pemeriksaan DBD

8
Pemeriksaan dan Diagnosis Banding DBD Rahma Novitasari, 0806320830 Gambaran klinis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini sering tidak khas, dapat menyerupai penyakit flu, demam tifoid, demam chikungunya, leptospirosis, malaria dan berbagai penyakit lain. Manifestasi klinis akibat infeksi virus dengue ini dapat menyebabkan keadaan yang beranekaragam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) atau bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue. Untuk mengantisipasi agar diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan segera, diperlukan pemahaman imunopatogenesis penyakit DBD, pemeriksaan laboratorium yang tepat dan interpretasi yang didapat dari hasil laboratorium untuk melengkapi gejala klinis yang ada. Pemeriksaan Laboratorium 1. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan haem (berisi zat besi) dan 4 rantai globin (alfa,beta,gamma, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen. Nilai normal Hb wanita 12-16 gr/dL, pria 14-18 gr/dL, anak 10-16 gr/dL, dan bayi baru lahir 12-24 gr/dL. 1 2. Hematokrit (Ht) Merupakan perbandingan bagian dari darah yang mengandung eritrosit terhadap volume seluruh darah atau volume sel darah merah dalam 100 ml/dL keseluruhan darah, atau eritrosit dalam seluruh volume darah yang dihitung dalam %. Semakin tinggi presentase Ht berarti konsentrasi darah semakin kental, diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh darah berlanjut hingga keadaan syok hipovolemik. Nilai normal HMT anak 33-38%, pria 40-54%, dan wanita 38-47%. 1,2 Pada DBD, kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. 3 3. Leukosit Merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis bergranular (polimorfonuklear) dan jaringan limfatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Nilai normal leukosit pada dewasa 4500-11.000/mm 3 , bayi/anak 9000-12.000/mm 3 , dan bayi baru lahir 9000-30.000/mm 3 . Pada DBD, leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. 3 LPB

Transcript of pemeriksaan DBD

Page 1: pemeriksaan DBD

Pemeriksaan dan Diagnosis Banding DBD

Rahma Novitasari, 0806320830

Gambaran klinis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini sering tidak khas, dapat menyerupai penyakit

flu, demam tifoid, demam chikungunya, leptospirosis, malaria dan berbagai penyakit lain. Manifestasi klinis akibat infeksi virus

dengue ini dapat menyebabkan keadaan yang beranekaragam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak

spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) atau bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue

(DBD) dan sindrom syok dengue. Untuk mengantisipasi agar diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan segera, diperlukan

pemahaman imunopatogenesis penyakit DBD, pemeriksaan laboratorium yang tepat dan interpretasi yang didapat dari hasil

laboratorium untuk melengkapi gejala klinis yang ada.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan haem (berisi zat besi) dan 4 rantai globin (alfa,beta,gamma, dan

delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen. Nilai normal Hb wanita 12-16 gr/dL, pria 14-18

gr/dL, anak 10-16 gr/dL, dan bayi baru lahir 12-24 gr/dL.1

2. Hematokrit (Ht)

Merupakan perbandingan bagian dari darah yang mengandung eritrosit terhadap volume seluruh darah atau volume sel darah

merah dalam 100 ml/dL keseluruhan darah, atau eritrosit dalam seluruh volume darah yang dihitung dalam %. Semakin tinggi

presentase Ht berarti konsentrasi darah semakin kental, diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh darah

berlanjut hingga keadaan syok hipovolemik. Nilai normal HMT anak 33-38%, pria 40-54%, dan wanita 38-47%.1,2 Pada DBD,

kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada

hari ke-3 demam.3

3. Leukosit

Merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis bergranular (polimorfonuklear) dan

jaringan limfatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Nilai

normal leukosit pada dewasa 4500-11.000/mm3, bayi/anak 9000-12.000/mm3, dan bayi baru lahir 9000-30.000/mm3. Pada DBD,

leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya

limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. 3LPB merupakan reaktif limfosit

dari limfoid yang muncul sebagai respon imun nonspesifik terhadap antigen, infeksi, toksin, ataupun sitokin. Limfosit plasma biru

merupakan limfosit atipik yang khas pada DBD. LPB berbentuk bulat tetapi adakalanya berbentuk amuboid, sitoplasma tampak

gelap dengan vakuolisasi.4

4. Pemeriksaan Hitung Leukosit

Pemeriksaan terhadap keadaan leukosit dilakukan dengan melakukan hitung jenis leukosit. Pemeriksaan ini dilakukan

pada bagian sediaan yang cukup tipis dengan penyebaran leukosit yang merata, pemeriksaan dimulai dari pinggir atas sediaan dan

berpindah ke arah pinggir bawah dengan menggunakan mikromanipulator mikroskop. Setelah mencapaipinggir bawah sediaan,

geserlah lapang pandang ke arah klanan, kemudian ke arah pinggir atas lagi dan seterusnya sampai 100 sel leukosit terhitung

menurut jenisnya. Selain melakukan hitung jenis leukosit, perlu pula kelainan morfologi yang mungkin dijumpai pada inti dan

atau sitoplasma leukosit.

Jenis leukosit % …/uL

Basofil 0-1 0-100

Eosinofil 1-3 50-300

Batang 1-5 50-500

Page 2: pemeriksaan DBD

Segmen 50-70 2500-7000

Limfosit 20-40 1000-4000

Monosit 1-6 50-600

Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit terhadap 100 sel hanya bermakna bila jumlah leukosit dalam keadaan normal

yaitu antar 5000-10000/uL darah. Pada keadaan dimana jumlah leukosit meningkat (leukositosis) hitung jenis leukosit dilakukan

terhadap lebih dari 100 sel. Hitung jenis sel dilakukan terhadfap 200 sel bila jumlah leukosit antara 10.000-20.000/uL, terhadap

300 sel bila jumlah leukosit antara 20.000-20.000/uL dan terhadap 400 sel bila jumlah leukosit lebih dari 50.000/uL.

5. Trombosit

Platelet atau trombosit adalah fragmen dari megakaryosit yang dibentuk di sum-sum tulang. Bersirkulasi di darah dengan

rentan waktu 8-12 hari hingga diambil oleh limpa. Platelet sangat esensial terhadap hemostasis dan pembekuan darah. Platelet

count dapat dilakukan secara pengamatan secara mikroskopik. Penurunan sampai di bawah 100.000/microliter menandakan

terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah.1 Pada DBD, umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.3

6. Laju Endap Darah (LED)

Merupakan kecepatan penurunan eritrosit dalam tabung Westergren atau Wintrobe setelah satu jam. Kecepatan pengendapan

sangat dipengaruhi oleh kemampuan eritrosit membentuk rouleux. Eritrosit akan membentuk rouleux formation dan mengendap

bila dibiarkan di dalam tabung. Pada keadan infeksi atau inflamasi perubahan protein dalam darah mempercepat pembentukan

rouleux (gumpalan sel-sel darah merah yang disatukan bukan oleh antibodi atau ikatan kovalen, tetapi semata-mata oleh gaya tarik

permukaan). Apabila proporsi globulin terhadap albumin meningkat, atau apabila kadar fibrinogen sangat tinggi, pembentukan

rouleaux juga meningkat dan kecepatan pengendapan juga meningkat. Konsentrasi makromolekul asimetrik yang tinggi di dalam

plasma juga meningkatkan pembentukan rouleaux. 5

Nilai normal LED pada laki-laki adalah 0-15 mm/jam, perempuan 0-20 mm/jam, anak 0-10 mm/jam. Sebagai petunjuk kasar,

LED pada laki-laki seyogyanya separuh dari usianya dan pada perempuan, separuh usia pasien ditambah sepuluh. Metode

Westergren biasanya di rekomendasikan sebagai metode standar karena kesederhanaan dan reproduksibilitasnya. LED bukan

merupakan suatu diagnostik terhadap penyakit tertentu tetapi merupakan indikasi terjadinya suatu proses yang sedang terjadi.

Peningkatan LED menyertai sebagian besar penyakit peradangan , baik yang local maupun sistemik, dan terjadi saat proses

peradangan kronis mengalami eksaserbasi akut. perlu ditekankan bahwa LED yang normal tidak dapat digunakan untuk

menyingkirkan penyakit, namun sebagian besar penyakit peradangan akut dan kronis serta neoplasma berkaitan dengan

peningkatan LED. 5,6

7. C- Reactive Protein (CRP)

Dibentuk di hepar dan muncul dalam darah pada kerusakan jaringan akibat infeksi atau inflamasi. CRP merupakan acute

phase reactant yang sangat sensitif. Nilai normal CRP adalah < 0.8 mg/dL, bahan pemeriksaan adalah serum yang berasal dari

darah beku. 7

8. Procalsitonin (PCT)

Merupakan prekusor peptida dari hormon kalsitonin, terdiri atas 116 asam amino dan dihasilkan oleh sel parafolikular tiroid

dan sel neuroendokrin paru dan intenstin. Kadar prokalitonin orang sehat adalah dibawah 0.1 ng/ml. Peningkatan kadar

prokalsitonin disebabkan respon stimulus proinflamasi terutama karena bakteri namun peningkatan tidak terlihat begitu signifikan

pada infeksi virus atau inflamasi non infeksius. 6

9. Imunoserologi pada DBD :3

IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Page 3: pemeriksaan DBD

10. Protein/albumin dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

11. SGOT/SGPT dapat meningkat.

12. Ureum, kreatinin ditemukan bila terdapat gangguan fungsi ginjal.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan

teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis

yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak.

Pemeriksaan Serologis

Tes serologi merupakan jenis pemeriksaan yang paling sering dilakukan. Uji serologis yang klasik adalah uji hambatan

hemaglutinasi, uji pengikatan komplemen dan uji netralisasi. Uji yang lebih modern adalah enzyme linked immunosorbent assay

(ELISA) , immunoblot dan immunochromatography. Diantara uji klasik, uji netralisasi sebenarnya merupakan uji yang terbaik,

akan tetapi tekniknya sulit sehingga jarang dipakai. Uji hambatan hemaglutinasi dan uji pengikatan komplemen lebih mudah

dilakukan tetapi lebih tidak spesifik. Hasil yang positif hanya menunjukkan bahwa pasien sedang atau baru saja terinfeksi oleh

Flaviviridae dan tidak dapat memastikan apakah penyebabnya virus Dengue, apalagi serotipe tertentu. Hal ini disebabkan oleh

adanya reaksi silang antara anggota Flavivridae dan antar tipe virus Dengue. WHO pernah menggunakan uji hambatan

hemaglutinasi sebagai standar untuk mengklasifikasikan respons antibody menjadi respons primer ( infeksi primer ), respons

sekunder (infeksi sekunder ) dan bukan Dengue. Untuk itu diperlukan pengambilan bahan paling sedikit dua kali yaitu serum fase

akut dan serum fase konvalesens ( menjelang pasien pulang ) dengan jarak minimal 7 hari. Oleh karena itu tes ini agak sulit untuk

digunakan serbagai panduan pemberian terapi pada kasus-kasus yang meragukan. Untuk diagnosis cepat pada fase akut sehingga

dapat dijadikan panduan terapi telah dikembangkan metode ELISA, immunoblot dan immunochromatography. Berikut ini adalah

bagan interpretasi menurut WHO dengan menggunakan uji hambatan hemaglutinasi.8

Tes Tourniquet atau Rumple Leed Test

Test ini bersifat non invansif untuk mendiagnosa dini DBD, penggunaannya dengan cara mengobstruksi aliran vena,

sehingga pada bagian distal lengan akan diperoleh gambaran petechie. Meskipun cara ini mudah dan sarana yang ada dapat

mudah diperoleh, namun cara ini mengalami kelemahan diantaranya : dapat di lihat untuk panas setelah 3 hari dimana trombosit

telah berkurang, prosedur yang dijalani sangat tidak nyaman bagi pasien terlebih pada anak-anak. Uji bendung/Tes

Tourniquet/Rumpel Leede test untuk melihat kapiler yang rapuh, tes ini digunakan untuk menemukan kencenderungan terjadinya

perdarahan yang mengidentifikasikan thrombositopenia. WHO menyatakan tes ini penting sebagai diagnosis terjadinya DBD, tes

ini positif jika terdapat 10 atau lebih petekie per cm persegi.

Pemeriksaan Radiologis3

Page 4: pemeriksaan DBD

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,

efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus

kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri

kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.

Kriteria Diagnosis3

Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini

dipenuhi:3

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

Uji bendung positif.

Petekie, ekimosis, atau purpura.

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.

Hematemesis atau melena.

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada

DBD.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza,

chikungunya dan leptospirosis.

Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue3

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti

tertera pada tabel dibawah ini:

Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit

kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia.

Leukopenia

Trombositopenia, tidak ditemukan

bukti kebocoran plasma.

Serologi

Dengue Positif.

DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif. Trombositopenia (<100.000/ul),

bukti ada kebocoran plasma.

DBD II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan. Trombositopenia (<100.000/ul),

bukti ada kebocoran plasma.

DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi

(kulit dingin dan lembab serta gelisah).

Trombositopenia (<100.000/ul),

bukti ada kebocoran plasma.

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah Trombositopenia (<100.000/ul), bukti

Page 5: pemeriksaan DBD

dan nadi tidak terukur. ada kebocoran plasma.

*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD).

Tanda dan Gejala

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :

- Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

- Asites

- Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

- Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang.

Daftar Pustaka

1. Wilson DD. Manual of Laboratory and Diagnosis Tests. New York: Mcgraw-Hill; 2008. p. 619-23

2. Anonim. Hematokrit. Available from : http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1783

3. Suhendro, Leonard N, Khie C, Herdiman TP. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.

Edisi V. Jakarta: InternaPublishing, 2009. Hal: 2775-6.

4. Nany. Limfosit Plasma Biru.. 2007. Available from :

http//www. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6241/1/057027008.pdf

5. Sacher RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2004.p.62-3.

6. Provan D and Krentz A. Oxford Handbook Clinical and Laboratory Investigation. 447-49

7. Nabili S. C- Reactive Protein. Available from : http://www.medicinenet.com/c-reactive_protein_test_crp/article.htm.

8. Wiradharma D. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Available from

http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.2_3.pdf