PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN...

124
i PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam Oleh: SITI LESTARI NIM : 063111037 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

Transcript of PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN...

Page 1: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

i

PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK

DALAM PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1)

dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam

Oleh:

SITI LESTARINIM : 063111037

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

Page 2: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

ii

Page 3: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

iii

Page 4: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

iv

MOTTO

!$yJ x.$uZù=y™ö‘r&öN à6‹ ÏùZwq ß™u‘öN à6ZÏiB(#q è=÷G tƒöN ä3 ø‹ n=tæ$oY ÏG» tƒ#uäöN à6ŠÏj. t“ ムurãN à6 ßJ Ïk=yèムur

|=» tG Å3 ø9$#sp yJ ò6 Ïtø:$#urN ä3 ßJ Ïk=yèムur$BöN s9(#q çRq ä3 s?tbq ßJ n=÷ès?ÇÊÎÊÈ

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah

mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami

kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-

Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu

ketahui.1

(Q.S. Al-Baqoroh: 151)

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba,

karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun

kesempatan untuk berhasil.

(Mario Teguh)

1 Soenarjo, Al-Qur an Dan Tarjamahnya, (Surabaya: Mahkota, 1989) , hlm. 38

Page 5: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

v

PERSEMBAHAN

Karya ini didedikasikan khususnya untuk kedua oranng tuaku,Bpk. H. Jaelani dan Ibu Wahyuni

dan umumnya untuk seluruh cendikiawan yang menghendakiperbaikan dan kemajuan pendidikan Islam

Page 6: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi

ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 6 Desember 2010

Deklarator,

Siti Lestari063111037

Page 7: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

vii

ABSTRAKSI

Siti Lestari (NIM: 63111037). Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalamPendidikan Islam. Skripsi. Semarang: Program Strata 1 Jurusan PendidikanAgama Islam IAIN Walisongo, 2010.

Penelitiaen ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan yang munculdalam dunia pendidikan akibat terjadinya dekadensi moral masyarakat yangsebagian besar dilakukan generasi muda yang notabenenya masih menyandangpredikat peserta didik atau masih terikat dalam lembaga pendidikan formal.Ketidak seimbangan antara input intelektualitas dan pembentukan karakter inimenimbulkan sikap skeptis dari kalangan masyarakat terhadap kemampuanpendidik sebagai agen pendidikan yang bertanggung jawab dalam memenuhikebutuhan peserta didik baik spiritual, intelektual, moral, estetika, maupunkebutuhan fisik peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruhpotensinya yang meliputi potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik sesuaidengan nilai-nilai ajaran Islam. Sikap ini menunjukkan masih rendahnyakesadaran akan pentingnya mengintegrasikan peran orang tua, guru danmasyarakat sebagai serangkai pendidik yang masing-masing menempati peranvital dalam pembentukan peserta didik yang paripurna dalam hal intelektual,akhlak dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Berdasarkan kondisi di atas,penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1). Makna pendidik dalam pendidikanIslam, 2). Pandangan Hamka tentang pendidik dalam pendidikan Islam, 3).Relevansi pemikiran Hamka dengan pendidikan Islam sekarang.

Berdasarkan data-data yang terkumpul dalam bentuk deskripsi (tulisan),maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan pendekatanstudi tokoh atau pendekatan sejarah, dimana peneliti mengkaji pemikiran seorangtokoh baik itu persoalan-persoalan, situasi, atau kondisi yang mempengaruhiterhadap pemikirannya. Pendekatan ini adalah untuk mengetahui sejauh manapemikiran seorang tokoh yaitu dengan cara meneliti karya-karyanya danbiografinya. Selanjutnya peneliti menggunakan metode filsafat Hermeneutikuntuk mencari arti dan makna dari sebuah teks untuk ditelaah sehingga ditemukanmaknanya yang terdalam dan laten untuk dibawa ke zaman sekarang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan antara pendidik dalamkeluarga (orang tua), sekolah (guru) dan masyarakat (komunitas sosial) adalahsangat terkait dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki anakdidik menuju perkembangan yang optimal. Untuk mendukung komunikasi antaraorang tua, guru dan masyarakat; Hamka menjadikan Masjid Al-Azhar sebagaitempat bersilaturrahmi antara guru dan orang tua untuk membicarakanperkembangan peserta didik. Pemikiran ini bisa dikembangkan lebih jauh denganbanyak cara seperti kunjungan ke rumah, Case conference, membentuk badanpembantu sekolah, surat menyurat, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahaninformasi dan masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti, dansemua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAINWalisongo Semarang.

Page 8: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

viii

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT, tiada harapan dan mimpi

yang dapat mencapai pada perwujudannya kecuali Allah telah memeluk dan

merestui harapan tersebut. Maka hanya kepada-Nya lah segala ikhtiar disandarkan

pada keagungan dan keindahan nama-namaNya. Shalawat serta salam semoga

terlimpah kepada Nabi Muhammad, sang junjungan yang senantiasa menjadi

teladan sepanjang masa serta sang kota ilmu yang kapasitas intelektualitas,

spiritualitas dan akhlaknya menjadi inspirasi bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul “Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalam

Pendidikan Islam” merupakan refleksi pemikiran yang penulis geluti selama

menempuh studi di IAIN Walisongo Semarang dan aktivitas-aktivitas di luar

kuliah yang turut memberikan sumbangsih pengalaman yang amat berharga.

Banyak ide dan dorongan semangat yang senantiasa datang dari berbagai penjuru

untuk mendukung penyelesaian tulisan atau penelitian ini. Oleh karna itu, terima

kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada:

1. Prof. DR. H. Ibnu Hadjar, M. Ed selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo Semarang yang senantiasa berusaha memimpin almamater

Pendidikan Islam dengan baik sehingga membantu penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. H. Fatah Syukur, M. Ag dan Syamsul Ma’arif, M. Ag selaku dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam

membimbing penulis untuk menyusun skripsi.

3. Prof. DR. H. Erfan Subahar, M. Ag selaku wali studi yang senantiasa

memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi.

4. Kedua orang tuaku tersayang, H. Jaelani dan Siti Wahyuni yang merupakan

motivasi terbesar dalam hidup untuk mewujudkan banyak harapan dan cita-

cita. Dan kakak terbaikku, Maftukhatul Asriyah dan Ulin Nuha.

5. Seluruh sahabat-sahabat yang inspired, siap sedia ketika dimintai bantuan dan

selalu memberikan dukungan.

Page 9: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

ix

6. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut terlibat

dan membantu dalam penuntasan tugas akhir ini.

Tak ada yang dapat penulis lakukan kecuali mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya dan berdoa agar Allah SWT akan membalas dengan yang

lebih baik.

Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini memberikan kontribusi yang

berarti dalam dunia pendidikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Semarang, 19 Oktober 2010

Penulis

Page 10: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

x

DAFTAR ISIHalaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv

HALAMAN DEKLARASI ............................................................................... v

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

ABSTRAKSI ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Penegasan Istilah..................................................................... 6

C. Permasalahan ......................................................................... 10

D. Tujuan Penulisan Skripsi ........................................................ 11

E. Kajian Pustaka ....................................................................... 11

F. Metode Penelitian .................................................................... 13

BAB II PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK

DALAM PENDIDIKAN ISLAMA. Konsep Pendidik Dalam Islam ............................................... 17

1. Orang tua sebagai pendidik. ............................................. 19

2. Guru sebagai Pendidik ..................................................... 26

3. Masyarakat sebagai Pendidik ........................................... 28

B. Fungsi Penciptaan Manusia Dan Implikasinya Dalam

Pendidikan Islam.................................................................... 34

C. Karakteristik Pendidik Ideal ................................................... 43

D. Muhammad, Sang Pendidik Teladan ..................................... 49

Page 11: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

xi

BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HAMKA TENTANG

PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMA. Latar Belakang Sosial, Intelektual, dan Karir.......................... 51

B. Karya-karya Hamka ............................................................... 65

C. Pemikiran Hamka Tentang Pendidik dalam Pendidikan

Islam...................................................................................... 70

BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN HAMKA DENGAN

PENDIDIKAN ISLAM MASA SEKARANGA. Urgensi Pendidik dalam Proses Pendidikan Islam ................. 85

B. Relevansi Pemikiran Hamka dengan Pendidikan Islam

Masa Sekarang....................................................................... 91

BAB V PENUTUPA. Kesimpulan............................................................................ 99

B. Saran-Saran............................................................................ 100

C. Penutup.................................................................................. 101

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BIODATA PENELITI

Page 12: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap terjadi dekadensi moral masyarakat, terlebih jika kerusakan

tersebut dilakukan oleh para generasi muda yang notabenenya masih

menyandang predikat peserta didik atau masih terikat dalam lembaga

pendidikan formal, maka hampir semua pihak akan segera menoleh pada

lembaga pendidikan dan menuduhnya tidak berkompeten dalam mendidik

anak bangsa. Tuduhan berikutnya terfokus pada guru yang dianggap alpa dan

tidak professional dalam menjaga moralitas bangsa melalui pendidikan moral

kepada peserta didik tersebut. Para guru tiba-tiba menjadi sorotan saat

musibah kebobrokan moral, ketertinggalan atas perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan peradaban. Pribadi guru kemudian dikupas tuntas

dan dipertanyakan secara kritis, mulai dari penguasaannya terhadap ilmu,

metodologi, komunikasi, hingga moralitasnya.

Pandangan dan sikap skeptis yang langsung diarahkan pada guru dan

mengadilinya sedemikian rupa pada saat terjadi kebobrokan moral dan

ketertinggalan teknologi anak bangsa sebenarnya merupakan sikap yang

kurang dewasa. Mendidik pada dasarnya adalah tugas orang tua dengan

melibatkan sekolah dan masyarakat. Tugas mendidik anak manusia pada

dasarnya ada pada orang tuanya, namun karena beberapa keterbatasan yang

dimiliki orang tua, maka tugas ini kemudian diamanatkan kepada pendidik di

sekolah (madrasah), masjid, musholla, dan lembaga pendidikan lainnya.

Sekolah dan masyarakat memiliki kewajiban untuk mendukung pendidikan

setiap generasi karena setiap generasi baru yang lahir akan menjadi bagian

dari masyarakat yang diharapkan mampu mengemban tanggung jawab dalam

menjawab berbagai persoalan kehidupan umat manusia, merekayasa masa

depan masyarakat agar lebih baik dan melestarikan nilai-nilai dan warisan-

warisan sosial-kultural.

Page 13: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

2

Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas

mendidik dikenal dengan dua predikat yakni pendidik dan guru. Pendidik

(murabbi) adalah orang yang berperan mendidik subyek didik atau melakukan

tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melakukan

tugas mengajar (ta lim). Pendidikan mengandung makna pembinaan

kepribadian, memimpin, dan memelihara, sedangkan pengajaran bermakna

sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan kepada peserta didik yang

dalam prosesnya dilakukan atau didampingi oleh guru dan pendidik. Selain

itu, pendidikan memiliki kedalaman etik dan ruhani yang lebih dibandingkan

dengan pengajaran atau pembelajaran yang dimungkinkan peserta didik

belajar secara mandiri tanpa diharuskan hadirnya guru yang

mendampinginya.2

Pada dasarnya, pendidik merupakan salah satu komponen pendidikan

yang menempati posisi yang sangat urgen dalam mencapai tujuan dan cita-cita

pendidikan. Dalam hal ini, pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan

peserta didik baik spiritual, intelektual, moral, estetika, maupun kebutuhan

fisik peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya

yang meliputi potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik sesuai dengan nilai-

nilai ajaran Islam. Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu menunaikan

tugas-tugas kemanusiaannya, baik sebagai khalifah fi al-ardh maupun abd

Allah sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini

bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah tetapi semua

orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan

hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia (sepanjang hayat).3

Namun pada kenyataannya, kesadaran masyarakat mengenai

pentingnya mengintegrasikan peran pendidik dalam keluarga, sekolah, dan

masyarakat masih sangat minim. Sejauh ini, lembaga pendidikan formal atau

sekolah masih dianggap sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab

2 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS, 2009), hlm. 36.

3 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press,2005), hlm. 41-42

Page 14: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

3

atas terbentuknya peserta didik yang paripurna dalam hal intelektual, akhlak

dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Lembaga pendidikan yang pada

dasarnya merupakan wakil dan pembantu orang tua dalam mendidik anak,

justru menempati posisi yang terlalu vital sehingga mereduksi peran penting

orang tua dan masyarakat yang sebenarnya memberikan pengaruh lebih besar

dibanding pendidik sekolah.

Pemandangan ini menuntun kita untuk kembali mengkaji tokoh-tokoh

pendidikan yang memiliki kecenderungan pemikiran mengenai hakikat

pendidik dalam pendidikan Islam sebagai solusi alternatif untuk

menumbuhkan pemahaman tentang tiga macam lembaga pendidikan (rumah,

sekolah, dan lingkungan sosial) dimana sosok ”pendidik” ikut bertanggung

jawab dalam pelaksanaan pendidikan Islam, yaitu orang tua, guru, dan

masyarakat sebagai lingkungan sosial. Salah satu pemikir pendidikan yang

bergelut dalam bidang tersebut adalah Prof. Dr. H. Abdul Malik bin Haji

Abdul Karim Amarullah, yang selanjutnya disebut HAMKA.

Hamka lahir di Minanjau, Sumatera Barat, Senin, 16 Februari 1908. Ia

adalah putra seorang tokoh pembaharu dari Minangkabau, Doktor Haji Abdul

Karim Amrullah (sering disebut Haji Rasul) yang merupakan salah seorang

ulama yang pernah mendalami agama di makkah, pelopor kebangkitan kaum

muda, dan tokoh pembaharu Muhammadiyah di Minangkabau. Hamka adalah

seorang ulama intelektual, mubaligh, ahli agama, penulis, sastrawan, sekaligus

wartawan majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, Gema Islam.

Sosok Hamka adalah multiperan, selain sebagaimana yang telah disebutkan

diatas, ia juga seorang pemikir pendidikan. Dalam salah satu pandangan

Hamka mengenai pendidikan Islam, ia berpendapat bahwa pendidikan di

sekolah tak bisa lepas dari pendidikan di rumah. Karenanya, menurut ketua

umum MUI pertama dan Imam besar Masjid Al-Azhar Jakarta ini; komunikasi

antara sekolah dengan rumah dan masyarakat sangatlah penting.4

4 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: GemaIslami, 2006), hlm. 64

Page 15: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

4

Pemikiran tersebut Hamka landaskan pada kenyataan bahwa orang tua

memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk dan mewarnai pola

kepribadian seorang anak. Dalam hal ini Nabi Muhammad bersabda:

)(”Setiap anak (manusia) itu terlahir dalam keadaan suci (fitrah), keduaorang tuanyalah yang akan mewarnai (anak)nya, apakahmenjadikannya seorang Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. (HR. Ibn’Abd al-Barr)5

Potensi atau fitrah yang dimiliki manusia, pada hakekatnya merupakan

kemampuan dasar manusia yang meliputi kemampuan mempertahankan

kelestarian kehidupannya, kemampuan rasional, maupun kemampuan

spiritual. Hanya saja, kemampuan tersebut masih bersifat embrio. Untuk itu

diperlukan berbagai upaya untuk mengembangkan dan memperkaya potensi

tersebut secara aktif. Upaya yang efektif untuk maksud tersebut adalah melalui

proses pendidikan yang di dalamnya diperlukan peran aktif oleh para

pendidik.6 Dengan mengaitkan Hadist di atas, Hamka berpendapat betapa

Hadist tersebut memberikan isyarat bahwa proses pembentukan kepribadian

pada diri anak ialah lingkungan dimana ia berada. Adapun lingkungan pertama

yang mempengaruhi proses tersebut adalah lingkungan keluarga, yang mana

ibu dan bapak menjadi pendidik pertama yang sangat strategis dalam

menanamkan nilai-nilai agama yang mendasar bagi peserta didik atau anak.

Dalam Islam, proses pendidikan yang dilaksanakan oleh ’pendidik’ orang tua

ini secara formal dimulai dengan mengazankan dan mangiqomahkan anak

tatkala lahir. Ajaran tersebut sesungguhnya memiliki nilai filosofis tersendiri.

Seorang anak lahir dengan membawa anugerah Allah melalui seperangkat

fitrah-Nya yang hanif dan dinamis. Sebelum potensi tersebut diisi dan

dikembangkan dengan seperangkat nilai pendidikan yang lainnya, maka

5 Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad Abi Hatim al-Tamimiy al-Bisty, Shahih IbnHibban, Jilid I, Tahqiq oleh Syu’aib al-Arnauth, (Beirut: Muassasat al-Risalat, 1993), hlm. 336.

6 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: QuantumTeaching, 2005), hlm. 154-155

Page 16: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

5

pertama sekali yang perlu ditanamkan adalah nilai-nilai Illahiah. Dengan nilai

tersebut, diharapkan jiwa anak akan terpatri oleh nilai-nilai ketundukan

kepada Khaliknya, sebagaimana nilai yang terkandung dalam kalimat azan

dan iqomah yang dikumandangkan tatkala anak lahir di dunia. Tugas yang

mulia ini, dibebankan kepada pendidik berupa orang tua anak.7 Dalam hal ini,

Hamka memiliki kerangka pemikiran yang mengimbau sekaligus menegaskan

mengenai apa yang sebenarnya menjadi tugas, rambu-rambu dan pelaksanaan

pendidikan orang tua sebagai pendidik. Karena menurutnya, tanggung jawab

orang tua tidak hanya memberikan nafkah secara materiil dan menghidupinya

hingga dewasa.

Selanjutnya, Hamka mengartikan sosok pendidik dalam lingkungan

sekolah sebagai jembatan atau perpanjangan tangan antara orang tua dan

masyarakat. Hal ini karena Hamka menganggap sekolah merupakan lembaga

pendidikan yang tersusun secara sistematis, serta menjadi miniatur realitas

sosial dimana pendidikan dilaksanakan. Mengenai hal ini, Hamka

menempatkan pendidik sebagai komponen yang sangat mempengaruhi

terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif. Pendidik merupakan

penanggung jawab terjadinya transformasi material dan nilai pendidikan,

karenanya hubungan yang terjalin antara peserta didik dengan pendidik harus

harmonis.8 Menurut Hamka, seorang pendidik harus bisa menanamkan

keberanian pada diri peserta didik untuk berani berargumentasi dan

mengeluarkan pendapat, hal ini bisa diupayakan dengan jalan menguatkan

pelajaran olah raga, menceritakan riwayat orang-orang yang berani,

membiasakan berterus terang dalam bercakap-cakap, tidak percaya pada

khurafat, dan memperkaya akal dan ilmu yang memberi faedah.9

Sedang pendidik dalam masyarakat adalah keseluruhan budaya,

komunitas sosial, dan segala unsur apapun yang tercakup di dalamnya yang

dapat membentuk dan mendukung kepribadian peserta didik. Akhlak peserta

7 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentangPendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 140-141

8 Ibid. , hlm. 1499 Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm.208-209

Page 17: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

6

didik dapat dikatakan sebagai cerminan dari bentuk akhlak masyarakat di

mana ia berada.10 Bahkan, eksistensi masyarakat merupakan laboratorium dan

sumber makro yang penuh alternatif untuk memperkaya pelaksanaan proses

pendidikan. Karenanya jika semua unsur dalam masyarakat dapat bekerja

sama untuk menciptakan sistem sosial yang kondusif dan proporsional dalam

menopang perkembangan dinamika fitrah yang dimiliki oleh setiap anak didik,

maka bukan hal yang sulit untuk menemukan generasi-generasi yang

cemerlang demi perbaikan bangsa seluruhnya.

Oleh karena itu, hubungan antara pendidik dalam keluarga, sekolah

dan masyarakat adalah sangat terkait dalam rangka mengembangkan semua

potensi yang dimiliki anak didik menuju perkembangan yang optimal.

Ketiganya mempunyai andil yang sama besar dan implikasi moral yang sangat

strategis dalam mewarnai karakter peserta didik.11

Berdasarkan permasalahan tersebut, sekaligus mempertimbangkan

pemikiran Hamka yang sangat relevan, modern, problem solving, dan

berkesinambungan dengan masalah di atas, maka penulis bermaksud

mengadakan penelitian terhadap pemikiran Hamka yang berkaitan dengan

hakikat pendidik dalam pendidikan Islam. Pemikir yang dalam perjalanan

hidupnya sempat ’berkenalan’ dengan pemikir-pemikir pembaharu dan

modern seperti Jamluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha,

HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan

Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo ini menjadi alasan yang logis bagi penulis

untuk menjadikannya sebagai rujukan utama dalam penulisan ini. Karenanya,

penulis mengambil judul ”PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK

DALAM PENDIDIKAN ISLAM”.

B. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas pengertian dan menghindari kesalahpahaman

dalam pembahasan penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah agar

10 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 1311 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 173

Page 18: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

7

memperoleh makna yang jelas. Adapun istilah-istilah dalam penelitian yang

berjudul ” Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam” akan

dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemikiran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa

pemikiran adalah proses, perbuatan, cara memikir: probem yang

memerlukan pemecahan.12 Pemikiran juga bisa diartikan sebagai cara atau

hasil berpikir.13 Pemikiran menyangkut suatu wujud batiniah yang ada

dalam diri manusia yang sangat esensial, yang berperan membentuk,

mempertahankan, atau mengembangkan apa yang ada pada suatu kaum

(kelompok manusia) seperti kejayaan, keruntuhan, dan keadaan manusia.14

Hal ini berarti, Pemikiran merupakan hasil buah pikir seseorang secara

mendalam dan akuntable dalam upaya memecahkan suatu permasalahan

dengan menawarkan solusi alternatif dan logis terhadap suatu keadaan,

sehingga ditemukan gambaran atau langkah-langkah yang dapat

diperhitungkan dalam rangka pemecahan masalah tersebut.

2. HAMKA (Prof. Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah)

Hamka (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji

Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ia adalah seorang ulama, aktivis

politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Ia

lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera

Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau

dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di

Minangkabau. Hamka merupakan salah satu pemikir pendidikan yang

banyak memberikan tawaran-tawaran konsep pendidikan Islam yang

benar, yaitu yang sejalur dengan al-Qur’an dan Hadis. Berdasarkan kajian-

kajian yang pernah dilakukan, hampir semua aspek pemikirannya pernah

12 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 1994), Edisi 2, hlm. 768

13 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2006), Edisi 3, hlm. 892

14 Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Pemikiran dan Peradapan,(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 1

Page 19: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

8

disoroti oleh para peneliti. Hanya saja, kajian yang khusus membicarakan

pemikirannya tentang pendidikan Islam, secara utuh hampir belum pernah

ditemukan, terutama tentang pendidik. Meskipun dalam bentuk penyajian

yang tidak utuh dan spesifik, pemikirannya tentang pendidik, sebagai

komponen pendidikan Islam dapat dilacak melalui karyanya, terutama

dalam Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, dan Lembaga Budi. Inilah yang

kemudian melandasi dan menginspirasi banyak generasi untuk

menerapkan pemikirannya terkait dengan pendidikan Islam, yang menurut

hemat penulis; sederhana namun masih sangat relevan untuk dihadapkan

pada zaman sekarang.

3. Pendidik

Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab

terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan

seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta),

ataupun psikomotorik (karsa).

Pendidik dapat juga diartikan sebagai orang dewasa yang

bertanggung jawab memberi pertolongan kepada peserta didiknya dalam

perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan,

mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu

mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah

SWT di bumi serta mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial

sekaligus makhluk individu.15

Pendidik ideal sepanjang zaman adalah Muhammad SAW yang

setiap ucapan, perbuatan, maupun takrirnya merupakan teladan paling

baik untuk dapat ditiru oleh semua umatnya. Oleh karena itu, dalam

menentukan kriteria pendidik yang berdasarkan konsep pendidikan Islam,

maka harus mengacu kepada keteladanan akhlak Rasul yang Qur’ani.

Sehingga menurut tolok ukur pandangan pendidikan Islam, kriteria

pendidik harus menjadikan faktor akhlak sebagai persyaratan pokok.

15 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia, 2006), hlm. 87

Page 20: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

9

Sehubungan dengan ini, Nashi Ulwan (1981) menjelaskan bahwa seorang

pendidik paling tidak memiliki lima kriteria. Kelima kriteria itu adalah,

bahwa seorang pendidik harus memiliki karakteristik berupa:

a. Bertakwa kepada Allah.

b. Ikhlas

c. Berilmu

d. Santun, lemah lembut

e. Punya rasa tanggung jawab16

4. Pendidikan Islam

Dalam al-Qur’an dan Hadist, ditemukan kata-kata atau istilah-

istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu rabba,

allama, dan addaba (Q.S. al-Isra’: 24, Q.S. al-Alaq: 5, Hadist riwayat ad-

Dailamy). Kata rabba yang masdarnya adalah tarbiyyatan memiliki arti

mengasuh, mendidik, memelihara, memperbaiki, menambah. Sedang

allama yang masdarnya ta liman, berarti mengajar yang lebih bersifat

pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.

Sedang addaba yang masdarnya ta diban dapat diartikan sebagai

mendidik budi pekerti dan meningkatkan peradaban. Ketiga istilah tersebut

merupakan satu kesatuan yang terkait. Artinya, bila pendidikan

dinisbatkan kepada ta dib harus melalui pengajaran atau ta’lim, sehingga

dengannya diperoleh ilmu. Agar ilmu dapat dipahami, dihayati dan

selanjutnya diamalkan oleh peserta didik maka diperlukan bimbingan atau

tarbiyyah.17

Secara keseluruhan, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai

”Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta

sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia

seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan normal Islam”. Atau lebih

spesifiknya, pendidikan Islam merupakan ”usaha yang lebih khusus

ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan (religiusitas)

16 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 12417 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 25-26

Page 21: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

10

subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan

ajaran-ajaran Islam.”18

Pendidikan Islam memiliki sedikit perbedaan dengan pengajaran,

dalam hal ini Hamka berpendapat bahwa, ”Pendidikan Islam merupakan

serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk

watak, budi, akhlak, dan kepribadian peserta didik, sehingga ia dapat

membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sementara

pengajaran Islam adalah upaya untuk mengisi intelektual peserta didik

dengan sejumlah ilmu pengetahuan.19

Dalam mendefinisikan pendidikan dan pengajaran, ia hanya

membedakan makna pengajaran dan pendidikan pada pengertian kata.

Akan tetapi secara esensial ia tidak membedakannya. Kedua kata tersebut

memuat makna yang integral dan saling melengkapi dalam rangka

mencapai tujuan yang sama. Sebab, setiap proses pendidikan, di dalamnya

terdapat proses pengajaran. Tujuan dan misi pendidikan akan tercapai

melalui proses pengajaran. Demikian pula sebaliknya, proses pengajaran

tidak akan banyak berarti bila tidak disertai dengan proses pendidikan.

Dengan pertautan kedua proses ini, manusia akan memperoleh kemuliaan

hidup, baik di dunia maupun di akhirat.20

C. Permasalahan

Berangkat dari latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pemikiran Prof. Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim

Amarullah (HAMKA) tentang Pendidik dalam Perspektif Pendidikan

Islam?

2. Bagaimana karakteristik pendidik ideal menurut pandangan HAMKA?

3. Apakah relevansi pemikiran Hamka dengan konteks pendidikan Islam

sekarang?

18 Ibid, hlm. 28-2919 Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum

Teaching, 2005), hlm. 26620 Ibid, hlm. 266-267

Page 22: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

11

D. Tujuan Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Penulis ingin mengetahui pandangan Hamka tentang pendidik dalam

pendidikan Islam

2. Penulis ingin menemukan relevansi pemikiran Hamka dengan konteks

pendidikan Islam sekarang.

E. Kajian Pustaka

Untuk menghindari terjadinya duplikasi-duplikasi yang tidak

diinginkan, maka peneliti menggali teori-teori yang telah berkembang dalam

bidang ilmu yang berhubungan atau yang pernah digunakan oleh peneliti-

peneliti terdahulu.21

Dalam hal ini, pengkajian dan penelitian terhadap pemikiran Hamka

mengenai pendidikan Islam, khususnya pendidik masih sangat sulit

ditemukan. Hal ini dikarenakan masih jarangnya orang yang menganggap

bahwa Hamka merupakan salah satu tokoh pemikir pendidikan. Meskipun

demikian, penulis menemukan karya ilmiah yang membahas tentang

pemikiran Hamka terhadap pendidikan Islam, yaitu:

Skripsi karya Muhammad Latif (1192120), Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo yang berjudul Pemikiran Hamka Tentang Dakwah Islam (1997).

Dalam skripsi ini, Muhammad Latif mengulas pemikiran Hamka dalam

bidang metode, media dan materi dakwah. Dalam bab media dakwah yang

menjadikan lembaga pendidikan formal dan lingkungan keluarga sebagai

bagian dari media dakwah, penulis juga menyinggung mengenai pentingnya

mencari ilmu. Dalam hal ini, ia mengutip pendapat Hamka bahwa untuk

mencapai tujuan pendidikan, maka ilmu pendidikan yang diajarkan harus

berupa teori sekaligus praktek, karna proses pendidikan yang berjalan

sistematis akan dapat diperkirakan hasilnya.

Skripsi karya Thohar Imroni (4100060), Fakultas Ushuluddin IAIN

21 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), Cet. 3, hlm.111

Page 23: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

12

Walisongo yang berjudul Kesehatan Jiwa Dan Badan Menurut prof. Hamka

(2006). Skripsi ini menjelaskan tentang pandangan Hamka sebagai ahli

tasawuf bahwa untuk mencapai atau memperoleh kesehatan jiwa, manusia

harus memperhatikan lima perkara: pertama, bergaul dengan orang-orang

budiman; kedua, membiasakan pekerjaan berpikir; ketiga, menahan syahwat

dan marah; keempat, bekerja dengan teratur; dan kelima, memeriksa cacat-

cacat diri sendiri.

Skripsi karya Dina (1100101), Fak.Dakwah IAIN Walisongo yang

berjudul Konsep Tasawuf Modern Hamka Dan Implementasinya Dalam

Bimbingan Konseling Islam (2006). Sebagaimana tulisan diatas, penulis juga

menempatkan Hamka sebagai tokoh tasawuf yang dalam pemikirannya, ia

berpendapat bahwa hakikat dan tujuan tasawuf yang diartikan sebagai

kehendak memperbaiki budi dan membersihkan bathin, dapat dilakukan

dengan berusaha memperoleh kebahagiaan; menjaga kesehatan jiwa dan

badan; merasa cukup dengan sesuatu yang dikaruniakan (qana’ah), dan

berpasrah diri sepenuhnya kepada Allah SWT (tawakkal). Ajaran tasawuf

yang ditawarkan Hamka ini mampu menjembatani persoalan umat berkaitan

dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman modern ini.

Skripsi karya Farida (1102171), Fakultas Dakwah IAIN Walisongo

yang berjudul Studi Komparatif Pendapat Hamka Dan Dadang Hawari

Dalam Memelihara Kesehatan Jiwa Hubungannya Dengan Fungsi Teknik

Bimbingan Dan Konseling Islam (2007). Skripsi ini berkutat pada penjelasan

mengenai konsep yang ditawarkan Hamka dan Dadang Hawari dalam upaya

memelihara kesehatan jiwa.

Tesis karya Akmal, mahasiswa master Pemikiran Islam Universitas

Ibnu Khaldun (Uika) yang berjudul Studi Komparatif Antara Pluralisme

Agama dengan Konsep Hubungan Antar Umat Beragama dalam Pemikiran

Hamka. Fokus penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah benar klaim

yang sering muncul dari kalangan kaum liberal bahwa Hamka mendukung

pluralisme. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Hamka bukanlah

pendukung pluralisme. Hal ini terbukti dari karya-karyanya, seperti Pelajaran

Page 24: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

13

Agama Islam yang mengkritik keras dua aliran sesat, yaitu Bahaiyah dan

Ahmadiyah. Para pendukung pluralisme, karena prinsipnya yang

menyamaratakan semua agama, justru seringkali membela Ahmadiyah.

Skripsi Irham Shohibi yang berjudul Penafsiran Hamka Tentang

Politik Dalam Tafsir Al-Azhar (2008). Skripsi yang menempatkan Hamka

sebagai tokoh mufassir Indonesia ini berisi tentang penafsiran Hamka tentang

tema-tema politik dalam Al-Qur’an menurut karyanya dalam tafsir Al-Azhar.

Berdasarkan tulisan-tulisan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

penelitian yang akan peneliti angkat berbeda dari tulisan-tulisan yang sudah

ada. Disebabkan karna masih minimnya penelitian yang menempatkan Hamka

sebagai tokoh pendidikan, maka dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan

pada pemikiran Hamka yang relevan dengan kondisi pendidikan sekarang,

terutama dalam bidang pendidik sebagai komponen utama pendidikan Islam

yang memiliki andil besar dalam melancarkan proses pendidikan.

Hal ini karna dalam lintas sejarah kehidupannya, ia merupakan tokoh

pendidik yang telah ikut andil dalam memperkenalkan pembaharuan

pendidikan di Indonesia dengan melakukan modernisasi kelembagaan dan

orientasi materi pendidikan Islam, yaitu ketika mengelola Tabligh School dan

Kulliyatul Muballighin serta pengembangan masjid al-azhar menjadi institusi

pendidikan Islam modern. Selain itu, penulis juga hendak merelevansikan

pemikiran Hamka dengan konteks kekinian terhadap pendidikan Islam.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah Penelitian biografi, yaitu

studi tentang individu meliputi pemikiran dan pengalamannya yang

dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap turning point moment atau

Page 25: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

14

epipani yaitu pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau

mengubah hidup seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek

tersebut memposisikan dirinya sendiri. Dalam hal ini, warisan pemikiran

Hamka tentang pendidik merupakan wacana yang sangat potensial untuk

diteliti dan dikembangkan dalam rangka memperkaya konsep pendidikan

nasional.

Penulis juga menggunakan metode pendekatan studi tokoh atau

pendekatan sejarah, objek yang dikaji adalah pemikiran seorang tokoh

baik itu persoalan-persoalan, situasi, atau kondisi yang mempengaruhi

terhadap pemikirannya. Menurut Mukti Ali, pendekatan ini adalah untuk

mengetahui sejauh mana pemikiran seorang tokoh yaitu dengan cara

meneliti karya-karyanya dan biografinya.

2. Metode Pengumpulan Data

Penyusunan skripsi ini termasuk penelitian library research, yaitu

mengumpulkan data teoritis sebagai penyajian ilmiah yang dilakukan

dengan memilih literature yang berkaitan dengan penelitian.22Metode ini

digunakan untuk menentukan literatur yang mempunyai hubungan dengan

permasalahan yang diteliti, di mana penulis membaca dan menelaahnya

dari buku-buku bacaan yang ada kaitannya dengan tema skripsi, yaitu

pemikiran Hamka tentang pendidik dalam pendidikan Islam.

Karena penelitian ini berupa library research, maka pengumpulan

data yang digunakan adalah dengan menelusuri buku-buku atau kitab yang

disusun oleh Hamka. Proses pengumpulan data ini dilakukan dengan

bahan-bahan dokumen yang ada, yaitu dengan melalui pencarian buku-

buku, jurnal dan lain-lain dikatalog beberapa perpustakaan dan mencatat

sumber data yang terkait yang dapat digunakan dalam studi sebelumnya.

Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat digolongkan

menjadi dua, yaitu:

a. Sumber Data Primer

22 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), Cet. 30,hlm. 9

Page 26: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

15

Yaitu sumber-sumber yang memberikan data langsung dari

sumber asli, baik yang berbentuk dokumen maupun sebagai

peninggalan lain.23 Sumber data primer yang dijadikan sumber rujukan

dalam penyusunan skripsi ini berupa sumber data tertulis yaitu buku-

buku tulisan atau karya Hamka, seperti:

1) HAMKA, Lembaga Hidup (1962)

2) HAMKA, Falsafah Hidup (1984)

3) HAMKA, Pribadi dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka (1983)

4) HAMKA, Lembaga Budi (1985)

5) HAMKA, Hamka di mata hati umat (1994)

6) HAMKA, Pelajaran Agama Islam

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber-

sumber data primer. Dalam sumber data sekunder, penulis mengambil

karya beberapa penulis yang relevan dengan subyek kajian, seperti:

1) Buku yang berjudul Memperbincangkan Dinamika Intelektual Dan

Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam (2008) karya Samsul

Nizar.

2) Ensiklopedi Tokoh Pendidikan (2005) karya Ramayulis dan

Samsul Nizar.

3) Pemikiran Pendidikan Islam (2009), oleh Ahmad Susanto.

4) Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam (2005),

karya Samsul Nizar.

5) Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (2006), karya

Herry Mohammad.

6) Pemikiran Pendidikan Islam, karya Muhaimin.

7) Manusia dan Pendidikan, oleh Hasan Langgulung.

3. Metode Analisis Data

Dalam menafsirkan teks yang tertuang di berbagai karya tulis

23 Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research; Pengantar Metodologi Ilmiah,(Bandung: CV. Tarsito, 1978), hlm. 125

Page 27: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

16

Hamka, peneliti menggunakan metode filsafat Hermeneutik. Metode ini

digunakan untuk mencari arti dan makna dari sebuah teks untuk ditelaah

sehingga ditemukan maknanya yang terdalam dan laten untuk dibawa ke

zaman sekarang.24Dengan metode tersebut, penafsir dalam hal ini peneliti

dapat memahami suatu teks atau karya Hamka dengan menggunakan

bahasa yang dipakai sehari-hari. Bahkan ada penafsiran yang disesuaikan

dengan situasi dan kondisi peneliti berada.

Selain itu, peneliti juga menggunakan metode deskriptif-analitis.

Metode deskriptif mencoba untuk memaparkan konsep-konsep pemikiran

Hamka tentang pendidik. Sementara metode analitis merupkan gabungan

antara deduktif, induktif, dan interpretasi. Deduktif digunakan untuk

memperoleh gambaran detail tentang pemikiran Hamka dalam melihat

makna pendidik dalam pendidikan Islam secara keseluruhan. Induktif

digunakan untuk memperoleh gambaran utuh tentang pemikiran Hamka

mengenai topik-topik yang diteliti setelah dikelompokkan secara tematik.

Terakhir, interpretasi digunakan untuk menyelami pemikiran Hamka

sehingga bisa ditangkap nuansa yang dimaksudkannya.

24 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),hlm. 85

Page 28: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

17

BAB II

PEMIKIRAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Pendidik Dalam Islam

Pendidik adalah komponen yang sangat penting dalam sistim

kependidikan, karena ia yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang

telah ditentukan, bersama komponen lain yang terkait dan lebih bersifat

komplementatif. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan cultural

transition yang bersifat dinamis ke arah suatu perubahan secara kontiniu,

sebagai sarana vital untuk membangun kebudayaan dan peradapan umat

manusia. Dalam hal ini, pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan

peserta didik, baik spiritual, intelektual, moral, estetika maupun kebutuhan

fisik peserta didik.

Menurut Ahmad D. Marimba (1989) pendidik adalah orang yang

memikul tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena

hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan anak didik.

Abuddin Nata (1997) menyebutkan, pendidik secara fungsional menunjukan

kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan,

keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Secara singkat Ahmad

Tafsir (1994) mengatakan, pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat,

yaitu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik

dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi

afektif, kognitif, maupun psikomotorik.25

Menurut al-Ghazali, seorang pendidik merupakan orang tua; pewaris

para Nabi; pembimbing; figur sentral; motivator (pendorong); orang yang

semestinya memahami tingkat kognisi (intelektual) peserta didik, dan teladan

bagi peserta didik. Al-Ghazali menganggap bahwa mendidik adalah pekerjaan

yang paling mulia. Ia berkata bahwa seorang yang berilmu dan kemudian

bekerja dengan ilmunya itu, dialah yang dinamakan orang besar di bawah

25 Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1, hlm.30.

Page 29: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

18

kolong langit ini. Ia bagai matahari yang mencahayai orang lain, sedang ia

sendiripun bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain,

ia sendiripun harum.26 Lebih jauh lagi, al-Ghazali mendefinisikan pendidik

sebagai orang yang bertugas menyempurnakan, membersihkan, menyucikan,

serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan

diri pada Allah SWT.27

Pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam pada hakikatnya

adalah mereka yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab mendidik.

Dalam Islam, pengertian mendidik tidak hanya dibatasi pada terjadinya

interaksi pendidikan dan pengajaran antara guru dan peserta didik di muka

kelas, tetapi mengajak, mendorong dan membimbing orang lain untuk

memahami dan melaksanakan ajaran Islam merupakan bagian dari aktivitas

pendidikan Islam. Oleh karna itu, aktivitas pendidikan Islam dapat

berlangsung kapan dan di mana saja, bahkan oleh siapa saja sepanjang yang

bersangkutan memenuhi syarat-syarat baik dilihat dari prinsip-prinsip

pendidikan dan pembelajaran maupun ajaran Islam.28

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat pahami bahwa pendidik

dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab

terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai

tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas

kemanusiaanya, baik sebagai khalifah maupun abd sesuai dengan nilai-nilai

ajaran Islam. Oleh karna itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas

pada orang-orang yang bertugas di sekolah, tetapi semua orang yang terlibat

dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan hingga ia dewasa,

bahkan sampai meninggal dunia.

26 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 1998), Cet-1, hlm. 64.

27 http://tanbihun.com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam/ - _ftn8, 27-01-201028 Ahmad Syar’i, op. cit., hlm. 32

Page 30: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

19

1. Orang tua sebagai pendidik

Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ali, dan

nasb. Pembentukan keluarga bermula dengan terciptanya hubungan suci

yang menjalin seorang lelaki dengan seorang perempuan melalui

perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syarat sahnya. Oleh

sebab itu, kedua suami istri itu merupakan dua unsur utama dalam

keluarga. Dalam pengertiannya yang sempit, keluarga merupakan suatu

unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan istri, atau dengan kata lain

keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang lelaki dan seorang

perempuan yang bersifat terus menerus di mana yang satu merasa tenteram

dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama dan

masyarakat. Dan ketika suami isteri itu dikaruniani seorang anak atau

lebih, maka anak-anak itu menjadi unsur utama ketiga pada keluarga

tersebut di samping dua unsur sebelumnya.29

Terbentuknya sebuah keluarga melahirkan konsekuensi baru yang

menuntut masing-masing unsur tersebut memiliki hak dan kewajiban yang

berbeda, yaitu ayah sebagai pencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan

keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah di muka bumi, ibu

berkewajiban menjaga, memelihara, dan mengelola keluarga di rumah

suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Sedang anak

berkewajiban patuh dan taat kepada orang tua.

Tanggung jawab mendidik orang tua terhadap anaknya disebabkan

oleh beberapa hal, diantaranya yaitu: Pertama, karena kodrat, yaitu karna

orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya. Kedua, karena

kepentingan kedua orang tua, yaitu orang yang berkepentingan terhadap

kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tua

juga.30

29 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,(Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995) Cet-3, hlm. 346

30 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet-1,hlm. 172

Page 31: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

20

Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling

bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta

didik adalah orang tua. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk

mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya, agar mereka

terhindar dari azab yang pedih. Firman Allah:

$pkš‰ r' ¯» tƒtûï Ï%©!$#(#q ãZtB#uä(#þq è%ö/ ä3 |¡ àÿRr&ö/ ä3‹ Î=÷d r&ur#Y‘$tRyd ߊq è%urâ¨$Z9$#äo u‘$yfÏtø:$#ur$pköŽ n=tæ

îp s3 Í´ ¯»n=tBÔâ Ÿx Ïî׊#y‰Ï©žwtbq ÝÁ ÷ètƒ©!$#!$tBöN èd t•tBr&tbqè=yèøÿtƒ ur$tBtbrâ•sD÷s ãƒ

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dankeluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusiadan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yangdiperintahkan”. (Q. S. At Tahrim/ 66:6).

Ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus

bermula dari rumah dengan orang tua yang menjadi pendidik utamanya.

Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah),

tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju

kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu) sebagaimana ayat-ayat yang

serupa (misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju

kepada lelaki dan perempuan. Ini menunjukan bahwa kedua orang tua

bertanggung jawab kepada anak-anak dan pasangan masing-masing

sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya.

Pemeliharaan terhadap diri dan keluarga dapat dilakukan dengan

cara meneladani Nabi dan memberikan bimbingan dan didikan agar

terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia kafir

dan batu-batu yang pernah dijadikan berhala dengan penyiksaan yang

dilakukan malaikat-malaikat yang kasar hati dan perlakuannya sesuai

dengan kadar dosa dan kesalahan masing-masing penghuni neraka.31

31 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur an,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Volume 14, Cet-5, hlm. 326-327.

Page 32: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

21

Untuk melaksanakan pendidikan terhadap anak didik dapat

dilakukan sejak anak masih dalam kandungan. Beberapa aspek yang harus

diperhatikan kedua orang dalam rangka pengembangan fitrah anak didik

adalah meliputi pendidikan jasmani atau kesehatan, pendidikan akhlak

atau moral, pendidikan intelektual (akal), pendidikan psikologikal dan

emosi, pendidikan agama, dan pendidikan sosial.

a. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

Keluarga mempunyai peranan penting untuk menolong

pertumbuhan anak-anaknya dari segi jasmani, baik aspek

perkembangan ataupun aspek perfungsian dan dalam hal memperoleh

pengetahuan, konsep-konsep, keterampilan-keterampilan, kebiasaan-

kebiasaan dan sikap terhadap kesehatan jasmani yang sesuai dengan

umur, menurut kematangan, dan pengamatan mereka. Peranan

keluarga dalam menjaga kesehatan anak-anaknya dapat dilaksanakan

sebelum bayi lahir, yaitu melalui pemeliharaan kesehatan ibu dan

memberi makanan yang baik dan sehat. Di antara cara-cara untuk

mencapai tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan anak adalah:

memberi peluang yang cukup untuk menikmati air susu ibu, menjaga

kesehatan dan kebersihan jasmani dan pakaiannya dan melindunginya

dari hal-hal yang membahayakan, menyiapkan makanan yang bergizi

dan baik untuk kesehatan, memberikan pengajaran dan teladan untuk

berpola hidup sehat.

Hal ini selaras dengan ajaran Islam yang termaktub dalam Al-

Qur’an:

y7t/$u‹ ÏO urö• ÎdgsÜsùÇÍÈt“ ô_”•9$#urö•àf÷d $$sùÇÎÈ

”Bersihkan pakaianmu dan jauhilah kejahatan”. (QS. Al-Mudatsir: 4-5)

Penafsiran ayat di atas (Al-Mudatsir:4) dikaitkan dengan

kebiasaan orang arab mengatakan tentang seseorang yang ingkar janji

dan tidak menepatinya, bahwa dia kotor pakaian. Tetapi, apabila ia

Page 33: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

22

menepati janji dan tidak ingkar, maka orang arab mengatakan ia bersih

pakaian. Tapi, sejumlah imam berpendapat bahwa yang dimaksud ayat

di atas, adalah mencuci pakaian itu dengan air, apabila pakaian

tersebut terkena najis. Hal ini dikarenakan menjaga kebersihan bagian

dari upaya menjaga kesehatan jasmani. Sedang ayat 5 menunjukan

perintah untuk menjauhi maksiat dan dosa yang dapat menyampaikan

kepada adzab di dunia dan di akherat; karena jiwa itu jika bersih dari

maksiat dan dosa akan siap untuk berlapang kepada yang lain dan mau

mendengar dan rindu kepada apa yang diserukan pendidik untuk lebih

dekat kepada Allah SWT.32

ßNº t$ Î!ºuq ø9$#urz ÷èÅÊö• ャ èd y‰» s9÷rr&Èû÷,s!öq ymÈû÷ü n=ÏB% x.(ô yJ Ï9yŠ#u‘r&b r&¨LÉêãƒsp tã$|ʧ•9$#4

”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama duatahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakanpenyusuan”. (QS. Al-Baqarah: 233)

Kata al-walidat dalam penggunaan al-Qur’an berbeda dengan

kata ummahat yang merupakan bentuk jamak dari kata umm. Kata

ummahat digunakan untuk menunjuk kepada para ibu kandung, sedang

kata al-walidat maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung maupun

bukan. Ini berarti bahwa al-Qur’an sejak dini telah menggariskan

bahwa air susu ibu, baik ibu kandung maupun bukan, adalah makanan

terbaik buat bayi hingga usia dua tahun. Namun demikian, tentunya air

susu ibu kandung lebih baik dari selainnya. Dengan menyusu pada ibu

kandung, anak merasa lebih tenteram; sebab menurut penelitian

ilmuan, ketika itu bayi mendengar suara detak jantung ibu yang telah

dikenalnya secara khusus sejak dalam perut. Detak jantung itu berbeda

antara seorang wanita dengan wanita yang lain.

32 Ahmad Musthafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, (Semarang: Tohaputra, 1989), hlm.203-204.

Page 34: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

23

Sejak kelahiran hingga dua tahun penuh, para ibu

diperintahkan untuk menyusukan anak-anaknya. Dua tahun adalah

batas maksimal dari kesempurnaan penyusuan. Di sisi lain, bilangan

itu juga mengisyaratkan bahwa yang menyusu setelah usia tersebut

bukanlah penyusuan yang mempunyai dampak hukum yang

mengakibatkan anak yang disusui berstatus sama dalam sejumlah hal

dengan anak kandung yang menyusuinya.

Penyusuan yang selama dua tahun itu, walaupun

diperintahkan, tetapi bukanlah kewajiban.Ini dipahami dari penggalan

ayat yang menyatakan, bagi yang ingin menyempurnakan

penyusuannya. Namun demikian, ia adalah anjuran yang sangat

ditekankan, seakan-akan ia adalah perintah wajib. Jika ibu bapak

sepakat untuk mengurangi masa tersebut, maka tidak mengapa. Tetapi

hendaknya jangan berlebih dari dua tahun, karena dua tahun telah

dinilai sempurna oleh Allah. Di sisi lain, penetapan waktu dua tahun

itu, adalah untuk menjadi tolok ukur bila terjadi perbedaan pendapat

misalnya ibu atau bapak ingin memperpanjang masa penyusuannya. 33

b. Pendidikan Akal (Intelektual)

Pendidikan akal dapat dilakukan dengan mempersiapkan rumah

tangga dengan segala macam perangsang intelektual dan budaya,

seperti gambar edukatif, buku-buku dan majalah untuk menanamkan

gemar membaca bagi anak, membiasakan anak berfikir logis, obyektif

dan jernih dalam mengambil keputusan. Setelah memasuki usia yang

cukup, orang tua dalam mengembangkan akal anak dapat dengan

memasukkannya ke intansi pendidikan atau sekolah tanpa berfikir

untuk lepas tangan.

c. Pendidikan Psikologikal dan Emosi

Dalam melaksanakan pendidikan psikologikal dan emosi anak,

orang tua dapat menciptakan pertumbuhan emosi yang sehat,

33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur an,(Jakarta: Lentera Hati, 2006), Volume 1, Cet-7, hlm. 233-234.

Page 35: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

24

menciptakan kematangan emosi yang sesuai dengan umurnya,

menciptakan penyesuaian psikologikal yang sehat dengan dirinya

sendiri dan dengan orang lain di sekelilingnya. Begitu juga dengan

menumbuhkan emosi kemanusiaan yang mulia, seperti cinta kepada

orang lain, mengasihi orang lemah, kehidupan emosi yang rukun

dengan orang lain dan menghadapi masalah-masalah psikologikal

secara positif dan dinamis.

Cara orang tua mendidik dan memelihara anak dari segi

psikologi adalah dengan mengetahui segala keperluan psikologi dan

sosialnya, dan mengetahui cara memuaskannya untuk mencapai

penyesuaian psikologinya. Konkretnya, orang tua perlu memberikan

penghargaan perhatian, serta memberi anak peluang untuk menyatakan

diri, keinginan, fikiran, dan pendapat dengan sopan dan hormat.

d. Pendidikan Akhlak atau Moral

Pendidikan akhlak tidak bisa lepas dari pendidikan agama,

sebab seorang muslim tidak sempurna agamanya sehingga akhlaknya

menjadi baik. Orang tua memegang peranan penting dalam pendidikan

akhlak anak sebagai institusi yang mula-mula sekali berinteraksi

dengannya, sehingga segala tingkah lakunya sangat memberi pengaruh

pada anak. Dalam hal ini, orang tua berkewajiban untuk memberi

contoh atau teladan yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang

teguh pada akhlak yang mulia, menyediakan bagi anak-anaknya

peluang dan suasana praktis di mana mereka dapat mempraktekkan

akhlak yang diterima dari orang tuanya, memberi tanggungjawab yang

sesuai kepada anak agar mereka merasa bebas memilih dalam tindak

tanduknya, dan menjaga mereka dari pergaulan yang merusak.

e. Pendidikan Agama

Pendidikan agama dan spiritual dilakukan dengan

membangkitkan kekuatan dan kesediaan yang bersifat naluri dari diri

anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-

ajaran agama. Begitu juga membekalkan pada anak pengetahuan dan

Page 36: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

25

nilai-nilai agama, kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya

dalam bidang aqidah, ibadat, muamalat dan sejarah. Untuk

menanamkan semangat keagamaan pada diri anak dapat dilakukan

dengan memberi tauladan yang baik pada anak tentang kekuatan iman

dan pengamalan syariat, membiasakan mereka menunaikan ibadah

sejak kecil, menyiapkan suasana agama, membimbing mereka

membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan memikirkan

ciptaan-ciptaan Allah untuk memperteguh iman, serta menggalakkan

mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama.

f. Pendidikan Sosial

Pendidikan sosial adalah mengupayakan anak untuk dapat

tumbuh dan berkembang dalam sistim sosial yang luas, di mana

kesediaan-kesediaan dan bakat-bakat asasi anak dibuka dan

dikeluarkan ke dalam kenyataan berupa hubungan-hubungan sosial

dengan orang keselilingnya.34

Dalam mendidik seorang anak, orang tua mustahil dapat

melakukannya sendiri. Oleh karena itu, orang tua membutuhkan wakil

yang dapat membantunya untuk mengembangkan fitrah yang dimiliki

anak sehingga dapat mencapai titik maksimal. Pendidik pertama dan

utama adalah orang tua. Merekalah yang pertama-tama mengajarkan

kepada anak pengetahuan tentang Allah, pengalaman tentang

pergaulan manusiawi, dan kewajiban memperkembangkan tanggung

jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Namun tugas orang tua

untuk mendidik anak membutuhkan bantuan sekolah untuk bidang

pengajaran karna sebagian waktu orang tua dipergunakan untuk

melaksanakan kewajiban lain, seperti mencari nafkah. Orang tua juga

membutuhkan bantuan masyarakat, karena masyarakat perlu mengatur

kebutuhan hidup di dunia ini dengan ikut andil mempersiapkan kaum

muda menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Ini

menyimpulkan bahwa semua pendidik mengambil bagian dalam usaha

34 Hasan Langgulung, op. cit., hlm. 363-377

Page 37: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

26

meraih tujuan hidup sebagai makhluk berkebudayaan dan

bermasyarakat.35

2. Guru sebagai Pendidik

Sekolah merupakan institusi kegiatan pendidikan yang bertujuan

untuk mengembangkan dan membentuk potensi intelektual atau pikiran

anak didik, menjadi cerdas. Secara terprogram dan koordinatif, materi

pendidikan dipersiapkan untuk dilaksanakan secara metodis, sistematis,

intensif, efektif, dan efesien menurut ruang dan waktu yang telah

ditentukan. Jadi penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan menurut

metode dan sistim yang jelas dan konkret.36

Pencerdasan tersebut dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan

mengenai reading (membaca) writing (menulis) dan arithmatics

(berhitung). Reading, sasarannya bukan hanya mengembangkan

kemampuan membaca tulisan, tetapi lebih dari itu, yakni kemampuan

membaca fakta kehidupan yang sedang berjalan. Adapun writing,

sasarannya adalah kemampuan mengungkapkan sesuatu hal yang telah

dibaca untuk kemudian disosialisasikan dalam bentuk tulisan. Sedangkan

arithmatics, sasaran pokoknya adalah kemampuan menghitung dan

membuat perhitungan agar setiap langkah kehidupan dapat menghasilkan

kepastian. Untuk itu, materi pendidikan diorganisasi dalam bentuk

kurikulum, yang kandungan isinya meliputi beberapa masalah tentang

kealaman, sosial-kemanusiaan, moral-keagamaan menurut perbandingan

yang disesuaikan dengan kebutuhan. Sosok yang ditugaskan untuk

menjalankan seluruh perangkat sekolah tersebut demi pencapaian tujuan

pendidikan pada seorang anak didik adalah guru.37

Makna guru sebagaimana dalam Undang-undang republik

Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab 1, Pasal 1,

35 J. I. G. M. Drost, S. J., Sekolah: Mengajar Atau Mendidik? (Yogayakarta: Karnisius,1998), Cet-7, hlm. 32

36 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), Cet-2,hlm. 105

37 Ibid, hlm. 106

Page 38: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

27

Ayat 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.38

Makna tersebut dapat dipahami secara universal, maksudnya setiap

kegiatan pembelajaran, baik yang terencana maupun tidak tentunya

membutuhkan seorang pembimbing yang langsung dan tidak langsuang.

Atau dapat dikata bahwa proses pembelajaran dalam masyarakat terdapat

istilah learning cultures, yakni masyarakat belajar dengan cara tidak resmi

sebagaimana kehidupan rutin sehari-hari dan teaching cultures, yakni

masyarakat mendapat pelajaran secara resmi dari warga lain yang lebih

tahu.

Makna guru pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai

kualifikasi keguruan secara formal diperoleh dari bangku sekolah

perguruan tinggi; melainkan yang terpenting adalah mereka yang memiliki

kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai

dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotorik. Matra kognitif menjadikan

peserta didik cerdas intelektualnya, matra afektif menjadikan siswa

mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan matra psikomotorik

menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktivitas secara efektif

dan efesien, serta tepat guna.

Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan guru yang artinya

digugu dan ditiru. Namun dalam paradigma baru, pendidik tidak hanya

berfungsi sebagai pengajar tetapi juga sebagai motivator dan fasilitator

proses belajar mengajar. Pendidik dituntut untuk mampu memainkan

peranan dan fungsinya dalma menjalankan tugas kependidikannya. Hal ini

menghindari adanya benturan fungsi dan peranannya, sehingga pendidik

dapat menempatkan kepentingan sebagai individu, masyarakat, warga

negara dan pendidik sendiri.

38 Undang-Undang Republik Indonesia, (Bandung: Citra Umbara, 2006), hlm. 2

Page 39: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

28

Sebenarnya seorang pendidik bukanlah bertugas sebagai transfer of

knowledge saja, tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan,

pengarah, fasilitator dan perencana. Oleh karna itu fungsi dan tugas

pendidik setidaknya mencakup tiga hal:

Pertama, sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas

merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah

disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program

dilakukan. Kedua, sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan anak

didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring

dengan tujuan Allah mencipatakannya. Ketiga, sebagai pemimpin

(managerial) yang memimpin mengendalikan diri sendiri, anak didik dan

masyarakat terkait upaya pengerahan, pengawasan, pengorganisasian,

pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan.39

Dalam pelaksanaan tugas itu, seorang pendidik, dalam hal ini guru;

dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan

itu dapat berupa: (1) memperhatikan: kesediaan kemampuan, pertumbuhan

dan perbedaan anak didik. (2) membangkitkan gairah anak didik untuk

belajar, (3) menumbuhkan bakat dan sikap anak didik yang baik, (4)

mengatur proses belajar mengajar dengan baik, (5) memperhatikan

perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi proses

mengajar, (6) menciptakan hubungan manusiawi dalam proses belajar

mengajar.40

3. Masyarakat sebagai Pendidik

Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menempati

suatu daerah, diikat oleh pengalaman-pengalaman yang sama, memiliki

sejumlah persesuaian dan sadar akan kesatuannya, serta dapat bertindak

bersama untuk mencukupi krisis kehidupannya. Masyarakat juga dapat

diartikan sebagai satu bentuk tata kehidupan sosial dengan tata nilai dan

39 Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, (Cirebon: Pustaka Dinamika,1999), Cet-1, hlm. 113-114

40 Ibid, hlm. 114

Page 40: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

29

tata budaya sendiri. Dalam arti ini, masyarakat adalah wadah dan wahana

pendidikan; medan kehidupan manusia yang majemuk (plural: suku,

agama, kegiatan kerja, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan

sebagainya). Manusia berada dalam multikompleks antar hubungan dan

antar aksi di dalam masyarakat.41

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lapangan

pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami

dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu

setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah.

Dengan demikian, pengaruh pendidikan di masyarakat tampaknya lebih

luas.42

Dalam hal ini, masyarakat sebagai pendidik; maka seluruh

masyarakat bertanggung jawab terhadap terhadap penanaman nilai

kebaikan, untuk kemudian bisa menumbuhkembangkan keadilan dalam

seluruh aspek kehidupan sosial.43 Tanggung jawab masyarakat terhadap

penanaman kecerdasan spiritual di setiap lini kegiatan sosial bisa

menumbuhkan kesadaran bahwa hidup bersama mutlak dilakukan untuk

mencapai tujuan kehidupan ini. Pertumbuhan kesadaran hidup bersama

kemudian bisa membuahkan nilai keadilan sosial. Oleh sebab itu,

kehidupan masyarakat selanjutnya dijiwai dengan keadilan politik,

ekonomi, hukum, pendidikan, dan sebagainya.

Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak didik

menjelma dalam beberapa perkara dan cara yang dipandang merupakan

metode pendidikan masyarakat yang utama. Cara yang terpenting adalah:

Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan

dan pelarang kemungkaran sebagaimana diisyaratkan Allah dalam firman-

Nya:

41 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum Dan Agama Islam, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 55

42 Ibid, hlm. 5643 Suparlan Suhartono, op. cit., hlm. 107

Page 41: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

30

ä3 tFø9uröN ä3Y ÏiB×p ¨Bé&tbq ãã ô‰tƒ’n<Î)ÎŽö•sƒø:$#tbrã• ãBù' tƒ urÅ$rã• ÷èpRùQ$$Î/tb öq yg÷Ztƒ urÇ tãÌ•s3Y ßJ ø9$#4

y7Í´ ¯» s9'ré&urãN èdšcq ßsÎ=øÿßJ ø9$#ÇÊÉÍÈ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yangmenyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf danmencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yangberuntung”. (QS. Ali Imran: 104)

öN çGZä.uŽö•yz>p ¨Bé&ôMy_Ì• ÷z é&Ĩ$Y=Ï9tbrâ•ßDù' s?Å$rã• ÷èyJ ø9$$Î/šcöq yg÷Y s?urÇ tã

Ì• x6ZßJ ø9$#tbq ãZÏB÷s è?ur«!$$Î/3öq s9uršÆtB#uäã@÷d r&É=» tG Å6 ø9$#tb% s3 s9#ZŽö•yzN ßg©94

ãN ßg÷ZÏiBšcq ãY ÏB÷s ßJ ø9$#ãN èd çŽsYò2r&urtbq à)Å¡» xÿø9$#ÇÊÊÉÈ

”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulahitu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dankebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. AliImran: 110)

Kedua ayat di atas merupakan firman Allah yang berisi perintah

kepada umat manusia sebagai komunitas sosial untuk saling mengingatkan

berbuat baik dan mencegak perbuatan yang munkar. Menganjurkan

berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan

menghilangkan sifat-sifat yang buruk. Siapa saja yang ingin mencapai

kemenangan, maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan

taktik perjuangan untuk mencapainya, yaitu; kemenangan tidak akan

tercapai melainkan dengan kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud

melainkan dengan persatuan. Persatuan yang kokoh dan kuat tidak akan

tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan. Tidak terpelihara keutamaan

Page 42: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

31

itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan akhirnya tidak mungkin

agama terpelihara melainkan dengan adanya dakwah dan didikan.44

Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sebagai pendidik tidak akan

berlangsung dengan baik jika tidak ada kekuatan berupa tekad untuk

memberikan suatu pengaruh baik bagi peserta didik, namun kekuatan atas

tekad tersebut tidak akan berjalan baik jika tidak dilakukan secara

bersama-sama dengan menyatukan cita-cita untuk membentuk karakter

peserta didik sehingga pada masanya dapat menjadi bagian dari

masyarakat yang mampu mendatangkan manfaat secara global.

Sedang ayat selanjutkan menggambarkan, bahwa ayat di atas

mengandung suatu dorongan kepada kaum mukminin supaya mereka tetap

mempunyai semangat yang tinggi, karna umat atau masyarakat yang baik

adalah umat yang mempunyai dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan

serta mencegah kemungkaran, dan senantiasa beriman dengan Allah.45

Ayat di atas juga menunjukan bahwa, kewajiban para pembimbing

anak adalah menjaga fitrah anak tetap dalam kesucian dan terhindar dari

berbagai penyelewengan atau kehinaan. Penjagaan fitrah anak berarti

menyiapkan generasi yang suci. Selain itu, seorang pembimbing pun

dituntut untuk menanamkan konsep-konsep keimanan ke dalam hati anak

pada berbagai kesempatan dengan cara mengarahkan pandangan mereka

pada berbagai gejala alam yang menunjukan kekuasaan, kebesaran, dan

keesaaan Allah serta membiasakan mereka untuk berperilaku secara

Islami.

Kedua, dalam masyarakat Islam, seluruh anak-anak dianggap anak

sendiri atau anak saudaranya. Hal ini karena mereka berpedoman pada

sumber ajaran Islam, yang termaktub dalam firman Allah (Al-Hujurat: 10):

44 Tim Tashih Depag, Bustami A. Gani dkk, Al-Qur an dan Tafsirnya, (Semarang: PTCitra Efhar, 1993), Jilid 2, hlm. 16.

45 Ibid, hlm. 22

Page 43: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

32

”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itudamaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allahsupaya kamu mendapat rahmat”.46

Adapun peran Masyarakat terhadap pendidikan anak adalahsebagai berikut:a. Masyarakat berperan serta dalam mendirikan dan membiayai

sekolah.

b. Masyarakat berperan dalam mengawasi pendidikan agar sekolah

tetap membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat.

c. Masyarakat ikut menyediakan tempat pendidikan, seperti gedung-

gedung museum, perpustakaan, panggung-panggung kesenian, kebun

binatang, dan sebagainya.

d. Masyarakat menyediakan berbagai sumber untuk sekolah. Mereka

dapat diundang ke sekolah untuk memberikan keterangan-keterangan

mengenai suatu masalah yang sedang dipelajari anak didik. Orang-

orang yang punya keahlian khusus banyak sekali terdapat di

masyarakat, seperti petani, dokter, polisi, dan lain-lain.

e. Mendukung dan siap sedia menjadi partner yang mempermudah

proses pendidikan yang ada di lingkungannya. Semua ini perlu

dilakukan karna nilai-nilai kependidikan akan lebih efektif jika anak

didik berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai

tersebut, misalnya nilai kesopanan dan nilai yang berkaitan dengan

spiritual.47

Pada dasarnya, pengembangan fitrah manusia atau anak didik dapat

berkembang secara optimal dan mencapai tujuan final pendidikan, yaitu

memperoleh akhlak yang mulia dengan didasari ilmu pengetahuan yang

mumpuni; dapat terwujud jika pendidik yang berkecimpung dalam keluarga

(orang tua), sekolah (guru), dan masyarakat (seluruh komponen masyarakat

yang mendukung pendidikan) dapat berintegrasi untuk menyatukan tekad dan

46 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat,(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet-3, hlm. 176-177.

47 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 233

Page 44: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

33

semangat dalam membimbing anak didik menjadi generasi yang unggul dan

berakhlak mulia.

Hal ini karena, menurut Sidi Gazalba ketiga pendidik tersebut

merupakan satu kesatuan hierarki yang saling terkait, yaitu:

1. Orang tua atau pendidik dalam rumah tangga, yaitu pendidik

primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Orang

tua dalam menjalankan proses pendidikannya juga tidak bisa lepas dari

keterlibatan sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan,

dan kenalan pergaulan yang secara langsung atau tidak ikut serta dalam

memberikan dampak dan pengaruh.

2. Guru yang profesional, yaitu pendidik sekunder yang

mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari

sekolah tersebut.

3. Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tertier yang merupakan

pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah

kebudayaan, adat istiadat, suasana masyarakat setempat.48

Hal yang paling perlu ditegaskan dalam hal ini adalah, bahwa pendidik

orang tua merupakan pendidik pertama dan utama yang paling besar terlibat

dalam pembentukkan dan pengembangan fitrah anak didik, sedang para guru

adalah pembantu orang tua pada bidang yang tidak bisa ditanganinya sendiri,

yakni pengajaran. Karna guru hanya berkedudukan sebagai pembantu orang

tua, maka ia harus peka dan terbuka terhadap keinginan orang tua di dalam

situasi tertentu.

Kerja sama antara pendidik di keluarga dan sekolah sangat perlu untuk

menunjang keberhasilan belajar siswa. Pekerjaan guru di sekolah akan lebih

efektif apabila dia mengetahui latar belakang dan pengalaman anak didik di

rumah tangganya. Anak didik yang kurang maju dalam pelajaran, berkat kerja

sama orang tua anak didik dengan pendidik, banyak kekurangan anak didik

yang dapat teratasi. Apa-apa yang dibawa anak didik dari keluarganya, tidak

48 Sidi Gazalba, Pendidikan Umat Islam, Masalah Terbesar Kurun Kini MenentukanNasib Umat, (Jakarta: Bhratara, 1970), hlm. 26-27.

Page 45: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

34

mudah mengubahnya. Kenyataan ini harus benar-benar disadari dan diketahui

oleh pendidik, oleh karna itu dalam menjalin kerja sama dapat dilakukan

dengan banyak hal, dianataranya adalah melakukan kunjungan ke rumah anak

didik, mengundang orang tua ke sekolah, rapat atau konferensi tentang kasus,

mengadakan surat-menyurat antara sekolah dan keluarga, dan lain-lain.49

Sedang hubungan pendidik orang tua dan guru dengan masyarakat

dapat dilihat dari dua segi, yaitu sekolah sebagai partner masyarakat di dalam

melaksanakan fungsi pendidikan. Hal ini karena ketiga pendidik tersebut

merupakan pusat-pusat pendidikan yang potensial dan mempunyai hubungan

yang potensial. Kedua, sekolah merupakan prosedur yang melayani pesan-

pesan pendidikan dari masyarakat.

Hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif,

bahkan seperti telur dengan ayam. Karenanya, tidak heran jika Mohammad

Noor Syam dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Dan Dasar

Filsafat Pendidikan Pancasila, mengatakan; masyarakat maju karna

pendidikan, dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam

masyarakat yang maju pula.50

B. Fungsi Penciptaan Manusia Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk

raga yang sebaik-baiknya dan rupa yang seindah-indahnya dengan dilengkapi

berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indera dan hati. Hal ini

agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi

keistimewaan- keistimewaan itu.

ô‰s)s9$uZø)n=y{z » |¡SM}$#þ’ÎûÇ |¡ ômr&5Oƒ Èqø)s?ÇÍÈ

”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yangsebaik-baiknya” (Q. S, At-Tiin/95:4).

49 Hasbullah, op. cit., hlm. 91-9450 Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm. 199

Page 46: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

35

Huruf na pada kata kholaqo di atas menunjuk kepada makna jamak

atau banyak, tetapi bisa juga digunakan untuk menunjuk satu pelaku saja

dengan maksud mengagungkan pelaku tersebut. Para raja pun biasa menunjuk

dirinya dengan menggunakan kata ”kami”. Allah juga sering kali

menggunakan kata tersebut untuk menunjuk diri-Nya. Penggunaan na di atas

mengisyaratkan adanya keterlibatan selain Allah dalam penciptaan manusia.

Dalam hal ini adalah ibu bapak manusia. Ini menunjukan bahwa ada pencipta

lain, namun tidak sebaik Allah. Peranan yang lain itu sebagai ”pencipta” sama

sekali tidak seperti Allah, melainkan hanya sebagai alat atau perantara. Ibu

bapak mempunyai peranan yang cukup berarti dalam penciptaan anak-

anaknya, termasuk dalam penyempurnaan keadaan fisik dan psikisnya. Para

ilmuwan mengakui bahwa keturunan, bersama dengan pendidikan, merupakan

dua faktor yang sangat dominan dalam pembentukan fisik dan kepribadian

anak.51 Pembentukan fisik ini pun disesuaikan dengan fungsinya. Manusia

memiliki keistimewaan yang melampaui binatang, yaitu akal, pemahaman dan

bentuk fisiknya yang tegak dan lurus. Sehingga bentuk fisik dan psikis yang

baik ini menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsi penciptaannya

dengan baik.52

t, n=y{ÏNºuq» yJ ¡¡9$#uÚö‘F{ $#urÈd, ptø:$$Î/ö/ ä. u‘§q |¹ urz |¡ ômr' sùö/ ä. u‘uq ß¹(Ïm ø‹ s9Î) ur玕ÅÁ yJ ø9$#ÇÌÈ

”Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Diamembentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu, dan hanyakepada-Nya-lah kembalimu” (Q. S, At Taghabun/ 64:3).

Tidak jauh berbeda dengan penjelasan ayat sebelumnya, ayat di atas

(Q. S, At Taghabun/ 64:3) juga menegaskan bahwa Allah telah membentuk

manusia dengan satu bentuk yang unik, dengan bentuk yang sebaik-baiknya

51 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur an,(Jakarta: Lentera Hati, 2007), Volume 15, Cet-X, hlm. 377.

52 Ibid, hlm. 378.

Page 47: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

36

sehingga dengan demikian manusia dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya,

yaitu khalifah dan abd Allah.53

Secara lebih rinci keistimewaan- keistimewaan yang dianugerahkan

Allah kepada manusia antara lain adalah kemampuan berfikir untuk

memahami alam semesta, dirinya sendiri, dan memahami tanda-tanda

keagungan Allah. Keistimewaan- keistimewaan ini diberikan bukan tanpa

tujuan, karena seperti yang tersinyalir dalam Al-Qur’an, Allah SWT

menciptakan manusia bukan secara main-main54melainkan dengan suatu

tujuan dan fungsi tertentu. Secara global tujuan dan fungsi penciptaan manusia

itu dapat diklasifikasikan kepada dua, yaitu:

1. Khalifah

Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai

pengemban amanat.55 Di antara amanat yang dibebankan kepada manusia

adalah memakmurkan kehidupan di bumi.56 Karena amat mulianya

manusia sebagai pengemban amanat Allah, maka manusia diberi

kedudukan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.57

Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, kata khalifah dalam ayat

ini memiliki dua makna. Pertama, adalah pengganti, yaitu pengganti Allah

SWT untuk melaksanakan titahNya di muka bumi. Kedua, manusia adalah

pemimpin yang kepadanya diserahi tugas untuk memimpin diri dan

makhluk lainnya memakmurkan dan mendayagunakan alam semesta bagi

kepentingan manusia secara keseluruhan. Dalam konteks ini, maka dapat

diartikan bahwa manusia telah menerima mandat dari Allah untuk menjadi

penguasa yang mengatur bumi dengan segala isinya dengan tujuan

memakmurkan kehidupan di bumi. Tugas kekhalifahan ini didukung oleh

kewenangan dan kemampuan manusia yang diberikan oleh Allah.

Kewenangan mengelola bumi telah melekat pada manusia sejak awal

53 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur an,(Jakarta: Lentera Hati, 2006), Volume 14, Cet-V, hlm. 264.

54 Lihat dalam Q. S. Al Mukminun/ 23: 11555 Q. S. Ar Ruum/ 33:7256 Q. S., Hud/11:6157 Q. S. Al Baqarah/ 2:30

Page 48: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

37

penciptaan manusia, sedang kemampuan untuk menjadi khalifah

memerlukan sebuah proses berilmu pengetahuan.58

2. ’Abd (Pengabdi Allah)

Konsep ’Abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia

sebagai hamba Allah. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian

ritual kepada-Nya dengan penuh keikhlasan. Pemenuhan fungsi ini

memerlukan penghayatan agar seorang hamba sampai pada tingkat

religiusitas dimana tercapainya kedekatan diri dengan Allah. Bila tingkat

ini berhasil diraih, maka seorang hamba akan bersikap tawadhu , tidak

arogan dan akan senantiasa pasrah pada semua perintah Allah.

Secara luas, konsep ‘abd sebenarnya meliputi seluruh aktivitas

manusia dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh

aktivitas seorang hamba dapat dinilai sebagai ibadah manakala aktivitas itu

memang ditujukan semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah. Pada

dasarnya konsep ini merupakan makna sesungguhnya ibadah yang jika

dipahami, dihayati, dan diamalkan maka akan mengantarkan manusia

untuk menemukan jati dirinya sebagai insan paripurna atau al-insan al-

kamil.59

Pandangan di atas merupakan visi filosofis dan antropologis yang

dinukilkan Allah dalam Al-Qur’an yang telah mendudukkan manusia di alam

semesta ini ke dalam dua fungsi pokok, yaitu khalifah dan abd. Pandangan

kategorikal demikian tidak mengisyaratkan suatu pengertian yang bercorak

dualisme-dikotomik, tetapi menjelaskan muatan fungsional yang harus

diemban manusia dalam melaksanakan tugas-tugas kesejarahan dalam

kehidupannya di muka bumi. Konsep khalifah dan abd tidak dimaksudkan

untuk dipertentangkan, melainkan keduanya harus diletakkan sebagai suatu

kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya memiliki relasi

dialektik yang akan mengantarkan manusia kepada puncak eksistensi

kemanusiaannya.

58 Agus Mustofa, Membonsai Islam, (Jakarta: Padma Press, 2006), Cet-1, hlm. 12259 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Histories, Teoritis Dan Praktis,

(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 20

Page 49: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

38

Agar manusia mampu melaksanakan tugas dan fungsi penciptaannya,

maka manusia dibekali Allah dengan berbagai potensi dan kemampuan.

Dalam Islam, kemampuan ini disebut fitrah. Potensi atau kemampuan itu

disebut oleh Hasan Langgulung sebagai sifat-sifat Tuhan yang tersimpul

dalam Al-Qur’an dengan nama-nama yang indah (Asmaul Husna), dengan

mendasarkan bahwa proses penciptaan manusia itu secara nonfisik,

sebagaimana firman Allah SWT:

àM÷‚xÿtRurÏmŠÏùÏBÓÇrr•‘(#q ãès)sù¼ çm s9tûï ωÉf» y™ÇËÒÈ

”Dan aku telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku” (QS. Al-Hijr: 29)”

Ayat di atas membedakan juga dengan jelas asal kejadian manusia dan

asal kejadian jin. Perbedaan itu tidak saja pada unsur tanah dan api, tetapi

yang lebih penting adalah bahwa pada unsur kejadian manusia ada ruh ciptaan

Allah Swt. Unsur ini tidak ditemukan pada iblis atau jin. Unsur rohani itulah

yang mengantar manusia lebih mampu mengenal Allah Swt., beriman, berbudi

luhur, serta berperasaan halus. Dengan peniupan ruh ini, Allah memberi

potensi ruhaniah kepada makhluk manusia yang menjadikannya dapat

mengenal Allah Swt. dan mendekatkan diri kepada-Nya.60

Hal ini berarti bahwa kelahiran manusia tidak lepas dari sifat-sifat

keagungan Allah yang tertuang dalam Asmaul Husna, sehingga manusia lahir

dengan membawa fitrah, yakni asmaul husna.61 Dalam falsafah Islam, sifat-

sifat Tuhan hanya dapat diberikan kepada manusia dalam bentuk dan cara

terbatas, sebab kalau tidak demikian manusia akan mengakui dirinya sebagai

Tuhan. Dalam konteks ini, manusia harus memahami bahwa sifat-sifat itu

diberikan Tuhan adalah sebagai amanah, yaitu tanggung jawab yang besar

yang pada suatu saat akan dimintai pertanggung jawabannya dihadapan Allah

60 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur an,(Jakarta: Lentera Hati, 2006), Volume 14, Cet-V, hlm. 122-123.

61 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), Cet-1,hlm.139.

Page 50: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

39

SWT. Untuk itu, manusia harus mendayagunakan potensi yang dianugerahkan

kepadanya secara bertanggung jawab dalam rangka merealisasikan tujuan dan

fungsi penciptaannya di alam ini, baik sebagai abd maupun khalifah di

bumi.62

Potensi atau fitrah yang dimiliki manusia, pada hakikatnya merupakan

kemampuan dasar manusia yang meliputi kemampuan mempertahankan

kelestarian kehidupannya, kemampuan rasional, maupun kemampuan

spiritual. Hanya saja, kemampuan tersebut masih bersifat embrio. Untuk itu,

diperlukan berbagai upaya untuk mengembangkan dan memperkaya potensi

tersebut secara aktif. Upaya yang efektif untuk maksud tersebut adalah melalui

proses pendidikan.

Pendidikan, dalam perspektif pendidikan Islam, merupakan sarana

untuk membantu peserta didik dalam upaya mengangkat, mengembangkan

dan mengarahkan potensi pasif yang dimilikinya menjadi potensi aktif yang

dapat teraktualisasi dalam kehidupannya secara maksimal. Dimensi ini

memberikan pengertian, bahwa dalam konteks ini pendidikan bukan sarana

yang berfungsi sebagai indoktrinasi pembentukan corak dan warna

kepribadian peserta didik sebagaimana yang diinginkan oleh pendidik atau

sistim pendidikan yang ada. Akan tetapi, pendidikan di sini berfungsi sebagai

fasilisator berkembangnya potensi peserta didik secara aktif sesuai dengan

sunnatullahnya masing-masing dan utuh, baik itu potensi fisik maupun psikis.

Untuk itu, sistim dan proses pendidikan yang dilaksanakan, harus mampu

menyentuh dan mengayomi keseluruhan dimensi potensi peserta didik sesuai

dengan irama perkembangannya secara harmonis dan integral.63

Adapun jenis fitrah, terbagi dalam banyak bagian, tetapi yang

terpenting adalah sebagai berikut:

1. Fitrah agama

Sejak lahir, manusia mempunyai jiwa agama, yaitu jiwa yang

mengakui bahwa adanya Dzat maha Pencipta dan maha Mutlak, yaitu

62 Ibid, hlm. 2163 Samsul Nizar, Sejarah Dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam: Potret Timur

Tengah Era Awal Dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet- 1, hlm. 154-155

Page 51: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

40

Allah SWT. Sejak di alam roh, manusia telah mempunyai komitmen

bahwa Allah adalah Tuhannya,64 sehingga ketika dilahirkan, ia

berkecenderungan pada Al-Hanif, yakni rindu akan kebenaran mutlak

(Allah).

2. Fitrah intelek

Intelek adalah potensi bawaan yang mempunyai daya untuk

memperoleh pengetahuan dan dapat membedakan antara yang baik dan

yang buruk, yang benar dan yang salah.65Allah SWT sering mengingatkan

manusia untuk menggunakan fitrah inteleknya, misalnya dengan kalimat

”Afala Ta qilun, Afala Tatafakkarun, Afala Tubshirun, Afala

Yatadabbarun, dan seterusnya. Karena fitrah inteleknya inilah derajat

manusia jauh lebih tinggi daripada makhluk Allah yang lain dan yang

membedakan pula antara manusia dan hewan.

3. Fitrah sosial

Kecenderungan manusia untuk hidup berkelompok yang di

dalamnya terbentuk suatu ciri-ciri yang khas yang disebut dengan

kebudayaan. Kebudayaan ini merupakan cermin manusia dan

masyarakatnya. Dalam hal ini, tugas pendidikan adalah menjadikan

kebudayaan Islam sebagai proses kurikulum pendidikan Islam dalam

seluruh peringkat dan tahapannya.

4. Fitrah susila

Kemampuan manusia untuk mempertahankan harga diri dan sifat-

sifat amoral, atau sifat-sifat yang menyalahi tujuan Allah yang

menciptakannya, serta sifat-sifat yang menyalahi kode etik yang telah

disepakati oleh masyarakat Islam. Manusia yang menyalahi fitrah

susilanya, akibatnya menjadi hina.

5. Fitrah ekonomi (mempertahankan hidup)

64 Lihat: Q. S. , Al-A’raf: 17265 Tim. Depag RI, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Dirjen PKAI, 1987), Jilid 1, hlm. 80

Page 52: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

41

Daya manusia untuk mempertahankan hidupnya dengan upaya

memberikan kebutuhan jasmaniah dengan memanfaatkan kekayaan dalam

rangka beribadah kepada Allah demi kelangsungan hidupnya.

6. Fitrah seni

Kemampuan manusia yang menimbulkan daya estetika, yang

mengacu pada sifat Al-Jamal. Tugas pendidikan dalam hal ini adalah

memberikan suasana gembira dan aman dalam proses belajar mengajar,

karena pendidikan merupakan proses kesenian yang menuntut adanya seni

mendidik.

7. Fitrah kemajuan, keadilan, kemerdekaan, persamaan, ingin dihargai,

menikah, cinta tanah air, dan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia

lainnya.66

Fitrah-fitrah di atas harus mendapat tempat dan perhatian serta

pengaruh dari faktor eksogen manusia (environment) untuk mengembangkan

dan melestarikan potensinya yang positif dan sebagai penangkal dari

kelestarian al-Nafsu Ammarah bis Suu, sehingga manusia dapat hidup searah

dengan tujuan Allah yang menciptakannya, yaitu penghambaan dirinya

sebagai abd dan khalifah.

Cara yang tepat untuk mengembangkan dan memelihara fitrah manusia

ini adalah melalui pendidikan, karena pendidikan mencakup berbagai dimensi:

badan, akal, perasaan, kehendak dan seluruh unsur kejiwaan manusia serta

bakat-bakat dan kemampuannya. Pendidikan merupakan upaya untuk

mengembangkan bakat dan kemampuan individual, sehingga potensi-potensi

kejiwaan itu dapat diaktualisasikan secara sempurna, karena potensi-potensi

itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat

berharga.

Dengan adanya pendidikan ini maka dapat diketahui bakat dan

kemampuan anak didik, sehingga bakat dan kemampuan tersebut dapat dibina

dan dikembangkan. Dan menjadi tugas pendidiklah untuk membantu anak

didik agar mengetahui bakat dan kemampuannya. Di samping itu pendidik

66 Muhaimin, op. cit., hlm. 139-140

Page 53: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

42

juga berkewajiban untuk menemukan kesulitan-kesulitan yang membatasi

perkembangan potensinya serta membantu menghilangkan hambatan itu untuk

mencapai kemajuan anak didik.

Jika dilihat dari segi kemampuan dasar paedagogis, manusia

dipandang sebagai Homo Edukandum yaitu makhluk yang harus dididik, oleh

karena itu, manusia dikategorikan sebagai animal educable, yaitu manusia

sebangsa hewan yang dapat dididik. Manusia dapat dididik karena memiliki

akal, mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan (homo sapiens), di

samping manusia juga memiliki kemampuan untuk berkembang dan

membentuk dirinya sendiri.67Hal ini tidak jauh berbeda dengan pandangan

bahwa manusia merupakan makhluk paedagogis, yaitu makhluk Allah yang

dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik, sehingga

mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan.68

Beberapa alasan yang mendasari dan mengharuskan manusia harus

dididik adalah karena; Pertama, anak manusia lahir tidak dilengkapi insting

yang sempurna untuk dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi lingkungan.

Kedua, anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai persiapan

untuk dapat secara tepat berhubungan dengan lingkungan secara konstruktif.

Ketiga, awal pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian

jasmani (bisa melakukan segala sesuatunya secara mandiri), atau mencapai

kebebasan fisik dan jasmani.69

Bila landasan biologis yang menjadi salah satu alasan harus dididiknya

manusia di atas tidak dilakukan, maka hal ini dapat berimplikasi pada masa

depan manusia dalam kehidupan sosial maupun kehidupannya sebagai sebuah

individu utuh, diantaranya adalah dapat menjadikan manusia tidak berbudaya,

dan karena kemampuan pendidikannya terbatas, atau bahkan sangat kurang,

maka perlu dididik kembali atau reedukasi yang prosesnya tentu akan lebih

67 Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1, hlm.15

68 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), halm. 1669 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002),

Cet-2, hlm. 33

Page 54: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

43

rumit dan lama dari pendidikan sejak sebelum atau sesudah manusia lahir

sebagaimana konsep pendidikan sepanajang hidup yang diusung dalam agama

Islam.

Kenyataan bahwa manusia adalah Homo Edukandum, makhluk

paedagogis, dan makhluk resultan dari dua komponen (materi dan immateri),

maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang mengacu ke arah

realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Hal ini

mengindikasikan bahwa sistim pendidikan Islam harus dibangun di atas

konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan Qalbiyah dan Aqliyah sehingga

mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan

terpuji secara moral. Jika kedua komponen itu terpisah, yaitu antara materi dan

immateri, dalam pendidikan Islam, maka manusia akan kehilangan

keseimbangan dan tidak akan pernah menjadi pribadi yang sempurna (insan

kamil).70

Untuk upaya pengembangan fitrah yang merupakan bentuk atau wadah

yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat

berkembang, maka diperlukan campur tangan pendidik sebagai salah satu

komponen pendidikan Islam yang selalu menyertai proses pendidikan peserta

didik. Dalam hal ini, pendidik dituntut untuk memiliki kemampuan dan

kecakapan dalam mendidik. Di sinilah peran orang tua, guru dan masyarakat

sebagai pendidik yang secara integral bertanggung jawab atas pembentukan

dan pengembangan fitrah yang dimiliki anak didik.

C. Karakteristik Pendidik Ideal

Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan

Islam yang sangat tinggi terhadap pendidik. Begitu tingginya penghargaan itu

sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi

dan rosul. Syauki bersyair:

”Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guruitu hampir saja merupakan seorang rasul”

70 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 22

Page 55: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

44

Penghargaan ini tidak bisa dilepaskan karena Islam sangat menghargai

ilmu pengetahuan. Tentang penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan,

perlu dicermati tulisan Asma Hasan Fahmi (1979):

1. Tinta ulama lebih berharga daripada darah syuhada.

2. Orang yang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadah, yang

berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan shalat,

bahkan melebihi seseorang yang berperang di jalan Allah.

3. Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam Islam

yang tidak diisi kecuali seorang yang alim lainnya.71

4. Derajat orang yang berilmu pengetahuan lebih tinggi dari pada orang yang

tidak berilmu. Hal ini berlandaskan firman Allah dalam surah al-

Mujadalah, ayat 11 yang berbunyi:

$pkš‰ r' ¯» tƒtûï Ï% ©!$#(#þq ãZtB#uä#sŒÎ)Ÿ@ŠÏ%öN ä3 s9(#q ßs¡¡ xÿs?† ÎûħÎ=» yfyJ ø9$#(#q ßs|¡ øù$$sùËx|¡ øÿtƒ

ª!$#öN ä3 s9(#sŒÎ) urŸ@ŠÏ%(#râ“ à±S$#(#râ“ à±S$$sùÆìsùö• tƒª!$#tûï Ï% ©!$#(#q ãZtB#uäöN ä3ZÏBtûï Ï% ©!$#ur

(#q è?ré&zO ù=Ïèø9$#;M» y_ u‘yŠ4ª!$#ur$yJ Î/tbq è=yJ ÷ès?׎•Î7 yzÇÊÊÈ

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberikelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Makaberdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah:11)

Selain menjelaskan tentang larangan berbisik yang merupakan salah

satu tuntutan akhlak, guna membina hubungan harmonis antarasesama; ayat di

atas juga menggambarkan kedudukan orang yang berilmu. Ayat di atas tidak

menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang

berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni

71 Khiron Rosyadi, op. cit., hlm. 177

Page 56: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

45

yang lebih tinggi dari yang sekadar beriman. Orang yang diberi pengetahuan

sebagaimana yang terdapat dalam ayat di atas adalah mereka yang beriman

dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas

membagi manusia yang beriman dalam dua kelompok besar, yang pertama

sekedar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal

saleh, tapi juga berpengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih

tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan

pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, atau tulisan maupun

dengan keteladanan.72

Fungsi dan peranan pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam

menduduki posisi strategis dan vital. Pendidik yang terlibat secara fisik dan

emosional dalam proses pengembangan fitrah manusia didik baik langsung

ataupun tidak akan memberi warna tersendiri terhadap corak dan model

sumber daya manusia yang dihasilkannya. Oleh karna itu, disamping sangat

menghargai posisi strategis pendidik, Islam juga telah menggariskan fungsi,

peranan dan kriteria atau karakteristik seorang pendidik.

Menurut Zuhairini, dkk (1994) dalam melaksanakan proses pendidikan

Islam, peranan pendidik sangat penting, karena dia yang bertanggung jawab

dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itu pulalah yang menjadi penyebab

Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang berilmu pengetahuan

yang bertugas sebagai pendidik. Karena tanpa pendidik, kehidupan manusia

selalu berada dalam lingkaran ketentuan Allah dan fitrah manusia dapat

dikembangkan secara baik.

Sebagai pengembang fitrah kemanusiaan anak didik, maka pendidik

harus memiliki nilai lebih dibanding si terdidik. Tanpa memiliki nilai lebih,

sulit bagi pendidik untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, sebab

itu akan kehilangan arah, tidak tahu kemana fitrah anak didik akan

dikembangkan, serta daya dukung apa saja yang dapat digunakan. Nilai lebih

yang harus dimiliki oleh pendidik Islam mencakup 3 hal pokok, yaitu

72 M. Quraish Shihab, Volume 14, op. cit., hlm. 79-80.

Page 57: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

46

pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang didasarkan nilai-nilai ajaran

Islam.

Agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban kependidikan Islam

dengan baik, Mohammad al-Athiyah al-Abrosyi (1980) menyebutkan 7 sifat

yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam, yaitu:

1. Bersifat zuhud, dalam arti tidak mengutamakan kepentingan meteri dalam

pelaksanaan tugasnya, namun lebih mementingkan perolehan keridhaan

Allah. Artinya, pendidik harus lebih menekankan niat dan motivasi

mendidik didasarkan atas keikhlasan.

2. Berjiwa bersih dan terhindar dari sifat atau akhlak buruk, dalam arti

bersih secara jasmani/fisik dan bersih secara rohani/mental, sehingga

dengan sendirinya terhindar dari sifat/perilaku buruk. Ini perlu dimiliki

oleh pendidik Islam, karena sesungguhnya ia adalah teladan bagi peserta

didiknya.

3. Bersikap terbuka, yaitu mau menerima kritik dan saran tidak terkecuali

dari peserta didik sehingga dalam pembelajaran tercipta interaksi antara

pendidik dan murid dengan baik dan harmonis.

4. Bersifat pemaaf, peserta didik sebagai manusia berpotensi tentu penuh

dinamika. Terjadinya interaksi antara guru dengan peserta didik sebagai

konsekuensi dinamika dan kreativitas, tidak jarang dapat membuat rasa

jengkel, kurang puas, menyinggung atau tidak menyenangkan hati

pendidik. Sebagai mana manusia biasa, pendidik pun tidak tidak lepas dari

marah, kurang senang dan sebagainya. Tetapi hal itu tidak boleh

berlangsing lama, karena akan menganggu interaksi pembelajaran yang

seharusnya menyenangkan.

5. Bersifat kebapaan, dalam arti ia harus memposisikan diri sebagai

pelindung yang mencintai muridnya serta selalu memikirkan masa depan

mereka.

6. Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta didik. Dalam

konteks ini, seorang pendidik Islam harus memiliki pengetahuan dan

keterampilan psikologi, agar mampu memahami tabiat, watak,

Page 58: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

47

pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sebagai landasan dasar

pengembangan potensi mereka. Selain itu, pendidik juga harus menguasai

berbagai strategi dan metode pengembangan pendidikan dan pembelajaran

sehingga dapat menyesuaikan dengan tuntutan bakat, tabiat dan watak

pendidik.

7. Menguasai bidang studi yang akan dikembangkan atau ajarkan. Ini

berarti, pendidik Islam harus terlebih dahulu membekali diri dengan ilmu

pengetahuan dan keterampilan muatan materi yang diajarkan kepada

peserta didik, sehingga sesuai dengan sasaran dan tujuan pendidikan yang

telah ditetapkan.73

Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki

karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain. Dengan

karakteristiknya, menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam seluruh

totalitas kepribadiannya. Totalitas tersebut kemudian akan teraktualisasi

memlalui seluruh perkataan dan perbuatannya. Dalam hal ini, an-Nahlawi

membagi karakteristik pendidik muslim sebagaimana berikut:

1. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan,

tingkah laku, dan pola pikirnya.

2. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta

didik.

3. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.

4. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat

mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola berpikir peserta didik.

5. Berperilaku adil terhadap peserta didiknya.74

Selain itu, dalam menentukkan karakteristik dan kriteria pendidik,

maka Nabi Muhammad adalah tolok ukur yang dapat dijadikan sebagai acuan

bagi pendidik Islam. Menurut Hasan Langgulung, gambaran lengkap

mengenai kehidupan Nabi Muhammad yang dapat dijadikan landasan keriteria

73 Ahmad Syar’i, op. cit., hlm. 35-38.74 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 45

Page 59: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

48

pendidik Islam telah terangkum dalam pernyataan Aisyah ra. bahwa

akhlaknya adalah al-Qur’an.

Sehubungan dengan ini, Nashi Ulwan (1981) menjelaskan bahwa

seorang pendidik paling tidak memiliki lima kriteria untuk dapat dikatakan

layak sebagai pendidik menurut konsep pendidikan Islam. Kelima kriteria

dasar itu adalah, bahwa seorang pendidik harus memiliki karakteristik berupa:

1. Kesesuaian perkataan dan perbuatan, Rasulullah saw. selalu

memerintahkan kebaikan kepada manusia dan beliau adalah orang pertama

yang melakukannya dan jika ia mencegah manusia dari kejahatan, maka ia

adalah orang pertama yang menjauhinya.

2. Berani, yaitu keberanian dalam berkata-kata, dan keberanian untuk

mengakui kesalahan dan kelemahan diri.75

3. Bertakwa kepada Allah.

4. Ikhlas

5. Berilmu

6. Santun, lemah lembut

7. Punya rasa tanggung jawab

8. Mengenakan pakaian muslim bagi pendidik muslimah

9. Menampilkan wajah berseri ketika mengajar76

Berdasarkan kriteria dan karakteristik pendidik yang dalam ajaran

Islam sangat penting terdapat pada diri peserta didik, maka dapat disimpulkan

bahwa sebenarnya karakteristik tersebut terbagi menjadi tiga poin besar, yaitu:

1. Kematangan diri yang stabil; memahami diri sendiri, mencintai diri secara

wajar dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan

nilai-nilai itu, sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak

menggantungkan atau menjadi beban bagi orang lain.

75 Syalhub Fuad bin Abdul Aziz, Guruku Muhammad, (Jakarta: Gema Insani Press,2006), Cet-1, hlm. 11

76 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 123-124.

Page 60: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

49

2. Kematangan sosial yang stabil; dalam hal ini seorang pendidik dituntut

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan

mempunyai kecakapan membina kerja sama dengan orang lain.

3. Kematangan profesional (kemampuan mendidik); yakni menaruh

perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik serta mempunyai

pengetahuan yang cukup tentang latar belakang anak didik dan

perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara

mendidik.77

D. Muhammad, Sang Pendidik Teladan

Muhammad adalah manusia tersempurna, insan al-kamil, sekaligus

guru terbaik sepanjang masa. Ia tidak hanya mengajar dan mendidik, tapi juga

menunjukan jalan dan melakukan apa yang ia ajarkan.

Jika pendidik diartikan sebagai orang yang secara sengaja mengasuh

individu atau beberapa individu lainnya, agar mereka dapat tumbuh dan

berhasil dalam menjalani kehidupan, maka dalam konteks pengertian ini

Muhammad adalah sosok pendidik agung bagi umat manusia yang dapat

dijadikan qiblat sebagai tolok ukur berhasil dan tidaknya seseorang dalam

menjalani tugasnya sebagai pendidik. Meskipun pendidik pertama dalam

Islam adalah Allah Swt., sedangkan para rasul adalah manusia sempurna yang

menyampaikan wahyu Allah melalui bimbingan dan pendidikan. Frase

”membacakan ayat-ayat-Nya” dan ”mensucikan mereka” menunjukan bahwa

Muhammad mengajar mereka makna-makna Al-Qur’an dan penciptaan secara

gradual, membimbing mereka menjadi manusia sempurna melalui

kesempurnaan spiritual.78

Muhammad dalam kedudukannya sebagai sang pendidik, memiliki

beberapa tugas spesifik kaitannya dengan kependidikan. Al-Qur’an yang

merupakan visualisasi dari tugas yang harus dijalankan Nabi memuat ayat-

ayat yang menguatkan misi kependidikan Muhammad. Muhammad

77 Hasbullah, , op. cit., hlm. 1978 Moh. Slamet Untung, MA, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: PT Pustaka Rizki

Putera, 2005), Cet-1, hlm. 52

Page 61: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

50

merupakan Nabi dan Rasul penutup, dengan demikian tugas Muhammad

adalah menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan risalah terakhir di

bidang akidah, ibadah dan mu’amalah, melalui proses pendidikan. Al-Qur’an

bagi Muhammad diartikan bukan sekedar kitab suci yang memberikan

justifikasi kenabian atas dirinya, lebih dari itu Al-Qur’an merupakan

penjelasan tentang konsep pendidikan Tuhan bagi hambanya. Internalisasi

nilai-nilai edukatif Al-Qur’an yang dilakukan oleh Nabi tidak saja lewat

nasihat dan pengajaran-pengajaran lain, namun diri Muhammad sendiri

menjadi contoh yang hidup bagi dasar-dasar kependidikan yang

dikembangkannya. Muhammad merepresentasikan dan mengekspresikan apa

yang diajarkan melalui tindakan, kemudian menerjemahkan tindakannya ke

dalam kata-kata. Sehingga apapun yang diajarkan oleh Muhammad akan

segera diterima oleh para sahabat karena ucapannya telah diawali dengan

contoh konkret.79

Bukti bahwa Nabi Muhammad adalah teladan yang baik termaktub

dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 yaitu:

ô‰s)©9tb% x.öN ä3 s9’ÎûÉAq ß™u‘«!$#îo uq ó™é&×p uZ|¡ ymyJ Ïj9tb% x.(#q ã_ö• tƒ©!$#tPöq u‹ ø9$#urt• Åz Fy$#t•x. sŒur

©!$##ZŽ•ÏV x.ÇËÊÈ

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baikbagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (33:21)

Muhammad adalah gurunya para guru. Ia mendidik melalui

keteladanan yang hidup dan terperagakan melalui dirinya.80Allah telah

mendidik dan mengajarnya dengan sebaik-baik pendidikan dan pengajaran.

Muhammad SAW dalam hal ini memberikan penegasan bahwa, Tuhanku

telah mendidik dan mengajarku, maka Dialah yang membaikkan

pendidikanku . Dengan penegasan ini, dapat dikatakan bahwa Muhammad

79 Ibid, hlm. 5580 Aidh Bin Abdullah Al-Qarni, Visualisasi Kepribadian Muhammad, (Bandung: Irsyad

Baitus Salam, 2004), hlm. 237

Page 62: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

51

sesungguhnya seorang model dan pembimbing bagi umatnya yang perkataan,

perbuatan dan taqrirnya dapat dijadikan teladan untuk kebahagian dan

keberhasilan peserta didik di dunia maupun di akherat.

Page 63: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

52

BAB III

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM

PENDIDIKAN ISLAM

A. Latar Belakang Sosial, Intelektual, dan Karir

Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA), lahir di Sungai

Batang, Maninjau Sumatera Barat pada hari Ahad, tanggal 17 Februari 1908

M./13 Muharam 1326 H dari kalangan keluarga yang taat agama. Ayahnya

adalah Haji Abdul Karim Amarullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh

Muhammad Amarullah bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan

salah seorang ulama yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor

kebangkitan kaum mudo dan tokoh Muhammadiyah di Minangkabau. Ia juga

menjadi penasehat Persatuan Guru-Guru Agama Islam pada tahun 1920an; ia

memberikan bantuannya pada usaha mendirikan sekolah Normal Islam di

Padang pada tahun 1931; ia menentang komunisme dengan sangat gigih pada

tahun 1920-an dan menyerang ordonansi guru pada tahun 1920 serta

ordonansi sekolah liar tahun 1932.81 Sementara ibunya bernama Siti Shafiyah

Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari geneologis ini dapat diketahui,

bahwa ia berasal dari keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan

dengan generasi pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan

awal abad XIX. Ia lahir dalam struktur masyarakat Minangkabau yang

menganut sistem matrilineal. Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia

berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya.82

Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-

Qur’an langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun tepatnya pada tahun 1914,

ia dibawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia 7 tahun, ia kemudian

dimasukkan ke sekolah desa yang hanya dienyamnya selama 3 tahun, karena

kenakalannya ia dikeluarkan dari sekolah. Pengetahuan agama, banyak ia

81 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ESAnggota IKAPI, 1985), Cet-3, hlm. 46.

82 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentangPendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 15-18

Page 64: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

53

peroleh dengan belajar sendiri (autodidak). Tidak hanya ilmu agama, Hamka

juga seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti

filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat.

Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat menyelidiki karya

ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji

Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui

bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman

seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean

Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti.83

Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan dan

mengembangkan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Ditempat itulah

Hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab. Sumatera

Thawalib adalah sebuah sekolah dan perguruan tinggi yang mengusahakan

dan memajukan macam-macam pengetahuan berkaitan dengan Islam yang

membawa kebaikan dan kemajuan di dunia dan akhirat. Awalnya Sumatera

Thawalib adalah sebuah organisasi atau perkumpulan murid-murid atau

pelajar mengaji di Surau Jembatan Besi Padang Panjang dan surau Parabek

Bukittinggi, Sumatera Barat. Namun dalam perkembangannya, Sumatera

Thawalib langsung bergerak dalam bidang pendidikan dengan mendirikan

sekolah dan perguruan yang mengubah pengajian surau menjadi sekolah

berkelas.

Hamka kecil sangat gemar menonton film. Ia tergolong anak yang

tingkat kenakalannya cukup memusingkan kepala. Ia suka keluyuran ke mana-

mana, sering berbelok niat dari pergi ke surau menjadi ke gedung bioskop

untuk mengintip film bisu yang sedang diputar. Selain kenakalan tersebut, ia

juga sering memanjat jambu milik orang lain, mengambil ikan di kolam orang,

kalau kehendaknya tidak dituruti oleh kawannya, maka kawannya itu akan

terus diganggunya. Pendeknya, hampir seluruh penduduk kampung sekeliling

83 http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah, 27-01-2010

Page 65: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

54

Padang Panjang tidak ada yang tidak kenal akan kenakalan Hamka.84 Tatkala

usianya 12 tahun, kedua orang tuanya bercerai. Perceraian itu terjadi karena

perbedaan pandangan dalam persoalan ajaran agama. Di pihak ayahnya adalah

seorang pemimpin agama yang radikal, sedangkan di pihak ibunya adalah

pemegang adat yang sangat kental seperti berjanji, randai, pencak, menyabung

ayam dan sebagainya.85 Berzanji ialah suatu doa-doa, puji-pujian dan

penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama

atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan dan

maulid Nabi Muhammad saw. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan

Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa

kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya

juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta

berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Adapun Randai

dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang cukup panjang. Konon

kabarnya randai sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang

Panjang ketika mesyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari

laut. Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu kesenian yang

dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu,

dimana dalam randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua

Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Randai

ini bertujuan untuk menghibur masyarakat yang biasanya diadakan pada saat

pesta rakyat atau pada hari raya Idul fitri. Randai ini dimainkan oleh pemeran

utama yang akan bertugas menyampaikan cerita, pemeran utama ini bisa

berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita

yang dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran

utama dilingkari oleh anggota-anggota lain yang bertujuan untuk

menyemarakkan berlansungnya acara tersebut. Pada awalnya Randai adalah

media untuk menyampaikan kabar atau cerita rakyat melalui gurindam atau

syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-

84 Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009)Cet-2, hlm. 53

85 Ibid. , hlm. 53

Page 66: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

55

gerakan silat Minangkabau. Namun dalam perkembangannya Randai

mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti

kelompok Dardanela. Jadi, Randai pada awalnya adalah media untuk

menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika disebut sebagai

Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam perkembangannya Randai

mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara. Sedangkan

pencak; kata pencak berasal dari kata mancak atau dikatakan juga sebagai

bungo silek (bunga silat) adalah berupa gerakan-gerakan tarian silat yang

dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya.

Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin

karena untuk pertunjukan.

Secara formal, pendidikan yang ditempuh Hamka tidaklah tinggi. Pada

usia 8-15 tahun, ia mulai belajar agama di sekolah Diniyyah School dan

Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan Parabek. Diantara gurunya adalah

Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid, Sutan Marajo dan

Zainuddin Labay el-Yunusy. Keadaan Padang Panjang pada saat itu ramai

dengan penuntut ilmu agama Islam, di bawah pimpinan ayahnya sendiri.

Pelaksanaan pendidikan waktu itu masih bersifat tradisional dengan

menggunakan sistim halaqah. Pada tahun 1916, sistim klasikal baru

diperkenalkan di Sumatera Thawalib Jembatan Besi. Hanya saja, pada saat itu

sistim klasikal yang diperkenalkan belum memiliki bangku, meja, kapur dan

papan tulis. Materi pendidikan masih berorientasi pada pengajian kitab-kitab

klasik, seperti nahwu, sharaf, manthiq, bayan, fiqh, dan yang sejenisnya.

Pendekatan pendidikan dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan.

Pada waktu itu, sistim hafalan merupakan cara yang paling efektif bagi

pelaksanaan pendidikan. Meskipun kepadanya diajarkan membaca dan

menulis huruf arab dan latin, akan tetapi yang lebih diutamakan adalah

mempelajari dengan membaca kitab-kitab arab klasik dengan standar buku-

buku pelajaran sekolah agama rendah di Mesir. Pendekatan pelaksanaan

pendidikan tersebut tidak diiringi dengan belajar menulis secara maksimal.

Akibatnya banyak diantara teman-teman Hamka yang fasih membaca kitab,

Page 67: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

56

akan tetapi tidak bisa menulis dengan baik. Meskipun tidak puas dengan

sistim pendidikan waktu itu, namun ia tetap mengikutinya dengan seksama. Di

antara metode yang digunakan guru-gurunya, hanya metode pendidikan yang

digunakan Engku Zainuddin Labay el-Yunusy yang menarik hatinya.

Pendekatan yang dilakukan Engku Zainuddin, bukan hanya mengajar (transfer

of knowledge), akan tetapi juga melakukan proses ’mendidik’ (transformation

of value). Melalui Diniyyah School Padang Panjang yang didirikannya, ia

telah memperkenalkan bentuk lembaga pendidikan Islam modern dengan

menyusun kurikulum pendidikan yang lebih sistematis, memperkenalkan

sistim pendidikan klasikal dengan menyediakan kursi dan bangku tempat

duduk siswa, menggunakan buku-buku di luar kitab standar, serta memberikan

ilmu-ilmu umum seperti, bahasa, matematika, sejarah dan ilmu bumi.86

Wawasan Engku Zainuddin yang demikian luas, telah ikut membuka

cakrawala intelektualnya tentang dunia luar. Bersama dengan Engku Dt.

Sinaro, Engku Zainuddin memiliki percetakan dan perpustakaan sendiri

dengan nama Zinaro. Pada awalnya, ia hanya diajak untuk membantu melipat-

lipat kertas pada percetakan tersebut. Sambil bekerja, ia diijinkan untuk

membaca buku-buku yang ada di perpustakaan tersebut. Di sini, ia memiliki

kesempatan membaca bermacam-macam buku, seperti agama, filsafat dan

sastra. Melalui kemampuan bahasa sastra dan daya ingatnya yang cukup kuat,

ia mulai berkenalan dengan karya-karya filsafat Aristoteles, Plato, Pythagoras,

Plotinus, Ptolemaios, dan ilmuan lainnya. Melalui bacaan tersebut, membuat

cakrawala pemikirannya semakin luas.87

Dengan banyak membaca buku-buku tersebut, membuat Hamka

semakin kurang puas dengan pelaksanaan pendidikan yang ada. Kegelisahan

intelektual yang dialaminya itu telah menyebabkan ia berhasrat untuk

merantau guna menambah wawasannya. Oleh karnanya, di usia yang sangat

muda Hamka sudah melalang buana. Tatkala usianya masih 16 tahun, tapatnya

pada tahun 1924, ia sudah meninggalkan Minangkabau menuju Jawa;

86 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 21-2287 Ibid., hlm. 22-23

Page 68: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

57

Yogyakarta. Ia tinggal bersama adik ayahnya, Ja’far Amrullah. Di sini Hamka

belajar dengan Ki Bagus Hadikusumo, R. M. Suryopranoto, H. Fachruddin,

HOS. Tjokroaminoto, Mirza Wali Ahmad Baig, A. Hasan Bandung,

Muhammad Natsir, dan AR. St. Mansur.88 Di Yogyakarta Hamka mulai

berkenalan dengan Serikat Islam (SI). Ide-ide pergerakan ini banyak

mempengaruhi pembentukan pemikiran Hamka tentang Islam sebagai suatu

yang hidup dan dinamis. Hamka mulai melihat perbedaan yang demikian

nyata antara Islam yang hidup di Minangkabau, yang terkesan statis, dengan

Islam yang hidup di Yogyakarta, yang bersifat dinamis. Di sinilah mulai

berkembang dinamika pemikiran keIslaman Hamka. Perjalanan ilmiahnya

dilanjutkan ke Pekalongan, dan belajar dengan iparnya, AR. St. Mansur,

seorang tokoh Muhammadiyah. Hamka banyak belajar tentang Islam dan juga

politik. Di sini pula Hamka mulai berkenalan dengan ide pembaruan

Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha yang berupaya

mendobrak kebekuan umat. Rihlah Ilmiah yang dilakukan Hamka ke pulau

Pulau Jawa selama kurang lebih setahun ini sudah cukup mewarnai

wawasannya tentang dinamika dan universalitas Islam. Dengan bekal tersebut,

Hamka kembali pulang ke Maninjau (pada tahun 1925) dengan membawa

semangat baru tentang Islam.89 Ia kembali ke Sumatera Barat bersama AR. st.

Mansur. Di tempat tersebut, AR. St. Mansur menjadi mubaligh dan penyebar

Muhammadiyah, sejak saat itu Hamka menjadi pengiringnya dalam setiap

kegiatan kemuhammadiyahan.90

Berbekal pengetahuan yang telah diperolehnya, dan dengan maksud

ingin memperkenalkan semangat modernis tentang wawasan Islam, ia pun

membuka kursus pidato di Padang Panjang. Hasil kumpulan pidato ini

kemudian ia cetak dalam sebuah buku dengan judul Khatib Al-Ummah. Selain

itu, Hamka banyak menulis pada majalah Seruan Islam, dan menjadi

88 M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensi dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung:Mizan, 1993), hlm. 201-202

89 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 1, hlm. 10190 H. Rusydi, Pribadi Dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka, (Jakarta: Pustaka Panjimas,

1983), Cet-2, hlm. 2

Page 69: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

58

koresponden di harian Pelita Andalas. Hamka juga diminta untuk membantu

pada harian Bintang Islam dan Suara Muhammadiyyah di Yogyakarta. Berkat

kepiawaian Hamka dalam menulis, akhirnya ia diangkat sebagai pemimpin

majalah Kemajuan Zaman. Dua tahun setelah kembalinya dari Jawa (1927),

Hamka pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kesempatan ibadah

haji itu ia manfaatkan untuk memperluas pergaulan dan bekerja. Selama enam

bulan ia bekerja di bidang percetakan di Mekkah. Sekembalinya dari Mekkah,

ia tidak langsung pulang ke Minangkabau, akan tetapi singgah di Medan untuk

beberapa waktu lamanya. Di Medan inilah peran Hamka sebagai intelektual

mulai terbentuk. Hal tersebut bisa kita ketahui dari kesaksian Rusydi Hamka,

salah seorang puteranya; ”Bagi Buya, Medan adalah sebuah kota yang penuh

kenangan. Dari kota ini ia mulai melangkahkan kakinya menjadi seorang

pengarang yang melahirkan sejumlah novel dan buku-buku agama, falsafah,

tasawuf, dan lain-lain. Di sini pula ia memperoleh sukses sebagai wartawan

dengan Pedoman Masyarakat. Tapi di sini pula, ia mengalami kejatuhan yang

amat menyakitkan, hingga bekas-bekas luka yang membuat ia meninggalkan

kota ini menjadi salah satu pupuk yang menumbuhkan pribadinya di belakang

hari”. Di Medan ia mendapat tawaran dari Haji Asbiran Ya’kub dan

Muhammad Rasami, bekas sekretaris Muhammdiyah Bengkalis untuk

memimpin majalah mingguan Pedoman Masyarakat. Meskipun mendapatkan

banyak rintangan dan kritikan, sampai tahun 1938 peredaran majalah ini

berkembang cukup pesat, bahkan oplahnya mencapai 4000 eksemplar setiap

penerbitannya. Namun ketika Jepang datang, kondisinya jadi lain. Pedoman

Masyarakat dibredel, aktifitas masyarakat diawasi, dan bendera merah putih

dilarang dikibarkan. Kebijakan Jepang yang merugikan tersebut tidak

membuat perhatiannya untuk mencerdaskan bangsa luntur, terutama melalui

dunia jurnalistik. Pada masa pendudukan Jepang, ia masih sempat

menerbitkan majalah Semangat Islam. Namun kehadiran majalah ini tidak bisa

menggantikan kedudukan majalah Pedoman Masyarakat yang telah melekat

di hati rakyat. Di tengah-tengah kekecewaan massa terhadap kebijakan

Jepang, ia memperoleh kedudukan istimewa dari pemerintah Jepang sebagai

Page 70: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

59

anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun 1944. Sikap

kompromistis dan kedudukannya sebagai ”anak emas” Jepang telah

menyebabkan Hamka terkucil, dibenci dan dipandang sinis oleh masyarakat.

Kondisi yang tidak menguntungkan ini membuatnya meninggalkan Medan

dan kembali ke Padang Panjang pada tahun 1945.91

Di Padang Panjang, seolah tidak puas dengan berbagai upaya

pembaharuan pendidikan yang telah dilakukannya di Minangkabau, ia

mendirikan sekolah dengan nama Tabligh School.92 Sekolah ini didirikan

untuk mencetak mubaligh Islam dengan lama pendidikan dua tahun. Akan

tetapi, sekolah ini tidak bertahan lama karna masalah operasional; Hamka

ditugaskan oleh Muhammadiyyah ke Sulawesi Selatan. Dan baru pada

konggres Muhammadiyah ke-11 yang digelar di Maninjau, maka diputuskan

untuk melanjutkan sekolah Tabligh School ini dengan mengganti nama

menjadi Kulliyyatul Muballighin dengan lama belajar tiga tahun. Tujuan

lembaga ini pun tidak jauh berbeda dengan Tabligh School, yaitu menyiapkan

mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi khatib,

mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta

membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan masyarakat

pada umumnya.93

Hamka merupakan koresponden di banyak majalah dan seorang yang

amat produtif dalam berkarya. Hal ini sesuai dengan penilaian Prof. Andries

Teew, seorang guru besar Universitas Leiden dalam bukunya yang berjudul

Modern Indonesian Literature I. Menurutnya, sebagai pengarang, Hamka

adalah penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu tulisan yang bernafaskan

Islam berbentuk sastra.94 Untuk menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran

Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu, maka pada permulaan tahun

91 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: GemaIslami, 2006), hlm. 62

92 Mardjani Tamin, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat, (Jakarta: Dep P dan KRI., 1997), hlm. 112

93 A. Susanto, op. cit., hlm. 10294 Sides Sudyarto DS, Hamka, ”Realisme Religius”, dalam Hamka, Hamka di Mata Hati

Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 139

Page 71: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

60

1959 Majelis Tinggi University Al Azhar Kairo memberikan gelar Ustaziyah

Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa) kepada Hamka. Sejak itu ia menyandang

titel ”Dr” di pangkal namanya. Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia

memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas Kebangsaan Malaysia

pada bidang kesusastraan, serta gelar Professor dari universitas Prof. Dr.

Moestopo. Kesemuanya ini diperoleh berkat ketekunannya yang tanpa

mengenal putus asa untuk senantiasa memperdalam ilmu pengetahuan.95 Ia

juga mendapatkan Gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari

pemerintah Indonesia.

Secara kronologis, karir Hamka yang tersirat dalam perjalanan

hidupnya adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru Agama di

Perkebunan Medan dan guru Agama di Padang Panjang. 96

2. Pendiri sekolah Tabligh School, yang kemudian diganti namanya menjadi

Kulliyyatul Muballighin (1934-1935). Tujuan lembaga ini adalah

menyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi

khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta

membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan

masyarakat pada umumnya.

3. Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia (1947), Konstituante

melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya

Umum (1955).

4. Koresponden pelbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan), Seruan

Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah

(Yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka (Jakarta).

5. Pembicara konggres Muhammadiyah ke 19 di Bukittinggi (1930) dan

konggres Muhammadiyah ke 20 (1931).

6. Anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah di Sumatera Tengah

(1934).

95 Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hlm. XIX96 http://amir14.wordpress.com/tasawuf-hamka/ 24-02-2010

Page 72: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

61

7. Pendiri Majalah al-Mahdi (Makassar, 1934)

8. Pimpinan majalah Pedoman Masyarakat (Medan, 1936)

9. Menjabat anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat pada

pemerintahan Jepang (1944).

10. Ketua konsul Muhammadiyah Sumatera Timur (1949).

11. Pendiri majalah Panji Masyarakat (1959), majalah ini dibrendel oleh

pemerintah karna dengan tajam mengkritik konsep demikrasi terpimpin

dan memaparkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang telah dilakukan

Soekarno. Majalah ini diterbitkan kembali pada pemerintahan Soeharto.

12. Memenuhi undangan pemerintahan Amerika (1952), anggota komisi

kebudayaan di Muangthai (1953), menghadiri peringatan mangkatnya

Budha ke-2500 di Burma (1954), di lantik sebagai pengajar di Universitas

Islam Jakarta pada tahun 1957 hingga tahun 1958, di lantik menjadi

Rektor perguruan tinggi Islam dan Profesor Universitas Mustapo, Jakarta.

menghadiri Konferensi Islam di Lahore (1958), menghadiri Konferensi

Negara-Negara Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid di Makkah

(1976), Seminar tentang Islam dan Peradapan di Kuala Lumpur,

menghadiri peringatan 100 tahun Muhammad Iqbal di Lahore, dan

Konferensi ulama di Kairo (1977), Badan pertimbangan kebudayaan

kementerianPP dan K, Guru besar perguruan tinggi Islam di Universitas

Islam di Makassar.

13. Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim, Penasehat

Kementerian Agama, Ketua Dewan Kurator PTIQ.

14. Imam Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta, yang kemudian namanya

diganti oleh Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Syaikh Mahmud Syaltut

menjadi Masjid Agung Al-Azhar. Dalam perkembangannya, Al-Azhar

adalah pelopor sistim pendidikan Islam modern yang punya cabang di

berbagai kota dan daerah, serta menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah

modern berbasis Islam. Lewat mimbarnya di Al-Azhar, Hamka

melancarkan kritik-kritiknya terhadap demokrasi terpimpin yang sedang

digalakkan oleh Soekarno Pasca Dekrit Presiden tahun 1959. Karena

Page 73: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

62

dianggap berbahaya, Hamka pun dipenjarakan Soekarno pada tahun 1964.

Ia baru dibebaskan setelah Soekarno runtuh dan orde baru lahir, tahun

1967. Tapi selama dipenjara itu, Hamka berhasil menyelesaikan sebuah

karya monumental, Tafsir Al-Azhar 30 juz.

15. Ketua MUI (1975-1981), Buya Hamka, dipilih secara aklamasi dan tidak

ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai ketua umum dewan

pimpinan MUI. Ia dipilih dalam suatu musyawarah, baik oleh ulama

maupun pejabat.97 Namun di tengah tugasnya, ia mundur dari jabatannya

karna berseberangan prinsip dengan pemerintah yang ada. Hal ini terjadi

ketika menteri agama, Alamsyah Ratu Prawiranegara mengeluarkan fatwa

diperbolehkannya umat Islam menyertai peringatan natal bersama umat

Nasrani dengan alasan menjaga kerukunan beragama, Hamka secara tegas

mengharamkan dan mengecam keputusan tersebut. Meskipun pemerintah

mendesak agar ia menarik fatwanya, ia tetap dalam pendiriannya. Karena

itu, pada tanggal 19 Mei 1981 ia memutuskan untuk melepaskan

jabatannya sebagai ketua MUI.

Hamka merupakan salah seorang tokoh pembaharu Minangkabau ysng

berupaya menggugah dinamika umat dan mujaddid yang unik. Meskipun

hanya sebagai produk pendidikan tradisional, namun ia merupakan seorang

intelektual yang memiliki wawasan generalistik dan modern. Hal ini nampak

pada pembaharuan pendidikan Islam yang ia perkenalkan melalui Masjid Al-

Azhar yang ia kelola atas permintaan pihak yayasan melalui Ghazali Syahlan

dan Abdullah Salim. Hamka menjadikan Masjid Al-Azhar bukan hanya

sebagai institusi keagamaan, tetapi juga sebagai lembaga sosial, yaitu (1)

Lembaga Pendidikan (Mulai TK Islam sampai Perguruan Tinggi Islam). (2)

Badan Pemuda. Secara berkala, badan ini menyelenggarakan kegiatan

pesantren kilat, seminar, diskusi, olah raga, dan kesenian. (3). Badan

Kesehatan. Badan ini menyelenggarakan dua kegiatan, yaitu; poliklinik gigi

dan poliklinik umum yang melayani pengobatan untuk para siswa, jemaah

masjid, maupun masyarakat umum. (4). Akademi, Kursus, dan Bimbingan

97 Hamka, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 55

Page 74: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

63

Masyarakat. Di antara kegiatan badan ini adalah mendirikan Akademi Bahasa

Arab, Kursus Agama Islam, membaca Al-Qur’an, manasik haji, dan

pendidikan kader muballigh.98 Di masjid tersebut pula, atas permintaan

Hamka, dibangun perkantoran, aula, dan ruang-ruang belajar untuk

difungsikan sebagai media pendidikan dan sosial. Ia telah mengubah wajah

Islam yang sering kali dianggap ’marginal’ menjadi suatu agama yang sangat

’berharga’. Ia hendak menggeser persepsi ’kumal’ terhadap kiyai dalam

wacana yang eksklusif, menjadi pandangan yang insklusif, respek dan

bersahaja. Bahkan, beberapa elit pemikir dewasa ini merupakan orang-orang

yang pernah dibesarkan oleh Masjid Al-Azhar. Beberapa diantaranya adalah

Nurcholis Madjid, Habib Abdullah, Jimly Assidiqy, Syafii Anwar, Wahid

Zaini, dan lain-lain.

Beberapa pandangan Hamka tentang pendidikan adalah, bahwa

pendidikan sekolah tak bisa lepas dari pendidikan di rumah. Karena

menurutnya, komunikasi antara sekolah dan rumah, yaitu antara orang tua dan

guru harus ada. Untuk mendukung hal ini, Hamka menjadikan Masjid Al-

Azhar sebagai tempat bersilaturrahmi antara guru dan orang tua untuk

membicarakan perkembangan peserta didik. Dengan adanya sholat jamaah di

masjid, maka antara guru, orang tua dan murid bisa berkomunikasi secara

langsung. ”Kalaulah rumahnya berjauhan, akan bertemu pada hari Jum’at”,

begitu tutur Hamka.99

Pada tanggal 24 Juli 1981, Hamka telah puang ke rahmatullah.

Jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan

agama Islam.100 Hamka bukan saja sebagai pujangga, wartawan, ulama,

dan budayawan, tapi juga seorang pemikir pendidikan yang

pemikirannya masih relevan dan baik untuk diberlakukan dengan zaman

sekarang.

98 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 10299 Herry Mohammad, op. cit. , hlm. 64100 http://vakho.multiply.com/journal/item/2/Biografi_HAMKA, 07-01-2010

Page 75: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

64

B. Karya-karya Hamka

Sebagai seorang yang berpikiran maju, Hamka tidak hanya

merefleksikan kemerdekaan berpikirnya melalui berbagai mimbar dalam

cerama agama, tetapi ia juga menuangkannya dalam berbagai macam

karyanya berbentuk tulisan. Orientasi pemikirannya meliputi berbagai

disiplin ilmu, seperti teologi, tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarah

Islam, fiqh, sastra dan tafsir. Sebagai penulis yang sangat produktif,

Hamka menulis puluhan buku yang tidak kurang dari 103 buku.

Beberapa di antara karya-karyanya adalah sebagai berikut:

1. Tasawuf modern (1983), pada awalnya, karyanya ini merupakan

kumpulan artikel yang dimuat dalam majalah Pedoman Masyarakat

antara tahun 1937-1937. Karena tuntutan masyarakat, kumpulan

artikel tersebut kemudian dibukukan. Dalam karya monumentalnya

ini, ia memaparkan pembahasannya ke dalam XII bab. Buku ini

diawali dengan penjelasan mengenai tasawuf. Kemudian secara

berurutan dipaparkannya pula pendapat para ilmuwan tentang

makna kebahagiaan, bahagia dan agama, bahagia dan utama,

kesehatan jiwa dan badan, harta benda dan bahagia, sifat qonaah,

kebahagiaan yang dirasakan rosulullah, hubungan ridho dengan

keindahan alam, tangga bahagia, celaka, dan munajat kepada Allah.

Karyanya yang lain yang membicarakan tentang tasawuf adalah

”Tasawuf; Perkembangan Dan Pemurniaannya . Buku ini adalah

gabungan dari dua karya yang pernah ia tulis, yaitu ”Perkembangan

Tasawuf Dari Abad Ke Abad dan ”Mengembalikan Tasawuf Pada

Pangkalnya .

2. Lembaga Budi (1983). Buku ini ditulis pada tahun 1939 yang terdiri

dari XI bab. peMbicaraannya meliputi; budi yang mulia, sebab budi

menjadi rusak, penyakit budi, budi orang yang memegang

pemerintahan, budi mulia yang seyogyanya dimiliki oleh seorang raja

(penguasa), budi pengusaha, budi saudagar, budi pekerja, budi

Page 76: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

65

ilmuwan, tinjauan budi, dan percikan pengalaman. secara tersirat,

buku ini juga berisi tentang pemikiran Hamka terhadap pendidikan

Islam, termasuk pendidik.

3. Falsafah Hidup (1950). Buku ini terdiri atas IX bab. Ia memulai buku

ini dengan pemaparan tentang makna kehidupan. Kemudian pada

bab berikutnya, dijelaskan pula tentang ilmu dan akal dalam

berbagai aspek dan dimensinya. Selanjutnya ia mengetengahkan

tentang undang-undang alam atau sunnatullah. Kemudian tentang

adab kesopanan, baik secara vertikal maupun horizontal. Selanjutnya

makna kesederhanaan dan bagaimana cara hidup sederhana menurut

Islam. Ia juga mengomentari makna berani dan fungsinya bagi

kehidupan manusia, selanjutnya tentang keadilan dan berbagai

dimensinya, makna persahabatan, serta bagaimana mencari dan

membina persahabatan. Buku ini diakhiri dengan membicarakan

Islam sebagai pembentuk hidup. Buku ini pun merupakan salah satu

alat yang Hamka gunakan untuk mengekspresikan pemikirannya

tentang pendidikan Islam.

4. Lembaga Hidup (1962). Dalam bukunya ini, ia mengembangkan

pemikirannya dalam XII bab. Buku ini berisi tentang berbagai

kewajiban manusia kepada Allah, kewajiban manusia secara sosial,

hak atas harta benda, kewajiban dalam pandangan seorang muslim,

kewajiban dalam keluarga, menuntut ilmu, bertanah air, Islam dan

politik, Al-Qur’an untuk zaman modern, dan tulisan ini ditutup

dengan memaparkan sosok nabi Muhammad. Selain Lembaga Budi

dan Falsafah Hidup, buku ini juga berisi tentang pendidikan secara

tersirat.

5. Pelajaran Agama Islam (1952). Buku ini terbagi dalam IX bab.

Pembahasannya meliputi; manusia dan agama, dari sudut mana

mencari Tuhan, dan rukun iman.

6. Tafsir Al-Azhar Juz 1-30. Tafsir Al-Azhar merupakan karyanya yang

paling monumental. Buku ini mulai ditulis pada tahun 1962. Sebagian

Page 77: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

66

besar isi tafsir ini diselesaikan di dalam penjara, yaitu ketika ia

menjadi tahanan antara tahun 1964-1967. Ia memulai penulisan

Tafsir Al-Azhar dengan terlebih dahulu menjelaskan tentang jaz Al-

Qur’an. Kemudian secara berturut-turut dijelaskan tentang jaz Al-

Qur’an, isi mukjizat Al-Qur’an, haluan tafsir, alasan penamaan tafsir

Al-Azhar, dan nikmat Illahi. Setelah memperkenalkan dasar-dasar

untuk memahami tafsir, ia baru mengupas tafsirnya secara panjang

lebar.

7. Ayahku; Riwayat Hidup Dr. Haji Amarullah dan Perjuangan Kaum

Agama di Sumatera (1958). Buku ini berisi tentang kepribadian dan

sepak terjang ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah atau sering

disebut Haji Rosul. Hamka melukiskan perjuangan umat pada

umumnya dan khususnya perjuangan ayahnya, yang oleh Belanda

diasingkan ke Sukabumi dan akhirnya meninggal dunia di Jakarta

tanggal 2 Juni 1945.101

8. Kenang-kenangan Hidup Jilid I-IV (1979). Buku ini merupakan

autobiografi Hamka.

9. Islam dan Adat Minangkabau (1984). Buku ini merupakan kritikannya

terhadap adat dan mentalitas masyarakatnya yang dianggapnya tak

sesuai dengan perkembangan zaman.

10. Sejarah umat Islam Jilid I-IV (1975). Buku ini merupakan upaya

untuk memaparkan secara rinci sejarah umat Islam, yaitu mulai dari

Islam era awal, kemajuan, dan kemunduran Islam pada abad

pertengahan. Ia pun juga menjelaskan tentang sejarah masuk dan

perkembangan Islam di Indonesia.

11. Studi Islam (1976), membicarakan tentang aspek politik dan

kenegaraan Islam. Pembicaraannya meliputi; syari’at Islam, studi

Islam, dan perbandingan antara hak-hak azasi manusia deklarasi

PBB dan Islam.

101 Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga Imam Zarkasyi,(Bandung: Nuansa, 2007), hlm. 62

Page 78: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

67

12. Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973). Buku membahas tentang

perempuan sebagai makhluk Allah yang dimuliakan

keberadaannya.102

13. Si Sabariyah (1926), buku roman pertamanya yang ia tulis dalam

bahasa Minangkabau. Roman; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

(1979), Di Bawah Lindungan Ka bah (1936), Merantau Ke Deli (1977),

Terusir, Keadilan Illahi, Di Dalam Lembah Kehidupan, Salahnya

Sendiri, Tuan Direktur, Angkatan baru, Cahaya Baru, Cermin

Kehidupan.

14. Revolusi pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi

Revolusi, Negara Islam, Sesudah Naskah Renville, Muhammadiyah

Melalui Tiga Zaman, Dari Lembah Cita-Cita, Merdeka, Islam Dan

Demokrasi, Dilamun Ombak Masyarakat, Menunggu Beduk Berbunyi.

15. Di Tepi Sungai Nyl, Di Tepi Sungai Daljah, Mandi Cahaya Di Tanah

Suci, Empat Bulan Di Amerika, Pandangan Hidup Muslim.103

16. Artikel Lepas; Persatuan Islam, Bukti Yang Tepat, Majalah Tentara,

Majalah Al-Mahdi, Semangat Islam, Menara, Ortodox Dan

Modernisme, Muhammadiyah Di Minangkabau, Lembaga Fatwa,

Tajdid Dan Mujadid, dan lain-lain.

17. Antara Fakta Dan Khayal, Bohong Di Dunia, Lembaga Hikmat, dan

lain-lain.104

Sebagai pendidik, Buya Hamka telah membuktikan mampu

menunjukan bukti menyakinkan akan keberhasilannya. Walaupun tidak

menjadi pendidik dalam arti guru profesional, ia memancarkan secara

keseluruhan sikap mendidik sepanjang hidupnya. Ini adalah

karakteristik yang umum di kalangan ulama, karena salah satu etos yang

paling umum dianut adalah keharusan menjadikan diri contoh dan

teladan moralitas keagamaan. Dalam Ta lim Al-Muta allim merumuskan

etos itu dengan singkat; jadilah penuntut ilmu atau pengajarnya! Ini

102 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 47-57103 Hamka, Tasauf Modern, op.cit., hlm. XVII-XIX104 Sides Sudyarto DS, ”Realisme Religius”, op.cit., hlm. 140-141

Page 79: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

68

sepenuhnya tercermin dalam setiap aspek kehidupan Hamka. Watak

mendidik itu akhirnya mencapai titik optimalnya ketika ia menjadi

Ketua Umum MUI, dan berpuncak pada ”efek mendidik” dalam setiap ia

mengeluarkan keputusan.

Penunaian tugas sebagai pendidik itu dipermudah oleh

ketekunananya menjalankan peribadatan perorangan, yaitu dengan

kebiasaannya untuk bangun dini hari guna menunaikan sholat subuh,

bahkan sembahyang tengah malam ketika orang lain beristirahat,

terutama pada usia lanjut, dan keteraturan irama hidupnya mendukung

dengan kuat fungsi yang kemudian ditunaikannya secara pribadi sebagai

pendidik. Kerja mendidik yang dijalaninya secara fisik itu menjadi

wahana yang serasi bagi pesan-pesan keagamaannya yang jelas sekali

bernada mendidik pula. Efektifitas pesan-pesan itu tercermin dari

kenyataan, bahwa apa yang dikumandangkan Hamka bagaikan terpaku

pada sejumlah tema dasar, seperti perlunya dikembangkan kasih sayang

sesama muslimin, perlunya sikap saling menghormati dengan orang lain.

perlunya solidaritas yang jujur antara sesama warga masyarakat, dan

seterusnya. Karena Hamka hanya membatasi diri pada fungsi mendidik

masyarakat secara umum, lalu menjadi sulit kerja mengukur kedalaman

persepsinya sendiri tentang fungsi yang dilakukannya itu. Dengan kata

lain, kualitas hasil didikannya sulit untuk diukur kualitasnya. Ini berarti

efektivitas Hamka sebagai pendidik adalah sesuatu yang dapat dirasakan

dan diterima berdasarkan pengamatan lahiriah, tanpa dapat dibuktikan

secara ilmiah menurut kriteria yang beragam yang dikembangkan oleh

ilmu pendidikan sendiri.105

Ketokohan Hamka, bukan hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga

di Timur Tengah, dan Malaysia, bahkan Tun Abdul Razak, Perdana

Menteri Malaysia, pernah mengatakan bahwa Hamka bukan hanya milik

105 Abdurrahman Wahid, “Benarkah Buya Hamka Seorang Besar?”, dalam Hamka,Hamka Di Mata Hati Umat, op.cit., hlm. 41-43

Page 80: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

69

bangsa Indonesia, tetapi juga kebanggaan bangsa-bangsa Asia

Tenggara.106

Kini, kenang-kenangan tentang ulama, penyair, sastrawan, dan filosof

bernama lengkap Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah --disingkat

Hamka-- itu, bisa ditemui di kampung halamannya: Nagari Sungai Batang

Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat

(Sumbar). Ratusan buku karangan Hamka, semenjak novel fiksi

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah,

sampai kepada buku filsafat seperti Tasauf Modern dan Falsafah Hidup,

bahkan karyanya yang amat fenomenal Tafsir Al-Azhar yang diselesaikan

ketika Buya dipenjara tanpa alasan yang jelas oleh rezim Soekarno bisa

ditemui di museum rumah kelahiran Buya Hamka tersebut. Museum yang

diresmikan pada 11 November 2001 oleh H. Zainal Bakar, Gubernur Sumatera

Barat tersebut juga menghadirkan berbagai foto yang menggambarkan

perjalanan hidupnya.107

C. Pemikiran Hamka Tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam

Hamka tidak merumuskan pengertian pendidik secara utuh, namun

pandangannya mengenai hal ini dapat dilihat dari ia mengungkapkan

pendapatnya tentang tugas seorang pendidik, yaitu sosok yang membantu

mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu

pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan

masyarakat secara luas.108

Hal ini diinsafi dan dirasai oleh beberapa orang pemuka pendidikan

bangsa ini, sebagai Ki Hajar Dewantara, M. Syafei, Dr. Sutomo dan lain-lain.

Dr. Sutomo pernah menganjurkan supaya sistim pondok secara dahulu

dihidupkan kembali. Diadakan seorang pemimpin, pembimbing pendidikan;

dalam hal ini penulis menyebut pendidik untuk jangan sampai murid-murid itu

106 M. Yunan, Ensiklopedi Muhammadiyah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005),hlm. 136

107 http://fithab.multiply.com/journal/item/52, 24-02-2010108 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 136

Page 81: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

70

hanya menjadi orang pintar, tetapi tidak berguna untuk masyarakat bangsanya.

Karna pendidikan adalah untuk membentuk watak pribadi. Manusia yang telah

lahir ke dunia ini supaya menjadi orang yang berguna dalam masyarakatnya.

Supaya dia tahu mana yang baik dan mana yang buruk.109

Dari batasan di atas, terlihat demikian kompleksnya tugas dan

tanggungjawab yang dibebankan kepada pendidik. Hal ini menjadikan seorang

pendidik, tidak hanya dituntut untuk memliki ilmu yang luas. Lebih dari itu,

mereka hendaknya seorang yang beriman, berakhlak mulia, sungguh-sungguh

dalam melaksanakan tugasnya sebagai bagian dari amanat yang diberikan

Allah kepadanya dan mesti dilaksanakan secara baik. Pentingnya pendidik

yang berkepribadian karimah, disebabkan karena tugasnya yang suci dan

mulia. Eksistensinya bukan hanya sekedar melakukan proses transformasi

sejumlah informasi ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu adalah

berupaya membentuk karakter atau kepribadian peserta didik, sesuai dengan

nilai-nilai ajaran Islam.110 Pendidik yang tidak memiliki kepribadian sebagai

seorang pendidik, tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Kondisi ini akan mengakibatkan peserta didik kurang menanggapi secara

seksama, terhadap apa yang akan diajarkan dan dididikkan.

Pada dasarnya, sosok pendidik menurut Hamka yang ikut bertanggung

jawab dalam pelaksanaan pendidikan Islam adalah orang tua, guru, dan

masyarakat.

1. Orang Tua (Ibu Bapa)

Dalam salah satu karyanya yang berjuudul Lembaga Hidup,

Hamka membagi tugas dan kewajiban Ayah-Bunda menjadi tiga tingkatan,

yaitu:

a. Semasa anak masih menyusu, hendaklah diberi makanan yang sehat.

b. Seketika akalnya mulai tumbuh, dia bertanya ini itu. Waktu itu

hendaklah ayah-bunda berusaha membuka akal yang baru tumbuh itu,

serta menunjukan contoh-contoh yang baik.

109 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1962), hlm.224110 Fathiyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Terj. Ahmad Hakim dan

M. Imam Aziz, (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 43-51

Page 82: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

71

c. Zaman dia mulai besar, akan meningkat dewasa, ketika itu darahnya

sedang panas, khayalnya sedang terbang menerawang. Zaman itu oleh

orang ahli dinamai puberteits, zaman pancaroba. Penjagaan kepada

anak-anak waktu, sangatlah penting. Karna zaman itulah zaman

perjuangan. Ayah-bunda yang budiman sudah dapat menentukan

kemana haluan hidup anaknya, lantaran melihat perangainya di waktu

zaman pancaroba itu.

Hamka juga menegaskan bahwa kewajiban ibu dan bapak

mendidik anak jangan diserahkan kepada gurunya di sekolah saja. Karena

tempo yang dipakainya di dalam sekolah, tidaklah sepanjang tempo yang

dipakainya di rumah. Tiap-tiap anak mesti mendapat didikan dan

pengajaran, yang akan diterimanya di sekolah hanyalah ajaran, sedang

didikan sebahagian besar di dapatnya di rumah.111

Berdasarkan tingkatan kewajiban dan tugas orang tua sebagai

pendidik di atas, maka dapat dipahami bahwa orang tua dituntut untuk

memberi makanan yang halal al-thayyibat (halal dan bergizi), sabar, kasih

sayang, meresponi pertumbuhan akal anak melalui cerita-cerita dan

contoh-contoh yang konkret dengan cara bijaksana, sesuai dengan

perkembangan emosi seorang anak, serta menuntunnya untuk mampu

memcahkan berbagai persoalan yang sedang dihadapi. Di sini, tugas kedua

orang tua adalah menyalurkan kebutuhan anak sesuai dengan potensi yang

dimilikinya dan menanamkan sendi-sendi moral Islam.112

Penanaman adab dan budi pekerti dalam diri anak hendaknya

dilakukan sedini mungkin. Upaya ini dilakukan dengan cara menanamkan

kebiasaan hidup yang baik. Pada periode ini, pelajaran terhadap materi-

materi agama belum begitu dibutuhkan. Adapun yang dibutuhkan adalah

didikan nilai-nilai agama. Setelah anak dapat memahami dan mulai

menggunakan akalnya secara baik, maka materi-materi pelajaran agama

baru kemudian diberikan kepadanya, setahap demi setahap, sesuai dengan

111 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1962), hlm. 178.112 Muhammad Ali Quthb, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung,

Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 174

Page 83: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

72

perkembangan fisik dan psikis, serta kemampuan intelektualnya.

Pendekatan ini memberikan kesan adanya pertimbangan tahapan

pendidikan yang perlu dilakukan orang tua terhadap seorang anak atau

pendidik terhadap peserta didik.

Menurut Hamka, anak-anak umur 7 tahun hendaklah disuruh

sembahyang, umur 10 tahun paksa supaya jangan ditinggalkannya,

sembahyang di awal waktu dengan segera, kalau dapat hendaklah dengan

hati tunduk (thau’an). Kalau hati ragu hendaklah paksa pula hati itu

(karhan). Inilah yang bernama sugesti menurut ilmu jiwa zaman sekarang.

Mudah-mudahan lantaran tiap hari telah diadakan pengaruh demikian,

jalan itu akhirnya akan terbuka juga.113

Tetapi apalah hendak dikata, kalau perasaan agama lemah di dalam

hati orang tua sendiri. Anaknya diserahkannya kepada suatu sekolah.

Menurut Hamka, di sekolah itu yang ada hanya pengajaran, bukan

pendidikan. Kalaupun ada pendidikan, hanyalah pendidikan salah,

pendidikan yang menghilangkan pribadi. Banyak ilmunya tetapi budinya

kurang. Kesudahannya banyaklah kelihatan anak-anak muda yang tidak

tentu tujuan hidupnya. Tidak dapat berkhidmat kepada tanah-air tumpah

darahnya. Bagaimana akan dapat sedangkan bahasa ibunya tidak

diketahuinya.114

Pendidikan agama ini amat perlu, walaupun pada sekolah-sekolah

yang tidak mengajarkan agama. Karna sebagaimana dikatakan tadi,

pendidikan dan pengajaran adalah hal yang berbeda. Hamka berpendapat,

apa gunanya bersembunyi, bahwasannya pada masa ini, pun banyak

terdapat sekolah-sekolah yang mengajarkan agama, tetapi tidak

mendidikan agama. Maka keluar pulalah anak-anak muda yang alim

ulama, bahasa Arabnya seperti air yang mengalir, tetapi budinya rendah.

Sama sajalah harganya sekolah-sekolah semacam ini dengan sekolah yang

tidak mengajarkan dan mendidikan agama.

113 Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), Cet-XI, hlm. 60114 Ibid., hlm. 225

Page 84: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

73

Mengutip pendapat Al-Hakim Al-Musta’shim, Hamka memberikan

rambu-rambu bagi kedua orang tua bagaimana cara melaksanakan

pendidikan terhadap anak, yaitu:

a. Biasakan anak cepat bangun dan jangan terlalu banyak tidur. Sebab,

dengan banyak tidur akan membuat anak malas beraktivitas, malas

berpikir, dan lamban berkreasi.

b. Tanamkan pendidikan akhlak yang mulia dan hidup sederhana sedini

mungkin. Sebab, bila tidak, maka akan sulit untuk mengubah sikap

yang telah mengkristal tersebut kepada sebuah kebaikan.

c. Membangkitkan panca indera anak dengan mengoptimalkan fungsi

pendengaran dan pengelihatan melalui memikirkan penciptaan Allah,

baik dari segi keindahan maupun keajaiban serta makna yang

terkandung di dalamnya.115

d. Ajari berpola hidup sederhana, yaitu sederhana dalam mengeluarkan

belanja; tidak boros dan tidak bakhil, sederhana mengeluarkan

perkataan; tidak bocor mulut dan bicara berdasarkan situasi dan

kondisi, sederhana mengerjakan pekerjaan, dan sederhana ketika suka

maupun duka.

e. Melalui cerita-cerita yang menekankan cinta kasih, ajarkan kepada

mereka penting-nya kehidupan yang harmonis.116

f. Biasakan anak untuk percaya diri dan tidak menggantungkan diri

dengan orang lain, memiliki kemerdekaan dalam mengeluarkan

pendapat, serta bertanggung jawab terhadap keputusan yang

diambilnya. Setidaknya, ada dua pendekatan Islam untuk menanamkan

kepercayaaan diri, yaitu melalui tauhid dan melalui takdir.

Mempercayai tiada kekuatan dan ketentuan yang final selain aturan

Allah. Tidak ada satu makhluk pun yang patut ditakuti, kecuali Allah.

Selama suatu aktivitas tidak bertentangan dengan ketentuan dan nilai-

nilai Illahi, maka tidak perlu tumbuh kekhawatiran. Aktivitas yang

115 Mahmud, Abdul Wahab Fayid, Pendidikan Dalam Al-Qur an, (Semarang: CVWicaksana, 1986), hlm. 22-25

116 Hamka, Falsafah Hidup, op. cit., hlm. 205-206

Page 85: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

74

dilakukan akan lebih dinamis dan sekaligus bernilai ketundukan

kepada zat yang agung. Tumbuhnya kepercayaan pada diri peserta

didik akan menimbulkan daya gerak dan daya pikir secara merdeka.117

Setelah anak beranjak dewasa, kedua orang tua dituntut untuk

menghargai pendapat yang dikemukakan anak dan memberikan

kemerdekaan kepadanya untuk berkembang, baik fisik maupun psikis,

secara maksimal. Kedua orang tua hendaknya bersikap arif dan bijaksana

dalam membimbing dan mengarahkan anak-anaknya. Pendekatan yang

demikian sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak

selanjutnya. Pandangannya ini didasarkan pada realitas sikap-umumnya-

orang tua waktu itu, di mana tatkala menghadapi anak yang nakal, acapkali

orang tua bersikap kasar. Padahal, anak yang demikian itu biasanya pada

waktu bersamaan potensi akalnya ikut berkembang. Hamka

mengungkapkan bahwasannya di zaman dahulu, menjadi kemegahan

seorang ayah kalau anaknya takut kepadanya. Baru saja dia masuk rumah,

kembali daripada pekerjaannya, anak itu lari sebagai kucing yang bersalah

mencuri dendeng. Sebab itu sampai besarnya, ayah dan anak tidaklah

merasai nikmat berayah atau nikmat beranak.118 Hal ini bertentangan

dengan salah satu karakteristik pendidik ideal yang menyebutkan bahwa

pendidik harus mempunyai karakter atau sifat kebapaan, dalam arti harus

memposisikan diri sebagai pelindung yang mencintai muridnya serta

selalu memikirkan masa depan mereka untuk kebaikan anaknya. Tugas

kedua orang tua adalah mencontohkan perilaku dan sikap yang baik,

menasehatinya, membimbing dan mengontrol-bukan membentuk-agar

dinamika fitrah anak berkembang secara maksimal, sesuai dengan nilai

ajaran agamanya.119

Pandangan di atas, merupakan reaksi dari praktik pendidikan yang

dilakukan kebanyakan orang tua waktu itu. Pada umumnya, anak tidak

117 Ibid., hlm. 151118 Hamka, Lembaga Hidup, op.cit., hlm. 178.119 Abdurrahman an-Nahlawi, Ushul Al-Tarbiyat Al-Islamiyat Wa Asalibuha, (Damsyik,

Dar al-Fikr, 1983), hlm. 139.

Page 86: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

75

memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dihadapan orang

tuannya, maupun dalam menentukan kehendak gerak hati sesuai dengan

cita-citanya. Kedua orang tua seakan berkuasa penuh dalam menentukan

masa depan anak-anaknya. Jika orang tuanya seorang ulama, maka ia

selalu berkeinginan agar anaknya menjadi ulama sebagaimana orang

tuanya. Pola pendidikan yang demikian, sesungguhnya telah ikut

mematikan dinamika anak. Akibatnya, anak senantiasa tergantung dan

berada di bawah bayang-bayang kehendak orang tua. Praktik yang

demikian telah berlangsung sejak sekian lama, terutama di Minangkabau.

Sementara itu, ada pula sebagian orang tua yang merasa lepas tanggung

jawab mendidik anak bila sudah ditangani seorang guru. Mereka bersikap

masa bodoh dan hanya ”dilepas unggaskan” kepada guru, tanpa mau ikut

serta membina kepribadian anak-anaknya.120

Menurutnya, model pemikiran umat, terutama kedua orang tua

yang demikian seyogyanya dihilangkan. Kedua orang tua hendaknya

memiliki visi baru tentang pendidikan anak-anaknya. Kedua orang tua

seyogyanya memberikan kebebasan (kemerdekaan) berpikir kepada anak

untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Seorang anak

hendaknya dididik dan diasuh menurut bakat, kemampuan, serta sesuai

dengan tuntutan sosial dan perkembangan zamannya. Di sini, kedudukan

dan fungsi orang tua bukan membentuk anak sesuai dengan keinginannya,

akan tetapi menuntun dan mengontrol agar kebebasan dan dinamika

potensi yang dimiliki anak mampu terealisasi secara maksimal, sesuai

dengan nilai-nilai ajaran agamanya.

Kebebasan berpikir merupakan alat untuk membangun peradapan

yang lebih maju. Kebebasan berpikir menyebabkan setiap peserta didik

lebih bergairah untuk senantiasa meningkatkan mobilitas kreasinya dan

melakukan serangkaian eksperimen, sehingga melahirkan berbagai bentuk

kebudayaan yang bisa dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup umat

manusia. Tatkala kebebasan berpikir manusia terikat oleh sebuah tirani

120 Hamka, Lembaga Hidup, op.cit., hlm. 204.

Page 87: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

76

yang membelenggu dinamika akalnya, maka pada waktu yang bersamaan,

umat manusia akan terpuruk pada kehidupan yang statis dan terbelakang.

Kebebasan berpikir dan menyatakan pikiran, pada akhirnya menimbulkan

keberanian menentang yang munkar, yaitu segala sesuatu yang salah dan

tidak diterima oleh perikemanusiaan yang sehat.121 Oleh karena itu, setiap

komponen pendidikan hendaknya memberikan nuansa kebebasan berpikir

kepada peserta didik untuk bisa berkreasi dan mengeluarkan pendapatnya

secara lugas, jujur, dan bertanggung jawan. Pendekatan ini sangat

mendukung bagi perkembangan intelektualitas peserta didik itu sendiri.122

Di samping pendekatan di atas, bentuk pembinaan intelektual anak

yang perlu mendapat perhatian orang tua adalah menghadirkan sarana

yang menunjang pendidikan; diantaranya menyediakan perpustakaan, baik

di lingkungan rumah tangga, seklah maupun masyarakat. Tersedianya

perpustakaan akan membiasakan peserta didik untuk mengenal sumber

informasi dan menunjang daya baca seorang anak. Dengan sikap dan

tersedianya sarana yang demikian ini, seorang anak akan terbiasa

menelusuri sumber ilmu pengetahuan. Pada awalnya, mungkin anak hanya

sekedar mengamati buku, kemudian membaca dan akhirnya menjadikan

buku sebagai bagian dari aktivitasnya sehari-hari. Bila kedua orang tua

memiliki visi baru terhadap model pendidikan sebagaimana dikemukakan

di atas, akan sangat membantu pelaksanaan pendidikan di sekolah yang

menjadi tanggung jawab guru.123

b. Guru

Menurut pandangan Hamka, sebagaimana yang tertulis di salah

satu karyanya yang berjudul Lembaga Budi; guru yang mendapat sukses di

dalam pekerjaannya dan mendidik muridnya mencapai kemajuan, ialah

guru yang tidak hanya mencukupkan ilmunya dari sekolah guru saja, tetapi

diperluasnya pengalaman, dan bacaan. Senantiasa teguh hubungannya

dengan kemajuan moderen dan luas pergaulannya, baik dengan wali murid

121 Hamka, Pandangan Hidup Muslim, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), hlm. 65.122 Samsul Nizar, op, cit., hlm. 145-146123 Ibid., hlm. 146

Page 88: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

77

atau dengan sesama guru, sehingga bisa menambah ilmu tentang soal

pendidikan. Rapat hubungannya dengan orang-orang tua dan golongan

muda supaya dia sanggup mempertalikan zaman lama dengan zaman baru,

dan dapat disisihkannya mana yang baik dan masih relevan.

Hal ini menunjukan bahwa seorang pendidik, dalam hal ini guru

akan dapat menjalankan proses pembelajaran yang efektif jika

hubungannya dengan peserta didiknya berjalan secara harmonis. Untuk

terciptanya hubungan yang harmonis, seorang pendidik dituntut untuk

memiliki sejumlah ilmu yang akan diajarkan, memiliki integritas

kepribadian, mempergunakan berbagai metode pembelajaran, dan

memahami diferensiasi (kepribadian maupun sosial) peserta didik, baik

mental, spiritual, intelektual, maupun agama yang diyakini berikut dengan

berbagai pendekatannya. Ada empat konsep yang perlu diperhatikan oleh

seorang pendidik, yaitu: Pertama, mengembangkan potensi (fitrah) peserta

didik. Kedua, mengembangkan pengajaran yang bersifat verbalistik.

Ketiga, mencatat seluruh aktivitas peserta didik sebagai pedoman untuk

melakukan pembinaan dan proses pendidikan selanjutnya. Keempat,

memformulasi kondisi yang kondusif dalam mengembangkan sistim

pendidikan secara efektif dan efesien, serta meminimalisasi faktor-faktor

yang dapat menghambat pencapaian tujuan pendidikan Islam.

Agar pendekatan di atas terlaksana dengan baik, maka menurut

Hamka seorang pendidik dituntut terlebih dahulu mengetahui tugas dan

tanggung jawabnya, yaitu berupaya membantu dalam rangka membimbing

peserta didiknya untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak

mulia, dan menguasai keterampilan yang bermanfaat, baik bagi dirinya

maupun masyarakat luas. Untuk terciptanya kondisi yang demikian, maka

seorang pendidik dituntut untuk terlebih dahulu memperluas pengalaman

dan wawasan keilmuannya, memperhalus budi pekertinya, bijaksana,

pemaaf, tenang dalam memberikan pengajaran, tidak cepat bosan dalam

memberikan pelajaran terutama terhadap materi pelajaran yang

Page 89: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

78

kurangdimengerti oleh sebagian peserta didik, serta memerhatikan kondisi

baik fisik maupun psikis peserta didik.124

Menurut Hamka, didikan di sekolah bertali dengan didikan di

rumah. Hendaklah ada kontak yang baik di antara orang tua murid dengan

guru. Kadang-kadang datang mendatangi, ziarah menziarahi, selidik

menyelidiki tentang tabiat anak yang dalam didikan itu. Tentu saja di

dalam didikan secara Islam, akan mudah melakukan ini. Sebab kalau

rumah guru berdekatan dengan rumah orang tua murid, sekurangnya sekali

sehari, diantara Maghrib dan Isya, guru dan orang tua murid itu akan

bertemu di surau. Dan kalau rumahnya berjauhan, akan bertemu di di

Jum’at. Kesempurnaan didikan anak itu dapat dibicarakan dengan baik.

Kepandaian orang tua mendidik anak, adalah menjadi penolong

guru. Jika tugas mendidik hanya dilimpahkan kepada guru maka hasil

akan tidak maksimal. Pengaruh keadaan sekeliling, pengaruh pekerjaan,

kepandaian dan pendidikan orang tua di zaman dahulu, pun besar kepada

anaknya. ”Air itu turun dari cucuran atap , demikian kata pepatah. Hal itu

dapat dibuktikan; jika ayahnya bodoh, sontok pikirannya, hal itupun

menurun kepada anaknya, demikian juga jika ayahnya orang pintar, maka

kepintaran itu akan turun kepada anaknya. Di sinilah gunanya guru.125

Hamka optimis bahwa anak yang berasal dari keturunan orang bodoh dan

terbelakang bisa menjadi pandai dan maju jika diajar dan dididik oleh guru

yang baik.

Adapun pendidik yang baik, menurut Hamka harus memenuhi

syarat sekaligus kewajiban sebagai seorang pendidik, yaitu;

a. Berlaku adil dan obyektif pada setiap peserta didiknya.

b. Memelihara martabatnya dengan akhlak al-karimah, berpenampilan

menarik, berpakaian rapi, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang

tercela. Sikap yang demikian akan menjadi contoh yang efektif untuk

diteladani peserta didiknya.

124 Hamka, Lembaga Hidup, op.cit., hlm. 211125 Ibid., hlm. 225-226

Page 90: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

79

c. Menyampaikan seluruh ilmu yang dimiliki, tanpa ada yang ditutup-

tutupi. Berikan kepada peserta didik ilmu pengetahuan dan nasihat

yang berguna bagi bekal kehidupannya di tengah-tengah masyarakat.

d. Hormati keberadaan peserta didik sebagai manusia yang dinamis

dengan memberikan kemerdekaan kepada mereka untuk berpikir,

berkreasi, berpendapat, dan menemukan berbagai kesimpulan lain.

e. Memberikan ilmu pengetahuan sesuai dengan tempat dan waktu,

sesuai dengan kemampuan intelektual dan perkembangan jiwa

mereka.126

f. Tidak menjadikan upah atau gaji sebagai alasan utama dalam mengajar

peserta didik. Menurut Hamka, tidaklah salah bekerja untuk mencari

upah. Tetapi bila usaha itu sudah cari upah semata-mata, sehingga

tidak ada lagi rasa tanggung jawab kepada baik atau buruknya

pekerjaan, alamat semuanya akan rusak dan akhirnya celaka. Orang

yang bekerja hanya semata-mata memandang upah, tidaklah dapat

dipercaya. Dia membaguskan pekerjaan dan membereskan buah

tangannya bukan karna ingin kebagusan, tetapi karna ingin upah. Jika

upah sudah diturunkan, pekerjaannya sudah dibatalkanya, sehingga

mutunya menjadi mundur.127

g. Menanamkan keberanian budi dalam diri peserta didik. Keberanian

budi, ialah berani menyatakan suatu perkara yang diyakini sendiri

kebenarannya; tidak takut gagal, salah ataupun dicela orang lain.

Untuk menanamkan bibit-bibit keberanian kepada anak-anak, maka

ahli pendidik di benua Eropa dan Amerika, mendapat beberapa jalan;

yaitu:

1) Menguatkan pelajaran senam (sport), sehingga badan dan

fikirannya sehat.

2) Mengajarkan dan menceritakan riwayat orang-orang yang berani,

yakni para pahlawan bangsa dan pejuang-pejuang Islam.

126 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 152127 Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 172.

Page 91: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

80

3) Biasakan berterus terang bercakap-cakap.

4) Tidak percaya kepada khurafat.

5) Memperkaya akal dengan ilmu yang memberi faedah.128

Agar ilmu melekat di hati peserta didik, Hamka mencontohkan

Engku M. Syafei (Alm), pendidik yang masyhur di Kayu Tanam. Hamka

bercerita:

Pada suatu hari datanglah murid-murid kepada Engku M. Syafei

(Alm) meminta supaya hari itu diajarkan pelajaran Ilmu Bumi Ekonomi.

Ketika itu mereka sedang berada di halaman sekolah, bukan di dalam

kelas. Waktu itu sajalah Engku M. Syafei memperlakukan permintaan itu

sambil berdiri. Diberinya keterangan tentang kekayaan dan kesuburan

tanah air, buah-buahan yang bisa tumbuh dan hasil yang dapat dibawanya

kepada putera bumi itu sendiri, kalau mereka bersungguh-sungguh.

Disuruhnya murid-muridnya itu menentang puncak Gunung Singgalang

bahwa di sana ada kekayaan yang tidak tepermanai. Lalu disuruhnya pula

mendengarkan bunyi aliran air di Batang Anai yang hebat dahsyat, lalu

dinyatakannya pula faedah yang dapat diambil darinya. Sehingga

termenunglah murid-murid itu dan lekat di hati mereka keterangan

gurunya. Pelajaran seperti itu jauh lebih besar bekasnya kepada jiwa

mereka, dari jika disuruh duduk berbaris menghadapi bangku.129

Hal ini mengindikasikan bahwa suatu ilmu tidaklah lekat di dalam

hati dan jiwa, tidaklah terpasang kepada diri kalau tidak diamalkan,

dibiasakan, dan dicobakan.130

c. Masyarakat

Peserta didik merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup

tanpa berinteraksi dan membutuhkan bantuan orang lain yang ada di

sekitarnya. Sifat dasar ini membuat interdependensi antar peserta didik

dengan manusia lain dalam komunitasnya tak bisa dihindarkan.

128 Ibid., hlm. 209-211.129 Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 71130 Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 54

Page 92: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

81

Eksistensinya saling bekerja sama dan saling memengaruhi antara satu

dengan yang lain. Melalui bentuk komunitas masyarakat yang harmonis,

menegakkan nilai akhlak, dan hidup sesuai dengan nilai-nilai ajaran

agama, akan dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang tentram. Kondisi

dan model masyarakat yang demikian, merupakan prototipe masyarakat

ideal bagi terlaksananya pendidikan yang efektif dan dinamis. Oleh karna

itu, dalam memformulasi sistim pendidikan, diperlukan pendekatan

psikologis-sosiologis. Pendekatan yang dilakukan hendaknya

mengakomodir dan menyeleksi sistim nilai sosial (adat) dimana

pendidikan itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan pendekatan

ini pendidikan akan mampu memainkan perannya sebagai agent of change

dan agent of social culture.

Hamka menyebut peserta didik sebagai bunga masyarakat yang

kelak akan mekar atau akan menjadi tubuh dari masyarakat, oleh karna itu

tiap anggota masyarakat bertanggung jawab menjaga dan melindunginya

dari segala sesuatu yang dapat menghambat kemajuan kecerdasannya.131

Menurut Hamka, akhlak peserta didik dapat dikatakan sebagai

cerminan dari bentuk akhlak masyarakat di mana ia berada. Hal ini karena

kehidupan setiap anggota masyarakat dalam sebuah komunitas sosial,

merupakan miniatur kebudayaan yang akan dilihat dan kemudian dicontoh

oleh setiap peserta didik. Eksistensi masyarakat merupakan laboratorium

dan sumber makro yang penuh alternatif bagi memperkaya pelaksanaan

proses pendidikan. Setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan

tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan yang

efektif. Kesemua unsur yang ada hendaknya senantiasa bekerja sama

secara timbal balik sebagai alat sosial-kontrol bagi pendidikan.132

Hamka menegaskan bahwa, eksistensi adat dalam sebuah

komunitas sosial dan kebijakan politik negara, cukup berpengaruh bagi

131 Hamka, Lembaga Hidup, op.cit., hlm. 38132 Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005),

Cet-1, hlm. 274-275.

Page 93: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

82

proses perkembangan kepribadian peserta didik pada masa selanjutnya.

Oleh karena itu, seluruh sistim sosial di mana peserta didik itu berada

hendaknya bersifat kondusif dan proporsional bagi menopang

perkembangan dinamika fitrah yang dimiliki setiap anak didik. Masyarakat

maupun negara seyogyanya melihat adat dan kebijaksanaan pemerintah

sebagai sesuatu yang fleksibel, serta menghargai setiap pendapat sebagai

sebuah keberagaman. Sikap yang demikian akan menumbuhkan dinamika

berpikir kritis dan menghargai kemerdekaan yang dimiliki setiap orang,

tanpa menyinggung kemerdekaan yang lain.

Masyarakat juga dituntut memiliki kepedulian sekaligus

mengontrol (social control) terhadap perkembangan pendidikan peserta

didik. Kepedulian tersebut bukan hanya bersifat moril maupun materiil,

akan tetapi wujud aksi nyata, seperti mengembangkan, majelis-majelis

keilmuwan dalam komunitasnya. Keikutsertaan seluruh anggota

masyarakat yang demikian akan membantu upaya pendidikan, terutama

dalam memperhalus akhlak dan merespon dinamika fitrah peserta didik

secara optimal. Prototipe masyarakat yang demikian, sesungguhnya

marupakan prototipe masyarakat madani (civil society) sebagaimana yang

diidam-idamkan dewasa ini.133

Untuk menciptakan peserta didik yang memiliki kepribadian

paripurna, ketiga sosok pendidik di atas hendaknya bekerja sama secara

harmonis dan integral. Bila hal itu tidak dilakukan, maka pelaksanaan

pendidikan yang ideal hanya akan tinggal sebuah hipotesis. Peran ketiga

pendidik di atas memiliki pengaruh yang cukup besar dalam

pembentukkan kepribadian peserta didik. Namun demikian, tidak bisa

dikelompokkan secara linear faktor mana yang lebih besar pengaruhnya,

karna saling mendukung dan menguatkan.

Agar pendidikan bersifat interaktif, maka menurut Hamka seorang

pendidik hendaknya ’berbuat’ sebagaimana layaknya sikap dan tingkah

133 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 155-157.

Page 94: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

83

laku anak yang sedang dihadapinya. Dengan pendekatan tersebut, anak

akan merasa dekat dengan orang yang mendidiknya. Proses ini merupakan

pendekatan yang strategis dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang

diinginkan. Dalam hal ini, ia mengutip pendekatan yang dilakukan

Rasulullah terhadap Hasan dan Husein. Dalam melaksanakan misi

pendidikannya, rosulullah bahkan tidak segan-segan bermain kuda-kudaan

dengan cucu-cucunya. Oleh karena itu, seorang pendidik hendaknya

mampu memformulasi bentuk pendekatan pendidikan yang bersifat

persuasif terhadap peserta didik, sesuai dengan tingkat perkembangan

intelektual dan emosional.

Page 95: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

84

BAB IV

RELEVANSI PEMIKIRAN HAMKA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM

MASA SEKARANG

A. Urgensi Pendidik dalam Proses Pendidikan Islam

Upaya Hamka dalam menggagas ide-ide pembaruan pendidikan

(Islam) tidak hanya dilakukan melalui mimbar atau karya-karya tulisnya.

Lebih lanjut lagi ia mengapresiasikan ide-idenya itu secara nyata dalam

pendidikan formal. Fenomena ini terlihat dari keterlibatannya sebagai seorang

pendidik pada lembaga pendidikan formal yang didirikannya, maupun pada

beberapa lembaga pendidikan lain, seperti Tabligh School (1931), Munier

School, HIS Muhammadiyyah, Kulliyyatul Muballighin Muhammadiyyah,

PTAIN, UI Jakarta, UISU, UMI, PUSROH dan YPI Al-Azhar.134

Hanya saja, perlu diakui bahwa meskipun pemikirannya tentang

pendidikan (Islam) ditopang dengan keterlibatannya secara formal, namun

dalam karya-karyanya tersebut tidak diperoleh penjelasan secara konkret

bagaimana bentuk kurikulum dan langkah operasional yang perlu diambil

dalam rangka melaksanakan proses belajar mengajar. Ia tidak membangun

sebuah teori pendidikan yang operasionalistik. Tetapi lebih kepada upaya

membongkar kebekuan sistim pendidikan Islam waktu itu. Ia hanya

memberikan rambu-rambu pola ideal pendidikan Islam. Kerangka

pemikirannya tentang pendidikan lebih bersifat filosofis, sehingga bisa

dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan zaman. Fenomena ini

merupakan kelemahan sekaligus kelebihan pemikirannya dalam membangun

kerangka dasar pendidikan Islam, termasuk mengenai pendidik sebagai salah

satu komponen penting dalam pendidikan Islam.

Pendidik merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan dalam

mencapai tujuannya. Crow dan crow menyebut pendidik ini sebagai faktor

134 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamkatentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 199

Page 96: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

85

vital diantara empat faktor lainnya, yaitu peserta didik, tujuan pendidikan, alat

dan milieu. Sekolah dengan fasilitas yang lengkap dan peralatan yang modern,

tidak akan berjalan optimal apabila tenaga kependidikannya yang ada tidak

mampu mefungsikan fasilitas dan alat tersebut, begitu pula sebaliknya.135 Hal

ini mengindikasikan bahwa keberadaan pendidik jauh lebih penting dari media

pendidikan ataupun komponen pendidikan yang lain.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI

No. 20 th. 2003) bangsa Indonesia telah memberikan rumusan mengenai

tujuan pendidikan di Indonesia, yakni : (1) kekuatan spiritual keagamaan, (2)

pengendalian diri, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, serta (5) ketrampilan.136

Artinya bahwa dalam menerapkan dan mengimplementasikan pendidikan,

tidak hanya terpaku kepada satu tujuan ansich (misalnya kecerdasan saja),

namun harus bersifat holistik dengan tujuan yang lain agar bisa membentuk

satu karakter manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting untuk ditandaskan

agar dalam proses pendidikan di Indonesia tidak terjadi miss oriented. Dari

titik inilah pendidik mempunyai peran yang sangat, amat dan terlalu penting,

karena beratnya misi yang harus diemban oleh pendidik. Untuk mewujudkan

misi ini, tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pendidik (yang nota

bene dipersepsikan guru) namun juga merupakan tugas semua pihak, yaitu

orang tua dan masyarakat.

Untuk bisa mendidik dengan baik, agar tujuan pendidikan dapat

tercapai secara efisien, pendidik harus memiliki pengenalan diri (ma rifat) dan

pengenalan norma-norma dan etis, agar pendidik menjadi pribadi-pribadi

teladan yang patut digugu dan ditiru. Pengenalan diri seorang pendidik dapat

dilakukan dengan tiga cara, Pertama, mengenali kekuatan dan kelemahan

sendiri. Kedua, mengenali hakekat anak didik dengan segala konstitusi

psikofisik, kebutuhan, kepedihan dan harapannya. Ketiga, keterbukaan menuju

135 Abdurrachman Assegaf, Kependidikan Islam , Jurnal Pemikiran, Riset, danPengembangan Pendidikan Islam, I, 1, Februari, 1994, hlm. 20-21.

136http://mabadik.wordpress.com/2010/07/09/urgensi-peran-pendidik-dalam-upaya-untuk-mencerdaskan-kehidupan-bangsa/

Page 97: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

86

ke depan dalam mewujudkan semua potensi dan kemungkinan yang ada pada

anak didik, pribadi pendidik, orang tua murid dan perkembangan masyarakat

sekitar.137

Kemampuan mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri penting

bagi pendidik untuk memberikan keputusan dan tindakan terkait dengan

proses mendidik peserta didik. Jika seorang pendidik merasa memiliki

kemampuan lebih dalam mengoperasikan teknologi pendidikan untuk

optimalisasi suatu metode, maka hal ini bisa diterapkan dalam penyampaian

materi sehingga proses belajar tidak berjalan monoton. Begitu juga dengan

kemampuan mengenali kelemahan diri. Jika seorang pendidik misalnya

merasa lemah dalam olah vokal atau volume suara cenderung rendah, maka

memaksakan diri untuk selalu menggunakan metode ceramah merupakan

pilihan sikap yang kurang bijaksana.

Mengenali hakekat anak didik dengan segala konstitusi psikofisik,

kebutuhan, kepedihan dan harapannya adalah salah satu konsekuensi yang

harus diterima oleh para pendidik agar proses belajar yang hanya searah atau

tidak memberikan timbal balik tidak terjadi. Pentingnya orang tua, guru dan

masyarakat untuk memahami situasi dan kondisi, serta kemampuan menerima

materi pendidikan jasmani dan rohani anak didik bertujuan untuk membangun

kerjasama antara pendidik dan peserta didik. Hal ini karna pada dasarnya

proses pendidikan melibatkan pendidik dan peserta didik secara bersamaan,

bukan menjadikan peserta didik hanya sebagai obyek didikan yang pasif

dalam menerima materi pendidikan. Selanjutnya, bersikap terbuka terhadap

potensi dan bakat anak didik secara obyektif adalah sikap pendidik sejati.

Orang tua tdaklah seharusnya memaksakan kehendaknya agar anaknya

menjadi guru seperti dirinya misalnya, jika pada kenyataannya anaknya

memiliki bakat dan kecenderungan yang lebih terhadap profesi dokter.

Keterbukaan dan kebesaran jiwa semacam ini sangat penting dalam

137 Sutoyo, “Profesionalisme Guru dalam Tinjauan Pendidikan Islam”, Jurnal WahanaAkademia, 7,2, Agustus, 2005, hlm. 230.

Page 98: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

87

menumbuhkan karakter positif dan kemajuan bagi akal, hati, dan budi anak

didik.

Mengenai pendidik, secara garis besar Hamka berpendapat bahwa

pendidik adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan

mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas,

berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.138

Namun, seiring berjalannya waktu makna pendidik mengalami pergeseran ke

arah yang lebih dangkal. Pendidik dianggap sekedar sebagai orang yang

mengajar kepada siswa untuk menambah pengetahuan. Hal ini bertentangan

dengan kewajiban pendidik untuk tidak hanya mengajar tetapi sekaligus

mendidik. Yang dimaksud mengajar dalam hal ini adalah membantu anak

berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Sedangkan mendidik

adalah suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya

baik secara jasmani maupun rohani. Jadi pengertian mendidik lebih bersifat

mendasar, tidak sekedar transfer of knowledge tetapi juga transfer of values.

Di lembaga-lembaga pendidikan yang terjadi sesungguhnya bukanlah

pendidikan dalam arti sebenarnya, tapi sekedar pengajaran. Transformasi yang

terjadi hanya sebatas transformasi yang hanya melibatkan peran keilmuan

guru dan kebodohan murid. Asumsinya, murid menjadi pintar berkat

pengajaran sang guru. Pendidikan dianggap tidak begitu penting, mungkin saja

karena hasilnya dianggap kurang konkrit. Justru pengajaranlah yang begitu

ditekankan habis-habisan. “Pendidikan dan Pengajaran” yang menjadi jargon

sistem pendidikan di Indonesia selama bertahun-tahun, dengan demikian,

menghasilkan format yang tidak seimbang.

Dalam “pengajaran”, guru akan bertindak sebagai orang yang paling

pintar di kelas, dan siswa adalah objek yang dikenai blue print kemana guru

berkehendak, sementara dalam “pendidikan”, yang lebih ditekankan adalah

transformasi perilaku, transformasi etika, transformasi moralitas, dan bukan

transformasi gaya berfikir. Makna pendidikan telah tereduksi sedemikian rupa

138 Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 2-3

Page 99: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

88

sehingga menjadi sekadar sekolah dan lembaga pendidikan lainnya, atau

sekedar pengajaran (termasuk penataran) dan pelatihan, maka semua itu akan

berbuah pada irasionalitas, immoralitas, dan agresivitas. Sistem pendidikan di

Indonesia telah mengikuti antagonisme pendidikan ’gaya bank’, yaitu guru

mengajar, murid belajar; guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa; guru

berpikir, murid dipikirkan; guru bicara, murid mendengarkan; guru mengatur,

murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti;

guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan

tindakan gurunya; guru memilih apa yang akan diajarkan, murid

menyesuaikan diri; guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan

wewenang profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan

murid-murid; guru adalah subyek proses belajar, murid adalah obyeknya.139

Konsep pendidikan sesungguhnya mempunyai ruang lingkup yang

lebih luas ketimbang sekedar pengajaran. Ada kecenderungan yang

memprihatinkan dewasa ini, dimana sistem pendidikan kita semakin lama

semakin menjauhi substansi tujuan pendidikan itu sendiri. Lembaga

pendidikan memang marak ada dimana-mana, namun dari mereka jarang yang

membawa misi pendidikan itu sendiri, tak lain sekedar pengajaran, dimana ada

transformasi pengetahuan tenang ABC agar siswa juga paham tentang ABC

juga tanpa harus tahu dari mana ABC didapatkan. Lebih ironis lagi, maraknya

institusi pendidikan ini, secara cermat bisa dikatakan lebih banyak bertujuan

untuk kepentingan institusi itu sendiri, bukan untuk kecerdasan siswa. Bahkan

skala prioritas tujuan untuk mencerdaskan anak didik mungkin bisa diurutkan

pada nomor yang paling buncit, yang penting bagaimana institusi bisa meraih

keuntungan maksimal. Dengan kata lain, lembaga pendidikan, ternyata hanya

mampu mencetak manusia-manusia tua, bukan manusia-manusia dewasa.

Oleh karena itu, dalam mengatasi persoalan ini harus ada upaya bersama

untuk menyeimbangkan makna antara pengajaran dan pendidikan. Keduanya

perlu mendapatkan perhatian yang serius.

139 Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta; Harian Kompas, 2000), hlm.11

Page 100: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

89

Fenomena seperti inilah yang mendasari pemikiran Hamka bahwa di

sekolah itu yang ada hanya pengajaran, bukan pendidikan. Kalaupun ada

pendidikan, hanyalah pendidikan salah, pendidikan yang menghilangkan

pribadi. Banyak ilmunya tetapi budinya kurang. Kesudahannya banyaklah

kelihatan anak-anak muda yang tidak tentu tujuan hidupnya. Tidak dapat

berkhidmat kepada tanah-air tumpah darahnya. Bagaimana akan dapat

sedangkan bahasa ibunya tidak diketahuinya.140

Menurutnya, pendidikan Islam merupakan serangkaian upaya yang

dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan

kepribadian peserta didik, sehingga ia tahu membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk. Sementara pengajaran Islam adalah upaya untuk mengisi

intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan. Dalam

mendefinisikan pendidikan dan pengajaran, ia hanya membedakan makna

pengajaran dan pendidikan pada pengertian kata. Akan tetapi secara esensial ia

tidak membedakannya. Kedua kata tersebut (pendidikan dan pengajaran)

merupakan suatu sistem yang saling berkelindan. Setiap proses pendidikan, di

dalamnya terdapat proses pengajaran. Keduanya saling melengkapi antara satu

dengan yang lain, dalam rangka mencapai tujuan yang sama. Tujuan dan misi

pendidikan akan tercapai melalui proses pengajaran. Demikian pula

sebaliknya, proses pengajaran tidak akan banyak berarti bila tidak dibarengi

dengan proses pendidikan. Dengan pertautan kedua proses ini, manusia akan

memperoleh kemuliaan hidup, baik di dunia dan akhirat. Karna justru di

sekolah-sekolah itulah pendidikan mempunyai makna yang penting untuk

pertama kali diaplikasikan. Dalam ruangan yang sempit itulah, konsep

pendidikan seharusnya dilaksanakan oleh para guru sebagai pendidik yang

mewakili realitas sosial kepada murid.

140 Hamka, Falsafah Hidup, op. cit., hlm. 225

Page 101: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

90

B. Relevansi Pemikiran Hamka dengan Pendidikan Islam Masa Sekarang

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia masih jauh

dari yang diharapkan. Selain masalah-masalah baru yang bermunculan,

terdapat juga berbagai problematika lama yang belum tuntas diselesaikan dan

dicarikan penyelesaian, sehingga pekerjaan rumah bagi pemerintah dan

stakeholder pendidikan semakin menumpuk.

Menurut Arif Rachman, seorang pakar pendidikan, berpendapat bahwa

beberapa titik lemah pendidikan Islam di Indonesia yang menghambat

kemajuannya adalah:

1. Keberhasilan pendidikan hanya diukur dari keunggulan ranah kognitif dan

nyaris tidak mengurus ranah efektif dan psikomotorik.

2. Peserta didik menjadi obyek didik dan bukan pelaku aktif.

3. Proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran. Sehingga materi

pelajaran menjadi yang tidak relevan dengan kenyataan. Hal ini terbukti

dengan terjadinya kesenjangan antara dunia sekolah dan dunia kerja.

4. Titel dan gelar pendidikan menjadi target pendidikan yang tidak disertai

dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni sehingga terjadi

“pengejaran titel” yang tidak sehat.

5. Profesi guru terkesan menjadi profesi ilmiah saja dan kurang disertai

dengan bobot profesi kemanusiaan sehingga hubungan guru dan murid

terkesan sebagai hubungan produsen dan konsumen. Hal ini diperparah

dengan kedudukan profesi guru yang secara finansial berada pada profesi

papan bawah

6. Manajemen pendidikan yang menekankan tanggung jawab

penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah dan bukan kepada seluruh

stake holder pendidikan seperti masyarakat, ortu, guru dan siswa itu

sendiri.141

141 Arif Rachman, Mengurai Benang Kusut Pendidikan Gagasan Para PakarPendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Transformasi UNJ, 2003), hlm. 1989-200.

Page 102: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

91

Menurut penulis, rumusan masalah mengenai pendidikan di Indonesia

yang telah disebutkan oleh Arif Rachman di atas telah sejak lama menjadi

kendala pendidikan nasional yang menggelisahkan pikiran dan hati

masyarakat Indonesia, terutama seorang pemikir bernama Hamka. Hal ini

terbukti dari hasil pemikiran dan perenungannya yang secara tersirat terdapat

di karya-karya tulisnya. Jika Arif Rachman mengatakan bahwa proses

pendidikan berubah menjadi proses pengajaran sehingga materi pelajaran

menjadi tidak relevan dengan kenyataan, maka jauh-jauh hari Hamka telah

berpendapat bahwa pada masa ini, banyak terdapat sekolah-sekolah yang

mengajarkan agama, tetapi tidak mendidikan agama. Maka keluar pulalah

anak-anak muda yang alim ulama, bahasa Arabnya seperti air yang mengalir,

tetapi budinya rendah. Sama sajalah harganya sekolah-sekolah semacam ini

dengan sekolah yang tidak mengajarkan dan mendidikan agama.142 Pernyataan

di atas mengandung arti bahwa pengajaran semata tanpa diiringi dengan upaya

mendidik hanya akan mengasilkan peserta didik yang cerdas tapi kurang

berbudi. Hal ini tentu akan menyalahi rumusan tujuan pendidikan Indonesia

sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

(Pasal 1 UU RI No. 20 th. 2003).

Proses pendidikan harus dimulai sejak dini, bahkan semenjak anak

lahir ke dunia. Pendidikan pertama yang harus dilakukan ketika anak lahir

oleh orang tua sebagai pendidik adalah dengan mengazankan dan

mengiqomahkannya. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa rahasia dilakukannya

adzan dan iqomah di telinga bayi yang baru lahir mengandung harapan yang

optimis agar mula-mula suara yang terdengar oleh telinga sang bayi adalah

seruan adzan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta

syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk Islam.

Perlakuan ini menerangkan akan kepedulian Nabi Muhammad saw. terhadap

aqidah tauhid yang harus ditanamkan secara dini dalam jiwa sang anak dan

142 Hamka, Falsafah Hidup, op. cit., hlm. 205-206

Page 103: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

92

sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu sang bayi

semenjak kehadirannya dalam memulai kehidupan barunya di alam dunia.143

Lebih jelasnya, pemikiran Hamka yang menghendaki keseimbangan

antara peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam proses pendidikan dan

pengajaran anak adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;

1. Perawatan bayi yang baru lahir

Begitu anak dilahirkan, dimulailah saat awal dari kehidupan bayi.

Inilah yang ditunjukan Islam dalam pendidikan anak, yang berbeda dari

seluruh metode pendidikan yang pernah ada di dunia. Orang tua ditugasi

untuk menancapkan tiang pendidikan guna membangun masa depan anak.

Tiang itu adalah adab Islami, sunnah Nabi dan metode Rabbani. Adapun

tiga adab terpenting, diantaranya adalah:

Adab pertama, dikumandangkan adzan dan iqomah di kedua

telinga bayi sebagaimana sedikit disinggung di atas. Itu dilakukan agar hal

pertama yang didengarnya dalam wujudnya adalah ketauhidan Allah yang

telah menciptakan dan mengadakan dirinya dari nutfah, lalu alaqoh,

kemudian mudhgoh dalam tiga bulan pertama di kandungan. Kemudian

mewujudkannya menjadi khalifah Allah di muka bumi. Adzan dan iqomah

mengikat kehidupan dalam kesenangan maupun kesedihan, dengan akidah

dan agama, agar anggota keluarga berada dalam kegembiraan karena

hubungannya dengan Allah swt dan selalu mengingat Allah.

Adab kedua, memilihkan nama yang baik untuk anak. Pemilihan

nama yang baik adalah pertanda yang jelas dalam pendidikan secara tidak

langsung. Karena, dalam nama setiap orang terdapat peruntungannya. Jika

namanya bagus, maka bagus pula peruntungannya. Ditambah lagi masalah

kejiwaan, seperti yang diutarakan oleh para pakar pendidikan, yaitu

tentang panggilan yang baik atau buruk dan pengaruhnya terhadap jiwa

143http://titipan-cucu.blogspot.com/2010/05/anjuran-menyerukan-adzan-pada-

telinga.html

Page 104: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

93

anak. Juga pengaruhnya terhadap hubungannya dengan teman-temannya

dan individu masyarakat.

Adab ketiga, memuliakan anak dengan pelaksanaan aqiqah untuk

memberitakan kebahagiaan dan kesenangan atas kelahirannya. Aqiqah

juga merupakan ungkapan syukur kepada Allah swt.

Ketiga adab tersebut merupakan satu kesatuan yang dibebankan

kepada orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Selain sebagai

konsekuensi atas kewajibannya memenuhi syariat Islam, ketiganya

dilakukan juga sebagai langkah awal untuk pendidikan selanjutnya agar

berlangsung dengan baik dan mudah.

2. Perawatan anak dari kecil

Yakni dalam menyediakan makanan, minuman dan pakaiannya,

juga menjaga kesehatan fisiknya. Semua itu agar anak sehat akalnya, kuat

jasmaninya dan sehat pula inderanya. Hal ini dikarenakan kehidupan

manusia tidak terpisah-pisah, dimana apabila kehidupannya kuat pada

waktu ia kecil, maka pada waktu ia dewasa hal itu akan berlanjut. Dan akal

yang sehat berada dalam badan yang sehat pula. Kesehatan dan kekuatan

berasal dari makanan yang bersih dan terbebas dari segala hal yang haram.

Begitu juga dengan ibu hamil dan menyusui, selayaknya mengkonsumsi

hanya makanan yang halal. Sebab, air susu atau makanan yang dihasilkan

dari makanan yang haram tidak ada berkah di dalamnya dan menimbulkan

keburukan dan kerusakan. Orang tua juga harus memberikan pengetahuan

tentang halal dan haram kepada anak, serta membiasakan anak-anak pergi

ke masjid, melatih mereka melaksanakan puasa dan infaq, dan berakhlak

baik kepada orang yang lebih tua dengan menghormatinya. Metode

pendidikan yang harus dilakukan oleh orang tua adalah dengan menyertai

mereka dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan syariat dan menugasi

mereka melakukan perbuatan baik. Misalnya meminta anaknya untuk

memberi sedekah kepada fakir miskin, lalu menjelaskan kepada mereka

Page 105: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

94

maksud perbuatan baik tersebut menurut kacamata Islam. Pengalaman

rohani semacam ini akan berkesan di hati anak sepanjang masa. Ini

mengisyaratkan bahwa pengetahuan teori keagamaan agaknya harus

diikuti dengan praktek agar menjadi perilaku bahkan karakter yang sinergi

dengan teori ilmu pengetahuan agama.

3. Membangun hubungan kemasyarakatan yang kuat

Diantara unsur-unsur pendidikan Islam adalah agar orang tua

memberikan petunjuk kepada anak untuk memilih teman yang baik. Jika

tidak, mereka akan memilih teman sekolah sekehendak hati mereka,

sedangkan teman berpengaruh besar terhadap perkembangan pribadi anak,

baik yang merusak atau memperbaiki. Anak pada pertumbuhan

pertamanya mendapat semuanya dari orang tuanya, kemudian ia tumbuh

besar. Tetapi ketika ia keluar dari rumahnya, ia masuk kedalam

masyarakat dan bercampur dengan orang lain di sekolah, di halaman, di

tempat bermain.

Metode pendidikan untuk mengarahkan anak-anak dalam memilih

teman yang baik adalah orang tua menemani anak-anak mereka ketika

mereka berkunjung ke rumah teman-teman orang tuanya, agar anak

mengenal teman sebayanya dan orang tua saling mengenal sehingga

terjalin hubungan yang baik dalam mengawasi anak-anaknya.144

Upaya-upaya di atas adalah refleksi pemikiran Hamka yang

mengutip perkataan Hukama bahwa adab-sopan anak-anak itu dibentuk

sejak dari kecilnya. Karena ketika kecilnya masih mudah membentuk dan

mengasuhnya, belum dirusakkan oleh adat kebiasaan yang sukar

meninggalkan. Tiap-tiap manusia apabila telah terbiasa mengerjakan dan

mentabiatkan suatu pekerti sejak kecilnya, yang baik atau yang buruk,

sukarlah membelokkannya kepada yang lain, apabila dia telah besar.145

144 Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: A. HBa’adillah Press, 2002), hlm. 56-67.

145 Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 226

Page 106: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

95

Selain itu menurut Hamka, didikan di sekolah bertali dengan

didikan di rumah. Hendaklah ada kontak yang baik di antara orang tua

murid dengan guru. Kadang-kadang datang mendatangi, ziarah

menziarahi, selidik menyelidiki tentang tabiat anak yang dalam didikan

itu. Tentu saja di dalam didikan secara Islam akan mudah melakukan ini.

Sebab kalau rumah guru berdekatan dengan rumah orang tua murid,

sekurangnya sekali sehari, diantara Maghrib dan Isya, guru dan orang tua

murid itu akan bertemu di surau. Dan kalau rumahnya berjauhan, akan

bertemu di hari Jum’at. Kesempurnaan didikan anak itu dapat dibicarakan

dengan baik.

Pemikiran Hamka mengenai hal tersebut sangat baik jika mampu

dipahami, disadari dan diterapkan oleh para pendidik dalam

mengoptimalkan proses pendidikan Islam. Hal ini berdasarkan

pertimbangan bahwa fenomena tawuran, narkoba, pergaulan bebas,

kecurangan dalam belajar, dan berbagai perilaku menyimpang dan negatif

marak terjadi, sehingga para pendidik yang terdiri dari orang tua, guru dan

masyarakat diharuskan merapatkan barisan untuk perbaikan mutu

akademis dan moral anak didiknya.

Di zaman modern seperti ini, pertemuan dan kerja sama para

pendidik tersebut dapat ditempuh dengan banyak media, beberapa diantara

bentuk perlibatan diri atau partisipasi orang tua dan masyarakat dapat

dilakukan melalui berbagai bentuk organisasi, seperti parent teacher

organization, komite akuntabilitas perbaikakan sekolah, komite penasehat

sekolah, dan sebagainya.146 Selain itu dapat pula ditempuh dengan surat

menyurat, kunjung mengunjungi, bahkan dengan menggunakan media

elektronik seperti telepon, telegram, dan facebook atau jejaring sosial

lainnya.

146 Syamsir, “Pendidik dalam Perspektif Islam”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 15,5, Februari, 2009, hlm. 887.

Page 107: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

96

Berdasarkan hasil riset mengatakan bahwa pekerjaan guru di

sekolah akan lebih efektif apabila dia mengetahui latar belakang dan

pengalaman anak didik di rumah tangganya. Anak didik yang kurang maju

dalam pelajarannya, berkat kerja sama antara orang tua dan guru, banyak

kekurangan anak didik yang dapat diatasi. Pada dasarnya cukup banyak

cara yang dapat ditempuh untuk menjalin kerja sama antara orang tua dan

guru. Berikut ini beberapa contohnya;

1. Adanya kunjungan ke rumah anak didik

Pelaksanaan kunjungan ke rumah anak didik ini berdampak sangat

positif, di antaranya:

a. Kunjungan melahirkan perasaan pada anak didik bahwa sekolahnya

selalu memperhatikan dan mengawasinya.

b. Kunjungan tersebut memberi kesempatan kepada guru untuk melihat

dan melakukan observasi secara langsung cara anak didik belajar, latar

belakang hidupnya, dan tentang masalah-masalah yang dihadapi

keluarganya.

c. Guru memiliki kesempatan untuk memberikan penerangan kepada

orang tua anak didik tentang pendidikan yang baik, cara-cara

menghadapi masalah yang sedang dihadapinya .

d. Hubungan guru dan orang tua akan bertambah erat

e. Kunjungan dapat memberikan motivasi kepada orang tua anak didik

untuk lebih terbuka

2. Diundangnya orang tua ke sekolah

Kalau ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah

yang memungkinkan untuk dihadiri orang tua, maka akan positif sekali

artinya bila orang tua diundang untuk datang ke sekolah. Kegiatan-

kegiatan dimaksud umpamanya class meeting yang berisi perlombaan-

perlombaan yang mendemonstrasikan kebolehan anak dalam berbagai

bidang, pameran hasil kerajinan tangan anak, pemutaran film pendidikan,

dan sebagainya.

Page 108: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

97

Ini penting untuk menumbuhkan kesadaran pada orang tua akan

pentingnya mengetahui di mana kecenderungan bakat anak sehingga bisa

mengarahkannya. Perhatian dan keseriusan orang tua terhadap tiap detil

perkembangan anaknya sangat memberikan pengaruh terhadap jiwa anak.

Ini bisa ditunjukan dengan sikap memberikan penghargaan yang setinggi-

tinggi atas keberhasilan anak terhadap suatu bidang meski sekecil apapun

itu dan memberikan hukuman yang edukatif jika terjadi penyimpangan

tanpa adanya kekerasan.

3. Case Conference

Case conference merupakan rapat atau konferensi tentang kasus.

Biasanya digunakan dalam bimbingan konseling. Peserta konferensi ialah

orang yang betul-betul mau ikut membicarakan masalah anak didik secara

terbuka dan sukarela, seperti orang tua anak didik, guru-guru, petugas

bimbingan yang lain, dan para ahli yang ada sangkut pautnya dengan

bimbingan seperti social worker dan sebagainya. Konferensi biasanya

dipimpin oleh orang yang paling mengetahui persoalan bimbingan

konseling, khususnya tentang kasus yang dimaksud. Semua data dari

”commulative record” anak didik dipergunakan, kalau memungkinkan

didemonstrasikan. Materi dari pembicaraan di dalam konferensi bersifat

confidential (dijaga kerahasiaannya), sesuai dengan sifat kerahasiaan

proses bimbingan dan konseling. Konferensi ini bertujuan mencari jalan

yang paling tepat agar masalah anak didik dapat di atasi dengan baik.

4. Badan pembantu sekolah

Badan pembantu sekolah ialah organisasi orang tua murid dan

guru. Organisasi yang dimaksud merupakan kerja sama yang paling

terorganisasi antara sekolah atau guru dengan orang tua murid.

Badan pembantu sekolah sekarang dikenal dengan istilah Komite

Sekolah. Komite Sekolah ini berfungsi untuk mewadahi peran serta

masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan dan efesiensi

Page 109: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

98

pengelolaan pendidikan. Dalam hal ini masyarakat dapat menyalurkan

berbagai ide dan partisipasinya dalam memajukan pendidikan di

daerahnya.

Melalui komite sekolah, masyarakat atau orang tua murid sebagai

penyumbang dana berhak menuntut sekolah apabila pelayanan dari

sekolah tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini dikarenakan

pengadaan media dan fasilitas pendidikan memegang peranan yang urgen

pula dalam menunjang keberhasilan dalam proses belajar agar lebih

optimal.

5. Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga

Surat menyurat ini diperlukan terutama pada waktu-waktu yang

sangat diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak didik, seperti surat

peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih giat, sering

membolos, sering berbuat keributan, dan sebagainya. Surat menyurat ini

juga sebenarnya sangat baik bila dilakukan oleh orang tua kepada guru

atau langsung kepada kepala sekolah untuk memantau keadaan anaknya di

sekolah.

6. Adanya daftar nilai atau raport

Raport yang biasanya diberikan setiap semester kepada para murid

ini dapat dipakai sebagai penghubung antara sekolah dengan orang tua.

Guru dapat memberi surat peringatan atau meminta bantuan orang tua bila

hasil raport anaknya kurang baik, atau sebaliknya jika anaknya

mempunyai keistimewaan dalam suatu mata pelajaran, agar dapat lebih

giat mengembangkan bakatnya atau minimal mampu mempertahankan apa

yang sudah dapat diraihnya.

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjalin

kerja sama antara pendidik orang tua dan guru di zaman sekarang. Semua

bentuk kerja sama tersebut sangat besar manfaatnya dalam memajukan

Page 110: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

99

pendidikan bagi anak didik.147 Namun demikian, saling membantu dan

kerja sama ini tidak akan berjalan sempurna kecuali dengan adanya dua

syarat pokok berikut: Pertama, hendaknya antara pengarahan orang tua

dan guru tidak bertentangan. Kedua, hendaknya saling membantu dan

kerja sama itu bertujuan untuk menegakkan penyempurnaan dan

keseimbangan dalam upaya membina pribadi yang Islami. Jika kerja sama

ini memenuhi persyaratan tersebut, kemungkinan besar ruhani, jasmani,

dan fisik anak akan menjadi sempurna; di samping akan menjadi insan

yang berkeseimbangan, juga akan mengundang kekaguman banyak

orang.148

Kerja sama di atas merupakan salah satu bentuk ikhtiyar untuk

melahirkan generasi-generasi yang tangguh dalam menghadapi tantangan-

tantangan hidup, sehingga pribadi yang berdaya guna dan bermutu tak lagi

menjadi pemandangan ganjil di negeri berkembang seperti Indonesia.

Kesadaran atas pentingnya mengintegrasikan peran orang tua, guru dan

masyarakat merupakan bentuk tanggung jawab yang dibebankan kepada

seluruh aspek stakeholder pendidikan Islam. Hal ini agar proses

pendidikan dapat terjadi secara optimal dan berkesinambungan, sehingga

peserta didik selalu terkontrol dari masa ke masa perkembangannya dan

menjadi lebih baik dan meningkat dalam hal akademisi maupun

karakternya. Dengan mengimplementasikan pendekatan semacam ini,

maka tercapainya tujuan pendidikan tidak hanya akan menjadi angan-

angan kosong.

147 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum dan Agama Islam, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 90-94

148 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 1992), Cet- 1, hlm. 361-362.

Page 111: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

100

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Mengenai pendidik, Hamka berpendapat bahwa pendidik adalah sosok

yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan peserta

didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan

bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Namun kewajiban

mendidik anak jangan diserahkan kepada gurunya di sekolah saja. Karena

tempo yang dipakainya di dalam sekolah, tidaklah sepanjang tempo yang

dipakainya di rumah. Tiap-tiap anak harus mendapat didikan dan

pengajaran, yang akan diterimanya di sekolah hanyalah ajaran, sedang

didikan sebahagian besar di dapatnya di rumah. Karnanya Hamka

berpemikiran bahwa pada dasarnya, sosok pendidik menurut Hamka yang

ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan Islam adalah orang

tua, guru, dan masyarakat.

2. Adapun pendidik yang baik, menurut Hamka harus memenuhi

karakteristik sebagai berikut; berlaku adil dan obyektif pada setiap peserta

didiknya, memelihara martabatnya dengan akhlak al-karimah,

berpenampilan menarik, berpakaian rapi, dan menjauhkan diri dari

perbuatan yang tercela, menyampaikan seluruh ilmu yang dimiliki, tanpa

ada yang ditutup-tutupi, memberikan ilmu pengetahuan sesuai dengan

tempat dan waktu, sesuai dengan kemampuan intelektual dan

perkembangan jiwa mereka, tidak menjadikan upah atau gaji sebagai

alasan utama dalam mengajar peserta didik, di samping mentransfer ilmu

(pengajaran), seorang pendidik juga dituntut untuk memperbaiki akhlak

peserta didiknya (pendidikan) dengan bijaksana (ihsan), menanamkan

kebaranian mempunyai cita-cita dalam hidup, menanamkan keberanian

budi dalam diri peserta didik.

Page 112: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

101

3. Menurut Hamka, didikan di sekolah bertali dengan didikan di rumah.

Hendaklah ada kontak yang baik di antara orang tua murid dengan guru.

Kadang-kadang datang mendatangi, ziarah menziarahi, selidik menyelidiki

tentang tabiat anak yang dalam didikan itu. Tentu saja di dalam didikan

secara Islam, akan mudah melakukan ini. Untuk mendukung hal ini,

Hamka menjadikan Masjid Al-Azhar sebagai tempat bersilaturrahmi

antara guru dan orang tua untuk membicarakan perkembangan peserta

didik. Dengan adanya sholat jamaah di masjid, maka antara guru, orang

tua dan murid bisa berkomunikasi secara langsung. Pemikiran ini masih

sangat relevan untuk diterapkan pada zaman sekarang yaitu dengan

beberapa cara seperti surat menyurat, kunjung mengunjungi, Case

conference, organisasi orang tua murid dan guru serta masyarakat bahkan

menggunakan media elektronik seperti telepon, telegram, dan facebook.

B. Saran-Saran

Berdasarkan dari penelian di atas, penulis mengajukan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Membangkitkan kembali esensi pendidikan dalam proses pendidikan,

yaitu dengan tidak hanya menekankan unsur pengajaran yang identik

dengan proses penambahan ilmu pengetahuan tanpa disertai dengan upaya

pembentukan akhlak yang paripurna. Ini bisa terwujud jika pendidikan dan

pengajaran dilakukan secara seimbang dan berkesinambungan.

2. Membangun kesadaran pentingnya menjalin kerjasama yang terpadu

antara orang tua, guru dan masyarakat sebagai pendidik sejati yang

bertanggung jawab secara penuh atas berhasil atau tidaknya anak didik

dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.

3. Hendaknya pendidik tidak arogan dalam menjalankan tugas

kependidikannya, tetapi harus bersikap terbuka dan mengharmonisasikan

hubungannya dengan anak didiknya sehingga bakat dan kemampuan dasar

yang dimiliki anak dapat ditemukan dan kembangkan ke arah yang lebih

baik dan optimal.

Page 113: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

102

4. Pendidik hendaknya tidak berpikir picik dan dangkal dengan beranggapan

bahwa tugas mendidik adalah sebagai profesi yang berorientasi pada

urusan finansial atau upah semata, tetapi lebih jauh lagi menganggapnya

sebagai pekerjaan mulia dan merasa bertanggung jawab dalam

membangun generasi bangsa yang mumpuni dalam hal akademis maupun

budi pekerti.

5. Menjadikan Muhammad sebagai pacuan dan tolok ukur dalam melakukan

intropeksi terkait dengan tugas orang tua, guru dan masyarakat sebagai

pendidik sejati.

C. Penutup

Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang selalu memberikan

petunjuk dan bimbingan serta kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan

tugas akademisi ini, yaitu penyusunan skripsi tanpa halangan yang berarti.

Penulis sangat mengharapkan masukan dari pembaca, baik berupa

kritik maupun saran atas penyusunan karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini

memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Page 114: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

103

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Pemikiran dan Peradapan,Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Al-Bisty, Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad Abi Hatim al-Tamimiy, Shahih IbnHibban, Jilid I, Tahqiq oleh Syu’aib al-Arnauth, Beirut: Muassasat al-Risalat, 1993.

Al-Maliky, Sayyid Muhammad Alwy, Insan Kamil; Sosok KeteladananMuhammad SAW, Surabaya: Dunia Ilmu, 1999, Cet-1.

Al-Maraghiy, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Maraghiy, Semarang: Tohaputra, 1989.

Al-Qarni, Aidh Bin Abdullah, Visualisasi Kepribadian Muhammad, Bandung:Irsyad Baitus Salam, 2004.

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT CiputatPress, 2005.

An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah DanMasyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, Cet-3.

An-Nahlawi, Abdurrahman, Ushul Al-Tarbiyat Al-Islamiyat Wa Asalibuha,Damsyik, Dar al-Fikr, 1983, 139.

Assegaf, Abdurrachman, Kependidikan Islam , Jurnal Pemikiran, Riset, danPengembangan Pendidikan Islam, I, 1, Februari, 1994.

Aziz, Syalhub Fuad bin Abdul, Guruku Muhammad, Jakarta: Gema Insani Press,2006, Cet-1.

Baihaqi, Mif, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga ImamZarkasyi, Bandung: Nuansa, 2007.

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Gazalba, Sidi, Pendidikan Umat Islam, Masalah Terbesar Kurun KiniMenentukan Nasib Umat, Jakarta: Bhratara, 1970.

Hadim, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2000,Cet. 30.

Hamka, Lembaga Budi, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

Page 115: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

104

_______, Falsafah Hidup, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, Cet-XI.

_______, Hamka di Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984.

_______, Lembaga Hidup, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.

_______, Tasauf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.

_______, Pandangan Hidup Muslim, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992.

Harefa, Andrias, Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta; harian kompas, 2000.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum Dan Agama Islam, Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2005.

J. I. G. M. Drost, S. J., Sekolah: Mengajar Atau Mendidik?, Yogayakarta:Karnisius, 1998, Cet-7.

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.

_______, Psikologi Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.

Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi danPendidikan, Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995 Cet-3.

Mahmud dan Abdul Wahab Fayid, Pendidikan Dalam Al-Qur an, Semarang: CVWicaksana, 1986.

Mohammad, Herry, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta:Gema Islami, 2006.

Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2002, Cet-2.

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993, Cet-1.

_______, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Cirebon: Pustaka Dinamika,1999, Cet-1.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: KencanaPrenada Media, 2006.

Mustofa, Agus, Membonsai Islam, Jakarta: Padma Press, 2006, Cet-1.

Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, Cet. 3.

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Histories, Teoritis DanPraktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

Page 116: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

105

_______, Sejarah Dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam: Potret TimurTengah Era Awal Dan Indonesia, Jakarta: Quantum Teaching, 2005, Cet-1.

_______, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamkatentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ESAnggota IKAPI, 1985, Cet-3.

Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: BalaiPustaka, 2006, Edisi 3.

Quthb, Muhammad Ali, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, Bandung,Remaja Rosdakarya, 1990.

Rachman, Arif, Mengurai Benang Kusut Pendidikan Gagasan Para PakarPendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Transformasi UNJ, 2003.

Rahardjo, M. Dawam, Intelektual Intelegensi Dan Perilaku Politik Bangsa,Bandung: Mizan, 1993.

Ramadhan, Tariq, Muhammad Rasul Zaman Kita, Jakarta: PT Serambi IlmuSemesta, 2007, Cet-1.

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta:Quantum Teaching, 2005.

Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif diSekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta: LkiS, 2009.

Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Roziqin, Badiatul, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: e-Nusantara,2009 Cet-2.

Rusn, Abidin Ibnu, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998, Cet-1.

Rusydi, H., Pribadi Dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka, Jakarta: PustakaPanjimas, 1983, Cet-2.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur an,Jakarta: Lentera Hati, 2006, Volume 1, Cet-7.

_______, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur an, Jakarta:Lentera Hati, 2006, Volume 14, Cet-V.

Page 117: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

106

_______, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur an, Jakarta:Lentera Hati, 2007, Volume 15, Cet-X.

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.

Sudyarto, Sides DS, ”Hamka, Realisme Religius”, dalam Hamka, Hamka di MataHati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984.

Suhartono, Suparlan, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007,Cet-2.

Sulaiman, Fathiyah Hasan, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Terj. Ahmad Hakimdan M. Imam Aziz, Jakarta: P3M, 1986.

Surachmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research; Pengantar Metodologi Ilmiah,Bandung: CV. Tarsito, 1978.

Susanto, A., Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009, Cet. 1.

Sutoyo, “Profesionalisme Guru Dalam Tinjauan Pendidikan Islam”, JurnalWahana Akademia, 7, 2, Agustus, 2005.

Syam, Mohammad Noor, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat PendidikanPancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986.

Syamsir, “Pendidik dalam Perspektif Islam”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,15, 5, Februari, 2009, 887.

Syar’i, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005, Cet-1.

Tamin, Mardjani, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat, Jakarta: Dep Pdan K RI., 1997.

Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, Semarang: Rasail Media Group, 2007, Cet-1.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1994, Edisi 2.

Tim Tashih Depag, Bustami A. Gani dkk, Al-Qur an dan Tafsirnya, Semarang:PT Citra Efhar, 1993, Jilid 2.

Tim. Depag RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Dirjen PKAI, 1987, Jilid 1.

Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam, Bandung: PT RemajaRosdakarya, 1992, Cet- 1.

Untung, Moh. Slamet, Muhammad Sang Pendidik, Semarang: PT Pustaka RizkiPutera, 2005, Cet-1.

Page 118: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

107

Wahid, Abdurrahman, “”Benarkah Buya Hamka Seorang Besar?”, dalam Hamka,Hamka Di Mata Hati Umat.

Yunan, M., Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2005.

Zuhaili, Muhammad, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, Jakarta: A. HBa’adillah Press, 2002.

Sumber dari Internet

Http://Amir14.Wordpress.Com/Tasawuf-Hamka/ 24-02-2010

Http://Fithab.Multiply.Com/Journal/Item/52, 24-02-2010

Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah, 27-01-2010

Http://Mabadik.Wordpress.Com/2010/07/09/Urgensi-Peran-Pendidik-Dalam-Upaya-Untuk-Mencerdaskan-Kehidupan-Bangsa/ 17-07-2010

Http://Tanbihun.Com/2010/05/Pendidikan/Pendidik-Dalam-Pendidikan-Islam/ - _Ftn8, 07-01-2010

Http://titipan-cucu.blogspot.com/2010/05/anjuran-menyerukan-adzan-pada-telinga.html, 21-06-2010

Http://Vakho.Multiply.Com/Journal/Item/2/Biografi_Hamka, 07-01-2010.

Page 119: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

108

DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN

Nama : Siti Lestari

Tempat/Tanggal Lahir: Demak, 17 Maret 1988

Alamat Asal : Desa Karangsono RT 08 RW II

Kec. Mranggen Kab. Demak

Jenjang Pendidikan :

1. SDN Karangsono 02 Mranggen Demak lulus tahun 2000

2. MTs Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak lulus tahun 2003

3. MA Futuhiyyah 02 Mranggen Demak lulus tahun 2006

4. IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah Angkatan Tahun 2006

Page 120: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

109

SILSILAH KELUARGA HAMKA

Abdullah Arief(Tuanku Pauh Pariaman atau Tuanku Nan Tuo Koto Juo, salah seorang pahlawan

perang Padri)

Abdullah Saleh(Tuanku Guguk Katur)memiliki tiga orang istri

1. anak pr Tuo 2. Saerah 3. anak pr Koto

Tuanku Tuo Amarullah Tuanku Sutan di Lawang (Tuanku Kisai) (terbuang di Ternate 8 th)

Haji Abdul Karim Amrullah(Haji Rasul)

Memiliki 6 orang anak, yaitu:Fatimah

HAMKAAbdul Kudus

AsmaAbdul Bari (meninggal di penjara Padang)

Abdul Mu’thi

Page 121: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

110

FOTO-FOTO

Masjid Al-Azhar

Kegiatan Pendidikan di Al-Azhar

Page 122: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

111

KARYA-KARYA HAMKA

Page 123: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

112

Page 124: PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAMlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/123/jtptiain-gdl... · PEMIKIRAN HAMKA TENTANG PENDIDIK ... dalam Ilmu Tarbiyah

113

FOTO DIRI HAMKA