Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

23
BAB I PENDAHULUAN Generasi muda adalah generasi pemilik dan pembawa arah bangsa. Kalimat tersebut adalah kalimat yang paling tepat ditujukan bagi generasi muda, dimana ditangan generasi muda lah suatu bangsa akan terbentuk serta berubah baik menuju kemajuan atau sebaliknya. Agar suatu generasi muda dapat membawa kemajuan bagi bangsa dan negaranya maka generasi muda harus mendapatkan pendidikan yang sepadan baik pendidikan moral, terapan maupun pendidikan politik sedini mungkin, ini dimaksudkan untuk merubah pemahaman tentang politik di masyarakat adalah sebatas pada kesejahteraan dan keuntungan yang diwakili dengan nominal uang. (Siswanto, 2008) Masyarakat secara umum sangat sulit memahami aturan politik atau prosedur birokrasi politik. Yang penting, masyarakat dimudahkan dalam berbagai akses kehidupan. Jika perlu, sebagian masyarakat mengambil sikap abstain untuk proses pemilihan umum, karena memilih atau tidak memilih tidak memengaruhi kenaikan taraf hidup atau kesejahteraan. Demikianlah potret keluguan masyarakat Indonesia dalam berpolitik. Jika kita amati, munculnya kegamangan politik berawal dari tak adanya pendidikan politik yang benar-benar dipahami sebagian besar masyarakat. Usia pendidikan dasar dipenuhi dengan kurikulum pengetahuan kognitif, saat usia pendidikan 1

Transcript of Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

Page 1: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

BAB I

PENDAHULUAN

Generasi muda adalah generasi pemilik dan pembawa arah bangsa. Kalimat

tersebut adalah kalimat yang paling tepat ditujukan bagi generasi muda, dimana

ditangan generasi muda lah suatu bangsa akan terbentuk serta berubah baik menuju

kemajuan atau sebaliknya. Agar suatu generasi muda dapat membawa kemajuan bagi

bangsa dan negaranya maka generasi muda harus mendapatkan pendidikan yang

sepadan baik pendidikan moral, terapan maupun pendidikan politik sedini mungkin,

ini dimaksudkan untuk merubah pemahaman tentang politik di masyarakat adalah

sebatas pada kesejahteraan dan keuntungan yang diwakili dengan nominal uang.

(Siswanto, 2008)

Masyarakat secara umum sangat sulit memahami aturan politik atau prosedur

birokrasi politik. Yang penting, masyarakat dimudahkan dalam berbagai akses

kehidupan. Jika perlu, sebagian masyarakat mengambil sikap abstain untuk proses

pemilihan umum, karena memilih atau tidak memilih tidak memengaruhi kenaikan

taraf hidup atau kesejahteraan. Demikianlah potret keluguan masyarakat Indonesia

dalam berpolitik. Jika kita amati, munculnya kegamangan politik berawal dari tak

adanya pendidikan politik yang benar-benar dipahami sebagian besar masyarakat.

Usia pendidikan dasar dipenuhi dengan kurikulum pengetahuan kognitif, saat usia

pendidikan menengah disibukkan dengan target nilai dan persiapan kelulusan. Proses

pembelajaran tidak menyentuh norma-norma pendidikan politik yang mencerahkan.

Hal ini berakibat saat seseorang berada di pendidikan tinggi, yang konon merupakan

tempat belajar berpolitik secara nyata. Saat di pendidikan tinggi, pendidikan politik

dipahami sebagai dasar untuk berperilaku politik praktis, itu pun berdasar pada teori

yang kadang sudah tidak relevan.

Kiranya perlu dipikirkan sebuah terobosan untuk memberikan pendidikan

politik sejak dini. Tak salah jika seorang siswa SMP atau SMA melakukan kampanye

terbuka untuk mencalonkan diri menjadi seorang ketua OSIS. Di beberapa sekolah,

kandidat ketua OSIS harus berdebat tentang program kerja mereka. Ada juga yang

melibatkan siswa-siswa SMA untuk membantu pelaksanaan pemilihan kepala desa

dan Dewan Pertimbangan Desa.

1

Page 2: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

Politik di sekolah menengah perlu diberikan dan diintegrasikan dalam ilmu-

ilmu sosial Humaniora (Sosiologi, Sejarah, Kewarganegaraan, Antropologi) dan ilmu

bahasa, terutama Bahasa Indonesia. Dalam disiplin ilmu tersebut siswa dihadapkan

pada situasi nyata yang dihadapi dan disikapi setiap hari. Maka, sebenarnya sangat

efektif untuk memperbaiki perilaku politik lewat disiplin ilmu tersebut.

Sering dijumpai siswa usia pelajar ikut dalam kampanye terbuka parpol,

dengan mengendarai kendaraan bermotor dan mengucapkan yel-yel parpol tertentu.

Namun di saat yang sama mereka sangat tidak memahami esensi dari kampanye.

Pemahaman kampanye sebatas pada uang transpor, kaus parpol, dan back up kekuatan

massa. Sayang sekali usia kritis dihancurkan dengan pembodohan politik kelas teri.

Maka sudah saatnya bagi sekolah untuk memberanikan diri memberikan pembelajaran

politik kepada siswa-siswanya.

Pemilu 2009 yang baru saja kita lewati bersama menjadi suatu momentum

yang tepat bagi mansyaraka terpelajar untuk dapat menyaksikan bahkan ikut

berpartisipasi didalamnya. Yang dapat juga kita fungsikan sebagai media pendidikan

politik bagi kalangan pelajar menengah. Karena kita ketahui bersama pemilu 2009,

baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden sarat akan pendidikan politik.

Contohnya saja permasalahan daftar pemilih tetap (DPT) yang sebenarnya bukan

murni kesalahan komisi pemilihan umum semata jika kita lihat dari kenyataanya

masyarakat malah terkesan enggan meperhatikan daftar pemilih sementara (DPS)

yang merupakan sumber acuan dari DPT itu sendiri. Jadi dengan melihat hal tersebut

kita sebagai masyarakat terpelajar seharusnya dapat memetik pelajaran yaitu kita tak

harus selalu diam meunggu namun kita harus turut aktif berpartisipasi. Kemudian

yang lebih nyata lagi pemilu 2009 juga tidak memberi batasan terhadap lintas suku,

agama, maupun ras dalam pelaksanaanya. Sehingga timbul rasa kebersamaan antar

masyarakat walaupun di latarbelakangi atas persaimgan politik

Atas dasar di atas pendidikan politik bagi generasi muda sangat diperlukan

agar dimasa mendatang generasi muda Indonesia menjadi generasi yang cerdas

politik, dan bukan korban politik.

2

Page 3: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Penyebab pendidikan politik pada generasi muda di Indonesia tidak

diserahkan sepenuhya kepada pemeritah

Salah satu penyebab utama tersendat-sendatnya proses reformasi untuk

mewujudkan Indonesia yang demokratis adalah kurang terdidiknya mayoritas warga

negara khususnya para remaja secara politik, akibat proses pembodohan politik yang

dilakukan secara sistematis oleh pemerintahan Orde Baru. Kurang terdidiknya

generasi muda secara politik ini, telah menyebabkan mereka cenderung pasif dan

mudah dimobilisasi untuk kepentingan pribadi atau jabatan dari para elite politik.

Lebih dari itu, mereka juga tidak bisa ikut mempengaruhi secara signifikan proses-

proses pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan kehidupan mereka.

Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa proses demokratisasi yang sehat

mensyaratkan adanya partisipasi politik yang otonom dari warga negara. Partisipasi

politik yang otonom ini, hanya dapat dimungkinkan jika warga negara cukup terdidik

secara politik.

Untuk menumbuhkan dan atau meningkatkan partisipasi politik yang otonom

dari setiap warga negara, maka pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan benar,

mutlak diperlukan. Pelaksanaan pendidikan politik ini, selain dapat dilakukan oleh

pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada, juga bisa

dilaksanakan secara non-formal oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil. Pada

konteks Indonesia, pelaksanaan pendidikan politik tidak bisa begitu saja diharapkan

atau diserahkan kepada pemerintah, hal tersebut disebabkan hal-hal sebagai berikut.

1. Pertama, berdasarkan pengalaman rezim yang pernah berkuasa di Indonesia,

belum ada indikasi kuat bahwa pemerintah yang sementara berkuasa, akan

konsisten untuk melaksanakan pendidikan politik.

2. Kedua, pemerintahan Indonesia hingga saat ini, belum mampu melahirkan

suatu kebijakan penting dalam hal pendidikan politik bagi warga negara. Itu

berarti, pendidikan politik, paling tidak untuk masa transisi (transisi dari rezim

otoritarian menuju rezim yang demokratis) sekarang ini, akan lebih efektif dan

maksimal jika dilaksanakan oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil.

3

Page 4: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

Dengan kerangka berpikir yang demikian, maka partai politik yang oleh

Antonio Gramsci dikategorikan sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil

(Roger Simon, 1999), diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai

Instrumen Of Political Education dengan baik dan benar, sesuai amanat yang

tertuang dalam pasal 11 huruf a UU No. 2 Tahun 2008, tentang Partai Politik.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 2 tahun 2008, tentang Partai Politik, yang

menyebutkan bahwa Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan

dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar

kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan

politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Di Indonesia, peran partai dalam memberi pencerahan politik terhadap

kalangan remaja hampir tidak pernah dilakukan. Sepanjang sejarah pembentukan

partai politik dalam negeri, program-program garapan partai cenderung tidak

memperhatikan potensi pemilih dari kalangan ini. Remaja baru mendapat perhatian

khusus pada momen tertentu. Misalnya, masa menjelang kampanye pemilihan umum

(pemilu), partai-partai menyinggung sedikit tentang masalah remaja. Yang partai

lakukan sebatas menggelar acara-acara dialog dengan motivasi agar remaja menjadi

pemilih. Tetapi, cara itu tidak efektif memberikan pendidikan. Sebab, tidak terlalu

serius. Padahal, menurut pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa

Darmaningtyas, potensi pemilih pemula itu sangat signifikan. Masa remaja

merupakan saat-saat di mana mereka ingin mencoba mengikuti proses pemilu.

Kasus ini patut disayangkan. Pertumbuhan partai di Indonesia tidak diimbangi

dengan kemampuan memahami kepentingan anak muda. Program-program partai

belum menjangkau remaja, apalagi mewakilinya. Dalam sejarah perkembangan partai

di Indonesia, Darmaningtyas sama sekali belum menemukan program yang secara

spesifik mengelola isu remaja. penggalangan-penggalangan generasi muda untuk

pendidikan politik sama sekali tidak kelihatan. Berbeda misalnya isu-isu lain. Sebagai

contoh, partai-partai lebih tertarik mengangkat masalah keterwakilan perempuan dan

sebagainya.

4

Page 5: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

Pendidikan politik bagi remaja merupakan masalah penting. Tidak dapat

memungkiri, remaja merupakan pemilik masa depan bangsa. Nasib bangsa Indonesia

di tangan mereka. Dengan demikian, partai mestinya tidak mengesampingkan masalah

ini. Pendidikan menjadi penting, karena mereka tidak boleh apolitis. Anak-anak muda

mesti memiliki kesadaran tinggi sebagai pemilih, kata Darmaningtyas.

Sebenarnya, partai-partai mendapat keuntungan besar bila kaum pemuda

memiliki kesadaran tinggi terhadap proses politik yang tengah terjadi. Misalnya,

partai diuntungkan karena dapat melakukan kaderisasi politik secara dini. Hanya saja,

pola pikir pengelola partai belum memahami arti penting potensi ini. Menurut kaca

mata Darmaningtyas, orientasi partai di Indonesia masih pada isu-isu besar. Lalu,

cara mendongkrak suara pemilih juga masih menggunakan cara-cara yang sudah

umum. Misalnya menggunakan pengaruh kalangan selebritis dengan cara merekruti

mereka. Realitas tersebut secara tidak langsung telah membangun sikap tertentu bagi

kalangan remaja. Peran remaja remaja sendiri juga menjadi kurang. Sebaliknya,

mereka lebih memilih menikmati masa hura-hura sebagai anak muda. Kalaupun

remaja bersedia diajak partai untuk kegiatan kampanye menjelang pemilihan umum

atau pemilihan kepala daerah, menurut Darmaningtyas, keikutsertaan mereka bukan

sebagai kesadaran politik. Melainkan lebih ke hura-hura.

Realitas pendidikan sekolah yang juga tidak mengenalkan mereka pada

perkembangan politik, juga mempengaruhi semangat remaja pada politik. Remaja

tidak diberikan ruang pengenalan politik oleh kurikilum sekolah maupun masyarakat

sendiri secara sistematis. Kondisi yang demikian terjadi pasca 1965 atau sejak

gerakan Partai Komunis Indonesia meletus. Pada umumnya, masyarakat alergi

membicarakan perkembangan politik. Begitu juga kalangan pendidik seakan-akan

tertutup bagi pengenalan politik bagi murid-murid. Pendidikan politik remaja

diperoleh dari berita-berita di media massa, baik cetak maupun elektronik. Dan

sekarang melalui media online. Dan apa yang mereka dapat dari informasi media,

tentunya bukan pengetahuan mendalam, melainkan sepotong-potong.

Menurut Darmaningtyas, membangun kesadaran politik bagi remaja di

Indonesia sulit bilamana partai-partai tidak peduli dengan realitas tadi. Ketika partai

hanya mengharapkan kemenangan dalam bursa pemilihan umum, remaja tidak akan

pernah tertarik mempelajari politik.

5

Page 6: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

Faktor terbesar yang mempengaruhi pembentukan kesadaran remaja

tergantung pada orang tua dalam hal ini partai politik, sekolah dan lingkungan. Bila

tidak ada yang mengarahkan, mereka tidak akan pernah memiliki kepedulian.

(Siswanto, 2008)

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyerukan semua komponen bangsa tidak

menjadikan remaja atau kaum pemilih pemula sekedar objek untuk memperoleh

suara dalam pemilu. "Mereka harusnya dipandang sebagai jumlah subjek yang

menentukan masa depan bangsa," kata Jurubicara Muslimah HTI, Febrianti

Habbasuni di Makassar. Menurut beliau, dalam suasana menjelang Pemilu 2009,

Muslimah HTI menyatakan keprihatinan terhadap masih kurangnya kegiatan

pemberdayaan politik kepada remaja Indonesia.

Terlebih jumlah remaja Indonesia yang berusia 17-23 tahun sangat besar, 36

juta orang. Atau sekitar 21 persen dari 171 juta jumlah penduduk kategori pemilih

2009 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Untuk itu, lanjutnya, HTI

juga menyerukan agar semua pihak melakukan pemberdayaan politik berdasar

ideologi kepada remaja. Diharapkan, mereka dapat memilih pemimpin, yakni

pemimpin yang bertakwa, adil, dicintai dan mencintai rakyatnya. Pendidikan politik,

lanjutnya, juga dilakukan agar remaja di masa depan dapat menjadi pemimpin.

Dikatakan Febrianti, untuk menumbuhkan kesadaran politik itu, terlebih

dahulu politisi harus menghentikan dukungan bagi tumbuhnya gaya hidup foya-foya

(hedonisme) di kalangan remaja, yang membuat remaja tidak peduli masa depannya

sendiri dan masa depan bangsa. Politisi, katanya, perlu menanamkan dan

mencontohkan penerapan hidup berdasar nilai syariah yang luhur dan mencegah nilai

sekuler-liberal. Hidup dengan nilai sekuler-liberal, katanya, akan menyebabkan

kerusakan fisik dan mental pada remaja yang akan berdampak pada melemahnya

bangsa di masa mendatang. (Hizbut, 2009)

2.2 Langkah-langkah ideal yang harus ditempuh untuk melaksanakan suatu

pendidikan politik yang baik dan benar

Sedangkan dilain pihak pendidikan politik adalah bukan proses sepihak ketika

partai politik memobilisasi dan memanipulasi warga atau masyarakat untuk menerima

nilai, norma, maupun simbol yang dianggapnya ideal dan baik, seperti yang terjadi di

negara-negara yang menganut sistem politik totaliter. Pendidikan politik bagi warga

6

Page 7: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

khususnya para generasi muda harusnya dipahami sebagai perbuatan memberi latihan,

ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia,

melalui proses dialogik yang dilakukan dengan sukarela antara pemberi dan penerima

pesan secara rutin, sehingga para penerima pesan dapat memiliki kesadaran

berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.

Definisi pendidikan politik ini mengandung tiga arti penting, yakni: Pertama,

adanya perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan

kapasitas dan potensi diri manusia. Kedua, perbuatan di maksud harus melalui proses

dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara

rutin. Ketiga, perbuatan tersebut ditujukan untuk para penerima pesan dapat memiliki

kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.

Pemahaman di atas pada dasarnya menunjukan bahwa Pelaksanaan pendidikan

politik harus dilakukan tanpa unsur paksaan dengan fokus penekanan pada upaya

untuk mengembangkan pengetahuan (Kognisi), menumbuhkan nilai dan keberpihakan

(Afeksi) dan mewujudkan kecakapan (Psikomotorik) warga sebagai individu maupun

sebagai anggota kelompok.

Oleh karenanya, materi-materi pendidikan politik yang harus disampaikan

harus mencakup hal-hal sebagai berikut : Pertama, posisi individu dalam kehidupan

bernegara. Kedua, posisi konstitusi dalam kehidupan bernegara. Ketiga, posisi negara

dalam menjalin relasi dengan warganya. Keempat, posisi individu, negara, dan

konstitusi dalam konstelasi politik terkini. Sedangkan media pelaksanaan pendidikan

politik yang dapat dipergunakan antara lain: latihan kepemimpinan, seminar,

workshop, dialog publik, debat terbuka, kampanye dialogis, dan lain-lain yang sejenis

dengannya.

Berkaitan dengan itu, M. Nur Khoiron (1999), berpendapat bahwa untuk

melaksanakan suatu pendidikan politik yang baik dan benar, idealnya langkah-

langkah yang harus di tempuh oleh pihak penyelenggara, adalah:

1. Pertama, Pahami Persoalan Warga atau Masyarakat khususnya para remaja.

Sebelum program pendidikan politik dilaksanakan, harus terlebih dahulu

diteliti dan diobservasi secara mendalam apa sesungguhnya persoalan

mendasar yang dihadapi oleh warga negara atau masyarakat di suatu daerah,

karena persoalan warga negara atau masyarakat di suatu daerah berbeda

dengan persoalan warga negara atau masyarakat di daerah yang lain.

7

Page 8: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

2. Kedua, Tentukan dan Petakan Kebutuhan masyarakat. Setelah persoalan

mendasar-aktual warga negara/masyarakat di ketahui, kemudian tentukan dan

petakan kebutuhan mereka berdasarkan skala prioritas. Skala prioritas ini akan

menjadi sangat penting, terutama ketika kebutuhan dan aspirasi warga

negara/masyarakat sangat banyak dan beragam.

3. Ketiga, Rumuskan Tujuan dan Pilih Kelompok Sasaran. Rumusan dari tujuan

pendidikan politik akan memberikan arah dan juga sasaran yang akan dicapai

dari pihak penyelenggara. Kelompok sasaran bisa ditentukan setelah tujuan

dari pendidikan politik berhasil dirumuskan. Keterpaduan antara tujuan dan

kelompok sasaran dari suatu pendidikan politik, akan mengefektifkan program

yang dilaksanakan.

4. Keempat, Rancang Aktivitas Kerja dan Tentukan Media. Dalam merancang

aktivitas kerja, harus di buat terlebih dahulu adalah: (a). Rancangan kegiatan.

(b). Berapa lama waktu yang dibutuhkan. (c). Pembagian tugas dan tanggung

jawab. (d). Fasilitas atau peralatan yang dimiliki. (e). Anggaran yang

dibutuhkan. (NB: Poin-poin di atas ini juga, harus menjadi pertimbangan

dalam memilih media pendidikan politik yang akan dipergunakan, serta satu

hal yang tidak boleh dilupakan ialah media pendidikan politik yang akan

digunakan harus diselaraskan dengan tujuan yang akan di capai dan kelompok

sasaran yang telah di pilih).

5. Kelima, Laksanakan Aktivitas. Pelaksanaan kegiatan pendidikan politik akan

menjadi efektif, jika dalam implemantasinya dapat dilaksanakan sesuai

rencana kerja.

6. Keenam, Monitoring dan Evaluasi Hasil Kerja. Pada bagian yang paling akhir

dari langkah-langkah ini adalah Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan

evaluasi (Monev), ini harus ditujukan untuk mengetahui apakah strategi yang

dipergunakan cukup efektif atau harus dirubah dan apakah isu ini masih dapat

diteruskan atau tidak. Untuk melakukan Monev, ada sejumlah prinsip yang

8

Page 9: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

harus dipegang teguh, yakni : (1). Objektif. Artinya, pelaksanaan monev harus

dilakukan atas dasar indikator-indikator yang sudah disepakati tanpa tndensi

apriori. (2). Transparan (Keterbukaan) . Pelaksanaan monev harus dilakukan

secara terbuka dan diinformasikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan

pelaksanaan monev ini. (3). Partisipatif. Pelaksanaan monev harus melibatkan

secara aktif dan interaktif bagi para pelaku. (4). Akuntabilitas (Tanggung

Gugat). Pelaksanaan monev dapat dipertanggungjawabk an secara internal

maupun eksternal. (5). Tepat Waktu. Pelaksanaan monev harus sesuai waktu

yang dijadwalkan. (6). Berkesinambungan. Artinya, hasil monev harus dipakai

sebagai umpan balik untuk penyempurnaan atas berbagai kekurangan dalam

pelaksanaan pendidikan politik tersebut.

Pada akhirnya harus diingat bahwa keseluruhan langkah dalam melakukan

pendidikan politik sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, hendaknya dipahami

secara dinamis. Artinya langkah-langkah ini tidaklah bersifat kaku dan dapat

dikembangkan dan diterapkan sesuai kebutuhan. Satu hal yang tidak boleh dilupakan

juga adalah terlaksananya pendidikan politik oleh suatu partai politik sangat

ditentukan oleh faktor internal dari partai politik itu sendiri.

Oleh karena itu, apabila ada partai politik yang hendak mempergunakan

konsep pelaksanaan pendidikan politik ini, otomatis partai politik tersebut di tuntut

untuk harus memiliki manajemen yang sudah tertata dengan baik dan mempunyai

sumber daya (potensi manusia atau pengurus, potensi dana, dan potensi penunjang)

yang memadai secara kualitas maupun kuantitas. (Admin, 2008)

9

Page 10: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

2.3 Peranan Pemilu 2009 Dalam Pelaksanaan Pendidikan Politik

Pemilihan umum kata yang sudah tak asing lagi bagi telinga kita semua

apalagi akhir-akhir ini banyak media massa yang mengangkat mengenai hal ini,

bahkan setelah perhelatan politik ini selesai, masih banyak pemberitaan-pemberitaan

yang beredar. Ini dikarenakan dalam suatu proses demokrasi selalu ada pro-kontra,

guna menghasilkan kondisi yang diharapkan oleh seluruh lapisan rakyat.sehingga

dengan pemilu akan tejadi proses pembelajaran politik bagi masyarakat. Bukan malah

menjadi ajang mencari kekuasaan bagi elit-elit politik semata namun ada hal yang

mengganjal proses tersebut dimana terjadi penurunan partisipasi politik dari rakyat

yang diwujudkan dengan masih tingginya angka gologan putih(golput) dalam pemilu

2009 yang lalu. Belum lagi beberapa permasalahan teknis yang terjadi seerti maslah

DPT, serta sengketa hasil keputusan KPU. Dan masih banyak lagi permasalahan yang

ada dalam pemilu 2009.

Dari serangkaiyan kenyataan diatas kita tentu faham seberapa rendah

pendidikan politik yang diterima masyarakat kita sungguh ironis memang jika melihat

negara kita sedang berkembang tetapi generasi mudanya tidak memahami politik

secara mendalam. Namun ada hal yang perlu ketahui pemilihan umum yang baru saja

kita lalui bersama ini ternyata memiliki peran, walaupun tak begitu terlihat namun

besar pengaruhnya. Tentu anda pernah mendengar bahkan merasakan langsung

mengenai berbagai pro-kontra dalam proses demokrasi yang berlangsung di indonesia

begitupun dengan pemilu 2009. Didalam proses tersebut banyak terjadi perbedaan

persepsi dari tiap elemen yang terlibat namun satu hal yang dapat kita petik adalah

pemilu dapat dilaksanakan dengan aman.

Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam keadaan tensi politik yang memanas

dikalangan elite politik kita sebagai masyarakat tidak perlu mengadakan konflik baik

fisik maupun batin antar masyarakat. Karena kita tahu bahwa kita melakukan pemilu

didasarkan atas keinginan bersama untuk mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan

hati nurani kita. Artinya dalam pemilu kita telah memiliki hak politik secara pribadi

sehingga keberadaan kita sebagai pemilih diperhitungkan. Jadi dapat dikatakan dalam

proses pemilu kita mendapat susatu pembelajaran berupa penentuan pilihan terhadap

wakil yang kita anggap terbaik bagi kita dandapat mewakili aspirasi kita. Namun kita

tetap berpegang pada nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Yang kita wujudkan

dengan pemilu damai.

10

Page 11: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

Selain pendidikan tadi ada juga pendidikan politik lain yang terjadi saat

berlangsungnya proses pemilu yaitu pendidikan akan kesadaran partisipasi politik.

Hal ini tergambar jelas saat masyarakat yang seharuhnya memiliki hak pilih namun

tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap(DPT) menuntut hak pilih mereka kepada

pihak KPU. Artinya mereka sadar akan hak politik yang mereka punyai.

Kita sebagai kaum intlektual seharusnya lebih peka terhadap hal-hal tersebut

diatas karena dengan kemanpuan intlektual kita mampu menidentifikasi hak-hak

politik yang kita miliki. Walaupun sebenarnya kita belum menjalankan politik secara

praktis dimana kita ikut berperan dalam setiap kegiatan berpolitik namun setidaknya

kita mampu belajar dari proses yang terjadi. Karena sebatas belajar kita tidak harus

larut didalamnya. Proses pembelajaran kita bisa kita umpamakan sebagai saat

menonton sebuah konser musik dari televisi walaupun kita menikmati musik yang

disajikan namun kita tidak harus larutseperti penonton yang menonton langsung.

Artinya dalam pendidikan politik perlu ada sebuah model nyata yang

diberikan sebagai visualisasi nilai-nilai yang ada sehingga dapat terjadi pembelajaran

yang efektif. Dan pemilu menyediakan sarana tersebut dimana setiap warga negara

baik memiliki hak pilih maupun tidak, berasal dari suku, agama,atau ras manapun

masing- masing telah memiliki peranan dalam berlangsungnya pemilu itu sendiri.

Secara langsung maupun tidak langsung akan berimbas terhadap kualitas demokrasi

negeri ini.

11

Page 12: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

2.4 Pengaruh Masyarakat Multi Kultur Terhadap Pendidikan Politik

setelah kita sadar akan adanya hubungan antara pemilu dan pendidikan politik

tentu akan terlintas dipikiran kita mengapa walaupun negeri kita ini telah melakukan

pemilu bahkan melakukan secara langsung, tetapi tidak terjadi partisispasi optimal

dari setiap elemen masyarakat atau dapaat kita katakan pendidikan politik tidak

telaksana secara efektif.

Jika ditinjau dari segi sosial fenomena ini terjadi akibat proses sosialaisasi

yang tidak sempurna, artinya nilai-nilai yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi

tidak diterima denga baik oleh individu yang mengalami sosilisasi. Sehingga terjadi

kesalahan persepsi terhadap suatu obyek sosial. Dalam kaitanya dengan pemilihan

umum 2009 adalah dimana masyarakat kita kurang faham akan makna mendasar dari

pemilu itu sendiri sehingga terbentuk individu-individu yang apolitik ( tidak sadar

akan hak-hak politik yang dimilikinya). Hal ini akan langsung berimbas terhadap

kualitas demokrasi yang berlangsung. Karena rendahnya partisipasi masyarakat

terhadap kegiatan politik dalam negaranya khususnya kegiatan pemilu.

Ada beberapa hal mendasar yang menyebabkan itu semua bisa terjadi salah

satunya adalah fenomena masyarakat multi kultur di negara kita ini. megapa multi

kultur? Pasti itu yang terbersit dipikiran anda. Hal ini karena seperti yang kita ketahui

kita bahwa masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis suku, agama, dan

ras. Sehingga terbentuk berbagai jenis kebudayaan dari setiap elemen yang ada.

Dengan hal itu ada tiga kemungkinan yang mungkin timbul yaitu gesekan

antar kebudayan, kerjasama( asimilasi/ akulturasi) antar kebudayaan, dan yang terahir

antara budaya satu dengan budaya lain saling menjauh.Gesekan budaya fenomena

sosial ini akan terjadi saat dua kebudayaan yang saling bertentangan berkembang

disebuah lingkungan sosial sehingga mendoron konflik antar anggota masyarakat.

Kemudian berikutnya mengenai hal yang mendorong terjadinya suatu proses

kerjasama antar budaya bisa kita katakan seperti itu walau, sebenarnya bukan

kebudayaanya yang bekerja sama melainkan individu-individu yang membawa

kebudayaanya ke tengah-tengah masyarakat untuk disesuaikan dengan kebudaayan

yang ada. Saat semua elemen dalam masyarakat menerima kebudayaan tersebut

barulah proses kerja sama akan terjadi. Kemudia jika terjadi kondisi dimana

kebudayaan saling menjauh atau tidak ada apresiasi antar masyarakat menyangkut

12

Page 13: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

kebudayaan mereka. Hal ini di karenakan tidak ada interaksi antara kebudayaan satu

dan lainya sehinnga tidak ada proses sosialisasi yang berlangsung.

Jika kita telaah secara mendalam sebenarnya indonesia sudah hampir

mendekati proses keselarasan antar budaya namun masih saja ada pihak-pihak yang

tidak menginginkan kesatuan dan persatuan tersebut. Hal ini akhirnya dimanfaatkan

oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk memecah belah persatuan serta untuk

meraih tujuan-tujuan politiknya. Jadi dapat dikataka bahwa kondisi diatas akan

mendorong terjadinya proses pembelajaran politik yang kurang berkualitas dimana

akan terjadi suatu kenderungan bahwa politik hanya monopoli dari suatu golongan

saja. Yang akhirnya malahan mengurangi partisipasi politik dari golongan masyarakat

yang tidak ingin adanya perpecahan. Terlebih kaum siswa yang menganggap politik

sebagai hal yang tabu karena mereka beranggapan bahwa politik hanya untuk

membuat masyarakat terkotak-kotak. Sehingga dengan kondisi ini pendidkan politik

tidak berlangsung baik.

Untuk menanggulangi hal tersebut hendaknya para elite politok harus mampu

mengurangi pengankatan isu-isu kebudayaan untuk mencari simpati rakyat karena

degan hal mengankat isu-isu kebudayaan akan mengakibatkan gesekan- gesekan di

masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda

13

Page 14: Pemilu 2009 Dan Pendidkan Politik Bagi Masyarakat Indonesia Yang Multi Kultur

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penulisan makalah tersebut, maka dapat ditarik simpulan

sebagai berikut.

1. Pemerintah sampai saat ini belum konsisten dalam melaksanakan pendidikan

politik dan belum mampu melahirkan kebijakan penting dalam hal pendidikan

politik bagi warga negara.

2. Pemerintah sebagai penyelenggara belum mampu menjalankan langkah-

langkah melaksanakan pendidikan politik dengan baik dan benar.

3. Pemilu 2009 sangat berperan dalam pendidikan politik dikalangan siswa

pendidikan menengah karena pemilu 2009 menyuguhkan banyak

pembelajaran nyata bagi pelajar itu sendiri( sebagai model yang nyata)

4. Untuk menciptakan situasi pembelajaran politik yang kondusif hendaknya

proses pelaksanaan pemilu tidak menyinggung masalah perbedaan kultur

karena dapat meningkatkan resiko perpecahan dan konflik.

3.2 Saran

1. Sebaiknya pemerintah tidak memandang sebelah mata generasi muda dalam

penentuan dan pengambilan segala keputusan yang berkaitan dengan

pemerintahan.

2. Sebaiknya pemerintah tidak menjadikan generasi muda sebagai alat untuk

mencapai kekuasaan

3. Sebaiknya perlu dilibatkanya semua elemen yang berkepentingan dalam

pemilu guna menghasilkan pemilu yang berkualitas

4. Sebaiknya isu-isu yang diangkat elit politik untuk menghipun suara adalah

isu-isu yang berdekatan dengan rakyat seperti isu pendidikan dan isu ekonomi

sehingga rakyat tertarik berpartisipasi dalam politik

14