PENANGANAN PTERIGIUM REKUREN

14
PENANGANAN PTERIGIUM REKUREN DEFINISI Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Asal kata pterigium adalah dari bahasa yunani, yaitu yang artinya sayap. EPIDEMIOLOGI Pterigium banyak tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah beriklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium meningkat dengan umur, terutama decade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 tahun dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda dari pada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih beresiko dari pada perempuan dan berhubungan dengan riwayat terpapar lingkungan di luar rumah. FAKTOR RESIKO Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter. 1. Radiasi ultraviolet Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterigium adalah terpapar sinar matahari. Sinar

description

medis

Transcript of PENANGANAN PTERIGIUM REKUREN

Page 1: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

PENANGANAN PTERIGIUM REKUREN

DEFINISI

Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip

daging yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif. Asal kata pterigium adalah dari bahasa yunani, yaitu yang artinya

sayap.

EPIDEMIOLOGI

Pterigium banyak tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah beriklim

panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Pasien di bawah umur

15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium meningkat dengan umur, terutama

decade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 tahun dan 49.

Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda dari pada umur tua. Laki-laki 4

kali lebih beresiko dari pada perempuan dan berhubungan dengan riwayat terpapar

lingkungan di luar rumah.

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi

ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterigium adalah

terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva

menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah,

penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan

berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium,

kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan

pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat

Page 2: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

ini merupakan teori baru patogenesis dari pterigium. Wong juga menunjukkan adanya

pterigium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis

sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel

tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.

PATOGENESA

Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada

orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima

tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap

matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor

iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear

film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya

insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem

cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan

dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial

fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan

vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat

pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai

dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi

limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala

dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi

kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga

ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium

merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat

sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan phenotype,

pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah

dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterigiun

menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix

metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,

Page 3: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterigium cenderung terus

tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.

GAMBARAN KLINIS DAN KLASIFIKASI

Pterigium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa

unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterigium yang terletak di

nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterigium di daerah temporal

jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterigium

dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan,

menyebabkan penglihatan kabur.

Secara klinis pterigium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva

yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi

dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel

kornea anterior dari kepala pterigium (stoker's line).

Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap. Bagian

segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus disebut body,

sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap atau

halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.

Pembagian pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :

- Progresif pterigium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala

pterigium (disebut cap pterygium).

- Regresif pterigium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk

membran tetapi tidak pernah hilang.

Pada fase awal pterigium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi

ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan

fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya

pergerakan mata. Pembagian lain pterigium yaitu :

1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat dijumpai

pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering

mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami

keluhan lebih cepat.

2. Tipe II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,

berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.

Page 4: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

3. Tipe III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas

terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke

fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.

Pterigium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :

1. Derajat 1 : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.

2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati

kornea.

3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam

keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

4. Derajat 4 : pertumbuhan pterigium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.6

DIAGNOSA BANDING

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu

pinguekula dan pseudopterigium. Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan

dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami

inflamasi. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pinguekula sering

pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan.

Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.

Pertumbuhan yang mirip dengan pterigium, pertumbuhannya membentuk sudut

miring seperti pseudopterigium atau Terrien's marginal degeneration. Pseudopterigium mirip

dengan pterigium, dimana adanya jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva

bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi

permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma

bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterigium, cirinya tidak

melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati

bagian bawah pseudopterigium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada

pterigium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body dan

pseudopterigium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan true

pterygium.

PENATALAKSANAAN

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan

menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan

Page 5: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2.

Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata

pelindung ultraviolet.

Indikasi eksisi pterigium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya

ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan pertumbuhan

yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan pergerakan bola mata.

Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang licin.

Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterigium dengan menggunakan pisau

yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah

pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma

jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.

Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk

melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus.

Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.

2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek

konjungtiva sangat kecil).

3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva

digeser untuk menutupi defek.

4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah

konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.

5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai

dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium, mengurangi

fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan

TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterigium. Pemberian mytomicin C dan beta

irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi baru dengan

menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.

KOMPLIKASI

Komplikasi pterigium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva dan kornea,

pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, skar pada otot

Page 6: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah malignan

degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium yang ada.

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft oedem, graft

hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts,

skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang

terbanyak adalah rekuren pterigium post operasi.

PROGNOSA

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada

hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi

dapat beraktivitas kembali.

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk

mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau

antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterigium

dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi

membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau karena

terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi

terpapar sinar matahari.

TEKNIK BARE SCLERA

- Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal.

- Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum.

- Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc.

- Dilakukan eksisi badan pterigium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir limbus.

Kemudian pterigium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah badannya dengan

menggunakan gunting1-6.

TEKNIK CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT

- Setelah pterigium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur.

- Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih besar

1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.

- Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi konjungtiva

dari tenon selama pengambilan autograft.

Page 7: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

- Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan digraft.

- Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl 8.0

Page 8: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

KESIMPULAN

Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan

merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di karenakan oleh

letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga banyak terpapar oleh sinar

ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab dari piterigium. Pterigium banyak

diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas laki-laki lebih banyak di luar ruangan, serta

dialami oleh pasien di atas 40 tahun karena faktor degeneratif.

Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik),

bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing hingga

perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.

Terapi dari pterigium umumnya tidak perlu diobati, hanya perawatan secara

konservatif seperti memberikan anti inflamasi pada pterigium yang iritatif. Pada pembedahan

akan dilakukan jika piterigium tersebut sudah sangat mengganggu bagi penderita semisal

gangguan visual, dan pembedahan ini pun hasilnya juga kurang maksimal karena angka

kekambuhan yang cukup tinggi mengingat tingginya kuantitas sinar UV di Indonesia.

Walaupun begitu penyakit ini dapat dicegah dengan menganjurkan untuk memakai kacamata

pelindung sinar matahari.

Page 9: PENANGANAN  PTERIGIUM  REKUREN

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium. Diunduh dari :

http://www.aao.org/aao/publications /eyenet /201011/ pearls.cfm?. 2010

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. hal:2-6,

116 – 117. 2007

3. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. Jogjakarta : Bagian Ilmu

Penyakit Mata FK UGM. 2007

4. Fisher JP, Trattler WB. Pterygium. Diunduh dari :http://emedicine.medscape.com/

article/ 1192527-overview. 2011

5. Riordan P, Whitcher JP. Voughan & Asbur’s General Ophthalmology 17th edition.

Philadelpia : McGrawHill. 2007

6. Lang GK. Pterygium. In : Atlas Ophthalmology a Short Textbook. New York :

Thieme. 2000

7. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6. Philadelphia:

Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.

8. Miller SJH. Parson’s Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill Livingstone ;

1996. p.142