PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA...

88
i PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA PALEMBANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 773K/ Pdt.Sus-PHI/2018) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FATIHATUL MAKIYYAH YAKUB NIM : 11150480000081 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H /2019 M

Transcript of PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA...

Page 1: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

i

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH

PT BUDI BAKTI PRIMA PALEMBANG

(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 773K/

Pdt.Sus-PHI/2018)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

FATIHATUL MAKIYYAH YAKUB

NIM : 11150480000081

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H /2019 M

Page 2: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil
Page 3: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil
Page 4: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil
Page 5: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

v

ABSTRAK

Fatihatul Makiyyah Yakub, NIM 11150480000081, “Pemutusan Hubungan

Kerja oleh PT Budi Bakti Prima Palembang (Studi Putusan Mahkamah

Agung Nomor 773 K/Pdt.Sus-PHI/2018)”, Strata Satu (S-1), Konsentrasi

Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penting dalam

melakukan pemutusan hubungan kerja serta mengetahui kesesuaian pada Putusan

Mahkamah Agung Nomor 773 K/Pdt.Sus-PHI/2018 dengan Hukum

Ketenagakerjaan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library

research, dalam arti mengkaji kasus yang terjadi dengan mengaitkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil suatu penelitian.

Metode analisis yang digunakan adalah normatif Empiris dengan menggunakan

bahan hukum primer yang terdiri dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan serta mengkaji Putusan Mahkamah Agung Nomor 773

K/Pdt.Sus-PHI/2018, dilengkapi dengan bahan hukum sekunder yang terdiri dari

publikasi tentang hukum mengenai pemutusan hubungan kerja yang meliputi

buku-buku, kamus hukum, jurnal hukum, maupun opini-opini atas kasus-kasus

yang terjadi sesudahnya. Data tersiser sebagai bahan tambahan untuk mencari data

hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas data primer dan

sekunder, seperti website, ensiklopedia, atau sumber hukum lain yang mencakup

permasalahan materi .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor

773 K/Pdt.Sus-PHI/2018 tidak jauh berbeda dan memberikan kekuatan atas

Putusan Tingkat Pertama Nomor 5/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Plg. Bahwa mekanisme

pemutusan hubungan kerja yang dilakukan PT Budi Bakti Prima tersebut terlihat

tidak adil bagi pihak korban PHK. Dan dalam putusan Nomor 773 K/Pdt.Sus-

PHI/2018 Majelis Hakim dalam pertimbangannya cukup adil dalam memberikan

perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK, untuk memenuhi kompensasi

hak-hak pekerja yang semestinya harus diterima sesuai dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Kata Kunci: Hubungan Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja.

Pembimbing : Hidayatulloh, M.H

Daftar Pustaka : Tahun 1985-2018

Page 6: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

vi

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بســــــــــــــــــم هللا الر

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan

karunia yang tidak terhingga. Selawat dan salam semoga tetap tercurahkan

pada Baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya yang serta hingga akhir zaman. Dengan mengucap

Alhamdulillahi Robbil „alamin peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Pemutusan Hubungan Kerja oleh PT Budi Bakti Prima

Palembang Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 773 K/Pdt.Sus-

PHI/2018”.

Dalam penyelesaian Skripsi ini, tidak terlepas dari pengetahuan

keilmuan yang peneliti dapatkan dari beberapa sumber, Selain itu tidak

lupa pula terima kasih atas bimbingan, bantuan, nasehat, dan

dukungannya. yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,

M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum yang sudah

memberikan masukan atas penyusunan skripsi.

3. Hidayatulloh, M.H. pembimbing skripsi, Dr. JM. Muslimin, M.A.

pembimbing akademik yang telah bersedia menyediakan waktu,

tenaga, dan pikirannya untuk memberikan saran dan masukan terhadap

proses penyusunan skripsi ini.

4. Direktori Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung yang

memuat koleksi salinan putusan elektronik yang bisa di akses secara

publik.

Page 7: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

vii

5. Pimpinan Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah

menyediakan bahan-bahan pustaka untuk kelancaran penulisan skripsi.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kalangan

akademis, masyarakat, dan pembaca kalangan umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Mei 2019

Peneliti,

Fatihatul Makiyyah Yakub

Page 8: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv

ABSTRAK…………………………………………………………………. v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah ................ 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................. ................ 6

D. Metode Penelitian .................................................................. 7

E. Sistematika Penulisan ........................................................... 10

BAB III : KAJIAN PUSTAKA TENTANG PENGATURAN

KETENAGAKERJAAN ............................................................. 11

A. Kerangka Konseptual ............................................................ 11

B. Kerangka Teori ...................................................................... 14

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................... 18

D. Pengertian dan Unsur-Unsur Perjanjian Kerja……………... 20

E. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja dan Pekerja……………. 22

F. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja dan Jenis-Jenis

Pemutusan Hubungan Kerja………………………………… 24

BAB III : DATA DAN MODEL PENELITIAN ....................................... 27

A. Pengertian Data……………………………………………... 27

B. Profil PT. Budi Bakti Prima .................................................... 27

C. Visi dan Misi PT. Budi Bakti Prima………………………… 27

D. Kronologi Kasus…………………………………………….. 28

E. Model Penelitian ..................................................................... 33

Page 9: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

ix

BAB IV : ANALISIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT

BUDI BAKTI PRIMA PALEMBANG ..................................... 34

A. Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja dalam Ketentuan

Peraturan Perundang-Undangan…………………………….. 34

B. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memberikan Perlindungan

Hukum Bagi Pekerja Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 773K/Pdt.Sus-PHI/2018…………………………….. 56

C. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 5/Pdt.Sus

PHI/2018/PN.Plg ..................................................................... 59

D. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 773 K/Pdt.Sus-

PHI/2018…………………………………………………….. 65

BAB V : PENUTUP ................................................................................... 72

A. Kesimpulan ........................................................................... 72

B. Rekomendasi ......................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74

LAMPIRAN

Page 10: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang,

karena dilihat dari segi upaya pemerintah yang berusaha melaksanakan

segala pembangunan diberbagai bidang terutama dalam bidang ekonomi.

Ekonomi adalah salah satu ilmu yang mempelajari aktivitas manusia yang

berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang

dan jasa. Manusia dalam memenuhi kebutuhan perlu adanya bantuan dari

pemerintah, karena pemerintah berperan memberi kebijaksanaan untuk

dapat mendirikan suatu usaha yang sesuai dengan aturan perundang-

undangan yang berlaku.

Menurut Molengraaff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan

yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk

mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang,

menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian

perdagangan. Di sini Molengraaff memandang perusahaan dari sudut

“ekonomi.”1

Terkadang pertumbuhan dan perkembangan suatu perusahaan itu

tidak selalu stabil, karena banyak faktor masalah yang akan timbul

didalamnya sehingga menyangkut kepada para pekerja, produksi,

pemasaran dan lain sebagainya. Istilah pekerja menurut undang-undang

ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain. Tujuan melakukan suatu pekerjaan adalah

mendapatkan upah untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri maupun

kebutuhan keluarganya.

Pengusaha adalah orang perorangan atau badan hukum yang

menjalankan kegiatan usaha baik usaha jual-beli maupun usaha

1 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta:

Djambatan, 2007), h. 15

Page 11: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

2

memproduksi dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Seorang pekerja

apabila melakukan pelanggaran terhadap aturan perusahaan akan

mendapatkan sanksi/hukuman, dan pada akhirnya akan diakhiri hubungan

kerjanya karena dianggap telah merugikan perusahaan. Jadi baik pemberi

pekerja maupun yang diberi pekerjaan harus terkendali atau harus

menundukan diri pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku, harus

bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan masing-masing sesuai

dengan tugas dan wewenangnya, hingga keserasian dan keselarasan akan

selalu terwujud.2

Banyak pengusaha yang melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap para pekerja secara tidak manusiawi atau tidak sesuai dengan

hukum yang berlaku. Semua itu disebabkan karena para pekerja dianggap

tidak mengetahui peraturan tentang pemutusan hubungan kerja, sehingga

ketika para pekerja di PHK oleh pihak perusahaan maka pekerja begitu

mudah untuk dapat menerima keputusan PHK tersebut dengan hanya

perasaan kecewa. Padahal ada hak dan kewajiban yang timbul atas

kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tercantum di dalam

perjanjian kerja secara tertulis.3

Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964

Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta menjelaskan

“Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan

kerja”. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perusahaan harus

mengambil langkah untuk menemukan cara agar pemutusan hubungan

kerja tidak terjadi, sehingga tidak menimbulkan kerugian maupun sengketa

yang terjadi antara pengusaha dan pekerja.4 Akibat dari pemutusan

hubungan kerja dapat ditinjau dari pihak pengusaha dan pihak pekerja.

2 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013), h.160

3 Ahmadi Miru, Hukum Perikatan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 3

4 Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 187

Page 12: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

3

Pihak pengusaha dapat menyebabkan terganggunya proses produksi yang

akibatnya perusahaan merugi, pengeluaran biaya tambahan akibat harus

memberikan pesangon dan perusahaan dapat kehilangan tenaga yang

terampil. Jika dilihat dari sudut pekerja, timbulnya PHK dapat

mengakibatkan kehilangan nafkah dan kehilangan status.5

Pemutusan Hubungan Kerja salah satu hal dalam dunia

ketenagakerjaan yang paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para

pekerja/buruh yang masih aktif bekerja. Berakhirnya suatu hubungan kerja

dapat terjadi secara otomatis pada jangka waktu hubungan kerja yang

ditentukan oleh para pihak buruh atau pekerja dengan pihak pengusaha

yang tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak.6

Namun hakikatnya, PHK bagi pekerja merupakan awal dari

penderitaan, berakhirnya pekerjaan sehingga tidak mampu membiayai

keperluan kehidupan sehari-hari baginya dan keluarganya. Oleh karena itu

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 telah mengatur pedoman dan tata

cara pemutusan hubungan kerja secara rinci. Dengan demikian, Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini mengatur pemutusan hubungan kerja

pada badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, badan usaha milik

orang perorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta

maupun milik Negara, dan usaha-usaha sosial dan lainnya yang

mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar

upah atau imbalan dalam bentuk lain.7

Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha sering kali terjadi, hal

ini biasanya karena perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu

rasionalisasi atau pengurangan jumlah pekerja. Pemutusan hubungan kerja

juga bisa dilakukan apabila pekerja telah melakukan kesalahan, baik

5 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 66

6 Aloysius Uwiyono, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.

136

7 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 179

Page 13: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

4

kesalahan yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam peraturan

perusahaan, perjanjian kerja, atau perjanjian kerja bersama.

Seperti kasus seorang pekerja bernama Heri Jaya, Warga Negara

Indonesia, Karyawan PT Budi Bakti Prima, Alamat : Tanjung Lubuk RT.

005 RW. 001 Kel. Tanjung Lubuk Kec. Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan

Komering Ilir. Hery mulai bekerja di PT Budi Bakti Prima yang

berkedudukan di Jalan Parameswara Bay Pas No.51.A RT. 042 RW. 013

Kelurahan Bukit Lama Kec. Ilir Barat I Palembang pada Tanggal 01

Agustus 2011. Secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan dan tanpa

musyawarah perundingan, perusahaan PT Budi Bakti Prima melakukan

pemutusan hubungan kerja secara sepihak pada tanggal 31 Januari 2017

dengan alasan bahwa tidak ada lagi proyek yang dikerjakan. Selain itu,

selama Hery bekerja di PT Budi Bakti Prima tidak diikuti dalam program

jaminan hari tua, perusahaan tidak memberi upah sejak Februari 2017, dan

juga tidak memberikan pesangon yang layak.

Pada prinsipnya, PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh

penetapan (izin) dari lembaga PPHI karena PHK tanpa izin adalah batal

demi hukum, dalam arti pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja

yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak-hak yang

seharusnya diterima olehnya.8

Dari berbagai uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti

kasus “Pemutusan Hubungan Kerja oleh PT Budi Bakti Prima

Palembang (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 773K/Pdt.Sus-

PHI/2018)” sebagai bentuk pelanggaran dalam ketentuan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti akan

mendeskripsikan tentang permasalahan yang mencakup tiga hal yang

saling terkait dan harus ditulis sesuai urutannya.

8 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, … h. 70

Page 14: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

5

1. Identifikasi Masalah

Suatu kegiatan penelitian untuk memfokuskan permasalahan

yang akan dikaji diperlukan rumusan masalah. Sebab dengan adanya

rumusan masalah akan memudahkan peneliti untuk melakukan

pembahasan searah dengan tujuan yang ditetapkan. Adapun

identifikasi dalam skripsi ini adalah :

a. PT Budi Bakti Prima melakukan pemutusan hubungan kerja secara

sepihak sejak 31 Januari 2017 dengan alasan (tidak ada proyek lagi

yang dikerjakan).

b. PT Budi Bakti Prima tidak memberikan upah kepada pekerja sejak

bulan Februari 2017.

c. Selama bekerja di PT Budi Bakti Prima, pekerja tidak diikuti

dalam program jaminan hari tua.

d. PT Budi Bakti Prima tidak memberikan uang pengakhiran

(pesangon) yang layak.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,

peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga

pembahasanya lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan

peneliti. Di sini peneliti hanya akan membahas mengenai mekanisme

pemutusan hubungan kerja dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan dan pertimbangan majelis hakim dalam memberikan

perlindungan hukum bagi pekerja berdasarkan Putusan Mahkamah

Agung Nomor 773K/Pdt.Sus-PHI/2018.

3. Perumusan Masalah

Masalah utama yang jadi fokus pembahasan dalam penelitian

ini terkait dengan ketentuan pemutusan hubungan kerja. Untuk

mempertegas arah pembahasan dari masalah utama yang telah

diuraikan di atas, maka dibuat rincian masalah utama dalam bentuk

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Page 15: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

6

a. Bagaimana mekanisme pemutusan hubungan kerja dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan ?

b. Bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam memberikan

perlindungan hukum bagi pekerja berdasarkan Putusan Mahkamah

Agung Nomor 773K/Pdt.Sus-PHI/2018?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah disebutkan

di atas, maka penelitian memiliki tujuan yaitu untuk menemukan,

mengembangkan, menguji kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan

fakta yang hendak dicapai oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini

adalah :

a. Untuk menjelaskan mekanisme pemutusan hubungan kerja dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Untuk menjelaskan pertimbangan majelis hakim dalam

memberikan perlindungan hukum bagi pekerja berdasarkan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 773K/Pdt.Sus-PHI/2018.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat memperluas ilmu

pengetahuan tentang hubungan industrial, dan terkait hubungan

yang harmonis dan seimbang sehingga dapat mewujudkan

peningkatan sikap kebersamaan dan keadilan.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, kegunaan dari pembahasan ini adalah

sebagai tambahan bahan kajian bagi perusahaan sehingga dapat

memperluas ilmu pengetahuan, khususnya dalam memberikan

perlindungan dengan aturan main yang benar, sehingga tidak

menimbulkan kerugian baik dari pihak pengusaha maupun pekerja.

Selain itu juga bermanfaat bagi pekerja/buruh pada umumnya dan

Page 16: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

7

mahasiswa pada khususnya yang ingin mengetahui dan mendalami

masalah-masalah ketenagakerjaan di Indonesia.

D. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi, agar kualitas sebuah penelitian dapat

dicapai maksimal, seorang peneliti harus teliti dan kritis dalam memilih

dan menentukan metode penelitiannya. Sub bab atau bab metode

penelitian harus memaparkan keseluruhan cara-cara dan teknik

pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan perundang-undangan

(Statute Approach), karena yang akan di teliti adalah berbagai aturan

hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

Untuk itu peneliti harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang

mempunyai sifat Comprehensive, All-inclusive, dan Systematic.9

2. Jenis Penelitian

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji memberikan pendapat

penelitian hukum normatif (Normative Legal Research) yaitu

penelitian hukum kepustakaan yang mengacu pada norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan.10

3. Data Penelitian

Data adalah satuan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab

masalah penelitian. Dalam melakukan penelitian, sumber data yang

digunakan adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah dasar seperti

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, Peraturan Perundang-

9 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia

Publishing, 2008), h. 302

10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 23

Page 17: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

8

undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim11

yang mengikat

kepada masyarakat.

Sesuai pembahasan dalam penelitian ini, maka bahan

hukum primer yang digunakan terdiri dari Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik

Indonesia Nomor: KEP-150/MEN/2000 Tentang Penyelesaian

Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang

Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 773K/Pdt.Sus-PHI/2018

menjadi salah satu bahan hukum primer relasi Peraturan

Perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam arti sempit pada umumnya

berupa buku-buku hukum yang berisi ajaran atau doktrin atau

treatises, terbitan berkala berupa artikel-artikel tentang ulasan

hukum, dan narasi tentang istilah, konsep, phrase, berupa kamus

hukum atau ensiklopedia hukum.

c. Bahan Hukum Lainnya

Perkembangan dunia maya yang sangat pesat belakangan

ini, situs-situs internet memiliki peranan penting dalam upaya

mencari bahan-bahan hukum. Dikatakan mempunyai peranan

penting karena: (a) bisa diakses dengan segera dibandingkan

pencarian di perpustakaan relatif lebih lama karena harus

menggunakan cara-cara tertentu, (b) dalam situs internet terdapat

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (c) dan hal yang

11 Ashrhofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 141

Page 18: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

9

terakhir ini tentu sangat praktis dibandingkan membawa sekian

banyak buku atau jurnal secara fisik kemana-mana.12

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang di perlukan, peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka terhadap bahan-

bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

maupun bahan hukum lainnya. Penelusuran bahan-bahan hukum

tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan,

maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut

dengan melalui media internet.13

5. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung dari

jenis datanya, bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal

data sekunder saja, yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan

menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari

berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.14

Metode yang

digunakan dalam analisis data adalah analisis kualitatif, yaitu

menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,

runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan

interpretasi data dan analisis.15

6. Metode Penulisan

Dalam Penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada “Buku

12

I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori

Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), h.145-148

13 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 160

14 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004), h. 163

15 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya,

2004), h. 127

Page 19: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

10

Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2017.”

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami penelitian ini, peneliti

memaparkan dalam sistematika sebagai berikut :

BAB I : Dalam bab ini dijelaskan latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,

dan sistematika penelitian dan daftar pustaka.

BAB II : Dalam bab ini akan dibahas mengenai kajian pustaka yang

membahas mengenai kerangka konseptual, kerangka teori,

dan tinjauan (review) kajian terdahulu.

BAB III : Dalam bab ini akan dibahas mengenai data penelitian yang

dilakukan, deskripsi data penelitian harus ditampilkan

secara jelas dan lengkap. Detailnya menjelaskan profil,

konteks sosial-politik, demografis, dan kultural daerah

penelitian.

BAB IV : Dalam bab ini akan dibahas tentang Analisis dan

Interprestasi Temuan. Analisis data terutama dimaksudkan

untuk menjawab masalah penelitian terkait penyelesaian

hubungan industrial tentang terjadinya pemutusan

hubungan kerja yang dikaitkan dengan menganalisis

Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor : 5/Pdt.Sus-

PHI/2018/PN.Plg dan Putusan Mahkamah Agung Nomor :

773 K/Pdt.Sus-PHI/2018.

BAB V : Bab penutup yang membahas kesimpulan hasil penelitian

yang merupakan jawaban terhadap inti masalah penelitian

berdasarkan data yang diperoleh.

Page 20: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA TENTANG PENGATURAN

KETENAGAKERJAAN

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan konsep-konsep khusus yang ingin

diteliti dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan kerangka konseptual sebagai berikut:

1. Hubungan Industrial

Hubungan Industrial merupakan sistem hubungan yang

menempatkan kedudukan pengusaha dan pekerja sebagai hubungan

yang saling melengkapi dalam rangka mencapai tujuan bersama. Selain

unsur di atas, dalam tatanan sistem ketenagakerjaan Indonesia terdapat

pemerintah yang bersifat mengayomi dan melindungi para pihak.

Pemerintah mengeluarkan rambu-rambu berupa aturan-aturan

ketenagakerjaan demi terwujudnya hubungan kerja yang harmonis

antara pengusaha dengan pekerja.16

Sendjun H Manulang, memberikan pengertian tentang

Hubungan Industrial adalah sistem hubungan yang terbentuk antara

pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa (pekerja/buruh,

pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang

merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas

kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.17

2. Perjanjian Kerja

Berdasarkan Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan perjanjian kerja adalah

16

Sri Subiandini Gultom, Aspek Hukum Hubungan Industrial, (Jakarta: Inti Prima

Promosindo, 2008), h. 14

17 Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1987), h. 145

Page 21: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

12

perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja

yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

3. Hubungan Kerja

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja

adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan

perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan

oleh minimal dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subjek

hukum yang melakukan hubungan kerja adalah pengusaha/pemberi

kerja dengan pekerja/buruh. Hubungan kerja merupakan inti dari

hubungan industrial. Hubungan antara buruh dan majikan berakibat

timbulnya hak dan kewajiban antara buruh dan majikan.

Menurut Darwan Prints, yang dimaksud hak disini adalah

sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari

kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah

suatu prestasi hak berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh

seseorang karena kedudukan atau statusnya.18

4. Pekerja dan Pemberi Kerja

Pengertian pekerja/buruh menurut Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah “Setiap orang

yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Sedangkan ketentuan di dalam Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa Pemberi kerja

adalah orang perorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan

lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah

atau imbalan dalam bentuk lain. Objek hukum dalam hubungan kerja

adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Dengan kata lain tenaga

18

Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2000), h. 22-23

Page 22: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

13

yang melekat pada diri pekerja merupakan objek hukum dalam

hubungan kerja.19

5. Upah

Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian upah adalah hak

pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dinyatakan menurut suatu

perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,

termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu

pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau dilakukan.

6. Pemutusan Hubungan Kerja

Menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban pekerja dan

pengusaha.20

Dalam melakukan suatu pekerjaan, apabila seorang pekerja

melakukan pelanggaran terhadap aturan perusahaan maka akan

mendapatkan sanksi/hukuman, seperti pekerja yang melakukan

kesalahan berat sehingga pada akhirnya akan diakhiri hubungan

kerjanya karena dianggap telah merugikan perusahaan. Hal ini

merupakan salah satu pemicu timbulnya pemutusan hubungan kerja

dalam dunia pekerjaan.

7. Penyelesaian Konflik dalam Hubungan Industrial

Salah satu wujud implementasi dari kebijakan

pemerintah khususnya dibidang ketenagakerjaan dan penyelesaian

19

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), h. 39

20 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.

153

Page 23: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

14

perselisihannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2004 Tentang Penyelesaian Hubungan Industrial. Pada intinya

pemerintah melalui kedua produk hukum tersebut ingin memberikan

perlindungan bagi pekerja/buruh dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. .

Upaya penyelesaian perselisihan terbaik yang dapat

memberikan perlindungan bagi pekerja adalah bipartit, karena hanya

melibatkan kedua belah pihak yang benar-benar mengetahui

permasalahan dan dapat secepatnya diselesaikan tanpa membutuhkan

waktu lama. Apabila dengan cara bipartit tidak mencapai kesepakatan

perdamaian, maka jalan yang ditempuh lainnya adalah pihak ketiga

yang netral baik dalam bentuk mediasi, konsiliasi maupun arbitrase

untuk mendamaikannya.

B. Kerangka Teori

1. Teori Keadilan

Keadilan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sama berat,

tidak berat sebelah, tidak memihak, keputusan hakim itu berpihak

kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak

sewenang-wenang.21

Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan

tindakan didasarkan atas norma-norma yang objektif, jadi tidak

subjektif apalagi sewenang-wenang.

Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap

orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang

lainnya, kapan seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu

keadilan, hal itu tentunya harus relavan dengan ketertiban umum di

mana suatu skala keadilan diakui. Bagi kebanyakan orang keadilan

21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008, Edisi Keempat), h.10

Page 24: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

15

adalah prinsip umum, bahwa individu-individu tersebut seharusnya

menerima apa yang sepantasnya mereka terima.”22

Teori keadilan menurut John Rawls, berdasarkan buku John

Rawls yang berjudul “ A Theory Of Justice‟, terdapat tiga (3) ide

pokok penting sebagai komponen adanya teori keadilan John Rawls,

yaitu : 1) Utilitarianisme Klasik, 2) Keadilan Sebagai Fairness, 3) Dua

Prinsip Keadilan.

Tiga ide pokok diatas adalah ide-ide pokok yang mempunyai

kaitan erat untuk menjelaskan teori keadilan dari sudut pandang John

Rawls. Selanjutnya apa itu Utilitarianisme Klasik, Keadilan Sebagai

Fairness, dan Dua Prinsip Keadilan akan dibahas sebagai berikut:

a. Utilitarianisme Klasik

Utilitarianisme adalah suatu paham atau aliran yang

menekankan pada aspek kegunaan atau kemanfaatan. Penganut

aliran utilitis ini menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata

untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-

besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat.

b. Keadilan Sebagai Fairness

Seperti yang kita ketahui bahwa fairness (dalam bahasa

Inggris) adalah „kejujuran, kewajaran, kelayakan‟, jadi dengan kata

lain, keadilan itu suatu kejujuran, suatu kewajaran dan kelayakan.

Teori Rawls ini sering disebut Justice as fairness (keadilan sebagai

kelayakan). Jadi yang pokok adalah prinsip keadilan mana yang

paling fair, dan harus dipedomani “bahwa orang-orang yang

merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan

kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh suatu

kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu

22

Muhammad Sadi Is, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 197

Page 25: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

16

merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki

perhimpunan yang mereka kehendaki.23

c. Dua Prinsip Keadilan

Menurut Rawls, ada dua prinsip dasar dari keadilan. Prinsip

yang pertama, dinamakan prinsip kebebasan. Prinsip ini

menyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai kebebasan

yang terbesar, sebesar kebebasan yang sama bagi semua orang,

sepanjang ia tidak menyakiti orang lain. Menurut prinsip

kebebasan ini, setiap orang harus diberikan kebebasan memilih,

menjadi pejabat, kebebasan berbicara dan berfikir, kebebasan

memiliki kekayaan, dan sebagainya.

Prinsip keadilan kedua adalah ketidaksamaan (the principle

of difference), bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia,

dalam bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa,

sehingga ketidaksamaan tersebut, (1) dapat menguntungkan setiap

orang, khususnya orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung

dan (2) melekat pada kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka

bagi semua orang.

Rawls tidak mengharuskan bagian semua orang adalah

sama, seperti kekayaan, status, pekerjaan dan lainnya. Hal itu tidak

mungkin, melainkan bagaimana ketidaksamaan tersebut diatur

sedemikian rupa sehingga terjadi ikatan kerja sama dan kaitan

saling menguntungkan juga membutuhkan diantara mereka.24

Definisi teori keadilan menurut hukum adalah keadilan

yang telah dirumuskan oleh hukum dalam bentuk hak dan

23

E. Fernando Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, (Jakarta: Kompas, 2007), h.

99

24 Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 281

Page 26: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

17

kewajiban, dimana pelanggaran terhadap keadilan akan ditegakkan

lewat proses hukum, umumnya oleh pengadilan.25

.

2. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum memberikan

pengayoman kepada hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang

lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada warga masyarakat

agar tetap bisa menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

Perlidungan hukum sebagai upaya yang harus diberikan oleh aparat

penegak hukum untuk memberikan kenyamanan, baik secara pikiran

maupun fisik dari gangguan dan ancaman dari pihak manapun.26

Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagkerjaan menyebutkan perlindungan terhadap tenaga kerja

dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan

menjamin kesamaan kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi

atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan

keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan

dunia usaha.

Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan

memberikan tuntutan maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan

hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik, dan teknis serta sosial dan

ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu.27

Selain Satjipto Rahardjo dan Philipus M. Hadjon, perlindungan

tenaga kerja juga didefinisikan menurut Imam Soepomo yang

dilengkapi bersama Abdullah Sulaiman, menyatakan bahwa bentuk

25

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h.

118

26 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53

27 Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, h. 96

Page 27: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

18

pola perlindungan perburuhan itu dibagi menjadi beberapa

perlindungan, diantaranya sebagai berikut:28

a. Perlindungan Ekonomis, sebagai perlindungan syarat-syarat kerja

atau syarat-syarat perburuhan diatur dalam peraturan mengenai

hubungan kerja atau perjanjian kerja.

b. Perlindungan Keselamatan Kerja, yakni pemberian perlindungan

kepada buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan

oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

c. Aturan mengenai keselamatan buruh ini dimuat dalam peraturan-

peraturan yang namanya disebut Peraturan Keselamatan Kerja.

d. Perlindungan Kesehatan Kerja, perlindungan ini akibat buruh hasil

teknologi industri dan non industri lainnya karena kadang kala

terjadi perlakuan majikan terhadap buruhnya yang semena-mena

dan kadang-kadang kurang berkeprimanusiaan terhadap beban

kerja buruh.

e. Perlindungan Hubungan Kerja terhadap pekerjaan dijalankan oleh

buruh untuk majikan dalam hubungan kerja dengan menerima

upah.

f. Perlindungan Kepastian Hukum, yang berupa perlindungan hukum

yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang

sifatnya hukum sanksi pelanggaran perburuhan yang sifatnya

memaksa, sekeras-kerasnya, dan setegas-tegasnya terhadap sanksi

pidana yang berisi perintah dan larangan.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-

penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan

dan kajian. Adapun hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan

tidak terlepas dari topik penelitian pemutusan hubungan kerja (PHK).

28

Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan Perburuhan Di Indonesia, (Jakarta:

Menteri Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta, 2018). h.57

Page 28: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

19

1. Skripsi yang pernah dilakukan oleh Choirunisa, Instansi dari Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, Tahun 2018, dengan judul skripsi “Perlindungan Hukum

Terhadap Karyawan atas Pemutusan Hubungan Kerja Sektor Pangan di

DKI Jakarta (Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 601

K/PDT.SUS/2010).” Skripsi ini membahas terkait perlindungan hukum

terhadap karyawan atas terjadinya pemutusan hubungan kerja sektor

pangan di DKI Jakarta. Perbedaan skripsi peneliti dengan skripsi yang

disusun oleh Choirunisa terletak pada nomor putusan Mahkamah

Agung dan perbedaan dalam subjek penelitiannya, sedangkan peneliti

lebih fokus membahas mekanisme pemutusan hubungan kerja dalam

Peraturan Perundang-undangan. Persamaannya adalah ringkasnya

penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya secara general

membahas tentang hukum dalam ketenagakerjaan yaitu terkait

pemutusan hubungan kerja, dan sama-sama menganalisis suatu

putusan dengan menggunakan jenis penelitian secara hukum normatif.

2. Skripsi yang pernah dilakukan oleh Dina Firdaus, Instansi dari

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Tahun 2018, dengan judul skripsi “Pelaksanaan

Hukum Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Secara Lisan Terhadap

Pekerja PKWT atau PKWTT di Sektor Pelayaran oleh PT Internusa

Bahari Persada (Suatu Putusan Mahkamah Agung Nomor 52

K/PDT.SUS-PHI/2018).” Skripsi ini membahas terkait Pelaksanaan

hukum pemutusan hubungan kerja pada sektor pelayaran di Indonesia.

Persamaannya adalah sama-sama membahas PHK beserta

menganalisis dari suatu putusan Mahkamah Agung dengan yuridis

normatif. Perbedaannya terletak dari cara terjadinya pemutusan

hubungan kerja antara kasus PT Internusa Bahari Persada dengan PT

Budi Bakti Prima.

3. Buku berjudul Asas-Asas Hukum Perburuhan karangan Aloysius

Uwiyono menjelaskan bahwa berakhirnya suatu hubungan kerja bisa

Page 29: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

20

terjadi secara otomatis pada saat jangka waktu hubungan kerja yang

ditentukan oleh para pihak buruh atau pekerja dengan pihak

pengusaha. Pemutusan hubungan kerja pada hakikatnya dapat juga

suatu pengakhiran sumber nafkah bagi pekerja dan keluarganya yang

dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerjanya atau buruhnya.

Pengakhiran sumber nafkah ini juga dapat disebabkan oleh kehendak si

buruh atau pekerjanya, dalam hal si buruh atau pekerjanya

mengundurkan diri. Dalam hal berakhirnya hubungan kerja diputuskan

oleh pihak ketiga yaitu Mediator, Konsiliator, Arbiter, atau Hakim,

jika para pihak memperselisihkan pemutusan hubungan kerja.

Berakhirnya hubungan kerja juga bisa merupakan hasil perundingan

atau kesepakatan dari kedua belah pihak yang bersepakat mengakhiri

hubungan kerja.

4. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap

Karyawan Perusahaan”, yang ditulis oleh Sri Zulhartati, Jurnal

Pendidikan Sosiologi dan Humaniora Vol.1. Universitas Tanjungpura,

Pontianak No.1.April 2010. Jurnal ini membahas terkait alasan

perusahaan dalam memberhentikan karyawan dan pengaruh

pemberhentian karyawan terhadap perusahaan. Berbeda dengan

peneliti yang nanti dalam tulisannya akan membahas mekanisme PHK

berdasarkan aturan yang berlaku serta menyinggung persoalan

pemenuhan hak-hak pekerja yang tidak terpenuhi akibat pemutusan

hubungan kerja tersebut.

D. Pengertian dan Unsur-Unsur Perjanjian Kerja

1. Pengertian Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pengusaha

dan pekerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja

termasuk syarat-syarat kerja, pengupahan, dan cara pembayarannya.

Perjanjian kerja merupakan sarana yang paling baik karena memuat

kesepakatan para pihak pada saat memulai hubungan kerja. Dengan

Page 30: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

21

adanya perjanjian kerja, timbul hak dan kewajiban dari masing-masing

pihak (pekerja dan pengusaha) yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.

Perjanjian kerja waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua)

tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun.29

2. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja

a. Adanya Unsur Work atau Pekerjaan

Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang

diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah

dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat

menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal

1603 a yang berbunyi : “Buruh wajib melakukan sendiri

pekerjaannya, hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh

orang ketiga menggantikannya”.

a. Adanya Unsur Perintah

Pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah

pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang

diperjanjikan. Pada dasarnya unsur perintah memiliki peranan

pokok, karena tanpa adanya perintah maka tidak adanya perjanjian

kerja.30

b. Adanya Upah31

Upah harus ada dalam setiap hubungan kerja, karena upah

buruh merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), di mana

dalam Konvenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB yang

telah diratifikasi oleh Indonesia disebutkan bahwa upah buruh

29

Sri Subiandini Gultom, Aspek Hukum Hubungan Industrial, (Jakarta: PT Hecca Mitra

Utama, 2005), h. 69

30 Sehat Damanik, Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, DSS Publishing Jakarta, 2006, h. 39

31 Trade Union Rights Centre, Advokasi Pengupahan di Daerah, (Jakarta: TURC, 2007),

h. 13

Page 31: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

22

harus dapat digunakan untuk mencukupi kehidupan buruh dan

keluarganya secara layak. Upah adalah hak pekerja/buruh yang

diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atau bentuk lain

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu

perjanjian, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,

termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu

pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan.

E. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja dan Pekerja

1. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja

Pemberi kerja berhak atas:

a. Keteraturan pelaksanaan pekerjaan yang diperintahkannya kepada

buruh yang bersangkutan, bahwa buruh tersebut melakukan tugas

pekerjaannya secara teratur menurut tempat, waktu, dan prestasi

yang seharusnya.

b. Perlakuan yang hormat, sopan dan wajar serta sikap tindak dan

tingkah laku yang sepantasnya dari buruhnya.

c. Ketertiban kerja para buruh.32

Pemberi kerja berkewajiban untuk:

a. Membayar imbalan kerja si buruh secara penuh sejak ia mulai

bekerja hingga berakhirnya hubungan kerja (Pasal 1602 a

KUHPer/BW), meskipun tenaga si buruh itu tidak dimanfaatkan

oleh si majikan secara efektif dan efesien. Mengurus pengobatan

dan perawatan buruh yang sakit atau menderita kecelakaan (Pasal

1602 x KUHPer/BW).

b. Memberikan surat keterangan atau surat pernyataan yang

menerangkan bahwa si buruh itu benar pernah bekerja padanya.

Surat keterangan atau surat pernyataan (Verklaring) tersebut wajib

32

A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985), h. 46-47

Page 32: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

23

diberikannya kepada si buruh yang bersangkutan pada waktu

hubungan kerja berakhir.33

2. Hak dan Kewajiban Pekerja

Seorang pekerja berhak atas:

a. Imbalan kerja (gaji, upah dan sebagainya) sebagaimana telah

diperjanjikan bila ia telah melaksanakan kewajibannya.

b. Perlakuan yang adil dan seimbang antara dirinya dan kawan-

kawannya, dalam tugas dan penghasilannya masing-masing dalam

angka perbandingan yang sehat.

c. Jaminan perlindungan dan keselamatan diri dan kepentingannya

selama hubungan kerja berlangsung.

d. Penjelasan dan kejelasan status, waktu, dan cara kerjanya pada

majikan.34

Seorang pekerja berkewajiban untuk:

a. Melaksanakan tugas dan pekerjaannya sebagaimana telah

diperjanjikan sebelumnya menurut kemampuannya dan sebaik-

baiknya (Pasal 1603 KUHPer/BW).

b. Menaati segala peraturan kerja serta peraturan tata tertib yang

berlaku di perusahaannya yang telah ditetapkan majikan

berdasarkan undang-undang, perjanjian atau kebiasaan yang layak

(Pasal 1603 b KUHPer/BW).

c. Menaati peraturan tata tertib dan tata cara yang berlaku di rumah

majikan, bila ia bertempat tinggal di sana (Pasal 1603 c

KUHPer/BW).

d. Melaksanakan tugas dan segala kewajibannya secara layak dalam

arti menurut kepatutan dan kepantasan baginya untuk bertindak

menurut keperluannya (Pasal 1604 d KUHPer/BW).35

33

Rience G. Widyaningsih, Himpunan Materi Materi Penting Dalam Menunjang

Keberhasilan Studi Hukum Kerja, (Bandung: CV Amriko, 1982), h. 12

34 A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, … h. 45

Page 33: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

24

F. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja dan Jenis-Jenis Pemutusan

Hubungan Kerja

1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja

Menurut Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa PHK merupakan pengakhiran

hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan

berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa perusahaan tidak boleh

seenakanya saja memPHK karyawannya, terkecuali karyawan/pekerja

yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran berat dan

dinyatakan oleh pengadilan telah melakukan kesalahan berat yang

mana putusan pengadilan tersebut dimaksud telah memiliki kekuatan

hukum yang tetap.

2. Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja

Secara teoritis, jenis pemutusan hubungan kerja di bagi menjadi 4,

yaitu:

35 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2008), h. 47

Pemutusan Hubungan Kerja oleh Buruh

Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha

Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan

Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum

Page 34: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

25

a. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Majikan/Pengusaha

Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha merupakan PHK

dimana berasal dari kehendak pengusaha karena adanya pelanggaran atau

kesalahan yang dilakukan oleh pekerja/buruh atau karena faktor-faktor

lain, seperti pengurangan tenaga kerja, perusahaan tutup, perubahan status

perusahaan, dan sebagainya.36

b. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Buruh/Pekerja

Buruh/pekerja berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan

pihak pengusaha, karena pada prinsipnya buruh tidak boleh dipaksakan

untuk terus-menerus bekerja bilamana ia sendiri tidak menghendakinya.

c. Hubungan Kerja Putus Demi Hukum

Hubungan kerja juga dapat putus/berakhir demi hukum, artinya

hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya sehubungan

dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan dan

buruh.37

d. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan

Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan

hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang

bersangkutan (majikan/buruh) berdasarkan alasan penting.38

Biasanya

alasan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan didasarkan pada alasan

mendesak, karena keadaan pribadi atau bisa jadi karena perubahan

keadaan pekerjaan. Pasal 1603 v KUHPerdata menyebutkan tiap pihak

(buruh, majikan) setiap waktu, sebelum pekerjaan dimulai berwenang

berdasarkan alasan penting mengajukan permintaan tertulis kepada

pengadilan di tempat kediamannya yang sebenarnya untuk menyatakan

36 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, … h. 198

37 Soebekti, Hukum Perjanjian, (Bogor: PT Inter Masa, 1984), h. 19

38 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2006), h. 188

Page 35: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

26

perjanjian kerja putus. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh

pengadilan atas permintaan pihak majikan itu tidak memerlukan izin dari

P4D atau P4P.

Page 36: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

27

BAB III

DATA DAN MODEL PENELITIAN

A. Pengertian Data

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) “Data adalah

bukti yang ditemukan dari hasil penelitian yang dapat dijadikan dasar

kajian atau pendapat”.

Pendapat lain menyatakan bahwa “Data adalah segala fakta dan

angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi.”39

B. Profil PT Budi Bakti Prima

PT. Budi Bakti Prima didirikan pada tanggal 01 Desember 1975 di

Tanjung Pandan, Pulau Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Sebelum

menjadi PT, PT Budi Bakti Prima ini awalnya menjadi CV, namun pada

tanggal 02 Juni 1983 berubah nama menjadi PT. Budi Bakti Prima.

PT Budi Bakti Prima ini bergerak di bidang usaha sipil,

dermaga/pelabuhan, jalan dan jembatan serta supplier. Sejalan dengan

perkembangan perusahaan, PT. Budi Bakti Prima telah memiliki cabang

dibeberapa daerah di Indonesia seperti di Palembang, Samarinda,

Belitung, dan Pangkal Pinang dengan kantor pusat berada di Jakarta.

Sesuai dengan Visi dan Misi, PT Budi Bakti Prima terus

melakukan perbaikan demi memberikan kepuasan kepada klien dengan

standar kualitas kerja tinggi dan sikap kerja yang professional.

C. Visi dan Misi PT Budi Bakti Prima

1. Visi

Menjadi perusahaan yang terpercaya serta memiliki keunggulan

kompetatif dan dapat diandalkan.

2. Misi

39

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006), h. 96

Page 37: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

28

a. Memberikan kepuasan yang berkelanjutan kepada klien dengan

memberikan standar kualitas kerja tinggi, harga yang kompetitif,

dan hubungan yang baik.

b. Membuat manajemen perusahaan sesuai dengan standar

internasional.

c. Meningkatkan daya saing dengan mengandalkan sumber daya

manusia yang baik, teknologi, dan implementasi yang konsisten

dan efesien.

d. Berpartisipasi dalam pembangunan melalui jasa konstruksi.

e. Menyediakan jasa konstruksi yang dapat memberikan nilai tambah

bagi stakeholder.

f. Memberikan pelayanan dengan sikap profesional dan memenuhi

standar kesehatan, keselamatan kerja, dan perlindungan

lingkungan.

D. Kronologi Kasus

Heri Jaya adalah seorang Warga Negara Indonesia, yang bertempat

tinggal di Tanjung Lubuk RT. 005 RW. 001, Kel. Tanjung Lubuk, Kec.

Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering llir. Dalam hal ini Heri Jaya

menggugat PT Budi Bakti Prima yang diwakili oleh saudari Sujadi

Bunawan selaku seorang Direktur. PT Budi Bakti Prima juga memberi

kuasa kepada Marihot D Saing, S.H., M.Hum dan Burhayan, S.H., M.H.

selaku Advokat pada Kantor Hukum M.D Saing & Rekan yang beralamat

di Jalan Banten No. 403 RT. 06 RW. 02 Kelurahan 16 Ulu Kecamatan

Seberang Ulu II, Palembang, hal ini berdasarkan surat kuasa khusus pada

tanggal 12 Maret 2018.

Secara kronologis, Heri Jaya itu sudah bekerja sejak tanggal 01

Agustus 2011 sebagai buruh harian, ia bekerja di suatu perusahaan dalam

bidang usaha sipil, dermaga/pelabuhan, jalan dan jembatan serta supplier.

Jabatan terakhir Heri Jaya pada saat itu adalah sebagai Operator Finisher.

Selama sampai tanggal 31 Januari 2017, Heri Jaya selalu menjalankan

Page 38: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

29

tugas maupun kewajibannya dengan baik tanpa pernah mendapatkan surat

peringatan dari pihak perusahaan, apalagi melakukan suatu kesalahan yang

dapat merugikan perusahaan. Tetapi kemudian, Heri Jaya secara

mendadak pada tanggal 31 Januari 2017 telah diberhentikan hubungan

kerjanya dengan alasan tidak ada lagi proyek yang dikerjakan,

sebagaimana semua itu dilakukan oleh pihak perusahaan tanpa adanya

pemberitahuan dan juga musyawarah perundingan terlebih dahulu.

Pada tanggal 02 Februari 2017, pemberhentian hubungan kerja

yang dilakukan PT Budi Bakti Prima adalah sudah secara kesepakatan

bersama, yang pada saat itu dari pihak perusahaan telah diwakili oleh

kepala bagian Sumber Daya Manusia/Umum atas nama Rudi Harsono.

Dan saat itu Heri Jaya telah menerima uang pisah darinya sebesar Rp.

4.320.000,- (empat juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah).

Berdasarkan fakta dan bukti yang ada, Surat Berita Acara

Pemutusan Hubungan Kerja yang dibuat pada tanggal 18 Februari 2017

sebagai bentuk Win-Win Solution telah dilakukan oleh kedua belah pihak

yaitu Heri Jaya dan juga pihak perusahaan. Jadi menurut perusahaan tidak

ada alasan untuk menyatakan bahwa hubungan kerja yang diakhirinya

dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum. Tetapi menurut keterangan

saksi dari pihak perusahaan atas nama Rudi Harsono, ia mengatakan pada

saat itu Heri Jaya tidak pernah menyetujui isi dari Berita Acara Pemutusan

Hubungan Kerja tanggal 18 Februari 2017 pada waktu itu, serta kwitansi

tanda penerima uang pesangon tambahan pada tanggal 17 Februari 2017

justru telah ditandatangani oleh saudari Sunardi tanpa adanya perintah dan

surat kuasa dari Heri Jaya.

Selanjutnya penerimaan upah yang telah diterima Heri Jaya

semenjak bekerja dengan PT Budi Bakti Prima nyatanya nilainya lebih

rendah, sebagaimana dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan “Pengusaha dilarang

membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 89”. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor

Page 39: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

30

693/KPTS/DISNAKERTRANS/2016 tanggal 14 November 2016 tentang

Upah Minimum Kota Palembang tahun 2017 sebesar Rp. 2.484.000.000,-

(dua juta empat ratus delapan puluh empat ribu rupiah). Maka dari itu

harusnya pihak perusahaan membayar upah sesuai dengan ketentuan di

atas.

Heri Jaya merasa selama bekerja juga tidak pernah diikuti dalam

program jaminan hari tua, namun hal tersebut telah dibantah oleh pihak

perusahaan. Jadi karena PT Budi Bakti Prima itu mendapatkan proyek

dalam bidang jalan dan jambatan, maka perusahaan membayar asuransinya

hanya melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan, yang memang meliputi adanya Jaminan Kecelakaan

Kerja, Jaminan Hari Tua, Pensiun dan juga Kematian. Semua itu

dibayarkan melalui Iuran Jasa Konstruksi yang langsung disetor oleh

tergugat ke dalam rekening Bank.

Saat pihak perusahaan melakukan PHK kepada Heri Jaya, pihak

perusahaan hanya mengirimkan uang kebijaksanaan perusahaan sebesar

Rp. 2.150.000,- (dua juta seratus lima puluh ribu rupiah), dan faktanya

uang tersebut dititipkan melalui rekan kerja Heri Jaya tanpa adanya dasar

kesesuaian.

Sebelumnya Heri Jaya telah berkonsultasi dengan Pengurus

Federasi Transportasi, Industri Umum & Angkatan Serikat Buruh

Sejahtera Indonesia atau disingkat dengan (FTA KSBSI) untuk membuat

laporan pengaduan ke Dinas Tenagakerja Kota Palembang. Tetapi laporan

pengaduan itu tidak dapat diselesaikan di depan mediator pada saat

perundingan mediasi. Akhirnya Dinas Tengakerja Kota Palembang

mengeluarkan Surat Anjuran dengan Nomor : 576/230/Disnaker/2017

pada tanggal 05 April 2017, akan tetapi sampai sekarang pihak dari PT

Budi Bakti Prima nya tidak mematuhi dan juga tidak melaksanakan surat

anjuran tersebut.

Pada saat proses perundingan di Disnaker, pihak perusahaan telah

menitipkan uang tambahan lagi melalui rekan kerjanya Heri Jaya sebesar

Page 40: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

31

Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Dan ketika dihadapan mediator pihak

perusahaan telah bersedia untuk membayar uang tambahan lagi sebesar

Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah), namun pada saat itu Heri Jaya

menolaknya. Menurut Heri Jaya, pihak perusahaan ini tidak mengindahkan

sama sekali ketentuan peraturan yang ada di Pasal 155 Ayat (1), Ayat (2),

dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Memang pihak perusahaan mengatakan, bahwa sejak dulu ketika

tidak ada pekerjaan Heri Jaya dirumahkan, hal itu terjadi karena dari pihak

PT Budi Bakti Prima tersebut tidak ada kegiatan sama sekali, maka alasan

perusahaan tetap melakukan PHK itu semata-mata hanya untuk efesiensi

perusahaan, maka dengan itu perusahaan melakukan pemutusan hubungan

kerja terhadap beberapa pekerja. Hanya saja sebagai pihak korban Heri

Jaya merasa keberatan atas mekanisme PHK yang telah dilakukan oleh

pihak perusahaan.

Segala cara telah dilakukan tanpa mencapai kesepakatan,

selanjutnya untuk memperjuangkan rasa keadilan dan juga kepastian

hukum, Heri Jaya akhirnya mengajukan surat gugatan pada tanggal 21

Februari 2018 terkait Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pada tanggal 26 Februari

2018 surat gugatan tersebut di terima di Kepaniteraan Pengadilan

Hubungan Industrial Palembang dengan Nomor 5/Pdt.Sus-

PHI/2018/PN.Plg Sebagaimana timbulnya tuntutan terhadap pesangon atas

Heri Jaya untuk menunjukkan bahwa kesejahteraan hidup tenaga kerja

masih tergolong rendah, sehingga dibutuhkan penyelesaian yang bijak

untuk mengatasi suatu permasalahan, karena PT Budi Bakti Prima ini

kesannya tidak menghormati hak-hak yang harus di junjung tinggi, jika

saja saling menghargai serta menjunjung hak dan kewajiban masing-

masing maka hal seperti ini tidak akan terjadi.

Page 41: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

32

Pada tanggal 25 April 2018 majelis hakim memberikan hasil

putusannya dan menyatakan bahwa gugatan-gugatan yang telah diajukan

oleh Heri Jaya ini ternyata masih mempunyai kelemahan-kelemahan dari

segi pembuktian, sehingga mengakibatkan gugatannya hanya dikabulkan

sebagian oleh Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri

Palembang.

PT Budi Bakti Prima nyatanya tidak terima dengan hasil putusan

Pengadilan Negeri Palembang, maka ia mengajukan permohonan kasasi

pada tanggal 14 Mei 2018, dan setelah itu pada tanggal 22 Mei 2018

sampai 08 Juni 2018 dilakukan terlebih dahulu untuk meneliti memori

kasasi dan kontra memori kasasi, dan pada tanggal 25 September 2018

majelis hakim telah memberikan hasil putusan dalam rapat musyawarah.

TABEL 1: SUSUNAN KRONOLOGIS

No Tanggal Keterangan

1 01/08/2011 Heri Jaya mulai bekerja sebagai buruh harian

2 31/01/2017 Heri Jaya telah di PHK

3 02/02/2017 PHK tersebut dilakukan secara kesepakatan

bersama, namun pada saat itu perusahaan di

wakilkan oleh kepala bagian sumber daya manusia

atas nama Rudi Harsono

4 17/02/2017 Kwitansi tanda penerima uang pesangon tambahan

telah di tandatangani oleh saudara Sunardi tanpa

surat kuasa dari Heri Jaya

5 18/02/2017 Di buat Surat Berita Acara Pemutusan Hubungan

Kerja sebagai Win-Win Solution

6 05/04/2017 Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang

mengeluarkan Surat Anjuran dengan Nomor:

576/230/Disnaker/2017

7 21/02/2018 Heri Jaya mengajukan surat gugatan

Page 42: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

33

8 26/02/2018 Surat itu diterima di Kepaniteraan Pengadilan

Hubungan Industrial Palembang dengan Nomor:

5/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Plg

9 25/04/2018 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang

memberikan hasil putusan

10 14/05/2018 PT Budi Bakti Prima (Tergugat) mengajukan

permohonan kasasi

11 22/05/2018 s.d

08/06/2018

Meneliti memori kasasi dan kontra memori kasasi

12 25/09/2018 Majelis Hakim Mahkamah Agung memberikan

hasil putusan

E. Model Penelitian

Model Penelitian yang dipakai peneliti yaitu Studi Kasus yang

menyatakan bahwa case study adalah suatu model yang menekankan pada

eksplorasi dari suatu sistem yang saling terkait satu sama lain (bounded

system) pada beberapa hal dalam satu kasus secara mendetail, disertai

dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam

sumber informasi yang kaya akan konteks.

Case study adalah suatu model penelitian kualitatif yang terperinci

tentang individu atau suatu unit sosial tertentu. secara lebih dalam, case

study merupakan suatu model yang bersifat komprehensif, intens,

memerinci, dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk

menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer.

Page 43: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

34

BAB IV

ANALISIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI

PRIMA PALEMBANG

A. Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja dalam Ketentuan Peraturan

Perundang-Undangan

1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan

Pada prinsipnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur tentang apa saja keadaan dan

bagaimana mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK).

Alasan pemberhentian pekerjaan bisa terjadi karena dari

undang-undang, keinginan perusahaan, keinginan karyawan, pensiun,

kontrak kerja berakhir, kesehatan karyawan, meninggal dunia, maupun

perusahaan yang mengalami dilikuidasi. Terjadinya phk itu bisa

menimbulkan dampak positif dan negatif bagi masing-masing pihak

yaitu perusahaan dan karyawan.

Pasal 158 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

menjelaskan bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan

kerja terhadap pekerja dengan alasan sebagai berikut:40

a. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan/atau

uang milik perusahaan.

b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga

merugikan perusahaan.

c. Mabuk, meminum-minuman keras yang memabukkan, memakai

dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan aditif lainnya di

lingkungan kerja.

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.

40 Halili, Hubungan Kerja antara Majikan dan Buruh, (Bandung: Bina Aksara, 1987), h.

45

Page 44: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

35

e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman

sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja.

f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan.

g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam

keadaan bahaya milik perusahaan yang menimbulkan kerugian

bagi perusahaan.

h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau

pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja.

i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang

seharusnya dirahasiakan, kecuali untuk kepentingan negara.

j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang

diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.

Kesalahan yang di jelaskan dalam Pasal 158 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 harus didukung dengan pembuktian

sebagai berikut:

a. Pekerja atau buruh (sedang) tertangkap tangan.

b. Ada pengakuan dari pekerja/buruh.

c. Ada bukti lain, laporan kejadian dari pihak yang berwenang di

perusahaan yang bersangkutan (satpam) dan didukung oleh

sekurang-kurangnya dua orang saksi.41

Pasal 159 menjelaskan apabila pekerja/buruh tidak menerima

pemutusan hubungan kerja dalam Pasal 158 Ayat (1) di atas,

pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Pasal 169 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa Pekerja/buruh dapat

mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada Lembaga

41

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 212

Page 45: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

36

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dalam hal pengusaha

melakukan perbuatan sebagai berikut:

a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam

pekerja/buruh.

b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan.

c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah di tentukan

selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.

d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada

pekerja/buruh.

e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di

luar yang diperjanjikan, atau

f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,

kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerja

tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan berikut:

a. Pekerja buruh sakit (sesuai surat keterangan dokter) selama dalam

waktu 12 bulan secara terus-menerus.

b. Pekerja buruh memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (lihat

penjelasan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 jo

Pasal 93 Ayat (2) huruf d.

c. Pekerja buruh menjalankan ibadah (tanpa pembatasan pelaksanaan

ibadah yang keberapa, (biasanya ibadah yang pertama upah dibayar

penuh ), lihat Pasal 93 Ayat (2) huruf e.

d. Pekerja buruh menikah (lihat Pasal 93 Ayat (2) ).

e. Pekerja/buruh (perempuan) hamil, melahirkan, gugur kandungan,

atau menyusui bayinya (lihat Pasal 93 Ayat (2) huruf c jo. Pasal 82

dan Pasal 83).

Page 46: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

37

f. Pekerja/buruh mempunyai hubungan (pertalian) darah dan

semenda, kecuali (terlebih dahulu) telah diatur dan ditentukan lain

dalam PK dan PP/PB.

g. Pekerja/buruh mengadukan pengusaha (kepada yang berwajib)

yang melaporkan mengenai suatu perbuatan tindak pidana

kejahatan.

h. Adanya perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,

golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.

i. Pekerja/buruh cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja/hubungan

kerja yang menurut keterangan dokter jangka waktu

penyembuhannya tidak dapat ditentukan.

PHK karena alasan-alasan tersebut, adalah batal demi hukum

(batal dengan sendirinya) dan penguasaha wajib memperkejakan

kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. Pada prinsipnya, apabila

terjadi PHK maka pengusaha diwajibkan membayar upah pesangon

(UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang

penghargaan hak (UPH) yang seharusnya di terima.42

Sanksi atau hukuman bagi pemutusan hubungan kerja yang

tidak beralasan, yaitu :

a. Pemutusan tersebut adalah batal dan pekerja yang bersangkutan

harus ditempatkan kembali pada kedudukan semula.

b. Pembayaran ganti rugi kepada pekerja tersebut. Dalam hal ini

pekerja berhak memilih antara penempatan kembali pada

kedudukan semula.

Pasal 155 Ayat (2) Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan

menjelaskan: “Selama putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial belum di tetapkan, baik pengusaha maupun

pekerja harus melaksanakan segala kewajibannya.” Perjanjian kerja

akan berakhir apabila pekerja meninggal dunia, berakhirnya jangka

waktu perjanjian kerja, adanya putusa pengadilan atau penetapan

42

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, … h. 70-71

Page 47: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

38

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan Industrial yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, adanya keadaan atau kejadian

tertentu yang tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,

atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya

hubungan kerja.

2. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Bagan I : Tahapan dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang PPHI, perselisihan

hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan

pertentangan antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja karena

adanya perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar

serikat pekerja dalam satu perusahaan.43

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Penyelesaian

secara wajib harus dimulai dengan musyawarah mufakat antara pihak yang

43

Supomo Suparman, Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial, (Jakarta: Jala

Permata Aksara, 2009), h. 15

Bipartit

Mediasi

Konsiliasi

Arbitrase

Pengadilan Hubungan Industrial

Mahkamah Agung

Tripartit

Tr

Page 48: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

39

berselisih (bipartite). Kemudian, kalau tidak selesai, baru dilanjutkan ke

pegawai perantara di kantor yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan dan seterusnya ke panitia penyelesaian perselisihan

perburuhan daerah dan pusat. Kalau juga tidak selesai, salah satu pihak

dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut:44

1. Penyelesaian di Luar Pengadilan

a. Perundingan Bipartit

Perundingan bipartit adalah perundingan antara

pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha untuk

menyelesaikan perselisihan hubungan industrial (Pasal 1 Angka 10

UU PPHI). Perundingan bipartit dilakukan oleh para pihak secara

langsung, baik di dalam maupun di luar perusahaan paling lama

tiga puluh hari kerja. Sebagaimana di amanatkan dalam Pasal 3

Ayat (1) UU PPHI bahwa penyelesaian perselisihan hubungan

industrial wajib diupayakan terlebih dahulu melalui perundingan

bipartit secara musyawarah mufakat.

Lingkup penyelesaian melalui perundingan bipartit meliputi

empat jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu perselisihan

hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan

kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan

serikat pekerja/buruh lain hanya dalam satu perusahaan.

Prosedur penyelesaian secara bipartit menurut Undang-

Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagai

berikut :45

1) Penyelesaian bipartit harus diselesaikan selambat-lambatnya 30

hari sejak tanggal dimulainya perundingan [ Pasal 3 Ayat (2) ].

44

Zaeni Asyhadie, Peradilan Hubungan Industrial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 106

45 Abdul Khakim, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,

(Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2010), h. 110

Page 49: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

40

2) Apabila upaya perundingan bipartit mencapai kesepakatan,

dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak

[ Pasal 7 Ayat (1) ]

3) Perjanjian bersama tersebut wajib didaftarkan oleh para pihak

yang melakukan perjanjian di pengadilan hubungan industrial

pada pengadilan negeri di wilayah para pihak mengadakan

perjanjian bersama [Pasal 7 Ayat (3)].

4) Terhadap perjanjian bersama yang telah didaftar diberikan akta

bukti pendaftaran perjanjian bersama dan merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama [Pasal 7 Ayat

(4) ].

5) Apabila perjanjian bersama yang telah didaftar tidak

dilaksanakan oleh satu pihak, pihak yang dirugikan dapat

mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan

hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah

perjanjian bersama didaftar untuk mendapat penetapan

eksekusi [Pasal 7 Ayat (5)].

6) Apabila dalam jangka waktu 30 hari kerja salah satu pihak

menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan,

tetapi tidak mencapai kesepakatan, perundingan bipartit

dianggap gagal [Pasal 3 Ayat (3) ].

7) Apabila perundingan bipartit gagal, salah satu pihak atau kedua

pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan

melampir kan bukti-bukti upaya bipartit telah dilakukan [Pasal

4 Ayat (1)].

8) Apabila bukti-bukti tersebut tidak dilampirkan, instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat agar

mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lamabat dalam

waktu 7 hari kerja sejak tanggal pengembalian berkas [Pasal 4

Ayat (2) ].

Page 50: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

41

9) Setiap perundingan bipartit harus dibuat risalah yang

ditandatangani oleh para pihak [Pasal 6].

Dalam proses penyelesaian secara bipartit, perlu di buat

risalah hasil perundingan, daftar hadir perundingan, serta

permintaan dan pemberitahuan perundingan dari satu pihak.46

Perundingan Tripartit adalah perundingan antara

pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha

yang difasilitasi oleh mediator/konsiliator/arbiter sebagai tindak

lanjut dari gagalnya perundingan bipartit.

b. Mediasi

Menurut Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses

penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui

perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang

tidak memiliki kewenangan memutus.47

Lingkup penyelesaian

melalui mediasi meliputi empat jenis perselisihan hubungan

industrial, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara

serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh

lain hanya dalam satu perusahaan.

Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilaksanakan

oleh mediator, yakni pegawai instansi pemerintah yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi

syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri, yang

bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban

memberikan anjuran tertulis para pihak yang berselisih untuk

menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan

46

Abdul Khakim, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, … h.

111

47 Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa melalui Pendekatan Mufakat,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 12

Page 51: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

42

antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan

(Pasal 1 Angka 12 UU PPHI).

Prosedur penyelesaian melalui mediasi menurut Undang-

Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagai

berikut :

1) Apabila para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian

melalui konsiliasi atau arbitrase dalam jangka waktu 7 hari

kerja, instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan

kepada mediator [Pasal 4 Ayat (4)].

2) Penyelesaian melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang

terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di

bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota (Pasal 8).

3) Apabila tercapai kesepakatan melalui mediasi, dibuat perjanjian

bersama yang ditandatangani para pihak dan disaksikan oleh

mediator dan didaftar di pengadilan hubungan industrial pada

pengadilan negeri untuk mendapat akta bukti pendaftaran

[Pasal 13 Ayat (1) ].

4) Apabila tidak mencapai kesepakatan [Pasal 13 Ayat (2)]:

a) Mediator mengeluarkan anjuran tertulis.

b) Anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak

sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada

para pihak.

c) Para pihak harus sudah memberikan jawaban tertulis

kepada mediator, baik menyetujui maupun menolak

selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah menerima anjuran

tertulis.

d) Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap

menolak.

e) Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis, dalam

waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak anjuran

Page 52: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

43

tertulis mediator harus sudah selesai membantu para pihak

membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar di

pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negara

untuk mendapat akta bukti pendaftaran.

5) Perjanjian bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti

pendaftaran dan merupakan yang tidak terpisahkan dari

perjanjian bersama [Pasal 13 Ayat (3) huruf a].

6) Apabila perjanjian bersama yang telah didaftarkan tidak

dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat

mengajukan permohonan eksekusi di pengadilan hubungan

industrial pada pengadilan negeri didaftar untuk mendapat

penetapan eksekusi [Pasal 13 Ayat (3) huruf b].

7) Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para

pihak, salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan

penyelesaian perselisihan di pengadilan hubungan industrial

pada pengadilan negeri setempat (Pasal 14).

Guna keseragaman penanganan perselisihan hubungan

industrial khususnya pada tahap mediasi telah diterbitkan Surat

Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE-

01/PHIJSK/1/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanganan

Perselisihan Hubungan Industrial sebagai Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004.

c. Konsiliasi

Konsiliasi berasal dari kata latin conciliatio atau

perdamaian yaitu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang

berkonflik guna untuk mencapai persetujuan bersama untuk

berdamai. Dalam proses pihak-pihak yang berkepentingan dapat

meminta bantuan pada pihak ketiga. Namun dalam hal ini pihak

ketiga tidak bertugas secara tuntas. Ia hanya memberi

Page 53: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

44

pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik.48

Konsiliasi

adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antara serikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui

musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator

yang netral ( Pasal 1 Angka 13 UU PPHI).

Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilaksanakan

oleh konsiliator, yakni seseorang atau lebih yang memenuhi syarat-

syarat sebagai konsiliasi ditetapkan oleh menteri, yang bertugas

melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis

kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,

atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam

satu perusahaan (Pasal 1 Angka 14 UU PPHI).

Prosedur penyelesaian melalui konsiliasi menurut UU PPHI

sebagai berikut:

1) Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang

terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab dibidang

ketenagakerjaan kabupaten/kota (Pasal 17).

2) Penyelesaian melalui konsiliasi selambat-lambatnya 30 hari

kerja sejak tanggal dimulainya perundingan (Pasal 25).

3) Para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis

kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak

Pasal 18 Ayat (2).

4) Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah

menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis,

konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang

duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja ke8

harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama (Pasal 20).

48

Alfitra, Konflik Sosial dalam Masyarakat Moderen, (Ponorogo: Wade Group, 2017), h.

148

Page 54: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

45

5) Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir

dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar

keterangannya [Pasal 21 Ayat (2) ].

6) Konsiliator wajib merahasiakan semua keterangan yang

diminta dari siapa pun [ Pasal 22 Ayat (3) ].

7) Apabila tercapai kesepakatan melalui konsiliasi, dibuat

perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan

disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di pengadilan

hubungan industrial pada pengadilan negeri untuk mendapat

akta bukti pendaftaran [Pasal 23 Ayat (1)].

8) Apabila tidak mencapai kesepakatan [Pasal 23 Ayat (2)]:

a) Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis.

b) Anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak

sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada

pada pihak

c) Para pihak harus sudah memberikan jawaban tertulis

kepada konsiliator, baik menyetujui maupun menolak

selambat selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah

menerima anjuran tertulis.

d) Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap

menolak, dan

e) Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis, dalam

waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak anjuran

tertulis konsiliator harus sudah selesai membantu para

pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian

didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan

negeri untuk mendapat akta bukti pendaftaran.

9) Perjanjian bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti

pendaftaran dan merupakan yang tidak terpisahkan dari

perjanjian bersama [Pasal 23 Ayat (3) huruf a].

Page 55: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

46

10) Apabila perjanjian bersama yang telah yang didaftarkan tidak

dilaksanakan oleh satu pihak, pihak yang dirugikan dapat

mengajukan permohonan eksekusi di pengadilan hubungan

industrial pada pengadilan negeri didaftar untuk dapat

mendapat penetapan eksekusi [Pasal 23 Ayat (3) huruf b].

11) Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para

pihak, salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan

penyelesaiain perselisihan di pengadilan hubungan industrial

pada pengadilan negeri setempat (Pasal 24).

d. Arbitrase

Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa di mana para pihak

yang bersengketa menyerahkan pertikaian mereka itu kepada pihak

lain yang netral guna mendapatkan keputusan yang menyelesaikan

sengketa.49

Menurut Subekti, arbitrase merupakan suatu penyelesaian

atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang

berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati

keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka

pilih atau yang ditunjuk.50

Penyelesaian perselisihan melalui

arbitrase dilaksanakan oleh arbiter, yakni seorang atau lebih yang

dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan

oleh menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan

kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerjaa/serikut buruh

hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya

melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat

final (Pasal 1 Angka 16 UU PPHI).

49

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.

287

50 Elsa Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta: PT

Grasindo, 2008), h. 202

Page 56: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

47

Prosedur penyelesaian melalui arbitrase menurut UU PPHI

sebagai berikut:

1) Penyelesaian perselisihan melalui arbiter dilakukan atas dasar

kesepakatan para pihak yang berselisih [Pasal 32 Ayat (1)].

2) Para pihak membuat surat perjanjian arbitrase sebagai dasar

untuk memilih dan menunjuk arbiter dari daftar arbiter yang

ditetapkan oleh Menteri [Pasal 32 Ayat (2) dan Pasal 33 Ayat

(1)].

3) Apabila para pihak tidak sepakat untuk menunjuk arbiter, atas

permohonan salah satu pihak ketua pengadilan dapat menunjuk

arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri [Pasal

33 Ayat (6)].

4) Arbiter yang bersedia ditunjuk membuat surat perjanjian

penunjukan arbiter dengan para pihak yang berselisih. [Pasal

34 Ayat (1)].

5) Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan daalam waktu

selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak penandatanganan surat

perjanjian penunjukan arbiter [Pasal 40 Ayat (1)].

6) Pemeriksaan atas perselisihan harus mulai selambat-lambatnya

hari kerja setelah penandatanganan surat perjanjian penunjukan

arbiter [Pasal 40 Ayat (2)].

7) Atas kesepakatan para pihak, arbiter berwenang

memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan 1 kali

perpanjangan selambat-lambatnya 14 hari kerja [Pasal 40 ayat

(3)].

8) Penyelesaian arbitrase diawali dengan upaya perdamaian [Pasal

44 Ayat (1)].

9) Apabila upaya perdamaian tercapai,arbiter wajib membuat akta

perdamaian yang ditandatangani para pihak dan arbiter[Pasal

44 ayat (2)].

Page 57: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

48

10) Akta perdamaian didaftar di pengadilan hubungan industrial

pada pengadilan negeri setempat untuk mendapat akta bukti

pendaftaran [Pasal 44 Ayat (3) dan (4) huruf a].

11) Apabila akta perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu

pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

eksekusi kepada pengadilan hubungan industrial pada

pengadilan negeri setempat untuk mendapat penetapan

eksekusi [Pasal 44 Ayat (4) huruf b].

12) Apabila upaya perdamaian gagal, arbiter meneruskan sidang

arbitrase [Pasal 44 Ayat (5)].

13) Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan,

keadilan, dan kepentingan umum (Pasal 49).

14) Putusan arbitrase berkekuatan hukum mengikat para pihak

yang berselisih dan merupakan putusan bersifat final [Pasal 51

Ayat (1)].

15) Peraturan arbitrase didaftarkan di pengadilan hubungan

industrial pada pengadilan negeri setempat [Pasal 51 Ayat (2)].

16) Apabila putusan arbitrase tidak dilaksanakan oleh salah satu

pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

fiat eksekusi kepada pengadilan hubungan industrial pada

pengadilan negeri setempat agar putusan diperintahkan untuk

dijalankan [Pasal 51 Ayat (3)].

17) Perintah untuk menjalankan harus diberikan selambat-

lambatnya 30 hari kerja sejak permohonan fiat eksekusi

didaftarkan, tanpa memeriksa alasan atau pertimbangan dari

putusan arbitrase [Pasal 51 ayat (4)].

2. Penyelesaian Melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan hubungan industrial adalah forum penyelesaian

perselisihan melalui pengadilan. Yakni pengadilan khusus yang berada

Page 58: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

49

di lingkungan peradilan umum (Pasal 55).51

Hukum acara yang berlaku

adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum kecuali diatur secara khusus (Pasal 57).

Adapun tugas dan wewenang Pengadilan Hubungan Industrial

menurut Pasal 57 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, adalah memeriksa dan

memutus:

a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak.

b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan.

c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan

kerja.

d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Prosedur penyelesaian perselisihan di Pengadilan Hubungan

Industrial menggunakan hukum acara yang berlaku dalam lingkungan

peradilan umum, kecuali beberapa hal yang telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, dibawah ini adalah beberapa

ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang

mengatur tentang tata cara penyelesaian perselisihan PHK melalui

Pengadilan Hubungan Industrial, antara lain sebagai berikut:52

a. Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang

daerah hukumnya meliputi tempat pekerja bekerja (Pasal 81).

b. Pihak yang mengajukan gugatan, wajib untuk melampirkan risalah

penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi yang telah dilakukan

sebelumnya (Pasal 83).

51

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan AusAID, Panduan Bantuan Hukum

di Indonesia, 2014, h. 190

52 Edy Sutrisno Sidabutar, Pedoman Penyelesaian PHK, (Tangerang: Elpress, 2008), h.

37-41

Page 59: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

50

c. Penggugat sewaktu-waktu dapat mencabut gugatannya sebelum

tergugat memberikan jawaban (Pasal 85 Ayat (1)).

d. Untuk nilai gugatan di bawah Rp. 150.000.000,- (seratus lima

puluh juta rupiah), pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan

biaya, termasuk biaya eksekusi (Pasal 58).

e. Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat

bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan

Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya (Pasal 87).

f. Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7

(tujuh) hari kerja setelah menerima gugatan harus sudah

menetapkan Majelis Hakim yang terdiri atas 1 (satu) orang Hakim

sebagai Ketua Majelis dan 2 (dua) orang Hakim Ad-Hoc sebagai

Anggota Majelis (Pasal 88 Ayat (1)).

g. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak

penetapan Majelis Hakim, maka Ketua Majelis Hakim harus sudah

melakukan sidang pertama (Pasal 89 Ayat (1)).

h. Dalam hal salah satu pihak atau para pihak tidak dapat menghadiri

sidang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, Ketua

Majelis Hakim menetapkan hari sidang berikutnya (Pasal 93 Ayat

(1)).

i. Hari sidang berikutnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja

terhitung sejak tanggal penundaan (Pasal 93 Ayat (2)).

j. Penundaan sidang karena ketidakhadiran salah satu atau para pihak

diberikan sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali penundaan (Pasal 93

Ayat (3)).

k. Apabila para pihak hadir pada hari sidang yang ditetapkan, maka

prosesnya mengikuti tahapan persidangan sesuai ketentuan Hukum

Acara Perdata, mulai dari jawaban, duplik, replik, pembuktian

hingga pengambilan keputusan (Pasal 57).

Page 60: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

51

l. Dalam hal pengusaha tidak memberikan upah dan hak-hak lainnya

yang biasa diterima pekerja, maka Hakim Ketua Sidang harus

segera menjatuhkan putusan sela berupa perintah kepada

pengusaha untuk membayar upah serta hak-hak lainnya yang biasa

diterima pekerja (Pasal 96 Ayat (1) jo. Pasal 155 Ayat (3) UU No.

13 Tahun 2003).

m. Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian

perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya

50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama (Pasal

103).

n. Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial dalam waktu

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan Majelis

Hakim dibacakan, harus sudah menyampaikan pemberitahuan

putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam sidang pengambilan

putusan (Pasal 105).

o. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan

ditandatangani, Panitera Muda harus sudah menerbitkan salinan

putusan (Pasal 106).

p. Salinan putusan dimaksud sudah harus disampaikan ke pihak-pihak

yang berselisih selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

diterbitkannya putusan (Pasal 107).

q. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dapat

mengeluarkan putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu,

meskipun putusannya diajukan perlawanan atau kasasi (Pasal

108).

r. Terhadap putusan Majelis Hakim, dapat diajukan permohonan

kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya

14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak putusan dibacakan bagi

Page 61: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

52

pihak yang hadir, dan sejak menerima pemberitahuan putusan bagi

pihak yang tidak hadir (Pasal 110).53

3. Kasasi ( Mahkamah Agung)

Upaya hukum kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang

dapat diminta oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak terhadap

putusan Pengadilan Hubungan Industrial, pemeriksaan kasasi hanya

meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukumnya.

Pihak yang menolak putusan Pengadilan Hubungan Industrial

dapat langsung mengajukan kasasi (tidak untuk banding) atas perkara

tersebut ke Mahkamah Agung (MA) untuk diputus.54

Prosedur pengajuan perkara Kasasi di Mahkamah Agung adalah

sebagai berikut:

a. Permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja: bagi pihak yang

hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang mejelis

hakim, bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal

menerima pemberitahuan putusan.

b. Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan

permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui

Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri setempat.

c. Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan

kasasi harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua

Mahkamah Agung.

53 Edy Sutrisno Sidabutar, Pedoman Penyelesaian PHK, … h. 37-41

54 Sumanto, Hubungan Industrial:Memahami dan Mengatasi Potensi Konflik

Kepentingan Pengusaha Pekerja Pada Era Modal Global, (Jakarta:Center Of Academic

Publishing (CAPS), 2014), h. 235

Page 62: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

53

d. Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan

hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30

(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan

permohonan kasasi.

Perselisihan pemutusan hubungan kerja timbul karena tidak

adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja

yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan hubungan industrial

terkait pemutusan hubungan kerja semestinya diupayakan terlebih

dahulu secara musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Didalam

undang-undang sendiri, jika memang dengan musyawarah tidak bisa

menempuh titik penyelesaian, maka bisa meminta bantuan ke dinas

tenaga kerja setempat dan memilih cara penyelesaian menggunakan

mediasi atau konsiliasi. Namun jika proses itu tidak mampu

menyelesaikan perselisihan, maka upaya hukum selanjutnya bisa

dilakukan dengan menempuh jalur pengadilan.

Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri sebelum

hubungan kerjanya berakhir (putus). Maka pengusaha harus

mengupayakan cara untuk menghindari terjadinya pemutusan

hubungan kerja. Pengusaha maupun pekerja beserta serikat pekerja

menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut sehinga tidak

terjadinya pemutusan hubungan kerja. Jika perundingan benar-benar

tidak menghasilkan kesepakatan, maka pengusaha hanya dapat

memutuskan hubungan kerjanya setelah memperoleh penetapan dari

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam

mengambil putusan, Majelis Hakim harus mempertimbangkan hukum,

perjanjian yang ada, kebiasaan dan juga keadilan. Penetapan tersebut

tidak diperlukan jika pekerjanya sedang dalam masa percobaan dan

ketentuan lain yang dikecualikan. Oleh karena itu pengusaha harus

mempekerjakan kembali atau memberi kompensasi kepada pekerja

yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata tidak ditemukan

tidak adil.

Page 63: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

54

3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:

KEP-150/MEN/2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan

Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa

Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan

Dengan memperhatikan azas keseimbangan dan keadilan,

pekerja juga dapat mengajukan permohonan pengakhiran hubungan

kerja kepada Panitia Daerah dan atau Panitia Pusat, apabila pengusaha:

a. Melakukan penganiayaan, menghina secara kasar atau mengancam

pekerja.

b. Membujuk dan atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan undang - undang kesusilaan.

c. 3 (tiga) kali berturut - turut atau lebih tidak membayar upah tepat

pada waktu yang telah ditentukan.

d. Melalaikan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja.

e. Tidak memberikan pekerjaan secukupnya kepada pekerja yang

upahnya berdasarkan hasil pekerjaan.

f. Memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang

diperjanjikan.

g. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan

kesehatan dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut

tidak diketahui pada waktu perjanjian kerja dibuat.

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana yang

dimaksud diatas, pekerja berhak mendapat uang pesangon, uang

penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 22,

Pasal 23, dan Pasal 24.

Tabel 1: Uang Pesangon Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja/Tahun Uang Pesangon

Masa kerja kurang dari 1 tahun 1 bulan upah

Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari

2 tahun

2 bulan upah

Page 64: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

55

Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari

3 tahun

3 bulan upah

Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari

4 tahun

4 bulan upah

Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari

5 tahun

5 bulan upah

Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari

6 tahun

6 bulan upah

Masa kerja 6 tahun atau lebih 7 bulan upah

Tabel 2: Uang Penghargaan Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja/Tahun Uang Penghargaan Masa Kerja

Masa kerja 3 tahun atau lebih

tetapi kurang dari 6 tahun

2 bulan upah

Masa kerja 6 tahun atau lebih

tetapi kurang dari 9 tahun

3 bulan upah

Masa kerja 9 tahun atau lebih

tetapi kurang dari 12 tahun

4 bulan upah

Masa kerja 12 tahun atau lebih

tetapi kurang dari 15 tahun

5 bulan upah

Masa kerja 15 tahun atau lebih

tetapi kurang dari 18 tahun

6 bulan upah

Masa kerja 18 tahun atau lebih

tetapi kurang dari 21 tahun

7 bulan upah

Masa kerja 21 tahun atau lebih

tetapi kurang dari 24 tahun

8 bulan upah

Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah

Page 65: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

56

Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 meliputi :

1) Ganti kerugian untuk istirahat tahunan yang belum diambil dan belum

gugur.

2) Ganti kerugian untuk istirahat panjang bilamana di perusahaan yang

bersangkutan berlaku peraturan istirahat panjang dan pekerja belum

mengambil istirahat itu menurut perbandingan antara masa kerja

pekerja dengan masa kerja yang ditentukan untuk dapat mengambil

istirahat panjang.

3) Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat

dimana pekerja diterim bekerja.

4) Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan

sebesar 15% (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan atau uang

penghargaan masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan

uang penghargaan masa kerja.

5) Hal - hal lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.

B. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memberikan Perlindungan

Hukum Bagi Pekerja Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 773K/Pdt.Sus-PHI/2018

Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum

adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan

orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar

mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.55

Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya

sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari

pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.

Adapun obyek perlindungan tenaga kerja menurut Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 diantaranya:

1. Perlindungan atas hak-hak dalam hubungan kerja.

55

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53

Page 66: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

57

2. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding

dengan pengusaha, dan mogok kerja.

3. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan

penyandang cacat.

5. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga

kerja, dan

6. Perlindungan atas hak pemutusan hubungan kerja.

Terkait PHK dengan alasan tidak ada proyek lagi yang dikerjakan

atau dalam bahasa efesiensi, telah diatur secara rinci dan jelas dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam Pasal 164 Ayat (3) yang

menyatakan: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami

kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa

tetapi karena perusahaan melakukan efesiensi, dengan ketentuan

pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan

Pasal 156 Ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali

ketentuan Pasal 156 Ayat (3) dan uang penghargaan hak sesuai ketentuan

Pasal 156 Ayat (4).”

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 19/PUU-IX/2011

PHK dengan alasan efesiensi hanya sah dilakukan setelah perusahaan

tutup secara permanen, dengan kata lain, perusahaan yang hanya tutup

sementara tidak boleh memecat pegawainya.

PHK hanya dapat dilakukan sebagai pilihan terakhir sebagai upaya

untuk melakukan efesiensi perusahaan setelah sebelumnya dilakukan cara-

cara lain sebagai bentuk pencegahan.

Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

yang terkait pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (Nomor

SE.907/MEN/PHI-PPHI/X/2004) yaitu:

1. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, seperti Manajer

dan Direktur.

Page 67: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

58

2. Mengurangi shift.

3. Membatasi/menghapuskan kerja lembur.

4. Mengurangi jam kerja.

5. Mengurangi hari kerja.

6. Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk

sementara waktu.

7. Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis

masa kontraknya, serta

8. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Dalam kasus PHK yang dilakukan PT Budi Bakti Prima terhadap

Heri Jaya adalah PHK sepihak. Hal ini dapat dilihat dalam putusan

Pengadilan Negeri Palembang dengan Putusan Nomor 5/Pdt.Sus-

PHI/2018/PN.Plg yang diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung

dengan Perkara Nomor 773 K/Pdt.Sus-PHI/2018 sebagaimana menolak

permohonan kasasi dari PT Budi Bakti Prima dalam hal sengketa

perselisihan pemutusan hubungan kerja. Majelis Hakim memerintahkan

PT Budi Bakti Prima untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan

masa kerja, dan uang penggantian hak dengan total keseluruhan sebesar

Rp. 39.992.400,- dan membayar upah selama proses penyelesaian PHI

senilai Rp. 12.420.000.

Jika dianalisis, pemutusan hubungan kerja yang dilakukan PT Budi

Bakti Prima tersebut memang telah melanggar ketentuan dalam Pasal 61

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan yaitu bahwa pekerja belum meninggal dunia, jangka

waktu perjanjian kerja belum berakhir, belum ada putusan pengadilan atau

penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, dan tidak adanya atau kejadian tertentu

yang menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Dalam kasus ini hakim mempertimbangkan bahwa pekerja

menyatakan tidak keberatan, jika di PHK dengan catatan PT Budi Bakti

Prima ini harus membayar hak-hak normatif Heri Jaya sesuai dengan

Page 68: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

59

ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Hakim telah bertindak

memberikan keputusan akhir yang telah berlaku adil, karena hakim

memutus perkara tidak hanya berdasarkan pertimbangan yuridis melainkan

sosiologis yang mengarah pada latar belakang terjadinya perselisihan.

Sebagaimana hakim dalam mempertimbangkan putusan sudah melihat

secara cermat kesesuaian fakta-fakta yang ada dan juga alat bukti yang

dihadirkan dalam persidangan.

C. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 5/Pdt.Sus-

PHI/2018/PN.Plg

Problematika ketenagakerjan/perburuhan sepanjang masa tidak

pernah selesai dari masalah perlindungan, pengupahan, kesejahteraan,

perselisihan hubungan industrial, pembinaan, dan juga pengawasan

ketenagakerjaan.56

Salah satunya adalah Perselisihan PHK, artinya

perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat

mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu

pihak yang tidak menyetujui atau keberatan atas adanya PHK.57

Tindakan perusahaan yang melakukan PHK terhadap pekerja tanpa

adanya penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial yang mana diatur dalam Pasal 151 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, bahwa:

“Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh,

dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar

jangan terjadi pemutusan hubungan kerja”.

Penjelasan Pasal 151 Ayat (1):

“Yang dimaksud dengan segala upaya dalam ayat ini

adalah kegiatan-kegiatan yang positif yang pada akhirnya dapat

menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain

56

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 142

57 Ugo dan Pujiyo, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial : Tata

Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 38-39

Page 69: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

60

pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja,

dan memberikan pembinaan kepada pekerja/buruh”.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

telah mengatur ketentuan-ketentuan pengusaha dalam melakukan PHK

yang menyatakan pihak perusahaan dapat melakukan PHK dalam berbagai

kondisi dibawah ini:

1. Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana selama 6 (enam)

bulan berakhir dan pekerja dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja yang

bersangkutan.

2. Dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur

dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja

bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja,

setelah kepada pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan

pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut.

3. Pekerja yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-

turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti

yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut

dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan

mengundurkan diri.58

Pasal 28D Ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan:

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan

kerja”.

Surat Keputusan Pengakhiran Hubungan Kerja dikeluarkan tanpa

adanya penetapan dari LPPHI, sehingga batal demi hukum. Pasal 151 Ayat

(2 dan 3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menyatakan bahwa:

58

Sudibyo Aji, Implementasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Terhadap Pekerja

Status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pada PT X di Kota Malang, Vol. 2015, 2, h. 211-

212

Page 70: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

61

“(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi

pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud

pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha

dan serikat pekerja/buruh atau dengan pekerja /buruh apabila

pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh”.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada

Ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha

hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh

setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial”.

Dalam kasus tersebut, Heri Jaya itu memang seorang pekerja

harian yang cukup lama dari tanggal 01 Agustus 2011 sampai 31 Januari

2017. Sebagaimana Di jelaskan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004

Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,

bahwasanya dalam BAB V Ayat (3) dalam hal menjelaskan:

“Pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih

selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian

kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT”.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78

Tahun 2015 Tentang Pengupahan, menjelaskan:

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan

dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha

atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau

peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi

pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa

yang telah atau akan dilakukan”.

Sedangkan berdasarkan putusan MK No. 100/PUU-X/2012

menyatakan:

Page 71: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

62

“Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan

kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi sepanjang

buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja.

Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja

tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu, upah dan

segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah

merupakan hak milik pribadi yang tidak boleh diambil alih oleh

siapapun baik oleh perseorangan maupun melalui ketentuan

perundang-undangan”.

Membayar upah merupakan kewajiban utama dari seorang pemberi

kerja/pengusaha dalam suatu hubungan kerja. Jika kewajiban membayar

upah itu tidak ada, hubungan tersebut bukanlah hubungan kerja. Sistem

upah jangka waktu pembayaran dilakukan dengan sistem jangka waktu

tertentu, misalnya harian, mingguan, dan bulanan. Namun demikian,

dalam hal tertentu untuk perhitungan pembayaran iuran jaminan sosial

tenaga kerja, yang selalu menjadi patokan adalah pembayaran upah secara

bulanan. Oleh karena itu:

1. Jika upah dibayarkan secara harian, upah sebulan sama dengan upah

sehari dikalikan tiga puluh.

2. Jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan, upah sebulan

dihitung dari upah rata-rata tiga bulan terakhir.

3. Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan

pada upah borongan, upah sebulan dari upah rata-rata dua belas bulan

terakhir. 59

Adapun cara perhitungan upah lembur diatur dalam Pasal 8 sampai

dengan 11 Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/VI/2004. Perhitungan

59

Zaeni Asyhadie, Peradilan Hubungan Industrial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 33-

34

Page 72: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

63

upah lembur didasarkan pada upah bulanan. Cara menghitung upah sejam

adalah 1/173 kali upah sebulan.60

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial, bahwasanya Setiap orang, termasuk orang

asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib

menjadi peserta program Jaminan Sosial. Sebagaimana dalam Pasal 5 Ayat

(2) BPJS dibentuk menjadi dua yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. Sebagaimana dalam Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2)

menjelaskan bahwa:

“BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

Ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan”.

“BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 Ayat (2) huruf b menyelenggarakan program: jaminan

kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan

kematian”.

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional, dalam Pasal 1 Angka 1 menyatakan bahwa

jaminan sosial adalah”

“Suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh

rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang

layak”.

Membayar iuran setiap bulan pengusaha sudah tidak lagi

direpotkan masalah resiko kecelakaan pekerja. Oleh karena itu, mari kita

sama-sama menyadari akan pentingnya program ini dan dukung

pemerintah melindungi warganya. Mendaftarkan pekerja ke BPJS

bukanlah sebuah tindakan yang merugikan, karena suatu ketika pengusaha

akan memperoleh manfaat yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

60 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), h. 113

Page 73: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

64

Pengusaha bisa saja di pidanakan karna mengabaikan keselamatan serta

hak pekerja untuk mendapatkan perlindungan kecelakaan yang layak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dalam menyelesaikan

suatu perselisihan dalam hubungan industrial, dapat ditempuh melalui 3

(tiga) tahap, yaitu:

1. Tahap Pertama : Perundingan Bipartit

2. Tahap Kedua : Penyelesaian di luar Pengadilan, yaitu

Mediasi atau Konsiliasi atau Arbitrase

3. Tahap Ketiga : Penyelesaian melalui Pengadilan

Penyelesaian Perselisihan yang pertama kali ditempuh dalam kasus

ini adalah mediasi. Mediasi ini salah satu cara penyelesaian PHK melalui

musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang

netral.61

Pada proses mediasi yang difasilitasi Kepala Dinas Tenaga Kerja

Kota Palembang nyatanya tidak dapat diselesaikan, serta dengan Surat

Anjuran dengan Nomor: 576/230/Disnaker/2017 tertanggal 5 April 2017

juga tidak menemui titik temu, sehingga Heri Jaya selaku Penggugat

akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri Palembang.

Sebagaimana dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang menyatakan bahwa:

“Dalam hal penyelesaian melalui Konsiliasi dan Mediasi

tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Hubungan

Industrial”.

Sesuai Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

61

Ugo dan Pujiyo, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial : Tata

Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa Perburuhan …, h. 70

Page 74: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

65

“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak

memenuhi ketentuan Pasal 151 Ayat (3) dan Pasal 168, Kecuali

Pasal 158, Pasal 160 Ayat (3), Pasal 162 dan Pasal 169 batal

demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh

yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang

seharusnya diterima”.

Dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri Palembang, majelis hakim mengabulkan gugatan sebagian

berdasarkan fakta dan bukti yang ada. Karena pemutusan hubungan kerja

yang terjadi kepada Heri Jaya, telah dilakukan secara tidak patut terhadap

aturan hukum yang ada. Peristiwa ini bisa dikatakan sebagai perlakuan

yang merugikan pihak pekerja, sebagaimana sudah selayaknya pihak

pekerja yang telah di PHK mendapatkan hak-hak yang semestinya.

Keadilan menurut hukum adalah keadilan yang telah dirumuskan

oleh hukum dalam bentuk hak dan juga kewajiban, dimana pelanggaran

terhadap keadilan akan ditegakkan lewat proses hukum, umumnya oleh

pengadilan.62

D. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 773 K/Pdt.Sus-PHI/2018

Menurut Tritaamidjaja, kasasi adalah suatu jalan hukum yang

gunanya untuk melawan keputusan yang dijatuhkan dalam tingkat

tertinggi yaitu keputusan yang tidak dapat dilawan ataupun tidak dapat

dimohon banding, baik karena kedua jalan hukum yang tidak

diperbolehkan oleh undang-undang maupun didasarkan karena telah

dipergunakan.

Dalam kronologi kasus, yang menjadi alasan permohonan kasasi

yaitu karena melampaui batas wewenang atau dikarenakan adanya

kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, maka

yang diharapkan PT Budi Bakti Prima selaku pemohon kasasi,

62

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h.

118

Page 75: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

66

bahwasanya majelis hakim pada Mahkamah Agung bisa mengoreksi

kesalahan yang ada di peradilan bawahan atau bisa menyelesaikan

kontroversi ke arah standar prinsip keadilan umum.

Berdasarkan keterangan informasi di atas, maka secara yuridis

Mahkamah Agung ini tidak menemukan kesalahan penerapan hukum oleh

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang

perkara Nomor 5/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Plg. Oleh karena itu, Mahkamah

Agung menolak atas pengajuan kasasi yang dilakukan oleh PT Budi Bakti

Prima yang dahulu sebagai tergugat. Suatu penyelesaian dalam sengketa

Hubungan Industrial merupakan perkara Perdata Khusus yang diatur dan

diterapkan dengan berbagai Undang-Undang yang mengatur secara

khusus, jadi tidak murni menggunakan ketentuan dalam kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, hal ini merujuk pada asas “Lex specialis derogret

lex generali” yang artinya menurut kamus hukum adalah Undang-Undang

yang bersifat khusus mengesampingkan yang bersifat umum.63

Berdasarkan asas tersebut, maka Putusan Pengadilan Negeri

Palembang Nomor 5/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Plg (Judex facti) tidak salah

dalam menerapkan hukum dan menolak Permohonan Kasasi dari PT Budi

Bakti Prima, hal ini menyatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri

Palembang sah dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (inkrach).

Pada tingkat kasasi, peneliti menganalisis dari tiga pilar utama

dalam hukum, yaitu sisi nilai keadilan hukum, sisi nilai kegunaan atau

kemanfaatan hukum dan sisi nilai kepastian hukumnya. Penjelasannya

akan diuraikan sebagai berikut:

1. Sisi Nilai Keadilan Hukum

Menurut teori keadilan John Rawls, berdasarkan buku John

Rawls yang berjudul “ A Theory Of Justice‟, terdapat tiga (3) ide

pokok penting sebagai komponen adanya teori keadilan John Rawls,

yaitu : 1) Utilitarianisme Klasik, 2) Keadilan Sebagai Fairness, 3) Dua

Prinsip Keadilan.

63

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: RIineka Cipta, 2015), h. 249

Page 76: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

67

a. Utilitarianisme

Utilitarianisme adalah suatu paham atau aliran yang menekankan

pada aspek kegunaan atau kemanfaatan.

b. Keadilan Sebagai Fairness

Keadilan itu suatu kejujuran, suatu kewajaran dan kelayakan.

c. Dua Prinsip keadilan

yaitu prinsip yang pertama dinamakan prinsip kebebasan, setiap

orang harus diberikan kebebasan memilih, menjadi pejabat,

kebebasan berbicara dan berfikir, kebebasan memiliki kekayaan,

dan sebagainya. Sedangkan prinsip keadilan kedua adalah

ketidaksamaan, bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia,

dalam bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa,

sehingga ketidaksamaan tersebut dapat menguntungkan setiap

orang.

Selain John Rawls, Aristoteles juga membagi keadilan menjadi

dua yaitu keadilan distributif dan komutatif. Penjelasannya:

a. Keadilan Distributif

Keadilan distributif menuntut bahwa setiap orang mendapat apa

yang menjadi hak atau jatahnya, jatah ini tidak sama untuk setiap

orang, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan,

kemampuan, dan sebagainya. Sifatnya adalah proporsional. Jadi

keadilan distributif berkenaan dengan penentuan hak dan

pembagian hak yang adil dalam hubungan antara masyarakat

dengan negara, dalam arti apa yang seharusnya diberikan oleh

negara kepada warganya.64

b. Keadilan Komutatif

Keadilan Komutatif memberi kepada setiap orang sama

banyaknya. Dalam pergaulan di masyarakat, keadilan komutatif

merupakan kewajiban setiap orang terhadap sesamanya. Di sini

64

Bahder Johan Nasution, Kajian Filosofis Tentang Hukum dan Keadilan Dari Pemikiran

Klasik Sampai Pemikiran Modern, Fakultas Hukum Universitas Jambi, h.6

Page 77: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

68

yang dituntut adalah kesamaan. Yang adil ialah apabila setiap

orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan

sebagainya. Tujuannya untuk memelihara ketertiban masyarakat

dan kesejahteraan umum.65

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

Palembang mempunyai kekuatan hukum tetap yang memberikan rasa

keadilan, bahwa secara fakta Heri Jaya telah bekerja dengan baik

selama kurang lebih 5 tahun tanpa pernah melakukan kesalahan yang

merugikan perusahaan, dan harus diputus hubungan kerjanya karena

alasan perusahaan tidak ada kegiatan sama sekali dalam arti tidak ada

proyek lagi yang harus dikerjakan Heri Jaya. Sebagaimana alasan

tersebut bisa dibenarkan dan berkaitan dengan alasan ekonomis yang

menurutnya hasil produksi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

merosotnya kapasitas suatu produksi perusahaan atau bisa jadi

menurunnya permintaan masyarakat atas hasil produksi perusahaan.66

Maka dengan begitu, pemutusan hubungan kerja tersebut akan

menimbulkan buruh telah kehilangan mata pencaharian, kehilangan

biaya hidup untuk diri dan keluarganya, serta perlu biaya untuk

mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya.67

Sesuai Pasal 156

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menjelaskan:

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja pengusaha

diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan

masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”.

2. Sisi Nilai Kegunaan atau Kemanfaatan

Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa masyarakat

mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum.

65

Suprima Ollifica Pratasis, Implementasi Teori Keadilan Komutatif Terhadap Pelaku

Pemerkosaan Menurut Pasal 285 KUHP, Lex et Societatis, Vol II No.5, Juni 2014, h.55-57 66

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, …, h. 104

67 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 178

Page 78: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

69

Hukum itu untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan

hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.

Sehingga justru karena hukumnya tidak dilaksanakan atau ditegakkan

malah akan timbul keresahan di dalam masyarakat itu sendiri.68

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

Palembang yang memutuskan pemberian pesangon kepada Heri Jaya

akan memberikan manfaat untuk dirinya dan keluarganya sehingga

setelah Heri Jaya di putus hubungan kerjanya, Heri Jaya dapat

merencanakan masa depan untuk menjalankan usaha untuk memenuhi

kebutuhan hidup. Setidak-tidaknya hasil kompensasi yang diterima

Heri Jaya bisa memenuhi kebutuhan jaminan pendidikan untuk anak-

anaknya, dan disamping itu bisa juga digunakan sebagai modal usaha

bagi Heri Jaya dan keluarga dalam melanjutkan kebutuhan hidup.

Sehingga mereka tidak termasuk kedalam kategori Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam arti, seseorang, keluarga

atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau

gangguan sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya secara

memadai.

3. Sisi Nilai Kepastian Hukum

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua

pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat

individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh

dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari

kewenengan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat

umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan

atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum ini

berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran

pemikiran Positivisme di dunia hukum yang cenderung melihat hukum

68 Mohamad Aunurrohim, Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum di Indonesia,

Universitas Negeri Yogyakarta, 2015, h. 7

Page 79: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

70

sebagai sesuatu yang otonom yang mandiri, karena bagi penganut

aliran ini, tujuan hukum tidak lain sekedar menjamin terwujudnya oleh

hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum

membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan

keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.69

Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari

keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak

hukum yang terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya

sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum

masyarakat akan taukejelasan akan hak dan kewajiban menurut

hukum.

Maka dalam gugatan Heri Jaya atas terjadinya pemutusan

hubungan kerja oleh pengusaha dinyatakan sesuai hukum dalam hal

perundingan yang tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya

dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah

memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial.

Dilihat dari Aspek Hak Asasi Manusia, pemberhentian Heri

Jaya oleh PT Budi Bakti Prima telah menodai hak asasi manusia di

dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 (D) bahwa “Setiap orang

berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam hubungan kerja”.70

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia dalam Pasal 38 menyatakan sebagai berikut:

1. Setiap warga negara sesuai dengan bakat, kecakapan dan

kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.

69

Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya, 1999), h.

23

70 Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2012), h.

251

Page 80: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

71

2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang

disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang

adil.

3. Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan

yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta

syarat-syarat perjanjian kerja yang sama, dan setiap orang baik pria

maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan

martabat kemanusiaannya berhak atasupah yang adil.

Menurut Mahkamah Agung, Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang tidak salah

menerapkan hukum, sebagaimana Putusan tingkat kasasi ini

menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palembang yang

sependapat dengan pertimbangan hakim pada Pengadilan tingkat

pertama.

Page 81: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan bab-bab yang telah diuraikan sebelumnya dan

berdasarkan hasil pembahasan pada analisa penelitian tersebut, maka dapat

diambil kesimpulan, bahwa:

1. Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja dalam Ketentuan Peraturan

Perundangan

Ketentuan hukum dalam peraturan perundangan tentang

ketenagakerjaan, dalam aturannya menjelaskan untuk melindungi

pekerja dari tindakan kesewenang-wenangan dari pihak yang berkuasa

atau membentuk keseimbangan antara pengusaha dan pekerja demi

tercapainya suatu keadilan dengan berlandaskan pada peraturan yang

mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, serta Keputusan

Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: KEP-

150/MEN/2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan

Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti

Kerugian di Perusahaan. Sebagaimana setiap pihak baik pengusaha

maupun pekerja berhak melakukan pemutusan hubungan kerja, baik

atas dasar keinginan sendiri maupun segala kejadian yang beralasan

didalamnya dengan tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku.

2. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memberikan Perlindungan

Hukum Bagi Pekerja Berdasarkan Putusan Nomor 773K/Pdt.Sus-

PHI/2018

Proses pemutusan hubungan kerja yang dilakukan PT Budi

Bakti Prima memang telah melanggar peraturan ketenagakerjaan.

Sebagaimana hakim Pengadilan Negeri Palembang memberikan hasil

putusannya berdasarkan fakta dan data bahwa PT Budi Bakti Prima

Page 82: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

73

harus memenuhi kompensasi hak-haknya Heri Jaya. Sebagaimana hal

tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja untuk

mewujudkan kesejahteraan sebagai pekerja.

Selanjutnya pertimbangan hakim Mahkamah Agung pada

dasarnya sama dengan model pertimbangan Pengadilan Negeri

Palembang dengan memberikan putusan yang tidak jauh berbeda,

sebagaimana hakim mempertimbangkannya sesuai dengan aspek

sosiologis maupun filosofisnya.

B. Rekomendasi

Sebelum skripsi ini peneliti akhiri, terlebih dahulu peneliti ingin

memberikan sedikit rekomendasi yang dapat bermanfaat bagi kita semua

untuk dijadikan bahan pikiran dari terselenggaranya supremasi hukum di

Indonesia antara lain:

1. Pengusaha diharapkan lebih menaati ketentuan peraturan perundang-

undangan tentang ketenagakerjaan yang mengatur mengenai

pemutusan hubungan kerja, sehingga tidak menimbulkan perselisihan

di kemudian hari.

2. Meningkatkan komunikasi antara pengusaha dengan pekerja, terutama

perusahaan harus lebih banyak mensosialisasikan terkait peraturan

perusahaan ataupun hal lainnya agar tidak terjadi kesalahan dalam

informasi.

3. Mengupayakan terlebih dahulu cara-cara yang dapat dilakukan dalam

rangka mengantisipasi terjadinya pemutusan hubungan kerja. Dan

yang lebih utama adalah pengusaha harus diwajibkan untuk tetap

memenuhi kompensasi hak yang seharusnya diterima oleh pekerja.

Page 83: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

74

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Alfitra, Konflik Sosial dalam Masyarakat Moderen, Ponorogo: Wade

Group, 2017.

Ali, Ahmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicial Prudence), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Asikin, Zainal. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers,

2010.

Asyhadie, Zaeni. Pemutusan Hubungan Kerja, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2008.

Asyhadie, Zaeni. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang

Hubungan Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013.

Asyhadie, Zaeni. Peradilan Hubungan Industrial, Jakarta: Rajawali Pers,

2009.

Burhan, Ashrhofa. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

Damanik, Sehat. Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, DSS

Publishing Jakarta, 2006.

Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2008.

E. Manullang, Fernando. Menggapai Hukum Berkeadilan, Jakarta:

Kompas, 2007.

Page 84: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

75

Fuady, Munir. Dinamika Teori Hukum, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,

2010.

Gultom, Sri Subiandini. Aspek Hukum Hubungan Industrial, Jakarta: Inti

Prima Promosindo, 2008.

Halim, Ridwan. Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985.

Halili, Hubungan Kerja antara Majikan dan Buruh, Bandung: Bina

Aksara, 1987.

Halim, A. Ridwan dan Sri Subiandini Gultom, Sari Hukum Perburuhan

Aktual, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1987.

H. Manulang, Sendjun. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di

Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1987.

Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2006.

Ibrahim, Johnny. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

Malang: Bayumedia Publishing, 2008.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional,

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Edisi Keempat, 2008.

Khakim, Abdul. Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial, Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2010.

Miru, Ahmadi. Hukum Perikatan, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra

Aditya, 2004.

M. Hadjon, Philipus. Perlindungan Bagi Rakyat diIndonesia, Surabaya:

PT Bina Ilmu, 1987.

Page 85: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

76

ND, Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif & Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Niewenhuis, J.H. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Surabaya, 1985.

Pasek Diantha, I Made. Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam

Justifikasi Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2016.

Prints, Darwan. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2000.

Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,

Jakarta: Djambatan, 2007.

Pujiyo, dan Ugo. Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial : Tata Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa

Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Rahmadi, Takdir. Mediasi: Penyelesaian Sengketa melalui Pendekatan

Mufakat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: Rajawali

Pers,

Rights Centre, Trade Union .Advokasi Pengupahan di Daerah, Jakarta:

TURC, 2007.

Sadi Is, Muhammad. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, 2015.

Sari, Elsa Kartika dan Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi,

Jakarta: PT Grasindo, 2008.

Sidabutar, Edy Sutrisno. Pedoman Penyelesaian PHK, Tangerang:

Elpress, 2008.

Soebekti, Hukum Perjanjian, Bogor: PT Inter Masa, 1984.

Page 86: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

77

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif : Suatu

injauan Singkat, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press), 1986.

Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: RIineka Cipta, 2015.

Sutedi, Adrian. Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Sulaiman, Abdullah. Hukum Ketenagakerjaan Perburuhan Di Indonesia,

Jakarta Menteri Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Syariah Dan

Hukum UIN Jakarta, 2018.

Sumanto, Hubungan Industrial:Memahami dan Mengatasi Potensi Konflik

Kepentingan Pengusaha Pekerja Pada Era Modal Global,

Jakarta:Center Of Academic Publishing (CAPS), 2014.

Suparman, Supomo. Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial,

Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009.

Syarbaini, Syahrial. Pendidikan Pancasila, Bogor: Penerbit Ghalia

Indonesia, 2012.

Syahrani, Riduan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra

Aditya, 1999.

Tiena Masriani, Yulies. Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2004.

Uwiyono, Aloysius. Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali

Pers, 2014.

Widyaningsih, Rience G. Himpunan Materi Materi Penting Dalam

Menunjang Keberhasilan Studi Hukum Kerja, Bandung: CV

Amriko, 1982.

Page 87: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

78

Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar

Grafika, 2013.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan AusAID, Panduan

Bantuan Hukum di Indonesia, 2014.

B. JURNAL

Aji, Sudibyo. Implementasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Terhadap

Pekerja Status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pada PT

X di Kota Malang, Vol. 2015.

Aunurrohim, Mohamad. Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum di

Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, 2015.

Johan Nasution, Bahder. Kajian Filosofis Tentang Hukum dan Keadilan

Dari Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran Modern, Fakultas

Hukum Universitas Jambi.

Maringan, Nikodemus. Tinjauan Yurisid Pelaksanaan Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) Secara Sepihak Oleh Perusahaan Menurut

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,

Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 3 , Volume 3 , 2015.

Pratasis, Suprima Ollifica. Implementasi Teori Keadilan Komutatif

Terhadap Pelaku Pemerkosaan Menurut Pasal 285 KUHP, Lex et

Societatis, Vol II No.5, Juni 2014.

Silambi, Erni Dwita. Pemutusan Hubungan Kerja Ditinjau Dari Segi

Hukum ( Studi Kasus PT Medco Lestari Papua), Universitas

Musamus Merauke,

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Page 88: PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PT BUDI BAKTI PRIMA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45601/1/FATIHATUL... · perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung hasil

79

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: KEP-

150/MEN/2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan

Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti

Kerugian di Perusahaan