Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

13
PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK Pendahuluan Anemia sering dijumpai pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik (CKD), biasanya mulai terjadi bila LFG (laju filtrasi glomerulus) turun sampai 35ml/menit. Walaupun penyebab anemia pada CKD terjadi karena defisiensi eritropoietin (EPO) tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan paling sering defisiensi besi dan folat. 1 anemia pada CKD mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menyebabkan terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penatalaksanaan anemia meliputi beberapa hal, yaitu terapi EPO, pemberian transfusi darah, serta mengidentifikasi dan mencari etiologinya. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan anemia pada CKD yang menjalani hemodialisis kronik. Penyebab Anemia pada Pasien yang menjalani Hemodialisis Kronik Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya anemia pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis kronik, dan tak jarang ditemukan beberapa faktor sekaligus pada seorang pasien di antaranya: <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Defisiensi EPO (penyebab utama)

Transcript of Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

Page 1: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK

Pendahuluan

Anemia sering dijumpai pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik

(CKD), biasanya mulai terjadi bila LFG (laju filtrasi glomerulus) turun sampai

35ml/menit. Walaupun penyebab anemia pada CKD terjadi karena defisiensi

eritropoietin (EPO) tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempermudah

terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah,

inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan

paling sering defisiensi besi dan folat.1 anemia pada CKD mempengaruhi

kualitas hidup pasien dan menyebabkan terjadi peningkatan morbiditas dan

mortalitas. Penatalaksanaan anemia meliputi beberapa hal, yaitu terapi EPO,

pemberian transfusi darah, serta mengidentifikasi dan mencari etiologinya.

Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan anemia pada CKD yang menjalani

hemodialisis kronik.

Penyebab Anemia pada Pasien yang menjalani Hemodialisis Kronik

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya anemia pada pasien

CKD yang menjalani hemodialisis kronik, dan tak jarang ditemukan beberapa

faktor sekaligus pada seorang pasien di antaranya:

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Defisiensi EPO (penyebab utama)

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Defisiensi besi (sering terjadi & perlu

perhatian khusus)

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Kehilangan darah (phlebotomy berulang

untuk pemeriksaan laboraturium, retensi darah pada dialiser atau

tubing, perdarahan GI)

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Hiperparatiroid berat

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Inflamasi akut atau kronik

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Infeksi

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Masa hidup sel darah merah pendek

Page 2: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Toksisitas aluminium

<!--[if !supportLists]-->9. <!--[endif]-->Defisiensi asam folat

<!--[if !supportLists]-->10. <!--[endif]-->Hemoglobinopati

<!--[if !supportLists]-->11. <!--[endif]-->Hipotiroid

Manifestasi Klinis Anemia

Kadar Hb dan Ht merefleksikan massa sel darah yang beredar di

sirkulasi, fungsi utamanya untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.

Defisiensi anemia menurut WHO adalah apabila kadar Hb <12g%,>

Evaluasi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Evaluasi anemia dimulai bila kadar Hb <10g%,>

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Hb, Ht, trombosit

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Morfologi eritrosit: MCV, MCH, sediaan

apus

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Hitung retikulosit

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Analisis status besi

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pemeriksaan feses darah samar

Pengajian status besi meliputi:

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Saturasi transferin

ST = (SI/TIBC)*100%

SI = Serum Iron

TIBC = Total Iron Binding Capacity

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Ferritin serum

Anemia pada CKD dibedakan 2 macam:

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Anemia dengan status besi cukup

Status besi cukup bila: Ferritin Serum > 100 µg/L dan Saturasi

Transferin > 20%

Page 3: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Anemia dengan status besi kurang ada 2

macam:

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Anemia defisiensi besi absolut: FS

<>L dan ST <>

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Anemia defisiensi besi fungsional: FS

> 100 µg/L dan ST <>

Kadar ferritin serum menggambarkan jumlah cadangan besi tubuh,

sedangkan saturasi transferin menunjukkan jumlah besi yang beredar dalam

sirkulasi.

Pengobatan Anemia pada Pasien Hemodialisis Kronik

<!--[if !supportLists]-->I. <!--[endif]-->Terapi Besi dan Pemantauan Status Besi

Bila status besi kurang, maka harus diberikan terapi besi terlebih

dahulu sebelum diberikan terapi EPO

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Terapi besi intravena

Merupakan cara pemberian besi yang paling baik dibandingkan suntikan IM

maupun oral, terutama pada pasien yang mendapat EPO. Stimulasi

eritropoiesis yang kuat pada terapi EPO menyebabkan kebutuhan besi

meningkat dengan cepat yang tidak tercukupi oleh asupan besi oral. Contoh

preparat besi untuk suntikan intravena : iron Dextran, Sodium ferric

gluconate complex, iron hydroxysaccharate.

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Dosis uji coba (test dose) :

dilakukan sebelum mulai terapi besi.

25 mg iron dextran di dalam 50 ml NaCl 0,9%, diberikan

intravena selama 30 menit. Bila tidak ada reaksi alergi, lanjutkan

dengan terapi induksi besi.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Terapi induksi besi :

Tujuannya adalah untuk mengkoreksi anemia defisiensi besi

absolute dan fungsional, sampai kadar feritin serum mencapai >

Page 4: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

100 µg/L dan ST >20%. Iron dextran 100 mg diencerkan dengan

50 ml NaCl 0.9 % diberikan IV selama 1-2 jam pertama

hemodialisis melalui venous blood line. Dosis ini diulang tiap

hemodialisis sampai 10x (dosis mencapai 1000 mg). Evaluasi

status besi dilakukan 2 minggu pasca terapi induksi besi. Bila

target status besi sudah tercapai (FS>100 µg/L dan ST >20%),

lanjutkan dengan terapi pemeliharaan besi. Bila target belum

tercapai, ulangi terapi induksi besi.

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Terapi pemeliharaan besi

Efek samping terapi besi intravena adalah reaksi alergi dan

shock anafilaktik. Kontraindikasi terapi besi, antara lain bila

terdapat reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati berat,

dan kandungan besi tubuh berlebih.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Terapi besi intramuskuler

Merupakan terapi besi alternative bila preparat IV tak tersedia. Jenis preparat

yang tersedia adalah iron dextran. Suntikan pada regio gluteus kuadran luar

atas dengan teknik Z track injection. Dosis ujicoba (0.5ml IM)

Dosis terapi induksi besi:

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Jika FS < 30 µg/L diberikan 6 x 100

mg dalam 4 minggu

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Jika FS 31 µg/L sampai <100>L

diberikan 4 x 10mg dalam 4 minggu

Suntikan besi IM selain terasa sakit, juga dapat menyebabkan komplikasi

abses, perdarahan, dan kemungkinan terjadi myosarkoma pada daerah

suntikan.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Terapi besi oral

Page 5: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

Preparat oral masih bermanfaat terutama pada anemia defisiensi besi yang

tidak mendapat terapi EPO. Akan tetapi sering hasilnya tidak seperti yang

diharapkan karena berbagai hal seperti absorpsi besi yang tidak adekwat

pada pasien hemodialisis dan kurangnya kepatuhan minum obat akibat rasa

mual. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa terapi besi oral tidak

memadai pada pasien yang mendapat EPO, namun demikian tetap saja

dapat diberikan bila preparat IV dan IM tidak tersedia. Dosis minimal 200mg

besi elemental perhari, dalam dosis terbagi 2-3x/hari.

Efek samping terapi besi intravena dan intramuskuler adalah reaksi

alergi dan syok anafilaktik. Obat-obat emergensi untuk mengatasi

keadaan ini harus disediakan sebelum terapi dimulai. Kontraindikasi

terapi besi antara lain bila terdapat hipersensitivitas, gangguan fungsi

hati berat dan kandungan besi tubuh berlebih (iron overload).

<!--[if !supportLists]-->II. <!--[endif]-->Terapi Eritropoietin

Indikasi terapi EPO bila Hb <>> 100 ug/L dan ST > 20%) dan tidak

ada infeksi berat. Kontraindikasi terapi bila terdapat reaksi

hipersensitivitas terhadap EPO dan pada keadaan hipertensi berat.

Hati- hati pada keadaan hipertensi yang tidak terkendali,

hiperkoagulasi dan keadaan overload cairan.

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Terapi induksi EPO.

Mulai dengan 2000-4000 IU/xhemodialisis subkutan, selama 4 minggu,

Target respons yang diharapkan adalah Ht naik 2-4% dalam 2-4 minggu atau

Hb naik 1-2g/dL dalam 4 minggu. Kadar Hb dan Ht dipantau setiap 4 minggu.

Bila target respons tercapai, pertahankan dosis EPO sampai target Hb

tercapai (> 10 g/dL). Bila target belum tercapai naikkan dosis EPO 50 %.

Namun bila Hb naik terlalu cepat, 8 g/dL dalam 4 minggu turunkan dosis EPO

25 %. Selama terapi induksi EPO ini status besi di pantau setiap bulan.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Terapi pemeliharaan EPO.

Page 6: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

Diberikan bila target Hb sudah tercapai > 10 g/dL atau Ht > 30%. Angka ini

lebih rendah dibanding panduan DOQI (Dialysis Outcomes Quality Initiative)

yang menargetkan Hb 11-12 g/dL dan Ht 3336%. Dosis pemeliharaan EPO

yang dianjurkan 1-2 kali 2000 IU/minggu. Selama terapi pemeliharaan Hb/Ht

diperiksa setiap bulan dan status besi setiap 3 bulan.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Bila dengan terapi pemeliharaan EPO

Hb mencapai >12 g/dL , dosis EPO diturunkan sebanyak 25%.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Terapi pemeliharaan besi

Bertujuan untuk menjaga kecukupan persediaan besi untuk eriptropoiesis

selama pemberian terapi EPO, Target terapi menjaga nilai Feritin serum

dalam batas >100 ug/L - <500>20% - <40%.>

Dosis terapi pemeliharaan besi:

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->IV : Iron Dextran 50 mg/minggu

Sodium Ferric Gluconate Complex 62,5 mg 2x /minggu

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->IM : Iron Dextran 80 mg setiap 2

minggu

Selama terapi pemeliharaan besi, status besi diperiksa setiap 3 bulan. Bila

ditemukan:

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Status besi sesuai target: lanjutkan

dosis terapi pemeliharaan besi

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->FS > 500ug/L atau ST >40%,

suplementasi besi di stop selama 3 bulan.

Bila setelah 3 bulan pemeriksaan ulang FS <500>

Respons Terapi EPO Tidak Adekuat:

Pada sebagian kecil pasien yang mendapat terapi EPO gagal

mencapai kenaikan Hb atau Ht yang dikehendaki. Ada banyak faktor

yang mempengaruhi respons EPO. Sebab yang paling sering dijumpai

adalah defisiensi besi fungsional. Disamping itu keadaan

hiperparatiroid sekunder dapat menurunkan respons EPO karena

Page 7: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

hormon ini mengganggu eritropoeisis pada sumsum tulang. Sebab lain

misalnya intoksikasi Aluminium yang mengganggu absorbsi besi dan

menurunkan respons seluler besi. Adanya inflamasi, infeksi atau

penyakit keganasan akan menurunkan respons terapi EPO. Berbagai

sebab lainnya adalah perdarahan kronik, dialisis tidak adekuat,

malnutrisi, defisiensi folat, hemoglobinopati, hemolisis dan penyakit

mielodisplasia.

Efek samping terapi EPO berhubungan dengan hipertensi, kejang

dan hipersensitivitas. Hipertensi dan kejang lebih sering terjadi pada

saat terapi induksi EPO, biasanya bila kenaikan Hb terlalu cepat.

<!--[if !supportLists]-->III. <!--[endif]-->Transfusi Darah

Transfusi darah memiliki risiko terjadinya reaksi transfusi dan

penularan penyakit seperti Hepatitis virus B dan C, Malaria, HIV dan

potensi terjadinya kelebihan cairan (overload). Disamping itu transfusi

yang dilakukan berulangkali menyebabkan penimbunan besi pada

organ tubuh. Karena itu transfusi hanya diberikan pada keadaan

khusus, yaitu:

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Hb <>

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Hb <>

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Perdarahan akut dengan gejala

hemodinamik

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pasien dengan defisiensi besi yang

akan diprogram terapi EPO atau yang telah dapat terapi EPO tapi

respons belum adekuat, sementara preparat besi IV/IM belum

tersedia. Untuk tujuan mencapai status besi yang cukup sebagai

syarat terapi EPO, transfusi darah dapat diberikan dengan hati-

hati.

Target pencapaian Hb dengan transfusi 7-9 g/dL, jadi tidak sama

dengan target pencapaian Hb pada terapi EPO. Transfusi diberikan

dalam bentuk Packed Red Cell, untuk menghindari kelebihan cairan

Page 8: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

diberikan secara bertahap bersamaan dengan waktu hemodialisis.

Bukti klinis menunjukkan bahwa pemberian transfusi sampai Hb 10-12

g/dL tidak terbukti bermanfaat dan menimbulkan peningkatan

mortalitas.

Terapi Adjuvan yang dapat Meningkatkan Optimalisasi Terapi EPO

Beberapa obat di bawah ini dapat meningkatkan optimalisasi terapi EPO,

yaitu:

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Asam folat

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Vitamin B6 dan Vitamin B12

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Vitamin C, terutama bermanfaat pada

anemia defisiensi besi fungsional yang mendapat terapi EPO

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Vitamin D, mempunyai efek langsung

terhadap prekursor eritroid

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Vitamin E, mencegah induksi stres

oksidatif yang diakibatkan terapi besi intra vena.

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Preparat androgen: bersifat

hepatotoksik, karena itu harus digunakan dengan hatihati,

Kesimpulan

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada pasien CKD

yang menjalani Hemodialisis kronik. Defisiensi eritropoietin merupakan

penyebab utama, selain itu adanya defisiensi besi, kehilangan darah kronik,

dll turut berperan dalam kejadian anemia. Pengelolaan anemia hendaknya

bersifat terpadu dengan memperhatikan berbagai aspek seperti mencari

faktor penyebab anemia, mengatasi defisiensi besi, terapi EPO yang optimal

disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, Pemberian transfusi

darah dibatasi pada keadaan tertentu saja, Petugas medis harus waspada

terhadap segala kemungkinan yang potensial timbul akibat efek samping

obat-obat yang diberikan, Berbagai bukti klinis menunjukkan bahwa

Page 9: Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik

pengeloaan anemia yang optimal akan meningkatkan kualitas hidup dan

menurunkankan morbiditas dan mortalitas pasien.

DAFTAR PUSTAKA

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Esbach JW: Anemia in chronic renal

failure. In: Johnson RJ, Feehally J (ed). Comprehensive clinical

nephrology. London: Morby 2000: 71.1-71.6.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Nissenson AR: Introduction to

anemia. Am J Kidney Dis 1998; 32 (suppl 4) : S131-S132.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Van Wijk SB, Stivelman J.

Achieving an optimum hematokrit. In: Owen WF, Pereira BJG,

Sayegh MH (ed). Dialysis and transplantation. Philadelphia: WB

Saunders company 2000: 281-88.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Valderrabano F: Erythropoietin in

chronic renal failure. Kidney Int 1996; 50 : 1373-91.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Konsensus manajemen anemia

pada pasien GGK. PERNEFRI 2000.

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->National Kidney Foundation: Dialysis

Outcomes Quality Initiative (DOQI). Clinical Practise Guidelines. Am

J Kidney Dis 1997; 30 (suppl 3): S192-S240.

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Foley RN : The impact of anaemia in

cardiomyopathy, morbidity and mortality in end-stage renal

disease. Am J Kidney Dis 1996;28: 53-61.

<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Macdougal IC : Strategies for iron

supplementation: oral versus intravenous. Kidney Int 1999; 55 (suppl

69): S61-S66.

<!--[if !supportLists]-->9. <!--[endif]-->Esbach JW,Egrie JC,Downing MR et.al :

Correction of the anemia of end-stage renal disease with recombinan

human erythropoietin: Result of combine phase I and II clinical trial,

New Engl Med 1987; 316: 73-78.