Pemeriksaan Inspektorat Utama

5
Pemeriksaan Inspektorat Utama 28/05/2010 – 08:09 Inspektorat Utama yang selanjutnya disebut Itama adalah salah satu unsur pelaksana tugas penunjang BPK, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada BPK melalui Wakil Ketua BPK. Itama dipimpin oleh seorang Inspektur Utama. Itama mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unsur Pelaksana BPK. Pada 13 Mei hingga 27 Mei 2010, Itama melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan tugas dan fungsi unsur pelaksana BPK Tahun Anggaran 2009 Triwulan I Tahun Anggaran 2010 pada BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo. Berita Inspektorat UtamaSelasa, 4 Agustus 2009 13:00 WIB Mencegah Agar Opini Tidak 'Disclaimer' Pemerintah telah mencapai kemajuan besar dalam membangun kerangka kerja perundangan mengenai pengelolaan keuangan public dan meningkatkan transparasi. Terbitnya Paket UU tentang Keuangan Negara dan UU tentang Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan langkah-langkah penting yang membawa Indonesia menuju praktik- praktik keuangan berstandar internasional. Dengan telah dilahirkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang kemudian disusul dengan terbitnya PP Nomor

Transcript of Pemeriksaan Inspektorat Utama

Page 1: Pemeriksaan Inspektorat Utama

Pemeriksaan Inspektorat Utama

28/05/2010 – 08:09

Inspektorat Utama yang selanjutnya disebut Itama adalah salah satu unsur pelaksana tugas penunjang BPK, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada BPK melalui Wakil Ketua BPK. Itama dipimpin oleh seorang Inspektur Utama.

Itama mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unsur Pelaksana BPK.

Pada 13 Mei hingga 27 Mei 2010, Itama melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan tugas dan fungsi unsur pelaksana BPK Tahun Anggaran 2009  Triwulan I Tahun Anggaran 2010 pada BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo.

Berita Inspektorat UtamaSelasa, 4 Agustus 2009 13:00 WIBMencegah Agar Opini Tidak 'Disclaimer'

Pemerintah telah mencapai kemajuan besar dalam membangun kerangka kerja perundangan mengenai pengelolaan keuangan public dan meningkatkan transparasi.  Terbitnya Paket UU tentang Keuangan Negara dan UU tentang Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan langkah-langkah penting yang membawa Indonesia menuju praktik-praktik keuangan berstandar internasional.

Dengan telah dilahirkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang kemudian disusul dengan terbitnya PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, maka isu laporan keuangan dan opini yang diberikan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) telah menjadi isu penting belakangan ini. Fenomena ini bisa dilihat sebagai angina segar bagi perkembangan akuntansi pemerintah, sekaligus sebagai manifestasi perubahan pola manajemen keuangan daerah menuju kondisi yang lebih transparan, akuntabel dan auditable. Hampir semua pimpinan puncak instansi pusat dan daerah berlomba-lomba mengejar target prestisius opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Page 2: Pemeriksaan Inspektorat Utama

Dilihat sebagai revolusi adalah karena ada perubahan mendasar sistem penganggaran negara dan sistem pelaporan rencana dan realisasi anggaran negara, termasuk bentuk pertanggungjawaban keuangan negara dibanding sebelumnya, yaitu sistem penganggaran konvensional (line item budgeting system) ke sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting system) serta sistem pelaporan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (single entry) ke sistem pelaporan berbentuk laporan keuangan (double entry).

Dilihat sebagai evolusi adalah karena proses perubahan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara tersebut pada dasarnya juga dilakukan secara gradual, dalam konteks bahwa yang penting adalah perubahan dilaksanakan terlebih dulu, sementara kekurangan dan kelemahan yang menyertai perubahan itu dilakukan perbaikan dan pembenahan secara bertahap. Pada akhir proses ini diharapkan bahwa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara mencapai titik ideal yang berujung pada tercapainya good governance dan clean government.

Di sisi lain, untuk menjamin bahwa laporan keuangan yang akan diaudit oleh BPK memenuhi kaidah standar, dan tentu saja memperoleh opini terbaik: Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualifield Opinion), maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, yang intinya mengatur bahwa di tingkat pemerintah pusat, laporan keuangan departemen/lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang akan ditandatangani ileh menteri dan ketua/kepala LPND harus terlebih dulu direviu oleh Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat. Sementara itu, di tingkat pemerintah daerah, laporan keuangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota sebelum ditandatangani oleh gubernur/bupati/walikota harus direviu terlebih dulu oleh Inspektorat/Badan Pengawas Provinsi/Kabupaten/Kota.

Memasuki era yang serba akuntansi nampaknya para pimpinan para pemimpin instansi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah secara serius berupaya melakukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangannya. Namun dapat dimaklumi kalau masih banyak pejabat atau staf keuangan yang belum sepenuhnya memahami masalah akuntansi dan makna opini BPK. Ada yang masih bingung kalau opini ‘Unqualified’ itu dikiranya tidak ‘qualified’ atau opini tidak baik. Malahan di antara mereka, opini ‘Disclaimer’ harus ditingkatkan menjadi ‘claimer’.

Menurut BPK, perbaikan system akuntansi keuangan Negara belum terjadi secara menyeluruh pada semua Departemen/LPND maupun pemerintah daerah. Sebagai gambaran hasil pemeriksaan BPK, baru sebagai kecil Departemen, LPND dan pemerintah daerah yang berhasil menyusun laporan keuangannya secara baik dengan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified). Bahkan masih banyak yang mendapat opini pernyataan pernyataan Menolak Memberikan Pendapat (disclaimer). Adapun hasil pemeriksaan BPK kepada laporan keuangan Pemerintah Pusat selama 5 tahun berturut-turut sampai tahun 2008 opininya ‘Disclaimer’.

Berkaitan dengan opini laporan audit BPK, sering munsul pertanyaan dari berbagai kalangan, antara lain:Kalau opini audit WTP, apakah berarti terbebas dari penyimpangan dan kebocoran keuangan? Demikian sebaliknya apabila ’Disclaimer’, apakah mengindikasikan banyak terjadi penyimpangan?Apabila tidak ada korelasi antara opini audit dan kebocoran keuangan negara, untuk apa lembaga

Page 3: Pemeriksaan Inspektorat Utama

yang bersangkutan berlomba-lomba mengejar WTP?Perlu ditegaskan kepada se,mua pihak bahwa opini tidak secara eksplisit maupun implisit terkait jaminan ada atau tidaknya kebocoran keuangan negara, bahkan tidak ada implikasi resiko sanksinya. Namun yang perlu diapresiasi adalah semua pimpinan instansi yang masih memperoleh predikat opini ’Disclaimer’ merasa malu dan berusaha keras untuk memperbaiki kualitas akuntansi dan pelaporannya.Sebenarnya bagi setiap instansi pemerintah apabila dalam pengelolaan keuangan negara benar-benar menerapkan prinsip-prinsip akuntabel dan auditabel dipastikan akan terhindar dari predikat opini ’Disclaimer’. Sebagaimana contoh yang telah dilakukan oleh Bappenas sejak tahun 2006 opini audit BPK diberlakukan kepada seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah selalu terhindar dari opini ’Disclaimer’. Berturut-turut Wajar Dengan Pengecualian tahun 2006 dan 2007 kemudian tahun 2008 naik kelas menjadi ’Unqualified’ (Wajar Tanpa pengecualian). Keberhasilan Bappenas meraih opini ’Wajar Tanpa Pengecualian’ tidak terlepas dari dukungan penuh dan tekad kuat pimpinan tertinggi Bappenas bersama-sama seluruh Pejabat dan Staf serta peran proaktif aparat internal auditornya (Inspektorat).

Proses review yang dilakukan internal auditornya dalam hal cegah dini dan membangun sistem akuntansi dan pembukuan untuk menjamin kualitas laporan keuangan agar akuntabel dan auditabel merupakan kontribusi yang sangat penting dan berarti. Kerjasama dan koordinasi yang dibangun antara internal auditor dengan eksternal auditor (BPK) melalui semangat IME (Internal Mendukung Eksternal) dan EMI (Eksternal Memanfaatkan Internal) menjadi faktor pendukung keberhasilan memperoleh predikat opini dengan kualitas terbaik.Dalam rangka membangun sistem akuntansi insatansi, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59 Tahun 2005, yang perlu diupayakan dan dikondisikan oleh semua instansi pusat dan daerah adalah (1) Komitmen Pimpinan (management commitment) yang kuat dari setiap pimpinan unit akuntansi pada setiap tingkatan, (2) Perangkat Komputer dan Printer (hardware) yang diperlukan untuk dapat berfungsinya perangkat tersebut pada setiap tingkatan unit akuntansi, (3) Sumber daya manusia (brainware) yang akan menyelenggarakan SAI pada setiap tingkatan unit akuntasi keuangan/barang dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai dalam hal akuntansi dan pengoperasian komputer, (4) Anggaran (budget) yang cukup untuk menyelenggarakan SAI pada setiap tingkatan unit akuntansi, dan (5) Review yang Memadai dan

Berkualitas Oleh Aparat Pengawasan Internal (BPKP, Itjen/Irtama, Itprop/Kab/Kota) yang didukung staf internal auditor dengan memiliki kompetensi di bidang akuntansi.Dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan kondisi yang terjadi pada instansi pusat dan daerah, semua pihak mulai dari lembaga legislatif, eksekutif, dan masyarakat harus memahami dan menyadari serta berkomitmen bahwa upaya perbaikan pengelolaan keuangan tidak hanya bermodalkan semangat, melainkan juga dukungan dana yang besar, sumber daya manusia yang profesional, dan itikad untuk memulai melaksanakan perbaikan. Itulah nilai sebuah opini audit yang harus diraih.Penulis adalah Alumni FEUI dan Inspektur Utama pada Kementerian Negara PPN/Bappenas RE.

Page 4: Pemeriksaan Inspektorat Utama