Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Keadaan Khusus

7
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DALAM KEADAAN KHUSUS 1. Penyakit Ginjal Kronis (PGK) a. Strategi Umum: Target tekanan darah dan obat hipertensi yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan umur, komorbiditas penyakit kardiovaskular dan komorbiditas risiko progresifitas PGK, ada atau tidaknya retinopati pada PGK dengan diabetes melitus, dan toleransi terhadap pengobatan Pemeriksaan hipotensi ortostatik dilakukan secara reguler pada pasien PGK yang mendapatkan obat hipertansi b. Modifikasi Gaya Hidup Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat (IMT 20-25) Menurunkan asupan garam, kurang dari 2 g natrium atau setara dengan 5 g garam dapur kecuai ada kontraindikasi Melakukan latihan fisik yang meningkatkan kesehatan dan toleransi kardiovaskular, dengan target sekurannya 30 menit dengan frekuensi 5 kali seminggu. c. Hipertensi pada PGK Non-Dialisis Target pengobatan anti hipertensi pada pasien PGK non-dialisis dengan eksresi albumin < 30 mg per 24 jam adalah ≤ 140/90 mmHg Target pengobatan anti hipertensi pada pasien PGK non-dialisis dengan eksresi albumin ≥ 30 mg per 24 jam adalah ≤ 130/80 mmHg ACE-inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan obat anti hipertensi yang dianjurkan pada pasien hipertensi denfan PGK non-dialisis 2. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Transcript of Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Keadaan Khusus

Page 1: Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Keadaan Khusus

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DALAM KEADAAN KHUSUS

1. Penyakit Ginjal Kronis (PGK)a. Strategi Umum:

Target tekanan darah dan obat hipertensi yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan umur, komorbiditas penyakit kardiovaskular dan komorbiditas risiko progresifitas PGK, ada atau tidaknya retinopati pada PGK dengan diabetes melitus, dan toleransi terhadap pengobatan

Pemeriksaan hipotensi ortostatik dilakukan secara reguler pada pasien PGK yang mendapatkan obat hipertansi

b. Modifikasi Gaya Hidup Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat (IMT 20-25) Menurunkan asupan garam, kurang dari 2 g natrium atau setara dengan 5 g

garam dapur kecuai ada kontraindikasi Melakukan latihan fisik yang meningkatkan kesehatan dan toleransi

kardiovaskular, dengan target sekurannya 30 menit dengan frekuensi 5 kali seminggu.

c. Hipertensi pada PGK Non-Dialisis Target pengobatan anti hipertensi pada pasien PGK non-dialisis dengan

eksresi albumin < 30 mg per 24 jam adalah ≤ 140/90 mmHg Target pengobatan anti hipertensi pada pasien PGK non-dialisis dengan

eksresi albumin ≥ 30 mg per 24 jam adalah ≤ 130/80 mmHg ACE-inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan

obat anti hipertensi yang dianjurkan pada pasien hipertensi denfan PGK non-dialisis

2. Penyakit Jantung Koroner (PJK)a. ACE-inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

direkomendasikan pada pasien hipertensi dengan PJKb. Pada pasien dengan angina pektoris stabil (APS), Beta Blocker (BB) dan Calcium

Channel Blocker (CCB) dapat diberikan sebagai terapi awalc. Nifedipin kerja pendek sebaiknya dihindarid. Pasien hipertensi dengan PJK namun tanpa disfungsi sitolik ventrikel kiri,

kombinasi ACEI dan ARB sebaiknya dihindarie. Pada pasien dengan risiko tinggi, bila diperlukan terapi kombinasi, maka pilihan

bersifat individual. Kombinasi ACEI dan dihidropiridin CCB lebih dianjurkan daripada kombinasi ACEI dengan diuretik.

f. Target pengobatan anti hipertensi pada pasien PJK adalah < 140/90 mmHg

Page 2: Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Keadaan Khusus

3. Pasca Infark Miokard Akut (IMA)a. ACEI dan BB dianjurkan sebagai terapi awalb. ARB digunakan jika pasien tidak toleran terhadap ACEIc. CCB digunakan jika pasien tidak toleran terhadap BBd. CCB golongan non dihidropiridin (verapamil dan diltiazem) sebaiknya tidak

digunakan sebagai terapi awal jika terdapat tanda-tanda klinis adanya gagal jantung

e. Target pengobatan anti hipertensi pada pasien pasca IMA adalah < 140/90 mmHg

4. Gagal Jantunga. Pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri (fraksi ejeksi < 40 %)

direkomendasikan untuk mendapatkan ACEI dan BBb. Antagonis aldosteron (spironolakton dan eprelenon) dapat ditambahkan pada

pasien pasca IMA, riwayat hospitalisasu berulang karena gagal jantung, terdapat peningkatan kadar N-terminal pro-B-type natriuretic peptide (pro-BNP) atau pasien dengan gejala gagal jantung kelas fungsional New York Heart Association (NYHA) II-IV. Lakukan monitoring berkala terhadap risiko hiperkalemia.

c. Diuretik dapat diberikan seasuai kebutuhan (Loop diuretic untuk kontrol volume cairan dan tiazid untuk kontrol TD)

d. Dosis ACEI dan ARB dititrasi sesuai dengan dosis yang digunakan pada studi-studi sebelumnya dan bukan hanya sekedar mencapai target TD kecuali bila terjadi efek samping yang tidak diinginkan

e. Kombinasi hidralasin dan isosorbid dinitrat dapat diberikan untuk pasien yang tidak dapat menerima ACEI/ARB

f. Untuk pasien dengan TD sulit terkontrol, ARB dapat dikombinasikan dengan ACEI. Waspada terhadap efek samping hipotensi, hiperkalemua, dan perburukan fungsi ginjal. Pilihan lain adalah pemberian CCB golongan dihidropiridin.

g. Target pengobatan anti hipertensi pada pasien gagal jantung adalah < 140/90 mmHg

5. Strokea. Semua golongan anti hipertensi bermanfaat pada pencegahan strokeb. Pemberian obat anti hipertensi pada pasien hipertensi saat stroke akut diberikan

hanya jika tekanan darah sangat tinggi seperti sistolik >180 dan diastolik >110 mmHg, terutama untuk pemberian rTPA. Pemberian obat-obatan antihipertensi diberikan setelah hari ke-7 dari serangan stroke.

c. Pendekatan hipertensi arterial pada akut stroke Indikasi: Pasien memenuhi kriteria pemberian IV rTPA atau intervensi

reperfusi akut lainnya Jika tekanan sistolik 185 mmHg atau diastolik 110 mmHg, diberikan labetolol

10-20 mmHg IV selama 1-2 menit dan dapat diulang atau dengan pemberian infus Nikardipin 5 mg/jam. Jika tekanan darah sudah menurun sesuai dengan target yang diinginkan dosis diturunkan sampai 3 mg/jam

Page 3: Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Keadaan Khusus

Jika setelah pemberian obat antihipertensi sudah diberikan tetapi tidak memenuhi target penurunan tekanan darah, maka tidak dapat diberikan pemberian IV rTPA.

Monitoring tekanan darah setiap 15 menit selama pemberian rTPA, setelah 2 jam kemudian, setiap 30 menit selama 6 jam, dan setiap 6 jam untuk 16 jam.

d. ACEI dan ARB dapat digunakan untuk preventif sekunder stroke

6. Diabetes Mellitusa. Indikasi pengobatan : Bila TD sistolik > 130 mmHg dan/atau TD diastolik >80

mmHg.b. Sasaran (target penurunan) tekanan darah:

Tekanan darah <130/80 mmHg Bila disertai proteinuria ≥1gram /24 jam : < 125/75 mmHg

c. Pengelolaan: Non-farmakologis:

Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam

Farmakologis:Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi (OAH):o Pengaruh OAH terhadap profil lipid

o Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa

o Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin

o Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung

Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.o Pada pasien DM dengan mikroalbuminuria, penyakit kardiovaskular,

penyakit ginjal, atau dengan faktor risiko kardivaskular lainnya dapat diberikan ACEI atau ARB. Penambahan dihidropiridin CCB lebih dianjurkan dibandikan thiazid. Loop diuretik dapat dipikirkan pada pasien hipertensi PGK dengan overload volume cairan ekstraselular

o Pada pasien DM dengan kondisi selain di atas dapat diberikan ACEI,

ARB, dihidropiridin CCB, atau diuretik thiazid. Kombinasi ACEI dianjurkan dengan dihidropiridin CCB dibanding thiazid. Kombinasi ACEI dan ARB secara spesifik tidak direkomendasikan

o ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular

o Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk

toleransi glukosa.

Page 4: Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Keadaan Khusus

o Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.

o Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan

dosis secara bertahap.o Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

7. Kehamilana. Hipertensi Kronik

TD > 140/90 mmHg sebelum usia kehamilan 20 minggu atau teteap menetap > 12 minggu post partum

Tekanan darah > 160/110 mmHg harus diintervensi dengan terapi farmakologik menggunakan: metildopa, labetalol, nifedipin.

Hindari penggunaan: ACEI, ARB, BB (atenolol), Diuretik golongan Thiazidb. Hipertensi Gestasional

Hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan TD > 140/90 mmHg tanpa proteinuria pada wanita hamil > 20 minggu TD sistolok > 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg pada kehamilan > 20

minggu dianjurkan melakukan 2 kali pemeriksaan dengan interval 4-6 jam pada ibu yang sebelumnya normotensi

c. Preeklampsia TD > 140/90 mmHg pada wanita hamil > 20 minggu dengan proteinuria (>

300 mg/24 jam urin) Terget tatalaksana: mencegah kejang, menurunkan tekanan darah, mengakhiri

kehamilan dengan mempertimbangkan saat yang optimal untuk ibu dan bayi Tatalaksana medikamentosa:

o Target TDS 140-150 mmHg, TDD 90-105 mmHg

o Terget TD dicapai dengan menurunkan mean arterial pressure (MAP)

20% waktu datang secara bertahapo Dengan menggunakan labetalol dan hidralazine intravena untuk kasus

preeklampsia akut Hidralazine 5-10 mg IV setiap 15-30 menit (max 30 mg). Inisiasi

labetalol IV dosis 20 mg Bila tidak efektif naikkan 40 mg, lalu 80 mg tiap 10 menit sampai

target TD tercapai atau bila dosis maksimal harian telah tecapai (labetalol IV 220 mg/24 jam)

o Lebih praktis menggunakan nifedipin, dosis tergantung dengan beratnya

hipertensio Pemberian MgSO4 untuk mencegah kejang

o Awasi efek potensiasi bila diberikan bersamaan dengan MgSO4

o Manajemen cairan : mempertahankan produksi urn > 30ml/jam, asupan

cairan kristaloid IV 1-2 ml/lg/jam dengan memperhatikan diuresis.