PEMEKARAN DAERAH MUN - ftp.unpad.ac.id fileanggota DPR. Tanya mereka, berapa jumlah ideal provinsi...

1
S EPERTI menggarami air laut, negara terus saja melakukan hal yang sia-sia dalam me- ngurus rakyatnya di daerah. Dan setelah ditilik lebih jauh, ternyata keadaan itu berawal dari ketidakpahaman peme- rintah dan DPR soal bagaimana cara mengurus negara yang dihuni oleh ratusan juta orang ini, yang tersebar di belasan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke. Jika tidak percaya, coba saja tanyai satu per satu para pe- jabat di pemerintahan dan anggota DPR. Tanya mereka, berapa jumlah ideal provinsi dan kabupaten/kota di Indo- nesia. Tak ada satu pun yang bisa memberikan jawaban yang seragam. Jika pemerintah lewat Ke- menterian Dalam Negeri masih sibuk sendiri menyusun grand design pemekaran daerah yang tak kunjung rampung sejak lebih dari sepuluh tahun lalu, DPR juga disibukkan dengan upaya mengegolkan pemben- tukan daerah-daerah baru. Untung saja, pada perte- ngahan Juli lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mence- tuskan penghentian sementara (moratorium) laju pemekaran daerah yang disadarinya su- dah kebablasan. Presiden baru sadar bahwa berdasarkan hasil evaluasi sementara menye- butkan 80% daerah baru telah gagal dalam menyejahterakan masyarakatnya. Tapi pertanyaannya, apa mungkin pemekaran daerah dimoratorium? Pasalnya, ti- dak ada satu pun aturan pe- rundangan yang melarang pembentukan daerah baru. Dengan demikian, apa bisa ucapan lisan seorang presiden dapat menghentikan sementara pemekaran? Di mata pengamat peme- rintahan daerah dari LIPI Siti Zuhro, negara telah gagal da- lam mengelola otonomi daerah. Kegagalan itu berawal dari kepemimpinan yang tidak tegas dan hanya terpaku pada elitisme pusat. Ketangkasan dan kemampuan Presiden un- tuk merespons permasalahan- permasalahan yang dihadapi pun dipertanyakan. “Saya melihat Presiden Susi- lo Bambang Yudhoyono seba- gai seseorang yang cerdas. Itu tidak ada yang dapat memung- kiri. Akan tetapi, ketangkasan dan kemampuan beliau untuk merespons permasalahan itu sangat rendah sekali,” ungkap Siti Zuhro, pekan lalu. “RI-1 memegang peran sen- tral di dalam otonomi daerah. Itu adalah konsekuensi logis mengingat kita ini negara ber- sistem presidensial,” tambah- nya. Ia menyarankan agar Pre- siden tidak berhenti pada ucapan saja dalam menyeru- kan moratorium pemekaran. Presiden, sarannya, bisa saja mewacanakan penggabungan kembali sejumlah daerah baru yang terbukti gagal dalam menanggulangi kemiskinan warganya. “Saat ini hal yang perlu dikampanyekan adalah pe- nyatuan, bukan pemekaran daerah. Bagaimanapun, pe- nyatuan dapat dilihat sebagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat,” ujarnya. Kementerian Dalam Negeri pun dimintanya tidak bersikap plinplan dalam pemekaran daerah. Kementerian jangan memberi ruang bagi DPR un- tuk main mata secara oportunis dengan pengaju usulan peme- karan daerah. Godaan pemekaran Harapan Siti Zuhro akan langkah nyata Pre- siden dalam moratorium peme- karan s a - ngat beralasan. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum jika di balik pemekaran daerah ada kekuasaan dan ber- limpahnya uang yang bisa dibagi-bagi di antara pen- guasa pusat dan lokal. Karena itu jangan heran jika sebuah usulan pemekaran daerah membutuhkan uang miliaran rupiah milik para pengusul pemekaran supaya usulan itu bisa gol. Partai politik biasanya juga berada di balik pemeka- ran itu. Seperti diakui anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo, pemekaran daerah menjanjikan berbagai godaan bagi partai politik. Ia mencontohkan, pemeka- ran daerah akan menyediakan wilayah jaringan politik baru dan jabatan baru bagi partai politik. “Godaan seperti itu memang ada. Dan itu sifatnya alamiah,” ujarnya. Sebuah wilayah pemerin- tahan baru, sambungnya, tentu memberi ruang yang cukup besar bagi partai politik. Setiap partai diyakininya akan bere- but dalam memperoleh jabatan di pemerintahan. DPR, sambungnya, juga tak kuasa untuk menahan aspirasi PARA politikus di Senayan hampir pasti tidak sabar me- nanti masa ’moratorium peme- karan’ saat ini. Para anggota de- wan akan segera mengegolkan 33 usulan calon daerah baru, yang terbagi atas 10 provinsi, 21 kabupaten, dan 2 kota. Pemekaran wilayah ternyata telah menjadi semacam proyek yang menguntungkan bagi anggota DPR dan elite politik lokal. Bagi anggota DPR, pe- mekaran akan mendatangkan uang dan peluang politik baru. Bagi elite politik lokal, peme- karan akan mendatangkan peluang jabatan, kekuasaan, dan akhirnya duit. Padahal berdasarkan Un- dang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan, peng- hapusan, dan penggabungan daerah otonom baru pada dasarnya bertujuan mening- katkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan bagi masyara- kat dan majunya suatu daerah baik itu di sektor ekonomi, so- sial, politik, hukum, maupun keamanan. Pemekaran daer- ah hanyalah salah satu jalan mewujudkan kesejahteraan rakyat yang sangat bergantung pada manajemen birokrasi pe- merintahan SDA dan SDM di suatu daerah. Ketua Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indo- nesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan sulit untuk memastikan seberapa besar kepentingan partai politik di dalam pemekaran daerah. “Kendati demikian, interes par- pol memang tidak dapat ter- mungkiri. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sekalipun pasti juga memiliki kepentingan di dalam upaya pemekaran daerah yang digulirkan peme- rintah,” papar Sebastian. Koordinator Komite Pemi- lih Indonesia (Tepi) Jeirry Su- mampow menilai kepenguru- san partai politik cenderung mengambil keuntungan dari pemekaran daerah. Hal itu tidak lepas dari fakta bahwa semakin besar suatu daerah dimekarkan, semakin besar pula peluang untuk merebut kekuasaan. “Parpol melakukan deal-deal politik dengan tokoh masyara- kat di parlemen untuk meme- karkan sebuah daerah. Mereka kemudian mengiming-imingi dengan hal-hal yang artisial seperti pembangunan jalan serta jaminan bahwa masyara- kat dapat lebih dekat menda- patkan pelayanan.” Proses pemekaran itu tidak lebih dari sebuah proses poli- tik. Jarang, bahkan mungkin tidak pernah, ada proses pe- mekaran yang dilihat secara kualitatif agar daerah yang dimaksud dapat mandiri. Ke- cuali, hal-hal yang bersifat sik dan ujung-ujungnya menjadi bagian jualan partai. Jeirry pun tidak heran kalau pada perkembangannya 80% daerah yang dimekarkan di- anggap gagal. Hal itu disebab- kan parpol yang hanya melihat keuntungan berdasarkan uang dan kekuasaan. “Saya tidak percaya ada par- pol yang benar-benar peduli. Ini hanya ibarat bagi-bagi kue kekuasaan. Apabila ada sebuah daerah potensial untuk dime- karkan maka akan diambil oleh parpol tertentu untuk kemudian mencalonkan diri se- bagai kepala daerah setempat,” tuturnya. Sampai saat ini belum ada satu daerah pemekaran pun yang dapat dikatakan mandiri secara keuangan. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa sebagian besar dana APBD digunakan untuk belanja birokrasi. Dana tersebut direalisasikan dalam bentuk pembangunan fasilitas untuk birokrat, seperti kantor dan pembelian mobil dinas. Dalam 10 tahun terakhir ini Indonesia sudah melahirkan 205 daerah baru yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Sementara itu, berdasar- kan evaluasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri tahun 2010 terkait dengan per- kembangan daerah otonomi baru, daerah yang dimekarkan dengan persiapan yang kurang memadai dan dalam waktu mendesak memerlukan upaya besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jadi, buah ma- nis pemekaran hanya dinikmati oleh segelintir elite-elite politik lokal, sementara rakyat tetap menderita dengan pahit ge- tirnya kemiskinan. (*/B-1) Presiden cuma bisa teriak supaya pemekaran daerah dihentikan sementara. Alhasil, pembahasan pembentukan daerah baru pun jalan terus, dan daerah baru yang bakal gagal pun akan terus bertambah. 18 | SENIN, 13 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus Amahl Sharif Azwar Saat ini hal yang perlu dikampanyekan adalah penyatuan, bukan pemekaran daerah.” Siti Zuhro Pengamat LIPI ANTARA/ISMAR PATRIZKI PEMEKARAN DAERAH MUN PEMEKARAN WILAYAH: Sejumlah warga Papua berada di depan gedung DPR seusai mengikuti jalannya rapat paripurna membahas pemekaran wilayah, di gedung DPR/MPR, Jakarta, beberapa waktu lalu. Politik Transaksional Jangka Pendek FOK INTERNA BACA B Tem Mampuka Berta segelintir masyarakat daerah yang mendesak pemekaran. “Sejujurnya, DPR tidak memi- liki desain untuk melakukan penataan akibat pemekaran. Penataan daerah merupakan tugas eksekutif. Fungsi kami hanya dalam regulasi saja. Tapi dengan permintaan yang besar, kami juga bersalah jika men- ghalangi inisiatif pe- mekaran,” jelasnya. (AO/P-2) amahl @mediaindonesia.com

Transcript of PEMEKARAN DAERAH MUN - ftp.unpad.ac.id fileanggota DPR. Tanya mereka, berapa jumlah ideal provinsi...

Page 1: PEMEKARAN DAERAH MUN - ftp.unpad.ac.id fileanggota DPR. Tanya mereka, berapa jumlah ideal provinsi dan kabupaten/kota di Indo-nesia. Tak ada satu pun yang bisa memberikan jawaban yang

SEPERTI menggarami air laut, negara terus saja melakukan hal yang sia-sia dalam me-

ngurus rakyatnya di daerah. Dan setelah ditilik lebih jauh, ternyata keadaan itu berawal dari ketidakpahaman peme-rintah dan DPR soal bagaimana cara mengurus negara yang dihuni oleh ratusan juta orang ini, yang tersebar di belasan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke.

Jika tidak percaya, coba saja tanyai satu per satu para pe-jabat di pemerintahan dan anggota DPR. Tanya mereka, berapa jumlah ideal provinsi dan kabupaten/kota di Indo-nesia. Tak ada satu pun yang bisa memberikan jawaban yang seragam.

Jika pemerintah lewat Ke-menterian Dalam Negeri masih sibuk sendiri menyusun grand design pemekaran daerah yang tak kunjung rampung sejak lebih dari sepuluh tahun lalu, DPR juga disibukkan dengan upaya mengegolkan pemben-tukan daerah-daerah baru.

Untung saja, pada perte-ngahan Juli lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mence-tuskan penghentian sementara (moratorium) laju pemekaran daerah yang disadarinya su-dah kebablasan. Presiden baru sadar bahwa berdasarkan hasil evaluasi sementara menye-butkan 80% daerah baru telah gagal dalam menyejahterakan masyarakatnya.

Tapi pertanyaannya, apa mungkin pemekaran daerah dimoratorium? Pasalnya, ti-dak ada satu pun aturan pe-rundangan yang melarang pembentukan daerah baru. Dengan demikian, apa bisa ucapan lisan seorang presiden dapat menghentikan sementara pemekaran?

Di mata pengamat peme-rintahan daerah dari LIPI Siti Zuhro, negara telah gagal da-lam mengelola otonomi daerah.

Kegagalan itu berawal dari kepemimpinan yang tidak tegas dan hanya terpaku pada elitisme pusat. Ketangkasan dan kemampuan Presiden un-tuk merespons permasalahan-permasalahan yang dihadapi pun dipertanyakan.

“Saya melihat Presiden Susi-lo Bambang Yudhoyono seba-gai seseorang yang cerdas. Itu tidak ada yang dapat memung-kiri. Akan tetapi, ketangkasan dan kemampuan beliau untuk merespons permasalahan itu sangat rendah sekali,” ungkap Siti Zuhro, pekan lalu.

“RI-1 memegang peran sen-tral di dalam otonomi daerah. Itu adalah konsekuensi logis mengingat kita ini negara ber-sistem presidensial,” tambah-nya.

Ia menyarankan agar Pre-siden tidak berhenti pada ucapan saja dalam menyeru-kan moratorium pemekaran. Presiden, sarannya, bisa saja mewacanakan penggabungan kembali sejumlah daerah baru yang terbukti gagal dalam menanggulangi kemiskinan warganya.

“Saat ini hal yang perlu dikampanyekan adalah pe-nyatuan, bukan pemekaran daerah. Bagaimanapun, pe-nyatuan dapat dilihat sebagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat,” ujarnya.

Kementerian Dalam Negeri pun dimintanya tidak bersikap plinplan dalam pemekaran daerah. Kementerian jangan memberi ruang bagi DPR un-tuk main mata secara oportunis

dengan pengaju usulan peme-karan daerah.

Godaan pemekaranHarapan Siti Zuhro

akan langkah nyata Pre-

s iden d a l a m moratorium peme-karan s a -n g a t beralasan. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum jika di balik pemekaran daerah ada kekuasaan dan ber-limpahnya uang yang bisa dibagi-bagi di antara pen-guasa pusat dan lokal.

Karena itu jangan heran jika sebuah usulan pemekaran daerah membutuhkan uang miliaran rupiah milik para pengusul pemekaran supaya usulan itu bisa gol.

Partai politik biasanya juga berada di balik pemeka-ran itu. Seperti diakui anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo, pemekaran daerah menjanjikan berbagai godaan bagi partai politik.

Ia mencontohkan, pemeka-ran daerah akan menyediakan wilayah jaringan politik baru dan jabatan baru bagi partai politik. “Godaan seperti itu memang ada. Dan itu sifatnya alamiah,” ujarnya.

Sebuah wilayah pemerin-tahan baru, sambungnya, tentu memberi ruang yang cukup besar bagi partai politik. Setiap partai diyakininya akan bere-but dalam memperoleh jabatan di pemerintahan.

DPR, sambungnya, juga tak kuasa untuk menahan aspirasi

PARA politikus di Senayan hampir pasti tidak sabar me-nanti masa ’moratorium peme-karan’ saat ini. Para anggota de-wan akan segera mengegolkan 33 usulan calon daerah baru, yang terbagi atas 10 provinsi, 21 kabupaten, dan 2 kota.

Pemekaran wilayah ternyata telah menjadi semacam proyek yang menguntungkan bagi anggota DPR dan elite politik lokal. Bagi anggota DPR, pe-mekaran akan mendatangkan uang dan peluang politik baru. Bagi elite politik lokal, peme-karan akan mendatangkan peluang jabatan, kekuasaan, dan akhirnya duit.

Padahal berdasarkan Un-dang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan, peng-hapusan, dan penggabungan daerah otonom baru pada dasarnya bertujuan mening-katkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan bagi masyara-kat dan majunya suatu daerah baik itu di sektor ekonomi, so-sial, politik, hukum, maupun keamanan. Pemekaran daer-ah hanyalah salah satu jalan mewujudkan kesejahteraan rakyat yang sangat bergantung pada manajemen birokrasi pe-merintahan SDA dan SDM di suatu daerah.

Ketua Forum Masyarakat

Pemantau Parlemen Indo-nesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan sulit untuk memastikan seberapa besar kepentingan partai politik di dalam pemekaran daerah. “Kendati demikian, interes par-pol memang tidak dapat ter-mungkiri. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sekalipun pasti juga memiliki kepentingan

di dalam upaya pemekaran daerah yang digulirkan peme-rintah,” papar Sebastian.

Koordinator Komite Pemi-lih Indonesia (Tepi) Jeirry Su-mampow menilai kepenguru-san partai politik cenderung mengambil keuntungan dari pemekaran daerah. Hal itu tidak lepas dari fakta bahwa semakin besar suatu daerah

dimekarkan, semakin besar pula peluang untuk merebut kekuasaan.

“Parpol melakukan deal-deal politik dengan tokoh masyara-kat di parlemen untuk meme-karkan sebuah daerah. Mereka kemudian mengiming-imingi dengan hal-hal yang artifi sial seperti pembangunan jalan serta jaminan bahwa masyara-

kat dapat lebih dekat menda-patkan pelayanan.”

Proses pemekaran itu tidak lebih dari sebuah proses poli-tik. Jarang, bahkan mungkin tidak pernah, ada proses pe-mekaran yang dilihat secara kualitatif agar daerah yang dimaksud dapat mandiri. Ke-cuali, hal-hal yang bersifat fi sik dan ujung-ujungnya menjadi

bagian jualan partai. Jeirry pun tidak heran kalau

pada perkembangannya 80% daerah yang dimekarkan di-anggap gagal. Hal itu disebab-kan parpol yang hanya melihat keuntungan berdasarkan uang dan kekuasaan.

“Saya tidak percaya ada par-pol yang benar-benar peduli. Ini hanya ibarat bagi-bagi kue kekuasaan. Apabila ada sebuah daerah potensial untuk dime-karkan maka akan diambil oleh parpol tertentu untuk kemudian mencalonkan diri se-bagai kepala daerah setempat,” tuturnya.

Sampai saat ini belum ada satu daerah pemekaran pun yang dapat dikatakan mandiri secara keuangan.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa sebagian besar dana APBD digunakan untuk belanja birokrasi. Dana tersebut direalisasikan dalam bentuk pembangunan fasilitas untuk birokrat, seperti kantor dan pembelian mobil dinas.

Dalam 10 tahun terakhir ini Indonesia sudah melahirkan 205 daerah baru yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota.

Sementara itu, berdasar-kan evaluasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri tahun 2010 terkait dengan per-kembangan daerah otonomi

baru, daerah yang dimekarkan dengan persiapan yang kurang memadai dan dalam waktu mendesak memerlukan upaya besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jadi, buah ma-nis pemekaran hanya dinikmati oleh segelintir elite-elite politik lokal, sementara rakyat tetap menderita dengan pahit ge-tirnya kemiskinan. (*/B-1)

Presiden cuma bisa teriak supaya pemekaran daerah dihentikan sementara. Alhasil, pembahasan pembentukan daerah baru pun jalan terus, dan daerah baru yang bakal gagal pun akan terus bertambah.

18 | SENIN, 13 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus

Amahl Sharif Azwar

Saat ini hal yang perlu dikampanyekan adalah penyatuan, bukan pemekaran daerah.” Siti ZuhroPengamat LIPI

ANTARA/ISMAR PATRIZKI

PEMEKARAN DAERAH MUN

PEMEKARAN WILAYAH: Sejumlah warga Papua berada di depan gedung DPR seusai mengikuti jalannya rapat paripurna membahas pemekaran wilayah, di gedung DPR/MPR, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Politik Transaksional Jangka Pendek

FOKINTERNA

BACA BTem

MampukaBerta

segelintir masyarakat daerah yang mendesak pemekaran. “Sejujurnya, DPR tidak memi-liki desain untuk melakukan penataan akibat pemekaran. Penataan daerah merupakan tugas eksekutif. Fungsi kami hanya dalam regulasi saja. Tapi dengan permintaan yang besar, kami juga bersalah jika men-ghalangi inisiatif pe-mekaran,” jelasnya.(AO/P-2)

[email protected]