PEMETAAN KOROSI (CORROSION MAPPING) PADA HIGH … · PROSEDUR PENELITIAN LAJU KOROSI ALAT •Jangka...
Transcript of PEMETAAN KOROSI (CORROSION MAPPING) PADA HIGH … · PROSEDUR PENELITIAN LAJU KOROSI ALAT •Jangka...
PEMETAAN KOROSI (CORROSION MAPPING) PADA HIGH VACUUM UNIT (HVU) III BERDASARKAN STANDAR API 581 DI PT. PERTAMINA RU V BALIKPAPAN
LAPORAN TUGAS AKHIR
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI
FTI-ITS
Oleh:
David Iriyantono (2708 100 057)
Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Sulistijono,DEA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
NOPEMBER SURABAYA
2012
LATAR BELAKANG Feed Long
Residue = Sulfur Tinggi
Operasi pada Temperatur dan Tekanan Tinggi
Data History Card : Shell Heat
Exchanger dan Tube sering
terkorosi (ASTM A516 Grade 70 &
A179)
Belum pernah dilakukan Corrosion
Mapping (15 tahun operasi)
HVU III
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana tingkat kerawanan korosi berdasar jenis korosi yang terjadi pada peralatan High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA
RU V Balikpapan setelah peralatan tersebut bekerja pada kondisi operasinya selama 15 tahun?
Bagaimana hasil / visualisasi pemetaan korosi (Corrosion Mapping) pada peralatan High Vacuum Unit (HVU) III
PERTAMINA RU V Balikpapan?
Bagaimana hubungan antara besaran konsentrasi Sulphur yang terkandung dan laju alir Long Residue HVU III dengan Corrosion Rate di shell and tube heat exchanger HVU III?
Bagaimana karakteristik korosi yang terjadi pada material shell dan tube heat exchanger HVU III yang dipengaruhi oleh
keberadaan sulfur pada aliran?
TUJUAN
1
• Menentukan tingkat kerawanan korosi pada peralatan High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA RU V Balikpapan setelah peralatan tersebut bekerja pada kondisi operasinya selama 15 tahun.
2 • Menentukan hasil / visualisasi pemetaan korosi (Corrosion Mapping) pada peralatan
High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA RU V Balikpapan melalui peta korosi.
3 • Menentukan hubungan antara antara laju alir dan konsentrasi sulfur yang terkandung
pada Long Residue HVU III dengan Corrosion Rate di Main Equipment HVU III.
4 • Menentukan karakterteristik korosi yang terjadi pada material shell dan tube heat
exchanger HVU III yang dipengaruhi oleh keberadaan sulfur pada aliran.
BATASAN MASALAH
• Perancangan Corrosion Mapping terbatas pada peralatan dan perpipaan pada Mainflow Stream di PFD High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA RU V Balikpapan saja
• Analisa dampak korosi pada peralatan HVU III terbatas pada tube dan shell saja
• Mekanisme korosi yg terjadi sesuai API standard 581 terbatas pada Thinning dan Stress Corrosion Cracking.
PEMETAAN KOROSI
• Kehalusan permukaan benda uji dianggap homogen dan tidak mempengaruhi perilaku korosi yang terjadi.
• Parameter agitasi (pengadukan) diabaikan.
• Dimensi pemotongan material dianggap homogen.
• Pengujian dilakukan pada tekanan atmosfir dan temperatur kamar.
• Temperatur, pH larutan, tekanan dan kelembaban udara dianggap konstan selama penelitian berlangsung.
• Tidak terjadi perubahan volume larutan.
PENELITIAN LAJU
KOROSI
MANFAAT
PERSEBARAN TINGKAT
KERAWANAN KOROSI
PENGARUH KONSENTRASI
SULFUR & LAJU ALIR TERHADAP
LAJU KOROSI HEAT EXCHANGER
REKOMENDASI PENJADWALAN & METODE INSPEKSI
PERALATAN & PERPIPAAN HVU III
PROSEDUR PENGERJAAN PEMETAAN KOROSI
SUMBER DATA Sumber data yang diperoleh antara lain dari : 1. Data perancangan yang ditulis di Contactor’s Data Book 2. Data Piping & Instrument Diagram (P&ID) 3. Data Process Flow Diagram (PFD) 4. Data Hasil Analisis Laboratorium 5. Data Plant Test dari Laboratorium 6. Laporan Inspeksi Turn-Around tahun 2009 7. Data Kondisi Operasi HVU III 8. History Card tahun 2003-2011 9. Diskusi Teknis 10. Literatur
Penipisan setempat (Localized Thinning)
Penipisan merata (General Thinning)
Thinning
Kerawanan terhadap Thinning
Screening Questions untuk Thinning
Mekanisme Korosi dan Kerusakan berdasarkan API
standard 581
PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN TERHADAP THINNING
Laju Korosi Terhitung Berdasarkan Data Operasi, Rc
(Calculated Corrosion Rates)
Laju Korosi Yang Dibolehkan, Ra, = Corrosion Allowance / 20
(Allowable Corrosion Rate)
Tingkat Kerawanan (Ra / Rc )
Laju korosi terhitung, Rc (mm/y)
Allowable Corrosion Rate, Ra = CA/20 (mm/y)
Ra / Rc < 1 Bahaya
Ra / Rc = 1–2 Waspada
Ra / Rc > 2 Aman
Contoh : Rc = 2 mm/y
Corrosion Allowance (CA) = 3 mm Ra / Rc = (1,5/2) < 1 Bahaya
Ra = CA/20 = 3/20= 1,5 mm/y
Contoh : Rc = 1 mm/y
Corrosion Allowance (CA) = 3 mm Ra / Rc = (1,5/1) = 1,5 Waspada
Ra = CA/20 = 3/20= 1,5 mm/y
Contoh : Rc = 0,5 mm/y
Corrosion Allowance (CA) = 3 mm Ra / Rc = (1,5/0,5) = 3 Aman
Ra = CA/20 = 3/20= 1,5 mm/y
Stress Corrosion Cracking (SCC)
Tingkat kerawanan Stress Corrosion Cracking (SCC)
Screening Question untuk SCC
PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN TERHADAP STRESS CORROSION CRACKING
Environmental Severity
Kerawanan terhadap HIC/SOHIC
Kerawanan terhadap SSC
PROSEDUR PENELITIAN LAJU KOROSI A
LAT • Jangka Sorong dan Penggaris
• Bor
• Kertas Stiker
• Timbangan Digital
• Gelas Ukur
• Labu Ukur
• Pinset
• Benang
• Stirer Bars
• Kuas cat
• Alat uji Potensiostat
• Magnetic Stirer B
AH
AN
• Material Standar ASTM A516 Grade 70 & A179
• Larutan Sulphur 0.09%, 0.14%, 0.17%, 0.22% dan 0.26%
• Aquades
• Alkohol 70%
PREPARASI SPESIMEN & LARUTAN
Untuk pengujian laboratorium spesimen akan dibubut dan dipotong sampai ø 14 mm dan tebal 5mm, Setelah itu,pada salah satu sisi spesimen dihubungkan dengan kawat tembaga yang telah dibungkus plastik sepanjang 20 cmkemudian spesimen di moulding dengan menggunakan resin epoxy. Setelah proses moulding selesai, permukaan spesimen yang tidak tertutup oleh resin (terekspose) dihaluskan dengan menggunakan kertas gosok grade 120, 400, 600 untuk memperoleh permukaan yang rata.
Gambar 3.2 Spesimen uji potensiostat
PREPARASI SPESIMEN & LARUTAN (2)
• Larutan yang dipakai untuk pengujian korosi adalah larutan 0.09%, 0.14%, 0.17%, 0.22% dan 0.26 % Sulphur. Larutan Sulphur dibuat dengan cara mengisikan 500 mL air aquades ke dalam gelas ukur 1L, kemudian ditambahkan 0.9 gram, 1.4 gram, 1.7 gram, 2.2 gram dan 2.6 gram Sulphur ke dalam gelas ukur tersebut. Kemudian gelas ukur diisi lagi dengan air aquades sampai mencapai 1L. Air itu kemudian diaduk agar selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan siap untuk digunakan.
A516 gr 70 A179
Carbon 0.27 0.06-0.18
Manganese 0.85-1.20 0.27-0.63
Phosporus 0.035 0.035
Sulfur 0.035 0.035
Silicon 0.15-0.40 0
Komposisi (%)Elemen
Tabel 3.3 Komposisi A516 gr 70 dan A179 (ASTM)
PENGUJIAN ELEKTROKIMIA
Pengujian elektrokimia menggunakan sel tiga – elektroda (potensiostate) yakni perangkat laboratorium untuk penelitian kuantitatif terhadap sifat – sifat korosi bahan. Mesin ini memiliki tiga elektroda yakni elektroda kerja (spesimen uji), elektroda pembantu (Karbon) dan elektroda acuan ( KCl jenuh). Dari pengujian tersebut akan didapatkan Icorr yang digunakan untuk menghitung laju korosi dengan menggunakan rumus :
CR = Dimana : CR : Laju Korosi (mm/year) untuk Icorr (μA/Cm2). K1 : 3,27 x 10-3 mm g/ μA Cm. Icorr : Rapat arus saat Ecorr (exchange current density). Ρ : density ( g/ cm3). EW : Equivalent Weight.
PENGUJIAN ELEKTROKIMIA (2)
Stirer Bar
Counter Electrode
Working Electrode Reference Electrode
Magnetic Stirer
Specimen Holder
Sumber GGL
Galvanometer Voltmeter
Larutan Elektrolit Air+Sulfur
Gambar 3.3 Pengondisian pengujian elektrokimia
PENGUJIAN WEIGHT LOSS
Pengujian korosi dilakukan dengan cara merendam spesimen uji di dalam larutan sulfur dengan berbagai variasi konsentrasi dengan tujuan untuk mensimulasi korosi yang terjadi pada ASTM A516 Grade 70 dan ASTM A179 di lingkungan aliran yang mengandung sulfur sebagai impurities. Perendaman dilakukan selama 5, 15 dan 25 hari serta sampel dibersihkan dengan menggunakan metode chemical menurut ASTM G1.
Mpy =
Dimana : W : Berat yang hilang (grams). T : waktu perendaman (jam). A : Luas permukaan sampel (cm2). K : Konstanta mils per year (mpy) 3,45 x 106. D : Berat jenis (g/cm3)
PENGUJIAN XRD
Analisa difraksi sinar X dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terbentuk pada baja ASTM A516 Grade 70 dan ASTM A179 yang telah mengalami pengujian korosi yakni dengan direndam selama 25 hari dalam larutan sulfur dengan konsentrasi 0.26 wt%. Alat yang digunakan adalah alat uji XRD PanAlytical milik Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Gambar 3.4 Alat uji XRD
PENGUJIAN SEM-EDAX
Pengujian SEM menggunakan mesin jenis inspect s50 milik Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS dilakukan untuk mengamati profil permukaan yang terkorosi distribusi produk korosi dan pertumbuhan korosi yang terbentuk pada spesimen baja ASTM A516 Grade 70 dan ASTM A179 yang telah direndam dalam larutan sulfur dengan konsentrasi 0.26 wt% selama 25 hari. Untuk mengetahui komposisi unsur apa sajakah yang terbentuk, dilakukan pengujian EDAX.
Gambar 3.5 Alat scanning electron mikroskop
PENENTUAN LAJU KOROSI PEMETAAN KOROSI
Penentuan Laju Korosi pada Thinning 1. High Temperature Sulfidic / Naphthenic Acid Corrosion
Tag No. Deskripsi Alat Equipment
Temperatur, [oF] Fluida Kerja
Material
Corrosion
Allowance [mm]
Korosi
Max Min Jenis Komposisi [kg-
mol/hr] Mekanisme
Laju [mmpy
]
F-202-
01
Vacuum
Heater Furnace 737.6 689
Reduced
Crude
0.205 %
Sulfur 0.15 %
H2S PH : 7
TAN : 0.44
mgKOH/gr
Carbon
Steel
A355
P5 3
Thinning : -
HT
Sulfidic/Na
phtenic
Corr
(Localized)
Contoh Perhitungan : Material = Carbon Steel Wt% Sulfur = 0.205 % TAN = 1.0 mg/g
Temperatur = 737.6 oF
Tabel 4.2 Penentuan laju korosi untuk Carbon Steel (mpy) - (tabel G-17, API 581)
Ra = CA/ 20 =3/20 =0.15 mmpy Rc =70 mpy *0.0254 =1.778 mmpy Ra/Rc =0.15/1.778 =0.084
Jadi, karena Ra/Rc < 1 maka Tingkat Kerawanannya berada dalam kategori “Bahaya”
Penentuan Laju Korosi pada Thinning 2. High Temperature H2S / H2 Corrosion
Tag No. Deskripsi Alat Equipment
Temperatur, [oF] Fluida Kerja Materia
l
Corrosion
Allowance [mm]
Korosi
Max Min Jenis Komposisi [kg-mol/hr] Mekanisme
Laju [mmpy
]
C-202-04
Medium Pressure Steam Drum Drum 455 248
Non Condensable Gas
0.15 % Sulfur 0.15 % H2S PH : 7 TAN : 0 mgKOH/gr
Carbon Steel A516 Grade 70 3
Thinning : - HT
H2S/H2 Corr
(General)
Contoh Perhitungan : Material = Carbon Steel (%volume) H2S = 0.15% Type Hydrocarbon = Gas Oil Temperatur = 455oF
Tabel 4.4 Penentuan laju korosi untuk Carbon Steel, 11/4 Cr, dan 21/4 Cr Steel (mpy) (tabel G-27, API 581)
Ra = CA/ 20 =3/20 =0.15 mmpy Rc = 2 mpy *0.0254 =0.0508 mmpy Ra/Rc =0.15/0.0508 =2.952 Jadi, karena Ra/Rc > 2 maka Tingkat Kerawanannya berada dalam kategori “Aman”
Tag No. Deskripsi Alat
Equipment
Temperatur, [oF] Fluida Kerja
Material PWHT (Y/N)
Max Brinnel
Hardness
Environmental
Severity
Susceptibility to SSC Max Min Jenis Komposisi
[kg-mol/hr]
F-202-01
Vacuum Heater Furnace
737.6 689
Non Condensable Gas
0.205 % Sulfur 0.15 % H2S PH : 7 TAN : 0.44 mgKOH/gr
Carbon Steel A355 P5 Yes 269
Contoh Penentuan : H2S Content = 250 ppm (T>100oC) pH = 7 PWHT = Yes Max Brinnell Hardness = 269
Penentuan Tingkat Kerawanan terhadap Stress Corrosion Cracking (SCC) 1. Sulfide Stress Cracking
Ph of Water H2S Content of water
<50 ppm 50-1000 ppm 1000-10000 ppm >10000
ppm
<5.5 low moderate high high
5.5-7.5 low low low moderate
7.6-8.3 low moderate moderate moderate
8.4-8.9 low moderate moderate high
>9.0 low moderate high high
Enviromental
Severity
As-Welded
Max Brinell Hardness
PWHT
Max Brinell Hardness
<200 200-237 >237 <200 200-237 >237
High low medium High not low medium
Moderate low medium high not not low
low low low medium not not not
Tabel 4.6 Environmental Severity - (tabel H-9, API 581)
Tabel 4.7 Kerawanan terhadap SSC - (tabel H-10, API 581)
Jadi, Tingkat Kerawanan terhadap SSC berada dalam kategori “Not Susceptibility”
Tag No. Deskripsi Alat
Equipment
Temperatur, [oF] Fluida Kerja
Material PWHT (Y/N)
Max Brinnel
Hardness
Environmental
Severity
Susceptibility to
HIC Max Min Jenis Komposisi [kg-mol/hr]
F-202-01
Vacuum Heater Furnace
737.6 689
Non Condensable Gas
0.205 % Sulfur 0.15 % H2S PH : 7 TAN : 0.44 mgKOH/gr
Carbon Steel A355 P5 No 269
Contoh Penentuan : H2S Content = 250 ppm (T>100oC) pH = 7 PWHT = Yes Max Brinnell Hardness = 269 Material = Carbon Steel A355 P5 (High Sulfur Steel)
Penentuan Tingkat Kerawanan terhadap Stress Corrosion Cracking (SCC) 2. Hydrogen-Induced Cracking dan Stress-Oriented Hydrogen Induced Cracking dalam Hydrogen Sulfide Service (HIC/SOHIC-H2S)
Ph of Water H2S Content of water
<50 ppm 50-1000 ppm 1000-10000
ppm
>10000
ppm
<5.5 low moderate high high
5.5-7.5 low low low moderate
7.6-8.3 low moderate moderate moderate
8.4-8.9 low moderate moderate high
>9.0 low moderate high high
Enviromental
Severity
High Sulfur Steel
>0.01%S
Low Sulfur Steel
0.002-0.01%S
Ultra Low Sulfur
<0.002%S
As-
Welded
PWHT As-
Welded
PWHT As-
Welded
PWHT
High High High High Medium Medium Low
Moderate High Medium Medium Low Low Low
Low Medium Low Low Low Not Not
Tabel 4.9 Environmental Severity - (tabel H-12, API 581)
Tabel 4.10 Kerawanan terhadap HIC/SOHIC - (tabel H-13, API 581)
Jadi, Tingkat Kerawanan terhadap HIC/SOHIC berada dalam kategori “Low Susceptibility”
PEMBERIAN SIMBOL WARNA
Pemberian Simbol Warna Untuk Thinning pada Process Flow Diagram (PFD) HVU III •Bila kondisi alat dinyatakan “bahaya”, maka pada PFD diberi warna merah. •Bila kondisi alat dinyatakan “waspada”, maka pada PFD diberi warna kuning.. •Bila kondisi alat dinyatakan “aman”, maka pada PFD diberi warna hijau.
Pemberian Simbol Warna Untuk Stress Corrosion Cracking pada Process Flow Diagram (PFD) HVU III ☆ Bila kondisi alat dinyatakan “high susceptibility”, maka pada PFD diberi warna merah. ☆ Bila kondisi alat dinyatakan “medium susceptibility”, maka pada PFD diberi warna kuning.. ☆ Bila kondisi alat dinyatakan “low susceptibility”, maka pada PFD diberi warna hijau. ☆ Bila kondisi alat dinyatakan “not susceptibility”, maka pada PFD diberi warna biru.
ANALISA TINGKAT KERAWANAN HVU III SECARA UMUM
Dari hasil pemetaan korosi yang divisualisasikan melalui diagram pada gambar 4.1, dapat disimpulkan bahwa mekanisme korosi yang paling rawan terjadi pada HVU III adalah High Temperature Sulfidic/ Napthenic Acid Corrosion. Parameter yang berpengaruh terhadap kerawanan High Temperature Sulfidic/ Napthenic Acid Corrosion adalah Temperatur, Konsentrasi Sulfur dan Laju Alir.
Gambar 4.1 Diagram jumlah komponen terhadap kategori kerawanan pada berbagai mekanisme korosi
PENGUJIAN ELEKTROKIMIA
Variasi CR Spesimen
A516 gr 70
(mpy)
CR
Spesimen
A179 (mpy)
Konsentrasi
Sulfur (wt%) Laju Alir
0.09
125 1.091 1.2337
237.5 1.88 1.65
350 3.053 2.594
0.14
125 1.4 1.98
237.5 3.2557 3.7488
350 3.92 4.823
0.17
125 3.59 2.4178
237.5 6.399 3.1907
350 8.734 7.3499
0.22
125 6.7978 4.2374
237.5 9.7177 7.178
350 11.064 9.5398
0.26
125 24.028 29.754
237.5 31.123 40.6
350 38.976 48.112
Grafik 4.2 Grafik pengaruh konsentrasi sulfur terhadap laju korosi
ASTM A516 gr 70 pada berbagai laju alir hasil uji elektrokimia
Grafik 4.3 Grafik pengaruh konsentrasi sulfur terhadap laju korosi ASTM
A179 pada berbagai besaran laju alir hasil uji elektrokimia
PENGUJIAN WEIGHT LOSS
Material Spesimen
Konsentrasi
Sulfur
(wt%)
Laju korosi (mpy)
Spesimen
1 (5hari)
Spesimen
2 (15 hari)
Spesimen
3 (25 hari)
ASTM
A516 gr
70
1 0.09 2.91 6.58 7.06
2 0.14 7.62 10.81 13.31
3 0.17 11.08 21.48 20.09
4 0.22 13.23 21.48 26.33
5 0.26 14.55 23.01 36.03
ASTM
A179
1 0.09 3.51 6.65 9.05
2 0.14 5.35 7.85 12.01
3 0.17 8.49 13.21 24.01
4 0.22 14.5 25.86 32.32
5 0.26 15.51 30.48 42.48
Grafik 4.4 Grafik pengaruh konsentrasi sulfur terhadap laju korosi ASTM
A516 gr 70 dengan variasi waktu perendaman hasil uji weight loss
Grafik 4.5 Grafik pengaruh konsentrasi sulfur terhadap laju korosi ASTM
A179 dengan variasi waktu perendaman hasil uji weight loss
Tabel 4.14 Hasil perhitungan uji weight loss
PENGUJIAN XRD
Fe Fe
Gambar 4.12 Hasil XRD dan peak list
dari material ASTM A516 grade 70 yang
terkorosi
Gambar 4.13 Hasil XRD dan peak list dari
material ASTM A179 yang terkorosi
PENGUJIAN SEM-EDAX
A B
C D
Gambar 4.14 Hasil Pengujian SEM pada permukaan (A) Material ASTM A516 gr 70 perbesaran 50x (B) Material ASTM A516 gr 70 perbesaran 500x (C) Material
ASTM A179 perbesaran 50x (D) Material ASTM A179 perbesaran 750x
PENGUJIAN SEM-EDAX (2)
Gambar 4.15 Hasil Pengujian EDAX specimen ASTM A516 gr 70 pada gambar SEM dengan
perbesaran 250x
Tabel 4.16 Hasil EDAX A516 gr 70 perbesaran 250x
PENGUJIAN SEM-EDAX (3)
Gambar 4.16 Hasil Pengujian EDAX specimen
ASTM A179 pada gambar SEM dengan perbesaran 250x
Tabel 4.17 Hasil EDAX A179 perbesaran 750x
KESIMPULAN
Pada umumnya korosi pada peralatan dan perpipaan High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA RU V Balikpapan yang mengikuti mekanisme Thinning (general corrosion dan localized corrosion) yaitu High Temperature Sulfidic / Naphthenic Acid Corrosion dan High Temperature H2S / H2 Corrosion. Peta Korosi menunjukkan bahwa sebagian besar peralatan dan perpipaan di HVU III (74 buah) rawan dalam kategori Bahaya terhadap mekanisme korosi High Temperature Sulfidic / Naphthenic Acid Corrosion namun sebagian besar tidak teridentifikasi rawan terhadap mekanisme korosi High Temperature H2S / H2 Corrosion. Selain itu, sebagian besar peralatan dan perpipaan HVU III ini rawan (dalam kategori Low dan Medium Susceptibility) terhadap Stress Corrosion Cracking yaitu Sulfide Stress Cracking (86 buah) dan HIC/SOHIC-H2 (111 buah).
Hasil / visualisasi pemetaan korosi pada peralatan dan perpipaan High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA RU V Balikpapan ditunjukkan dalam gambar peta korosi dengan pemberian simbol warna pada Process Flow Diagram (PFD) (lebih lengkap di halaman lampiran).
KESIMPULAN (2) Dari hasil pengujian dengan metode elektrokimia (potensiostat) dan
metode weight loss dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sulfur dan laju alir mempengaruhi laju korosi material ASTM A516 grade 70 dan ASTM A179. Semakin besar konsentrasi sulfur menyebabkan semakin besar pula laju korosi yang terjadi. Dan peningkatan laju alir juga akan menyebabkan peningkatan laju korosi yang terjadi pada material shell dan tube heat exchanger tersebut.
Dari hasil pengujian XRD dan SEM-EDAX dapat disimpulkan bahwa karakteristik korosi yang terjadi pada material shell dan tube heat exchanger HVU III (ASTM A516 grade 70 dan ASTM A179) dengan pengaruh konsentrasi sulfur adalah merupakan korosi merata dengan produk korosi berupa FeS, Fe3O4 dan FeCl2.
REKOMENDASI Pemetaan korosi High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA RU V Balikpapan memberikan indikasi
peralatan yang berada pada kondisi Bahaya, Waspada dan Aman. Peralatan dengan kondisi Bahaya perlu diinspeksi dengan intensitas lebih sering daripada inspeksi rutin, yaitu dilakukan pada setiap shutdown dan turnaround. Peralatan dengan kondisi Waspada perlu diinspeksi dengan intensitas lebih sering daripada inspeksi rutin, namun tidak sekerap pada peralatan dengan kondisi Bahaya, yaitu pada shutdown/turnaround besar.
Untuk peralatan pada kondisi BAHAYA maka tingkat kategori inspeksi harus dinaikkan menjadi kategori Highly Effective yang berarti harus mencakup 50 - 100% coverage. Bila diperlukan maka disarankan untuk mengganti material peralatan dengan material yang immune terhadap modus kerusakan yang berkaitan. Untuk peralatan pada kondisi WASPADA maka tingkat kategori inspeksi juga harus dinaikkan menjadi kategori Highly Effective yang berarti harus mencakup 50 - 100% coverage. Untuk peralatan pada kondisi AMAN maka tingkat kategori inspeksi masih cukup dengan Fairly Effective yang berarti mencakup 20 -30 % coverage.
Perlu dilakukan pemeriksaan ketebalan alat (remaining wall thickness) pada seluruh peralatan proses HVU III, untuk mengetahui kondisi masing-masing peralatan proses dan menentukan sisa umur pakai peralatan proses. Selain itu, juga perlu dilakukan Hardness Test untuk mengetahui tingkat kekerasan material yang nantinya berpengaruh dalam menentukan kerawanan terhadap cracking.
Metoda pengendalian korosi dan monitoring yang disarankan adalah sebagai berikut : Intensifikasi sampling pada inlet dan outlet peralatan yang rawan korosi Pengujian skala laboratorium dengan mensimulasikan kondisi operasi proses yang sesuai dengan kondisi operasi peralatan yang rawan korosi
REKOMENDASI (2)
Untuk peralatan yang rawan terhadap Stress Corrosion Cracking maka perlu segera dilakukan Post Weld Heat Treatment (PWHT) agar menghilangkan tegangan sisa pada saat setelah pengelasan sehingga mengurangi tingkat kerawanan terhadap SCC.
Dalam program pemetaan korosi yang merupakan bagian dari program Risk Based Inspection (RBI), keberadaan dan akurasi data (terutama data fluida proses, data operasi, data peralatan dan data inspeksi) menjadi parameter yang sangat penting. Oleh karena itu kompilasi data yang rapi dan akurat dan keterlibatan seluruh pihak yang berkepentingan dengan operasi kilang High Vacuum Unit (HVU) III PERTAMINA RU V Balikpapan sangat perlu dilakukan agar program pemetaan korosi dapat menghasilkan suatu analisa yang handal.
Perlu dilakukan inspeksi secara rutin dan intensif terhadap peralatan dan perpipaan agar kondisi operasi di lapangan seperti temperature dan laju alir tetap berada pada batas yang aman sesuai data desain terutama pada kondisi operasi peralatan heat exchanger.
Pada penelitian laju korosi akibat pengaruh konsentrasi sulfur selanjutnya jika dilakukan perendaman/imersi disarankan dalam dalam jangka waktu yang lebih lama (lebih dari 25 hari) agar didapatkan bentuk kristalin dari senyawa yang diprediksi kehadiranya pada hasil pengujian XRD.