Pemodelan Bawah Permukaan Untuk Analisis Perlapisan ...digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
Transcript of Pemodelan Bawah Permukaan Untuk Analisis Perlapisan ...digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
141
ISBN 978-979-99141-7-0
Pemodelan Bawah Permukaan Untuk Analisis Perlapisan Batuan Penyusun
Akuifer Dengan Konfigurasi Schlamberger Di Desa Pendoworejo
Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa
Yogyakarta
Subsurface Modeling for Rock Layers Analysis of Aquifer Compilers with
Schlumberger Configuration At Pendoworejo Village, Girimulyo, Kulon
Progo Regency, Special Region of Yogyakarta
Dessensa*, Agung Candra Setiawan, Yoyok Ragowo S.S, Alfian Ajie Pangestu, Asri Oktaviani
IST AKPRIND Yogyakarta, Jl. Kalisahak 28, Komplek Balapan, Yogyakarta 55222
Pos-el: [email protected]
ABSTRAK
Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo cenderung kekeringan di musim kemarau
sehingga warga kesulitan mendapat air bersih lantaran sumber air semakin surut dan mengering. Kondisi air di
sumur-sumur berkedalaman belasan meter milik warga kian menyusut dan dalam. Adapun beberapa mata air
juga mulai mengecil debit airnya sehingga kurang mencukupi kebutuhan air bagi warga dalam kesehariannya.
Litologi penyusunnya terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi
limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, tuf akan kaya foraminifera dan moluska, diperkirakan
ketebalannya 350 meter (Rahardjo, 1977) dengan morfologi perbukitan bergelombang rendah hingga menengah.
Kondisi seperti ini menjadikan wilayahnya relatif mengalami kesulitan air. Penelitian ini bertujuan untuk
menginterpretasikan perlapisan batuan penyusun akuifer dan membuat model atau gambaran keadaan perlapisan
batuan penyusun akuifer bawah permukaan menggunakan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger, guna
mengetahui sebaran dari akuifer bawah permukaan (airtanah) pada daerah penelitian.metodeyang di gunakan
pada penelitian ini adalah studi literatur dengan data sekunder dan data primer berdasarkan survei eksplorasi
geologi daerah penilitian dan analisis data geofisika. Hasil penelitian didapatkan 13 titik pengukuran dan
dilakukan interpretasi tahanan jenis terhadap keadaan geologi lokal dengan pemodelan inversi diperoleh
penampang stratigrafi, nilai resistivitas dan ketebalan dari tiap lapisan batuan. Berdasarkan dari Sebaran lapisan
akuifer tertekan pertama yang diprediksikan berarah barat daya-timur laut, dan pada akuifer tertekan
diprediksikan sebaran lapisan akuifer berarah barat-timur. Sedangkan interpretasikan arah aliran, pada lapisan
akuifer tertekan pertama relatif akan bergerak kearah timur laut dan lapisan akuifer tertekan kedua relatif akan
bergerak ke arah timur. Sistem pengisian airtanah pada daerah ditinjau dari keberadaan akuifer tidak akan cukup
untuk memenuhui kebutuhan air baku, dikarenakan cadangan air pada lapisan ini tergantung pada musim, jika
kemarau datang cadangan air akan berkurang. Ketidak menerusan lapisan sedimen yang berperan sebagai akuifer
tertekan pertama di kontrol oleh morfologi daerah tersebut, dan pada akuifer tertekan dominan oleh struktur
geologi stratigrafi dari perlapisan batuan.
Kata kunci: Pemodelan, Resistivitas, Akuifer, Schlumberger, Pendoworejo-Girimulyo
ABSTRACT
Pendoworejo Village, Girimulyo Subdistrict, Kulon Progo Regency tends to suffer from drought in the dry
season so that residents have difficulty in getting clean water because the water sources are increasingly
receding and drying up. The condition of the water in the wells with a depth of dozens of meters owned by
residents increasingly shrinking and deep. Some springs have also begun to reduce their water debit, making
them inadequate for the residents' daily water needs. The constituent lithology consists of sandstones with lignite
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
142 ISBN 978-979-99141-7-0
inserts, sandstone marbles, claystone with limonite concretions, sandstone and limestone inserts, sandstones,
tuffs will be rich in foraminifera and molluscs, estimated thickness of 350 meters (Rahardjo, 1977) with
morphology of low to medium wavy hills. Conditions like this make the region relatively experiencing water
shortages. This study aims to interpret the layers of aquifer compartment rock and make a model or description
of the condition of the layers of subsurface aquifer constituent rock using the Schlumberger configuration
geoelectric method, to determine the distribution of subsurface aquifers (groundwater) in the study area. The
method used in this study is the study of literature with secondary data and primary data based on geological
exploration survey of the research area and analysis of geophysical data. The results of the study obtained 13
points of measurement and interpretation of the type of resistance to local geological conditions by inversion
modeling obtained a stratigraphic cross section, resistivity value and thickness of each rock layer. Based on the
distribution of the first depressed aquifer layer predicted to the southwest-northeast direction, and on the
depressed aquifer the east-west trending layer of the aquifer is predicted. While interpreting the direction of
flow, the first depressed aquifer layer will relatively move towards the northeast and the second depressed
aquifer layer will relatively move to the east. Groundwater filling system in the area in terms of the existence of
aquifers will not be enough to meet the needs of raw water, because water reserves in this layer depend on the
season, if the drought comes, water reserves will decrease. Non-passing sedimentary layers that act as the first
stressed aquifer are controlled by the morphology of the area, and in aquifers the dominant stress is caused by
the stratigraphic geological structure of rock layers.
Keywords: Modeling, Resistivity, Aquifer, Schlumberger, Pendoworejo-Girimulyo
PENDAHULUAN
Kecamatan Girimulyo Kabupaten
Kulon Progo memiliki empat desa yang
mengalami kekeringan pada musim kemarau.
Empat desa tersebut yakni Giripurwo,
Pendoworejo, Purwosari, dan Jatimulyo.
Kecamatan Girimulyo di wilayah perbukitan
(Gambar 1), Kecamatan Girimulyo
cenderung kekeringan di musim kemarau
sehingga warga kesulitan mendapat air bersih
lantaran sumber air semakin surut
mengering. Kondisi air di sumur-sumur
berkedalaman belasan meter milik warga
kian menyusut.
Keberadaan airtanah pada suatu
daerah tidak terlepas dari kondisi lapisan
geologi bawah permukaan daerah tersebut.
Untuk mengetahui keberadaan airtanah, perlu
diketahui kondisi lapisan geologi bawah
permukaan. Saat ini telah dikembangkan
berbagai cara untuk mengetahui kondisi
lapisan geologi bawah permukaan. Secara
geohidrologi daerah penelitian yang
mempunyai susunan litologi dari sedimen
klastik yang tebal sehingga diduga
mempunyai variasi akuifer pada kedalaman
tertentu, salah satunya di daerah penelitian
yang mempunyai ketebalan sedimen klastik
yang cukup tebal sehingga untuk
mengidentifikasi variasi wadah. Akuifer
yang mempunyai peranan sebagai media
penyimpan airtanah di bawah permukaan,
sehingga diperlukan kajian secara geologi
dan geofisika dengan cara memodelkannya.
Gambar 1. Indeks peta lokasi penelitian
Metode geolistrik merupakan salah satu
cabang ilmu geofisika yang mempelajari
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 143
bumi dan lingkungannya berdasarkan sifat-
sifat kelistrikan batuan. Sifat ini adalah
tahanan jenis, konduktivitas, konstanta
dielektrik, kemampuan menimbulkan
potensial listrik sendiri, arus listrik
diinjeksukan kdalam bumi melalui dua
lektroda arus dan distribusi potensial yang
dihasilkan diukur dengan elektroda potensial
(Dobrin, 1976). Pada area tertentu dapat
muncul lapisan akuifer, sebagai lapisan
pembawa air yang dapat memindahkan air
dari suatu titik ke titik yang lain atau sebagai
akuifer tertekan. Di bawah permukaan bumi,
air tanah terperangkap diantara celah-celah
partikel tanah atau batuan. Beberapa tipe
batuan seperti pasir, batu pasir (sandstones),
gravel atau batu konglomerat mempunyai
kemungkinan untuk memerangkap air tanah
diantara celah partikelnya. Namun beberapa
tipe batuan seperti batuan beku, metamorfosa
dan sedimen biasanya sedikit mengandung
air. Kemampuan batuan atau sedimen
memerangkap air bawah tanah diantara celah
partikelnya disebut potensial air tanah.
Potensial air tanah akan besar, pada sedimen
atau batuan yang memiliki porositas yang
besar. Pergerakan air tanah di bawah
permukaan bumi juga ditentukan oleh
permeabilitas batuan atau tanah (Allan et al,
1982).
Lokasi penelitian secara administratif
berada di Desa Pendoworejo Kecamatan
Girimulyo Kabupaten Kulonprogo Daerah
Istimewa Yogyakarta yang tercakup dalam
lembar Sendangaung dengan nomor lembar
peta 1408-232, sedangkan secara geografis
berada pada kordinat BT 1100 11’ 30” – BT
1100 12’ 45” dan LS 070 43’ 30” - LS 070
44’ 30” dalam skala peta 12.500.
Daerah penelitian (Gambar 2)
mempunyai kondisi geologi yang masuk
kedalam tiga formasi yaitu Formasi
Nanggulan, Formasi Andesit Tua, dan
Koluvium. Data pengamatan lokasi tersebut
berupa variasi litologi, kedudukan batuan dan
sebaran batuan penyusun dari daerah
penelitian yang secara umum didominasi
batuan sedimen, berupa batupasir,
batulempung karbonat, breksi dan intrusi
andesit
Maka dengan hasil interpretasi dari data
invers nilai tahanan jenis batuan geolistrik
berdasarkan interpretasi kualitatif maupun
kuantitatif, serta interpretasi gambaran model
bawah permukaan melalui penarikan garis
penampang setiap STA geolistrik dan
gambaran kontur 3D dari nilai Rho dan
elevasi maka akan didapatkan perlapisan
batuan penyusun akuifer pada daerah
penelitian.
METODE
Metode penelitian ini menggunakan metode
studi literatur dengan data sekunder dan data
primer berdasarkan survei eksplorasi geologi
daerah penilitian dan analisis data geofisika.
Tahapan studi pustaka yaitu pengenalan
geologi regional. Data studi pustaka diambil
dari beberapa teksbook atau jurnal-jurnal
ilmiah. Data - data tersebut di kumpulkan
menjadi satu dan di analisis serta kemudian di
lakukan interpretasi. Eksplorasi geologi daerah
penilitian berupa pengamatan lokasi dengan
cara survei daerah penelitian sebelum
melakukan pengukuran geolistrik, tahapan
ini di lakukan untuk mempermudah
menemukan titik-titik pengukuran yang
sesuai dengan target penelitian. Selanjutnya
Pemetaan geologi permukaan di Desa
Pendoworejo dengan kapling seluas 3 x 2
km. Setelah itu pembuatan peta topografi dan
peta geologi lokasi penelitian mengunakan
software Arcgis, Global Mapper, Google
Earth dan Corel Draw X7. Tahapan terakhir
adalah analisis data geofisika dan pemodelan
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
144 ISBN 978-979-99141-7-0
dengan tahapan pengukuran geolistrik
menggunakan metode VES (Vertical Electric
Sounding) konfigurasi Schlumberger yang
merupakan salah satu metode dalam
eksplorasi geofisika untuk mengidentifikasi
subsurface. Pengukuran VES dalam
penelitian ini dilakukan pada tiga belas lokasi
yang berbeda, tujuannya agar data tersebut
dapat dikorelasikan ketika melakukan
interpretasi sesuai target yang diinginkan
dalam penelitian ini. Selanjutnya adalah
pemodelan menggunakan software Progress.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Geologi Lokal Daerah Penelitian
Gambar 2. Peta geologi daerah penilitian dan titik pengambilan data geolistrik
Kondisi geologi lokal Desa Pendoworejo
Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon
Progo Daerah Istimewa Yogyakarta yang
tercakup dalam lembar Sendangaung dengan
nomor lembar peta 1408-232. Secara geologi
daerah penilitian masuk kedalam tiga formasi
yaitu Formasi Nanggulan, Formasi Andesit
Tua, dan Koluvium. Luasan kapling 3 x 2 km
dan memiliki 17 lokasi pengamatan dalam
skala peta 1:12.500 (Gambar 3).
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 145
Gambar 3. Peta lintasan dan lokasi pengamatan daerah
penelitian menggunakan peta topografi
Gambar 4. Lokasi pengamatan pemetaan geologi
daerah penelitian
Maka berdasarkan hasil pemetaan dan
analisis geologi didapatkan hasil:
Stratigrafi
Stratigrafi daerah penelitian terbagi menjadi
empat satuan batuan dari tua ke muda terdiri:
1.Satuan batulempung Nanggulan,
mempunyai ciri fisik litologi mulai dari
struktur berlapis, laminasi, konkresi,
berfosil, gradasional hingga masif. Satuan
ini tersusun oleh Batulanau karbonatan,
Batulempung berlapis, Batupasir halus
dengan sisipan lingnit, dan Batupasir
kuarsa.
2. Satuan breksi andesit OAF, memiliki
warna kecoklatan, dengan fragmen batuan
beku berupa andesit berukuran kerakal-
kerikil.
3. Intrusi andesit, berwarna abu cerah dengan
struktur masif, derajat kristal yaitu
hipokristalin. Mengandung mineral-
mineral intermediet amfibol, biotit,
plagioklas.
4.Endapan Kolovium, endapan hasil
pelapukan batuan induk yang belum
tertransport dari batuan induk. Hubungan
stratigrafi berada di atas satuan
Batulempung secara tidak selaras.
Geomorfologi
Geomorfologi daerah penelitian memiliki
tiga subsatuan geomorfik dengan klasifikasi
unit geomorfologi bentukan asal
Denudasional (D), (Van Zuidam 1983) yaitu:
1. Subsatuan geomorfik perbukitan dan
lereng terkikis dengan erosi kecil (D1),
subsatuan ini memiliki kemiringan/slope
280-500, tersusun atas breksi, intrusi
andesit, batupasir, batulempung, dan
memiliki tingkat pelapukan lemah-sedang.
2. Subsatuan geomorfik bukit sisa terisolir
(D4), lereng berbukit curam-sangat
curam, subsatuan ini memiliki kemiringan
lereng 40-700, tersusun atas litologi
intrusi andesit.
3. Subsatuan geomorfik kaki lereng (D7),
subsatuan ini memiliki topografi
bergelombang lemah dengan kemiringan
lereng/slope 30-150, tersusun atas
endapan kolovial atau hasil pelapukan dari
batuan induk dan sumber materialnya
belum jauh dari insitu.
Bentuk lembah sungai berbentuk “U”. Beda
tinggi 25 meter dengan stadia sungai dari
dewasa menuju stadia Tua, gradien sungai
sedang dan erosi horizontal lebih dominan.
Pola pengaliran adalah pola aliran paralel.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
146 ISBN 978-979-99141-7-0
Struktur Geologi
Struktur geologi yang berkembang di daerah
penelitian yaitu struktur lipatan dan sesar.
Hasil pengolahan data menujukkan bahwa
struktur lipatan berupa Upright Horizontal
fold dengan arah umum relatif Barat-Timur
dan struktur sesar tersebut termasuk jenis
sesar menganan turun berarah relatif Barat
laut-Tenggara.
Setelah didapatkannya data geologi
dan penentuan titik lintasan (gambar 4),
maka dilakukan pengukuran dan seurvei
geofisika dengan metode geolistrik
Konfigurasi Schlumberger.
Geofisika Metode Data Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger
Pengolahan data lapangan vertical electrical
sounding menggunakan program Progress
adalah data 1D. Data hasil dari akuisisi data
konfigurasi Schlumberger yang terdapat pada
setiap titik pengukuran. Pengukuran
dilakukan di 13 lapangan pengamatan
dengan titik pengukuran terletak di sisi timur
desa Pendoworejo dan sebagiannya berada di
sisi barat desa Kembang. Data lokasi
pengukuran geolistrik tersebut sebagai
berikut:
Tabel 1. Koordinat titik pengukuran geolistrik di Desa
Pendoworejo
Nilai tahanan jenis yang diperoleh
dari program Progress berupa nilai resistivitas
semu di tiap-tiap perlapisan berupa harga
tahanan jenis resistivitas listriknya yang
terdapat pada setiap lapisan, ketebalan,
kedalaman dan elevasi pada tiap–tiap titik
pengukuran, dimana nilai konduktivitas
berbanding terbalik dengan nilai resistivitas.
Sehingga semakin besar nilai konduktivitasnya
maka semakin rendah nilai resistivitasnya
begitupun sebaliknya. Hal ini berarti ketika
semakin besar nilai dari resistivitas suatu batuan
maka semakin sulit batuan dalam menghantarkan
arus listrik.. Untuk mengetahui jenis-jenis batuan
yang ada masing-masing titik disesuaikan dengan
besar kecilnya nilai tahanan jenis yang dimiliki
serta data geologi pada daerah penelitian.
kemudian dilanjutkan dengan
menginterpretasikan antara satu titik
penampang stratigrafi dengan titik penampang
stratigrafi yang lainya dilakukan melalui 2 tahap,
yakni interpretasi kualitatif dan interpretasi
kuantitatif.
Tabel 2. Data keterangan titik pengukuran geolistrik
di Desa Pendoworejo
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 147
Interpretasi Kualitatif
Interpretasi kualitatif dilakukan dengan cara
membaca nilai resistivitas tahanan jenis yang
selanjutnya dihubungkan dengan tatanan geologi
dan tabel nilai resistivitas batuan (D.Santoso,
2002) dan (Telford, 1990), sehingga secara
umum dapat memberikan gambaran litologi
bawah permukaan daerah penelitian. Berdasarkan
hasil interpretasi pada lokasi penelitian yang
terbagi dalam 13 kolom startigrafi berdasarkan
data yang di peroleh dari program Progress
penafsiran sebagai berikut:
1. Nilai tahanan jenis Endapan (tanah lanauan,
tanah lanauan pasiran, lempung lanauan,
tanah lempungan) 1,5-64,65 Ωm,
mendominasi bagian permukaan titik
pengukuran.
2. Nilai tahanan jenis Batulempung 1-16 Ωm,
secara vertikal terdeteksi mendominasi
bagian bawah permukaan titik pengukuran.
3. Nilai tahanan jenis Batulanau 3-75 Ωm,
secara vertikal terdeteksi cukup
mendominasi bagian bawah permukaan titik
perngukuran.
4. Nilai tahanan jenis Batupasir kisaran 0,60-
66,62 Ωm, mempunyai sebaran yang tidak
terlalu dominan, dan berdasarkan
keterdapatan lapisannya berperan sebagai
akuifer berada pada STA 02, 05, 08, 10, 11,
dan 12.
5. Nilai tahanan jenis Intrusi Andesit kisaran
379,89-1984,85 Ωm, terinterpretasikan pada
STA 11 dan 12.
Hasil pengolahan untuk setiap titik
pengukuran geolistrik menunjukkan variasi nilai
tahanan jenis dengan kedalaman yang terdeteksi
dapat mencapai kedalaman 50–200 meter dengan
menunjukkan kisaran nilai tahanan jenis antara 1
hingga 450 Ωm di bawah permukaan tanah
setempat.
Interpretasi Kuantitatif
Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan
menganalisis penampang pola anomali
resistivitas sepanjang lintasan tertentu yang telah
ditentukan. Interpretasi kuantitatif dilakukan
berdasarkan hasil dari penafsiran kualitatif,
sehingga dapat menentukan bagian-bagian
penampang anomali yang menarik untuk
ditafsirkan geologi bawah permukaannya.
Namun dalam interpretasi kuantitatif terdapat
ambiguitas karena beragam model yang dapat
dihasilkan, yang disebabkan adanya parameter
faktor geometri, rapat massa dan kedalaman yang
tidak pasti. Maka dari itu perlu adanya data
pendukung berupa data geologi daerah penelitian
serta data geofisika lainnya. Berdasarkan hasil
interpretasi secara kuantitatif. Data geolistrik
pengukuran tahanan jenis dan pemetaan geologi
daerah penelitian berdasarkan interpretasi
kuantitatif yang di interpretasikan secara umum
dapat dibagi menjadi empat penampang kolom
kesembandingan stratigrafi (gambar 2).
Pemodelan Penampang A-B
Pemodelan penampang A–B memiliki empat
titik pengukuran geolistrik dengan nilai
resistivitas dan kedalam beserta korelasinya
sebagai berikut:
Gambar 5. Kolom kesebandingan A–B
Pada LP 12 pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 5,61 %. Hasil pengolahan
dijumpai tujuh lapisan diantaranya; Lapisan
batupasir dengan nilai tahanan jenis 0,60-
66,62 Ωm pada kedalaman yang berbeda,
lapisan batupasir pertama terdapat di
kedalaman 4,1-6,4 m dan ketebalan 2,3 m, dan
lapisan batupasir yang kedua terdapat di
kedalaman 68,2 m dan ketebalan 20,2 m. Pada
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
148 ISBN 978-979-99141-7-0
lapisan atas ditutupi oleh batulempung dengan
kedalaman 0-4,26 m. Lapisan batuan yang
berperan sebagai akuifer bebas pada
kedalaman ini adalah Batupasir dengan nilai
resistivitas 37,31 ρ(Ωm) dan batuan permeabel
yang berfungsi sebagai penutup akuifer ini
dengan nilai resistivitas 14,56-41,54 ρ(Ωm).
Jenis akuifer yang kedua adalah Akuifer
tertekan (confined aquifer). Lapisan batuan
yang berfungsi sebagai akuifer di kedalaman
ini adalah Batupasir dengan kedalaman 68,67-
87,60 m, dan lapisan kedap air yang berfungsi
sebagai penutup akuifer ini adalah Batulanau
pertama dengan kedalaman 6,85-29,32 m dan
Batulanau kedua dengan kedalaman 47,39–
56,06 m, lapisan batulempung dengan
kedalaman 29,11–47,39 m, dan di bawahnya
terdapat litologi berupa batu beku intrusi
andesit dengan nilai resistivitas 379,89 ρ(Ωm)
pada kedalaman 87,60–130 m.
Pada LP 08, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 6,00 %. Hasil pengolahan
didapatkan empat lapisan batuan permeabel
berupa batupasir pada kedalaman 4,80–10,10
m, pada lapisan atas ditutupi oleh
batulempung pada kedalaman 0-4,42 m.
Lapisan Batupasir di kedalaman 4,20–10,10 m
dengan tebal 5,90 m, lapisan ini mempunyai
fungsi sebagai akuifer airtanah. Lapisan
akuifer tersebut ditutupi oleh batuan
permeabel yaitu sedimen lepas berupa
lempung lanauan di bawah akuifer tersebut
terdapat batuan impermeabel terdiri dari
batulanau pada kedalaman 10,10–32 m,
Batulempung dengan kedalaman 20–86 m,
dari susunan litologi tersebut akuifer pada
lokasi ini dikategorikan sebagai akuifer
tertekan.
Pada LP 10, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 5,37%. Hasil pengolahan
didapatkan tujuh lapisan berupa pada lapisan
atas ditutupi oleh batulempung dengan
kedalaman 0-1,90 m. Lapisan batupasir tipis
berada di bawah lapisan endapan dengan
kedalam 1,9-2,49 m dengan kedalaman 0,55 m
yang berperan sebagai akuifer. Di bawah
lapisan batupasir terdapat batuan impermeabel
yang terdiri dari batulanau pada kedalaman
1,22-2,49 m, 3,26-39,88 m dan kedalam
82,41-120 m. Batulempung pada kedalaman
2,49-3,26 m dan 39,88-82,41 m dibawah
permukaan, pada kedalaman sekian tidak
dijumpai batuan yang bersifat poros dan
permeabel.
Pada LP 05, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 3,57 %. Hasil pengolahan
dijumpai tiga lapisan berupa; diduga lapisan
atas tersebut masih merupakan Batulempung
pada kedalaman 0-2,51 m. Batupasir yang
berfungsi sebagai akuifer yaitu pada
kedalaman 2,51–2,90 m, batuan impermeabel
permukaan sampai kedalaman 2,51 m.
Interpretasi data resistivitas batuan
menunjukkan bahwa di lokasi ini didominasi
oleh batuan impermeabel yang terdiri dari
batulanau pada kedalaman 2,51-3,45 dan
batulempung pada kedalaman 3,45–34 m, di
bawah permukaan pada kedalaman 3,45–34 m,
tidak dijumpai batuan yang bersifat poros dan
permeabel yang berfungsi sebagai media
penyimpan dan mengalirkan fluida air.
Gambar 6. Pemodelan penampang korelasi A-B
Pemodelan Penampang C–D
Pemodelan penampang C–D memiliki empat
titik pengukuran geolistrik dengan nilai
resistivitas dan kedalam beserta korelasinya
sebagai berikut:
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 149
Gambar 7. Kolom kesebandingan C–D
Pada LP 13, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 7,48 %. Hasil pengolahan
dijumpai tiga lapisan diantaranya; pada
bagian atas terdapat lapisan batulempung
dengan nilai tahan 75,95 ρ(Ωm) pada
kedalaman 0-4 m, dan lapisan Batupasir yang
cukup tebal pada kedalaman 6,90-32,05 m, di
bawah permukaan yang berfungsi sebagai
akuifer, dan pada lapisan bawahnya terdapat
batulempung dengan nilai tahanan jenis 4,59-
22,65 ρ(Ωm) dan bawah akuifer tersebut
terdapat batuan kedap air (impermeabel)
berupa batulempung tebal. Interpretasi data
resistivitas batuan menunjukkan bahwa
lapisan batuan yang berfungsi sebagai
akuifer pada lokasi ini terdapat di kedalaman
6,90-32,05 m, lapisan tersebut adalah
Batupasir dengan dengan kedalaman 6,90–
32,05 m, batuan penutup dan pengalas
akuifer ini adalah batulempung dengan
kedalaman 5,05–5,60 m, dan pada bagian
bawah batulempung tebal dengan kedalaman
32,05–360 m. Susunan litologi pada
kedalaman tersebut mengindikasikan bahwa
akuifer di lokasi ini merupakan akuifer
tertekan. Airtanah pada jenis akuifer ini
terletak di bawah batuan kedap air
(impermeabel).
Pada LP 01, pengolahan data didapatkan
enam lapisan batuan dengan interpretasi data
menggunakan software Progress dengan
nilai RMS (Root Mean Square) 4,78 %. Pada
lapisan atas yang diduga sebagai
Batulanauan dengan nilai tahanan jenis 9,98-
65,52 ρ(Ωm) pada kedalaman 0,01–0,17 m
dan pada kedalaman berikutnya merupakan
batuan impermebel berupa batulempung pada
kedalaman 0,17-4,22 m, dengan keterdapatan
sisipan batulempung di antara batulanau
tersebut, pada kedalaman 1,52-1,82 m dan
batupasir di bawah batulenau pada
kedalaman 4,22-7,08 m, berikutnya sebagai
batuan impermeable pada kedalaman 7,08–
22,84 m berupa batulempung, dan yang
terakhir terdapat batuan permeabel pada
kedalaman 22,84 m berupa batupasir, hingga
sampai pada kedalaman 34,00 m, di bawah
permukaan. Hasil ineterpretasi data lokasi ini
didominasi oleh batuan impermeabel yang
terdiri batulempung dan batulanau sampai
pada kedalaman 34.00 m di bawah
permukaan, Kemudian terdapat batuan yang
bersifat poros dan permeabel pada kedalam
4,22–7,08 m merupakan akuifer tertekan.
Jenis akuifer pada lokasi ini adalah Akuifer
tertekan pada kedalaman 22,84–34,00 m juga
akuifer tertekan dimana lapisan batuan yang
menyimpan airtanah atau batuan permeabel
ditutupi oleh batuan impermeable.
Pada LP 09, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 6,06 %. Hasil pengolahan
dijumpai tiga lapisan batuan, diantaranya;
pada bagian atas terdapat lapisan berupa
batulempung dengan nilai tahan 5,42 ρ(Ωm)
dan batupasir pada kedalaman 5,20-22,68 m,
pada lapisan atas ditutupi oleh batuan
impermeabel berupa batulempung dengan
kedalaman 2,39-5,20 m dan pada bagian
bawah hingga sampai kedalaman 22,68-165
m. Hasil interpretasi data resistivitas batuan
pada lokasi ini lapisan batupasir terdapat di
kedalaman 5,20-22,68 m, dan berfungsi
sebagai akuifer airtanah. Batuan penutup
akuifer ini adalah batuan impermeabel terdiri
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
150 ISBN 978-979-99141-7-0
dari batulempung dari kedalaman 2,39-5,20
m dan pada bagian bawah dari akuifer
dengan litologi batulempung yang cukup
tebal pada kedalaman 22,68-165 m di bawah
lapisan akuifer tersebut. Susunan litologi
pada kedalaman tersebut mengindikasikan
bahwa akuifer di lokasi ini merupakan
akuifer tertekan. Lapisan batuan kedap air
(impermeabel) yang berfungsi sebagai
penutup wadah penyimpan airtanah pada
lokasi ini adalah batulempung dengan
kedalaman 2,39-5,20 m, dan lapisan batuan
yang berfungsi sebagai akuifer airtanah pada
lokasi ini adalah Batupasir dengan
kedalaman 5,20–22,68 m. Pada bagian
bawah terdapat Batulempung tebal pada
kedalaman 22,68-165 m.
Pada 04, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 4,77 %. Hasil pengolahan data
dijumpai tiga lapisan, diantaranya; pada
bagian atas terdapat lapisan batulempung
dengan kedalaman 0-2 m dengan nilai
tahanan jenis 9,18-11,72 ρ(Ωm) dan
kemudian terdapat batuan impermeabel atau
batulempung kedalaman 2-8,36 m, di
bawahnya yaitu lapisan batuan permeabel
berupa batupasir pada kedalaman 8,36–20,19
m, lalu pada bagian terakhir terdapat
batulempung pada kedalaman 20,19–58 m.
Interpretasi data resistivitas batuan
menunjukkan bahwa pada lokasi ini terdapat
jenis akuifer tertekan. Jenis akuifer ini
diketahui bahwa akuifer ini mempunyai
lapisan penutup berupa batuan yang tidak
dapat meloloskan air (impermeabel) sehingga
sulit untuk fluida air di dalam akuifer dapat
mengalir secara vertikal. Lapisan batuan
yang berperan sebagai akuifer tertekan ini
adalah batupasir dengan kedalaman 8,36–
20,19 m, dan batuan permeabel atau material
lepas ini yang berfungsi sebagai penutup
akuifer adalah batulempung dengan
kedalaman 2–8,36 m.
Gambar 8. Pemodelan penampang korelasi C–D
Pemodelan Penampang E–F
Pemodelan penampang E–F memiliki tiga
titik pengukuran geolistrik dengan nilai
resistivitas dan kedalam beserta korelasinya
sebagai berikut:
Gambar 9. Kolom kesebandingan E–F
Pada LP 11, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 3,80 %. Hasil pengolahan
dijumpai enam lapisan, diantaranya;
batupasir pada kedalaman 28,71 - 37,05 m, di
bawah permukaan yang berfungsi sebagai
akifer, dan pada lapisan atas batuan
impermeabel yang cukup tebal berupa
perselang-selingan antara batulempung dan
batulanau, pada lapisan yang bawah
merupakan batuan beku intrusi andesit.
Interpretasi data resistivitas batuan
menunjukkan bahwa pada lokasi ini lapisan
Batupasir terdapat di kedalaman 28,71-37,05
m, dan berfungsi sebagai akuifer airtanah.
batulanau dengan kedalaman 6,85–13,28 m,
dan 20,83–28,71 m, dan batulempung dengan
kedalaman 4,84–6,85 m, dan 13,28–17,72 m,
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 151
selain itu juga terdapat lapisan impermeabel
yaitu batuan beku (intrusi) yang cukup tebal
pada kedalaman 37,05-100 m, di bawah
lapisan akuifer tersebut. Susunan litologi
pada kedalaman tersebut mengindikasikan
bahwa jenis akifer di lokasi ini termasuk
dalam akuifer tertekan (confined aquifer)
dimana airtanah pada akuifer tersebut
terletak di bawah lapisan kedap air
(impermeabel) sehingga airtanah hanya dapat
bermigrasi secara vertikal.
Pada LP 06, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 5,98 %. Hasil pengolahan
dijumpai tiga lapisan antara lain; di
permukaan sampai kedalaman 3,38 m, yang
diduga lapisan tersebut adalah lapisan batuan
impermeable tebal yaitu batulempung dan
batulanau pada 3,38- 69 m. Interpretasi data
resistivitas batuan menunjukkan bahwa di
lokasi ini didominasi oleh batuan
impermeabel yang terdiri dari perlapisan
batulempung pada kedalaman 3,38–14,08 m
dan batulanau pada kedalaman 14,08-27 m
dan lapisan bawah berupa batulempung
dengan kedalaman 27–69 m, pada kedalaman
sekian tidak dijumpai batuan yang bersifat
poros dan permeabel yang berfungsi sebagai
media dalam menyimpan dan mengalirkan
fluida air. Lapisan permeabel hanya terdapat
di permukaan hingga kedalaman 3,38 m.
Jenis akuifer di lokasi ini adalah akuifer
bebas tidak jenuh atau bisa disebut juga
akuifer endapan dimana airtanah terdapat
pada endapan hasil rombakan dari batuan
sebelumnya yang belum terkonsolidasi dan
merupakan suatu zona penampung di dalam
tanah yang terletak diatas permukaan
airtanah (water table) baik dalam keadaan
alamiah atau sesaat setelah berlangsungnya
periode pengambilan airtanah. Endapan yang
berfungsi sebagai akuifer pada lokasi ini
adalah lempung lanauan yang pada
kedalaman 0,01–3,38 m.
Pada LP 02, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 2,97 %. Hasil pengolahan
didapatkan enam lapisan batuan diantaranya;
lapisan paling atas yaitu sedimen lepas
(endapan) berupa tanah lanauan pasiran
dengan nilai tahanan jenis 56,28 ρ(Ωm)
kedalaman 0-2 m. kemudian lapisan batuan
impermeabel pada kedalaman 1,97–30,04 m,
berupa perselingan antara Batulanau dan
batulempung, kemudian terdapat batuan
permeabel dengan kedalaman 30,04–42,68
m, berselang-seling antara batulanau,
batulempung dan batupasir, dan pada lapisan
yang kedalaman 42,68–96 m, merupakan
batuan impermeable batulempung.
Hasil interpretasi data resistivitas batuan
menunjukkan bahwa pada lokasi ini terdapat
lapisan batupasir di kedalaman 30,04–42,68
m, lapisan ini mempunyai fungsi sebagai
akuifer airtanah. Lapisan akuifer tersebut
ditutupi oleh batuan impermeabel berupa
perlapisan batulempung pada ke dalaman
9,15- 14,37 m dan batulanau pada kedalaman
2-9,15 m dan 14,37-30,04 m. Di bawah
akuifer tersebut terdapat batuan impermeabel
terdiri dari batulempung tebal 42,68-96 m,
dari susunan litologi tersebut akuifer pada
lokasi ini dikategorikan sebagai akuifer
tertekan, karena lapisan atas dari akuifer
tersebut masih merupakan batuan
impermeabel. Lapisan impermeabel yang
berfungsi sebagai penutup akuifer pada
lokasi ini adalah batulanau dan batulempung
yang mempunyai kedalaman 1,97–30,04 m,
dan lapisan batuan yang berperan sebagai
akifer tertekan atau batuan permeabel pada
lokasi ini adalah batupasir dengan kedalaman
30,04–42,68 m.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
152 ISBN 978-979-99141-7-0
Gambar 10. Pemodelan penampang korelasi E–F
Pemodelan Penampang G–H
Pemodelan penampang G–H memiliki dua
titik pengukuran geolistrik dengan nilai
resistivitas dan kedalam beserta korelasinya
sebagai beikut:
Gambar 11. Kolom kesebandingan G–H
Pada LP 07, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 7,69 %. Hasil pengolahan
didapatkan tiga lapisan diantaranya lapisan
paling atas adalah batulempung dengan nilai
resistivitas 0,02-12,62 ρ(Ωm) pada
kedalaman 0-2,67 m dan pada kedalaman
berikutnya merupakan batuan impermebel
berupa perselang-selingan antara batulanau
dan batulempung hingga sampai pada
kedalaman 55 m di bawah permukaan. Hasil
interpretasi data lokasi ini didominasi oleh
batuan impermeabel yang terdiri
batulempung pada kedalaman 2,67-10,09 m
batulanau pada kedalaman 10,09–14,5 m dan
kemudian lapisan paling bawah berupa
Batulempung tebal dengan kedalaman 14,5-
55 m. Akuifer pada lokasi ini hanya terdapat
di permukaan tanah dari kedalaman 0,00–
2,67 m, yang masih merupakan akuifer bebas
berupa material lepas berukuran lanau hingga
pasir yang belum terkonsolidasi merupakan
suatu zona penampung di dalam tanah yang
terletak diatas permukaan airtanah (water
table) baik dalam keadaan alamiah atau
sesaat setelah berlangsungnya periode
pengambilan airtanah.
Pada 03, pengolahan data menggunakan
software Progress dengan nilai RMS (Root
Mean Square) 5,74 %. Hasil pengolahan
dijumpai empat lapisan diantaranya; lapisan
paling atas berupa batulanau pada kedalaman
0,00–0,39 m, pada lapisan bawahnya yaitu
perselingan batuan impermeabel berupa
batulanau pada kedalaman 0,39–16,44 m dan
19,02-37,36 m, batulempung pada
kedalaman 16,44-19,02 m dan pada lapisan
paling bawah hingga sampai kedalaman
37,36–73 m.
Hasil interpretasi data resistivitas batuan
pada lokasi didominasi oleh batuan
impermeabel yang terdiri batulempung dan
batulanau. Akuifer pada lokasi ini hanya
terdapat di permukaan tanah dari kedalaman
0,00–0,39 m, yang masih merupakan akuifer
bebas berupa material lepas berukuran tanah
lanauan yang belum terkonsolidasi
merupakan suatu zona penampung di dalam
tanah yang terletak diatas permukaan
airtanah (water table) baik dalam keadaan
alamiah atau sesaat setelah berlangsungnya
periode pengambilan airtanah.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 153
Gambar 12. Pemodelan penampang korelasi G–H
Pemodelan menggunakan Software Corel
Draw terdapat lima lapisan batuan dengan
nilai tahanan jenis yang berberbeda–beda,
yaitu: lapisan endapan dengan nilai tahanan
jenis Endapan 1,5-64,65 ρ(Ωm), terdiri atas
sedimen lepas berupa tanah lanau pasiran
pada kedalaman 0-4,5 m, lapisan Batupasir
bersifat akuifer memiliki nilai tahanan jenis
0,60-66,62 ρ(Ωm) mencapai kedalaman
akuifer tertekan pertama 2-10,2 m dengan
ketebalan 0,4-5,8 m dan pada akuifer
tertekan kedua mencapai kedalaman 4,26-
68,67 m dengan ketebalan 3,2-20,2 m,
lapisan batulempung yang bersifat sebagai
lapisan impermeabel dengan nilai tahanan
jenis batulempung 1-16 ρ(Ωm) mencapai
kedalaman 1-240 m secara vertikal terdeteksi
mendominasi bagian bawah permukaan titik
pengukuran dengan ketebalan 1-208 m.
Lapisan batulanau sebagai lapisan
impermeabel dengan nilai tahanan jenis
Batulanau 3-75 ρ(Ωm) mencapai kedalaman
0,2-40 m secara vertikal terdeteksi cukup
mendominasi bagian bawah permukaan titik
perngukuran dengan ketebalan 0,4-37,6 m
dan intrusi andesit dengan nilai tahanan jenis
intrusi andesit kisaran 379,89-1984,85
ρ(Ωm), pada kedalaman 37,5-88 m mencapai
ketebalan 42-62,5 m terinterpretasikan pada
LP 11 dan 12.
Berdasarkan hasil nilai tahanan jenis
yang menggunakan konfigurasi
Schlumberger dapat diperoleh lapisan batuan
pada daerah penelitian yang terdapat lapisan
batupasir adalah pada lintasan A-B, C- D, E-
F yaitu pada titik pengukuran di titik LP 01,
02, 04, 05, 08, 09, 10, 11, 12, dan 13,
sehingga dapat di lihat bahwa hal ini
menandakan berpotensinya titik-titik tersebut
untuk dilakukan pemboran atau eksplorasi
airtanah untuk keperluan sehari-hari, dengan
sedangkan pada lintasan G-H pada LP 03,
06, dan 07 tidak berpotensi untuk dilakukan
pemboran karena pada lintasan tersebut tidak
terdapat lapisan batupasir.
Pemodelan 3D Lapisan Akuifer
Kapasitas akuifer permukaan tidak akan
cukup jika untuk memenuhui kebutuhan air
baku dikarenakan cadangan air pada lapisan
ini tergantung pada musim, jika kemarau
datang cadangan air akan berkurang. Untuk
itu dapat dimanfaatkan akuifer bawah
permukaan. Maka akan telihat jelas kodisi
tersebut tercermin pada sebaran lapisan
akuifer bebas yang diprediksikan berarah
barat daya-timur laut, dan pada akuifer
tertekan diprediksikan sebaran lapisan
akuifer berarah barat-timur. Dapat dilihat
pada gambar kontur akuifer tertekan pertama
dan akuifer tertekan kedua berdasarkan harga
Rho pada aplikasi surfer di bawah ini.
(a) (b)
Gambar 13. (a) Kontur dari harga Rho dan sebaran
resistifitas pada akuifer tertekan kedua. (b) kontur dari
harga Rho sebaran resistifitas pada akuifer tertekan
kedua
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
154 ISBN 978-979-99141-7-0
Pemodelan kontur 3D bawah permukaan
pada akuifer bebas dan akuifer tertekan,
yaitu dengan cara memasukkan koordinat
titik-titik pengukuran untuk sumbu x dan
y, sedangkan harga kedalaman untuk
sumbu z pada software Surfer.
Gambar 14. Pemodelan 3D kontur akuifer bebas
dan akuifer tertekan dengan nilai kedalaman
Kontur-kontur tersebut disusun di software
Surfer berdasarkan harga elevasi atau
kedalaman untuk menggambarkan keadaan
bawah permukaan pada lapisan akuifer
tertekan pertama maupun akuifer tertekan
kedua dengan elevasi bawah permukaan
pada akuifer tertekan pertama antara 2-5,8
m dan pada lapisan akuifer tertekan kedua
dengan kedalaman 9-68,2 m. Kontur dari
nilai elevasi juga dapat
menginterpretasikan arah aliran, pada
lapisan akuifer tertekan pertama relatif
akan bergerak kearah timur laut dan
lapisan akuifer tertekan kedua relatif akan
bergerak ke arah timur dengan melihat
pemodelan kontur berdasarkan nilai
kedalaman pada pemodelan kontur 3D.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil interpretasi pengolahan
data survei metode geolistrik dan data
pendukung lain seperti data geologi di daerah
Desa Pendoworejo bahwa daerah penelitian
memiliki lapisan Batupasir pada lintasan A-
B, C- D, E-F di titik pengukuran LP 01, 02,
04, 05, 08, 09, 10, 11, 12, dan 13, sedangkan
pada lintasan G-H pada LP 03, 06, dan 07
tidak ditemukan lapisan akuifer karena
didominasi litologi batulempung dan
batulanau yang bersifat impermeabel.
Lapisan batupasir dengan kedalam akuifer
tertekan pertama 2-10,2 m dan ketebalan 0,4-
5,8 m pada akuifer tertekan kedua mencapai
kedalaman 4,26-68,67 m dengan ketebalan
3,2-20,2 m yang berbeda. Sebaran lapisan
akuifer tertekan pertama yang diprediksikan
berarah barat daya-timur laut, dan pada
akuifer tertekan diprediksikan sebaran
lapisan akuifer berarah barat-timur.
Sedangkan interpretasikan arah aliran, pada
lapisan akuifer tertekan pertama relatif akan
bergerak kearah timur laut dan lapisan
akuifer tertekan kedua relatif akan bergerak
ke arah timur. Sistem pengisian airtanah pada
daerah ditinjau dari keberadaan akuifer tidak
akan cukup untuk memenuhui kebutuhan air
baku, dikarenakan cadangan air pada lapisan
ini tergantung pada musim, jika kemarau
datang cadangan air akan berkurang. Ketidak
menerusan lapisan sedimen yang berperan
sebagai akuifer tertekan pertama di kontrol
oleh morfologi daerah tersebut, dan pada
akuifer tertekan dominan oleh struktur
geologi stratigrafi dari perlapisan batuan.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 155
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada
panitia Seminar Geologi Nuklir dan Sumber
Daya Tambang Tahun 2019 Pusat Teknologi
Bahan Galian Nuklir - Batan karena telah
memberi kami kesempatan untuk
mempublikasikan penelitian kami, dan kami
mengucapkan terima kasih kepada Himpunan
Mahasiswa Teknik Geologi “GAIA” serta
Jurusan Teknik Geologi IST AKPRIND
Yogyakarta, yang telah mendukung kami
dalam menyelsaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Afifah, R. S, 2008. Pengolahan Data Geolistrik
dengan Metode Schlumberger. Jurnak Teknik ,
Volume 29, nomor 2, 2008:0852-1697 (Online,
diakses 17 September 2018).
[2] Asdak Chay, 2014, Hidrologi Dan Pengelolahan
Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University
Perss, Yogyakarta.
[3] Asra Arland, 2012, Skripsi, Penentuan Sebaran
Akifer Dengan Metode Tahanan Jenis Di Kota
Tanggerang Selatan Provinsi Banten, Institut
Pertanian Bogor.
[4] Rahardjo, W.,Sukandarrumidi. Rosidi,
H.M.D.,1977, Geologi lembar yogyakarta, edisi
pertama, Bandung: Pusat penelitian: Pusat
penelitian dan pengembangan geologi.
[5] Santoso D, 2002, Penentuan Kedalaman Airtanah
Berdasarkan Metode Geolistrik daerah CV karya
hidup Sentosa Desa Tuksono Kecamatan Sentolo
Kulonprogo DIY, Program Studi Geofisika
Fakultas Teknologi Mineral UPN Veteran,
Yogyakarta.
[6] Sukandarrumidi, 2002, Metodologi Penelitian,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
[7] Telford, W.M, Gerald, L.P. dan Sheriff, R.E.,
1990. Applied Geophysics Second Edition.
Cambridge University.
[8] Van Bemmelen, R.W.,1949, The Geology of
Indonesia. General Geology of Indonesia and
Adjacent Archipelagoes. Government Printing
office, TheHague.
[9] Van Zuidam, et, al 1983. Guide to
Geomorphologic aerial photographic interpretation
and mampping
[10] https://www.merdeka.com/peristiwa/musim-
kemarau-panjang-kekeringan-di-yogyakarta-
makin-parah.html (Online, diakses 17 September
2018).