Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

25
PENALARAN SEBAGAI CARA MERUMUSKAN KESIMPULAN KARYA TULIS Diajukan untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Dalam Peningkatan Wawasan Keagamaan (Imtaq) Guru SD, SLTP, dan SLTA Tingkat Nasional Tahun 2003 Derektorat Jenderal Pendidikan Nasional oleh Nama : Dra. N. Sukartinah NIP : 131408342 Jabatan : Guru Bahasa Indonesia SMU Negeri 5 Tangerang

Transcript of Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Page 1: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

PENALARAN SEBAGAI CARA MERUMUSKAN KESIMPULAN

KARYA TULIS

Diajukan untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Dalam Peningkatan Wawasan Keagamaan (Imtaq) Guru SD, SLTP, dan SLTA Tingkat Nasional Tahun 2003 Derektorat Jenderal

Pendidikan Nasional

oleh

Nama : Dra. N. Sukartinah

NIP : 131408342

Jabatan : Guru Bahasa Indonesia

SMU Negeri 5 Tangerang

TANGERANG

2003

Page 2: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan karena petunjuk serta kehendak-Nya pula penulis dapat menyelesaikan

pembuatan karya tulis dengan judul “Penalaran Sebagai Cara Untuk Menarik Kesimpulan.”

Penulis menyadari bahwa hasil pekerjaan bagaikan “Tiada Gading Yang Tak Retak.” Maka

dari itu kritik dan saran sangatlah penulis nantikan.

Selanjutnya disertai dengan keyakinan, karya tulis dapat diwujudkan berkat bantuan semua

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penulisan karya tulis ini.

Tangerang,

Penulis

Dra. N. Sukartinah

Page 3: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Abstrak

Penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menghubung-hubungkan data atau fakta-fakta

yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Supaya kesimpulan itu benar, cara kita

menghubung-hubungkan data tidak boleh sembarangan. Kita harus melakukan secara cermat

dengan berdasarkan pikiran yang logis. Penalaran yang salah akan menuntun kita pada

kesimpuan atau pendapat yang salah.

Kesalahan membuat kesimpulan tidak hanya ditentukan oleh kekeliruan dalam cara

bernalar, tetapi dapat pula oleh datanya yang tidak benar. Oleh karena itu, sebelum melakukan

penalaran, perlu diketahui benar tidaknya data yang disimpulkan itu.

Penalaran ada dua macam :

1. Penalaran Induksi

2. Penalaran Deduksi

Melalui penalaran kita dapat memasukkan materi dari pelajaran agama. Khususnya agama

Islam untuk logika / penalaran ini penulis mengambil contoh salah satunya dari surat Ali Imron

ayat 185 mengenai kebakhilan dan dusta serta balasannya, klausa pertama dari ayat tersebut

dapat kita jadikan proposisi dan menghasilkan beberapa kesimpulan.

Dari contoh di atas dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa.

Page 4: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Abstrak

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

Latar Belakang

Bab II Permasalahan

Bab III Pembahasan

Bab IV Kesimpulan

Daftar Pustaka

Page 5: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

PENALARAN

Penalaran sebagi Cara Merumuskan Kesimpulan

BAB I

A. Latar belakang masalah

1. Penalaran Induksi :

1.1 Penalaran induksi generalisasi

1.2 Penalaran induksi analogi

1.3 Penalaran induksi sebab-akibat / akibat-sebab

2. Penalaran Deduksi

2.1 Penalaran deduksi dengan satu premis

2.2 Silogisme

2.3 Entimen

2.4 Deduksi yang salah

3. Dengan penalaran kita mudah menarik kesimpulan

B. Pengertian

1. Penalaran harus melalui latihan

2. Penalaran sebaiknya diberikan kepada siswa mulai di sekolah

C. Maksud / Tujuan

1. Memberikan pemahaman tentang pentingnya penalaran bagi seseorang

2. Memberikan gambaran bahwa kesimpulan berdasarkan penalaran dapat dibuktikan

kebenarannya

3. Proposisi yang benar menghasilkan kesimpulan yang benar

4. Proposisi yang salah menghasilkan kesimpulan yang salah

Page 6: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

BAB II

Permasalahan

Benarkah penalaran sebagai cara merumuskan kesimpulan?

BAB III

Pembahasan

Penalaran yaitu menghubung-hubungkan data sehingga sampai pada kesimpulan atau

pendapat. Dengan kata lain penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik (susunan ;

aturan) untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan.

Penalaran ada dua macam :

1. Penalaran Induksi :

1.1 Penalaran induksi generalisasi

1.2 Penalaran induksi analog

1.3 Penalaran induksi sebab-akibat / akibat-sebab

2. Penalaran deduksi :

2.1 Penalaran deduksi dengan satu premis

2.2 Silogisme

2.3 Entimen

2.4 Deduksi yang salah

Page 7: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

1. Penalaran Induksi

Penalaran induksi adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau

sikap yang berlaku berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus. Penalaran induksi dapat

digambarkan dalam diagram berikut

1.1. Penalaran Induksi Generalisasi

Pada penalaran ini kita memerlukan fakta-fakta yang bersifat khusus tentu saja

memiliki kesamaan, kemudian kita hubung-hubungkan sehingga mendapatkan

kesimpulan.

Contoh :

Emas apabila dipanaskan memuai. Perak apabila dipanaskan memuai. Perunggu

apabila dipanaskan memuai. Begitu pula dengan besi, alumunium, platina, apabila

dipanaskan memuai. Semua jenis logam dipanaskan memuai.

Pengiriman surat permohonan gugatan, jawaban tergugat, replik, duplik, pembuktian,

putusan hakim. Hal tersebut merupakan kasus perdata.

1.2. Penalaran Induksi Analogi

Dalam penalaran induksi analogi kita membandingkan dua hal atau lebih yang

banyak persamaannya. Kita dapat menarik kesimpulan apabila sudah ada persamaan

dalam berbagai segi, akan ada pula persamaan dalam bidang yang lain.

KhususKhusus

KhususKhusus

KhususKhusus

U

M

U

M

U

M

U

M

Page 8: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Penalaran analogi terdiri atas :

1.1.1 Analogi untuk, rumus A + B = AB (minimal tiga paragraph)

Contoh :

Kolusi – Mengkolosi

Oleh Zaim Saidi

Seseorang perempuan diketahui terserang kanker ganas dan hamper meninggal.

Konon, hanya ada satu obat yang baru ditemukan oleh seorang tabib yang dapat

menyembuhkannya. Sang tabib memasang harga $ 2000 AS, sepuluh kali lipat biaya

pembuatannya. Maka Heinz, sang suami, pergi kesana kemari untuk berhutang. Malang,

dia hanya mampu mengumpulkan sebagian dari yang dibutukan. Kepada sang tabib Heinz

memohon keringanan, agar dia dapat membeli obat itu atau mengicil dengan lebih

murah. : Isteriku dalam keadaan sekarat. Tolonglah,” ujar Heinz mengiba “tidak,” jawab

sang tabib, tanpa bnyak komentar. Esoknya Heinz mendobrak toko sang tabib dan

mencuri pil untuk isteri tercintanya.

Lawrence Kohlberg, seorang psikolog, “mengarang” cerita itu untuk mengetahui

perkembangan moral seseorang. Pertanyaan yang diajukan adalah : “ haruskah sang suami

melakukan perbuatan itu ? ”Tentu, tidak akan ada jawaban yang ideal. Kalau Heinz tidak

mencuri berarti ia seorang yang jujur tapi tega membiarkan isterinya meninggal tapi kalu

pencurian itu dia lakukan berarti Heinz adalah seorang penjahat yang menyayangi

isterinya.

Menurut Kohlberg, setiap orang akhirnya memang akan mengambil sikap berbeda-

beda adat terhadap kasus semacam itu. Tegantung pada kesadaran moralnya. Dan dalam

hidup ini terbukti sulit untuk dapat berhitam putih saja. Dalam kasus Heinz di atas, kita

akan terombang-ambing mengesahkan pencurian versus menelantarkan isteri.

Kohlberg memang ingin menujukan bahwa kesadaran moral seseorang itu bertingkat-

tingkat, dari rendah sampai tinggi. Baik mereka yang membenarkan maupun menyalahkan

tindakan Heinz akan member alas an berbeda, tergantung kesadaran nuraninya.

Page 9: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

“Seseorang yang kesadaran moralnya rendah akan mendasarkan keputusan kepada

“hukuman”. Sebaliknya, orang berkesadaran moral tinggi, mengambil sikap atas prinsip-

prinsip etika yang universal.

Maka, menurut teori Kohlberg ini, orang yang kesadaran moralnya rendah akan

memberikan alas an, misalnya saja “daripada dia disalahkan dan dihukum karena

membiarkan isterinya meninggal, lebih baik mencuri”, untuk membenarkan tindakan

Heinz. Sebaliknya orang yang menyalahkan Heinz, mungkin memberikan alasan “daripada

dipenjara karena mencuri, lebih baik membiarkan isterinya meninggal.” Pendeknya

pertimbangan adalah rasa takut akan hukuman. Bagaimana dengan orang-orang

berkesadaran tinggi ?. pasti ada yang membenarkan dan menyalahkan Heinz, hanya

pertimbangannya lain. Bukan karena takut melainkan prinsip.

Orang berkessadaran moral tinggi membenarkan Heinz dengan pertimbangan bahwa

“menyelamatkan nyawa” adalah prinsip utama. Benar, mencuri adalah perbuatan tidak

jujur dan jahat. Tapi “tidak sejahat” membiarkan seseorang mati sia-sia. Sebaliknya

meraka yang menyalahkan Heinz, memberikan alas an “seseorang harus berpegang teguh

pada prinsip moral “nyawa seseorang jelas harus diselamatkan, tapi tidak dengan

melanggar prinsip etis lainnya, yakni berlaku jujur. Pasti ada jalan lain yang lebih dapat

dibenarkan.

Jelas bahwa dalam kenyataan sehari-hari kita sering dihadapkan pada dilema moral

semacam itu. Banyak diantara kita dalam posisi Heinz. Baru- baru ini, misalnya seorang

pekerja bangunan di tangkap karena membunuh temannya sendiri, dan mencoba merampok

harta yang tidak seberapa. Kepada petugas dia mengakui melakukan kekejian itu karena

menerima surat isterinya di kampung menggambarkan perlu uang untuk selamatan nujuh

bulan anak mereka. Banyak orang mencuri demi memberi makan anak dan isteri. Kita

memang boleh tidak acuh dengan persoalan orang-orang ini karena tidak terlibat. Tapi

bagaimana kalau kita terlibat di dalamnya?

Contoh sehari-hari adalah pada kita menghadapi jajaran birokrasi, entah untuk urusan

KTP, akta kelahiran, surat nikah, atau kena tilang polisi. Kita semua tahu dan merasakan,

sedang berhadapan dengan pegawai kecil dengan gaji lebih kecil lagi adalah biasa : semua

Page 10: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

urusan perlu “ Uang administrasi”, “ uang pelumas”, “uang damai”, atau apapun namanya.

Bukanlah disini sesungguhnya kita dihadapkan pada dilema moral?

Kita bisa bilang karena mereka pegawai kecil, perlu uang tambahan, dan sebagai rasa

terima kasih atas “ bantuan” mereka, kita rela memberikan berbagai pungli itu. Tapi

tidaklah hal ini sangat problematis ! perbuatan korupsi itu sendiri jelas tercela. Dengan

menuruti kemauan mereka kita membiarkan perbuatan jahat itu berlangsung. Akhirnya

benar, urusan pun terkatung-katung kecuali ada campur tangan rupiah. Lebih dari itu

akibatnya adalah ketidakadilan terhadap mereka yang tidak mampu. Layanan umum

birokerasi, akhirnya hanya berjalan bagi orang yang berduit. Peraturan dan hukum menjadi

pilih kasih.

Saudara boleh seorang insinyur, dokter, pengusaha, apa saja. Kyai sekalipun.

Begitulah yang kita jalani sehari-hari. Kita berada dalam situasi yang runyam, tapi kita

anggap beres-beres saja. Banyak orang berkorupsi, dan kita rela dikorupsi. Ada pihak yang

mengajak kolusi karena banyak yang senang dikolusi. Masalah skala bukan lagi menjadi

soal. Kita sudah sangat terlatih kok. Kata seorang yang ada teri, makan teri, yang bersedia

kakap sifat kakap. Kita membuat KTP ya urusannya dengan pegawai kecil kelurahan

berskala lima ribuan. Kita memperoleh kasasi ya urusannya dengan para hakim agung dan

berskala miliaran. Apa bedanya? Kita senang urusannya beres, mereka bahagia kantong

beres.

Kalau Kohlberg sekali lagi melakukan riset, dengan kita sebagai responden, boleh

jadi hasilnya sedikit berbeda. Tingkat kesadaran moral yang ditemukannya mungkin

bertambah satu. Selain dari yang “ berkesadaran moral tinggi sampai rendah “, adalah

kelompok “ tanpa kesadaran moral.”

Dari “Refleksi”

Republika, 5 Mei 1996 : 2

1.1.2 Analogi sebagian, rumus A/B =A/B = AB (minimal satu paragraf)

Page 11: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Contoh :

Seorang bayi dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih. Bayi akan dibentuk

pribadinya sesuai dengan didikan yang diterimanya seperti kertas dapat diisi dengan

berbagai hal sesuai dengan keinginan pemiliknya. Bila bayi dididik dengan baik, dia akan

seperti kertas yang diisi dengan hal yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Jadi, membentuk kepribadian baik seorang anak ibarat menulis kertas putih dengan hal-hal

yang bermanfaat.

1.3. Penalaran Induksi Sebab-akibat/ Akibat –sebab

Hubungan sebab-akibat mulai dari beberapa fakta yang menjadi sebab yang kita

ketahui. Dengan menghubungkan fakta yang satu yang lain dapatlah kita sampai kepada

kesimpulan yang menjadi akibat dari fakta itu, atau sebaliknya.

Contoh penalaran induksi sebab-akibat :

Korupsi, kolusi, dan nepotisme mengakibatkan reformasi.

Contoh penalaran induksi akibat-sebab :

Setiap umat hidup rukun. Setiap bangsa Indonesia memiliki adat istiadat. Setiap

warga Negara berdeda pendapat tetapi satu tujuan. Setiap warga bermusyawarah untuk

mufakat. Setiap bangsa Indonesia memperoleh keadilan yang merata. Ini karena pancasila

berusaha menjamin hidup di Indonesia.

Dari contoh di atas proses induksi menghasilkan suatu pengetahuan baru di akhir

paragraf sebagai sebuah / suatu kesimpulan.

Penalaran Deduksi

U

M

U

M

U

M

U

M

KhususKhusus

KhususKhusus

KhususKhusus

Page 12: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Dari contoh deduksi dimulai dengan suatu premis, yaitu pernyataan dasar untuk menarik

kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya, apa yang

dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada dalam pernyataan itu. Jadi

sebenarnya proses deduksi tidak menghasilkan suatu penghasilan baru, tetapi kesimpulan yang

konsisten dengan pernyataan dasarnya.

Implikasi :

1. Keterlibatan atau keadaan terlibat

2. Yang termasuk atau simpul

3. Yang disugestikan, tetapi tidak dinyatakan

2. Penalaran deduksi :

2.1 Penalaran deduksi dengan satu premis

Contoh diambil dari surat Ali Imron ayat 185

Kebakhilan dan Dusta serta balasannya

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat

sajalah disempurnakan pahalamu. Siapa pun orangnya dijauhkan dari neraka dan dimasukan

ke dalam surge, maka sunggguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah

kesenangan yang memperdayakan”.

Paragraf di atas terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama terdiri dari klausa bebas dan klausa

terikat. Klausa bebas dapat dijadikan premis :

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.

Kesimpulan

1. Manusia akan merasakan mati.

2. Hewan akan merasakan mati.

3. Tumbuh-tumbuhan akan merasakan mati.

4. Makhluk hidup akan merasakan mati.

5. Benda mati tidak akan merasakan mati.

6. Bukan makhluk hidup apabila tidak akan merasakan mati.

Page 13: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

7. Benda mati sudah pasti mati.

1.2 Penalaran Deduksi dengan dua premis / silogisme.

1.2.1 Silogisme Kategorial

1.2.2 Silogisme Hippotesis

1.2.3 Silogisme Alternatif

Silogisme

Silogisme adalah suatu proses penalaran yagn menghubungkan dua proposisi yang

berlainan untuk memperoleh inferensi yang menjadi pernyataan ketiga. Kedua proposisi yang

telah ada disebut premis sedangkan proposisi yang dihasilkan dari inferensi disebut konklusi.

Proposisi : Pernyataan

Inferensi : simpulan yang disimpulkan

Konklusi : kesimpulan yang diperoleh berdasarkan metode berfikir induktif atau deduktif

Rumus silogisme kategorial (golongan)

1. Silogisme Positif

PU : A = B PU : A = B

PK : C = A PK : C = B

K : C = B K : C = A

2. Silogisme Negatif menggunakan kata ingkar tidak atau bukan

2.1 PU : A ≠ B

PK : C = A

K : C ≠ B

Page 14: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

2.2 PU : A = B

PK : C ≠ A

K : C ≠ B

PU : Premis umum menyatakan bahwa semua anggota golongan tertentu (A) memiliki sifat atau

hal tertentu (B)

PK : Premis khusus menyatakan bahwa sesuatu / seseorang (C) termasuk anggota golongan

tertentu (A)

K : Kesimpulan menyatakan bahwa sesuatu / seseorang (C) memiliki sifat / hal tertentu (B)

Silogisme positif

Contoh :

PU : Setiap pihak yang mengingkari janji akan mendapat risiko untuk digugat oleh pihak yang

A B

dirugikan.

PK : Si Badu mengingkari janji

C A

K : Si Badu akan mendapatkan risiko untuk digugat oleh pihak yang dirugikan.

C B

PU : Setiap orang yang berkulit hitam yang dikenai tuduhan pembunuhan atas petugas dalam

insiden di Amerika Serikat dijatuhi hukuman mati di Philadelpia.

A B

PK : Mumia Abdul Jamal dikenai tuduhan pembunahan atas petugas dalam insiden di AS.

C B

K : Mumia Abdul Jamal dijatuhi hukuman mati di Philadelpia.

C B

E : Munia Abu Jamal dijatuhi hukuman mati di Philadelpia karena ia dikenai tuduhan

pembunuhan atas petugas dalam insiden di AS

Page 15: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Silogisme negatif

Contoh :

PU : Setiap penderita diabetes tidak boleh memakana makanan yang banyak mengandung gula.

A ≠ B

PK : Pak Iwan ayahku penderita diabetes.

C ≠ A

K : Pak Iwan tidak boleh memakan makanan yang bnyak mengandung.

C ≠ B

PU : Setiap pengendara bermotor harus memiliki SIM.

A B

PK : Pak Uci bukan pengendara kendaraan bermotor.

C ≠ A

K : Pak Uci tidak wajib memiliki SIM.

C ≠ B

Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang harus dibuktikan kebenarannya atau

keputusan yang kebenarannya berdasarkan syarat-syarat tertentu.

Hipotesis sering seiring dengan reori da kebenarannya diuji lewat penelitian dengan

mengumpulkan data empiris berupa fakta-fakta.

Page 16: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Empiris artinya bedasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan

percobaan, pengamatan yang telah dilakukan.

Dalam penelitian teori dan fakta memegang peranan penting. Teori berperan untuk :

1. Mengarahkan penelitian.

2. Merangkum keberadaan fakta.

Fakta berperan untuk :

1. Mempertajam atau memperkuat teori.

2. Menimbulkan teori baru.

3. Menolak teori.

Meramalkan artinya melihat menduga keadaan (hal) yagn akan terjadi.

Silogisme hipotesis adalah penalaran yang ditarik dari suatu anggapan dasar dan masih

memerlukan pembuktian. Silogisme ini ditandai dengan adanya kalimat pengandaian.

Contoh :

PU : Jika dalam kasus perdata tergugat dan penggugat tidak menyetujui perundangan maka

putusan hakim harus diberlakukan.

PK : Penggugat dan tergugat menyetujui perundingan.

K : Putusan hakim tidak berlaku jika penggugat dan tergugat menyetujui perundingan.

Silogisme alternative adalah penalaran yang proposisi mayornya mengemukakan

kemungkinan-kemungkinan sedangkan proposisi minor berbicara tentang salah satu dari

kemungkina tersebut. Konklusi tergantung dari premis minor. Apabila premis minor menerima

satu alternative, maka alternative yang lain ditolak.

Contoh :

PU : Di pengadilan negeri penggugat dan tergugat harus memilih yaitu menyetujui perundingan

atau melanjutkannya kepada keputusan hakim.

PK : Penggugat dan tergugat menyetujui perundingan.

Page 17: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

K : Maka keputusan hakim tidak dilaksanakan.

Entimen adalah silogisme yang diperpendek.

Rumus entimen C = B karena C = A

2.3 Entimen

Contoh :

Zarima harus dihukum karena ia pengedar narkoba.

C = B C = A

Entimen diatas dikembalikan kedalam silogisme :

PU : Setiap pengedar narkoba harus dihukum.

A B

PK : Zarima pengedar narkoba.

C A

K : Zarima harus dihukum.

C B

2.4 Deduksi yang salah

Apabila salah satu premis salah maka kesimpulan juga salah.

Contoh :

PU : Setiap perempuan berambut panjang

PK : Mayang seorang perempuan (rambutnya pendek)

K : Mayang pasti berambut panjang ?

Page 18: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

Dari contoh di atas pada kenyataannya tidak semua perempuan berambut panjang.

Bab IV

Kesimpulan

Dari penjelasan tersebut pernyataan-pernyataan yang dijadikan premis / proposisi harus

merupakan fakta.

Premis harus benar karena proposisi yang benar menghasilkan kesimpulan yang benar.

Dan proposisi yang salah menghasilkan kesimpulan yang salah.

Penalaran sebagai cara merumuskan kesimpulan harus melalui latihan. Data / fakta-fakta

yang dihubungkan harus dapat dibuktikan kebenarannya, karena penalaran induksi maupun

penalaran deduksi termasuk kedalam jenis karangan argumentasi.

Page 19: Penalaran Sebagai Cara Merumuskan Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Firman, M. Bahasa Indonesia 2B dan 2C. Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara, 1977.

Kosasih, E. Kompetensi Ketata Bahasaan. Cermat Berbahasa Indonesia. Cetakan 1. Bandung :

CV. Yaama Widya, 2002.