
a. menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian untuk
menetapkan kebijakan sektoral penanganan sampah laut, yang
dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing- masing
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagai bagian
dari dokumen perencanaan pembangunan; dan
b. pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan percepatan
penanganan sampah laut.
Dalam penyusunan dokumen rencana strategis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), menteri, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, dan
bupati/wali kota mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah
133
Pasal 2 ayat 3 Perpres No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut 134
Pasal 3 ayat 1 Perpres No. 83 Tahun 2018
Universitas Sumatera Utara
84
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.135
Dalam rangka
pelaksanaan Rencana Aksi, dibentuk Tim Koordinasi Nasional Penanganan
Sampah Laut yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Nasional, yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.136
Adapun Tim Koordinasi Nasional mempunyai tugas:137
1. mengoordinasikan kegiatan kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau pelaku usaha
dalam kegiatan penanganan sampah laut;
2. merumuskan kebijakan penyelesaian hambatan dan permasalahan yang
timbul dalam pelaksanaan kegiatan penanganan sampah laut; dan
3. mengoordinasikan kegiatan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan
Rencana Aksi.
Untuk memberikan dukungan pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Nasional,
dibentuk Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah
Laut. Sekretariat Tim Koordinasi Nasional sebagaimana yang dimaksud,
dilaksanakan secara fungsional oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah,
Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Nantinya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai Ketua
Tim Koordinasi Nasional dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai
Ketua Harian menyampaikan laporan pelaksanaan Rencana Aksi kepada Presiden
paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Oleh karena itu, peran negara Indonesia dalam memberikan perlindungan
lingkungan laut khususnya berkenaan dengan limbah plastik telah terakomodir di
135
Pasal 3 ayat 2 Perpres No. 83 Tahun 2018 136
Pasal 4 Perpres No. 83 Tahun 2018 137
Pasal 5 Perpres No. 83 Tahun 2018
Universitas Sumatera Utara
85
dalam Perpres No.83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut. Peraturan ini
memberikan suatu bentuk kepastian hukum agar pemerintah dapat memberikan
dan melindungi pencemaran laut yang khususnya berkenaan dengan limbah
plastik di Indonesia.
Adapun perjanjian internasional yang mengatur tentang pencemaran laut
akibat limbah plastik hanya terdapat pada UNCLOS 1982 meskipun tidak secara
spesifik. Pasal 194 ayat 1 jo. ayat 2 UNCLOS 1982 mewajibkan negara-negara
untuk melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah, mengurangi
dan mengontrol pencemaran laut dari sumber apapun (termasuk limbah plastik)
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Negara serta mengambil semua
langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan
dalam kewenangan atau kontrolnya agar tidak menimbulkan pencemaran yang
dapat menyebabkan kerusakan (duty not to transfer) pada wilayahnya sendiri atau
wilayah Negara lain.138
138 J.L. Charney, “The Marine Environment and 1982 United Nations Convention on the
Law of the Sea,” International Lawyer, Vol. 28, No. 4 (1994): 886-887.
Universitas Sumatera Utara
86
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengaturan hukum internasional tentang perlindungan terhadap lingkungan
laut pada perairan kepulauan suatu negara lebih lanjut diatur dalam The
Stockhom Declaration of 1972, London Convention 1972 dan London
Protocol 1996, United Nations Convention on the Law of the Sea 1982
(UNCLOS 1982). Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun akan
mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hdiup
lainnya, kurangnya pemahaman masyarakat untuk menjaga kondisi laut
adalah salah satu permasalahan yang harus segera di atasi, masalah
pencemaran lingkungan laut dapat mempengaruhi semua negara pantai, baik
yang sedang berkembang maupun negara-negara maju, maka dari itu salah
satu bentuk usaha penanggulangannya adalah dengan dibuatnya pengaturan
tersebut.
2. Ketentuan hukum internasional dan hukum nasional dalam pencegahan,
pengurangan dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah
plastik lebih lanjut dapat dilihat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, UU
No.32 Tahun 2009, PP No.19 Tahun 1999 yang merumuskan aturan-
aturan, standar-standar, praktik-praktik dan prosedur-prosedur untuk
pencegahan, pengurangan dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut
akibat limbah plastik.
3. Peran negara Indonesia dalam perlindungan lingkugan laut khususnya
berkenaan dengan limbah plastik yaitu negara dibebani untuk mencegah,
Universitas Sumatera Utara
87
megurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang
disebabkan oleh berbagai sumber. Negara, pemerintah dan seluruh
pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi
sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup
lain.
B. Saran
1. Masyarakat internasional melalui organisasi-organisasi internasional untuk
lebih mendorong negara-negara dalam menjaga kondisi laut, mengambil
segala tindakan yang perlu sesuai dengan konvensi dalam melakukan
tanggung jawabnya terhadap pencemaran lingkungan laut akibat limbah
plastik.
2. Negara-negara harus bekerja sama dengan negara-negara lain untuk lebih
tegas dalam membuat kebijakan terkait mengurangi penggunaan material
plastik di negaranya dan memberikan peringatan kepada masyarakat
tentang bahayanya penggunaan material plastik bagi kelangsungan hidup
agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam mengurangi penggunaan
material plastik di kehidupan sehari-hari dengan memakai bahan yang
lebih ramah lingkungan.
3. Negara Indonesia sebaiknya memberikan dukungan sarana untuk
mengembangkan teknologi yang dapat menghasilkan suatu bahan yang
lebih ramah lingkungan daripada material plastik, dan menghentikan
Universitas Sumatera Utara
88
budaya sekali pakai terhadap plastik, serta mengupayakan usaha daur
ulang terhadap limbah plastik.
Universitas Sumatera Utara
89
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Absori, Penegakan Hukum Lingkungan dan Antisipasi dalam Era
Perdagangan Bebas,(Surakarta:Muhammadiyah University Press, 2001)
Gaol, Johnson Lumban. Mengapa Klaim Bencana Montara di Laut Timor
Ditolak Dua Kali?.(Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, 2009)
Hamzah, Andi. Penegakan Hukum Lingkungan,(Jakarta:Arikha Media Cipta,
1995)
Husin, Sukanda. Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,
2009)
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan
Fak.Psikologi UGM, 1986)
Hasbullah F.Sjawie, Negara Kepulauan Indonesia dan Hukum Laut
Internasional, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001)
Heryandi, Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam Kelautan, (Bandar
Lampung : Universitas Lampung, 2010)
Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum
Normatif,(Malang: Bayumedia, 2013)
Kantaadmadja, Komar. Bunga Rampai Hukum Lingkungan Laut
Internasional (Bandung: Penerbit Alumni, 1982)
Kusumaatmadja, Mochtar. Bunga Rampai Hukum Laut, (Jakarta:Bina Cipta,1978)
Universitas Sumatera Utara
90
Mochtar Kusumaatdja, Indonesia dan Perkembangan Hukum Laut,
(Jakarta: Departemen Luar Negeri, 1977)
Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum Internasional,(Bandung:Mandar Maju,
2003)
Rizal Darmaputera, Manajemen Perbatasan dan reformasi Sektor
Keamanan, (Jakarta: IDSPS Press, 2009)
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI press, 1986)
Suhaidi, Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dari Pencemaran Yang
Bersumber dari Kapal,(Jakarta:Pustaka Bangsa Press, 2004)
Sodik, Dikdik Mohammad, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya
di Indonesia,(Bandung: PT Refika Aditama, 2011)
Silalahi, Daud. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia (Bandung: Penerbit Alumni, 2001)
Siregar, Arifin. Hukum Pencemaran Laut di Selat Malaka, (Medan:
Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1996)
Sumardi, Juarir. Hukum Pencemaran Laut Transnasional, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1996)
Syahrin, Alvi. Ketentuan Pidana dalam UU no.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Jakarta : P.T SOFMEDIA,
2011)
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta : Yayasan Penerbitan
Fak. Psikologi UGM, 1986)
Winarwati, Indien. Konsep Negara Kepulauan,(Malang:Setara Press, 2016)
Universitas Sumatera Utara
91
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Presiden No.83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut
Undang-Undang No.6 Tahun 1996, tentang Perairan Kepulauan
Undang-Undang No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982
Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan
Perjanjian Internasional
Convention for the Prevention of Marine Pollution by Dumping from Ships and
Aircraft 1972
Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes
and Other Matter 1972
Deklarasi Stockholm 1972
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982
Jurnal dan Artikel
Article 4 Convention on The Prevention of Marine Pollution by Dumping
of Wastes and Other Matter (London Convention 1986)
Frederick Forrest Richards, Ocean Dumping An International and Domesti
Perspective:Note Journal of Legislation Vol.17.2.
Hanoko Adi Susanto, Development and Progress of Marine Protected
Area System in Indonesia, (Jakarta: Ministry of Marine Affairs and Fishiers of the
Republic of Indonesia, 2011)
J.L. Charney, “The Marine Environment and 1982 United Nations
Convention on the Law of the Sea,” International Lawyer (1994)
Universitas Sumatera Utara
92
J.R Jambeck, Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean. Science, Vol
347,2015
Michael S.Schenker,Saving a Dying Sea-The London Convention on
Ocean Dumping,Cornell Internationall Law Journal (1973-1974)
Mochtar Kusumaatmadja,IMCO dan Pembinaan Hukum Pelayaran
Nasional.(Jilid VII, No.. 1-2 Bandung: 1976)
Mostafa Kamal Tolba, Ed, Evolving Environmental Perceptions: From
Stockholm to Nairobi, Butterworths, London 1988
Partensky, F, Hess, W. R & Vaulot, D. Prochlorococcus, a marine
photosynthetic prokaryote of global significance. Microbiol, Mol. Biol. Rev. 63,
106-127 (1999)
Sutan Eries Adlin, SBY Tanya Soal Montara ke Gillard, Harian Bisnis
Indonesia, 3 November 2010.
Suphia, Aspek Pidana dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Rechtens, Vol 2 No.1
(Juni 2013)
UNEP, Marine Plastic Debris & Microplastic: Global Lessons and
Research to Inspire Action and Guide Policy Change,2016
Website
https://republika.co.id/berita/p59dwp328/pencemaran-plastik-teluk-
jakarta-jadi-bom-waktu
https://kumparan.com/ricad-saka1510052879262/menteri-susi-
pemanfaatan-sumber-daya-laut-indonesia-meningkat-signifikan
Marine Plastics IUCN, sebagaimana dimaksud
dalam:https://bit.ly/2oSDu2G,diakses pada 28 September 19
Universitas Sumatera Utara
93
Marine Plastic Debris and Microplastics UN Environment, sebagaimana
dimaksud dalam:https://bit.ly/2pzkPcD,diakses pada 28 September 19
Top 20 Countries ranked by mass of mismanaged plastic waste”
sebagaimana dimaksud dalam:https://bit.ly/2x2kI99,diakses pada 27 September
2019
Universitas Sumatera Utara
94
DAFTAR GAMBAR
Gambar No.1 Seorang Diver yang Menyelam Diantara Sampah di Perairan Pantai
Manado .................................................................................................................. 2
Gambar No.2 Kapal Pencuri Ikan yang Ditenggelamkan ..................................... 76
Gambar No.3 Petugas kebersihan DKI Jakarta memindahkan sampah dari kapal
yang diambil dari kawasan teluk Jakarta .............................................................. 82
Universitas Sumatera Utara