Penanganan Rajungan

13
PENANGANAN FAUNA AKUATIK RAJUNGAN (Portunus pelagicus) Mata Kuliah Pengolahan Hasil Perairan Sabtu, 28 Februari 2015 di Laboratorium Preservasi Bahan Baku dan Diversifikasi Hasil Perairan Asisten : Ferry Manggala Putra Annisa Rahma Fatmala C34130030 Kelompok 9

description

cara penanganan

Transcript of Penanganan Rajungan

PENANGANAN FAUNA AKUATIKRAJUNGAN (Portunus pelagicus)

Mata Kuliah Pengolahan Hasil PerairanSabtu, 28 Februari 2015 di Laboratorium Preservasi Bahan Baku dan Diversifikasi Hasil PerairanAsisten : Ferry Manggala Putra

Annisa Rahma FatmalaC34130030Kelompok 9

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2015PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya perikanan laut merupakan salah satu hal yang penting sebagai sumber pangan dan komoditi perdagangan. Perikanan disini termasuk didalamnya mencakup penangkapan dan budidaya. Peningkatan produksi perlu dilakukan dalam bidang perikanan. Peningkatan tersebut terutama ditopang dari usaha budidaya perikanan. Peningkatan produksi bagi penangkapan ikan di laut diupayakan bagi sumberdaya yang masih rendah tingkat pemanfaatannya tetapi memiliki potensi yang melimpah. Data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (DKP 2008) menunjukkan bahwa produksi perikanan Indonesia meningkat rata-rata sebesar 3,39% dari tahun 2000-2007, sementara itu berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan potensi sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,26 juta ton per tahun, terdiri dari jenis ikan pelagis besar 1,05 juta ton; pelagis kecil 3,24 juta ton; demersal 1,79 juta ton; udang 0,08 juta ton; cumi-cumi 0,03 juta ton; dan ikan karang 0,08 juta ton. Data tersebut menunjukkan bahwa potensi perikanan Indonesia cukup besar sebagai salah satu negara produsen ikan konsumsi laut dunia.Rajungan (Portunus pelagicus, Linn) adalah salah satu komoditas ekspor penting pada sektor perikanan. Rajungan yang diekspor memiliki permasalahan yang sering terjadi. Permasalahan tersebut yaitu sering terjadinya shell, cangkang, dan lemak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan bahan dan penurunan mutu bahan baku. Rajungan menurut Sugeng et al. (2003) banyak dimanfaatkan baik untuk industri pengalengan maupun konsumsi langsung Rajungan termasuk salah satu hasil perikanan yang umumnya bersifat perishable food (mudah rusak/busuk).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan penanganan dan teknik preparasi rajungan dan menganalisis penyebab terjadinya permasalahan pada saat ekspor seperti shell, cangkang, dan lemak.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 28 Februari 2015 di Laboratorium Preservasi Bahan Baku dan Diversifikasi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah rajungan, es curai, dan air. Alat yang digunakan pada praktikum ini pisau bedah stainless steel, gunting, alat pencapit, talenan, sarung tangan, masker, dan ember.

Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum kali ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan uji organoleptik pada rajungan, kemudian rajungan difoto dan digambar. Tahap kedua, rajungan segar ditimbang kemudian dilakukan pengukusan selama 30 menit. Tahap ketiga dilakukan preparasi dengan bagian cangkang atas diambil terlebih dahulu. Tahap keempat dilakukan pengambilan daging dari kedua ruas rajungan dengan urutan dari ruas kaki renang ke kaki jalan. Tahap kelima dilakukan pengambilan daging pada kaki capit. Rendemen semua bagian dicatat kemudian dilakukan penimbangan. Adapun diagram alir prosedur kerja praktikum kali ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Rajungan

Diamati mutu, digambar, dan difotoPenimbangan setelah pengukusanSampel dikukus selama 30 menitLump flowerPreparasi rajunganJumbo lumpClaw meatClaw finger

Gambar 1 Diagram alir metode penanganan rajunganKeterangan : awal / akhir proses

proses

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan sampel yang digunakan pada praktikum penanganan fauna akuatik kali ini. Rajungan memiliki daging yang berbeda-beda. Perbedaan daging ini pun mempengaruhi adanya perbedaan rendemen dari masing-masing bagian daging tersebut. Perbedaan rendemen daging rajungan tersaji dalam Tabel 1.Tabel 1 Hasil rendemen rajunganKelompokRendemen (gram)

Jumbo lumpLump flowerClaw meatClaw finger

116171215

211311,5

38316

47261113

54422

68435

78636

865112

911286

107584

117315

125216

13391313

1415161010

151280,1 0,1

1614131819

Rata-rata8.8757.8756.4437,1

Pengamatan pada preparasi rajungan menunjukkan adanya perbedaan nilai rendemen dari masing-masing daging rajungan. Hasil rata-rata rendemen dari rajungan menunjukkan bahwa rendemen terbesar dimiliki oleh jumbo lump dengan bobot 8.875 gram, dan rendemen terkecil dimiliki oleh claw meat dengan bobot 6.443 gram, sedangkan lump flower dan claw finger memiliki rendemen berturut-turut sebesar 7.875 gram dan 7.1 gram.

Pembahasan

Daging rajungan bisa memenuhi syarat mutu dan keamanan dengan nilai organoleptik baik (minimal 7). Hal ini sesuai dengan SNI 01-6929.2-2002 antara lain bahan baku berupa rajungan (Portunus pelagicus) segar yang belum mengalami penyiangan atau pengolahan lain, tidak berasal dari perairan yang tercemar baik oleh pencemaran kimia, biologi maupun fisika, secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik sekurang-kurangnya kenampakan utuh, bersih, cemerlang, cangkang keras, kokoh, dan kuat serta bau segar spesifik. Syarat nilai organoleptik daging jumbo lump minimal 7, yaitu bentuk utuh, sedikit ada serpihan daging, warna daging putih susu kusam, banyak warna kekuningan, cemerlang, dan menarik, memiliki bau segar dan khas rajungan segar kukus, rasa manis, enak, gurih, dan tekstur serat kuat, kompak, kenyal, dan elastis. Syarat nilai organoleptik daging regular minimal 7, yaitu minimal kenampakan utuh, warna daging putih susu kusam, kekuningan, aroma segar, harum khas rajungan segar kukus, rasa manis, enak, gurih, dan tekstur serat kuat, kompak, kenyal, dan elastis. Syarat nilai organoleptik daging claw meat (paha, capit, dan kaki) minimal 7, yaitu kenampakan warna daging kecoklatan cerah, serpihan rata atau seragam, bersih, cemerlang, menarik, bau segar harum khas rajungan segar kukus, rasa manis, enak, dan gurih, dan tekstur serat kuat, kompak, kenyal, dan elastis.Mutu rajungan ditentukan oleh keadaan fisik dan organoleptik (kenampakan, bau, dan tekstur). Kesegaran bentuk atau produk yang akan digunakan dalam penelitian (collosal, jumbo lump, lump flower, backfin, special, regular, leg, claw finger dan claw meat) tidak boleh ada yang kurang dari kententuan yang ditetapkan. Kemunduran mutu rajungan ditandai oleh terjadinya perubahan cita rasa (flavor) dan bau (odor), dimana daging kepiting atau rajungan segar mempunyai bau dan rasa segar khusus, manis dengan taste yang enak (Asri 2006).Daging rajungan memiliki beberapa jenis jika digolongkan berdasarkan mutunya. Daging rajungan menurut BBPMHP (1995) digolongkan menjadi tiga tingkatan mutu, yaitu mutu 1 (daging super/jumbo lump), yaitu daging badan yang terletak di bagian bawah (berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna putih. Mutu 2 (daging regular), yaitu daging badan yang berupa serpihan-serpihan, terletak disekat-sekat rongga badan berwarna putih. Mutu 3 (daging merah/claw meat), yaitu daging rajungan yang berada di kaki dan capit, berwarna putih kemerahan. Daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima jenis daging, yaitu jumbo lump atau collosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang berhubungan dengan kaki renang. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging jumbo. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang berupa serpihan-serpihan. Claw meat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari rajungan. Claw finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.Penanganan rajungan di industri terdiri atas beberapa tahap. Tahap awal yaitu penerimaan bahan baku untuk memulai proses produksi, sehingga diperlukan penanganan bahan baku yang baik. Bahan baku yang diterima berupa daging rajungan yang telah dikukus dan dikemas dalam toples atau plastik serta telah dipisahkan menurut jenis dagingnya (Jumbo, Backfin, Flower, Special,danClaw meat). Mutu awal bahan baku sangat menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan pengolahan bersifat mempertahankan mutu bahan baku. Oleh sebab itu, pada saat penerimaan bahan baku dilakukan pengecekan mutu secara organoleptik, mikrobiologi serta keberadaan chloramphenicol. Tahapan yang dilakukan pada proses penerimaan bahan baku meliputi pembongkaran, penimbangan, dan pengecekan mutu bahan baku. Proses pembongkaran bahan baku dariminiplantdilakukan maksimal penerimaan sekitar jam 10 pagi dengan segera, saniter serta terlindung dari sinar matahari langsung dengan suhu pusat daging pada saat penerimaan maksimal 50C (Sulkifil et al. 2009).Penimbangan dilakukan sesegera mungkin setelah bahan baku di bongkar dari kendaraan pengangkut. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui kesesuaian berat bahan baku daging rajungan dengan yang tertera dalam surat jalan dari supplieratauminiplantatau sebagai media pengecekan. Teknik penimbangan tersebut dilakukan dengan menimbang daging yang dikemas dengan toples terlebih dahulu. Setelah daging dalam toples tidak ada lagi, dilakukan penimbangan daging rajungan yang di dalam plastik. Pengecekan awal terhadap mutu bahan baku daging rajungan dilakukan setelah penimbangan. Pengecekan ini meliputi pengujian mutu bahan baku secara organoleptik dan mikrobiologi. Pengujian organoleptik yang dilakukan parameter warna, tekstur, bau dan penampakan daging. Kondisi rajungan yang baik ditandai dengan warna yang cemerlang, tekstur kompak, tidak mudah pecah, bau khas rajungan segar serta kenampakan daging utuh. Pengujian secara mikrobiologi dilakukan utnuk bahan baku yang berasaldari supllier atauminiplantbaru. Jika hasil pengujian mikrobiologi telah memenuhi standar, maka pengujian selanjutnya dilakukan paling sedikit 2 kali dalam sebulan. Daging rajungan yang telah memenuhi standar mutu perusahaan dengan segera langsung dilanjutkan ke proses selanjutnya, namun apabila terdapat daging yang tidak memenuhi standar dipisahkan agar tidak tercampur dengan daging yang mutunya baik. Proses penimbangan dan pengecekan organoleptik dilakukan di ruang tertutup dengan suhu ruang 250C (Sulkifil et al. 2009).Proses penanganan selanjutnya adalah pemasakan. Rajungan utuh segar dimasak menggunakan alat pemasak (pengukusan) pada suhu 80-900C selam 20-40 menit yang disesuaikan dengan ukuran bahan baku. Rajungan yang telah direbus kemudian dilakukan pengambilan daging secara hati-hati dengan cara memecah cangkang rajungan dan mengambil dagingnya dengan menggunakan alat pengambil daging. Pada saat pengambilan daging, kebersihan harus tetap dijaga dengan suhu dingin maksimum 5OC. Proses selanjutnya adalah sortasi, penimbangan daging, dan pengiriman (Sulkifil et al. 2009).Sifat rajungan yang mudah mengalami pembusukan dapat menimbulkan masalah dalam pendistribusiannya, terutama untuk keperluan ekspor yang memerlukan persyaratan mutu cukup ketat. Adanya permasalahan tersebut bisa diatasi apabila sejak awal rajungan sudah mendapatkan penanganan yang baik. Selanjutnya rajungan diolah menjadi produk pangan yang bisa tahan terhadap proses pembusukan (Asri 2006). Jika limbah rajungan tidak dimanfaatkan secara optimal, akan membuat peningkatan jumlah volume produksi pengolahan rajungan yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Selama ini hanya by product jenis padat yaitu berupa cangkang atau karapas rajungan yang banyak dimanfaatkan untuk bahan baku industri pakan dan chitin-chitosan, sedangkan by product berupa cairan belum dimanfaatkan dan terbuang sebagai limbah cair. Volume limbah cair yang dihasilkan industri rajungan yang diolah secara mekanis mencapai 29-44 m3/ton rajungan, sedangkan yang diolah secara konvensional berkisar antara 1-2 m2/ton rajungan (Ibrahim et al. 2005).Preparasi pada salah satu fauna akuatik, yaitu rajungan memiliki daging yang berbeda-beda dengan rendemen yang berbeda pula. Daging rajungan yang dipreparasi kelompok 9 merupakan rajungan betina yang memiliki bobot awal sebesar 118 gram seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 2, namun bobot ini mengalami penyusutan setelah rajungan dikukus selama 30 menit menjadi 117 gram seperti yang dapat terlihat pada Lampiran 3. Rajungan yang sudah dikukus mengalami perubahan, mulai dari warna cangkang sampai bagian dalam rajungan yang berupa daging seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Preparasi rajungan dilanjutkan dengan pembukaan cangkang dan pemisahan bagian-bagian daging rajungan, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Rendemen dari setiap bagian daging pada rajungan ini memiliki perbedaan, seperti pada daging jumbo lump yang utuh memiliki bobot sebesar 3 gram seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan pada daging jumbo lump yang dicacah menjadi serpihan memiliki bobot seberar 8 gram seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Daging lump flower memiliki bobot 2 gram, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan daging claw meat memiliki bobot 8 gram seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 8, dan daging claw finger memiliki bobot sebesar 6 gram seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 9. Daging terbesar yang dimiliki rajungan betina ini adalah jumbo lump, sedangkan daging terkecil rajungan betina ini adalah lump flower. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Sulkifil et al. (2009), bahwa bobot rata-rata collosal berkisar 10 gram, bobot jumbo lump berkisar 4-10 gram, dan backfin berkisar 2-4 gram.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rajungan memiliki daging yang berbeda-beda berdasarkan pada letaknya. Daging rajungan ini memiliki bobot, warna, tekstur, dan rasa yang berbeda pula. Daging rajungan yang memiliki bobot terbesar adalah jumbo lump, dan daging rajungan yang memiliki bobot terkecil adalah claw meat. Perbedaan cara preparasi rajungan akan menghasilkan kualitas daging rajungan yang berbeda, semakin baik preparasi maka kualitas daging rajungan yang didapat akan semakin baik.

Saran

Preparasi rajungan harus dilakukan dengan cara yang benar, teliti, dan bersih atau hygiene. Perlakuan tersebut dimaksudkan agar saat preparasi dilakukan tidak akan ada kesalahan yang terjadi, seperti tertinggalnya serpihan daging di dalam cangkang atau bagian daging yang diminta sesuai permintaan tidak bisa terpenuhi. Preparasi yang baik akan menghasilkan mutu daging rajungan yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Asri I. 2006. Mengkaji pengaruh penyimpanan rajungan (Portunus pelagicus, Linn) mentah dan matang di mini plant terhadap mutu daging di plant. [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.[BBPMHP] Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 1995. Laporan Pengembangan Pengolahan Kepiting Bakau dan Rajungan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan.[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Daging Rajungan (Portunus pelagicus) dalam Kaleng secara Pasteurisasi Bagian 2: Persyaratan Bahan Baku. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Jaya produk perikanan Indonesia [internet]. [diunduh 2015 Maret 02]. Tersedia pada: http://pdn.dkp.go.id.Ibrahim UB, Trilaksani W, Nurhayati T, dan Riyanto B. 2005. Proses recovery bahan flavor pada limbah cair pengolahan rajungan dengan teknologi reverse osmosis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14(1): 23-27.Sugeng, Sapto PR, Subiyanto, Hadi P. 2003. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus) di Tambak. Jepara (ID): BBPBAP. Sulkifil, Baso A, dan Susanto. 2009. Peningkatan pendapatan nelayan kepiting rajungan (Portunus pelagicus) melalui pendekatan agribisnis di Kabupaten Maros, Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 19(3): 150-158.

LAMPIRAN

Lampiran 1 RajunganLampiran 2 Penimbangansetelah pengukusanrajungan sebelum perebusan

Lampiran 3 Penimbangan Lampiran 4 Anatomi organrajungan setelah perebusan dalam rajungan

Lampiran 5 PenimbanganLampiran 6 Penimbanganjumbo lump berdaging utuhjumbo lump cacah

Lampiran 7 PenimbanganLampiran 8 Penimbanganlump flowerclaw meet

Lampiran 9 Penimbanganclaw finger