Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Brakhialgia Ec Spondiloarthrosis Cervical
-
Upload
vertilia-desy -
Category
Documents
-
view
641 -
download
2
description
Transcript of Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Brakhialgia Ec Spondiloarthrosis Cervical
PENATAAKSANAAN FISIOTERAPI
PADA KASUS BRACHIALGIA et causa
SPONDYLOARTHROSIS CERVICAL
DISUSUN OLEH :
Ade Fitri (1006719652)
Asmallah Putri Wandasari (1006778011)
Irman Galih Prihantoro (1006778213)
Nabila Fatana (1006720181)
Vertilia Desi (1006720420)
PROGRAM VOKASI KEDOKTERAN
BIDANG STUDI FIFIOTERAPI 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena akan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah konferensi kasus Fisioterapi Neuromuskular (FT C) dengan tepat waktu.
Pembuatan makalah ini merupakan suatu kewajiban bagi mahasiswa Fisioterapi Universitas Indonesia sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Tengah Semester V.
Dalam penyusunan makalah ini kami telah banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik dokter, instruktur atau fisioterapis, senior fisioterapis angkatan 2009, dan teman-teman seperjuangan. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan makalah ini.
Kami menyadari tanpa bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, maka laporan ini tidak akan tersusun dengan baik. Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada dokter, dosen mata ajar fisioterapi neuromuskular, seluruh pembimbing praktek klinik fisioterapi di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo dan teman-teman mahasiswa fisioterapi Universitas Indonesia.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah konferensi ini. Oleh sebab itu penulis mengaharapkan saran-saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan rekan-rekan fisioterapis pada khususnya.
Makalah ini belum atau tidak bisa dijadikan acuan sebelum disetujui dosen pembimbing dan dikonferensikan atau dipresentasikan.
Jakarta, 20 September
2012
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
2. Identifikasi Masalah ................................................................................. 2
3. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
4. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
5. Metode Penulisan ..................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI
1. Definisi ..................................................................................................... 4
2. Anatomi dan Fisiologi .............................................................................. 4
3. Patofisiologi ........................................................................................... 10
4. Etiologi.................................................................................................... 11
5. Manifestasi Klinis .................................................................................... 11
6. Penatalaksanaan....................................................................................... 12
7. Evaluasi ................................................................................................... 32
BAB III ISI
1. Formulir fisioterapi ................................................................................. 33
BAN IV PENUTUP
1. Kesimpulan ............................................................................................ 46
2. Saran ...................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... iv
LAMPIRAN .................................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Vertebra atau tulang belakang merupakan tulang yang sangat
penting bagi manusia. Struktur dari vertebra terdiri dari ruas-ruas tulang
yang tersusun secara vertical sehingga membentuk postur tubuh mausia
menjadi tegak. Ruas – ruas itu terdiri dari tujuh ruas tulang cervical, dua
belas ruang tulang thorakal, lima tulang lumbal, sacrum, dan koksigis.
Selain itu tulang vertebra merupakan tempat keluarnya medulla spinals
dan roots nerve. Saraf – saraf ini kemudian menjalar ke seluruh tubuh
sebagai media untuk menghantarkan impuls pada otak untuk
mengeksekusi perintah tersebut. Medulla spinalis dan akar saraf
merupakan bagian yang sensitif pada tulang belakang. Sehingga apa bila
ada kerusakan pada saraf akan terjadi gangguan – gangguan yang sesuai
dengan lesi sarafnya, baik itu pada tingkat dermatom ataupun miotom.
Kerusakan ini bisa muncul karena berbagai penyebab, seperti trauma,
postur yang salah, patologis atau degenerasi.
Lesi pada ruas – ruas belakang membawa dampak yang berbeda.
Bergantung pada tingkatan ruas mana yang terkena. Salah satu contohnya
adalah gangguan brachialgia karena penjepitan atau penekanan pada saraf
– saraf yang keluar melalui ruas tulang cervical. Gangguan ini akan
berdampak disepanjang penjalaran saraf yang terkena, dalam kasus ini
yang terkena adalah bagian lengan. Gejalanya dapat terasa mulai dari
shoulder sampai ke jari – jari tangan.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka permasalahan yang timbul dalam kasus ini adalah:
a. Gangguan postur
b. Ganguan aktifitas sehari – hari
2
c. 2.1 Pembatasan masalah
Berdasarkan permasalahan yang muncul akibat dari brachialgia
bisa menjadi luas, maka dalam makalah kasus konfrensi ini kami akan
membatasi bahasan brachialgia berdasarkan pasien yang kami temui di
lapangan praktek, dalam hal ini RS Cipto Mangunkusumo. Yakni
penatalaksanaan fisioterapi pada penderita brachialgia et causa
spondyloarthrosis cervical.
2.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Apa definisi dari spondyloarthrosis cevical?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi neck dan shoulder?
3. Apa etiologi dari spondyloarthrosis cervical?
4. Bagaimana patofisiologi dari spondyloarthrosis cervical?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari spondyloarthrosis cervical?
6. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada spondyloarthrosis
cervical?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Tujuan Umum
1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan poli
fisoterapi neuromuskular
2. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam menangani
masalah pada Brachialgia et causa Spondyloarthrosis
Cervical.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari spondyloarthrosis cevical
2. Mengetahui anatomi dan fisiologi neck dan shoulder
3. Mengetahui etiologi dari spondyloarthrosis cervical
4. Mengetahui patofisiologi dari spondyloarthrosis cervical
5. Mengetahui manifestasi klinis dari spondyloarthrosis cervical
3
6. Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada spondyloarthrosis
cervical
4. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini, metode yang
digunakan adalah metode kepustakaan, yaitu membaca buku – buku,
jurnal, dan materi kuliah serta literature dari internet yang masih
berhubungan dengan kasus yang diangkat. Selain itu ada juga metode
observasi langsung pada pasien.
a. Sistematika penuliasan
Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan. BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi,
patofisiologi, etiologi, gejala, prognosis brachialgia et causa
spondyloarthrosis cervical sampai dengan intervensi fisoterapi
pada kasus tersebut. BAB III merupakan pembahasan status,
serta BAB IV merupakan penutup yang berupa kesimpulan dan
saran.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Definisi
Spondiloarthrosis adalah kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif
pada sendi intervertebralis antara corpus dan diskus. Spondiloarthrosis
merupakan bagian dari osteoarthritis yang juga dapat menghasilkan perubahan
degeneratif pada sendi – sendi synovial sehingga dapat terjadi pada sendi –
sendi apophyseal tulang belakang. Secara klinis kedua perubahan degeneratif
tersebut terjadi secara bersamaan. (hamdy, 2010)
Spondyloarthrosis cervical merupakan suatu kondisi proses degenerasi
pada discus intervertebralis dan jaringan pengikat persendian antara ruas-ruas
tulang belakang. (Irfan, 2012)
2. Anatomi dan Fisiologi
2.1. Os Vertebra
Tulang vertebra mempunyai suatu bentuk tertentu tapi bukan
merupakan suatu tiang yang lurus melainkan membentuk suatu
lengkungan yang cembung kebelakang dan cembung kedepan pada
bidang sagital. Yaitu kyposis thoracalis dan sacralis serta lordosis
cervicalis dan lumbalis. Selain itu juga ada scoliosis yang melengkung ke
samping dalam bidang frontal. Columna vertebralis membentuk struktur
dasar batang badan yang terdiri dari 32-33 ruas vertebra dan terbagi
menjadi : 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracalis, 5 vertebra
lumbalis , 5 vertebra sacralis, 3-4 i.
5
1. Vertebra Cervical 1-7
2. Vertebra Thoracic 1-12
3. Vertebra Lumbalis 1-5
4. Os sacrum
5. Os coccygeus
6. Atlas
7. Axis
8. Vertebra promineus
9. Foramen intervertebralis
10. Promontorium
Gambar: Tulang Vertebra; tampak ventral, dorsal dan lateral
(R. Putz & R Pabst: 2000)
Vertebra umumnya terdiri dari sebuah badan (corpus) dan sebuah
lengkungan (arcus). Lengkungan terdiri dari dua bagian yaitu lengkungan
radik dan procesus spinosus.
2.2. Os Cervical
Cervical spine terdiri atas 7 vertebra dan 8 saraf cervical. Fungsi
utama leher adalah menghubungkan kepala dengan tubuh. Stabilitas
kepala tergantung pada 7 buah vertebra servikal.
Hubungan antara vertebra cervical melalui suatu susunan persendian
yang cukup rumit. Gerakan leher dimungkinkan karena adanya berbagai
pensendian, facet joint yang ada di posterior memegang peranan penting.
Persendian tersebut terdiri dari:
a. Atlanto occypitalis (C0 – C1)
Merupakan sendi sinovial jenis ovoid yang dibentuk inferior
articular face atlas cekung. Gerak utama fleksi-ekstensi sehingga
dikenal sebagai yes joint.
6
b. Atlanto axialis (C1 – C2)
Merupakan sendi sinovial jenis sendi putar, dibentuk oleh
atlas arc dengan dens dimana gerak utamanya rotasi kanan-kiri,
sehingga dikenal sebagai no joint.
c. Intervertebral joint (C2 – C7)
Gerakan ke segala arah, dengan gerakan dominan seperti
ekstensi, fleksi, dan lateral fleksi.
Gambar: cervical vertebrae
2.3. Otot-otot Regio Cervical
Gambar:
Otot-otot Leher;
tampak lateral
(R. Putz & R Pabst:
2000)
7
Keterangan gambar :
1. m. Sternocleidomastoideus 5. m. Scaleneus Anterior
2. m. Semispinalis 6. m. Scaleneus Medius
3. m. Splenius Capitis 7. m. Scaleneus Posterior
4. m. Levator Scapulae 8. m. Trapezius
a. m. Rectus capitis posterior major
1) Origo di procesus spinosus axis
2) Insertionya di linea nuchealis inferior
3) Inervasinya dari n. suboccipotalis.
b. m. Rectus capitis posterior minor
1) Origo di tuberculum posterius dari arcus posterior (atlas)
2) Insertionya di linea nuchealis inferior I
3) nervasinya dari n. suboccipotalis.
c. m. Obliqus capitis superior
1) Origo di tuberculum posterius dari arcus tranversus (atlas)
2) Insertionya di linea nuchealis inferior
3) Inervasinya dari n. suboccipotalis.
d. m. Obliqus capitis inferior
1) Origo di procesus spinosus axis
2) Insertionya di procesus tranversus
3) Inervasinya di n. suboccipotalis.
e. m. Rectus capitis lateralis
1) Origo di procesus tranversus bagian depan
2) Insertio di procesus jugularis os accipitale
3) Inervasinya dari n. Cervicalis.
Kelima otot tersebut berfungsi menyelaraskan posisi dan kinematik sendi
kepala.
f. m. Sternocleidomastoideus
1) Origo di caput longum dari permukaan ventral sternum, caput breve
dari 1/3 sternal clavicula.
8
4) Insertio di lingkar belakang procesus mastoideus dan ½ bagian lateral
linea nuchalis superior.
5) Inervasi dari n. accesorius pleksus cervicalis dan fungsinya
menegakkan kepala, fleksi leher, rotasi leher ke sisi berlawanan.
g. m. Scalenus anterior
1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi VC 3-6.
2) Insertio di tuberculum musculi scaleni anterior costa I.
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan
fungsinya thorax mengangkat 2 tulang rusuk sebelah cranial (otot-otot
inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher.
h. m. Scalenus medius
1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua VC.
2) Insertio caput breve pada costa I, lateral dari m. Scalenus anterior,
belakang sulkus arteria subclavia
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan
fungsinya thorax mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-
otot inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher.
i. m. Scalenus anterior
1) Origo di tubercula posterior dari procesus tranversi semua VC 5-6
2) Insertio bertendon pendek dan pipih pada tepi atas costa II dan III
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan
fungsinya mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-otot
inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher.
j. m. longus capitis
1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua C3-6
2) Insertio di permukaan luar pars basilaris ossis occipitalis
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan
fungsinya flexi leher.
2.4. Persarafan
Delapan saraf servikal berasal dari medulla spinalis segmen
servikal, 7 saraf servikal keluar dari medula spinalis di atas vertebra
9
yang bersangkutan, namun saraf servikal ke 8 keluar dari medulla
spinalis di bawah VC7 dan di atas VTh1 serta costae pertama. Saraf-
saraf ini memberikan layanan saraf sensorik pada tubuh bagian atas dan
ekstremitas superior berdasarkan pola dermatom. Sedangkan layanan
motoris dan refleks dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 1. Layanan innervasi motorik dan refleks dari akar saraf servikal
Saraf Innervasi motorik
VC 3-5 Diafragma
VC5 otot deltoid, biceps
VC6 ekstensor wrist, abduktor dan
ekstensor thumb
VC 5-6 biceps, brachioradialis
VC7 triceps, fleksor wrist, ekstensor
jari
VC 6-7 Triceps
VC8 fleksor jari
VTh1 otot-otot intrinsik tangan
Cervical spine dalam kehidupan sehari-hari bekerja sangat berat,
tidak terhitung jumlah gerakan yang harus dilakukan dalam proses
menunjang fungsi kepala. Fungsi kepala antara lain berbicara, melihat,
membau, mendengar, makan / minum dan menahan keseimbangan
sewaktu tubuh bergerak. Setiap gerakan dari bagian tubuh tertentu harus
diimbangi gerakan servikal, maka tidak mengherankan, nyeri servikal
seringkali timbul.
2.5. Diskus Vertebra Cervical
Diskus intervetebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk
sebuah bantalan di antara dua tulang belakang. Material yang keras dari
fibrosa digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola di bagian
tengah diskus dinamakan Nukleus Pulposus. Discus pada vertebrae
cervical lebih kecil disbanding dari toracal dan lumbal. Terdiri dari
10
nucleus pulposus, annulus fibrosus, dan 2 cartilaginous end plate. Lebih
tertutup tulang bila dibandingkan dengan vertebra yang lain.
3. Patofisiologi
Saat mengalami degenerasi, diskus mulai menipis karena kemampuannya
menyerap air berkurang sehingga terjadi penurunan kandungan air dan matriks
dalam diskus menurun. Degenerasi yang terjadi pada diskus menyebabkan
fungsi diskus sebagai shock absorber menghilang, yang kemudian akan timbul
osteofit yang menyebabkan penekanan pada radiks, medulla spinalis dan
ligamen yang pada akhirnya timbul nyeri dan menyebabkan penurunan
mobilitas/toleransi jaringan tehadap suatu regangan yang diterima menurun
sehingga tekanan selanjutnya akan diterima oleh facet joint. Degenerasi pada
facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang kemudian
terjadi osteofit yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan pada
foramen intervertebralis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
kompresi/penekanan pada isi foramen intervertebral ketika gerakan ekstensi,
sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan
mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun.
Pada uncinate joint yang memang sebagai sendi palsu yang terus
mengalami friksi dan iritasi secara terus-menerus akan timbul osteofit juga
yang kemudian akan menekan kanalis spinalis sehingga timbul nyeri dan
menurunkan mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan.
Berkurangnya tinggi diskus akan diikuti dengan pengenduran ligamen
yang mengakibatkan fungsinya berkurang dan instabilitas. Akibatnya nukleus
pulposus dapat berpindah kearah posterior, sehingga menekan ligamentum
longitudinal posterior, menimbulkan nyeri dan menurunkan mobilitas/toleransi
jaringan terhadap suatu regangan.
Spasme otot-otot cervical juga dapat menyebabkan nyeri karena iskemia
dari otot tersebut menekan pembuluh darah sehinggga aliran darah akan
melambat dan juga terjadi penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap
suatu regangan. Dari kesemua faktor diatas akan menimbulkan penurunan
lingkup gerak sendi pada cervical. ( Irfan, 2012 )
11
4. Etiologi
Pada kasus Spondyloarthrosis cervical terjadi perubahan discus
intervertebralis, pembentukan osteofit paravertebral dan facet joint serta
perubahan arcus laminalis posterior. Osteofit yang terbentuk seringkali
menonjol ke dalam foramen intervertebrale dan mengadakan iritasi atau
menekan akar saraf. Ekstensi servikal dapat meningkatkan intensitas rasa nyeri.
Perubahan-perubahan ini sering tampak di antrara VC5 dan VTh1, yang
menyebabkan timbulnya gejala kaku (stiffness) pada cervical spine bawah dan
tidak jarang menimbulkan hipermobilitas kompensatorik cervical spine atas.
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis Cervical Root Syndrome ec Spondylosis biasanya terjadi
penderita berumur diatas 40 tahun dengan gambaran degenaratif pada discus
atau pada sendi. Gejala-gejala terjadi pada leher dan anggota gerak atas,
bersifat unilateral atau bilateral. Gejalanya berupa kekakuan pada leher dan
menjalar ke bahu pada daerah otot trapezius. Terdapat perasaan kaku dan nyeri
pada gerakan.
Tanda Dan Gejala:
a. Nyeri Leher
Gejala yang utama biasanya berupa nyeri pada bagian belakang
leher atau daerah sekitarnya (m. trapezius). Timbulnya nyeri terjadi
secara perlahan-lahan walaupun terkadang timbul mendadak. Rasa
nyeri sendiri biasanya bersifat kronik dan dihubungkan dengan adanya
aktivitas yang berat atau keadaan umum yang menurun. Terkadang
rasa nyeri menjalar ke bahu atau lengan atas dan juga bisa mengenai
daerah cervical atas yang menyebabkan nyeri occipital (Cailliet,
1991).
b. Kaku Leher (Stifness)
Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah dengan
adanya aktivitas. Gerakan leher menjadi terbatas dan terkadang
disertai dengan krepitasi dan nyeri.
12
c. Gejala Radikuler
Tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur atau iritasi
oleh synovitis dari facet sendiri dan biasanya bersifat unilateral.
Pasien mengeluh adanya paresthesia numbness dan jarang disertai
nyeri. Paresthesia numbness sendiri tergantung pada bagian vertebrae
Cervical mana yang mengalami spondylosis, dan memiliki manifestasi
yang berbeda-beda.
d. Parestesia (Kesemutan)
Pada umumnya parestesia ditunjukan ada di dalam jari tangan. Di
sini lokalisasi itu justru sangat penting, karena dari lokalisasinya dapat
disimpulkan pada tingkatan mana struktur saraf terangsang, pada
tekanan akar C6 menyebabkan rasa kesemutan sampai ibujari dan
telunjuk.
6. Penatalaksanaan Brachialgia
Asesmen
Merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun data
pemeriksaan pasien. Asesmen dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasikan
urutan masalah yang timbul pada kasus spondyloarthrosis cervical kemudian
menjadi dasar dari penyusunan program terapi dan tujuan terapi yang
disesuaikan dengan kondisi pasien serta lingkungan sekitar pasien.
6.1. Anamnesis
Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab antara sterapis dengan sumber data. Dilihat dari segi
pelaksanaannya anamnesis dibedakan atas dua yaitu : Autoanamnesis,
merupakan anamnesis yang langsung ditujukan kepada pasien yang
bersangkutan dan Heteroanamnesis, merupakan anamnesis yang
dilakukan terhadap orang lain (keluarga, teman, ataupun orang terdekat
dengan pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut). Anamnesis
yang akan dilakukan berupa :
6.1.1. Identitas Penderita (Anamnesis Umum)
13
Anamnesis ini berisi tentang : nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, hobi dan agama. Data yang erat hubungannya
dengan penderita tendinitis supraspinatus berupa : umur,
menyerang umur setengah baya, pekerjaan dan hobi yang
berhubungan dengan aktivitas sendi bahu yang dilakukan terus-
menerus secara berulang-ulang sehingga menimbulkan gesekan
pada tendon otot dengan struktur-struktur yang berada di
sekitarnya.
6.1.2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling mengganggu
pasien pada saat itu.
6.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan
utama, yang berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis
dengan jelas dan lengkap serta keterangan tentang riwayat
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya dan hasil yang
diperoleh.
6.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik
maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi
penyakit sewaktu anak-anak, penyakit serius, trauma,
pembedahan dan riwayat hospitalisasi. Hal ini perlu diketahui
karena ada beberapa penyakit yang sekarang dialami ada
hubungannya dengan penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
6.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi
kesehatan seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu
orang keluarga terdekat dapat meningkatkan resiko untuk
menderita penyakit tersebut. Penyakit yang muncul bersamaan
14
pada keluarga juga mengindikasikan resiko yang lebih besar,
misalnya diabetes dan penyakit jantung.
6.1.6. Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial yaitu bagaimana keadaan lingkungan di
sekitar pasien tinggal dan aktifitas sehari-hari paasien. Pentingnya
mengetahui riwayat psikososial adalah untuk merancang terapi
dan home program yang tepat bagi pasien.
6.2. Pemeriksaan
Pemeriksaan terdiri dari:
6.2.1 Pemeriksaan Umum mencakup; cara datang
(normal/menggunakan alat bantu), kesadaran, koperatif/tidak,
tensi, lingkar kepala (jika diperlukan), nadi, respirasi rate, status
gizi, suhu tubuh.
a. Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan
respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
kesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak
acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
15
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur
lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak
ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
b. Status Gizi
Body Mass Index (BMI) atau dalam bahasa Indonesia
disebut Index Masa Tubuh (IMT) adalah sebuah ukuran berat
terhadap tinggi badan yang umum digunakan untuk
menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight
(kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat badan)
dan Obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung BMI
sangat mudah, yaitu dengan membagi berat badan dalam
kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter
(kg/m²).
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat badan (Kg) IMT = -------------------------------------------------------
[Tinggi badan (m)] 2
16
6.2.2 Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus terdiri dari:
a. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan
menggunakan indera penglihatan untuk mendeteksi
karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh
atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk
mendeteksi bentuk, postur, warna, posisi, ukuran, tumor
dan lainnya dari tubuh pasien. Inspeksi dilakukan pada
posisi tidur, duduk, berdiri, dan saat pasien berjalan.
b. Palpasi
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba,
menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk
mengetahui tentang adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu,
oedema, kountur dan lainya. Dengan kata lain bahwa
palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi,
disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
c. Move
Move merupakan tes gerak untuk mengetahui ada
tidaknya nyeri, keterbatasan gerak atau ROM, dan
kelemahan dari otot maupun gerakan pasien.
d. Pemeriksaan MMT
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan
otot atau kemampuan mengontraksikan otot secara
volunteer dengan tujuan membantu menegakkan diagnosa.
Nilai MMT
17
Nilai 0 (zero) : tidak ada kontraksi sama sekali
(baik terlihat maupun teraba).
Nilai 1 (trace) : kontraksi otot dapat terlihat/diraba
tetapi tidak ada gerakan sendi.
Nilai 2 (poor) : kontraksi otot dapat menggerakan
sendi secara penuh tanpa
mempengaruhi gravitasi.
Nilai 3 (fair) : kontraksi otot dapat menggerakan
sendi secara penuh dengan
melawan gravitasi
Nilai 4 (good) : kontraksi otot dengan gerakan
sendi penuh, mampu
melawan gravitasi dg tahanan
sedang
Nilai 5 (normal) : kontraksi otot dengan gerakan
sendi penuh, mampu
melawan gravitasi dg tahanan
penuh
e. Pemeriksaan ROM
Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sendi
dengan menggunakan alat bantu Goniometer. Dalam
literature telah ditetapkan kriteria normal ROM untuk
masing-masing persendian, meskipun demikian ROM
normal pada masing-masing individu berbeda, disesuaikan
dengan usia dan ukuran badan seseorang.
Prosedur Pengukuran ROM :
1. Posisi anatomis (tubuh tegak, lengan lurus disamping
tubuh, lengan bawah dan tangan menghadap ke depan).
2. Sendi yang diukur terbebas dari pakaian.
3. Beri penjelasan & contoh gerakan yang akan dilakukan.
18
4. Berikan gerakan pasif untuk menghilangkan gerakan
subtitusi dan ketegangan.
5. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
6. Tentukan axis gerak dengan cara melakukan palpasi
pada bagian tulang sebelah lateral sendi.
7. Letakkan tangkai goniometer yang statis paralel dengan
aksis longitudinal segmen tubuh yang bergerak.
8. Pastikan axis goniometer tepat pada axis gerakan sendi.
9. Baca dan catat hasil pemeriksaan ROM.
f. Tes Khusus
Tes khusus sangat penting dilakukan, karena untuk
mempertegas apa yang dikeluhkan pasien dan apa yang
tercantum pada diagnosa medik. Tes khusus yang
dilakukan pada spondyloarthrosis cervical yaitu:
1. Tes sensibilitas
a. Raba ringan
Tes Raba ringan menggunakan kapas atau tissue,
caranyadengan menyentuh atau mengusap. Respon
pasien mengenai rangsangan dengan menjawab ya
atau tidak
b. Nyeri ( Diskriminasi tajam / Tumpul )
Tes dengan menggunakan peniti dan paper clip,
tusukan ujung tajam dan ujung tumpul secara
random ( tempat rangsangan jangan terlalu dekat )
Dengan tekanan yang ringan dan sama. Hati-hati
dengan tajam jangan menusuk kulit. Respon pasien
menjawab setiap rangsangan sebagai ( tajam,
tumpul, atau tidak terasa )
2. VAS
19
Pengukuran derajat nyeri dapat menggunakan
VAS (Visual Analogue Scala). VAS merupakan
salah satu cara pemeriksaan derajat nyeri selain VDS
(Verbal Descriptive Scale) dan skala 5 tingkat.
Pengukuran VAS dengan cara pasien diminta
untuk menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri
yang telah diberi nomor dari nol sampai sepuluh (0-
10), jarak setiap nomor sama. Salah satu ujung garis
menunjukkan tidak nyeri (titik nol), dan ujung yang
lain menunjukkan nyeri hebat (titik sepuluh),
kemudian titik tengah dari garis tersebut
menunjukkan rasa nyeri yang sedang.
3. Tes Kompresi (Compression Test)
Gambar : Tes Kompresi
Servikal.
Tes ini dilakukan dengan cara menekan atau
kompresi kepala pasien untuk mendeteksi ada
tidaknya penekanan di foramen intervertebralis
bagian cervical. Tes ini dikatakan positif apabila
timbul nyeri sesuai dengan tingkat kompresi. Tes
kompresi pada kepala dapat juga dilakukan dalam
berbagai posisi : side fleksi kanan atau kiri, ekstensi
20
dan fleksi kepala. Tes ini dikenal dengan nama
Lhermitte test atau Spurling test.
4. Tes Distraksi
Apabila terdapat nyeri kerena kompresi pada
radiks saraf dorsalis ditingkat cervical, maka dengan
tes distraksi atau mengangkat kepala pasien secara
perlahan, kompresi tersebut dapat dikurangi dengan
demikian nyeri saraf menjadi berkurang atau hilang.
5. Tes Eden
Gambar: Tes Eden
Posisi pasien : Berdiri
Posis terapis : Disamping pasien
Cara :
Berikan penekanan pada arteri radialis,
kemudian traksi pada lengan atau pasien
menjatuhkan badannya (badan pasien miring).
Hasil :
Positif jika pasien mersakan nyeri dan
kesemutan pada arteri radialis.
6. Spurling’s Test
Posisi pasien : duduk di kursi
Posisi terapis : di belakang pasien
Prosedur : terapis menginstruksikan pasien untuk
melakukan ekstensi neck dan lateral
21
fleksi neck pada sisi yang dikeluhakn
pasien. Kemudian terapis
memberikan tekanan secara perlahan
kearah bawah.
Hasil:
(+) jika nyeri sepanjang lengan.
(+) jika ada nyeri lokal yang menandakan adanya
sprain atau strain di daerah leher.
7. Shoulder Depretion Test
Posisi Pasien : duduk atau tidur terlentang
Posisi Terapis : disamping pasien
Prosedur : terapis menggerakkan kepala pasien
kearah lateral flexi berlawanan
dengan bahu yang akan diuji. Fiksasi
pada bahu yang diuji dan stabilisasi
pada kepala pasien. Gerakkan sampai
full ROM, kemudian terapis menekan
bahu yang akan diuji (yang
mengalami masalah).
Hasil :
(+) Nyeri sepanjang lengan : tanda radiculopaty.
(+) Nyeri lokal : tanda sprain / strain.
8. Pleksus Brachialis Compretion Test
Posisi Pasien : duduk
Posisi Terapis : disamping pasien
Prosedur : Terapis meremas area pertama kali
keluarnya plexus brachialis (remas
antara jari – jari dan ibu jari) sambil
ditekan secarah perlahan, beri tekanan
selama sepuluh detik.
22
Hasil :
(+) Nyeri menjalar : tanda kompresi akar saraf
(+) Nyeri lokal : tanda cervical sprain/ strain.
6.2.3 Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang
Merupakan data-data yang dijadikan sebagai referensi.
Misalnya hasil dari CT-Scan, MRI, Rontgen, pemeriksaan
radiologi, dan pemeriksaan laboratorium.
6.2.4 Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas
Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik
pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus dan juga
keluhan dari pasien itu sendiri. Masalah yang timbul meliputi:
6.2.5 Diagnosa Fisioterapi
Disusun berdasarkan dari urutan masalah yang ada. Diagnosa
Fisioterapi terdiri dari impairment, keterbatasan gerak,
keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan diagnosa
medik.
6.2.6 Program Pemeriksaan Fisioterapi
1. Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
Medik
Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi
Medik yang bersangkutan.
2. Tujuan
a. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan
prioritas masalah yang utama. Dalam membuat tujuan
jangka pendek ini harus disertai dengan bagaimana tujuan /
rencana tersebut akan dicapai, alokasi waktu pencapaian,
23
dan kondisi-kondisi seputar pasien dan lingkungan yang
memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai.
b. Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang juga dibuat berdasarkan
prioritas masalah, tetapi bukan masalah yang utama/segera.
Tujuan jangka panjang harus realistis sesuai dengan
perkiraan pemulihan yang maksimal sesuai patologi dan
keadaan pasien juga harapan dari pasien dan keluarga.
3. Metode Pemberian Fisioterapi
Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada
kompleksitas dan tingkat keparahan dari problem. Fisioterapis
memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih
prosedur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil
yang diharapkan yang telah dikembangkan terhadap pasien.
Metode tersebut meliputi:
1) TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)
a. Pengertian TENS
TENS merupakan alat stimulasi elektris maksudnya alat yg
mengubah arus listrik menjadi stimulasi untuk terapi. TENS
memberikan arus listrik dengan amplitudo sampai dengan
50mA dengan frekuensi 10-250Hz, banyak digunakan untuk
terapi pengurangan rasa sakit.
b. Bentuk pulsa TENS :
1) Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectanguler,
trianguler dan gelombang separuh sinus searah.
2) Biphasic bentuk pulsa rectanguler biphasic simetris dan
sinusoidal biphasic simetris; pola polyphasic ada rangkaian
gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran.
c. Penempatan Elektroda
24
1) Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling
sering digunakan, sebab metode ini dapat langsung
diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter
dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan
jaringan penyebab nyeri.
2) Dermatome : Penempatan pada area dermatome yang
terlibat, Penempatan pada lokasi spesifik dalam area
dermatome, Penempatan pada dua tempat yaitu di anterior
dan di posterior dari suatu area dermatome tertentu.
d. Prosedur penggunaan TENS
1) Tingkat analgesia-sensoris: frekuensi 50-150 Hz, durasi
pulsa <200 (60-100) mikrodetik, durasi 1 jam.
2) Tingkat analgesia untuk rasa nyeri: frekuensi 150 Hz,
durasi pulsa >150 mikrodetik, dusari 15-30 menit.
3) Pembebasan opiet endogen: frekuensi 1-5hz, durasi pulsa
200-300 mikrodetik, durasi 30-45 menit.
e. Indikasi TENS
1. Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik
2. Nyeri kepala
3. Nyeri pasca operasi
4. Nyeri pasca melahirkan
5. Nyeri miofasial
6. Nyeri visceral
7. Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi
sensorik :
a) Neuralgia
b) Kausalgia
c) Nyeri phantom
f. Kontraindikasi TENS
25
1. Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)
2. Adanya kecenderungan pendarahan (pada area yang
diterapi)
3. Keganasan (pada daerah/ area yang diterapi)
4. Pasien beralat pacu jantung
5. Kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau
panggul)
6. Luka terbuka yang sangat lebar
7. Kondisi infeksi
g. Efek fisiologis
1. Mengurangi nyeri
TENS merangsang sel neuron sensory yang diameter besar
untuk masuk lebih dahulu ke gate (pintu masuk) di
subtansia gelatinosa dan menghambat sel nociceptive
yang berdiameter kecil untuk memberikan informasi ke
otak, sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke otak dan
membuat nyeri berkurang.
2. Meningkatkan aliran darah dan pertukaran cairan.
2) Ultrasound
a. Gelombang Ultrasound
Bentuk gelombang ultrasound adalah longitudinal.
Ultrasound terapi merupakan suatu terapi dengan
menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan
frekuensi lebih dari 20.000 Hz, yang digunakan dalam
fisioterapi adalah 0,5 MHz-5MHz dengan tujuan untuk
menimbulkan efek terapeutik.
b. Penyerapan dan Penetrasi Ultrasound
Jika gelombang ultrasound masuk ke dalam jaringan maka
efek yang diharapkan adalah efek fisiologis. Oleh karena
26
adanya penyerapan tersebut maka semakin dalam gelombang
ultrasound masuk dan intensitasnya semakin berkurang.
Tabel 2. Nilai penetrasi terhadap jaringan
Medium Frek. 1 MHz Frek. 3 MHz
Tulang 2,1 mm -
Kulit 11,1 mm 4 mm
Tulang rawan 6 m 2 mm
Udara 2,5 mm 0,8 mm
Tendon 2,5 mm 0,8 mm
Otot 9 mm 3 mm
Lemak 24,6 mm 16,5 mm
Air (200C) 50 mm 16,5 mm
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyaknya energi
ultrasound diserap dalam jaringan tendon dan jaringan tulang
rawan.
c. Indikasi Ultrasound
1. Kelainan-kelainan / penyakit pada jaringan tulang sendi
dan otot
2. Keadaan-keadaan post traumatik
3. Fraktur
4. Rheumathoid Arthritis pada stadium tidak aktif
5. Kelainan / penyakit pada sirkulasi darah
6. Penyakit-penyakit pada organ dalam
7. Kelainan / penyakit pada kulit
8. Luka bakar
9. Jaringan parut oleh karena operasi
10. Kontraktur
d. Kontra Indikasi Ultrasound
1. Di dekat uterus pada wanita hamil
27
2. Epiphysela plates
3. Testis
4. Post laminectomi
5. Hilangnya sensibilitas
6. Tumor
7. Diabetes Mellitus (DM)
8. Trombhoplebitys dan Varises
e. Efek Ultrasound
Efek Fisiologis
Efek fisiologis yang ditimbulkan oleh ultrasound antara
lain:
1. Meningkatkan sirkulasi darah
Salah satu efek yang ditimbulkan oleh ultrasound
adalah panas sehingga tubuh memberikan reaksi terhadap
panas tersebut yaitu terjadinya vasodilatasi.
2. Rileksasi Otot
Dengan adanya efek panas maka akan mengakibatkan
vasodilatsi pembuluh darah sehingga terjadi perbaikan
sirkulasi darah yang mengakibatkan rileksasi otot. Hal ini
disebabkan oleh karena zat-zat pengiritasi diangkut oleh
darah, disamping itu efek vibrasi ultrasound
mempengaruhi serabut afferent secara langsung dan
mengakibatkan rileksasi otot.
3. Meningkatkan Permeabilitas Membran
Melalui mekanisme getaran gelombang ultrasound
maka cairan tubuh akan didorong ke membran sel yang
menyebabkan perubahan konsentrasi ion sehingga
mempengaruhi nilai ambang dari sel-sel.
4. Mempercepat proses penyembuhan jaringan
Dengan pemberian ultrasound akan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga
28
meningkatkan suplai bahan makanan pada jaringan lunak
dan juga terjadi peningkatan antibody yang mempermudah
terjadinya perbaikan jaringan yang rusak.
5. Mengurangi Nyeri
Nyeri dapat dikurangi dengan menggunakan
ultrasound, selain dipengaruhi oleh efek panas juga
berpengaruh langsung pada saraf. Hal ini disebabkan oleh
karena gelombang pula dengan intensitas rendah sehingga
dapat menimbulkan pengaruh sedative dan analgesi pada
ujung saraf afferent II dan IIIa sehingga diperoleh efek
terapeutik berupa pengurangan nyeri sebagai akibat
blockade aktivitas pada HPC melalui serabut saraf
tersebut.
3) Neck Cailliet Exercise
Neck Cailliet Exercise adalah salah satu terapi latihan
isometrik kontraksi dengan menahan tahanan maksimal dan
diakhiri dengan relaksasi. Metoda Neck Cailliet Exercise dapat
digunakan untuk mengatasi spasme otot dan untuk memelihara
atau meningkatkan kekuatan otot leher untuk memperoleh
ketahanan statis dan dinamis leher, memelihara luas gerak
sendi dan kelenturan leher, serta memperoleh postur yang
benar dengan terkoreksinya muscle imbalance.
Metode ini mula – mula intinya berupa latihan isometric
untuk otot – otot leher, namun dalam perkembangannya
ditambah dengan latihan postur untuk mengurangi lordosis
leher dan forward head posture: latihan stretching untuk otot –
otot leher dan otot – otot bahu.
a. Isometric Contraction
Adalah kontraksi sekelompok otot untuk mengangkat
atau mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa
gerakan anggota tubuh, dan panjang otot tidak berubah.
29
Seperti mengangkat, mendorong, atau menarik suatu
benda yang tidak dapat digerakan (tembok, pohon, dsb).
Lamanya perlakuan kira-kira 10 detik, pengulangan 3 kali,
dan istirahat 20 - 30 detik.
b. Active Stretching
Active stretching adalah suatu metode
penguluran/stretching yang biasa dilakukan pada otot-otot
postural sebagai suatu latihan fleksibilitas yang dilakukan
secara aktif oleh klien/pasien. Active stretching
meningkatkan fleksibilitas secara aktif dan menguatkan otot
agonis.
Praktiknya pada saat melakukan active stretching, otot
antagonis (group otot pada sisi yang tidak di stretch) dan
otot agonis (otot yang akan di-stretch) keduanya
rileks.Secara perlahan dan lembut, gerakan tubuh
meningkatkan tekanan pada group otot yang akan di stretch.
Tekanan pada otot agonis saat peregangan secara aktif
akan membuat otot mudah terulur, dimana muscle spindle
tidak terstimulasi optimal dan stimulasi optimal terjadi pada
golgi tendon, sehingga akan diperoleh suatu penguluran
yang berarti. Prinsip utama dari active stretching membantu
pasien bergerak lebih mudah dan lebih baik sehingga tidak
akan terjadi kerobekan pada otot jika stretching dilakukan
dengan perlahan dan lembut.
Dari latihan – latihan tersebut, diharapkan akan diperoleh :
a. Pengurangan nyeri leher dan pencegahan rekurensi
b. Postur leher yang benar
c. Fungsi leher yang adekuat
30
Prosedur Neck Cailliet Exercise:
Gambar:
Neck Calliet Exercise Isometrick diambil dari slide LATIHAN WILLIAM BACK
( FLEXION EXERCISE) oleh dr. Tirza Z.T, Sp. RM 22 Mei 2012
31
6.2.7 Program Untuk di Rumah
Program yang diberikan kepada pasien untuk dikerjaan di
rumah. Program yang diberikan harus sesuai dengan kondisi,
kemampuan, kasus, dan mudah untuk dilakukan. Program yang
diberikan juga mencakup proper body mechanik agar pasien tidak
mengalami cidera yang makin parah.
Proper body mechanics (PBM) atau mekanisme tubuh yang
tepat, adalah cara bagaimana kita memposisikan tubuh dengan
benar pada saat kita sedang berbaring, duduk, ataupun berdiri, dan
bagaimana kita menggerakkan tubuh dengan tepat pada saat kita
bekerja atau melakukan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari,
termasuk mengangkat dan membawa barang, mendorong atau
menarik suatu barang.
PBM erat kaitannya dengan keadaan punggung kita baik pada
keadaan tidak bergerak (statik) maupun saat bergerak (dinamik).
Punggung kita berhubungan dengan bagian tubuh yang lain, yaitu
kepala, leher, bahu, dada, perut, dan panggul. Semua bagian tubuh
tersebut membentuk postur tubuh. Awal dari penerapan PBM
adalah kesadaran untuk mempertahankan postur tubuh yang baik
dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. Postur tubuh
seseorang dikatakan baik, apabila ia berdiri tegak akan:
a. Rileks, tanpa perlu mengeluarkan tenaga yang berlebihan
b. Tidak melelahkan dan tidak menimbulkan rasa nyeri (terutama
pada punggung atau pinggang) dalam jangka waktu yang
cukup lama
c. Memberikan estetis yang baik
32
Sumber: Schiffert Health Center www.healthcenter.vt.edu Self Stretching
Sumber: http://www.calgaryphysicaltherapy.com/neck-and-shoulder-stretches/
6.2.8 Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengamati apakah terapi yang
diberikan sesuai yang apa yang dituju dan bagaimana respon
pasien terhadap intervensi yang diberikan. Jangan
mempertahankan intervensi yang nyata-nyata tidak efektif.
Evaluasi terhadap hasil perlu dilakukan pada beberapa titik,
misalnya evaluasi ketercapaian tujuan, evaluasi dari kelambatan
pada kemajuan pasien dan lain-lain. Kesimpulan yang didapat
dari evaluasi ini untuk mengetahui apakah dalam menentukan
apakah terapi tidak efektif, apakah memang tidak mungkin
melakukan perubahan terhadap impairment dan merubah tujuan
terapi kearah kompensasi dan lain-lain.
33
BAB III
ISI
DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK
RSUPN dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA
FORMULIR FISIOTERAPI
Nama fisioterapi : Pak Widyatmoko, Dipl. F.T Peminatan : FT C –
Neuromuskular
Nama dokter : dr. Ira M. Sp KFR K
Nomer Registrasi : 222 – 56 – 19 Ruangan : Pelayanan
URM FT lt 2
I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S)
Nama Inisial : Tn Dj
Tempat & tgl lahir : Pare, 10 Desember 1947 (64 tahun)
Alamat : Komp. BLK. Cijantung, Jaktim
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan Pemda
Hobi : Momong Cucu
Diagnosa Medik : Brachialgia et causa Spondyloarthritis Cervicalis
Tanggal Pemeriksaan: Senen, 10 September 2012
II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)
KU : Nyeri bahu dan rasa kesemutan yang menjalar sepanjang lengan
kanan.
RPS : Pada bulan agustus 2012 (sekitar 1 bulan yang lalu), OS merasakan
nyeri bahu dan rasa kesemutan yang berlebih, menjalar dari bahu sampai
34
lengan kanan dan kiri sesaat setelah OS mandi dengan air dingin.
Berlangsung beberapa hari keluhan tidak hilang,OS hanya mengoleskan
balsem tetapi rasa nyeri dan kesemutannya tidak hilang juga. Atas anjuran
anak, tgl 29 agustus 2012 OS ke URM RSCM untuk menjalani fisioterapi.
Setelah OS menjalani fisioterapi modalitas dengan tens 6 kali, OS konsul
kembali ke URM pada tgl 06 september 2012 dengan keluhan nyeri pada
bahu kiri dan rasa kesemutan sepanjang lengan kiri sudah tidak ada, tetapi
nyeri pada bahu dan rasa kesemutan sepanjang lengan kanan masih ada.
Saat ini, 10 september 2012 OS melakukan terapi paket ke-2 yang pertama
di fisioterapi dengan keluhan nyeri pada bahu kanan dan rasa kesemutan
sepanjang lengan kanan.
RPD : Pernah mengalami vertigo, riwayat trauma bahu kanan, mempunyai
DM, kolesterol, dan riwayat penyakit jantung, (terkontrol)
RPK : Tidak ada keluarga dengan riwayat Spondyloarthrosis cervical
RPSi : Seorang suami tidak merokok mempunyai 3 orang anak dengan 7
orang cucu.
III. PEMERIKSAAN (O)
a. Pemeriksaan Umum
1) Cara datang : Berjalan mandiri
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Pasien Koperatif
4) Tensi: 130/80 mmHg
5) Nadi: 78 x/menit
6) RR: 18 x/menit
7) Status Gizi : kesan Over Weight
8) Suhu : Afebris
b. Pemeriksaan Khusus
INSPEKSI :
1) Pola jalan: normal
2) Postur OS :
35
a) Dari depan : bahu kanan lebih tinggi dari pada bahu kiri,
protaksi bahu.
b) Dari samping kanan / kiri : backward head position / straight
neck (tidak adanya lengkung cervicalis).
c) Dari belakang : Bahu kanan lebih tinggi dari pada bahu kiri,
Scapula kanan terlihat lebih menonjol dibandingkan yang kiri,
Cenderung protaksi bahu.
3) Tidak terlihatnya ada deformitas baik di neck ataupun upper
ekstremity.
4) Tidak terlihatnya tanda – tanda radang seperti kemerahan
PALPASI :
1) Oedem pada bahu ataupun lengan (+)
2) Suhu lokal pada bahu ataupun lengan ( normal )
3) Spasme pada otot upper trapezius kanan (+)
4) Nyeri tekan pada otot upper trapezius kanan (+)
MOVE :
N
O SENDI GERAKAN
VAS MMT ROM
KETERANGAN AKTIF PASIF
DX SIN DX SIN DX SIN DX SIN
1 Head /
neck
Fleksi 0 5 45° 45° -
Ekstensi
5 - 35˚ 40˚
Nyeri saat
digerakkan pasif
pada akhir gerakan
dan MMT tidak
valid karna nyeri.
Lateral
fleksi 5 0 - 5 30˚ 45˚ 35˚ 45˚
Nyeri saat
digerakkan pasif dan
pada akhir gerakan
dan MMT tidak
36
valid.
Rotasi
5 0 - 5 50˚ 65˚ 55˚ 65˚
Nyeri saat
digerakkan pasif
pada akhir gerakan
dan MMT tidak
valid
2 Shoul-
der
Fleksi
5 0 - 5 115° 150
°
12
0° 150°
Nyeri saat
digerakkan pasif
pada akhir gerakan
dan MMT tidak
valid
Ekstensi 0 0 5 5 60° 60° 60° 60° -
Abduksi 0 0 5 5 180°
180
°
18
0° 180°
-
Adduksi 0 0 5 5 45° 45° 45° 45° -
Endorotasi
5 0 - 5 70° 90° 75° 90°
Nyeri saat
digerakkan pasif
pada akhir gerakan
dan MMT tidak
valid
Eksorotasi 0 0 5 5 90° 90° 90° 90° -
3 Elbow Fleksi 0 0 5 5 135°
135
°
13
5° 135° -
Ekstensi 0 0 5 5 0° 0° 0° 0° -
Pronasi 0 0 5 5 80° 80° 80° 80° -
Supinasi 0 0 5 5 80° 80° 80° 80° -
4 Wrist Fleksi 0 0 5 5 80° 80° 80° 80° -
Ekstensi 0 0 5 5 70° 70° 70° 70° -
Radial
deviasi 0 0 5 5 30° 30° 30° 30° -
Ulnar
deviasi 0 0 5 5 20° 20° 20° 20° -
37
TES KHUSUS :
1) Tes sensibilitas permukaan
(raba halus, raba kasar, tajam tumpul) perbandingan sisi sinistra
dan dextra pada :
a) Leher : 100 % : 100%
b) Lengan atas : 100 % : 100%
c) Lengan bawah : 100 % : 100%
d) Tangan : 100 % : 100%
e) Jari – jari : 100 % :100%
Kesimpulannya : tidak mengalami defisit sensoris.
Tetapi, jika rasa kesemutan berlebih timbul
menjadi hipersensasi pada lengan kanan.
2) Tes kompresi cervical (+) bertambah nyeri pada bahu dengan
vas 5
3) Tes distraksi cervical (+) nyeri pada bahu berkurang dengan
vas 2
4) Eden’s test (+) nyeri menjalar dari siku hingga jari – jari
5) Shoulder Depression (+) nyeri pada bahu (local pain)
6) Brachial Plexus Compression Test (+) nyeri pada bahu (local
pain)
7) Spurling’s test (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan
IV. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG (ultrasonografi)
a) Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2012
5 MCP Fleksi 0 0 5 5 90° 90° 90° 90° -
Ekstensi 0 0 5 5 20° 20° 20° 20° -
Abduksi 0 0 5 5 -
Adduksi 0 0 5 5 -
6 IP Fleksi 0 0 5 5 -
Ekstensi 0 0 5 5 -
38
b) Pemeriksaan : Bahu bilateral
c) Kesimpulan :
1) Proses degeneratif di tuberkulum mayus minus humeri dan sendi
akromio-klavikula bilateral.
2) Kalsifikasi tendon subscapularis bilateral, tak tampak tanda
ruptur.
3) Calcific tendinosis supraspinatus kanan dengan tanda bursitis
kronis, tak tampak tanda impingement.
4) Degenerasi tendon supraspinatus kiri,suspek ruptur lama dengan
tanda bursitis kronis, tak tampak tanda impingement.
5) Koleksi cairan peritendon biceps caput longus bilateral, masih
mungkin efusi sendi glenohumeral.
2. Pemeriksaan Radiologi (radiografi)
a) Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2012
b) Pemeriksaan : Cervical
c) Kesimpulan : Spondiloartosis cervicalis dengan penyempitan
foramen dan suspek degeneratif diskus.
V. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS
1) Nyeri tekan pada otot upper trapezius kanan
2) Spasme pada otot upper trapezius kanan
3) Rasa parastesia yang berlebih pada siku hingga jari – jari kanan.
2. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Rasa kesemutan yang berlebihan sepanjang lengan kanan dan nyeri
bahu karena adanya spasme pada otot upper trapezius terkait dengan
brachialgia et causa spondiloartosis cervicalis.
VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik
a) Proper body mekanik
b) Tidak mengangkat beban berat
39
c) TENS dan US
2. Tujuan
a) Tujuan jangka pendek
1) Mengurangi nyeri
2) Mengurangi spasme
3) Mengurangi rasa parestesia sepanjang lengan kanan
b) Tujuan jangka panjang
Menjalankan aktivitas sehari – hari tanpa keluhan
3. Metode pemberian fisioterapi
NO JENIS METODA DOSIS KETERANGAN
1 Modalitas
TENS
Analgesia –
nyeri
Analgesia –
sensori
(Ko-planar
dan Kontra-
planar)
I : Arus bi-symm
Fase durasi : 260 µs
Frekuensi : 160 Hz
Frekuensi Modulasi : 65
Hz
D : 15 menit
F : 6 x terapi (seminggu 3 x)
Untuk mengurangi
nyeri pada bahu dan
mengurangi rasa
kesemutan pada
lengan.
2 Modalitas
US
Kontak
langsung
dengan
perantara gel
I : Transducer 1MHz
Arus continous
I : 1.70 w/cm2
D : 6 menit
F : 6 x terapi (seminggu 3 x)
Untuk mengurangi
nyeri dan
melepaskan
perlengketan
jaringan pada bahu.
3 Exercise Neck Calliet
(Isometric
contraction
and Streching
Upper
Trapezius
I : 10 x repetisi (6 hitungan)
D : 10 menit
F : 2 x / hari
Mengurangi spasme
otot, memelihara
atau meningkatkan
kekuatan otot leher,
meningkatkan dan
menjaga LGS,
40
Muscle) peregangan
leher,dan koreksi
potur.
4. Uraian Tindakan Fisioterapi
a) Modalitas TENS
Posisi OS : Telungkup / Prone Lying Position
Posisi terapis : Di sebelah kanan OS
Tatalaksana : Cek alat, siapkan alat, bebaskan area bahu yang akan
di terapi. Atur arus bi-symm, Fase durasi : 260 µs, Frekuensi : 160
Hz, Frekuensi Modulasi : 65 Hz dan treatment time : 15 menit,
pasang pad elektroda 1 di posterior bahu kanan dan pad elektroda 1
nya lagi pada anterior bahu kanan dengan metoda ko-planar
menggunakan elektroda 1 channel. Jelaskan kepada OS rasanya
seperti tertusuk jarum tetapi sangat halus. Naikkan intensitas secara
perlahan mulai dari paling kecil sampai toleransi OS.
b) Modalitas US
Posisi OS : Duduk rileks di bangku
Posisi terapis : Duduk dibelakang OS
Tatalaksana : Cek alat, siapkan alat, bebaskan area bahu yang akan
di terapi. Pilih transducer 1MHz, arus continous, intensitas 1.70 µs.
Terapi jelaskan pada os rasa alatnya tidak panas tetapi sedikit hangat.
Taruh gel pada transducer, tempelkan transducer pada bahu kanan
gerakan transducer secara circular.
c) Neck Calliet Exercise
Posisi OS : duduk rileks di bangku
Posisi terapis : dekat dengan OS
Tatalaksana :
1) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala ke depan
dengan tinggi dagu tetap, tangan terapis menahan pada pelipis OS
41
dan fiksasi di bahu. Tahan 6 detik Kembali ke posisi awal, Ulangi
lagi dan lakukan 10 kali.
2) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala ke
belakang dengan tinggi dagu tetap, terapis menahan dengan
tahanan optimal di bagian posterior kepala OS dengan fiksasi di
bahu. tahan 6 detik Kembali ke posisi awal, Ulangi lagi dan
lakukan 10 kali.
3) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala ke
samping dengan tinggi dagu tetap, terapis menahan dengan
tahanan optimal di bagian lateral / parietal kepala OS dengan
fiksasi pada bahu. tahan 6 detik Kembali ke posisi awal, Ulangi
lagi dan lakukan 10 kali.
4) Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan kepala tengok
kanan dan kiri dengan tinggi dagu tetap, terapis menahan dengan
tahanan optimal pada dagu OS dengan fiksasi di bahu. tahan 6
detik Kembali ke posisi awal, Ulangi lagi dan lakukan 10 kali.
5) Gerakan lateral flexi, posisi sama dengan latihan sebelumnya.
Dorong/tarik kepala ke arah bahu kanan, tahan 6 detik, Istirahat 6
detik. Lalu dorong/tarik kepala ke arah bahu kiri, tahan 6 detik,
istirahat 6 detik, Ulangi 10 kali untuk tiap bahu.
6) Gerakan rotasi, posisi sama dengan latihan sebelumnya.
Rotasikan kepala ke kanan, tahan 6 detik, Istirahat 6 detik. Lalu
rotasikan ke kiri, tahan 6 detik, istirahat 6 detik, Ulangi 10 kali
untuk tiap bahu.
5. Program untuk di rumah
1) Proper Body Mekanik :
a) Duduk dengan pola yang baik
b) Tidur dengan pola yang baik
c) Angkat barang berat dengan posisi yang benar
d) Hindari gendong cucu yang terlalu lama
e) Hindari mengendong cucu di pundak.
42
2) Neck Calliet exercise
3) Self Streching otot upper trapezius
VII. EVALUASI
1. Tanggal : 10 September 2012
S : OS merasa nyeri bahu kanan dan kaku pada leher berkurang
O : - VAS 2 (nyeri lokal bahu)
- MMT kesan 4 karna nyeri pada leher
- Rom full pasif dan aktif
- Shoulder Depression (+) nyeri pada bahu (local pain)
- Brachial Plexus Compression Test (+) nyeri pada bahu (local
pain)
- Distraksi dan Dekompresi (-)
- Tensi : 120/80 mmHg
- Nadi : 75x/ menit
- RR: 18x/ menit
A : Brachialgia et causa impingement rotator cuff
P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet
2. Tanggal : 12 September 2012
S : OS masih mengeluh nyeri pada bahu kanan dan kaku pada leher
kanan, rasa kesemutanmasih berlebih pada lengan bawah kanan
sampai dengan jari-jari.
O : - VAS 2 (nyeri lokal bahu)
- MMT kesan 4 karna nyeri jadi pengukuran tidak valid
- Rom full pasif dan aktif
- Tensi : 135/85 mmHg
- Nadi : 72x/ menit
- RR: 18x/ menit
A : Brachialgia et causa impingement rotator cuff
P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet
43
3. Tanggal : 17 September 2012
S : OS merasa nyeri pada bahu kanan dan kaku pada leher kanan
sudah berkurang, namun OS masih sering merasa kesemutan
walau lamanya kesemutan sudah berkurang.
O : - VAS 1 (nyeri lokal bahu)
- MMT 5
- Rom full pasif dan aktif
- Nadi : 84 x / menit
- RR : 19x / menit
- Tensi : 125/80 mmHg
A : Brachialgia et causa impingement rotator cuff
P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi
self streching otot upper trapezius.
4. Tanggal : 21 September 2012
S : OS nyeri bahu tetap tapi tidak berpengaruh, hanya rasa kesemutan
pada lengan bawah kanan terus menerus dan sifatnya hilang
timbul, leher pegal.
O : - VAS 1 (nyeri lokal bahu)
- MMT dan ROM masih sama
- Hipersensasi saat gejala kesemutan timbul
- Tes kompresi cervical (+) nyeri menjalar sepanjang lengan
kanan dengan VAS 5
- Tes distraksi cervical (+) nyeri menjalar sepanjang lengan
kanan berkurang dengan VAS 2
- Eden’s test (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan hingga
jari – jari
- Spurling’s test (+) nyeri menjalar sepanjang lengan kanan
hingga jari – jari dengan VAS 6
- Shoulder Depression ( - )
- Brachial Plexus Compression Test ( - )
- Gerakan dengan tahanan ekstensi, lateral fleksi kanan, dan rotasi
kanan pada neck dengan VAS 3
44
- Nadi : 66 x / menit
- RR : 16 x / menit
- Tensi : 110/80 mmHg
A : Brachialgia e.c. spondyloarthrosis cervical
P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi
self streching otot upper trapezius.
5. Tanggal : 24 september 2012
S : Nyeri yang menjalar dan rasa kesemutan yang berlebih tidak ada
perubahan.
O : - Nyeri tekan pada otot trapezius VAS 0 karena spasme otot
trapezius
- ROM dan MMT masih sama
- Nadi : 68 x / menit
- RR : 17 x / menit
- Tensi : 120/75mmHg.
A : Brachialgia e.c. spondiloarthrosis cervical
P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi
self streching otot upper trapezius.
6. Tanggal : 27 september 2012
S : OS mengeluh jika kepala terlalu di tahan ke belakang dan ke
kanan rasa nyeri dan kesemutan timbul sepanjang lengan kanan.
Kesemutan saat OS rileks sudah sangat berkurang tetapi jika ada
tekanan pada leher kanan gejala tersebut timbul dan meningkat
secara tiba – tiba.
O : - Nyeri tekan pada otot trapezius, VAS : 0
- Spurling test (+) timbul nyeri yang menjalar sepanjang lengan
kanan dan rasa kesemutan timbul dan meningkat, VAS 5
- Gerakan dengan tahanan ekstensi, lateral fleksi kanan, dan rotasi
kanan pada neck VAS 2
- MMT gerakan tersebut sulit diukur karna nyeri gerak dengan
tahanan
45
- ROM full pasif dan aktif
- Nadi : 66 x / menit
- RR : 18 x / menit
- Tensi : 120/75 mmHg
A : Brachialgia e.c. spondiloarthrosis cervical
P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi
self streching otot upper trapezius.
7. Tanggal : 28 September 2012
S : OS mengeluh nyeri menjalar sepanjang lengan kanan semakin
terasa jika diberikan tekanan pada kepala.
O : - Tes kompresi (+) menjalar VAS 2
- Spurling test (+) menjalar VAS 4
- Gerakan dengan tahanan ekstensi, lateral fleksi kanan, dan rotasi
kanan pada neck VAS 1
- MMT gerakan tersebut sulit diukur karna nyeri gerak dengan
tahanan
- ROM full pasif dan aktif
- Nadi : 70 x / menit
- RR : 18 x / menit
- Tensi : 120/80 mmHg
A : Brachialgia e.c. spondiloarthrosis cervical
P : Modalitas TENS, modalitas US, Exercise Neck Calliet, edukasi
self streching otot upper trapezius.
46
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Spondyloarthrosis cervical merupakan suatu kondisi proses
degenerasi pada discus intervertebralis dan jaringan pengikat persendian
antara ruas-ruas tulang belakang. (Irfan, 2012)
Degenerasi menyebabkan diskus mulai menipis karena
kemampuannya menyerap air berkurang sehingga terjadi penurunan
kandungan air dan matriks dalam diskus menurun. Degenerasi yang terjadi
pada diskus menyebabkan fungsi diskus sebagai shock absorber
menghilang kemudian akan timbul osteofit yang menyebabkan penekanan
pada radiks, medulla spinalis dan ligamen yang pada akhirnya timbul nyeri
dan menyebabkan penurunan mobilitas. Degenerasi pada facet joint akan
terjadinya penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan akan
menyebabkan terjadinya kompresi/penekanan pada isi foramen
intervertebral ketika gerakan ekstensi, lateral fleksi dan rotasi sehingga
timbul nyeri.
Spasme otot-otot cervical juga dapat menyebabkan nyeri karena
iskemia dari otot tersebut menekan pembuluh darah sehinggga aliran darah
akan melambat dan juga terjadi penurunan mobilitas/toleransi jaringan
terhadap suatu regangan. Dari kesemua faktor diatas akan menimbulkan
penurunan lingkup gerak sendi pada cervical. ( Irfan, 2012 )
Pada kasus ini brachialgia disebabkan oleh spondiloartrosis
servikalis yang mengenai C4, C5, C6 yang menyebabkan nyeri dan
kesemutan yang berlebih sepanjang lengan kanan, sehingga OS
membutuhkan penengangan berupa modalitas TENS dengan metode
koplanar, 2 channel, arus by-symm dan menggunakan analgesia nyeri dan
sensori dan modalitas US serta latihan peregangan pada leher. Dengan
harapan nyeri pada bahu dan kesemutan berlebih serta perlengketan
jaringan yang di rasakan OS berkurang.
47
B. SARAN
Partisipasi dari keluarga untuk mengingatkan dan membantu pasien
dalam melakukan home program seperti (1) proper body mechanic, yaitu:
duduk yang baik, tidur yang baik, angkat barang berat dengan posisi yang
benar, hindari gendong cucu yang terlalu lama dan hindari mengendong cucu
di pundak. (2) latihan peregangan pada leher.
Jika terjadi gejala-geejala seperti di atas segera lakukan penindakan
dengan cepat dan tepat. Periksa CT-Scan, MRI, atau USG pada area yang
mengalami keluhan seperti area servikal pada kasus di atas. Lakukan
tindakan penanganan dengan fisioterapi, yaitu dengan modalitas dan
exercise.
iv
DAFTAR PUSTAKA
Alfin Hamdy. FISIOTERAPI PADA PENDERITA LBP AKIBAT SPONDYLOSIS. 2010. http://fisioterapishamdialfin.blogspot.com/ Cailliet, Rene. Neck and Arm Pain. Edisi ke-3. USA: F.A. Davis Co; 1991. Callan, Margaret. The Rhematology Handbook. London: Imperiale College Press; 2008. C. Norkin, Cynthia and D. Joyce White. Measurement of Joint Motion A Guide to Goniometry. USA: F.A. Davis Co; 1995. de Wolf, J.M.A. Mens. Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh Diagnostik fisis dalam praktek umum. Edisi ke-2. Belanda: Bohn Stafleu Van Loghum; 1990. Division of Student Affairs Virginia Tech. MCOrthoRehab-Neck-HP. Copyright © Schiffert Health Center — Revised March 2010 dr. Tirza Z.T, Sp. KFR. LATIHAN WILLIAM BACK ( FLEXION EXERCISE) 22 Mei 2012 Dudley Hart, Frank. Practical Problems in Rheumatology. Singapore: PG Publishing Pte Ltd; 1983. E. Bennet, Susan, L. Karnes, James. Neurological Disabilities Assessment and Treatment. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1998. E. Prentice, William. Principles of Athletic Training. Edisi ke-14. New york: McGraw-Hill; 2011. E. Prentice, William. Therapeutic Modalities In Rehabilitation. Edisi ke-3. North Carolina: McGraw-Hill; 2005. Irfan. Nyeri Leher. 2012. http://dhaenkpedro.wordpress.com/nyeri-leher/ Kraemer, Juergen. Intervertebral Disk Diseases Caue, Diagnosis, Treatment, and Prophylaxis. Edisi ke-3. New York: Thieme Medical Publishers; 2005. Nose Creek Sport Physical Therapy. Neck and Shoulder Stretches. Posted on July 31, 2012 at 5:54 am. Available: http://www.calgaryphysicaltherapy.com/neck-and-shoulder-stretches/
v
Putz, R and Pabst, R. Atlas Anatomi Tubuh Manusia SOBOTTA. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 2000.
Weber, Ulrich et all. MRI Atlas Orthopedics and Neurosurgery The Spine. Berlin:
Springer; 2006.
LAMPIRAN