Pemisahan kation dengan penukar ion
Transcript of Pemisahan kation dengan penukar ion
k. wr ‘14
PEMISAHAN KATION DENGAN PENUKAR ION
TUJUAN PERCOBAAN
Untuk memisahkan nikel (II) dan zink (II) berdasarkan pada perbedaan kecenderungan
membentuk kompleks anion
DASAR TEORI
Pemisahan penukaran ion pada asasnya ialah pemisahan ion-ion berdasarkan pada
perbedaan muatan. Kumpulan muatan negatif atau positif terikat secara kovalen pada resin
untuk membentuk penukar kation atau penukar anion. Bila molekul sampel bermuatan
dibiarkan bersentuhan dengan penukar ion yang mempunyai muatan berlawanan, ia akan
terjerap oleh daya elektrostatik dan spesies dengan muatan yang sama akan terelusi (Sanagi,
1998).
Prinsip dasar pemisahan dengan kromatografi kolom penukar ion adalah perbedaan
kecepatan migrasi ion-ion di dalam kolom penukar ion. Proses pertukaran ion dikerjakan
dengan cara pembebanan ion-ion pada kolom penukar ion. Kemudian ion-ion yang terikat
dalam resin dialiri eluen yang mampu memberi kondisi keseimbangan yang berbeda.
Keseimbangan yang berbeda ini mengakibatkan kecepatan migrasi ion dalam kolom resin tidak
sama (Biyantoro, 2006).
Penyokong pepejal dalam kromatografi penukar ion dikenali sebagai resin. Kebanyakan
penyokong resin penukar ion sintetik ialah jenis polistirena-divinilbenzena (PS-DVB) yang dibuat
dengan cara pengkopolimeran stirena dengan divinilbenzena dalam bentuk emulsi butir-butir
halus dalam air (Sanagi, 1998).
Resin penukar kation merupakan polimer berbobot molekul tinggi yang terangkai silang
yang mengandung gugus-gugus sulfonat, karboksilat, fenolat, dan sebagainya sebagai suatu
bagian integral dari resin itu serta sejumlah kation yang ekivalen. Renis penukar anion adalah
polimer yang mengandung gugus-gugus amino (ammonium kuaterner) sebagai bagian integral
dari kisi polimer itu dan sejumlah ekivalen anion seperti ion klorida, hidroksil, atau sulfat
(Basset, 1998).
Resin dapat digunakan dalam suatu analisis jika resin itu cukup terangkai silang. Resin
cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya dengan laju yang
terukur dan berguna. Resin juga harus mengandung cukup banyak gugus penukar ion yang
dapat dicapai dan harus stabil kimiawi (Harjadi, 1993).
Kesetimbangan penukar ion dapat dianologikan dengan kesetimbangan kimia. Hukum
aksi masa dapat digunakan untuk menyatakan kesetimbangannya walaupun hukum ini
k. wr ‘14
dikhususkan pada system homogen. Reaksi penukaran ion adalah sebagai berikut (Khopkar,
1998).
Koefisien distribusi ditentukan dari perbandingan antara koefisien aktifitas spesies
dalam fase resin dan dalam fase larutan. Struktur kimia dari matriks resin berefek pada
koefisien selektifitasnya. Pertukaran dua ion dengan valensi yang berbeda, koefisien
selektivitasnya juga bergantung pada koefisien aktivitas dalam dua fasa dan pada konsentrasi
logam total dalam fase resin (Khopkar, 1998).
Faktor-faktor yang menentukan distribusi ion-ion antara suatu larutan, meliputi (Basset,
1994):
Sifat ion yang dipertukarkan. Pada Tingkat pertukaran bertambah dengan
bertambahnya valensi ion yang bertukar.
Pada valensi konstan, untuk ion univalent, pertukaran bertambah dengan berkurangnya
ukuran kation terhidrasinya.
Dengan resin penukar anion basa kuat, dalam larutan encer, anion polivalen umumnya
lebih dipilih untuk diserap.
Bila kation dalam larutan bertukar dengan ion yang berbeda valensinya, afinitas relatif
dari ion yang bervalensi lebih tinggi bertambah dengan bertambahnya keenceran.
Aplikasi resin banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, dalam sebuah
penelitian tentang efektivitas dan kapasitas resin penukar anion dengan sistem batch terhadap
nitrat menunjukkan bahwa resin mampu menurunkan kadar nitrat hingga di bawah Baku Mutu
Air Golongan B dengan efektivitas antara 99,98% - 99,99%. Resin mampu menurunkan kadar
nitrat dalam air yang berasal dari sumber mata air yang telah tercemar nitrat (melebihi Baku
Mutu Air Golongan B), sehingga kadarnya dapat di bawah Baku Mutu Air Golongan B (Putra,
2007).
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang dibutuhkan pada percobaan ini meliputi spektrofotometer serapan atom,
buret 50 ml sebagai kolom, gelas beker, gelas Erlenmeyer, labu takar 100 ml, labu takar 25 ml,
pipet ukur, pipet pump, dan wadah sampel.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi resin penukar
anion IRA 400, larutan HCl 0,5 M, 1 M, 2 M, 12 M, larutan ammonia 6 M, sampel yang
mengandung Ni2+ dan Zn2+, larutan Zn2+ 100 ppm, larutan Ni2+ 100 ppm, dan akuades.
k. wr ‘14
CARA KERJA
Pertama-tama, kolom penukar ion dicuci dengan 25 ml ammonia 6 M, diikuti dengan 50
ml akuades, dan 50 ml larutan HCl 2 M. Pada setiap akhir pencucian, permukaan air harus
kurang lebih 1 cm di atas permukaan resin.
Sampel awal dibuat dari 1,5 ml sampel yang mengandung Ni2+ dan Zn2+ dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan diencerkan hingga tanda batas. Sedangkan sampel yang digunakan
untuk permisahan dibuat dari 1,5 ml sampel yang mengandung Ni2+ dan Zn2+ dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 16 ml larutan HCl 12 M, dan diencerkan hingga tanda
batas. Sampel diambil 15 ml dan dimasukkan ke kolom penukar ion. Erlenmeyer ditaruh di
bawah kolom dan dialirkan kran kolom sampai permukaan cairan tepat di atas permukaan
resin. Kolom lalu dicuci dengan 5 ml larutan HCl 0,5 M (sesuai variasi) dan larutan kembali
dialirkan. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali. Elusi untuk logam Ni(II) dengan ditambahkan 50
ml larutan HCl 0,5 M (sesuai variasi) pada laju alir 2 – 3 ml/menit, dan larutan yang tertampung
dijadikan sebagai sampel 1. Sementara itu, elusi untuk logam Zn(II) dengan ditambahkan 50 ml
akuades dan larutan dikeluarkan pada laju alir 2 – 3 ml/menit. Larutan yang tertampung
dijadikan sebagai sampel 3. Cara yang sama dilakukan untuk variasi larutan HCl pada
konsentrasi 1 M dan 2 M.
Pembuatan larutan standar Ni, larutan Ni 100 ppm diambil 25 ml dan diencerkan dalam
labu takar 100 ml, sehingga diperoleh larutan Ni 25 ppm. Dari larutan Ni 25 ppm tersebut lalu
diambil 0 ml, 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml, 12,5 ml, dan 15 ml untuk diencerkan dalam labu takar
25 ml, sehingga diperoleh larutan Ni dengan konsentrasi 0 ppm, 2,5 ppm, 5 ppm, 7,5 ppm, 10
ppm, 12,5 ppm, dan 15 ppm. Sedangkan pada pembuatan larutan standar Zn, larutan Zn 100
ppm diambil 25 ml dan diencerkan dalam labu takar 100 ml, sehingga diperoleh larutan Zn 25
ppm. Dari larutan Zn 25 ppm tersebut lalu diambil 0 ml, 0,25 ml, 0,5 ml, 1 ml, 1,5 ml, dan 2 ml
untuk diencerkan dalam labu takar 25 ml, sehingga diperoleh larutan Ni dengan konsentrasi 0
ppm, 0,25 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, dan 2 ppm.
HASIL PERCOBAAN
Konsentrasi Ni2+ dalam Sampel
Konsentrasi HCl Konsentrasi Ni2+
Sampel awal Sampel 1 Sampel 2
0,5 M
1 M
2 M
291,228 ppm
300,470 ppm
322,353 ppm
63,158 ppm
65,728 ppm
102,745 ppm
10,526 ppm
0 ppm
40,000 ppm
k. wr ‘14
Konsentrasi Zn2+ dalam Sampel
Konsentrasi HCl Konsentrasi Zn2+
Sampel awal Sampel 1 Sampel 2
0,5 M
1 M
2 M
178,192 ppm
173,467 ppm
142,157 ppm
8,707 ppm
11,993 ppm
7,616 ppm
76,346 ppm
76,661 ppm
67,673 ppm
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pemisahan kation dengan menggunakan penukar ion.
Kation yang akan dipisahkan yakni Ni2+ dan Zn2+. Dikarenakan zat yang akan dipisahkan yakni
berupa kation, maka digunakan jenis resin penukar anion yang mana bersifat basa kuat. Resin
kation ini umumnya jenis basa kuat yang mengandung gugus amina kuartener (RN(CH3)3+OH-).
Sebelum kolom penukar ion digunakan untuk memisahkan ion Ni2+ dan Zn2+, resin yang
di kolom penukar ion perlu dicuci dengan beberapa larutan seperti amonia, akuades, dan Hcl.
Proses pencucian ini bertujuan untuk regenerasi resin yang ada di dalam kolom penukar ion
untuk mengatasi kejenuhan pada resin. Resin akan cepat sekali mengalami kejenuhan dalam
hitungan hari atau minggu tergantung dari tingkat kesadahan air bakunya. Sehingga, perlu
dilakukan regenerasi resin, di mana dalam proses ini terjadi pengaktifan kembali gugus
fungsional resin penukar ion yang berfungsi untuk mengikat ion-ion pengotor yang berada
dalam air. Resin dapat diregenerasi ke bentuk semula karena reaksinya berjalan reversible.
Pencucian menggunakan ammonia dikarenakan resin kation yang digunakan merupakan
jenis basa kuat yang mengandung gugus amina kuartener (RN(CH3)3+OH-) yang juga
mengandung atom N. Oleh karena itu, penggunaan ammonia akan mengaktifkan resin tersebut.
Resin yang akan digunakan bukan resin baru, artinya tentu mengandung sisa pengotor di
dalamnya seperti sisa kompleks anion 𝑍𝑛𝐶𝑙3 − dan 𝑍𝑛𝐶𝑙4
2− yang melekat pada resin
𝑅𝑁 𝐶𝐻3 3+ 𝑍𝑛𝐶𝑙3
− dari percobaan yang dilakukan sebelumnya. Dengan adanya ammonia
yang dalam air akan terhidrolisis menghasilkan ion OH⁻ yang dapat dipertukarkan dengan ion
𝑍𝑛𝐶𝑙3 −
dan 𝑍𝑛𝐶𝑙4 2−. Sehingga, resin dapat kembali menjadi 𝑅𝑁 𝐶𝐻3 3
+𝑂𝐻−, dan siap
untuk digunakan untuk proses pemisahan. Sementara 𝑍𝑛𝐶𝑙3 − dan 𝑍𝑛𝐶𝑙4
2−akan menjadi
kompleks bebas.
Persamaan reaksi hidrolisis ammonia adalah sebagai berikut.
Reaksi penukaran ion OH⁻ adalah sebagai berikut.
Pencucian
k. wr ‘14
dengan akuades untuk menetralkan pH resin dimana penetralan ini befungsi untuk
menghilangkan keasaman resin serta mengalirkan ion H+ yang mungkin terkandung dalam
resin. Selain itu, agar resin mengembang, sehingga ion yang berada pada resin akan diaktifkan
dan mudah dipertukarkan dengan ion lawan. Resin bersifat hidrofilik (menyukai
air) sehingga ion-ion pada resin dapat bergerak bebas dalam pori-pori yang terisi air. Pencucian
akuades juga dapat melarutkan sisa kompleks anion 𝑍𝑛𝐶𝑙3 − dan 𝑍𝑛𝐶𝑙4
2−, sehingga dapat
keluar dari kolom.
Pencucian dengan larutan HCl 2 M pada resin kation akan menyebabkan resin kation
yang mengandung ion OH⁻ pada permukaan resin mampu terdorong oleh ion Cl⁻ dari HCl,
sehingga ion OH⁻ dipertukarkan dengan ion Cl⁻ secara ekivalen. Sehingga, kondisi resin
sekarang mengandung ion Cl-.
Reaksi penukaran ion yang terjadi adalah sebagai berikut.
Pencucian resin harus berurutan dari ammonia, akuades, dan HCl. Pencucian akuades
setelah ammonia bertujuan untuk menetralkan sisa pengotor dalam resin. Sementara itu,
pencucian dengan HCl dilakukan paling akhir karena untuk mengubah suasana resin menjadi
asam, sehingga menyesuaikan kondisi dengan larutan sampel yang akan dipisahkan. Adanya HCl
juga akan mempertukarkan ion OH⁻ dengan Cl⁻ dari HCl, sehingga saat larutan sampel
dimasukkan dapat terjadi pertukaran anion antara kompleks anion Zn dengan Cl⁻. Proses
pencucian dilakukan dengan tinggi larutan dijaga 1 cm di atas permukaan resin agar resin tidak
kering.
Sampel yang mengandung Ni2+ dan Zn2+ yang telah diencerkan dalam kondisi asam
(penambahan larutan HCl 12 M) dimasukkan ke dalam kolom penukar ion dan larutan
dikeluarkan dari kolom penukar ion secara perlahan-lahan. Penambahan larutan HCl 12 M
menyebabkan ion Zn2+ akan membentuk senyawa kompleks klorozinkat(II) (seperti ZnCl3- dan
ZnCl42-) yang bermuatan negative yang stabil. Sementara itu, Ni2+ membentuk kompleks dengan
Cl⁻ karena tidak bereaksi dengan Cl⁻.
Persamaan reaksi pembentukan kompleks pada Zn adalah sebagai berikut.
Larutan sampel yang dimasukkan ke kolom penukar ion akan terjadi pertukaran anion,
di mana resin penukar kation yang telah mengandung gugus Cl⁻ akan mengalami penukaran
anion dengan kompleks anion ZnCl3- dan ZnCl4
2- karena sifat kedua kompleks anion tersebut
jauh lebih stabil dibandingkan dengan Cl⁻. Sementara itu, Ni2+ yang tidak membentuk senyawa
kompleks pada peristiwa ini akan terelusikan keluar dari kolom dan dinyatakan sebagai sampel
1 yang mengandung ion Ni2+. Pencucian tiga kali dengan larutan HCl yakni untuk mempengaruhi
k. wr ‘14
kekuatan pembentukan kompleks anion antara Cl⁻ dengan ion Zn²⁺, di mana variasi konsentrasi
HCl dapat mempengaruhi kekuatan pembentukan kompleks.
Reaksi pertukaran ion yang terjadi antara kompleks Zn dengan resin pada kolom
penukar ion adalah sebagai berikut.
Ion Zn2+ yang terikat pada resin kation tersebut dapat dipisahkan dengan menambahkan
akuades ke dalam kolom penukar ion. H2O merupakan ligan yang lebih kuat dibandingkan
dengan ligan kompleks ZnCl3- dan ZnCl4
2-. Sehingga, adanya penambahan akuades tersebut akan
terjadi penukaran antara kompleks anion ZnCl3- dan ZnCl4
2- dengan H2O yang netral, sehingga
membentuk kompleks aquo. Sementara itu, kompleks anion ZnCl3- dan ZnCl4
2- akan menjadi
kompleks bebas dan dapat terelusikan keluar dari kolom penukar ion.
Persamaan reaksi yang terjadi saat dialiri akuades adalah sebagai berikut.
Proses aliran larutan yang keluar dari resin harus perlahan-lahan (tetes per tetes),
karena untuk memperlama waktu kontak larutan saat melewati resin. Sehingga, proses
penukaran anion akan terjadi lebih optimal.
Konsentrasi ion Ni2+ dan Zn2+ dapat diketahui dengan menggunakan metode
spektrofomometri serapan atom (AAS). Metode ini dapat digunakan karena senyawa yang akan
dianalisis merupakan bentuk senyawa logam. Sehingga, untuk penghitungan yang lebih akurat
akan lebih baik jika menggunakan AAS, di mana AAS ini hanya dapat digunakan untuk senyawa
logam saja. Setiap logam yang dianalisis dengan AAS akan memberikan absorbansi. Absorbansi
yang diberikan inilah yang kemudaian dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi dari Ni2+
dan Zn2+ dalam larutan sampel pada setiap variasi konsentrasi HCl yang digunakan.
Metode yang digunakan yakni metode kurva kalibrasi, sehingga dibutuhkan kurva
kalibrasi yang berasal dari kurva hubungan antara konsentrasi dan absorbansi pada larutan
standar. Sehingga, perlu dibuat larutan standar baik pada Ni2+ maupun Zn2+. Untuk larutan
standar Ni2+ digunakan konsentrasi 0; 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; dan 15 ppm. Sedangkan larutan
standar Zn2+ digunakan konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1; 1,5; dan 2 ppm.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada sampel 1 berisi logam Ni yang ditunjukkan
dengan konsentrasi Ni dalam sampel 1 jauh lebih besar dibandingkan konsentrasi Zn.
Sedangkan pada sampel 2 berisi logam Zn yang ditunjukkan dengan konsentrasi Zn dalam
sampel 2 jauh lebih besar dibandingkan konsentrasi Ni. Namun, pada kedua sampel juga
ditemukan konsentrasi logam lain.
Sampel 1 seharusnya hanya mengandung ion Ni2+ karena ion tersebut tidak membentuk
kompleks dengan Cl⁻, sedangkan Zn²⁺ akan terjerap pada resin dalam bentuk kompleks anion.
Sementara itu, sampel 2 mengandung ion Zn²⁺. Namun, hasil percobaan menunjukkan bahwa
k. wr ‘14
pada sampel 1 juga terdapat kandungan ion Zn²⁺, demikian pula sebaliknya. Hal itu
menunjukkan proses pemisahan antara kedua kation tersebut belum sempurna.
Konsentrasi Zn pada sampel 1 dan Ni pada sampel 2 pada tiap variasi konsentrasi HCl
akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Semakin tinggi konsentrasi HCl menyebabkan
konsentrasi ion Cl⁻ juga lebih banyak. Hal ini menyebabkan kompleks anion yang terbentuk
antara Cl⁻ dan Zn²⁺ juga akan semakin banyak, sehingga akan menjadi semakin kuat dan stabil.
Maka proses penukaran ion antara Cl⁻ pada resin dengan kompleks anion ZnCl3- dan ZnCl4²⁻
akan maksimal, demikian pula sebaliknya. Sehingga, jika pertukaran ion antara Cl⁻ pada resin
dengan komples anion ZnCl3- dan ZnCl4²⁻ kurang maksimal menyebabkan ikut terelusikannya
Zn²⁺ bersama dengan Ni2+. Oleh karena itu, semakin kecil konsentrasi HCl seharusnya
menyebabkan semakin besar konsentrasi Zn²⁺ yang ikut terelusikan jika dibandingkan dengan
konsentrasi HCl yang lebih besar.
Proses pertukaran anion dalam percobaan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
kekuatan ligan. Ligan yang kuat dapat dengan mudah mendesak ligan lemah, sehingga terjadi
pertukaran anion. Ikatan dengan ligan yang lebih kuat akan lebih stabil. Dalam percobaan ini
digunakan tiga jenis ligan yakni Cl⁻, OH⁻, dan H2O yang ketiganya memiliki kekuatan ligan yang
berbeda. Kekuatan ligan dapat diketahui dari deret spektroskopi ligan.
I⁻ < Br⁻ < Cl⁻ < OH⁻ < F⁻ < H2O < NH3 < en < CN⁻ < CO (Chang, 2003)
Berdasarkan deret spektroskopi ligan di atas menunjukkan bahwa kekuatan ligan Cl⁻ <
OH⁻ < H2O. Sehingga, pada proses pencucian dengan ammonia, di mana ammonia dalam air
akan terhidrolisis menghasilkan ion OH⁻ yang dapat dipertukarkan dengan Cl⁻ yang melekat
pada resin karena ikatan dengan ligan OH⁻ lebih stabil. Pada proses elusi Zn, kompleks ligan Zn
dapat dipertukarkan dengan ligan netral H₂O, karena ligan H₂O lebih kuat.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Basset, dkk., 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, (diterjemahkan oleh:
Handyana, A.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Biyantoro, dkk., 2006, Pemisahan Ce dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50W-X8 Melalui
Proses Pertukaran Ion, Jurnal Batan, Vol 9, No 1, Hal 29 – 35
Chang, R., 2003, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti, (diterjemahkan oleh: Achmadi, S. S.),
Erlangga, Jakarta.
Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Khopkar, S. M., 1998, Basic Concepts of Analytical Chemistry, Second Edition, New Age
International Limited, New Delhi.
k. wr ‘14
Putra, A. A. B., 2007, Efektivitas dan Kapasitas Resin Penukar Anion dengan Sistem Batch dalam
Meningkatkan Nitrat dan Aplikasinya pada Air dari Sumber Mata Air di Desa Sedang, Journal of
Environmental Science, Vol 2, No, 2, Hal 1-8.
Sanagi, M. M., 1998, Teknik Pemisahan Dalam Analisis Kimia, Penerbit Universiti Teknologi
Malaysia, Johor.