Jurnal Gasifikasi PI

21
Pengertian dan Sejarah Gasifikasi Gasifikasi adalah proses yang menggunakan panas, uap, dan tekanan tinggi untuk mengkonversi batubara atau bahan baku yang mengandung karbon lainnya menjadi gas sintesis, atau syngas. Syngas utamanya terdiri dari hidrogen (H2) dan karbon monoksida (CO), gas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk produksi listrik. Gasifikasi sudah dikenal dalam waktu yang lama Proses gasifikasi telah dikomersialisasi selama lebih dari 200 tahun. Para ilmuwan telah mengetahui tentang potensi gasifikasi sejak tahun 1609, namun insinyur Skotlandia, William Murdock, merupakan pelopor sebenarnya di bidang ini. Dia mengembangkan proses gasifikasi pada tahun 1792 dengan melakukan percobaan menggunakan berbagai jenis bahan bakar, akhirnya menyimpulkan gas batubara adalah yang paling efektif. Fasilitas gasifikasi batubara pertama di Amerika Serikat, the Gas Light Company of Baltimore, didirikan pada tahun 1816. Fasilitas ini menghasilkan town gas, yang diproduksi secara lokal dan dipasok ke kota untuk kebutuhan memasak dan penerangan. Ketika industri lokal mulai menggunakan town gas untuk menerangi pabrik-pabrik mereka, shift malam bisa dijalankan, membantu untuk mengantarkan ke Era Industrialisasi. Pada awal 1900-an, penggunaan town gas menurun dengan semakin populernya listrik dan gas alam. Sejak tahun 1920-an, gasifikasi telah digunakan terutama untuk memproduksi bahan bakar sintetis dan bahan kimia, terutama ketika minyak bumi menjadi sumber daya yang langka, seperti pada masa-masa perang. Dengan terjadinya perubahan pasokan energi global dan kemajuan teknologi, gasifikasi kembali ke garis depan dan bisa menjadi pemimpin besar dalam menyediakan energi yang bersih dan hemat.

description

engineering

Transcript of Jurnal Gasifikasi PI

Page 1: Jurnal Gasifikasi PI

Pengertian dan Sejarah Gasifikasi

Gasifikasi adalah proses yang menggunakan panas, uap, dan tekanan tinggi untuk mengkonversi

batubara atau bahan baku yang mengandung karbon lainnya menjadi gas sintesis, atau syngas. Syngas

utamanya terdiri dari hidrogen (H2) dan karbon monoksida (CO), gas yang dapat digunakan sebagai

bahan bakar untuk produksi listrik.

Gasifikasi sudah dikenal dalam waktu yang lama 

Proses gasifikasi telah dikomersialisasi selama lebih dari 200 tahun. Para ilmuwan telah mengetahui

tentang potensi gasifikasi sejak tahun 1609, namun insinyur Skotlandia, William Murdock,

merupakan pelopor sebenarnya di bidang ini. Dia mengembangkan proses gasifikasi pada tahun 1792

dengan melakukan percobaan menggunakan berbagai jenis bahan bakar, akhirnya menyimpulkan gas

batubara adalah yang paling efektif. Fasilitas gasifikasi batubara pertama di Amerika Serikat, the Gas

Light Company of Baltimore, didirikan pada tahun 1816. Fasilitas ini menghasilkan town gas, yang

diproduksi secara lokal dan dipasok ke kota untuk kebutuhan memasak dan penerangan. Ketika

industri lokal mulai menggunakan town gas untuk menerangi pabrik-pabrik mereka, shift malam bisa

dijalankan, membantu untuk mengantarkan ke Era Industrialisasi.

Pada awal 1900-an, penggunaan town gas menurun dengan semakin populernya listrik dan gas alam.

Sejak tahun 1920-an, gasifikasi telah digunakan terutama untuk memproduksi bahan bakar sintetis

dan bahan kimia, terutama ketika minyak bumi menjadi sumber daya yang langka, seperti pada masa-

masa perang. Dengan terjadinya perubahan pasokan energi global dan kemajuan teknologi, gasifikasi

kembali ke garis depan dan bisa menjadi pemimpin besar dalam menyediakan energi yang bersih dan

hemat.

Teknologi   Gasifikasi

Setidaknya ada 3 tingkatan pengertian istilah gasifikasi. Pada pengertiannya yang paling luas,

gasifikasi adalah istilah yang diberikan untuk proses perlakuan terhadap bahan bakar yang

memberikan hasil akhir berupa gas yang masih bisa digunakan sebagai bahan bakar (Higman dan

Burgt, 2008). Pada pengertian ini tercakup juga proses fermentasi anaerob dari biomas menghasilkan

gas metana. Pada pengertian yang lebih sempit, gasifikasi adalah proses pengubahan bahan bakar

menjadi bentuk gas dengan cara pemanasan (secara termokimia). Proses ini masih mencakup

gasifikasi dan pirolisa. Proses gasifikasi adalah salah satu varian dari proses pirolisa yaitu pemecahan

molekul bahan bakar padat menjadi senyawa yang lebih sederhana karena pemanasan. Pada

perkembangannya istilah pirolisa lebih dikhususkan untuk pengubahan bahan bakar padat menjadi

senyawa yang lebih sederhana tanpa adanya reaksi dengan oksigen, sedang gasifikasi adalah proses

pengubahan bahan bakar padat menjadi gas dengan cara oksidasi parsial.

Page 2: Jurnal Gasifikasi PI

Istilah gasifikasi saat ini digunakan untuk menamai proses pembakaran bahan bakar padat (secara

umum juga meliputi bahan bakar cair) dengan oksigen terbatas pada ruang tertutup sehingga

menghasilkan gas yang masih dapat dioksidasi lanjut (bersifat bahan bakar). Pada proses gasifikasi,

bahan bakar padat seperti batu bara atau biomas dipanaskan dan direaksikan dengan oksigen atau uap

air menghasilkan campuran gas yang komponen utamanya CO2, CO, H2, H2O, CH4. Komponen utama

gas bakar dalam campuran tersebut adalah CO dan H2. Jika oksidatornya menggunakan udara maka

akan terdapat juga fraksi N2 yang cukup besar pada campuran gas tersebut yang berasal dari udara.

Proses pirolisa dan gasifikasi sebenarnya selalu terjadi pada setiap pembakaran bahan bakar padat.

Pada lokasi terjadinya nyala api, suhu cukup tinggi sehingga bahan bakar mengalami proses pirolisa

dan gasifikasi menghasilkan campuran uap dan gas yang mudah terbakar. Sebenarnya pada

pembakaran bahan bakar padat, yang terbakar adalah campuran gas dan uap tersebut bukannya bahan

bakar yang masih berbentuk padat, itulah sebabnya jika diperhatikan maka terjadinya nyala api pada

pembakaran bahan bakar padat tidak langsung menempel pada bahan bakar tersebut melainkan timbul

pada jarak tertentu dari bahan bakar.

Pustaka

Higman, C., and M. Burgt; 2008; Gasification 2nd ed.; Gulf Professional Publishing.

Teknologi Gasifikasi Sekam

Menurut catatan yang diperoleh oleh Mahin (1986), teknologi gasifikasi sekam sudah digunakan pada

sekitar tahun 1910. Disebutkan bahwa pada tahun tersebut sudah ada perusahaan yang mengiklankan

gasifikasi sekam untuk menjalankan motor bakar 120 hp. Setidaknya pada kurun pertengahan pertama

abad 20 yang lalu terdapat perusahaan yang membuat sistem penggas sekam yang berasal dari Italia

dan Inggris. Sebuah artikel yang muncul pada tahun 1911 menyebutkan adanya perangkat gasifikasi

sekam dengan merek Balestra yang berasal dari Italia. Tipe reaktor yang digunakan pada saat tersebut

adalah alir atas.

Italia termasuk negara yang memiliki sejarah pengembangan penggas sekam yang cukup lama

dikarenakan negara tersebut adalah salah satu negara Eropa yang secara tradisional membudidayakan

pertanaman padi yang cukup luas. Mahin (1982) menyebutkan sistem penggas sekam telah

berkembang secara luas pada kurun antara tahun 1915 – 1945. Pada waktu Perang Dunia II, di kota

Page 3: Jurnal Gasifikasi PI

Vercelli, digunakan gas sekam sebagai campuran gas batubara untuk pasokan gas kota. Selain itu

terdapat beberapa penggilingan padi yang menjual gas sekam dalam tabung bertekanan 200 atm untuk

keperluan bahan bakar truk (Beagle, 1978). Di sekitar kurun waktu Perang Dunia II, terdapat 57

penggilingan padi di Italia yang menggunakan sistem penggas sekam (Beagle, 1978). Salah satu di

antara perangkat penggas sekam tersebut dipasang di Montecillo, Italia pada tahun 1940 dan masih

digunakan sampai tahun 1975 (Beagle, 1978; Mahin, 1986).

Perusahaan Crossley Brothers dari Inggris membuat sejumlah penggas sekam antara tahun 1920 dan

1930 dan dipasang di wilayah Selatan Eropa dan di beberapa negara berkembang. Salah satunya, yang

dipasang di Henzada, Myanmar, digunakan mulai tahun 1926 sampai tahun 1952 (Mahin, 1986).

Pada waktu berlangsung perang dunia ke-2, pemakaian teknologi gasifikasi berkembang secara luar

biasa dikarenakan keterbatasan pasokan minyak yang menyebabkan ratusan ribu kendaraan dijalankan

dengan gas biomas. Tipe reaktor yang lebih cocok digunakan untuk menjalankan mesin kendaraan

adalah tipe alir bawah. Oleh karena itu teknologi yang berkembang saat perang dunia tersebut adalah

tipe alir bawah yang nantinya dikenal juga dengan nama tipe Imbert. Namun tak lama sesudah

selesainya perang dunia 2, teknologi gasifikasi ditinggalkan orang karena cukup lancarnya pasokan

minyak di hampir seluruh wilayah dunia. Perkembangan teknologi gasifikasi boleh dikatakan

berhenti, dan teknologi tersebut menghilang dari masyarakat sampai dasawarsa 70-an. Orang mulai

merasakan perlunya mempelajari dan mengembangkan lagi teknologi gasifikasi setelah terjadinya

krisis minyak yang dimulai oleh adanya embargo tahun 1973.

Sementara itu di Cina, pada pertengahan dasawarsa enampuluhan (Stassen, 1995), tanpa banyak

diketahui dunia luar, telah dikembangkan teknologi gasifikasi sekam dengan rancangan reaktor yang

sederhana berupa bentuk tabung lurus tanpa penyempitan dengan bagian atas terbuka yang dikenal di

barat dengan nama open-top atau open-core atau stratified. Perkembangan teknologi penggas sekam

di Cina pada kurun tersebut sudah cukup maju dan sampai ke tahap komersil. Bahkan Cina telah

mengekspor teknologi tersebut antara lain sampai di Afrika, tepatnya negara Mali (Beagle, 1978).

Perangkat tersebut dipasang pada tahun 1967 oleh personil dari Cina (Mendis et al, 1989; Stassen,

1995)). Reaktor yang terdapat di Mali itulah yang salah satunya membuka mata barat tentang

perkembangan teknologi gasifikasi sekam di Cina yang selama ini tidak mereka ketahui.

Tanpa mengetahui bahwa Cina telah mengembangkan desain reaktor yang sesuai untuk penggas

sekam bertahun sebelumnya, mulai pada kurun tahun 70-an beberapa peneliti di berbagai tempat lain

di dunia mencoba menggunakan sekam untuk umpan penggas pada reaktor tipe alir bawah imbert,

yang merupakan rancangan warisan perang dunia 2, namun mengalami kegagalan.

Page 4: Jurnal Gasifikasi PI

Mahin (1982) menyebutkan bahwa penelitian penggunaan sekam untuk bahan bakar sistem penggas

menunjukkan bahwa sekam tidak cocok dipakai untuk umpan penggas alir bawah. Disebutkan juga

bahwa pada tahun tersebut reaktor dengan rancangan berbeda sedang dikembangkan di Universitas of

California Davis (UCD). Rangkaian penelitian gasifikasi sekam tersebut dilakukan di UCD antara

tahun 1981 – 1985 (Goss, 1986). Dalam rangkaian penelitian tersebut, pada tahun 1983, seorang

mahasiswa program doktor di UCD bernama Albrecht Kaupp mencoba menggunakan tabung

sederhana tanpa penyempitan (throatless) sebagai tempat menggas sekam. Percobaan tersebut ternyata

memperoleh hasil yang cukup memuaskan. Berawal dari situ, para peneliti di dunia barat mulai

menyadari bahwa ternyata rancangan yang paling sesuai untuk menggas sekam adalah rancangan

tabung lurus sederhana tanpa penyempitan.

Meskipun Beagle pada tahun 1978 sudah memperoleh informasi tentang adanya perangkat penggas

sekam yang dikembangkan di Cina, namun baru setelah terlaksana pertemuan internasional yang

diselenggarakan oleh FAO di Cina pada tahun 1982 dapat diperoleh informasi tentang rancangan

penggas tersebut (Mahin, 1986). Perangkat penggas sekam tersebut terletak di provinsi Jiangsu

(Mahin, 1983).

Informasi tentang keberhasilan Cina mengembangkan penggas sekam menumbuhkan semangat

peneliti dari beberapa negara lain, di antaranya dari Belanda, Indonesia, Thailand, dan Jerman, untuk

mengembangkan sistem serupa. Salah satu rancangan hasil pengembangan tersebut adalah reaktor

gasifikasi sekam yang dikembangkan oleh Manurung dan Beenackers yang sempat dipamerkan pada

International Producer Gas Conference yang diselenggarakan di Bandung pada bulan Maret 1985

(Mahin, 1986). Peragaan penggas sekam di depan para peserta Konperensi Gasifikasi Internasional

ke-2 tersebut juga diberitakan di majalah Tempo edisi 6 April 1985.

Menyusul berhasil dibuatnya reaktor gasifikasi sekam pertama tahun 1985 tersebut, ITB pada tahun

yang sama membuat reaktor gasifikasi sekam kedua dengan ukuran yang lebih besar (30 kW). Pada

tahun itu juga, pemerintah Indonesia membuat program pembuatan 5 perangkat penggas sekam

dengan ukuran 30 kW untuk dipasang di penggilingan padi (Mahin, 1986).

Daftar Pustaka

———; 1985; Ada Listrik di Dalam Sekam; Majalah Tempo, 6 April 1985.

Beagle, E.C.; 1978; Rice-Husk Conversion To Energy; FAO Agricultural Services Bulletin No. 31;

Food and Agriculture Organization of the United Nations ; Via delle Terme di Caracalla, Rome.

Page 5: Jurnal Gasifikasi PI

Goss, J.R.; 1998; Gasification of Rice Hulls; Convocation Rice Residue Utilization Technology

Market Prospects: U.S. and Overseas ; Louisiana State University Agricultural Center; Baton Rouge,

Louisiana; January 28 – 29, 1988.

Mahin, D.F.; 1982; Thermochemical Conversion of Biomass for Energy;Bioenergy Systems

Report, June 1982; U.S. Agency for International Development.

Mahin, D.F.; 1983; Bioenergy from Crop Residues; Bioenergy Systems Report, December 1983;

U.S. Agency for International Development.

Mahin, D.F.; 1986; Power from Rice Husks; Bioenergy Systems Report, April 1986; U.S. Agency for

International Development.

Mendis, M.S., H.E.M. Stassen, H.N. Stiles; 1989; Biomass Gasification: Field Monitoring

Results; Biomass 19 (1989) 19 – 35.

Stassen, H.E.; 1995; Small−Scale Biomass Gasifiers for Heat and Power – A Global Review;

World Bank Technical Paper Number 296; The International Bank for Reconstruction and

Development / The World Bank , Washington D.C., U.S.A.

Teknologi Gasifikasi Biomas

oleh: Ir. Tasliman,M.Eng

Teknologi gasifikasi sebagai salah satu teknologi konversi energi biomas saat ini masih sangat

terbatas perkembangannya di Indonesia. Penelitian mengenai gasifikasi biomas juga masih sangat

sedikit dilakukan. Padahal teknologi tersebut menghasilkan bahan bakar gas yang sangat fleksibel

penggunaannya.

Pendahuluan

Ketika konsumsi domestik bahan bakar minyak terus meningkat sehingga membawa Indonesia

menjadi net oil importer, substitusi ke energi non fosil dengan memanfaatkan sumber energi alternatif

secara lebih efisien dan menggunakan teknologi yang lebih modern merupakan salah satu langkah

yang niscaya.

Page 6: Jurnal Gasifikasi PI

Salah satu sumber energi alternatif yang besar peluangnya untuk dikembangkan pemanfaatannya di

Indonesia ialah energi biomas. Indonesia memiliki sumber biomas yang melimpah, sehingga potensi

untuk menjadikannya sebagai sumber energi (bahan bakar) sangatlah besar. Sebagai sumber energi,

biomas memiliki beberapa keuntungan terutama dari sifat terbarukannya, dalam arti bahan tersebut

dapat diproduksi ulang. Selain itu, dari segi lingkungan, penggunaan biomas sebagai bahan bakar

memiliki 2 segi positif yaitu 1) bersifat mendaur ulang CO2, sehingga emisi CO2 ke atmosfir secara

netto berjumlah nol, dan 2) sebagai sarana mengatasi masalah limbah pertanian.

Dari segi biaya, pada berbagai situasi lokal, sangat dimungkinkan untuk secara ekonomi memperoleh

keuntungan dari pemanfaatan biomas sebagai sumber energi, antara lain jika memenuhi salah satu di

antara keadaan berikut.

Biomas tersedia secara melimpah sehingga harganya jauh lebih murah dibanding minyak, atau

Tempat tersebut terpencil sehingga mendistribusikan listrik PLN melalui kabel menjadi terlalu

mahal serta kesulitan transport menjadikan harga minyak sangat tinggi, atau

Biomas merupakan limbah dari industri setempat sehingga pemanfaatan biomas merupakan cara

untuk mengatasi masalah limbah.

Di Indonesia terdapat banyak wilayah pedesaan atau perkebunan yang memenuhi satu atau lebih

kriteria di atas. Data perkiraan hasil studi kelayakan yang dilakukan Community Power Corporation

(USA), menyebutkan bahwa di Indonesia setidaknya terdapat 60.000 komunitas atau 12 – 15 juta KK

tanpa pasokan listrik yang berada di tengah wilayah pertanian / perkebunan / hutan yang kaya sumber

biomas (Anonim, 1999).

Kenaikan harga bensin dan solar akhir-akhir ini telah menjadikan pemanfaatan biomas menjadi lebih

menarik secara ekonomi. Lebih lagi, jika rencana pemerintah untuk mencabut subsidi minyak tanah

jadi terlaksana, maka insentif untuk pemanfaatan biomas di sektor rumah tangga akan meningkat.

Saat ini di Indonesia, penggunaan biomas sebagai sumber energi terutama lebih banyak pada sektor

tradisional, berupa penggunaan sebagai kayu bakar untuk keperluan rumah tangga di pedesaan.

Penggunaan biomas secara lebih efisien serta lebih “bersih” memungkinkan penggunaan biomas

sebagai sumber energi pada sektor modern. Penggunaan biomas di sektor modern berarti dikaitkan

dengan fasilitas modern misalnya sebagai penggerak motor bakar serta mampu dimanfaatkan berujud

energi mekanik atau listrik dengan sumber yang tersentralisasi.

Pemanfaat biomas sebagai sumber energi mekanik dan listrik yang paling luas di Indonesia saat ini

terbatas pada pabrik gula, menggunakan teknik pembakaran langsung. Biomas yang berupa ampas

tebu digunakan sebagai bahan bakar pemanas boiler penghasil uap tekanan tinggi. Uap tersebut

Page 7: Jurnal Gasifikasi PI

digunakan untuk memutar turbin penggerak seluruh mesin di pabrik serta sumber pemasok listrik

untuk seluruh kebutuhan pabrik. Secara terbatas, limbah biomas juga dimanfaatkan di beberapa pabrik

minyak kelapa sawit dan pengolahan kayu. Namun demikian, cara yang digunakan masih berupa

pembakaran langsung. Pemanfaatan biomas secara modern dengan cara diubah ke wujud gas baik

dengan cara anaerobic digestion maupun melalui gasifikasi, masih sangat terbatas penerapannya.

Teknologi gasifikasi sebagai salah satu teknologi konversi energi biomas saat ini masih sangat

terbatas perkembangannya di Indonesia. Penelitian mengenai gasifikasi biomas juga masih sangat

sedikit dilakukan. Padahal teknologi tersebut menghasilkan bahan bakar gas yang sangat fleksibel

penggunaannya, mulai dari untuk memasak dengan nyala yang bersih sampai untuk menjalankan

motor penggerak (motor busi, motor diesel, maupun turbin)

Selain itu, teknologi gasifikasi memungkinkan masyarakat pelosok yang tidak terjangkau distribusi

listrik melalui kabel PLN dapat memperoleh sumber energi, baik berupa energi panas, energi

mekanik, maupun energi listrik secara efisien dengan menggunakan bahan bakar lokal.

Sebagaimana anaerobic digestion, gasifikasi biomas juga dapat dilakukan dengan skala kecil

sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan di pedesaan dan wilayah terpencil.

Teknologi gasifikasi biomas merupakan teknologi yang relatif sederhana dan mudah

pengoperasiannya serta secara teknik maupun ekonomi adalah layak untuk dikembangkan. Dengan

demikian teknologi gasifikasi biomas sangat potensial menjadi teknologi yang sepadan untuk

diterapkan di berbagai tempat di Indonesia. Namun masih diperlukan penelitian mendasar untuk

menjadikannya teknologi siap sebar.

Teori Gasifikasi Biomas

Proses gasifikasi biomas merupakan proses konversi secara termo-kimia bahan biomas padat menjadi

bahan gas. Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa pada suhu sekitar 150 – 900 °C,

diikuti oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900 – 1400 °C, serta proses reduksi pada suhu

600 – 900 °C (Abdullah, et al 1998). Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam

reaktor gasifikasi terjadi dengan menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi

berlangsung dalam keadaan kekurangan oksigen. Dengan kata lain, gasifikasi biomas boleh dipahami

sebagai reaksi oksidasi parsial biomas menghasilkan campuran gas yang masih dapat dioksidasi lebih

lanjut (bersifat bahan bakar).

Hasil yang diperoleh dari gasifikasi biomas merupakan campuran beberapa macam gas. Komponen

utama bahan bakar dalam gas biomas adalah H2 dan CO. Kandungan CO dalam gas biomas 15 – 30

Page 8: Jurnal Gasifikasi PI

%, sedang H2 antara 10 – 20 % (Turare, 1997). Komponen CnHmOk pada persamaan di atas berupa

fraksi uap campuran dari berbagai macam senyawa organik yang disebut dengan nama umum tar.

Gas hasil proses gasifikasi dinamakan producer gas atau gas biomas untuk membedakan dengan

istilah biogas, yaitu gas hasil fermentasi anaerob (anaerobic digestion) biomas. Sedang alat atau

ruang yang digunakan untuk menggasifikasi biomas dinamakan gasifier atau reaktor gasifikasi atau

generator gas.

Gas biomas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebagai bahan bakar, gas biomas

mempunyai pemanfaatan yang cukup luas, antara lain untuk memasak, menggerakkan turbin gas,

menggerakkan motor bakar dalam, sebagai bahan bakar pada ketel uap, serta untuk penerangan. Pada

jaman perang dunia kedua, diperkirakan sekitar satu juta kendaraan bermotor yang menggunakan

bahan bakar gas biomas (Anonim, 1986). Pada saat ini, pemanfaatan utama gas biomas adalah untuk

menjalankan motor stasioner pembangkit listrik. Dengan sedikit modifikasi, motor bensin biasa dapat

dijalankan dengan bahan bakar gas biomas.

Jika gasnya dibakar untuk menghasilkan panas, sistem gasifikasi memiliki kelebihan dibanding

pembakaran biomas secara langsung. Karena berbentuk gas, pembakaran gas biomas jauh lebih

mudah dikontrol dibanding pembakaran biomas secara langsung, sehingga hal tersebut

menguntungkan dari segi konservasi energi serta penekanan polusi udara. Keuntungan gasifikasi

antara lain: lebih bersih, karena pembakaran lebih sempurna sehingga emisi polutan lebih rendah.

Selain itu lebih mudah pengaturan laju pembakarannya. Namun ada beberapa kerugian yaitu,

peralatan lebih rumit dan lebih mahal dibanding pembakaran langsung serta memerlukan ketrampilan

yang lebih tinggi. Selain itu juga memerlukan persiapan bahan (perlu dipotong atau dicacah menjadi

serpih kecil).

1 Koefisien reaksi tidak disertakan

Rancangan Gasifier

Ada beberapa tipe reaktor gasifikasi, yang secara garis besar terbagi menjadifixed-bed dan fluidized

bed. Reaktor tipe fluidized bed biasanya berukuran besar dan menghasilkan daya dalam besaran MW.

Sedang tipe fixed-beddigunakan untuk memperoleh daya kecil dengan kisaran kW sampai beberapa

MW.

Pada kebanyakan tipe reaktor fixed-bed sebenarnya terjadi aliran secara lambat biomas dalam reaktor

secara gravitasi. Itulah sebabnya tipe ini juga disebut sebagai moving-bed. Beberapa macam reaktor

gasifikasi yang paling banyak digunakan saat ini diberikan pada Tabel 1 berikut.

Page 9: Jurnal Gasifikasi PI

Tabel 1. Tipe reaktor gasifikasi

Moving beds Fluid beds

Entrained beds

Co-current Counter current Dense Circulating

Suhu °C 700-1200 700-900 <> <> ± 1500

Tar Rendah Tinggi Sedang Sedang Tidak ada

Kontrol Mudah Paling Mudah Sedang Sedang Kompleks

Skala <> <> 10 – 100 MW > 20 MW > 100 MW

(diolah dari Knoef, 2005

Pada tipe moving-bed, biomas akan mengalir ke bawah secara lambat dalam reaktor berbentuk tabung,

seiring dengan laju pembakaran yang terjadi pada bagian bawah tumpukan tersebut. Pada tipe tersebut

selama proses gasifikasi, front nyala api terjadi di bagian bawah reaktor, sehingga nama lengkap

untuk tipe ini adalah moving-bed fixed-flame. Reaktor moving bed cocok untuk biomas yang mudah

bergerak ke bawah oleh gaya gravitasi misalnya serpih / cebis kayu (wood chips), kayu potong kecil,

tongkol jagung, tempurung kelapa, dan sebagainya. Tipe reaktor moving bed yang saat ini beroperasi

terdiri dari 2 macam yaitu down-draft (co-current) dan up-draft (counter-current).

Karena kandungan tarnya tinggi, reaktor tipe up-draft cocok untuk memasok gas untuk tungku dan

tidak cocok untuk memasok bahan bakar untuk motor bakar dalam. Untuk memperoleh bahan bakar

bagi motor bakar dalam, reaktor yang cocok adalah tipe down-draft, karena kandungan tarnya rendah

sehingga lebih mudah dan murah untuk membersihkannya. Pada Gambar 1 ditunjukkan skema reaktor

gasifikasi up-draft dan down-draft.

Selain itu juga terdapat tipe reaktor yang biomas di dalamnya tidak mengalir. Pada tipe ini selama

proses, nyala api bergerak dari bagian bawah reaktor menuju bagian atas. Oleh sebab itu tipe ini

disebut sebagai tipe batch, karena tidak bisa dilakukan penambahan bahan bakar selama proses, atau

disebut juga fixed-bed moving-flame. Pada dasarnya reaktor jenis moving flamedirancang untuk

biomas yang sulit mengalir yaitu sekam padi. Tipe ini jumlahnya tidak banyak, namun penelitian oleh

Page 10: Jurnal Gasifikasi PI

Baozhao dan Yicheng (1994) menunjukkan bahwa tipe ini bekerja dengan baik. Reaktor tipe down-

draft tersebut digunakan untuk menjalankan motor stasioner.

A. Up-draft

B. Down-draft

Gambar 1. Dua sub-tipe reaktor gasifikasi moving bed (Turare, 1997).

Page 11: Jurnal Gasifikasi PI

Superficial Velocity

Parameter reaktor gasifikasi tipe down-draft yang sangat penting yaitusuperficial velocity (SV) atau

yang juga dikenal dengan istilah hearth load. SV adalah perbandingan antara kapasitas produksi gas

(m3/detik) dengan luas penampang “leher” penyalaan dalam reaktor (m2), sehingga satuannya ialah

m/detik. Dari rancangan gasifier, SV merupakan parameter yang menentukan kandungan tar,

prosentase arang yang tersisa, serta nilai energi gas yang dihasilkan. Pada SV rendah akan dihasilkan

tar dan sisa arang yang tinggi. Gas yang dihasilkan pada SV rendah akan memiliki kandungan energi

yang tinggi namun sebagian besar berupa tar, sehingga tidak menguntungkan untuk bahan bakar

motor. Selain itu banyak kandungan energi biomas yang masih tersisa dalam bentuk arang. Sedang

pada SV yang terlalu tinggi, proses akan mendekati keadaan pembakaran sempurna, sehingga nyaris

tidak tersisa lagi energi dalam gas yang dihasilkan. Menurut Reed (1999), nilai SV optimal untuk

reaktor down draft yang memproduksi gas untuk bahan bakar motor yaitu sekitar 0,26 m/detik.

Gas Biomas Sebagai Bahan Bakar Motor

Selain langsung dibakar pada tungku untuk memperoleh panas, cara pemanfaatan gas biomas ialah

dengan menjadikannya bahan bakar motor bakar dalam (internal combustion engine). Motor yang

digunakan dapat berjenis motor busi maupun diesel. Dengan sedikit modifikasi pada karburator,

motor busi dapat dijalankan dengan bahan bakar gas biomas saja. Sedang motor diesel tidak dapat

dijalankan hanya dengan gas biomas melainkan harus menggunakan sistem dual-fuel, yaitu gas

biomas digunakan secara bersama dengan solar. Pada motor diesel tetap diperlukan bahan bakar solar

karena injeksi solar digunakan untuk keperluan penyalaan.

Pendinginan dan Pembersihan Gas

Agar dapat digunakan untuk menjalankan motor, gas dari reaktor harus dibersihkan terlebih dahulu

dari debu partikel padat dan tar, karena keberadaan kedua benda tersebut dapat mengganggu kinerja

motor atau bahkan dapat merusak komponen motor. Selain itu gas tersebut juga harus didinginkan

agar volume spesifiknya turun sehingga menaikkan efisiensi volumetric pada saat langkah isap.

Ada beberapa teknik pembersihan dan pendinginan gas biomas. Teknik pembersihan antara lain

berupa:

1. Pemisahan partikel padat dengan siklon

2. Pencucian tar serta sisa partikel padat dengan dilewatkan air tergenang

3. Pencucian dengan cara disemprot air

4. Penyaringan kering menggunakan bahan saring sistem curah (adsorpsi)

Page 12: Jurnal Gasifikasi PI

5. Penyaring dengan lembaran kain saring.

Pada satu sistem gasifikasi, bisa melibatkan satu atau lebih teknik di atas.

Teknik pendinginan gas biomas sangat tergantung pada sistem pembersihan yang digunakan. Jika

pembersihannya menggunakan air, maka hal tersebut sekaligus merupakan proses pendinginan. Untuk

sistem kering, pendinginan bisa menggunakan penukar panas dengan fluida penukar berupa air atau

udara. Jika digunakan udara untuk pendinginan, bisa digunakan aliran alami atau aliran paksa

memanfaatkan kipas.

Percobaan oleh LaFontaine dan Zimmerman (1989) menunjukkan bahwa gasifikasi dengan sistem

pendinginan udara dan penyaringan curah menggunakan wood chips cukup memadai untuk

menjalankan traktor dengan daya 35 Hp, tanpa mengalami masalah yang berarti. Penggunaan cebis

kayu merupakan cara yang praktis sehingga banyak digunakan (Anonim, 1986). Bahan yang lain

untuk penyaring curah adalah arang, glass-wool (anonym, 1986), dan sebagainya..

Macam-Macam Biomas untuk Gasifikasi

Terdapat berbagai macam sumber biomas yang dapat digunakan sebagai umpan pada proses

gasifikasi. Pada dasarnya semua jenis biomas padat kering dapat digasifikasi, meskipun untuk satu

rancangan reaktor biasanya hanya cocok untuk beberapa jenis biomas tertentu.

Beberapa parameter gasifikasi yang sangat dipengaruhi oleh biomas yang digunakan yaitu stabilitas

nyala, mutu gas (kandungan energi, tingkat kebersihan), efisiensi, dan penurunan tekanan yang

disebabkan hambatan aliran udara melalui tumpukan bahan. Beberapa parameter utama kesesuaian

biomas untuk gasifikasi adalah: kandungan energi, kadar air, kandungan bahan volatile, ukuran bahan,

distribusi ukuran bahan, reaktivitas penyalaan, kadar abu, komposisi kimia abu, rapat curah, dan

karakteristik pengarangannya (Anonim, 1986).

Status Teknologi Gasifikasi Biomas Di Indonesia

Saat ini telah ada beberapa sistem gasifikasi biomas yang sudah terpasang dan beroperasi di

Indonesia. Namun informasi mengenai teknologi gasifikasi biomas di Indonesia masih sangat sedikit.

Data tahun 1999 (Anonim, 1999) menyebutkan bahwa Community Power Corporation (USA),

bekerjasama dengan PT. Bakrie Sumatera Plantation (BSP) dan Bakrie Renewable Energy System

merencanakan untuk membangun sistem gasifikasi biomas untuk elektrifikasi pemukiman terpencil

pekerja perkebunan di PT BSP yang tersebar di berbagai lokasi perkebunan tersebut. Teknologi yang

akan digunakan adalah teknologi gasifikasi biomas hasil penelitian di Amerika.

Page 13: Jurnal Gasifikasi PI

Belum diperoleh informasi lanjut mengenai status proyek tersebut saat ini. Meskipun demikian dapat

diperkirakan bahwa untuk dapat menerapkan teknologi tersebut secara luas diperlukan proyek uji

coba terlebih dahulu untuk menguji kesesuaian teknologi tersebut dengan kondisi setempat.

Dalam Harian Suara Pembaruan tanggal 19 Januari 2004 disebutkan bahwa PT Indonesia Power (IP)

memanfaatkan sekam padi untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan cara

gasifikasi. Sistem gasifikasi biomas yang berlokasi di pusat penggilingan padi di Desa Cipancuh

Kecamatan Haur Geulis, Indramayu tersebut dilaporkan memiliki daya 100 kW.

Heriansyah (2005) melaporkan adanya beberapa sistem gasifikasi biomas yang beroperasi di

Indonesia. Teknologi gasifikasi biomas antara lain telah dikembangkan oleh PT. Ajiubaya di sebagian

kecil wilayah Kabupaten Sampit, Kalimantan Timur, dengan kapasitas 4 – 6 MW. Namun tidak

dijelaskan sistem gasifikasi biomas yang digunakan. PT. Boma Bisma Indra telah mengoperasikan

beberapa instalasi Bioner-1 dengan kapasitas sekitar 18 kW di beberapa wilayah di Kalimantan,

Sumatra dan Sulawesi Utara. Sistem tersebut berupa gasifikasi biomas untuk menjalankan motor

diesel dan digunakan untuk pembangkit listrik, pompa air atau mesin penggiling (Heriansyah 2005).

Daftar Pustaka

Abdullah, K, AK Irwanto, N Siregar, E Agustina, AH Tambunan, M Yamin, E Hartulistyoso, YA

Purwanto, D Wulandari, LO Nelwan; 1998; Energi dan Listrik Pertanian; JICA—DGHE / IPB

Project / ADAET.

Anonim; 1986; Wood Gas as Engine Fuel; Food And Agriculture Organization Of The United

Nations; Rome.

Anonim; 1999; Small Modular Biopower Project; Phase 1 Project Report; Community Power

Corporation; Aurora, Colorado

Baozhao, Z., and X. Yicheng; 1994; Study On Performance Of Biomass Gasifier-Engine Systems

And Their Environmental Aspects; dalam Nan et al (eds.); Integrated Energy Systems In China –

The Cold Northeastern Region Experience; Food And Agriculture Organization Of The United

Nations; Rome.

Heriansyah, I; 2005; Potensi Pengembangan Energi dari Biomassa Hutan di Indonesia; INOVASI

Vol.5/XVII/November 2005; http://io.ppi-jepang.org/article.php?edition=5

Knoef, H.A.M; 2005; Biomass Gasification; BTG Biomass Technology

Group;http://www.btgworld.com/2005/html/technologies/gasifica   tion.html

Page 14: Jurnal Gasifikasi PI

LaFontaine, H., and E.P. Zimmerman; 1989; Construction of a Simplified Wood Gas Generator

for Fueling Internal Combustion Engines in a Petroleum Emergency; 2nd Edition; The Biomass

Energy Foundation Press; Golden, Colorado.

Reed, T. B., R. Walt, S. Ellis, A. Das, S. Deutch; 1999; Superficial Velocity – The Key To

Downdraft Gasification; Presented at 4th Biomass Conference of the Americas; Oakland, California,

29 August 1999

Simpson, D.H.; 2001; Biomass Gasification for Sustainable

Development;http://www.safariseeds.com/botanical/biodigestion/   Biodigestion.htm

Suara Pembaruan tanggal 19 Januari 2004; Setrum dari Sekam.

Turare, C.; 1997; Biomass Gasification Technology and

Utilisation;http://members.tripod.com/~cturare/bio.htm

Sumber : http://energilimbah.wordpress.com/tag/teknologi-gasifikasi/