Karakteristik Kerja Paralel Generator Induksi Dengan Generator Sinkron Luthfi Rizal
PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT PERSPEKTIF …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2870/1/SKRIPSI...
Transcript of PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT PERSPEKTIF …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2870/1/SKRIPSI...
i
PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT
PERSPEKTIF ABOEBAKAR ATJEH
TAHUN 1948-1977
Skripsi
Diajukan Untuk Dipertahankan
Dalam Ujian Sidang Sarjana Humaniora
Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam
Oleh:
LUTHFI KAIFAHMI
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
iii
PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT
PERSPEKTIF ABOEBAKAR ATJEH
TAHUN 1948-1977
Skripsi
Diajukan Untuk Dipertahankan
Dalam Ujian Sidang Sarjana Humaniora
Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam
Oleh:
LUTHFI KAIFAHMI
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
iv
v
vi
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Tidak ada hasil terindah selain hasil karya sendiri, Ijhad wala taksal wa la taku
ghofilan fanadamatul ‘uqba liman yatakasal, Bersungguh-sungguh dalam belajar
jangan pernah menyerah”
PP. GONTOR
PERSEMBAHAN
Untuk seluruh keluarga dan sahabat-sahabat SEJARAH PERADABAN ISLAM di
IAIN SALATIGA
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah
melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya. Berkat Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW, sang pemberi syafa’at di kelak akhir
zaman, beserta para keluarga, sahabat dan para pengikut-pengikutnya.
Dengan mengucap syukur yang tak tergambarkan dalam sebuah goresan pena,
Alhamdulillah Skripsi dengan judul “ Pemikiran Tasawuf Dan Tarekat Perspektif
Aboebakar Atjeh Tahun 1948-1977” telah terselesaikan, disusun guna sebagai
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar S1
Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN
Salatiga.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengucapkan terimakasih
kepada seluruh pihak, dari teman keluarga, dosen dan semuanya yang telah
mendukung dan membantu terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab
dan Humaniora IAIN Salatiga.
ix
3. Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos. M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah
Peradaban Islam IAIN Salatiga.
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. Selaku Dosen Pembimbing.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Salatiga.
6. Kepada keluarga, Bapak dan Ibu yang telah mempercayai saya untuk
menempuh studi S1 dan yang mengasuh saya sejak kecil. Adek saya Aghnia
Chairani, Kakak saya Latifatul Baroroh dan suami Sudarto, Bude Dian,
Pakde Muhlasin, Bulik Istirokah, Bulik Dah dan Pak Agus, Lik Ibul dan Bulik
Puri, Lik Mami dan Mbak Nuning, seluruh keluarga Zubaidi Family yang
selalu mensuport penyelesaian Skripsi ini.
7. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Sejarah Peradaban Islam
Angkatan I, Mbak Eli, Mbak Tatik, Tiara Sofiana, Ika Putri Mahanani,
Ingkan Dhika Pratiwi, Nur Sirojudhin, Qisthi Faradina Ilma Mahanani,
Muhammad Sam’ani, Muhammad Sopi Sholeh, Sholeh Rubiyanto, M.Luthfi
Kharis, Erni Sulistyo, M. Nur Faizin, Laela Kurnia, M.Qosim M, Fera Askiya,
Syarifatul Ulpa, Rifkhan Eko Susanto, Ikhsan Maulana, Wildan, Rohib, dan
semua rekan satu Jurusan khususnya.
8. Kepada rekan KKN DESA GIYANTI, Ninik, Shinta, Mumun, Anis, Dewi,
Mujib, Huda, Okta.
9. Seluruh Dosen, teman, rekan, sahabat-sahabat, kawan yang lainnya di
IAINSalatiga, serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
Skripsi ini.
x
Kepada mereka semua penulis tidak bisa memberikan apa-apa, hanya ucapan
terimakasih tulus yang dapat penulis berikan kepada semuanya serta do’a semoga
Allah memberikan balasan dari semua kebaikan mereka.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, hanya harapan yang penulis berikan agar skripsi ini dapat
membuka wawasan keilmuan untuk pembaca pada umumnya dan penulis
khususnya.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Salatiga, 24 September 2017
Penulis
Luthfi Kaifahmi
NIM : 216 13 018
xi
PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT PERSPEKTIF ABOEBAKAR
ATJEH TAHUN 1948-1977
Oleh : Luthfi Kaifahmi
NIM : 216-13-018
ABSTRAK
Salah satu persoalan utama yang selalu ramai diperbincangkan dan menjadi
perdebatan sepanjang zaman adalah masalah ketuhanan. Hubungannya dengan
ketuhanan, ilmu tasawuf merupakan kajian ilmu yang sering membahas tentang
pengartian Tuhan. Permasalahan tentang tasawuf atau ajaran tarekat merupakan topik
yang sering disinggung dalam karya oleh Aboebakar. Pada bukunya yang berjudul
Pengantar Ilmu Tarekat, Aboebakar banyak menerangkan masalah ajaran tasawuf,
serta persoalan tarekat. Tasawuf merupakan salah satu ilmu untuk mempelajari
bagaimana cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketertarikan dengan Karya
Aboebakar adalah karyanya yang berbeda dengan penulis lain dengan penemuan titik
permasalahan dari sebuah topik permasalahan. Tujuan dalam penelitian ini bertujuan
untuk mengangkat peran Aboebakar dalam sumbangan karya intelektualnya kepada
kaum intelektual di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian Sejarah dengan metode penelitian sejarah
(Library Research) Sumber data diperoleh dari sumber data primer dan sumber data
sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan penggabungan metode deskritif kritis, kualitatif, komparatif
dan analisis. Untuk menemukan sebuah kesimpulan mengenai pemikiran Aboebakar
Atjeh. Melalui karya Aboebakar Atjeh mengenai tasawuf, kita dapat belajar banyak
mengenai bagaimana ilmu tasawuf muncul pada awalnya, dan bagaimana ilmu
tersebut berkembang. Pemahaman mengenai tasawuf dalam buku Aboebakar Atjeh
disebutkan sebagaimana ada beberapa konsep dalam tasawuf yaitu syari’at, tarekat,
hakekat dan ma’rifat.
Perbedaan antara pemikiran Aboebakar Atjeh dengan tokoh intelektual
muslim lainnya di era awal kemerdekaan adalah dalam penulisannya ia membandikan
titik-titik permasalahan dari suatu persoalan. Aboebakar Atjeh merupakan tokoh
intelektual muslim yang tekun dan cerdas pada masa awal kemerdekaan. Pemikiranya
tentang tasawuf dikenal sebagai sebuah kajian ilmu mistik mengenai bagaimana
hubungan manusia dengan tuhannya dapat terjalin dengan baik.
Kata Kunci: tasawuf tarekat syari’at, tarekat, hakekat, ma’rifat
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................... i
HALAMAN BERLOGO ..................................................... ii
HALAMAN JUDUL ..................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................ vi
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................ vii
KATA PENGANTAR .................................................... viii
ABSTRAK ................................................................ xi
DAFTAR ISI ................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................. 6
C. Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian ................. 6
D. Kerangka Konseptual ......................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ..................................................... 8
xiii
F. Metode Penelitian ........................................................ 11
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 17
BAB II. BIOGRAFI ABOEBAKAR ATJEH
A. Latar Belakang Kehidupan Aboebakar Atjeh ..................... 18
B. Perjuangan dan Prestasi Aboebakar Atjeh .................... 20
C. Karya-Karya Aboebakar Atjeh ................................. 24
BAB III. PEMIKIRAN ABOEBAKAR ATJEH
A. Pemikiran Aboebakar Tentang Tasawuf ...................... 31
B. Pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tarekat .......... 35
C. Hubungan Tasawuf dan Tarekat .................................. 42
BAB IV. ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN TASAWUF PERSPEKTIF
ABOEBAKAR ATJEH
A. Tinjauan Krisis Terhadap Pemikiran Aboebakar Atjeh .... 45
B. Relevansi pemikiran Aboebakar Atjeh Terhadap Perkembangan
Intelektual Islam di Indonesia ................................................. 50
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 55
B. Saran ........................................................................................... 57
C. Penutup .............................................................................. 58
xiv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aceh merupakan daerah yang memiliki penduduk muslim cukup
banyak. Sebagai daerah yang mayoritas beragama muslim, Aceh memiliki
julukan sebagai Serambi Mekkah. Banyak ulama muslim yang menyebarkan
ajaran-ajaranya disana. Salah satu ajaran yang berkembang pada awal
masuknya Islam di Aceh adalah ajaran dari para Sufisme yang membawa
ajaran tasawuf. Seiring dengan pekembangan intelektual di nusantara, banyak
para ulama dan tokoh-tokoh intelektual muslim yang muncul dari daerah
Aceh maupun daerah di luar Aceh. Salah seorang intelektual muslim yang
berasal dari Aceh salah satunya adalah Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh.
Aboebakar merupakan tokoh intelektual yang lahir pada tahun 1909 di
Peureumeu, Kabupaten Aceh Barat. Ia dikenal sebagai pakar dalam penyiaran,
penelitian dan kebudayaan. Aboebakar adalah nama aslinya, Aboebakar Atjeh
lahir di Peureumeu pada 18 April 1909, Kabupaten Aceh Barat, dari pasangan
ulama, Ayahnya adalah Teungku Haji Syeh Abdurrahman. Ibunya bernama
Teungku Hajjah Naim. Wafat pada 18 Desember 1979 di Jakarta, dan
dimakamkan di Pemakaman Karet Jakarta.1 Beliau sering dijuluki dengan
“Ensiklopedia Berjalan”, berkat kepandaiannya. Banyak karya Aboebakar
1 Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh , Aliran Syi’ah di Nusantara (Jakarta: Yayasan Alhassanain as.) Hal. 67
2
yang cukup terkenal. Salah satunya adalah tulisannya tentang Tasawuf dan
Tarekat yang diterbitkan pada media cetak di Yogjakarta di masa ketika
Aboebakar mengemban ilmu di Yogjakarta, serta karya Aboebakar lainnya
yang turut memberikan kontribusi untuk kemajuan intelektual di Indonesia
khususnya dan untuk dunia keilmuan Islam pada umumnya. Dari berbagai
macam karya Aboebakar, hanya beberapa yang telah dicetak ulang.
Melalui karya tulisnya Aboebakar terkenal dan masuk dalam buku
tentang Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia yang
ditulis oleh Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza. Tidak hanya terkenal
dengan kecerdasannya, Aboebakar juga merupakan seorang yang aktif
dalam pengelolaan perpustakaan, penulisan sejarah monument nasional serta
aktif di beberapa organisasi, seperti sebagai orang yang ikut andil dalam
pendirian Muhamadiyah di Kutaraja. Namun setelah beliau meninggal pada
tahun 1979 kini hanya dapat dikenang melalui beberapa karyanya yang
dicetak ulang oleh penerbit. Karya Aboebakar dikenal sebagai salah satu
sumber ilmu dalam mempelajari ilmu tarekat dan tasawuf meskipun tidak
fokus dalam permasalahan itu saja. Beliau juga pernah menulis sejarah
tentang Wahid Hasyim pada masa sepeninggalan Wahid Hasyim sebagai
satu kenangan untuk menggambarkan sosok Wahid Hasyim semasa
hidupnya.
Permasalahan tentang tasawuf atau ajaran tarekat merupakan topik
yang sering disinggung dalam karya Aboebakar. Pada bukunya yang berjudul
3
Pengantar Ilmu Tarekat, Aboebakar banyak menerangkan masalah ajaran
tarekat, serta persoalan tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu ilmu untuk
mempelajari bagaimana cara mendekatkan diri kepada Tuhan.2 Pengertian
tentang tasawuf juga diartikan sebagai sebuah ilmu mistik dimana seseorang
akan menemui keikhlasan hati dalam beribadah ketika telah mencapai
tingkatan tertinggi atau tingkatan puncak pada ilmu tasawuf. Untuk
mempelajari ilmu tasawuf ada beberapa hal yang sering disebut dan erat
kaitanya, yaitu mengenai sufisme dan syariah. Sufisme merupakan orang yang
melupakan dirinya, dan hidup dalam cahaya pandang ilahi, yang tidak begitu
peduli akan dirinya atau juga sesuatu yang lain.3 Syariah berarti segala sesuatu
yang telah ditetapkan oleh Allah melalui rasul-Nya, dan berarti sesuai dengan
agama yang diajarkan Rasul.4 Untuk lebih mudahnya Tasawuf merupakan
ilmu, syari’ah merupakan tuntunannya, Sufi merupakan orang yang
melakukan. Adapun syari’ah sebagai tuntunan, Tarekat sebagai alat untuk
melakukan syari’at itu hingga akhirnya ketika syari’at dan tarekat telah
dikuasai lahirlah yang dinamakan hakekat, tidak lain merupakan keadaan atau
2 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 8 3 Dr. Muhammad Abd.Haq Ansari, Antara Sufisme dan Syari’ahí (Jakarta Utara: CV. Rajawali, 1990) hal.41 4 Dr. Muhammad Abd.Haq Ansari, Antara Sufisme dan Syari’ahí (Jakarta Utara: CV. Rajawali, 1990) hal.103
4
ahwal, sedangkan tujuan akhirnya adalah ma’rifat, yaitu mengenai dan
mencintai Tuhan dengan sebaik-baiknya.5
Tasawuf dan Fiqh bisa diartikan sebagai sebuah tuntunan dalam Islam,
namun kedua hal ini memiliki perbedaan yang terkadang menjadi titik
persoalan dalam penentuan sebuah syari’at. Konsep ketuhanan yang sering
dibahas dalam tasawuf merupakan bagian yang akan sering disinggung.
Ketika membahas kepercayaan manusia, maka akan ditemukan dihampir
semua manusia mempercayai adanya Tuhan yang mengatur alam ini. Orang
Yunani kuno menganut paham politheisme (keyakinan banyak Tuhan),
bintang adalah Tuhan (dewa), venus adalah Tuhan kecantikan, Mars adalah
Dewa Peperangan, Minerva adalah Dewa Kekayaan. Sedangkan Tuhan
tertinggi adalah Apollo atau Dewa Matahari. Berbagai macam kepercayaan
dan mengenai konsep Tuhan memiliki perspektif yang berbeda-beda. Tuhan
dalam kaitannya dengan tasawuf pun akan memilki arti yang berbeda-beda
pada setiap orang.6 Seperti dalam karya Aboebakar Atjeh mengenai pemikiran
Ibn Arabi, dimana Ibn Arabi mengartikan Tuhan sebagai segala zat yang ada
diantara seluruh makluk , keadaan dan segala zat yang hidup kekal ataupun
segalanya yang tak tergambarkan dengan kata-kata. Dengan perkataan Ibn
Arabi yang penuh makna filosofis, Aboebakar berusaha menggambarkan
5 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal.IX 6 Prof.Dr.HM. Amin Syukur, MA, Menggugat Tasawuf (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR,2002) Hal. 45
5
pemikiran seorang tasawuf yang telah mencapai pada tingkatan hidup yang
tak tergambar oleh manusia biasa.7
Hal-hal mengenai Tarekat dan Tasawuf dibahas Aboebakar dalam
karyanya yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat. Hal ini yang menjadi
keunikan karya-karya Aboebakar Atjeh dimana sebagai salah satu tokoh
dalam dunia keislaman ia dapat menyajikan sumber pengetahuan dengan
menyisipkan pengetahuannya tentang ajaran sufi ataupun tasawuf hampir
disetiap karyanya. Tidak hanya dapat dikatakan seorang yang cukup aktif
sebagai penulis buku keislaman, Aboebakar Atjeh juga dikenal sebagai tokoh
yang cerdas.
Pada masa-masa mudanya Aboebakar aktif di sejumlah ormas dan
partai. Pada 1923 aktif di Sarekat Islam di Aceh Barat, pada 1924
di Muhammadiyah, dan di Partai Masyumi sejak 1946. Pada masa
kepemimpinan Menteri Agama KH. Wahid Hasyim, Aboeakar Aceh bekerja
di Departemen Agama, membantu menteri dalam urusan penataan pelayanan
haji. Selanjutnya, dipercaya oleh Kyai Wahid memimpin jama’ah haji ke
Mekkah pada 1953. Karena keluasan ilmu dan kacakapannya dalam tulis-
menulis, ia dipercaya mengomandani bidang publikasi Departemen Agama,
sebelum kemudian menjadi staf ahli Menteri Agama. Setelah Pemilu 1955, ia
7 Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi, (Bandung : Sega Arsy.2016) hal.7
6
yang dikenal tawadlu dan tidak suka menonjolkan diri itu masuk menjadi
anggota Konstituante mewakili Partai NU.8
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji
lebih dalam tentang pemikiran Aboebakar dalam bidang keislaman
khususnya pemikiran Aboebakar Atjeh mengenai Tasawuf. Dengan melihat
karya Aboebakar Aceh yang memberi kontribusi dalam keilmuan islam
setidaknya dapat menggugah kembali kepada peneliti lain untuk mengkaji
karya-karya Aboebakar Atjeh.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini batasan mulai tahun 1948-1977. Bedasarkan
persoalan yang telah digambarkan dalam latar belakang permasalahan diatas
maka akan dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf?
2. Bagaimana relevansi pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf dalam
dunia keislaman?
C. Tujuan
Bedasarkan rumusan masalah yang telah disusun maka tujuan dari
penulisan skripsi ini antara lain adalah:
8 https://id.wikipedia.org/wiki/Aboebakar_Atjeh
7
1. Mengetahui bagaimana Aboebakar Atjeh memandang islam terutama
dalam bidang tasawuf dan beberapa ajaran-ajaran yang dituntunkan dalam
Islam.
2. Mengetahui relevansi pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf dalam
dunia keislaman.
D. Kerangka Konseptual
Penggunaan konsep dalam suatu penelitian merupakan suatu bagian
yang penting untuk menyusun kategori-kategori dalam menyusun sebuah
hipotesis, yang melalui bermacam kritik dan interpretasi data, serta
memperlihatkan kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.9
Untuk memenuhi seluruh maksud tersebut, kajian mengenai tasawuf
ini merupakan dari beberapa buku tentang tasawuf seperti karya Aboebakar
Atjeh mengenai makna tasawuf merupakan suatu kajian ilmu mengenai
pembentukan akhlak manusia untuk membersihkan diri dalam beribadah
kepada Allah. Dalam ajaran Tasawuf diterangkan bahwa syari’at itu hanya
peraturan belaka, tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan
syari’at, apabila syari’at dan tarekat sudah dikuasai maka lahirlah hakikat dan
tujuan akhirnya adalah ma’rifat.10
9 A.Muchsin, Tasawuf Di Aceh Dalam Abad XX (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003)hal.27 10 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) Hal.IX
8
Tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung dari
sudut pandang yang digunakan. Ada tiga sudut pandang dalam memahami arti
tasawuf yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia
sebagai makhluk yang harus berjuang dan manusia sebagai makhluk ber-
Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas,
maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya
kepada Allah swt.11
E. Tinjauan Pustaka
Dari hasil penelusuran sumber dari beberapa perpustakaan baik online
maupun secara langsung, ditemukan tulisan mengenai penulisan topik yang
hampir sama dengan pembahasan dalam skripsi ini diantaranya desertasi yang
ditulis oleh Misri A. Muchsin, dengan judul Tasawuf di Aceh Abad XX studi
pemikiran Teuku Haji Abdullah Ujong Rimba (1907-1983). 12 Kajian tasawuf
hampir sama dengan topik yang akan ditulis, namun pada tulisan Misri A.
Muchsin lebih fokus pada tasawuf saja. Dalam tulisannya juga mengambil
dari tokoh dari Aceh yaitu Teuku Haji Abdullah Ujong Rimba, dimana dalam
karya A. Muchsin ini menerangkan bagaimana tasawuf dapat memunculkan
ilmu tarekat yang terbagi dalam beberapa macam. Mengenai tasawuf yang
11 Esoterik: Jurnal Akhlak Tasawuf Vol 2 Nomor 1 2016 hal. 147 12 Misri A. Muchsin, dengan judul Tasawuf di Aceh Abad XX studi pemikiran Teuku Haji Abdullah
Ujong Rimba (1907-1983).
9
akan diterangkan pada skripsi ini hanya sedikit gambaran mengenai pemikiran
Aboebakar Aceh tentang islam yang sering membahas mengenai ilmu taswuf
dan sufisme meskipun banyak karya beliau yang lain berkaitan dengan
masalah keislaman.
Sumber data kedua diambil dari karya-karya Aboebakar Atjeh
mengenai tulisanya berkaitan dengan keislaman seperti buku yang berjudul
Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia Karya Aboebakar Atjeh. Buku ini
diterbitkan oleh Ramdhani Solo pada cetakan pertama Tahun 1971. Isi dari
buku ini menceritakan tentng bagaimana Islam masuk ke Indonesia dari awal
mula munculnya ajaran Islam di kawasan ujung pulau Sumatera, Perlak dan
Pasai. Dalam tulisannya ini pula diterangkan perbandingan sumber sejarah
dari barat serta sumber dari timur untuk membandingkan bagaimana penulisan
sejarah oleh orang barat dan bagaimana pula penulisan sejarah yang dilakukan
oleh orang timur. Buku ini juga membahas mengenai madzhab pertama yang
muncul dikawasan Aceh seperti syiah dan madzhab Syafi’i.
Karya Aboebakar Atjeh lainnya yang membahas tentang masalah
keislaman yaitu Pengantar Ilmu Tarekat dan Tasawuf (uraian tentang mistik)
diterbitkan pada tahun 1966, cetakan yang kedua, penerbit FA. H. M. TAWI
& SON BAG. Penerbitan Jakarta. Pada buku ini dibahas hal berkaitan dengan
masalah ajaran tasawuf yang sering disebut pula sebagai ajaran tentang mistik.
Cukup banyak yang dibahas dalam buku ini mengenai tarekat, sufi, serta
macam ajaran tarekat yang ada. Pengertian sufi menurut buku karangan
10
Aboebakar, sufi adalah Golongan yang mementingkan kebersihan hidup batin,
baik bagi orang-orangnya yang dinamakan orang-orang Sufi, nama ilmunya
disebut Tasawwuf.13
Dalam Desertasi Misri A. Muchsin, dengan judul Tasawuf di Aceh
Abad XX studi pemikiran Teuku Haji Abdullah Ujong Rimba (1907-1983),
dibahas mengenai pemikiran tasawuf pula yang membahas bagaimana
tasawuf berkembang di Aceh dengan masyarakatnya yang sangat kental
dengan ajaran islam. Hal itu mencerminkan budaya orang aceh yang cukup
kuat untuk menanamkan nilai-nilai dari ajaran tasawuf dalam masyarakatnya.
Kaitannya dengan karya Aboebakar Atjeh mengenai Tarekat dan tasawuf
adalah bagaimana tidak mungkin tulisan Aboebakar Atjeh banyak membahas
tentang ajaran sufi, tasawuf dan tarekat. Disamping latar belakang keluarga
yang agamis, lingkungan hidupnya pula juga dapat mempengaruhi pemikiran
beliau untuk mengkaji ilmu tarekat dan tasawuf. Dalam desertasi tersebut
banyak membahas juga tentang perkembangan tasawuf di Aceh pada abad
XX. Mengenai isi pembahasan tentang tasawuf hampir sama dengan skripsi
ini namun menurut perspektif yang berbeda dari Aboebakar Atjeh, mengenai
bagaimana corak pemikiran mereka sehingga dapat menarik untuk dikaji.
Melihat karya lain dari skripsi mengenai Wahdatul Wujud yang ditulis
oleh uswatun khasanah, mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Dalam
13 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) Hal.8
11
tulisannya dapat dilihat ajaran Ibn Arabi yang merupakan ulama sufi namun
memiliki pemikiran cukup mendalam hingga dianggap sebagai keyakinannya
merupakan aliran sesat dengan menganggap masalah fiqh dimasukkan
kedalam ilmu tasawuf dan melontarkan pengertian tentang fiqh tidak seperti
yang dimaksudkan oleh ajaran fiqh. Wahdatul Wujud merupakan suatu
konsep yang dikenalkan Ibn Arabi melalui ilmu tasawuf dengan pemikiran
falsafinya, dimana dalam konsep Wahdatul Wujud atau Wujudiyah Ibn Arabi
dan murid-muridnya berusaha menggambarkan tentang realitas Tuhan sebagai
wujud mutlak dari semua yang ada. Ibn Arbi merupakan seorang sufi yang
mencapai tingkatan puncak hingga dalam ajaran wahdatul wujudnya ia
mengungkapkan wujud Tuhan dengan memaknainya menggunakan ilmu
tasawuf yang diamalkannya sampai tingkatan puncak, hal itu mempengaruhi
para ahli tasawuf setelahnya hingga muncul ajaran islam kejawen pemikiran
beliau yang mengatakan bahwa manusia dapat menyatu dengan tuhan menjadi
satu kajian yang menarik hingga ada sebuah karya dari Aboebakar yang
berjudul Wasiat Ibn Arabi. 14
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini metode yang digunakan adalah metode
penelitian sejarah yaitu dimulai pengumpulan sumber (heuristik) mencari dan
14 Uswatun Khasanah, Konsep Wadatul Wujud Ibn Arabi dan Manunggaling Kawulo Gusti Ranggawarsita, (Semarang: UIN Walisongo.2015)Hal.156
12
mengumpulkan sumber sebagian besar dilakukan melalui kegiatan
bibliografis. Laboratorium penelitian bagi seorang sejarawan adalah
perpustakaan, dan alatnya yang paling bermanfaat adalah katalog. Disaat
sekarang kerja heuristik sudah diatur sedemikian rupa, sehingga tidak lagi
menyusahkan sejarawan. Koleksi bibliografis sudah dikembangkan
sedemikian profesional, sehingga usaha pencarian buku sumber dipermudah
dan dipercepat.15 Melihat dari buku karya A.Daliman yang dimaksudkan
dipermudah dalam menemukan koleksi bibliografias ialah dengan kemajuan
teknologi dan pola pikir manusia kini mencari bibliografi atau sumber-sumber
sejarah bisa lebih mudah dilihat dari banyak perpustakan yang mendukung
keberadaan sumber, media massa yang kini sudah dibuat sedemikian rupa
dengan mengumpulkan kembali pecahan sumber yang mampu diakses melalui
smartphone maupun media lain. Dibalik hal itu kini banyak masyarakat yang
mulai menyadari akan pentingnya sebuah dokumen baik resmi maupun
dokumen pribadi. Selain itu penelitian sejarah telah diolah menjadi suatu hal
menarik yang dapat dijadikan pendukung untuk membangun potensi pada
daerah tertentu ataupun mengangkat peran suatu tokoh di masa lalu.
Pada penelitian ini sumber yang di ambil adalah buku-buku tentang
karya Aboebakar Atjeh sebagai sumber utama serta beberapa buku sumber
lainnya melalui penelusuran pustaka. Berikut metode dalam penelitian
sejarah:
15 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Jogjakarta: Ombak,2012) Hal.52
13
1. Heuristik
Menurut terminologinya heuristik dari bahasa Yunani heuristiken
yaitu mengumpulkan atau menemukan sumber. Proses heuristik memiliki
beberapa pengelompokan jenis sumber seperti sumber umum dan sumber
khusus. Sumber sejarah bersifat umum dapat diggunakan sebagai sumber
bagi hampir setiap cabang ilmu sejarah. Sedangkan sumber sejarah yang
bersifat khusus hanya dapat digunakan untuk salah satu cabang ilmu
sejarah saja.16 Sumber primer atau sumber khusus dalam penelitian ini
adalah berupa karya-karya Aboebakar Atjeh. Buku Aboebakar yang
mejadi sumber primer pada penelitian ini antara lain bukunya yang
berjudul Pengantar Ilmu Tarekat, Wasiat Ibn Arabi, Selain sumber primer
adapula sumber sekunder yang sesuai dengan masalah yang diteliti,
sumber sekunder yang penulis gunakan diantaranya yaitu, karya
Aboebakar ASWAJA, Perbandingan Fiqh Lima Madzhab, Skripsi
Wahdatul Wujud, Desertasi Pemikiran Tasawuf di Ujong Rimba, Metode
Penelitian Sejarah serta buku lain berkaitan dengan topik penelitian ini.
Penulis juga mengadakan penelitian lapangan di berbagai perpustakaan,
seperti: Perpustakaan Jurusan SPI IAIN Salatiga, Perpustakaan IAIN
Salatiga, Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Badan Arsip Daerah Kota
Yogyakarta, Perpustakaan Provinsi Yogjakarta, Perpustakaan UIN
Yogjakarta serta Perpustakaan Boyolali. Sumber khusus dan sumber
16 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Jogjakarta: Ombak,2012) Hal.53
14
umum dalam penelitian ini cukup banyak namun lebih fokus kepada karya
Aboebakar tentang Islam. Untuk langkah selanjutnya dalam metode
penelitian sejarah adalah kritik sumber.
2. Kritik sumber (verifikasi)
Kritik sumber merupakan langkah yang dilakukan untuk menguji
kebenaran melalui proses validasi terhadap fakta-fakta atau bukti-bukti
sejarah. Dengan demikian melalui kritik sumber diinginkan agar data-data
sejarah yang diberikan oleh informan hendak diuji terlebih dahulu
validitas dan rehabilitasnya, sehingga semua data itu sesuai dengan fakta-
fakta sejarah yang sesungguhnya.17 Guna mendapatkan fakta-fakta sejarah
yang cukup dalam tahap kedua ini dibagi menjadi:
a. Kritik Ekstern
Kritik ekstern adalah usaha mendapatkan otentisitas sumber
dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber.
b. Kritik Intern
Kritik intern adalah kritik yang mengacu pada kredibilitas
sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak
dimanipulasi, mengandung bias, dikecohkan, dan lain-lain. Kritik
intern ditujukan untuk memahami isi teks.18
17 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Jogjakarta: Ombak,2012) Hal.66 18 Suhartono, W. Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hal. 35
15
Kritik intern hanya dapat diterapkan apabila kita sedang
menghadapi penulisan di dalam dokumen-dokumen atau di dalam
inskripsi pada monumen-monumen, mata uang, medali, atau
stempel. Dokumen dapat dikatakan dengan usaha paling sedikit
mengenai imajinasi, untuk mengucapkan suatu bahasa.19
3. Interpretasi.
Proses perjalanan sejarah yang bermuara pada metode sejarah dengan
empat tahap, heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, pada
hakikatnya berpuncak pada tahap interpretasi. Heuristik dan kritik
berfungsi untuk menyeleksi sumber-sumber atau data-data sejarah yang
valid dan reliabel. Sedang dalam tahap interpretasi dan historiografi
fungsi utamanya terletak pada interpretasi. Interpretasi berarti menafsirkan
atau memberi makna kepada fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah sebagai
saksi relitas di masa lampau adalah hanya saksi-saksi bisu belaka. Suatu
peristiwa agar menjadi cerita sejarah yang baik maka perlu
diinterpretasikan berbagai fakta yang saling terpisah antara satu dengan
yang lainnya sehingga menjadi satu kesatuan bermakna. Interpretasi atau
tafsir sebenarnya sangat individual, artinya siapa saja dapat menafsirkan.
Terjadi perbedaan dalam penginterpretasian hal itu dipengaruhi oleh
19 G.J. Renier, metode dan manfaat Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997) hlm. 117
16
perbedaan latar belakang, pengaruh, motivasi, pola pikir, dan lain-lain
yang mempengaruhi interpretasinya.20
Fakta atau bukti dan saksi-saksi sejarah itu tidak bisa berbicara sendiri
mengenai apa yang disaksikannya dari realitas masa lampau. Untuk
mengungkapkan makna dan signifikansi dirinya, fakta dan bukti sejarah
harus menyandarkan dirinya pada kekuatan informasi dari luar. Sejarawan
berfungsi sebagai determinan terhadap makna sejarah yang
diinterpretasikan dari fakta-fakta atau bukti sejarah.21
4. Historiografi
Pada langkah berikutnya yang keempat sampailah pada penulisan
sejarah (historiografi). Penulisan sejarah menjadi sarana
mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian yang diungkap, diuji
(verifikasi) dan di interptretasikan. Penulisan sejarah tidak semudah dalam
penulisan ilmiah, tidak cukup dengan menghadirkan informasi dan
agrumentasi. 22
20 Suhartono, W. Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 55. 21 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Jogjakarta: Ombak,2012) Hal.81 22 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Jogjakarta: Ombak,2012) Hal.99
17
G. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini penulis akan menjabarkan isi
dari skripsi. Pada Bab I skripsi ini berisi proposal pendahuluan tentang latar
belakang penelitian tentang pemikiran Aboebakar Atjeh, bab ini membahas
mengenai bagaimana latar belakang ketertarikan pemilihan topik mengenai
pemikiran Aboebakar Atjeh, selain itu pada bab pertama penulis menjabarkan
menenai konsep penulisan serta metode dalam penulisan skripsi ini. Pada Bab
II skripsi ini berisi mengenai biografi Aboebakar Atjeh serta latar belakang
kehidupan Aboebakar Atjeh, dan pendidikannya, mengenai latar belakang
kehidupan Aboebakar Atjeh dan keluarganya akan dibahas pada bab yang
kedua, dari asal Aboebakar Atjeh lahir hingga perjuangannya sampai wafat..
Pada Bab III berisi pemikiran Aboebakar Atjeh, pada bab yang ketiga
merupakan ulasan mengenai pemikiran Aboebakar Atjeh tentang Tarekat dan
tasawuf serta hubungan antara tarekat dan tasawuf. Pada Bab IV skripsi ini
berisi mengenai analisis terhadap pemikiran Aboebakar Atjeh, bab keempat
merupakan hasil analisis mengenai pemikiran Aboebakar serta kontribusi
pemikiranya terhadap perkembangan intelektual di Indonesia. Pada Bab V
merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari topik yang dibicarakan
dalam skripsi ini, dan dilanjutkan dengan daftar pustaka serta lampiran.
18
BAB II
BIOGRAFI ABOEBAKAR ATJEH
A. Latar Belakang Aboebakar Atjeh
Aboebakar Atjeh, adalah seorang ilmuan dan intelektual Islam yang
termasyhur pada masanya (1909-1979). Julukan “Atjeh” dibelakang namanya
“Aboebakar” juga merupakan pemberian dari Presiden Soekarno karena
keluasan wawasan dan ketinggian ilmu agama yang dimiliki oleh putra
kelahiran Aceh ini. Aboebakar telah menghasilkan karya intelektual yang
berkualitas dan banyak menjadi rujukan kaum intelektual generasi
setelahnya.23
Dua hal penting untuk diingat tentang Aboebakar Atjeh. Pertama ia
seorang pengamat sejarah yang tekun dan mendalam. Kedua ia seorang
penganjur moral yang sangat konsisten. Ia dikenal sebagai pakar dalam
penyiaran, penelitian dan kebudayaan. Aboebakar adalah nama aslinya
Aboebakar Atjeh, lahir di Peureumeu pada 18 April 1909, Kabupaten Aceh
Barat, dari pasangan ulama, Ayahnya adalah Teungku Haji Syeh
Abdurrahman. Ibunya bernama Teungku Hajjah Naim. Wafat pada 18
Desember 1979 di Jakarta, dan dimakamkan di Pemakaman Karet Jakarta.24
Seorang ulama Indonesia dan pengarang yang, menulis banyak buku
tentang agama Islam, filsafat, tasawuf, sejarah dan kebudayaan Aceh. Kata
23Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi, (Bandung : Sega Arsy.2016) hal.7 24 Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh , Aliran Syi’ah di Nusantara (Jakarta: Yayasan Alhassanain as.) hal. 67
19
Aceh adalah tambahan nama yang diberikan oleh presiden RI pertama,
Soekarno yang mengagumi keluasan ilmunya. Sejak kecil belajar di beberapa
dayah terkenal di Aceh. Diantaranya di Dayah Teungku Haji Abdussalam
Meuraxa, dan pada Dayah Manyang Tuanku Raja Keumala di Peulanggahan
di Kutaraja (Banda Aceh ). Ayahnya Syeikh Abdurrahman, adalah imam
Masjid Raya Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dan keturunan Kadi Sultan di
Aceh Barat. Ia belajar mengaji Al Qur’an pada ayahnya dan mempelajari
ajaran Islam dari beberapa guru Agama, teungku di kampung kelahirannya.
Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar Volkschool di Meulaboh,
kemudian dilanjutkan ke Kweekschool Islamiyah (Sekolah Guru Islam) di
Sumatera Barat. Setelah itu ia pindah ke Yogyakarta dan Jakarta dan disini ia
mempelajari beberapa bahasa asing melalui kursus-kursus, Ia menguasai
bahasa Arab, Belanda, Inggris dan memahami bahasa Jepang, Perancis dan
Jerman. Ia juga mengerti beberapa bahasa daerah seperti bahasa Aceh,
Minangkabau, Jawa, Sunda dan Gayo. Pernah menuntut ilmu di Mekkah,
namun tidak lama.25
Aceh merupakan daerah yang pertama kali Islam masuk ke Indonesia.
Hal ini menyebabkan provinsi Aceh sampai dengan sekarang Islamnya masih
kuat, bahkan Aceh terkenal pula sebagai serambi Mekkah, lagi pula zaman
dahulu bangsa Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji ke Mekkah harus
25 Hamid, Shalahuddin, 100 tokoh islam paling berpengaruh di Indonesia (Jakarta: PT.INTIMEDIA
CIPTA NUSANTARA.2003)hal.382-383
20
melewati pelabuhan Aceh. Arab, China, Eropa dan India merupakan faktor
luar yang sangat mempengaruhi serta membantu pembentukan modernisasi
Aceh, dan menurut beberapa sumber dapat mempenaruhi bukan hanya budaya
dan sosiologi alam akan tetapi juga ras. Tentu saja ciri-ciri bentuk phisik
dapat dijumpai pada masyarakat Aceh. Percampuran ini telah berlangsung
selama berabad-abad oleh karena mengadakan hubungan dengan dunia luar.
Banyak etnis-etnis Eropa, umumnya kita jumpai di daerah Lammo kabupaten
Aceh Barat, sementara ciri orang India dapat dijumpai di antara orang-orang
yang berdomisili di daerah pesisir.26
Tidak heran ketika seorang intelektual dari Aceh seperti Aboebakar
memiliki keyakinan yang kuat terhadap Agama Islam. Dengan keadaan sosial
masyarakat yang kebanyakan adalah masyarakat muslim, tentunya akan
membentuk pemikiran Aboebakar Aceh terkadang condong kepada
kebudayaan yang ada pada tanah kelahirannya yaitu Aceh meskipun pada usia
dewasa beliau banyak hidup di luar daerah Aceh.
D. Perjuangan dan Prestasi Aboebakar Aceh
Pada masa sebelum kemerdekaan, zaman kependudukan Jepang, dan
zaman setelah proklamasi, ia banyak melakukan kegiatan keagamaan dan
kemasyarakatan. Kegiatan itu antara lain, Pada tahun 1923 Aboebakar Atjeh
26A.Taufiq, Tuhana, Aceh Bergolak Dulu dan Kini (Yogyakarta:GAMA GLOBAL MEDIA.2000)hal.
61-62
21
aktif di Sarekat Islam di Aceh Barat. Mendirikan Muhammadiyah di Kotaraja
(1924), bekerja sebagai pegawai rendahan, kemudian menjadi pegawai senior,
pada tahun 1923 merupakan tahun meninggalnya tokoh pendiri
Muhammadiyah Ahmad Dahlan, namun organisasi yang didirikan oleh
Ahmad Dahlan ini tidak bubar begitu saja.27 Hal itu dikarenakan organisasi
Muhammadiyah sudah memiliki infrastruktur yang baik, bahkan generasi
setelahnya masih memelihara warisan Ahmad Dahlan sebagaimana yang di
syari’ahkan oleh tokoh pendiri Muhammadiyah itu. Begitu banyaknya ranting
Muhammadiyah yang telah berdiri menjadi pendukung perkembangan
organisasi Muhammadiyah di Indonesia. Perkembangan muhammadiyah
cukup pesat di pulau Jawa dikarenakan awal mula munculnya gerakan ini.
Meskipun di Aceh juga ada ranting Muhammadiyah namun tidak sebesar dan
sebanyak yang ada di pulau Jawa.
Pada zaman Belanda sebagai Pustakawan dan editor pada kantor
Urusan Dalam Negeri (1930-1955). Pada masa ini merupakan salah satu masa
yang dapat dikatakan sebagai masa dimana Belanda menjadi Raja di
Indonesia dengan keberadaannya di penjuru wilayah Indonesia meskipun pada
tahun 1945 Indonesia telah memproklamirkan Kemerdekaannya. Salah satu
hal yang mungkin untuk Aboebakar Aceh tetap konsisten mengembangkan
karyanya dalam dunia pengetahuan ialah kondisi wilayah Aceh yang pada saat
27Majelis Diktilitbang dan LPI PPMuhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah (Jakarta:KOMPAS.2010)hal. 61
22
itu masih utuh tidak diduduki oleh Belanda sehingga memungkinkan
seseorang untuk melakukan kebebasan dalam menuntut ilmu.
Di masa pendudukan Jepang, ia menjadi pimpinan asrama dan
pegawai perpustakaan pada Shumubu Nito Syoki (1944). Bekerja dalam
kependudukan Jepang bukan berarti menunjukkan ketundukkannya terhadap
orang-orang Jepang, namun hal itu justru menambah pengetahuannya dalam
ilmu kepustakaan. Di samping menjadi guru Latihan Kursus Kader Da’ie.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia menjadi pegawai pada Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (1945). Kemudian atas penunjukkan Rasjidi ia
menjabat Kepala Perpustakaan Islam Kementrian Agama di Yogyakarta
(1946). Anggota pimpinan Partai Masyumi di Yogyakarta (1946).
Pada tahun 1950, ia menjadi pimpinan editor majalah Mimbar Agama,
majalah resmi Departemen Agama. Pada tahun 1948 bersama menteri agama
waktu itu KH Masjkur, ia mempelopori gagasan penulisan Al-Qur’an Pusaka.
Al-Qur’an tersebut berukuran 65x120cm dan kini disimpan di Masjid Baitul
Rahim, Istana Negara, Jakarta.28 Aboebakar Atjeh juga tercatat sebagai
anggota pengurus penulisan sejarah untuk Monumen Nasional, menjadi salah
seorang anggota panitia pembangunan Masjid Istiqlal Jakarta , seorang
pencetus pendirinya Masjid Agung Al Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, turut mendirikan Perpustakaan Kutub Khanah Iskandar Muda di
28Hamid, Shalahuddin, 100 tokoh islam paling berpengaruh di Indonesia (Jakarta: PT.INTIMEDIA
CIPTA NUSANTARA.2003)hal.382-383
23
Banda Aceh (1949-1950), dan mendirikan serta menjadi pengurus
Perpustakaan Islam di Jakarta yang kemudian dipindah ke Yogyakarta. Pada
tahun 1953 Aboebakar Atjeh dipercayai oleh Kyai Wahid Hasyim memimpin
jama’ah haji ke Mekkah. Karena keluasan ilmu dan kecakapannya dalam
tulis-menulis, ia dipercaya mengomandani bidang publikasi Departemen
Agama, sebelum kemudian menjadi staf ahli Kementerian Agama. Setelah
Pemilu 1955, ia masuk menjadi anggota konstituante mewakili Partai NU.29
Sebagai ulama dan cendikiawan , ia aktif memberikan pengajian
agama di masjid-masjid dan menjadi penceramah agama Islam pada pusroh
(Pusat Rohani) Angkatan Bersenjata RI di Jakarta , dan menjadi Dosen pada
beberapa perguruan Tinggi di Jakarta seperti IAIN , Universitas Ibnu
Khaldun, dan Universitas Islam di Jakarta, pada tanggal 30 Januari 1967 ia
menerima gelar doktor honoriscausa dalam bidang Ilmu Agama Islam dari
Universitas Islam di Jakarta. Sebagai pejabat tinggi Departemen Agama RI ia
berkesempatan mengunjungi beberapa Negara, seperti Filipina, Pakistan,
Jepang (dalam rangka urusan mencetak Al-Qur’an), Arab Saudi (sebagai
anggota delegasi Indonesia ke Kongres Islam), dan Mesir (sebagai anggota
rombongan Menteri Luar Negeri). Pada hari tua sampai wafatnya, ia menjadi
ikhwan Tarekat Kadiriah – Naqsabandiah yang berpusat di Surabaya.
29 Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh , Aliran Syi’ah di Nusantara (Jakarta: Yayasan Alhassanain as.) Hal. 69
24
E. Karya-Karya Aboebakar Atjeh
Sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh dalam dunia keislaman,
Aboebakar menuangkan gagasan serta pemikirannya melalui karya-karya
tulisannya. Tarekat, tasawuf, filsafat merupakan topik yang banyak
dibicarakan. Karya pertamanya dengan judul buku Sejarah Al-Qur’an
diterbitkan pada tahun 1951. Pada tahun 1950 Aboebakar Aceh menjadi salah
satu penggagasan penulisan Al-Qur’an Pusaka. Hal itulah yang menjadi salah
satu dasar penulisan buku Sejarah Al-Qur’an. Tidak hanya menulis buku
tentang sejarah Al-Qur’an, Aboebakar juga menulis beberapa buku
bertemakan sejarah seperti buku berjudul Sejarah Ka’bah, Sejarah Filsafat,
Sejarah Masjid, dan Sejarah mengenai K.H Wahid Hasyim. 30
Karangan Aboebakar Aceh mengenai Sejarah K.H Wahid Hasyim
merupakan karyanya yang ditulis untuk megenang perjuangan Wahid Hasyim
selama Hidupnya. Bersampul hijau , buku itu terbilang tebal terdiri dari 975
pagina. Itulah karya Aboebakar Atjeh yang mengupas asal-usul pesantren,
cerita walisongo, sampai kiprah Kiai Wahid Hasyim dalam jagad politik,
hingga buah karangannya yang tersebar dimana-mana. Bisa dibilang buku
inilah buku terlengkap yang mengupas kehidupan Wahid Hasyim. Judulya
sesuai isinya, Sedjarah Kehidupan K.H.A Wahid Hasyim.
30 Hamid, Shalahuddin, 100 tokoh islam paling berpengaruh di Indonesia (Jakarta: PT.INTIMEDIA
CIPTA NUSANTARA.2003)hal.382-383
25
Sedjarah Kehidupan Wahid Hasyim diterbitkan pada 1957 untuk
memperingati empat tahun meninggalnya K.H.A Wahid Hasyim. Idenya
muncul pada 1954. Waktu itu Menteri Agama Masjkur menggelar upacara
peringatan setahun wafatnya Wahid Hasyim dengan menyerahkan lukisan
tentang Wahid kepada Nyonya Sholehah. Saat itu dibentuklah panitia
peringatan, yang salah satu bentuk peringatan tersebut adalah penerbitan
Biografi.31
Pada penulisannya mengenai Wahid Hasyim, Aboebakar mendapatkan
sumber-sumber dari para keluarga Wahid Hasyim mulai dari anak, istri
sampai dengan kerabat dimintai keterangan mengenai kehidupan Wahid
Hasyim. Tidak semudah kedengaranya dalam menulis kehidupan Wahid
Hasyim banyak sumber yang belum ditemukan, namun disiasati oleh
Aboebakar dengan menambahkan beberapa tulisan mengenai kiprah Wahid
Hasyim dalam jagad politik dan beberapa hal lainnya. Keterbatasan sumber
tidak mengurangi semangat Aboebakar dalam menuliskan sebuah karyanya
untuk mengenang meninggalnya K.H.A Wahid Hasyim.
Buku bertema sejarah lainnya yang pernah ditulis oleh Aboebakar
adalah Sejarah Masuknya Islam di Indonesia. Pada buku ini, tulisan
Aboebakar berisi tentang bagaimana awal mula islam masuk kekawasan
31KPS, Wahid Hasyim. Untuk Republik dari tebu Ireng. Seri buku Tempo: Tokoh Islam Di awal
Kemerdekaan.
26
Indonesia melalui jalur perdagangan yang cukup besar di kawasan Aceh,
tepatnya di daerah Perlak dan Samudera Pasai. Dalam tulisannya ini
Aboebakar tidak hanya mengambil dari sumber-sumber yang mengatakan
bahwa Islam masuk dari jalur perdagangan yang terjadi di Samudera Pasai
dan Perlak, tetapi beliau juga membandingkan sumber tulisan dari barat
dengan sumber tulisan yang ditulis oleh orang timur. Beberapa keterangan
mengenai ajaran-ajaran islam yang masuk ke Indonesia juga diterangkan
dalam buku ini sebagaimana disebutkan bahwa ajaran sufi masuk ke
Indonesia masuk ke Indonesia dan berkembang pesat di kawasan Aceh cukup
pesat hingga sekarang.
Pada tahun 1963 muncul kembali karya Aboebakar yang lain berjudul
Pengantar Ilmu Tarekat. Buku ini merupakan salah satu buku yang
mengajarkan bagaimana mempelajari tarekat, mengetahui macam-macam
tarekat serta hal lain yang berhubungan dengan tarekat. Dalam bukunya
mengenai pengantar ilmu tarekat, Aboebakar memaparkan bagaimana ajaran
yang ada pada tarekat, mengenai pengertian tarekat dan tasawuf yang
sebagian banyak orang menganggapnya sebagai ilmu menyesatkan karena
munculnya tarekat dianggap sebagai ilmu yang diciptakan orang diluar islam.
Pada buku karya Aboebakar ini pembaca dapat mempelajari dan menelaah
ajaran tarekat yang sesuai dengan ajaran Islam dan tarekat yang menyimpang
dengan ajaran Islam. Tidak hanya menerangkan tentang bagaimana pengertian
tarekat dan bagaimana tarekat muncul pada dunia keislaman, beliau juga
27
membahas permasalahan yang ada dalam tarekat serta contoh
penyelesaiannya.
Dalam satu tulisannya, “Kebangkitan Dunia Baru Islam di Indonesia”,
untuk satu bab buku terjemahan Stoddard, Dunia Baru Islam (1966), ia
menunjukkan kontribusi masing-masing, yang reformis-modernis-tradisi
maupun Kaum Tua-Kaum Muda, bagi kemerdekaan Indonesia. Semua tulisan
diarahkan pada pendekatan rekonsiliasi titik temu dan pencarian sintesa-
sintesa baru bagi kemajuan dan pengumpulan kekuatan bangsa ini. Isi tulisan
macam ini tidak kita temukan pada sejumlah sarjana Indonesia didikan
Amerika, Eropa maupun Australia, yang selalu mencari titik lemah pada
komunitas pesantren, pengumpulan titi kelemahan bangsa ini, serta penojolan
titik-titik tengkar di antara berbagai komponen bangsa ini. Selain itu juga
Aboebakar menterjemahkan beberapa karya para penulis Eropa dan Orientalis
tentang sejarah Aceh kedalam bahasa Indonesia. Menulis dalam bahasa Aceh
untuk buku pelajaran sekolah Aceh pada masa kolonial.32
Karya Aboebakar Atjeh yang berkaitan dengan Tasawuf diantaranya
adalah bukunya berjudul Pengantar Sejarah Sufi, Pengantar Ilmu Tarekat,
serta Wasiat Ibn Arabi. Dalam buku yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat
diterangkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan tarekat
dari masalah Tasawuf yang menjadi ilmu pokok dalam tarekat hingga
persoalan-persoalan ajaran tarekat serta macam-macam tarekat. Karya-karya
32 Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh , Aliran Syi’ah di Nusantara (Jakarta: Yayasan Alhassanain as.) Hal. 70
28
Aboebakar terkenal pada masa awal kemerdekaan karena beliau merupakan
salah seorang penulis yang aktif dan tekun. Berkat ketekunannya itu
Aboebakar Atjeh dipercayai sebagai pengelola perpustakaan serta penulisan-
penulisan sejarah, seperti yang telah diterbitkan. Karya Aboebakar mengenai
tasawuf lainnya yang berjudul Wasiat Ibn Arabi berisi tentang pemikiran Ibn
Arabi mengenai syari’at-syari’at Islam. Dalam bukunya ini juga dapat
dipelajari mengenai contoh tentang hakekat dan ma’rifat dalam ilmu tasawuf,
dimana orang-orang dengan pandangan tasawuf akan memandang dunia
sebagai sebuah hunian sementara dan lebih memandang kehidupan dengan
arti yang lebih tinggi dibanding dengan orang lain pada umumnya. Untuk para
peneliti yang ingin mengkaji tentang pemikiran Ibn Arabi mengenai Wahdatul
Wujud buku karya aboebakar ini dapat dijadikan sebagai sumber rujukan.
Dengan membandingkan antara pemikiran Ibn Arabi dan tokoh sufi lainnya
Aboebakar Atjeh menghadirkan sebuah karya buku yang tidak hanya
menampilkan sebuah permasalahan, tetapi memperlihatkan titik-titik dari
permasalahan tersebut agar dapat menjadi pemahaman mengenai asal-usul
topik permasalahan tersebut. Itulah seperti yang telah diuraikan pada paragraf
sebelumnya mengenai pemikiran Aboebakar Atjeh yang menjadi perbedaan
tulisannya dengan tulisan yang lain.
29
Karya-karya tulis Aboebakar Atjeh yang diterbitkan antara lain:
1. Sejarah Al-Qur’an, cetakan II, 1951, dan cetakan VI, 1989.
2. Sejarah Ka’bah dan Manasik Haji, cet.III, 1963.
3. Sejarah Hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar,1957.
4. Sejarah Masjid dan amal Ibadah di dalamnya, 1955; Mutiara
Akhlaq,1959.
5. Ahlus Sunnah wal-Jama’ah: Keyakinan dan I’tiqad, 1969.
6. Sejarah Filsafat Islam, cet II, 1982, cet III, V, 1989.
7. Pengantar Ilmu Tarekat, cet. I, 1963 dan cet. V 1988.
8. Perbandingan Mazhab Syi’ah, Rasionalisme dalam Islam, cet. I, 1965, dan
cet. II, 1980.
9. Gerakan Salafiyah di Indonesia, 1970.
10. Perbandingan Mazhab Salaf, Islam dalam masa Murni, 1970, cet. II, 1986
11. Wasiat Ibnu Arabi Kupasan Hakikat dan Ma’rifat dalam Tasawuf Islam,
1976.
12. Ilmu Fiqih Islam dalam Lima Mazhab, 1977.
13. Pendidikan Sufi, 1985
14. Potret Dakwah Muhammad SAW dan para Sahabatnya, 1986
15. Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, 1982
16. Toleransi Nabi Muhammad dan para Sahabatnya, cet. II, 1984
17. Lee Sabooh Nang, buku bacaan anak-anak dalam bahasa Aceh
18. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf.
30
Dari beberapa karya Aboebakar Atjeh di atas dapat dilihat kebanyakan
karyanya merupakan tulisan-tulisan mengenai ilmu keislaman, meskipun ada
beberapa yang mengenai ilmu umum. Ketertarikan Aboebakar Atjeh menulis
tentang dunia tasawuf dan sufisme bisa jadi dipengaruhi oleh latar belakang
Aboebakar yang berasal dari keluarga seorang ulama di daerahnya yaitu Aceh
serta pendidikan Aboebakar Atjeh dan perannya dalam beberapa organisasi
dan juga pengalaman beliau dalam menyiarkan ajaran keislaman di bermacam
perkumpulan. Sebagai seseorang yang tekun dan cerdas, Aboebakar menjadi
orang yang dipercaya untuk menulis sebuah karya mengenai Wahid Hasyim,
seperti yang telah disinggung pada halaman sebelumnya karyanya ini
merupakan hasil prakarsa Aboebakar dan rekan Wahid Hasyim dalam
organisasi Nahdlatul Ulama dalam rangka sebagai sebuah penghargaan untuk
Wahid Hasyim dan juga sebagai kenang-kenangan sepeninggalan Wahid
Hasyim. Meskipun demikian, karya Aboebakar Atjeh yang cukup banyak,
tulisan-tulisan mengenai Aboebakar Atjeh masih sedikit atau bahkan hanya
ada cetakan terbitan ulang dari karya-karyanya saja.
31
BAB III
PEMIKIRAN ABOEBAKAR ATJEH
A. Pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf
Tasawuf atau sering dikenal dengan ajaran sufi merupakan salah satu
hal yang ada dalam ajaran keislaman. Tasawuf menjadi salah satu ilmu untuk
mendekatkan seorang muslim kepada Sang Pencipta. Ketika seseorang belajar
tasawuf hal yang dilakukan adalah memusatkan segala pikirannya untuk
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan pembersihan
jiwa. Pengertian tasawuf juga dapat diartikan sebagai sebuah kajian ilmu
mistik yang membahas tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Ilmu
tasawuf merupakan salah satu pembentukan akhlak, banyak perhatian
terhadap ilmu tasawuf seperti yang dilakukan para ahli Eropa. Dikatakan
sebagai kajian ilmu mistik karena seorang sufi akan berusaha untuk
membersihkan dirinya dari segala perbuatan yang di benci oleh Tuhan agar
dapat tempat terbaik di sisiNya, dengan melakukan pembersihan jiwa seperti
halnya melakukan meditasi untuk menemukan ketenangan jiwa agar dapat
berkomunikasi dengan Tuhan lebih dekat.33
Perkembangan tasawuf dan ajaran sufi di Nusantara tumbuh di
wilayah Aceh pada awal mula masuknya Islam ke nusantara. Aceh dikenal
sebagai kawasan yang cukup banyak jumlah penduduk muslimnya serta
33 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 1
32
kebanyakan dari penduduk Aceh mengenal ajaran sufi atau tasawuf. Jika
melihat sejarah ulama sufi, cukup banyak ulama sufi yang menyebarkan
ajaran tasawuf di nusantara seperti salah satu contoh di sekitar Abad ke-12 M,
di Aceh pernah tampil tokoh sufi Syeh Abdullah Arif, yaitu sebuah nama
yang berarti seorang yang mengenal Tuhan dengan sebenar-benarnya, atau
lebih tegasnya menurut ajaran tasawuf beliau adalah seorang Wali Allah. Syeh
Abdullah Arif adalah seorang pendatang ke wilayah nusantara bersama
banyak mubaligh lainya diantaranya sahabatnya bernama Syeh Ismail Zaffi.
Kedua ulama sufi ini pernah menjadi murid Syeh Abdul Qodir Al Jailani,
ulama pengagas Tarekat Qadiriyah ini menurut H.M Zainuddin pernah datang
ke Aceh mengembangkan ajaran tarekatnya itu.34 Ulama-ulama sufi yang
datang tentunya akan membawa pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi
sosial kemasyarakatan khususnya ajaran-ajaran keyakinan di wilayah yang
ditempati. Hal itu juga yang dapat digambarkan pada kondisi sosial
masyarakat Aceh.
Ketika membicarakan arti kehidupan dengan orang sufi, maka akan
dapat diketahui bahwa orang-orang sufi meletakkan makna hidup itu lebih
tinggi daripada hidup biasanya, kadang demikian tingginya sehingga orang
tidak biasa tidak dapat memahami itu. Jika mereka berbicara mengenai hukum
dalam Islam, maka yang dipentingkannya adalah tujuan dari pada hukum itu,
34 Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf & Tokoh-Tokohnya di Nusantara (Surabaya: Al Ikhlas) hal.10
33
dengan demikian itikadnya seringkali berbeda atau kelihatan berbeda dengan
pegajian-pengajian ilmu fiqh biasa.35
Dalam perdebatan sebuah permasalahan fiqh maupun persoalan
keislaman lainnya seorang sufi lebih melihat dengan pandangan mereka yang
cukup dalam untuk memahami suatu ijma’, ataupun suatu syari’at. Sebagai
contoh dalam tulisan Aboebakar Atjeh mengenai tokoh sufi Ibn Arabi dimana
dalam sebuah persoalan penentuan kiblat sholat orang Islam yaitu ditetapkan
menghadap Ka’bah, namun Ibn Arabi mengatakan hal itu bukanlah suatu
syarat dengan mengatasnamakan Firman Allah. Hal demikian sepintas seakan-
akan Ibn Arabi akan menentang keputusan berqiblat kepada Ka’bah, namun
hal itu menunjukkan pandangan tasawuf yang telah mempengaruhi ajaran
fiqhnya sehingga pembahasan itu lebih banyak ditujukan kepada hal lain.
Sebagaimana dengan orang tasawuf yang lain melihat syari’at kepentingan
bagi orang awam dan melihat hakekat itu sebagai kepentingan syari’at dan
ilmu fiqh itu baginya tidak lain daripada sebuah muqadimah untuk pelajaran
keadaan hati. Dengan demikian pemikiran filosofi yang kuat dapat
mempengaruhi pandangan seorang sufi.36
Ulama fiqh dan tasawuf memiliki perbedaan dengan jalannya masing-
masing, dimana ahli fiqh biasanya berjalan diatas jalannya sendiri dan ahli
tasawuf berjalan pula menurut keyakinan sendiri, sehingga terjadilah antara
35 Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi (Bandung: SEGA ARSY,2016) hal. 54 36 Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi (Bandung: SEGA ARSY,2016) hal. 57
34
kedua jalan fikiran itu lama kelamaan terbentuk jurang pemisah satu sama
lain. Bahkan tekadang terjadi saling tuduh menuduh antara golongan yang
menamakan dirinya ahli syari’at dengan golongan yang dinamakan ahli
hakekat. Tetapi meskipun demikian jika satu sama lain saling mendekati
dengan mempertahakan pendirian satu sama lain tidak akan menjadi masalah
selama masih ada kerukunan dan sikap toleransi antar kedua pihak. Dalam
ucapan sufi di sebuah percakapan mengenai seorang murid dengan gurunya
yang juga seorang sufi, seolah menunjukkan jalan menuju surga ialah ajaran
syari’at dan jalan menuju Allah adalah Hakikat. 37
Ulama sufi membagi ulama atas dua bagian ada ulama umum dan
ulama khusus. Ulama umum memberikan fatwanya tentang halal dan haram,
dan oleh karena itu mereka dinamakan ahli ustuwanah, yang mengajar pada
tiang-tiang tertentu dalam masjid. Tetapi ulama khusus ialah orang-orang
yang alim tentang ilmu tauhid dan ilmu ma’rifat Tuhan, yang dinamakan ahli
zawiyah dengan kedudukannya yang terasing dan terpencil. Jadi dalam ilmu
tasawuf menurut Aboebakar, banyak cara untuk memahaminya. Namun
pengartian ilmu tasawuf sebagai sebuah ilmu yang mempersulit cara
peribadahan, merupak sebuah pendapat yang keliru. Dimana sebenarnya
adanya ilmu tasawuf dengan beragam macam istilah didalamnya adalah salah
satu jalan untuk mempelajari cara beribadah dengan kesungguhan hati. Bukan
37 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 30
35
hanya sekedar tahu cara melakukan ibadah serta sekedar melakukan tata cara
ibadah itu sendiri, namun tasawuf mengajarkan untuk menanamkan keyakinan
beribadah kepada Tuhan dengan hati yang bersih, dengan ketulusan hati, niat
yang sungguh-sungguh, bukan hanya sekedar tahu dan paham saja.
B. Pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tarekat
Tarekat adalah jalan, petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh nabi dan dikerjakan oleh
sahabat dan tabi’in, turun menurun sampai kepada guru-guru, sambung-
menyambung dan berantai.38 Ketika belajar tasawuf tarekat tidak akan asing
karena tarekat merupakan jalan untuk mempelajari ilmu tasawuf. Dalam
tarekat ada yang dikenal dengan sebutan murid dan guru. Pada dasarnya
tarekat merupakan ajaran yang diperoleh seorang guru yang diamalkan dan
diajarkan kepada muridnya. Syeh atau guru mempunyai kedudukan yang
penting dalam tarekat.
Guru tidak saja merupakan pemimpin yang mengawasi murid-
muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari agar tidak
menyimpang dari pada ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kedalam maksiat,
berbuat dosa besar atau dosa kecil, yang segera harus ditegurnya, tetapi ia
merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam
38 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 47
36
tarekat itu. Ia merupakan perantara dalam ibadah antara murid dan Tuhan.
Oleh karena itu jabatan guru tidaklah dipangku oleh sembarang orang,
meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang suatu tarekat, tetapi
yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan
batin yang murni. Bermacam-macam nama yang tinggi diberikan kepadanya
menurut kedudukan, misalnya nussak, orang yang mengerjakan segala amal
dan perintah agama, ubbad, orang yang mengajar dan memberi contoh kepada
murid-muridnya, imam, pemimpin yang tidak saja dalam segala ibadah tetapi
dalam sesuatu aliran keyakinan, syeh, kepala dari kumpulan tarekat dan
kadang-kadang dinamakan juga denga nama kehormatan sadah yang artinya
penghulu atau orang yang dihormati dan memiliki kekuasaan penuh
dipercayai untuk memegang kekuasan tersebut.39
Dalam beberapa hal seperti yang telah disebutkan, sebagai seorang
guru harus memiliki kebersihan kerohanian dan juga telah mencapai tingkatan
yang tinggi termasuk salah satunya adalah sempurna suluknya dalam ilmu
syari’at dan hakikat menurut Qur’an, Sunnnah dan Ijma’ serta sempurna
pengajarannya dari seorang mursyid, yang sudah sampai pada makam yang
tinggi, dari tingkat ketingkat hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w dan
kepada Allah s.w.t dengan melakukan kesungguhan, ikatan-ikatan janji dan
wasiat, serta memperoleh izin dan idjazah, untuk mengajarkan suluk itu
39 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 59
37
kepada orang lain. Maka dari itu seorang Syeh seharusnya bukan dari
seseorang jahiliyah yang hanya ingin menempati kedudukan sebagai seorang
syeh karena dorongan nafsunya belaka, syeh yang arif mempunyai sifat
sungguh-sungguh dan memiliki sifat sebagaimana yang telah disebutkan.
Seorang syeh yang belum pernah memiliki mursyid, maka mursyidnya itu
adalah setan.
Demikian dengan sorang mursyid mempunyai tanggung jawab yang
berat. Pertama seorang mursyid harus alim dan ahli dalam memberikan
tuntunan kepada murid-muridnya dalam ilmu fiqh, aqa’id dan tauhid dengan
pengetahuan yan dapat menyingkirkan segala prasangka dan keraguan dari
muridnya mengenai persoalan-persoalan. Kedua seorang mursyid harus
memiliki sifat arif untuk mengenal dan bijak dengan segala sifat
kesempurnaan hati, segala adabnya, segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya,
begitu juga mengetahui cara menyehatkannya kembali serta memperbaikinya
seperti semula. Ketiga, seorang mursyid mempunyai belas kasihan terhadap
orang islam, khusunya terhadap murid-muridnya, dapat memberi nasehat dan
selalu memberikan petunjuk kepada murid yang diasuhnya. Keempat, seorang
mursyid pandai menyimpan rahasia. Kelima, tidak menyalahgunakan amanah
dari murid-muridnya. Keenam, tidak memerintah dan melarang muridnya
dengan seenaknya, seorang mursyid dapat memberi contoh yang baik barulah
kemudian diajarkan kepada murid-muridnya. Ketujuh, seorang mursyid tidak
terlalu banyak bergaul ataupun bersenda gurau dengan muridnya, hanya
38
dalam kesempetan melakukan wirid bersama murid serta pengajaran amalan
serta petunjuk mengenai syari’at dan tarekat, sehingga dapat menghindarkan
segala keraguan dan memimpin muridnya beribadah kepada Tuhan dengan
amalan yang sah. Kedelapan, seorang mursyid mengusahakan segala
ucapanyan bersih dari pengaruh hawa nafsu, terutama ucapanya yang pada
pendapatnya akan memberikan bekas kepada kehidupan batin murid-
muridnya. Kesembilan, seorang mursyid selalu bijaksana, lapang dada, ikhlas
serta memberikan amal yang sesuai dengan kemampuan muridnya dengan
tiada suatu paksaan. Kesepuluh, sabar.
Kesebelas mampu menjaga kehormatan dirinya, karena berkurangnya
kehormatan dan kepercayaan terhadapnya adalah musuh terbesar bagi seorang
mursyid. Kedua belas, jangan pernah lupa untuk memberikan petunjuk pada
muridnya setiap kali murindnya telah melakukan kesalahan ataupun belum
melakukan kesalahan. Ketiga belas, menjaga muridnya dari sifat sombong
dengan segala tingkatan yang telah dilampauinya. Keempat belas, melarang
muridnya berbicara banyak kepada temannya tentang keramat dan wirid yang
istimewa, karena lambat laun akan tumbuh rasa berbesar diri pada muridnya
tersebut. Kelima belas, seorang mursyid menyediakan tempat berchalwat, bagi
murid-muridnya, yang tidak diperbolehkan masuk seorangpun dari pada anak-
anaknya kecuali untuk keperluan khusus, begitu pula dengan seorang mursyid
menyediakan sebuah tempat khusus untuk dirinya dengan sahabat-sahabatnya.
Keenam belas, hendaknya dijaga agar muridnya tidak melihat segala gerak
39
gerik mursyidnya, tidak melihat tidurnya, tidak melihat cara makan
minumnya, karena sewaktu-waktu dapat menghilangkan kehormatannya.
Ketujuh belas, mencegah muridnya untuk memperbanyak makan, karena akan
memperlambat tercapainya latihan-latihannya. Kedelapan belas, melarang
muridnya berhubungan dengan Syeh tarekat lain, karena seringkali yang
demikian itu memberikan akibat yang kurang abaik bagi muridnya. Tetapi jika
yang demikian itu tidak mengurangi kencintaan muridnya karena pergaulan
tersebut maka diperbolehkan. Kesembilan belas, melarang muridnya untuk
pulag-balik kepada raja dan orang besar dengan tidak ada keperluan tertentu,
karena pergaulannya dapat membesarkan nafsu keduniaannya dan meupakan,
bahwa ia sedang dididik berjalan keakhirat. Kedua puluh, mursyid selalu
dalam khotbah-khotbahnya mempergunakan kata-kata dan cara-cara yang
lemah lembut yang dapat menawan hati dan fikiran, jangan sekali-sekali
khotbahnya mengandung kecaman, karena yang demikian itu dapat
menjauhkan jiwa muridnya dari padanya. Keduapuluh satu, apabila seseorang
mengundangnya, maka ia menerima undangan itu dengan penuh kehormatan
dan penghargaan, begitu pula dengan rasa merendahkan diri. Keduapuluh dua,
apabila duduk ditengah-tengah murinya, maka ia duduk dengan tenang dan
penuh sabar, jangan banyak menoleh kekiri-kekanan, jangan melunjurkan
kakinya ditengah-tengah mereka, jangan menutup matanya ditengah-tengah
pertemuan, merendahkan suaranya, menghindarkan sifat-sifat tercela, karena
apa yang dilakukan itu semuanya akan dituruti oleh muridnya yang dianggap
40
sebagai kelakuan-kelakuan yang terpuji dan ditirunya. Kedua puluh tiga
bahwa ia harus menjaga sikap pada waktu seorang muridnya datang
menemuinya jangan memalingkan pandangan, apabilan ia datang kepada
seorang murid hendaklah dijaga sopan santun tingkah lakunya dalam keadaan
yang sebaik-baiknya.
Keduapuluh empat, hendaklah ia suka bertanya kepada seorang murid
yang yang tidak hadir atau kelihatan serta memeriksa sebab tidak hadir itu.
Apabila murid itu ternyata sakit, segeralah menengok, apabila murid itu
memerlukan sesuatu maka segera berikhtiar untuk menolongnya, apabila
murid ternyata uzur hendaklah ia menyuruh memanggil dan berkirim salam.
Ghazali menyatakan, bahwa murid tak boleh tidak harus memiliki
syeh yang memimpinnya, sebab jalan imam adalah samar, sedang jalan iblis
banyak dan terang. Dan siapa yang tak mempunyai Syeh sebagai penunjuk
jalan, ia pasti akan dituntun oleh iblis dalam perjalanannja. Karena itu murid
harus berpegang kepada Syehnya, sebagaimana seorang buta dipinggir sungai
berpegang kepada pemimpinnya, mempertanyakan diri kepadanya, jangan
menentangnya sedikitpun dan berjanji mengikutinya dengan mutlak. Murid
harus tahu, bahwa keuntungan yang didapatinya karena kekeliruan Syehnya,
apabila ia bersalah, lebih besar daripada keuntungan yang diperolehnya dari
kebenarannya sendiri apabila ia benar. 40
40 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 64
41
Adab murid terhadap gurunya cukup banyak, namun yang terpenting
adalah seorang murid tidak boleh sekali-kali menentang gurunya, sebaliknya
harus membesarkan kedudukan gurunya itu lahir dan batin. Ia tidak boleh
meremehkan apalagi mencemoohkan, mengecam gurunya didepan dan
dibelakang. Salah satu yang harus diyakini ialah bahwa maksud nya itu hanya
akan terjadi karena didikan dan asuhan gurunya, dan oleh karena itu jika
pandangannya terpengaruh oleh pendapat guru-guru lain, maka yang demikian
itu akan menjauhkan dirinya daripada mursyidnya, dan tidak akan ada
limpahan atas percikan cahaya dari guru. Selain menghargai dan menghormati
gurunya, seorang murid juga harus memiliki adab terhadap sendiri. Adab
murid terhadap dirinya sendiri dalam kehidupan tarekat yang terpenting
adalah mempercayai dan meyakini Allah ta’ala itu senantiasamelihat
kepadanya dan mengawasi dia didalam segala tingkah lakunya dan dalam
segala keadaan, oleh karena itu hendaklah ia selalu ingat kepadaNya baik
sedang berjalan, baik sedang duduk, atau sedang sibuk dengan salah satu
pekerjaannya, karena semua itu tidak dapat mencegah dia dari pada dzikir dan
ingat kepada Tuhannya, bahkan demikian rupa sehingga nama Tuhan itu
mengalir keseluruh pokok dan liang-liang hatinya.
Tarekat menurut Aboebakar dapat diartikan sebagai cara atau jalan
untuk melakukan syari’at, ajaran-ajaran, tuntunan beribadah yang sunguh-
sungguh dengan mempelajari ilmu-ilmu dari guru dan mengamalkannya
dengan kebersihan jiwa agar senantiasa khusuk dalam beribadah kepada
42
Tuhan. Ajaran dalam tarekat yang terlihat adalah kehormatan seorang guru
yang mengajarkan ajaran kepada muridnya, serta bagaimana murid
menghormati gurunya agar ilmu pengajaran dari guru dapat diterima dan
diamalkan sesuai dengan syari’at yang telah dituntunkan. Seorang guru juga
menghargai dan menghormati hak seorang murid serta sebaliknya murid dan
guru harus dapat menciptakan sebuah suasana yang baik dalam rangka
mempelajari syari’at ajaran agama yang diberikan Tuhan kepada makhluk-
makluknya. Sesuai tujuan penciptaan alam semesta beserta isinya untuk
senantiasa tunduk dan beribadah kepada Tuhan.
C. Hubungan Tarekat dan Tasawuf
Tarekat dan tasawuf merupakan hal yang saling berkaitan satu sama
lain. Dalam pengertian singkatnya tasawuf merupakan sebuah ilmu dan
tarekat merupakan jalan untuk memelajari ilmu tasawuf. Orang Islam yang
tidak mengerti Ilmu tasawuf seringkali bertanya secara mengejek, mengapa
ada pula ilmu tarekat, apa tidak cukup ilmu fiqh itu saja dikerjakan untuk
melaksanakan ajaran islam itu. Orang yang bertanya demikian itu sebenarnya
demikian itu sebenarnya sudah melakukan ilmu tarekat, tatkala gurunya yang
mengajarkan ilmu Fiqh itu kepadanya, misalnya sembahyang, menunjuk dan
membimbing dia, bagaimana mengangkat tangan pada waktu takbir
pembukaan, bagaimana berniat yang sah, bagaimana melakukan bacaan,
bagaiana melakukan mukti dan sujud, semuanya itu dengan sebaik-baiknya.
43
Semua bimbingan guru itu dinamakan tarekat, secara minimum tarekat
namanya, tetapi jika pelaksanaan ibadah itu berbekas kepada jiwanya,
pelaksanaan itu secara maksimum hakekat namanya, sedang hasilnya sebagai
tujuan terakhir dari pada semua pelaksanaan ibadah itu ialah mengenal Tuhan
sebaik-baiknya, yang dengan istilah sufi Ma’rifat namanya. Mengenal Allah,
untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadah itu.41
Dalam ilmu tasawuf penjelasan ini disebutkan syari’at itu merupakan
peraturan, tarekat itu merupakan pelaksanaan, hakekat itu merupakan keadaan
dan ma’rifat itu adalah tujuan yang akhir. Dengan kata lain Sunnah harus
dilakukan dengan tarekat, tidak cukup hanya keterangan dari nabi saja, jika
tidak dilihat pekerjaan dan cara melakukannya, yang melihat itu adalah
sahabat-sahabat, yang menceritakan kembali kepada murid-muridnya, yaitu
tabi’in, yang menceritakan pula kepada pengikutnya, yaitu tabi’in-tabi’in dan
selanjutnya, sebagaimana yang dituliskan dalam hadist , dalam Asar dan
dalam kitab-kitab ulama. Jadi dengan demikian itu dapatlah kita katakan
bahwa bukanlah Qur’an itu tidak lengkap atau Sunnah dan Ilmu Fiqh itu tidak
sempurna, tetapi masih ada penjelasan lebih lanjut dan bimbingan lebih
teratur, agar pelaksanaan dari pada peraturan-peraturan Tuhan dan Nabi itu
dapat dilakukan menurut semestinya, tidak menurut penangkapan otak orang
yang hanya membacanya saja dan melakukan sesukanya. Naqsabandi berkata
41 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 47
44
bahwa syari’at itu segala apa yang diwajibkan, dan hakekat itu tidak bisa
terlepas dari syari’at. Seperti yang dimaksudkan Imam Malik bahwa barang
siapa mempelajari fiqh saja tidak mempelajari tasawuf , maka dia fasik,
barang siapa mempelajari tasawuf saja dengan tidak mengenal fiqh, maka dia
itu zindiq, dan barang siapa mempelajari serta mengamalkan keduanya, maka
itulah mutahaqqiq yaitu ahli hakekat yang sebenarnya.42
Ketika seseorang berniat untuk bersungguh-sungguh dalam
mendekatkan diri kepada Allah maka hal yang perlu dilakukannya adalah
mempelajari cara untuk melakukan ibadah yang baik dan benar menurut
tuntunan yang telah diberikan Tuhan kepada makluknya melalui para manusia
pilihannya yaitu para nabi dan rosul yang kemudian diajarkan kepada
pengikut rosulullah. Untuk mempelajari cara beribadah dibutuhkan sebuah
ilmu, untuk mengamalkan ilmu tersebut diperlukan cara. Begitu pula
hubungan tasawuf dan tarekat sebagai ilmu dan cara untuk melakukan ibadah
yang baik dengan kesungguhan hati, kebersihan jiwa serta ketulusan hati
untuk fokus dan khusyuk dalam mekukan suatu ibadah. Seperti contoh kecil
ketika seseorang tengah belajar tata cara beribadah dengan ustadz atau
gurunya.
42 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 48
45
BAB IV
ANALISIS TERHADAP KARYA ABOEBAKAR ATJEH
TENTANG TAREKAT DAN TASAWUF
A. Tinjauan Krisis Terhadap Pemikiran Aboebakar Atjeh
Berikut ini merupakan hasil tinjauan ktitis terhadap pemikiran
Aboebakar Atjeh tentang tasawuf. Menurut Aboebakar Atjeh ilmu tasawuf,
sufisme dan tarekat merupakan satu kesatuan yang berkaitan satu sama lain
ketika seseorang mempelajari ilmu tasawuf berarti ia melakukan tarekat
minimum dimana seperti contoh ketika seorang muslim belajar mengenai tata
cara sholat maka ia telah melakukan ajaran tarekat kepada guru atau orang
yang mengajarinya. Antara tarekat dan tasawuf harus seimbang agar tidak
menimbulkan sebuah penyimpangan ilmu. Adapun penggambaran hubungan
tasawuf dengan tarekat yang telah dituliskan dalam buku karya Aboebakar
Atjeh yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat uraian tentang mistik. Dalam
bukunya ini pembaca akan dapat mengenal dunia tarekat dan tasawuf lebih
dekat dengan mengenal asal usul tasawuf serta tarekat dan pembagian tarekat
kemudian hal yang lain yang berkaitan.
Pada bukunya yang berjudul Wasiat Ibn Arabi, Aboebakar Atjeh
menerangkan tentang perbedaan antara pemikiran tasawuf Ibn Arabi dengan
ulama tasawuf lain seperti Al Ghazali. Dalam tulisannya inilah sebagaimana
disebutkan Ibn Arabi merupakan salah satu tokoh tasawuf yang memiliki
46
ucapan cukup keras dengan mengucap ucapan bedasarkan kekuatan
pribadinya. Memang Ibn Arabi merupakan seorang tokoh tasawuf yang
dikenal sebagai pengajar ilmu sesat pada kalangan orang awam, namun hal itu
tak lantas dapat dijadikan sebagai sebuah keputusan untuk menyalahkan
adanya ilmu tasawuf dalam dunia islam. Ketika melihat karya Aboebakar,
perbedaan antara Ibn Arabi dan Al-Ghazali akan terlihat jelas dengan
uraiannya mengenai kepengaruhan ilmu tasawuf yang dipelajari oleh Ibn
Arabi telah mempengaruhi ajaran fiqhnya, dimana pada pengertian Ibn Arabi
mengenai arti Tuhan dan permasalahan Fiqh islam lainnya, semisal penentuan
arah kiblat menjadi sorotan yang cukup mengherankan ketika ucapan-ucapan
Ibn Arabi yang mengatakan bahwa Ka’bah bukan merupakan suatu syarat
arah kiblat ketika dalam ajaran fiqh hal itu merupakan suatu syarat. Ajaran
tasawuf yang dipelajari oleh Ibn Arabi telah mencapai tingkatan yang tinggi
dimana Ibn Arabi mengartikan sebuah kehidupan dengan arti lain yang mana
pandangan orang lain mungkin tidak akan dapat memahami pemikirannya
tersebut. Ibn Arabi telah mengalami perubahan, ia telah beralih dari suatu
babakan hidup kepada babakan hidup yang lain, dari babakan hidup cinta
kepada makhluk bumi kepada cinta terhadap kawakib, bintang-bintang yang
menjadi buah mimpinya pada malam hari, adapun mimpi yang pernh di
impikan oleh nabi yusuf ketika Ibn Arabi bermimpi bertemu denga sepuluh
bintang dan bulan yang sujud kepadanya. Dalam cerita Ibn Arabi itu dapat
diketahui seorang sufi meletakkan makna hidup itu lebih tinggi daripada
47
hidup biasa, terkadang demikian tingginya sehingga orang biasa tak dapat
memahaminya, jika mereka membicarakan sesuatu hubungan dalam Islam,
maka yang dipentingkan ialah tujuan daripada hukum itu dan dengan
demikian ijtihadnya acapkali berbeda atau terlihat berbeda dengan pengajaran
fiqh biasa.43
Perbedaan pemikiran antara Al-Ghazali dan Ibn Arabi yang terlihat
adalah ketika Al-Ghazali menghormati hukum-hukum dan mengajarkan
ajaran fiqh, sesudah itu barulah ia pindah kepada pengertian sufi. Sedangkan
perhatian Ibn Arabi beralih dari bumi ke angkasa raya, meningkat bersama
panggilan jiwanya ke langit, kepada keindahan bintang-bintang yang
bertaburan di cakrawala, pandangannya berpindah dari ruang bilik yang
sempit keluar dunia yang lebih luas dan kepada keindahan yang
mengagumkan serta menajubkan. Ibn Arabi jatuh cinta, cinta yang mesra,
cinta yang berpadu dengan kepuasan ruhani. Ia duduk termenung pada malam
hari yang sepi, sambil bertopang dagu, melihat dengan sirnya keindahan
bintang-bintang itu sejauh mata memandang. Ia mengaku dalam karangannya
pada suatu malam Ibn Arabi bermimpi mengawasi bintang-bintang, tidak ada
sebuahpun diantara bintang yang tidak dinikahinya, dengan kelezatan ruhani
yang mesra, dan dalam kata-kata Ibn Arabi semua bulan dan bintang telah
43 Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi (Bandung: SEGA ARSY,2016) Hal. 58
48
membukakan pengetahuan yang luas tentang alam semesta, tentang rahasia
yang dalam.44
Dalam khazanah Islam, pemikiran manusia biasanya ada tiga tingkat.
Tingkat pertama, tingkat rasional, logis. Tingkatan kedua adalah yang bersifat
spiritual, rohaniah. Yang ini terkait dengan perasaan-perasaan atau
pengalaman-pengalaman keagamaan, dan diantara keduanya ada imajinasi,
atau daya imajinal. Yang bersifat rasional-logis biasanya disampaikan lewat
bahasa yang mengandalkan prosedur logis. Yang spiritual, kata dari sebagian
orang, termasuk salah satunya Al-Ghazali, seorang sufi besar dalam sejarah
islam 45 tak bisa diungkapkan secara rasional. Tetapi beberapa sufi tertentu
mencoba mengungkapkannya, termasuk di dalamnya yang amat terkenal dan
produktif dalam mengungkapkan perasaan-perasaan keagamaan adalah Ibn
Arabi. Perbedaan pemikiran biasa dengan pemikiran sufi itulah yang
mempengaruhi pengertian dari suatu permasalahan dalam dunia keislaman.46
Qusyairi, salah seorang penulis buku standar tentang Tasawuf, dalam
salah satu perbincangannya tentang terminologi sufi menunjukksn bahwa
keadaan-keadaan mistikal bukanlah merupakan hasil dari upaya, melainkan
bagian dari barokah Tuhan. Pada ungkapan-ungkapan orang sufi banyak
ungkapan yang menjadi sebuah rumus pemahaman tasawuf seperti contoh
44 Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi (Bandung: SEGA ARSY,2016) Hal. 58 45 Haidar Bagir, Islam Tuhan Islam Manusia, Agama dan Spiritualitas di Zaman Kacau (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2017) Hal.64 46 Haidar Bagir, Islam Tuhan Islam Manusia, Agama dan Spiritualitas di Zaman Kacau (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2017) Hal.59
49
ungkapan Ibn Arabi, Harf merupakan sebuah ungkapan yang dengannya
Tuhan berkomunikasi denganmu. Dengan kata lain, bukan hanya para sufi
seperti menyangkal bahwa ilham datang dari alam imajinal-jika ia dipercayai
sebagai berada di bawah tingkat alam rasional, seperti yang dipahami para
filsuf-mereka boleh jadi tak percaya pada keperluan untuk membatasinya
dengan daya rasional. Satu-satunya pembatasan bagi para sufi muncul oleh
keperluan mempertimbangkan konteks pengajaran ilham-ilham kepada para
murid sufisme yang belum mencapai suatu tingkat yang memampukan
mereka untuk menyerap ilham-ilham itu dalam segenap keseluruhannya. Itu
yang menyebabkan para sufi terkadang menyederhanakan setiap ilham yang
diterimanya dalam pengalaman-kemistikan yang dilewati dengan sebuah
bahasa yang lebih sederhana dan sesuai.47
Melihat buku karya Aboebakar Atjeh ilmu tasawuf hadir dalam dunia
keislaman karena para sufi melihat kerusuhan di dunia tentang manusia yang
tidak percaya dengan keberadaan Tuhan dan manusia yang cenderung
mencintai dirinya sendiri. Sebab pertama manusia tidak percaya tentang
adanya Tuhan dalam kehidupannya mengakibatkan manusia tidak takut
dengan larangan dan tidak patuh terhadap perintah-perintah Tuhan untuk
mengdakan perdamaian di dunia ini. Hal itu yang dimaksudkan dalam
membentuk manusia yang mengenal Tuhannya dan senantiasa beribadah
47 Haidar Bagir, Islam Tuhan Islam Manusia, Agama dan Spiritualitas di Zaman Kacau (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2017) Hal.65
50
kepada Tuhannya. Sebab yang kedua ketika manusia cenderung mencintai
dirinya sendiri menyebabkan timbulya beberapa keadaan, seperti mencintai
harta benda dan kekayaan, mencintai makan minum yang lezat, yang
berlimpah-limpah, mencintai anak isteri yang berlebihan, mencintai rumah
tanggga yang besar dan megah, mencintai kedudukan yang tinggi dan
berpengaruh, mencintai nama yang harum dan masyhur, yang akhirnya
membawa kepada kecintaan yang sangat kepada dunia dan ingin hidup kekal
diatas permukaan bumi.48
B. Relevansi Pemikiran Aboebakar Atjeh Terhadap Perkembangan
Intelektual Islam Di Indonesia.
Relevansi Pemikiran Aboebakar tentunya dalam bidang keilmuan
tasawuf yang berkembang di Indonesia cukup banyak mengenai bagaimana
ilmu tasawuf menjadi suatu kajian ilmu yang cukup populer dalam era
modern meskiput dalam penyebutanya bermacam-macam. Ajaran ajaran
tasawuf yang berkembang di Indonesia menimbulkan dampak yang
mengemparkan masayarakat muslim khususnya para pemeluk agama islam di
Indonesia. Terkadang hal itu menjadi sebuah perdebatan dalam penentuan
suatu aturan syari’at Islam. Pengaruh fanatisme sering kali menjadi penyebab
utama para ahli tasawuf dijadikan sebagai sebuah hujatan yang dikecam oleh
48 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 3
51
masyarakat. Penguatan argumen dan penegasan pendirian satu sama lain
tentang keyakinannya masing-masing yang dapat saling menguatkan
hubungan antar berbagai pihak. Dalam keadaan seperti itu karya-karya
Aboebakar Atjeh dapat dijadikan sumber rujukan untuk memahami arti
tasawuf dan bagaimana cara membandingkan sebuah pemikiran tentang
tasawuf yang berada dalam tuntunan Islam dan ajaran tasawuf mana yang
sudah melampaui batas, dan bahkan menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam.
Kontribusi Aboebakar Atjeh dalam perkembangan intelektual di
Indonesia tentunya adalah menambah khasanah keilmuan khususnya pada
ilmu tasawuf dan umumnya pada dunia keislaman. Selain sebagai
penyumbang sumber keilmuan dalam tasawuf karya beliau juga banyak
menyumbang dalam ilmu sejarah seperti karyanya yang membahas mengenai
sejarah masuknya islam, sejarah Alqur’an, sejarah masjid serta buku
bertemakan keislaman lainnya. Dalam tasawuf dan tarekat seringkali dianggap
sebagai ilmu yang menyimpang dari ajaran islam karena dianggap sebagai
ilmu yang berada dari luar umat islam. Namun adanya karya Aboebakar Atjeh
dapat membantu menerangkan bagaimana konsep dalam tasawuf serta tarekat
dapat dipelajari dari asal mula munculnya ajaran tarekat serta ajaran seperti
apa yang dikatakan sebagai suatu ajaran yang menyimpang akan dapat
dipelajari di dalam buku karya Aboebakar salah satunya Pengantar Ilmu
Tarekat.
52
Mengenai tasawuf dan tarekat, tulisan Aboebakar Atjeh dapat
dijadikan rujukan dalam masalah mistisme islam (tasawuf). Aboebakar telah
menghadirkan karya penting diantaranya buku dengan judul Pengantar
Sejarah Sufi dan Tasawuf serta Pengantar Ilmu Tarekat. Melihat dari judulnya
pembahasan mengenai tasawuf dan tarekat merupakan bagian dari objek yang
dikaji oleh Aboebakar Atjeh. Selain pada kedua karyanya tersebut sebuah
karya yang membahas mengenai seorang tokoh tasawuf juga ada seperti buku
yang berjudul Wasiat Ibn Arabi. Tidak hanya menambah pengetahuan tentang
tarekat dan tasawuf, adanya seorang intelektual islam yang mempunyai
ketekunan dan kecerdasan seperti Abobakar menandakan bahwa tidak hanya
intelektual barat yang bisa mengkaji dan menyajikan ilmu-ilmu yang
membutuhkan pemikiran filosofis, namun di Indonesia juga ada tokoh-tokoh
muslim yang memberikan hal seperti itu.
Pada buku Aboebakar Atjeh yang berjudul Wasiat Ibn Arabi, para
peneliti maupun pengkaji ilmu tasawuf akan dapat mempelajari bagaimana
seorang sufi yang telah masuk pada tingkatan puncak pada sebuah ajaran
tasawuf akan mengalami peralihan dari kehidupan biasa pada tingkatan yang
berada diluar akal manusia pada umumnya. Tidak hanya dapat mempelajari
tentang bagaimana pemikiran Ibn Arabi mengenai tasawuf, dalam bukunya
tersebut pemikiran Al Ghazali juga dihadirkan untuk mengetahui
perbandingan antara pemikiran tasawuf yang telah melampaui batas wajar
hingga seorang manusia dapat menafsirkan arti Tuhan, manusia, seluruh alam
53
semesta dan arti kehidupan dalam tingkatan diluar ambang pemikiran manusia
awam pada umumnya. Buku berjudul Wasiat Ibn Arabi ini dapat menjadi
sumber pengetahuan mengenai konsep Wahdatul Wujud yang disebutkan oleh
Ibn Arabi. Menurut Aboebakar Atjeh dalam tulisannya, Ibn Arabi telah
dianggap sebagai penganut mazhab hulul dan ittihad dimana zat Tuhan dan
manusia itu bersatu padu, dan dengan demikian itu lalu ia dikafirkan, serta
dalam masa pemerintahan Islam yang lampau, banyak kitabnya yang dibakar
sehingga peneliti sekarang sulit untuk meneliti tentang salah satu tokoh
tasawuf yang cukup terkenal yaitu Ibn Arabi.49
Jika melihat keadaan intelektual khususnya pada era kemerdekaan,
peran serta kontribusi Aboebakar Atjeh cukup banyak menghasilkan bantuan
untuk perkembangan Intelektual di Indonesia dengan melalui karya-karyanya
yang cukup banyak membahas tentang dunia keislaman. Peran Aboebakar
dalam dunia kepustakaan juga ditunjukkan melalui kinerjanya di
perpustakaan-perpustakan di Jakarta dan di Yogjakarta. Tidak banyak buku
yang mengungkap tentang peran Aboebakar Atjeh namun hal ini tidak
menjadi suatu permasalahan untuk menggambarkan peran dan pemikiran
Aboebakar khususnya di bidang keilmuan tarekat dan tasawuf. Karya
Aboebakar Atjeh mengenai Ibn Arabi dapat dijadikan sebagai tolak ukur
49 Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi (Bandung: SEGA ARSY,2016) Hal. 22
54
untuk memahami bagaimana Ibn Arabi dianggap sebagai seorang yang kafir
dan terkutuk dikala orang berhadapan dengannya.50
Sebagai seorang penulis pada masa awal kemerdekaan, Aboebakar
Atjeh mencoba untuk menemukan titik-titik persoalan yang terjadi pada
permasalahan tentang perbedaan penafsiran serta pertengkaran yang terjadi
antara golongan sufi, golongan fiqh, golongan tasawuf sunni dan golongan
zahiriah dan bathiniah . Selain itu Aboebakar Atjeh berupaya untuk
menjernihkan pengertian tasawuf, dalam rangka membasmi gerakan batin atau
klenik dalam masyarakat.
50 Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi (Bandung: SEGA ARSY,2016) Hal. 62
55
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah mengkaji dan menganalisis pemikiran Aboebakar Atjeh,
sebagaimana telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yang
pertama mengenai Tasawuf menurut Aboebakar Atjeh diartikan sebagai
sebuah kajian ilmu mistik yang membahas tentang hubungan manusia dengan
Tuhan. Ilmu tasawuf merupakan salah satu pembentukan akhlak. Dalam
tahapan tasawuf ada empat yang pertama adalah Syari’at, kedua Tarekat,
ketiga Hakekat dan keempat Ma’rifat. Syari’at merupakan suatu tuntunan,
tarekat adalah jalan untuk melakukan tuntunan itu, hakekat adalah pencapaian
pertama setelah menguasai syari’at dan tarekat, kemudian tujuan akhir dari
ilmu tasawuf adalah mencapai ma’rifat. Ma’rifat yang dimaksudkan adalah
ketika seorang Sufi telah memahami dan menanamkan dalam dirinya
bagaimana menjadi seorang makhluk Tuhan yang baik dan bagaimana cara
beribadah kepadanya dengan ketulusan hati bukan hanya sekedar melakukan,
namun juga menghayati dari setiap peribadahannya sebagai wujud keyakinan
bahwa Tuhan itu ada untuk segala keadaan kehidupan makhluknya.
Melalui karya Aboebakar Atjeh mengenai tasawuf, kita dapat belajar
banyak mengenai bagaimana ilmu tasawuf muncul pada awalnya, dan
56
bagaimana ilmu tersebut berkembang. Dalam tulisannya ilmu tasawuf disebut
sebagai salah satu imu yang hadir dari para tokoh diluar islam yang berasal
dari agama diluar islam. Ilmu tasawuf merupakan adopsi dari ilmu-ilmu
agama lain seperti kegiatan berkhalwat dalam tarekat yaitu berdiam diri
dalam suatu tempat yang sepi, itu hampir sama dengan bertapa yang
dilakukan orang Budha dan Hindu. Namun semua itu tergantung dari sudut
pandang masing-masing orang. Dalam setiap keyakinan atau agama tertentu
pasti memiliki persamaan dalam hal ibadah namun tujuannya hanya satu yaitu
beribadah kepada Tuhan mereka masing-masing. Tidak akan ada ajaran
agama ketika manusia tidak meyakini adanya Tuhan sebagai zat tertinggi
yang ada dalam kehidupan ini.
Tasawuf merupakan ilmu tentang pembentukan akhlak dimana
tasawuf juga memiliki hubungan dengan Tarekat sebagai cara untuk
melakukan tuntunan dalam membentuk akhlak manusia yang baik kepada
sesama makhluk dan kepada Tuhannya. Tarekat merupakan bagian yang erat
hubunganya dengan tasawuf bagaimana cara pengajaran syari’at dimana ada
seorang guru sebagai penuntun dan murid sebagai orang yang sedang belajar
mengenai suatu tuntunan dan diantara keduanya harus saling menghargai serta
menghormati agar ilmu yang diajarkan dapat membawa hasil yang baik.
Demikian kesimpulan yang dapat penulis sampaikan dalam skripsi ini
sebagaimana yang telah dipaparkan di uraian sebelumnya merupakan
57
penjabaran dari hasil penelitian mengenai pemikiran Aboebakar Atjeh melalui
kajian pustaka dari karya-karya Aboebakar Atjeh dan buku-buku berkaitan
dengan tarekat dan tasawuf.
B. SARAN-SARAN
Seperti yang telah diuraikan di atas, maka penulis memberikan
beberapa saran yang kiranya dapat dijadikan sebagai perhatian untuk peneliti
setelah saya ataupun pembaca lainnya. Saran penulis untuk peneliti lain untuk
para pengkaji tasawuf dapat belajar dari karya-karya Aboebakar Atjeh
mengenai permasalahan tasawuf. Karya-karya Aboebakar Atjeh merupakan
tulisan yang berkontribusi untuk perkembangan pengetahuan di Indonesia.
Saran untuk para pembaca lain, semoga pembaca dapat belajar dari karya
Aboebakar Atjeh mengenai Ilmu Tarekat dan Tasawuf untuk menambah
wawasan di dunia keilmuan tasawuf dan ajarannya. Selain itu belajar dari
karya Aboebakar Atjeh lainnya yang berkaitan dengan keislaman.
Tidak hanya saran dari penulis, saran dari peneliti lain dan juga
pembaca untuk penulisan skripsi ini juga dibutuhkan guna memperbaiki
penulisan tulisan lainnya dari penulis agar dapat menyajikan tulisan lainnya
yang lebih baik lagi.
58
C. PENUTUP
Alhamdulillah akhirnya penulisan skripsi mengenai uraian pemikiran
Aboebakar Atjeh serta analisis terhadap pemikirannya yang tertuang melalui
karya-karya tulisan Aboebakar Atjeh telah terselesaikan. Puji syukur kehadirat
Tuhan senantiasa tercurah atas berkat Rahmat Hidayah-Nya penulisan ini
telah menjadi satu tulisan yang menjadi syarat kelulusan dalam menempuh
studi S1. Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak kekurangan yang
menjadi kekurangan penulis sebagai makhluk Tuhan yang tak luput dari
kesalahan. Maka segala masukan dari peneliti dan seluruh pembaca dapat
dijadikan masukan. Akhirnya dengan memohon do’a mudah-mudahan skripsi
ini membawa manfaat bagi pembaca dan penulis khususnya, selain itu semoga
memberi khasanah ilmu pengetahuan yang positif
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
59
DAFTAR PUSTAKA
Aboebakar Atjeh , Aliran Syi’ah di Nusantara, Jakarta: Yayasan
Alhassanain as.
Hamid, Shalahuddin, 100 tokoh islam paling berpengaruh di
Indonesia, Jakarta: PT.INTIMEDIA CIPTA NUSANTARA, 2003.
KPS, Wahid Hasyim. Untuk Republik dari tebu Ireng. Seri buku
Tempo: Tokoh Islam Di awal Kemerdekaan.
Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, Jakarta: FA. H. M. TAWI
& SON BAG. Penerbitan, 1966
Muhammad Abd.Haq Ansari, Antara Sufisme dan Syari’ahí, Jakarta
Utara: CV. Rajawali, 1990.
HM. Amin Syukur, MA, Menggugat Tasawuf , Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR, 2002.
Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi, Bandung: SEGA ARSY,2016.
Haidar Bagir, Islam Tuhan Islam Manusia, Agama dan Spiritualitas di
Zaman Kacau, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2017.
Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf & Tokoh-Tokohnya
di Nusantara, Surabaya: Al Ikhlas.
Majelis Diktilitbang dan LPI PPMuhammadiyah,1 Abad
Muhammadiyah Jakarta:KOMPAS.2010.
A.Taufiq, Tuhana, Aceh Bergolak Dulu dan Kini, Yogyakarta:GAMA
GLOBAL MEDIA.2000.
60
Azra, Azyumardi dkk, Ensiklopedi Tasawwūf: I, Bandung: Angkasa,
cet.I, 2008.
Esoterik: Jurnal Akhlak Tasawuf, Pemikiran Tasawuf Imam Al
Ghazali, Vol 2 Nomor 1 2016
Aboebakar Atjeh, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Jakarta: YAYASAN
BAITUL MAL, 1969
Aboebakar Atjeh, Ilmu Fiqh Dalam Lima Madzhab, Jakarta:
ISLAMIC RESEARCH INSTITUTE, 1977.
Aboebakar Atjeh, Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia, Solo:
Ramadhani, 1971
Misri A.Muchsin, Tasawuf di Aceh Dalam Abad XX, Yogyakarta:
IAIN Sunan Klijaga, 2003.
61
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Luthfi Kaifahmi
Tempat, tanggal lahir : Kab. Semarang, 13 Agustus 1995
Alamat : Tarukan RT02/V Ds. Candi, Kec. Bandungan
Kabupaten Semarang
Nama Orang tua :
a.) Ayah : Mat Ali
b.) Ibu : Siti Baitiyah
Pendidikan :
- TK : TK Keluarga Candi, Kalipawon, Kec. Bandungan
- SD : SDN CANDI 01, Kalipawon, Kec. Bandungan
- SLTP : SMP Negeri 01 Sumowono, Kec. Sumowono
- SLTA : SMK N 01 Bawen, Kab. Semarang