Pemilu 2014 Merupakan Pemilu Ke Dua Bagiku Dalam Memberikan Hak Suara Untuk Memilih Calon Pemimpin...
-
Upload
anaz-el-fyeky-arbasela -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
Transcript of Pemilu 2014 Merupakan Pemilu Ke Dua Bagiku Dalam Memberikan Hak Suara Untuk Memilih Calon Pemimpin...
Pemilu 2014 merupakan pemilu ke dua bagiku dalam memberikan hak suara untuk memilih calon
pemimpin di negeri ini. Tapi yang membuatku berkesan di tahun ini adalah memilih 4 kali dalam
setahun. Kok bisa empat kali? Berikut kronologinya :
Pertama, pada tanggal 09 februari 2014 lalu aku menggunakan hak pilih ku pada Pilkades Desa
Sedahkidul di TPS Balai Desa Sedahkidul Kecamatan Purwosari Kabupaten Bojonegoro, Jawa
Timur untuk memilih calon Kepala Desa Sedahkidul dan ternyata hasilnya draw atau imbang.
Kedua, menilik hasil dari pilkades pertama yang imbang maka digelar pilkades tahap 2 tepatnya
pada tanggal 16 februari 2014 atau lebih pasnya satu minggu setelah pilkades pertama.
Ketiga dan Keempat, Insya Allah akan menggunakan hak suaraku dalam Pileg dan Pilpres 2014
yang digelar pada tanggal 09 April 2014 dan 09 juli 2014.
Ini adalah Pesta Demokrasi Untuk Rakyat Indonesia. Marilah saudara - saudaraku se tanah air
untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014 dan Pemilihan
Umum Presiden (Pilpres) 2014. Jangan sampai golput, ini menentukan kemajuan bangsa Indonesia
5 tahun ke depan. Ajak keluarga, sahabat untuk meluangkan waktu untuk menggunakan hak pilih.
Semoga Pemilu 2014 ini berjalan dengan lancar dan menghasilkan pemimpin yang terbaik bagi
Indonesia dan memberikan perubahan lebih baik bagi Indonesia.http://didikjatmiko.blogdetik.com/2014/03/25/pemilu-2014-pesta-demokrasi-untuk-rakyat-indonesia/
Pemilu 2014 Pesta Demokrasi Bukan Pesta Korupsi Oleh Adi Lazuardi
Jakarta, 3/11 (Antara) – Tahun 2014, Indonesia akan melaksanakan Pemilu legislatif – memilih wakil
rakyat – dan Pemilu eksekutif – memilih presiden dan wakilnya – sebagai suatu kewajiban sebagai
negara yang mengklaim demokrasi.
Jaringan aktivis pro demokrasi, organisasi yang berdiri di era orde baru untuk memperjuangkan
demokrasi, prihatin akan kualitas Pemilu 2014.
Dalam diskusi publik tentang “Tantangan dan Kualitas Pemilu 2014″ di Jakarta, Sekjen Prodem Andrianto
mengatakan selama era reformasi, Indonesia sudah melaksanakan tiga kali Pemilu, dua di antaranya
Pemilu pemilihan presiden dan wakilnya tahun 2004 dan 2009.
Ketiga Pemilu tersebut banyak diapresiasi dan dipuji oleh pemantau Pemilu lokal dan asing seperti Carter
Center dan Cetro namun hasil Pemilu tetap saja terbentuk pemerintahan yang kurang amanah, tidak jelas
konsep pembangunannya, termasuk DPR dimana lembaga wakil rakyat malah mendapatkan predikat
paling korup di Asean, kata Andrianto.
Jaringan aktivis Prodem menginginkan Pemilu 2014 yang berkualitas, tidak saja pelaksanaan Pemilu
yang jujur dan adil (Jurdil), partisipasi politik rakyat yang tinggi, tapi juga menghasilkan presiden yang
amanah, punya konsep pembangunan yang jelas, pro rakyat dan pro pertanian, serta berhasilkan
memilih wakil rakyat yang amanah dan anti korupsi, tambah Andrianto.
Masih Prosedural
Anggota Komisi II DPR Malik Haramain (PKB), salah satu pembicara diskusi publik itu, mengakui bahwa
Pemilu yang dilakukan selama era reformasi masih bersifat prosedural, belum Pemilu subtantif atau
berkualitas.
Walaupun pelaksanaan Pemilu banyak dinilai Jurdil oleh pemantau Pemilu asing tapi hasil Pemilu belum
berhasil menciptakan pemerintahan dan DPR yang bersih dan anti korupsi, bahkan korupsi merajalela
dari pemerintahan pusat, pemerintah daerah hingga DPR, DPRD tingkat I dan II, kata Malik.
“Jangan sampai pelaksanaan Pemilu hanya sekedar ada atau diadakan saja tapi juga harus
menghasilkan pemerintahan dan DPR yang amanah dan bersih dari korupsi, ” tambah dia.
Belum lama ini, wakil ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, bahwa di kalangan Negara Asean,
DPR RI merupakan organisasi paling korup ¿ setelah Polri – karena banyak anggota DPR yang terpaksa
dijebloskan ke penjara akibat korupsi.
Ditambah lagi penangkapan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar karena dugaan korupsi dalam
memutuskan perselisihan Pilkada maka semakin membuat rakyat makin pesimis dengan demokrasi,
Pemilu dan pengadilan yang menyelesaikan perselisihan Pemilu dan Pilkada.
Yang perlu dikhawatirkan adalah tingkat partisipasi politik masyarakat yang rendah saat Pemilu akibat
pemberitaan media tentang korupsi yang dilakukan oknum DPR dan pejabat pemerintah. “Pemberitaan
korupsi bisa membangun sikap masyarakat yang apolitis ini dapat berbahaya bagi demokrasi Indonesia,”
katanya.
Pesta Korupsi
Ketua umum Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) Standarkia Latief, minta kepada semua partai politik
(Parpol) agar merekrut kader atau Caleg yang benar. “Jangan merekrut pengangguran, kader yang
punya catatan negatif seperti pelaku kriminal, pengguna narkoba, atau yang biasa menggadaikan
idealism,” tegas dia.
Pemerintah dan Parpol harus menjadikan Pemilu sebagai edukasi politik masyarakat. “Dalam kampanye,
Parpol sebaiknya tidak mengutamakan acara hiburan music dan dangdutan. Sebentar-sebentar siram air.
Parpol harus mendorong para Caleg untuk berkampanye apa strategi pembangunan dan janji-janji politik
jika menang dengan alasan-alasan yang logis dan rasional kepada massanya,” tambah Standarkia.
Di sisi lain, pemerintah telah berhasil mengurangi arak-arakan atau konvoi dalam kampanye yang
cenderung melanggar aturan lalu lintas, premanisme dan kurang mendidik. Tapi pendidikan politik dalam
kampanye juga harus ditingkatkan lagi dengan mengurangi hiburan dan dangdutan.
Sekjen Prodem Andrianto juga menyoroti politik uang saat Pemilu. “Para Caleg dan Capres agar tidak
menggunakan politik uang dalam meraih suara pemilih. Rakyat juga harus berani menolak suap. Jangan
sampai Pemilu menjadi pesta korupsi rakyat karena menerima suap dari semua Caleg sehingga muncul
anekdot ambil uangnya jangan pilih orangnya,” katanya.
Jika para Caleg banyak mengeluarkan dana kampanye dari kantongnya sendiri sudah pasti mereka akan
mengembalikan modalnya dengan mengkorupsi uang APBN atau dari projek pembangunan.
“Jangan sampai Pemilu 2014 menjadi pesta korupsi rakyat dari Caleg dan Capres dan bukan pesta
demokrasi,” tegas Andrianto.
Jaringan aktivis Prodem berharap demokrasi memberikan pemerintahan yang bersih, amanah dan
sejahterakan, bukan hanya sebatas menghasilkan Pemilu yang regular dan prosedural. (A029)
http://www.antarasumut.com/pemilu-2014-pesta-demokrasi-bukan-pesta-korupsi/
Peran Mahasiswa dalam Menyambut Pesta Demokrasi
OPINI | 23 March 2014 | 07:34 Dibaca: 376 Komentar: 2 2
Sangat menarik apabila kita menyaksikan suasana yang terjadi menjelang pemilu belakangan ini. Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan pendapat mengenai peran mahasiswa dalam menyambut pesta demokrasi 5 tahunan ini.
Saya melihat sudah begitu banyak kampus besar menyambut antusias penyelenggaraan pesta demokrasi 5 tahunan ini. Bahkan keluarga mahasiswa badan eksekutif kampus beberapa kampus membantu mahasiswa yang berasal dari daerah lain atau biasa disebut dengan ‘mahasiswa rantau’ agar bisa ikut menggunakan hak pilihnya di wilayah kampusnya tersebut
Sebagai contoh, apabila mahasiswa tersebut berdomisili di salah satu kota di sumatra namun berkuliah di bandung, maka orang tersebut tetap bisa menggunakan hak pilihnya di bandung. Dengan segala persyaratan serta administrasinya diurus oleh Badan eksekutif mahasiswa kampus tersebut. Orang itu hanya tinggal menyerahkan fotokopi KTP dan kartu tanda mahasiswa.
Dari sini kita bisa melihat bagaimana usaha para mahasiswa untuk bisa berpartisipasi aktif dalam pesta akbar demokrasi 5 tahunan ini. Mereka menggunakan hak pilihnya untuk masa depan Indonesia, selain itu dengan seperti ini mereka secara otomatis menekan angka golput dan mengurangi peluang ‘kecurangan’ oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan suara mereka.
Selain itu, menjelang pesta demokrasi 5 tahunan ini sudah banyak kampus yang mengundang para calon legislatif dan calon presiden untuk menyampaikan ide serta gagasannya untuk bangsa ini dalam sebuah acara debat, talkshow, atau kuliah kebangsaan. Perlu dicatat bahwa mereka bukan tim sukses dan meminta calon tersebut berkampanye menyampaikan gagasannya tetapi mahasiswa ingin melihat dan menilai langsung bagaimana kualitas calon legislatif dan calon presiden negeri ini. Mahasiswa memiliki peran sebagai agen perubahan, cadangan masa depan, dan penjaga nilai. Maka, ada kewajiban moril dari dalam diri mahasiswa untuk mengawal calon pemimpin negeri ini agar tetep berjalan di dalam ‘track’ yang benar.
Peran mahasiswa lain adalah mengadakan debat-debat ideologis antar mahasiswa. Gerakan kiri, gerakan kanan, nasionalis, islam, dan sebagai macamnya dibahas dalam ruang terbuka. Mahasiswa mempelajari, membaca, menulis, berdiskusi mengenai ide gagasan ideologi bangsa ini. Diskusi asik para calon penerus bangsa ini berada di ruang-ruang perkuliahan dan di fasilitasi oleh organisasi mahasiswa.
Selain itu ada juga mahasiswa yang menyambut pesta demokrasi 5 tahunan ini dengan mengadakan lomba. Seperti lomba poster dengan mengajak untuk tidak golput, lomba foto selfie dengan tema pemilu, atau lomba video untuk pencerdasan politik. Tujuannya adalah agar anakmuda tetap peduli politik dan pemilu dengan cara-cara yang kreatif, unik, dan menarik.
Banyak cara kreatif serta menarik yang dilakukan mahasiswa saat ini dalam menyambut pesta demokrasi bangsa ini dengan tujuan yang sama yaitu meramaikan dengan kegiatan positif, mengajak masyarakat untuk mensukseskan pemilu, serta mengawal segala kegiatan pemilu agar
pelaksanaannya sesuai harapan bangsa ini yaitu berlangsung secara terbuka, jujur, dan adil.
Namun tidak sedikit juga mahasiswa yang masih apatis, tidak peduli, bahkan tidak mau membahas sama sekali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik, pemilu, dan pesta demokrasi 5 tahunan ini.
Disaat mahasiswa lain dengan berbagai macam kegiatannya mencoba berpartisipasi dan berkontribusi dalam menyukseskan pemilu, mahasiswa ini enggan untuk membahas dan malah memandang politik sebagai sebuah hal yang tabu.
Kepada para mahasiswa ini, saya ingin menyampaikan sebuah syair dari penyair Jerman, Bertolt Brecht :
Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.Orang yg buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional.
Kurang lebih seperti itu yang disampaikan penyair jerman tersebut. Maka, sebagai mahasiswa mari kita berpartisipasi aktif serta berkontribusi dalam menyambut pesta demokrasi akbar negeri ini. Sukseskan pemilu untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.Hidup Mahasiswa!Hidup Rakyat Indonesia!
http://politik.kompasiana.com/2014/03/23/peran-mahasiswa-dalam-menyambut-pesta-demokrasi-
643441.html
Kekuatan partai politik akan bersaing ketat dan masing-masing berkepentingan untuk
memenangkan pemilu tahun ini. Situasi pun diperkirakan akan lebih panas
dibandingkan pemilu sebelumnya. Kondisi ini akan semakin terasa pada saat pemilihan
presiden bulan Juli nanti.
Demikian analisis Direktur Program Imparsial, Al Araf, diskusi "Potensi Kekerasan dan
Kecurangan dalam Pemilu 2014" di Jakarta, Senin (7/4). Al Araf menilai, setelah pilpres
ketegangan politik pun tidak akan surut. Terlebih lagi, jika hasil pilpres hanya terpaut
tipis. Ia mengatakan bahwa akan muncul kekuatan-kekuatan yang bertarung dengan
mengerahkan massa akibat lunturnya kewibawaan Mahkamah Konsitusi dalam
menyelesaikan sengketa pemilu.
"Apapun hasil putusan MK mengenai pertarungan pilpres tidak akan dianggap. Potensi
konflik akan semakin meningkat jika pemenang pemilu hanya terpaut lima hingga 10
persen. Prediksi saya mobilisaasi akan besar saat itu," ujarnya.
Anggota Bawaslu RI, Daniel Zuchron, juga melihat masih banyak potensi kecurangan
yang akan terjadi dalam pemilu kali ini. Ia menyoroti proses pelaksanaan pemilihan
legislatif yang tinggal menghitung hari. Menurutnya, kecurangan dalam pileg masih
membayangi banyak wilayah di Indonesia.
“Berdasar data dari Bawaslu dari sebanyak 6.524 kecamatan yang ada di Indonesia
terdapat 2.151 kecamatan yang rawan terjadinya kecurangan Pemilu. Dari total 6.524
kecamatan sebanyak 729 kecamatan sangat rawan dan 1.422 kecamatan rawan.
Selebihnya aman karena faktor-faktor penyebab kecurangan terbilang rendah,"
katanya.
Daniel menyampaikan, berdasar data yang dihimpun dari pemilu sebelumnya, daerah
yang paling rawan berada di Pulau Jawa. Menurutnya, potensi kecurangan disebabkan
situasi dan kondisi geografis dan kultural masyarakat di daerah tersebut. Ia merinci,
situasi tersebut antara lain karena penyelenggaraan pemilu sebelumnya kerap terjadi
kecurangan. Selain itu, tingkat kemiskinan tinggi dan minimnya masyarakat mengakses
informasi dan transportasi juga membuka potensi itu.
“Termasuk daerah yang terkena bencana alam dan memiliki kultur sosial sering terjadi
konflik. Jumlah daftar pemilih yang lebih tinggi dibanding jumlah penduduk atau
pertumbuhan penduduk yang tidak wajar juga menimbulkan potensi kecurangan,”
katanya.
Daniel mengakui data yang dimilikinya tidak sepenuhnya faktual karena harus
dikombinasi dengan temuan Panwaslu di lapangan. Ia menyatakan bahwa data tersebut
didapatkan dari penggalian yang dilakukan Bawaslu di setiap Pemilu dan Pemilukada.
Oleh karena itu, menurutnya data yang disampaikan bersifat referensi.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa bentuk kecurangan memiliki modus yang
umum terjadi. Dirinya menyebutkan, modus tersebut adalah dengan manipulasi data
pemilu mulai dari data pemilih, hingga penghitungan surat suara. Tak hanya itu, Daftar
Pemilih yang belum jelas dikhawatirkan menjadi celah untuk terjadinya kecurangan
dengan modus pemilih ganda, memasukkan nama yang sudah meninggal, fiktif, atau
memalsukan form C6 (undangan pencoblosan). Ada juga yang menggunakan hak pilih
lebih dari sekali atau memobilisasi pemilih.
“Potensi kecurangan juga terjadi dengan transaksi jual beli suara antar partai. Dampak
dari kecurangan itu adalah dampak elektoral, " jelasnya.
J. Kristiadi, Peneliti Senior Centre for Strategic of International Studies (CSIS)
mengungkapkan, cacatnya sistem demokrasi di Indonesia sudah sejak lahir. Pasalnya,
pemiu tidak menjamin orang-orang yang dipilih dapat mewakili ratusan juta rakyat.
"Demokrasi sudah cacat sejak lahir. Demokrasi tidak mungkin tanpa demokrasi
perwakilan. Lalu apakah 1.000 orang mewakili 240 juta rakyat? Tidak. Padahal dalam
sistem demokrasi semua rakyat ikut mengurus negara," katanya.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5343a5fbc502e/pemilu-2014-panas-dan-
rawan-kecurangan