Pemilihan proses gasifikasi

download Pemilihan proses gasifikasi

of 31

Transcript of Pemilihan proses gasifikasi

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    1/31

    14

    BAB 2

    SELEKSI DAN URAIAN PROSES

    2.1 Seleksi Proses Gasifikasi

    Gasifikasi merupakan kumpulan proses yang mengkonversi bahan bakar padat atau

    cair menjadi gas yang mudah terbakar (Basu, 2006: 59). Gasifikasi batu bara pada prinsipnya

    adalah suatu proses penghasilan gas sintesis (syngas) yang mudah terbakar dari batu bara.

    Pada umumnya, gasifikasi meliputi reaksi karbon dengan udara, O2,  steam, CO2, atau

    campuran dari gas-gas tersebut pada suhu 700oC atau lebih untuk dapat menghasilkan

     produk gas yang dapat digunakan sebagai sumber panas atau bahan baku industri petrokimia.

    Setiap materi karbon baik liquid ataupun solid diubah menjadi gas, zat yang tidak diharapkanseperti sulfur dan abu dihilangkan dari gas.

    (Cheremisinoff & Rezaiyan, 2005: 5-6)

    Pada proses gasifikasi, bahan yang masuk akan mengalami hidrogenasi. Hal ini berarti

    hidrogen ditambahkan pada sistem secara langsung atau tak langsung atau bahan dipirolisis

    untuk menghilangkan karbon untuk menghasilkan produk dengan rasio hidrogen karbon

    yang lebih tinggi dari bahan. Proses ini dapat dilaksanakan secara terpisah atau bersama-

    sama.

    (Cheremisinoff & Rezaiyan, 2005: 7)

    Pada proses hidrogenasi tak langsung, steam digunakan sebagai sumber hidrogen dan

    hidrogen dihasilkan dalam reaktor gasifikasi. Proses hidrogenasi tak langsung dikenal juga

    sebagai proses gasifikasi udara atau oksigen, tergantung apakah udara atau oksigen yang

    digunakan sebagai sumber oksidan. Jika gasifikasi tidak menggunakan oksidan, melainkan

    hanya steam dan panas, maka gasifikasi tersebut disebut steam reforming . Selain itu, sedang

    dikembangkan proses gasifikasi katalitik. Katalis digunakan untuk menghasilkan gas H2 dan

    CO pada temperatur yang rendah. Namun, rintangan terbesar untuk mengkomersialisasi

     proses ini adalah katalis sangat mudah terdeaktivasi dan cost  proses yang masih tinggi.

    (Cheremisinoff & Rezaiyan, 2005: 7)

    Pada proses hidrogenasi langsung, bahan dipaparkan pada hidrogen pada tekanan

    tinggi untuk menghasilkan gas dengan kandungan metana yang lebih tinggi daripada proses

    hidrogenasi tak langsung. Proses hidrogenasi secara langsung juga disebut sebagai proses

    hidrogasifikasi. Proses ini biasanya digunakan untuk memproduksi SNG.

    (Cheremisinoff & Rezaiyan, 2005: 7)

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    2/31

    15

    Sumber: Cheremisinoff & Rezaiyan, 2005: 6

    Gambar 2.1 Metode Gasifikasi

    Berdasarkan produk yang dihasilkan maka dipilih proses gasifikasi denganhidrogenasi tak langsung menggunakan steam sebagai sumber hidrogen dan menggunakan

    O2 sebagai oksidan.

    2.2 Seleksi Gasifier

    Terdapat 3 jenis penggas ( gasifier ) yang banyak digunakan untuk gasifikasi batu bara,

    yaitu tipe moving-bed ,  fluidized-bed , dan entrained-flow.

    2.2.1  Moving-Bed Gasifier  

     Moving-bed adalah tipe gasifier  yang tertua dibandingkan dengan tipe  gasifier  yang

    lainnya. Dalam tipe gasifier  ini ada dua bagian penting yang berlangsung, yaitu gas process

     producer  dan water gas process. Keduanya memegang peranan penting pada awal proses

     produksi  syngas dari batu bara. Dalam moving bed  batu bara yang menjadi umpan reaktor

     berukuran

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    3/31

    16

    dari bagian bawah reaktor. Selanjutnya batu bara,  steam dan udara (O2) ini akan bereaksi

    membentuk syngas. Mekanisme ini akan menyebabkan batu bara turun pelan-pelan selama

     proses, sehingga waktu tinggal (residence time) batu bara adalah lama yaitu sekitar 1 jam.

    Proses gasifikasi dengan menggunakan tipe  gasifier   ini menghasilkan produk sisa berupa

    abu.

    (Higman & Burgt, 2003: 87)

    Tipe gasifier  moving-bed   ini beroperasi pada suhu relatif yang rendah, yakni sekitar

    900oC, oleh sebab itu batu bara yang akan menjadi umpan harus memiliki suhu leleh abu

    (ash fusion temperature) yang tinggi. Hal ini bertujuan agar abu tidak meleleh, karena

    apabila abu meleleh maka abu akan mengumpul di bagian bawah alat dan dapat menyumbat

     bagian tersebut. Hal ini akan mengganggu proses gasifikasi yang terjadi.

    Contoh: Lurgi Dry Ash Gasifier , British Gas Lurgi Gasifier , Ruhr 100 Gasifier .

    (Basu, 2006: 74)

    Sumber: Higman & Burgt, 2003: 90

    Gambar 2.2  Moving-Bed Gasifier  

    Kelebihan gasifier  tipe moving-bed :

      Sangat cocok untuk skala kecil dan mudah dalam desain serta pengoperasiannya.

      Membutuhkan udara (O2) dalam jumlah yang sedikit.

    Kekurangan gasifier  tipe moving-bed :

      Sulit menjaga temperatur pada bed .

      Kurang memadai dalam hal pencampuran gas untuk keperluan gasifikasi.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    4/31

    17

      Syngas  yang dihasilkan sulit sekali diprediksi sehingga kurang sesuai apabila

    dipergunakan untuk produksi dalam skala besar.

      Banyak menghasilkan N2 sehingga heating value produk gasifikasi rendah.

     Kandungan tar  dalam gas tinggi.

    (Basu, 2006: 64 ; Higman & Burgt, 2003: 87)

    2.2.2 Fluidized-Bed Gasifier

    Dalam fluidized-bed gasifier , batu bara yang digunakan lebih halus ukurannya, yakni

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    5/31

    18

    Contoh: Winkler Gasifier , High Temperature Winkler (HTW) Gasifier , Kellog Brown and

    Root (KBR) Transport Gasifier , Kellog Rust Westinghouse (KRW) Gasifier , U-

    Gas Gasifier , Foster-Wheeler Partial Gasifier .

    (Higman & Burgt, 2003: 101-128)

    Sumber: Higman & Burgt, 2003: 99

    Gambar 2.3  Fluidized-Bed Gasifier  

    Kelebihan gasifier  tipe fluidized-bed :

      Kondisi temperatur dalam bed dapat lebih dikontrol karena proses pencampuran yang

     baik.

      Sesuai digunakan dalam skala industri.

       Heat transfer  dan mass transfer  antara gas dan partikel solid lebih sempurna.

      Semua tipe batu bara dapat menjadi umpan dalam gasifier  ini.

       Ash tidak meleleh sehingga proses pemisahannya mudah.

    Kekurangan gasifier  tipe fluidized-bed :

      Konversi karbon yang cukup rendah.

      Masih ada sebagian tar  yang terbentuk.

    (Basu, 2006: 74 ; Higman & Burgt, 2003: 100)

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    6/31

    19

    2.2.3 Entrained-Flow Gasifier  

    Dalam entrained-flow  kontak antara serbuk batu bara dengan  steam dan udara (O2)

    dibuat sangat cepat sekali. Umpan yang digunakan untuk batu bara bisa berupa slurry feed  

    maupun dry feed . Ukuran batu bara yang masuk sangat halus, berukuran

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    7/31

    20

    Sumber: Higman & Burgt, 2003: 112

    Gambar 2.4  Dry-Coal Feed Entrained-Flow Gasifier  

    Sumber: Higman & Burgt, 2003: 111

    Gambar 2.5 Coal-Water Slurry Feed Entrained-Flow Gasifier  

    Kelebihan gasifier  tipe entrained-flow:

      Bisa digunakan untuk jenis batu bara apa saja ( grade rendah- grade tinggi).

      Waktu kontak sangat cepat sehingga proses penggerombolan partikel dapat

    diminimalisasi.

      Gas yang dihasilkan bebas tar .

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    8/31

    21

      Konversi karbon yang sangat tinggi (hampir 100%).

       Ash yang dihasilkan adalah inert, hal ini terjadi karena banyaknya O2 yang digunakan.

      Sangat cocok digunakan pada skala industri karena hasil gasifikasi yang banyak.

    Kekurangan gasifier  tipe entrained-flow:  Membutuhkan O2 dalam jumlah yang besar.

      Gas yang dihasilkan bersuhu sangat tinggi.

      Sulitnya pendinginan gas yang keluar dari gasifier .

      Sulitnya pemilihan konstruksi pada combustion zone dikarenakan tingginya suhu pada

     zone tersebut.

      Ukuran reaktor lebih besar untuk  space  evaporasi air (jika menggunakan coal-water

     slurry feed ).(Basu, 2006: 64 ; Higman & Burgt, 2003: 109-111)

    Tabel 2.1 Perbandingan Jenis-Jenis Gasifier  

    Parameter  Moving-bed    Fluidized-bed    Entrained-flow 

    Ukuran partikel

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    9/31

    22

    Toleransi kekasaran

     partikel

    Sangat baik Baik Buruk

    Toleransi jenis

     partikel

    Batu bara kualitas

    rendah.

    Batu bara kualitas

    rendah dan

     biomassa.

    Segala jenis batu

     bara, tetapi tidak

    cocok untuk

     biomassa.

    Kebutuhan oksidan Rendah Menengah Tinggi

    Kebutuhan steam  Tinggi Menengah Rendah

    Temperatur reaksi 1090°C 800-1000°C >1990°C

    Temperatur gas

    keluar gasifier  

    450-650°C 800-1000°C >1260°C

    Efisiensi gas dingin 80% 89,2% 80%

    Konversi batu bara

    menjadi syngas 

    99% 97% 99%

    Aplikasi Skala kecil Skala menengah-

     besar

    Skala besar

    Masalah dalam

    aplikasi

    Produksi tar   Konversi karbon Pendinginan raw

     syngas 

    Sumber: Basu, 2006: 64

    Berikut ini adalah adalah aspek yang menjadi parameter dalam pemilihan gasifier .

      Konversi.

    Konversi 

    selalu 

    menjadi 

    salah 

    satu 

     parameter  

    dalam 

     pemilihan 

    reaktor,

    karena konversi menyatakan seberapa besar karbon dalam batu bara dapat

     bereaksi dengan media gasifikasi (oksigen dan steam). Fluidized-bed gasifier  memiliki

    konversi yang terendah di antara kedua bed   lainnya, namun dengan menggunakan

    teknologi HTW (adanya mekanisme recycle), konversi karbon dapat setara dengan kedua

    bed  tersebut (Basu, 2006: 74).

      Jumlah media gasifikasi.

    Media gasifikasi yang digunakan adalah  steam  dan oksigen, dimana yang

    menjadi   parameter  

    di sini  adalah 

     jumlah 

    media  gasifikasinya. 

    Semakin

     banyak jumlah yang dibutuhkan, maka akan berdampak pada biaya utilitas

    yang dibutuhkan yang nantinya akan berpengaruh secara ekonomi. Konsumsi media

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    10/31

    23

    gasifikasi  fluidized-bed , baik oksigen maupun  steam  berada di tengah-tengah. Artinya,

    ketiga jenis bed  tersebut memiliki poin yang sama berdasarkan media gasifikasi.

       Feedstock (coal rank ).

    Yang  dimaksud  dengan 

     feedstock   ini  adalah   jenis   batu bara  (coal   rank ) 

    yang 

    menjadi 

    umpan 

    masukan. Karena 

    di 

    Indonesia 

    ini 

     batu bara 

    yang

    dihasilkan bervariasi jenisnya. Untuk low rank coal  (lignite –  sub-bituminous), penggunaan

    entrained-flow bed  kurang menarik sebab kandungan air low rank coal  masih cukup tinggi

    sehingga tidak ekonomis menggunakan jenis bed   tersebut karena membutuhkan banyak

     steam (Higman & Burgt, 2003: 111). Untuk moving-bed  dan fluidized-bed  memiliki poin

    yang sama, sebab keduanya cocok digunakan untuk feedstock low rank coal .

       Purity syngas (kemurnian syngas).

    Produk yang dihasilkan berupa gas yang tentunya diharapkan

    kemurniannya, terutama dari kandungan tar . Di antara ketiga jenis bed  tersebut, moving

     bed yang paling banyak menghasilkan tar , sedangkan entrained-flow yang paling sedikit.

    Di lain pihak, kandungan tar  dalam fluidized-bed  dapat ditekan jika suhu pirolisis dapat

    mencapai 1100-1200oC. Jika suhu tersebut tercapai, maka tar   dapat terurai menjadi

    hidrokarbon ringan. (Basu, 2006: 65).

      Cost .

    Cost 

     

    atau 

     biaya 

    merupakan 

    harga 

    investasi 

    dari 

    unit

     

    reaktor  

    yang digunakan.

    Semakin tinggi suhu reaksi dalam  gasifier , maka investasi untuk reaktor akan semakin

    tinggi karena dibutuhkan material yang tahan akan suhu panas. Jika dilihat dari suhu

    reaksinya, entrained-flow membutuhkan investasi yang paling besar sebab suhu reaksinya

    yang paling tinggi. Sedangkan untuk moving-bed   dan  fluidized-bed , seperti yang telah

    diringkaskan pada Tabel 2.1, range suhu reaksi dalam gasifier  hampir sama sehingga dapat

    dianggap investasinya sama.

    (Habiburrohman, 2012: 30)

    Kelima parameter diatas akan ditentukan urutan prioritasnya menggunakan software

     Expert Choice, hasil dari pembobotan dapat dilihat pada tabel berikut.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    11/31

    24

    Tabel 2.2 Hasil Pembobotan Setiap Parameter Pemilihan Reaktor

    Parameter Bobot

    Konversi 0,107

    Jumlah media gasifikasi 0,079

     Feedstock (coal rank ) 0,334

     Purity syngas  0,235

    Cost 0,246

    Sumber: Habiburrohman, 2012: 31

    Dari Tabel 2.2 terlihat bahwa urutan prioritas secara berurutan adalah feedstock  (0,334),

    cost  (0,246), kemurnian syngas (0,235), konversi (0,107), dan terakhir media gasifikasi (0,079).

    Batu bara yang digunakan bisa jadi bervariasi jenisnya sesuai dengan kondisi yang ada

    di Indonesia. Dalam hal ini maka kemampuan fleksibilitas reaktor dalam memroses semua jenis

     batu bara (coal rank ) sebagai umpan dan dengan hasil produk yang masih stabil sangat penting.

    Oleh karena, itu feedstock  menjadi parameter utama dalam pemilihan ini. Kedua disusul oleh

    cost  yang merupakan harga investasi dimana akan berpengaruh terhadap analisis

    keekonomian. Faktor ketiga adalah kemurian  syngas, hal ini penting karena  syngas  yang

    dihasilkan akan dijadikan sebagai bahan baku pupuk yang membutuhkan kemurnian dan rasio

    H/C yang cukup ketat. Selain itu, semakin murni maka akan berdampak pada treatment  yang

    lebih mudah dan lebih ekonomis. Dan dua parameter yang terakhir adalah konversi dan media

    gasifikasi. Berikutnya akan dilakukan pemilihan reaktor yang ada berdasarkan parameter-

     paramater yang telah ditentukan. Dalam pemilihan ini juga digunakan software  Expert Choice,

    hasil penilaian disajikan dalam Tabel 2.3.

    Tabel 2.3 Hasil Penilaian Setiap Reaktor terhadap Setiap Parameter

    Parameter  Moving-bed Fluidized-bed Entrained-flow

    Konversi 0,540 0,163 0,297

    Jumlah media gasifikasi 0,484 0,349 0,168

     Feedstock (coal rank ) 0,122 0,648 0,230

     Purity syngas  0,122 0,320 0,558

    Cost 0,297 0,540 0,163

    Hasil 1,565 2,02 1,416

    Sumber: Habiburrohman, 2012: 31

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    12/31

    25

    Pada Tabel 2.3 terlihat bahwa untuk setiap jenis reaktor sebenarnya mempunyai

    kelebihan masing-masing, seperti moving-bed   yang mempunyai kelebihan dalam hal

    konversinya yang besar dan jumlah media gasifikasi yang kecil.  Entrained-bed   dengan

    kemurnian produknya yang tinggi, dan  fluidized-bed   dengan jenis batu bara sebagai

    umpannya dapat bervariasi. Setiap nilai tersebut akan digabungkan dan hasilnya akan dipilih

    reaktor dengan nilai paling besar. Dari hasil pembobotan pada Tabel 2.3, maka ditetapkan

     bahwa gasifier  yang digunakan adalah jenis fluidized-bed . Jenis gasifier  ini terpilih karena

     jenis batu bara sebagai masukan dapat bervariasi yang merupakan parameter utama, selain

    itu cost  dari jenis ini lebih ekonomis daripada jenis lainnya.

    (Habiburrohman, 2012: 32)

    2.3 Seleksi Oksidan

    Ada dua oksidan yang biasa dipakai pada proses gasifikasi, yaitu udara, yang

     jumlahnya tak terbatas di sekitar gasifier , dan oksigen, yang perlu dipisahkan dulu dari udara

    dengan biaya tertentu. Pilihan alternatif lain adalah dengan menggunakan udara yang

    kandungan oksigennya lebih tinggi daripada udara biasa.

    Gasifikasi skala besar menggunakan oksigen dengan kemurnian yang tinggi (>90%).

    Hal ini disebabkan karena gas hasil gasifikasi biasa digunakan sebagai bahan baku industri

    chemicals  dan  petrochemicals  dimana adanya nitrogen dengan jumlah yang besar akan

    memperburuk proses sintesis produk dari industri-industri tersebut. Contohnya, untuk

     produksi amonia, gas hasil gasifikasi harus menggunakan oksidan dengan jumlah nitrogen

    maksimal 30%. Namun, kriteria ini tak berlaku untuk aplikasi pada pembangkit energi.

    Untuk gasifikasi waste dan biomassa, penggunaan udara sebagai oksidan lebih disukai.

    (Higman & Burgt, 2003: 219)

    Jadi, sebagai oksidan akan digunakan oksigen dengan kemurnian yang tinggi, yakni

    98%. Hal ini karena:

    1.  Produk syngas akan digunakan untuk industri pupuk ( petrochemicals).

    2.  Jika digunakan udara, kandungan N2  yang tinggi (inert ) akan membebani  gasifier  

    sehingga dikhawatirkan suhu dalam  gasifier  tidak dapat mencapai 1.000oC seperti apa

    yang diinginkan. Apabila suhu tersebut tak tercapai, reaksi gasifikasi yang terjadi tidak

    dapat maksimal, dan juga dikhawatirkan konversi karbonnya rendah. Oleh karena itu,

    oksigen dengan kemurnian tinggi diharapkan mampu menyediakan energi yang cukup

    untuk reaksi gasifikasi dan juga agar konversi karbonnya tinggi. Jika tetap menggunakanudara, maka dibutuhkan volume yang lebih besar untuk menyamai volume oksigen

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    13/31

    26

     berkadar tinggi, sebab kandungan oksigen dalam udara kecil. Dengan demikian

    diperlukan ukuran gasifier  yang lebih besar. Ini akan mempengaruhi biaya pengadaan

    alat.

    3.  Dari awal, tujuan syngas  ini adalah untuk mensubstitusi pemakaian gas alam oleh PT

    Pusri. Kita tahu bahwa sintesis amonia berjalan menurut reaksi:

    3H2 ( g ) + N2 ( g ) 2NH3 ( g )

    Prioritas utama pemakaian gas alam adalah untuk menghasilkan H2  karena secara

    teoretis dibutuhkan 3 mol H2 untuk bereaksi dengan 1 mol N2. Secara alamiah pastilah

    kita akan memprioritaskan kebutuhan bahan baku yang lebih besar, apalagi N2 nantinya

    akan diperoleh dengan mudah dari udara. Oleh karena itu, diharapkan  syngas  yang

    digunakan sebagai pensubstitusi gas alam ini rendah kandungan N2  sehingga  yield

     produk H2  akan lebih besar seperti yang akan dipaparkan sebagai berikut. Sebelum

    digunakan untuk sintesis amonia, dilakukan  steam reforming   terlebih dahulu terhadap

    gas alam untuk menghasilkan hidrogen menurut reaksi:

    CH4 ( g ) + H2O ( g ) CO ( g ) + 3H2 ( g ) ΔH = +206 kJ

    CO ( g ) + H2O ( g ) CO2 ( g ) + H2 ( g ) ΔH = -41 kJ

    (Liu, 2006: 19)

    Secara keseluruhan, reaksi  steam reforming   adalah reaksi endotermis sehingga

    dibutuhkan  furnace untuk menaikkan temperatur reaksi. Bahan bakar yang digunakan

     pada  furnace adalah gas alam itu sendiri. Fungsi produk  syngas di sini selain sebagai

    substitusi gas alam sebagai bahan baku, juga bisa bertindak sebagai pengganti gas alam

    yang digunakan untuk bahan bakar  furnace. Dengan demikian, pemakaian gas alam

    dapat diminimalisasi. Setelah melalui steam reforming , kandungan CO dalam gas masih

    cukup besar. Untuk memperbesar  yield   dari H2, maka gas akan diproses di  shift

    converter reactor  menurut reaksi:

    CO ( g ) + H2O ( g ) CO2 ( g ) + H2 ( g ) ΔH = -41 kJ

    (pusri.co.id/ina/amonia-proses-produksi-amonia)

    Diharapkan kandungan CO yang tinggi dalam syngas dapat diproses lebih lanjut untuk

    menghasilkan gas H2  yang akan digunakan sebagai bahan baku sintesis amonia yang

    kemudian akan digunakan untuk sintesis urea (pupuk). Dengan begitu penggunaan gas

    alam oleh PT Pusri ke depannya diharapkan dapat berkurang sehingga tidak terlalu

     bergantung pada supply gas alam yang tidak menentu.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    14/31

    27

    4.  Pada akhirnya, tujuan  syngas  yang diproduksi ini hanya untuk mensubstitusi

     penggunaan gas alam dan tidak mengubah proses yang sudah ada di pabrik tujuan.

    2.4 Seleksi Pemisahan Kontaminan (Gas Cleaning )

    Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk proses pemisahan kontaminan

    dalam syngas, terutama senyawa sulfur (COS, H2S) dan CO2, antara lain:

      Absorbsi dengan menggunakan pelarut liquid.

      Adsorpsi menggunakan partikel solid.

      Difusi dengan menggunakan membran permeabel atau semi permeabel.

    Perbandingan antara ketiga metode diatas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 2.4 Perbandingan Metode Pemurnian Syngas dari Senyawa Sulfur dan CO2 

    Absorbsi Adsorpsi Difusi

      Mengkontakkan syngas 

    dengan solvent  yang

    selektif memisahkan

    H2S dan CO2.  Terjadi di dalam kolom

    yang dilengkapi tray

    atau packing .

      Karakteristik absorbsi

    tergantung property 

    fisik solvent  (Σ solvent  >

    → loading capacity >)

      Solvent  dapat

    dipergunakan kembali

    dengan diregenerasi

    terlebih dahulu.

      Biaya maintenance 

    cukup mahal.

      Rentan terhadap korosi.

      Adsorpsi impurities pada

     solid carrier bed .

      Beberapa adsorbant  

    dapat diregenerasi, beberapa memerlukan

     penggantian secara

     berkala.

       Loading capacity 

    tergantung dari

    karakteristik komponen

    dan adsorbant ,

    temperatur, serta

    tekanan.

      Hampir dapat

    mengadsorb impurities 

    secara sempurna.

       Adsorbant  ZnO biasa

    dipakai dalam adsorpsi

    H2S. Untuk mengadsorb

      Melewatkan syngas 

     pada semacam

    membran polimer.

      Rate transport  darikomponen yang

    melewati membran

    dipengaruhi oleh

    kelarutan kontaminan

    dalam pelarut dan rasio

    ukuran pori membran

    dengan diameter

    kontaminan.

      Operasional yang halus

    dan tidak bising.

      Konsumsi energi yang

    rendah.

      Biaya maintenance 

    murah.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    15/31

    28

      Membutuhkan space 

    yang luas.

    H2S sampai konsentrasi

    di bawah 10 ppbv, dapat

    digunakan adsorbant

    CuO.

      Tidak perlu space yang

    luas.

      Mobilitas yang tiggi

    (beberapa modulmembran dapat

    dipasang di atas

    kendaraan)

    (Austin, 1984: 94).

      Kurang cocok untuk

    absorpsi CO2 dengan

    kandungan yang tinggi.

      Masih jarang

    diaplikasikan dalam

    industri.

    Sumber: Higman & Burgt, 2003: 298-314

    2.4.1 Seleksi Pelarut

    Ada dua macam pelarut yang biasa digunakan untuk mengabsorb gas-gas asam, yaitu

     pelarut fisik dan pelarut kimia. Untuk mengetahui perbedaannya, akan dibandingkan pelarut

    selexol (pelarut fisik) dengan pelarut MDEA (pelarut kimia). Kedua pelarut tersebut

    digunakan sebagai perbandingan karena keduanya merupakan pelarut yang banyak

    digunakan dalam industri saat ini.

    Tabel 2.5 Perbandingan Pelarut Fisik (Selexol) dan Pelarut Kimia (MDEA)

     Property Selexol MDEA

    Tekanan uap (25 oC) 0,00073 mmHg 0,01 mmHg

    Titik didih (760 mmHg) 175oC 247,2 oC

    Viskositas (25 oC) 5,8 cPs 101 cPs

    Kapasitas penyerapan 0,162 mol CO2/L 0,8 mol CO2/L

    Perkiraan harga ($/lb) 1,32 1,4

    Sumber: Kohl & Nielsen, 1997: 49,1197 ; Higman & Burgt, 2003:302 

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    16/31

    29

    Pelarut fisik maupun pelarut kimia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

    masing. Selexol memiliki tekanan uap yang rendah sehingga kehilangan pelarut saat

    regenerasi kecil. Selain itu, viskositas selexol cukup rendah sehingga energi yang diperlukan

    untuk memompa pelarut masuk dalam absorber tidak terlalu besar. Di lain pihak, kapasitas

     penyerapan CO2  oleh MDEA jauh lebih besar. Walaupun harganya lebih mahal, namun

    MDEA sangat cocok bila digunakan untuk absorpsi dengan kandungan CO2  yang tinggi

    (Kidnay, 2006: 105).

    MDEA ( Methyl Diethanole Amin) merupakan pelarut yang paling banyak digunakan

    saat ini untuk absorpsi CO2. MDEA yang digunakan sebagai pelarut memiliki konsentrasi

    antara 30-50% dengan solution loading  0,8 mol/mol. Sedangkan untuk pelarut amin lainnya,

    seperti MEA dan DEA,  solution loading -nya berturut-turut 0,25-0,45 mol/mol dan 0,4-0,8

    mol/mol.

    (Higman & Burgt, 2003: 302) 

    Tabel 2.6 Perbandingan Pelarut Amin

    Pelarut Kelebihan Kekurangan

     Monoethanole Amine 

    (MEA)

      Sangat reaktif terhadap

    CO2 dan H2S.

      Mampu menghilangkan

    CO2  dan H2S secara

     bersamaan.

       Recovery  CO2  dan H2S

    tinggi.

      Harganya paling murah

    dibanding pelarut amin

    lainnya.

      Alat rentan mengalami

    korosi, terutama jika

    konsentrasinya di atas

    20%wt.

      Mengalami reaksi

    irreversible dengan COS

    dan CS2  sehingga tidak

    cocok digunakan untuk

    gas yang mengandung

    kedua senyawa tersebut.

      Tekanan uapnya tinggi

    sehingga banyak massa

    yang hilang saat

    diregenerasi.

      Energi yang dibutuhkan

    untuk regenerasi cukup

    tinggi.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    17/31

    30

     Diethanole Amine 

    (DEA)

      Tekanan uapnya lebih

    rendah dibanding MEA

    sehingga dapat

    meminimalisasi

    kehilangan massa saat

    regenerasi.

      Dapat digunakan untuk

    absorpsi gas yang yang

    mengandung COS dan

    CS2.

      Dapat bereaksi dengan

    CO2  secara irreversible 

    sehingga pelarut ini tak

    optimal jika digunakan

    untuk absorpsi gas

    dengan kandungan CO2 

    yang tinggi.

     Methyl Diethanole Amine

    (MDEA)

      Tekanan uapnya sangat

    rendah sehingga dapat

    digunakan dengan

    konsentrasi sampai

    60%wt.

      Sangat selektif terhadap

    H2S.

      Tidak korosif.

      Sudah banyak digunakan

    untuk absorpsi dengan

    kandungan CO2  yang

    tinggi.

      Energi untuk regenerasi

    rendah.

      Akibat keselektifannya

    yang tinggi terhadap

    H2S, maka akan terjadi

    CO2  slippage sehingga

    absorpsi CO2  kurang

    maksimal. Oleh karena

    itu pelarut ini biasanya

    digunakan untuk

    absorpsi gas CO2  tanpa

    adanya H2S.

      Harganya paling mahal

    di antara pelarut amin

    lainnya.

    Sumber: Kohl & Nielsen, 1997: 49-54 ; Kidnay, 2006: 98-99 

    2.4.2 Hidrolisis COS

    Karbonil sulfida bukan merupakan gas asam, maka hidrolisis COS untuk membentuk

    H2S sering dilakukan untuk pemurnian sulfur yang terkandung dalam COS. Tujuan

     pengonversian COS menjadi H2S disebabkan adsorben yang digunakan untuk proses

    desulfurisasi lebih selektif terhadap H2S daripada COS. Beberapa katalis padat telah

    digunakan untuk hidrolisis COS. Kohl & Riesenfield mengembangkan penggunaan katalis

    chromia-alumina dengan suhu operasi dalam kisaran 300-425oC. Hidrolisis COS

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    18/31

    31

     berlangsung cepat, dan kecepatan reaksi dalam reaktor tinggi. Akibatnya, ukuran reaktor

    hidrolisis COS kecil dan biaya reaktor hidrolisis COS sangat kecil dari biaya keseluruhan

     pra desain pabrik berbasis gasifikasi.

    (Bell, 2011: 115)

    Dengan memperhatikan faktor ekonomi serta efisiensi proses, pemisahan COS

    dilakukan melalui proses hidrolisis dan pemisahan H2S dilakukan dengan cara

    mengadsorbnya menggunakan adsorben ZnO. Pemisahan CO2 dan H2S yang mungkin masih

    ada dilakukan dengan cara absorbsi menggunakan solvent MDEA. Energi yang dibutuhkan

    untuk meregenerasi MDEA paling kecil dibanding MEA ataupun DEA. Karena tekanan

    uapnya rendah, maka kehilangan massa saat regenerasi dapat diminimalisasi. Selain itu,

    MDEA yang notabene lebih tidak korosif, akan memperpanjang waktu pemakaian alat. Dan

    yang paling penting, pemilihan  solvent   ini didasarkan pada kenyataan bahwasanya CO2 

    terdapat sangat banyak di dalam aliran syngas sehingga dibutuhkan pelarut dengan kapasitas

     penyerapan yang tinggi.

    2.5 Spesifikasi Bahan Baku

    Batu bara adalah bahan bakar fosil. Batu bara dapat terbakar, terbentuk dari endapan,

     batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen. Batu bara terbentuk

    dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh

    kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan

     batu bara.

    (World Coal Institute)

    Secara umum, batu bara dapat dikenal dari kenampakan sifat fisiknya, yaitu berwarna

    coklat sampai hitam, berlapis, padat, mudah terbakar, kedap cahaya, nonkristalin, berkilap

    kusam sampai cemerlang, bersifat getas, dan pecahannya kasar. Unsur kimia utama

     pembentuk batu bara adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan sulfur (S). Analisa

    unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9 NS untuk bituminous coal d an

    C240H90O4 NS untuk high grade anthracite (Demirbas, 2010: 12).

    Untuk mengetahui tingkat (rank ) dari batu bara maka diperlukan analisa klasifikasi

     batu bara. Klasifikasi yang saat ini umum digunakan yaitu klasifikasi yang dibuat oleh

    ASTM ( American Society for Testing and Materials). Parameter dasar yang digunakan

    dalam klasifikasi ASTM yaitu:

     

    Untuk batu bara berperingkat tinggi ( fixed carbon > 69%), parameter yang digunakanadalah jumlah karbon tertambat ( fixed carbon) dan zat terbang (volatile matter ).

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    19/31

    32

      Untuk batu bara berperingkat rendah ( fixed carbon < 69%), parameter yang digunakan

    adalah nilai kalori (calorific value)-nya.

      Parameter tambahan, berupa sifat karakter penggumpalan (coking ).

    (Kusuma, 2012: 43)

    Tabel 2.7 Klasifikasi Batu Bara

    Kelas

    Karbon

    Tertambat Nilai Panas Karakteristik

    wt% BTU/lb Gumpalan

    I. Antrasit 1. Meta-antrasit >98 Tidak menggumpal

    2. Antrasit 92-98

    3. Semiantrasit 86-92

    II.

    Bituminus 1. Low-volatile bituminus 78-86

    2. Medium-volatile 

     bituminus 69-78

    Biasanya

    menggumpal

    3. High-volatile A

     bituminus 14.000

    4. High-volatile B

     bituminus 13.000-14.000

    5. High-volatile C

     bituminus 11.500-13.000 Menggumpal

    III. Sub-

     bituminus 1. Sub-bituminus A 9.500-10.500

    2. Sub-bituminus B 8.300-9.500 Tidak menggumpal

    3. Sub-bituminus C 8.300-9.500

    IV. Lignit 1. Lignit A 6.300-8.300

    2. Lignit B

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    20/31

    33

    2.  Sub-bituminus.

     Properties-nya terletak pada range lignit sampai bituminus dan penggunaan utamanya

    sebagai bahan bakar untuk  steam electric  power generation  dan bahan bakar industri

    semen.

    3.  Bituminus.

    Batu bara tebal, biasanya hitam, kadang kala coklat tua, dapat berikatan dengan baik

    dengan bahan-bahan bercahaya dan tumpul. Penggunaan utamanya sebagai bahan bakar

     pada steam electric  power generation dan bahan bakar tanur peleburan baja.

    4.  Antrasit.

    Batu bara dengan kualitas tertinggi. Batu bara yang lebih kuat, mengkilap, dan hitam.

    Utamanya digunakan untuk pemanasan komersial dan bricket .

    (chem-is-try.org)

    Sumber: World Coal Institute

    Gambar 2.6 Mutu Batu Bara dan Pemakaiannya

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    21/31

    34

    Sumber: chem-is-try.org

    Gambar 2.7 Jenis Batu Bara dan Proses Pembentukannya

    Kualitas batu bara berperan penting dalam menentukan kelas batu bara. Terdapat lima

    unsur utama pembentuk batu bara, yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen

    (N), dan sulfur (S). Penentuan kualitas batu bara dapat diperoleh dengan cara mengetahui

     parameter kualitas pada batu bara. Hal ini dapat diketahui menggunakan analisa kimia dan

     pengujian laboratorium terhadap sampel batu bara. Analisa kualitas batu bara terdiri dari dua

     jenis, yaitu analisa proksimat dan analisa ultimat.

    Analisa proksimat digunakan untuk menentukan kelas (rank ) batu bara. Analisa ini

    memiliki empat parameter utama yang digunakan, yaitu:

    1.  Kadar air (moisture), yaitu kandungan air yang terdapat pada batu bara. Besarnya kadar

    air ditentukan melalui pengeringan selama 1 jam pada suhu 104-110oC (Higman &

    Burgt, 2003: 45). Kadar air sendiri dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

      Kadar air bebas ( free surface moisture), yaitu air yang menempel pada permukaan

     batu bara yang berasal dari air hujan dan juga air semprotan yang mana akan mudah

    menguap dalam kondisi laboratorium.

      Kadar air bawaan (inherent moisture), yaitu air yang terdapat pada rongga (pori) dan

    mineral yang terdapat dalam batu bara.

      Kadar air total (total moisture), merupakan jumlah dari kadar air bebas ditambah

    dengan kadar air bawaan.

    2.  Kadar abu (ash), yaitu kandungan bahan inorganik yang tertinggal atau tidak terbakar

    sewaktu pembakaran batu bara. Kandungan utamanya adalah silika, alumina, oksida

     besi, lime, dan sebagian kecil oksida magnesium, titanium oksida, alkali, serta senyawa

    sulfur (Higman & Burgt, 2003: 45).

    3.  Zat terbang (volatile matter ), yaitu komponen-komponen dalam batu bara yang dapat

    lepas atau menguap pada saat dipanaskan pada suhu 900oC. Penentuan besarnya kadar

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    22/31

    35

    zat terbang dilakukan dengan memanaskan batu bara dalam sebuah wadah pelebur

    dengan waktu dan temperatur tertentu. Selisih massa awal dan massa setelah pemanasan,

    dikurangi dengan kadar air, merupakan massa zat terbang pada kondisi tersebut (Higman

    & Burgt, 2003: 45). Zat terbang ini meliputi zat terbang mineral (volatile mineral matter )

    dan zat terbang organik (volatile organic matter ).

    4.  Karbon tertambat ( fixed carbon), merupakan jumlah karbon yang tertambat pada batu

     bara setelah kandungan-kandungan air, abu, dan zat terbangnya dihilangkan.

    Analisa ultimat adalah analisa sederhana yang digunakan untuk mengetahui unsur-

    unsur pembentuk batu bara dengan hanya memperhatikan unsur kimia pembentuk yang

     penting dan mengabaikan keberadaan senyawa kompleks yang ada di dalam batu bara. Unsur

    yang diukur adalah karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur (Higman & Burgt, 2003:

    46)

    (Kusuma, 2012: 42-43)

    Batu bara kualitas rendah ( Low Rank Coal/ LRC) secara umum dalam praktek

    komersial adalah batu bara yang memiliki kandungan panas yang rendah, yaitu kurang dari

    5.100 kCal/kg, termasuk juga peringkat batu bara mulai dari lignit hingga sub-bituminus B

    yang memiliki kandungan panas kurang dari 9.500 BTU/lb (

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    23/31

    36

    4. Ultimate Analysis

    Carbon (C) (%, ad) 63,9

     Hydrogen (H) (%, ad) 5,2

    Oxygen (O)  (%, ad) 28,5

     Nitrogen (N)

    Sulphur  (S)

    (%, ad)

    (%, ad)

    1,6

    0,8

    Sumber: Arullah dkk., 2010 ; Laporan Tahunan PT BA, 2013: 45

    Pengertian satuan yang biasa dipakai dalam analisa batu bara:  

       As Received  (ar): termasuk Total Moisture (TM).

       Air Dried  (ad): hanya termasuk Inherent Moisture (IM).

       Dry Basis (db): tidak termasuk moisture. 

    (World Coal Association)

    Batu bara BA-55 dengan nilai kalori yang rendah diharapkan mampu dikonversi

    menjadi bahan lain yang memiliki nilai kalori yang lebih tinggi sehingga margin harga

     produk dan bahan baku dapat dibuat sebesar mungkin. Margin yang besar diharapkan

    mampu memberikan keuntungan pada perusahaan. Selain itu, batu bara kualitas rendah

    lainnya, yaitu BA-59, banyak dikonsumsi oleh PLTU sehingga kurang memungkinkan jika

    menggunakan BA-59 sebagai bahan baku (Laporan Tahunan PT BA, 2013: 88).

    Hasil analisa proksimat yang dilakukan pada laboratorium memiliki nilai kalori pada

     basis pelaporan air dried (ad). Pada basis ad ini, contoh batu bara ditempatkan pada ruangan

    udara terbuka sehingga secara perlahan kadar airnya akan mencapai titik kesetimbangan

    dengan kelembaban udara. Sedangkan untuk penggolongan batu bara menggunakan

    klasifikasi ASTM, batu bara digolongkan berdasarkan nilai kalori pada basis pelaporan dry

    mineral matter free (dmmf). Analisa dengan menggunakan basis dmmf ini akan memberikan

    gambaran mengenai komposisi organik murni pada batu bara.

    (Kusuma, 2012: 44)

    2.6 Target Kualitas Produk

    Produk yang dihasilkan dari proses gasifikasi ini berupa  syngas  ( synthesis gas),

    campuran gas yang mengandung H2 dan CO dengan jumlah yang bervariasi. S yngas harus

    memiliki tekanan tinggi, mengingat proses untuk sintesis amonia berlangsung pada tekanan

    yang tinggi (Higman & Burgt, 2003: 8). Selain itu, syngas harus bebas senyawa sulfur untuk

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    24/31

    37

    menghindari korosi pada alat dan menghindari lepasnya senyawa sulfur ke lingkungan saat

     proses pembakaran, carbon oxide (CO dan CO2), dan air (Higman & Burgt, 2003: 233).

    Di samping itu, produk samping berupa CO2 dengan kemurnian 90% dapat digunakan

    sebagai bahan baku sintesis urea. Namun, produk samping CO2 ini perlu treatment  lanjutan

    untuk menghilangkan kandungan airnya, mengingat CO2  yang dapat digunakan untuk

    sistesis urea konsentrasinya harus lebih dari 98,5% (Higman & Bugt, 2003: 233).

    Berdasarkan spesifikasi standar syngas  tersebut, maka target kualitas produk  syngas

     pada pabrik ini adalah seperti pada Tabel 2.9.

    Tabel 2.9 Target Kualitas Produk Syngas Berdasarkan Komponen Penyusun

    Komponen Konsentrasi (%mol)

    CO 55,0

    H2

    CH4 

    40,0

    3,0

    CO2  0,05

     N2

    H2O

    1,5

    0,45

     Properties produk syngas yang dihasilkan adalah sebagai berikut.

      Tekanan : 26,67 bar.

      Suhu : 50oC.

      Berat molekul : 18,76.

      Kapasitas panas : 29,92 kJ/kg.oC.

      Viskositas : 0,01598 cP.

      Densitas : 18,58 kg/m3.

      LHV : 2,764 x 105 kJ/kmol.

      HHV : 2,925 x 105 kJ/kmol.

    (Aspen HYSYS 8.0)

     Properties dari masing-masing komponen penyusun syngas adalah sebagai berikut.

    1.  Karbon monoksida (CO).

    Sifat fisika karbon monoksida (Perry, 2008: 2-32):

      Gas tidak berwarna.

      Berat molekul : 28,01 g/mol.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    25/31

    38

      Titik leleh : -207oC.

      Titik didih : -192oC.

      Specific gravity  : 0,81 pada -195oC.

     Kelarutan : 3 cc dalam 100cc air pada 0

    o

    C ; larut dalam alkohol ; tidak: larut dalam eter.

    Sifat kimia karbon monoksida:

      Karbon monoksida bereaksi dengan hidrogen menghasilkan gas metana:

    CO ( g ) + 3H2 ( g ) ---> CH4 ( g ) + H2O ( g )

    2.  Hidrogen (H2).

    Sifat fisika hidrogen (Perry, 2008: 2-15):

      Gas tidak berwarna.

      Berat molekul : 2,02 g/mol.

      Titik leleh : -259,1oC.

      Titik didih : -252,7oC.

      Specific gravity  : 0,0709 pada -252,7oC (liquid) ; 0,0608 (referred to air ).

      Kelarutan : 2,1 cc dalam 100cc air pada 0oC ; 0,85 cc dalam 100cc air

     pada 85oC.

    Sifat kimia hidrogen (Vogel, 1989) sebagai berikut.

      Hidrogen dapat digunakan sebagai potensial standar oksidasi-reduksi pada

    temperatur 25oC sebesar 0 volt. Reaksi: H2 + 2e- ---> 2H+ 

    3.  Metana (CH4).

    Sifat fisika metana (Perry, 2008: 2-40):

      Gas.

      Berat molekul : 16,04 g/mol.

      Titik leleh : -182,6oC.

      Titik didih : -161,4oC.

      Specific gravity  : 0,415 pada -164oC.

      Kelarutan : 0,4 cc dalam 100cc air pada 20oC ; 47 cc dalam 100cc

    alkohol pada 20oC ; 104 cc dalam 100cc eter pada 10oC. 

    4.  Karbon dioksida (CO2).

    Sifat fisika karbon dioksida (Perry, 2008: 2-12):

      Gas tidak berwarna.

      Berat molekul : 44,01 g/mol.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    26/31

    39

      Titik leleh : -56,6oC pada 5,2 atm.

      Titik didih : -78,5oC (menyublim).

      Specific gravity  : 1,101 pada -87oC (liquid) ; 1,53 (referred to air ) ; 1,56 pada

    -  -79

    o

    C ( solid ).  Kelarutan : 179,7 cc dalam 100cc air pada 0oC ; 90,1 cc dalam 100cc air

     pada 20oC ; larut dalam larutan asam dan alkali.

    5.   Nitrogen (N2). 

    Sifat fisika nitrogen (Perry, 2008: 2-20): 

      Gas tidak berwarna.

      Berat molekul : 28,01 g/mol.

     Titik leleh : -209,86

    o

    C.  Titik didih : -195,8oC.

      Specific gravity  : 1,026 pada -252,5oC ; 0,808 pada -195,8oC ; 12,5 pada 0oC

    (referred to hydrogen).

      Kelarutan : 2,35 cc dalam 100cc air pada 0oC ; 1,55 cc dalam 100cc air

     pada 20oC ; larut sebagian kecil dalam alkali. 

    2.7 Kapasitas

    Kapasitas pada Pabrik Syngas  dari Gasifikasi Batu Bara Kualitas Rendah sebagai

    Pasokan Gas Pabrik Pupuk ini adalah sebagai berikut.

    Umpan batu bara = 617.760 ton/tahun.

    Kapasitas produk syngas  = 653.000 ton/tahun (sekitar 29.000 MMSCF per tahun).

    2.8 Basis Perhitungan

    Massa batu bara masuk = 617.760 ton/tahun

    = 1.872 ton/hari

    = 78.000 kg/jam.

    Waktu operasi = 1 jam operasi.

    1 hari = 24 jam, 1 tahun = 330 hari.

    2.9 Basis Desain Data

    Pabrik ini direncanakan akan didirikan di Tanjung Enim, kabupaten Muara Enim,

    Sumatera Selatan dengan kondisi alam seperti pada Tabel 2.10.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    27/31

    40

    Tabel 2.10 Kondisi Alam Tanjung Enim

    Parameter Nilai

    Kelembaban udara (%) 52-96

    Suhu (oC) 23-33

    Curah hujan (mm/tahun) 3,6-332,8

    Gempa (SR) -

    Kecepatan angin (km/jam) 25

    Sumber: www.bmkg.go.id

    2.10 Uraian Proses

    Gambar 2.8  Block Flow Diagram Proses Pembuatan Syngas dari Batu Bara 

    2.10.1 Unit Penyiapan Batu Bara

    Proses awal gasifikasi dimulai dari penyiapan batu bara BA-55. Batu bara BA-55 dari

    open yard  akan di-treatment  dengan berbagai macam perlakuan agar sesuai dengan kondisi

    dalam reaktor  gasifier . Mula-mula batu bara dari open yard   coal   (F-111) diangkut

    menggunakan belt conveyor  (J-112) menuju hammer mill  (C-110). Di hammer mill  ini terjadi

     proses size reduction dari batu bara berukuran 5 cm menjadi ukuran yang diinginkan, yaitu1-6 mm. Setelah itu, batu bara yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam rotary-tube dryer  

    (B-120) untuk menguapkan sebagian air bawaan yang ada dalam batu bara. Tidak seperti

    rotary dryer  pada umumnya yang menggunakan udara panas sebagai media pemanas, media

     pemanas yang digunakan dalam rotary-tube dryer  adalah steam bertekanan yang dialirkan

    searah dengan arah aliran batu bara. Jika dilihat dari cara pengontakkan media pemanas

    dengan material, tipe rotary dryer  yang digunakan adalah tipe tidak langsung, dimana panas

    ditransfer dari  steam  yang ada di dalam tube  ke batu bara dengan cara konduksi. Media

     pemanas dan tipe tidak langsung ini digunakan karena batu bara merupakan material yang

    http://www.bmkg.go.id/http://www.bmkg.go.id/

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    28/31

    41

    mudah terbakar sehingga kontak batu bara dengan oksigen yang dapat memicu reaksi

     pembakaran sebisa mungkin dihindari (Mujumdar, 2006: 1018). Batu bara yang kandungan

    airnya telah diuapkan kemudian diangkut oleh scrapper conveyor  (J-121) untuk dimasukkan

    ke dalam bunker (F-211) dengan bantuan bucket elevator   (J-122). Dari bunker , batu bara

    dimasukkan ke dalam lock hopper   (F-212) untuk dinaikkan tekanannya dari tekanan

    atmosfer (1,01 bar) menjadi 31 bar menggunakan gas inert . Kenaikan tekanan ini bertujuan

    untuk menyesuaikan tekanan batu bara dengan tekanan operasi  gasifier . Dari lock hopper ,

     batu bara dikeluarkan melalui mekanisme air lock   dan dimasukkan ke dalam  gasifier  

    menggunakan  screw conveyor   (J-213). Mekanisme air lock   ini memungkinkan untuk

    mengeluarkan batu bara dari lock hopper  tanpa ikut sertanya gas inert  (Rautalin & Wilen,

    1992: 12).

    2.10.2 Unit Gasifikasi

    Oksidan berupa O2 dari oxygen storage tank  (F-214) dinaikkan tekanannya dari 1,01

     bar menjadi 32 bar dengan cara dipompa menggunakan oxygen pump  (L-215). Kemudian

    oksidan bertekanan ini dilewatkan pada oxygen vaporizer  (E-216) untuk mengubah fasenya

    menjadi gas dan untuk menaikkan suhunya dari -185oC menjadi 160oC. Gas oksigen ini

    kemudian diinjeksikan melalui injector nozzle  ke dalam  gasifier (R-210). Gasifier   yang

    digunakan berjenis  fluidized-bed  dengan tipikal proses High Temperature Winkler (HTW

    Gasifier ). Gasifier  ini bekerja pada kondisi temperatur 1.000oC dan tekanan 30 bar. Hal yang

    membedakan gasifier   fluidized-bed  dengan tipe gasifier  lain adalah sistem terfluidisasi yang

    membuat heat transfer dan mass transfer  antara gas dan partikel solid lebih sempurna serta

     penggunaan temperatur yang tidak terlalu tinggi sehingga mudah untuk dikontrol dan

    dikendalikan (Basu, 2006: 74). Kemajuan yang paling penting dari teknologi ini adalah

    kenaikan tekanan yang mencapai 30 bar. Adanya kemajuan ini diharapkan mampu

    menurunkan energi kompresi. Temperatur yang tinggi juga berguna untuk meningkatkan

    konversi karbon dan kualitas gas, dimana semakin tinggi suhu, kandungan tar akan semakin

    menurun. (Higman & Burgt, 2003: 103).

    Di dalam gasifier  terjadi berbagai macam reaksi yang dimodelkan menjadi tiga reaksi,

    yaitu reaksi pirolisis (devolatilisasi), reaksi pembakaran, dan reaksi gasifikasi. Mulanya,

     batu bara akan mengalami proses pirolisis untuk dekomposisi batu bara secara kimia dengan

     bantuan panas. Hasil dari pirolisis adalah karbon, ash, dan gas-gas ringan. Pada pirolisis

    dengan temperatur tinggi, produk yang dominan adalah gas, sedangkan pada temperaturrendah produk yang dominan adalah tar dan minyak berat (Cherimisinoff & Rezaiyan, 2005:

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    29/31

    42

    147). Karena temperatur dalam gasifier cukup tinggi (1.000oC), maka diasumsikan tak ada

    tar atau minyak berat yang terbentuk. Reaksi pirolisis:

    Batu bara C ( s) + CH4 + CO + CO2 + H2 + H2O+ H2S + COS + N2 + Ash ( s)

    (Cherimisinoff & Rezaiyan, 2005: 17; Higman & Burgt, 2003: 31)

    Karbon hasil pirolisis akan mengalami reaksi pembakaran dengan O2 yang berasal dari

    tangki penyimpan. Sebagian besar O2 yang diinjeksikan dalam gasifier  ini akan digunakan

    untuk zona pembakaran. Proses pembakaran ini menghasilkan karbon dioksida, karbon

    monoksida, dan uap air, yang menyediakan panas untuk reaksi gasifikasi selanjutnya.

    Pirolisis dan pembakaran adalah proses yang sangat cepat. Reaksi-reaksi pembakaran:

    C ( s) + ½O2 CO ∆H = -111MJ/kmol

    CO + ½O2 CO2 ∆H = -283 MJ/kmol

    H2  + ½O2 H2O ∆H = -242 MJ/kmol 

    (Higman & Burgt, 2003: 10)

    Reaksi gasifikasi terjadi karena karbon bereaksi dengan karbon dioksida dan steam

    untuk menghasilkan karbon monoksida dan hidrogen. Reaksinya:

    a) Reaksi Boudouard: C ( s) + CO2  2CO ∆H = +172 MJ/kmol

     b) Reaksi Water Gas: C ( s) + H2O CO + H2  ∆H = +131 MJ/kmol

    c) Reaksi Shift Convertion: CO + H2O CO2 + H2 ∆H = -41 MJ/kmol

    d) Reaksi Metanasi: C ( s) + 2H2  CH4 ∆H = -75 MJ/kmol

    (Higman & Burgt, 2003: 10)

    Reaksi Boudouard merupakan reaksi endotermis yang menghasilkan CO. Reaksi

    water gas dan shift convertion merupakan reaksi utama pada gasifikasi batu bara karena pada

    reaksi ini dihasilkan syngas H2 dan CO  beserta dengan CO2 sebagai hasil samping. Dan yang

    terakhir reaksi samping metanasi yang menghasilkan metana dalam jumlah yang sedikit.

    Karbon (char ) yang tidak bereaksi dan 10% dari total ash turun sebagai slag  di bagian

    bottom (Basu, 2006: 320). Syngas yang keluar dari gasifier  akan menuju cyclone  (H-217)

    untuk memisahkan ash  yang terbawa keluar, lalu menuju ke waste heat boiler 1 (E-311)

    untuk didinginkan. Syngas  didinginkan dengan media pendingin air dari suhu 1.000°C

    menjadi 300oC. Proses pendinginan ini menghasilkan  steam  yang dapat digunakan untuk

    untuk proses selanjutnya.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    30/31

    43

    2.10.3 Unit Purifikasi Gas

    Syngas  dari  gasifier   masih mengandung berbagai senyawa pengotor, seperti H2S,

    COS, dan CO2. Adanya senyawa-senyawa tersebut dapat meningkatkan risiko korosi pada

     peralatan dan merusak katalis, termasuk katalis dalam proses pembuatan pupuk. Oleh karena

    itu syngas perlu dimurnikan terlebih dahulu.

    (Higman & Burgt, 2003: 208)

    Karbonil sulfida bukan merupakan gas asam, maka hidrolisis COS untuk membentuk

    H2S sering dilakukan untuk pemurnian sulfur yang terkandung dalam COS. Tujuan

     pengonversian COS menjadi H2S disebabkan adsorben yang digunakan untuk proses

    desulfurisasi lebih selektif terhadap H2S daripada COS. Reaksi hidrolisis terjadi di COS  

    hydrolysis reactor  (R-310) dengan suhu operasi 303oC dan tekanan 29 bar dengan bantuan

    katalis chromia-alumina.

    COS + H2O ↔  H2S + CO2

    (Bell, 2011: 115) 

    Setelah semua sulfur terdapat dalam bentuk senyawa H2S, kemudian dilakukan proses

     pemisahan terhadap H2S. Unit pemisahan senyawa sulfur adalah tangki desulfurizer  (D-320)

    yang bekerja pada suhu 310oC dan tekanan 28,5 bar dengan bantuan adsorben ZnO.

    Reaksinya sebagai berikut.

    H2S + ZnO ( s) H2O + ZnS ( s)

    Pada umunya, adsorben ZnO tidak dapat diregenerasi. Akibatnya, adsorben ini kurang

     praktis jika digunakan untuk adsorpsi dengan konsentrasi H2S yang tinggi (Bell, 2011: 128).

    Untuk keperluan downstream industri pupuk, kandungan H2S di aliran syngas yang keluar

    dari tangki desulfurizer  diharapkan dapat kurang dari 1 ppmv (Higman & Burgt, 2003: 233).

    Syngas  dari desulfurizer   yang bebas dari kandungan H2S  kemudian  diturunkan

    suhunya melalui waste heat boiler   2  (E-333) sehingga suhunya menjadi 50oC. Media

     pendingin yang digunakan adalah air. Proses pendinginan ini juga menghasilkan steam yang

    dapat digunakan untuk proses lainnya. Penurunan suhu bertujuan untuk menaikkan

    %recovery  dari absorber karena absorber bekerja lebih baik pada suhu yang rendah dan

    tekanan tinggi. Selanjutnya,  syngas  dialirkan menuju kolom absorber (D-330) yang

     beroperasi pada suhu 50oC dan tekanan 27 bar. Pelarut MDEA 40% berat dari MDEA storage

    tank  (F-331) diumpankan ke kolom absorber dengan bantuan MDEA pump (L-332). Larutan

    MDEA akan mengabsorb gas CO2, dan kemudian keluar menuju  stripper   (D-340) untuk

     proses recovery kembali pelarut. Sedangkan produk syngas bersih yang keluar dari absorberdialirkan melalui gas pipeline.

  • 8/17/2019 Pemilihan proses gasifikasi

    31/31

    Untuk melakukan recovery pelarut, larutan MDEA kaya CO2 (rich-amine) yang keluar

    dari kolom absorber diturunkan tekanannya dari 27 bar menjadi 3,52 bar dengan expansion

    valve. Penurunan tekanan ini bertujuan untuk meyesuaikan tekanan rich-amine  dengan

    tekanan operasi  stripper . Kemudian suhu rich-amine  dinaikkan suhunya dengan cara

    melewatkannya di lean-rich amine heat exchanger  (E-341). Stripper  beroperasi pada suhu

    125oC dan tekanan 2,03 bar. Untuk mengambil CO2  dari pelarut, digunakan  superheated

     steam  dengan tekanan 2,03 bar dan suhu 125oC. Steam  akan men- strip  CO2  dan keluar

     bersama-sama dari stripper  menuju stripper outlet  cooler  (E-342) untuk didinginkan hingga

    suhu 45oC. Pendinginan ini bertujuan untuk mengkondensasi aliran gas CO2  dan  steam 

    sehingga diperoleh fase campuran. Lean-amine yang keluar dari stripper  dialirkan kembali

    ke lean-rich amine exchanger   untuk diturunkan suhunya menjadi 70oC. Lean-amine  ini

    kemudian diumpankan kembali ke absorber dengan bantuan MDEA recovery pump (L-334).

    Aliran CO2 dan steam yang berada dalam fase campuran dipisahkan dalam  separator  (H-

    343) untuk mendapatkan gas CO2 yang lebih murni. Gas CO2 yang lebih murni dialirkan

    menuju gas pipeline untuk proses sintesis urea.