MEDIAIND NESIA -...

2
MEDIAIND NESIA o Sabtu o Selasa 0 Rabu • Kamis 0 Jumat Bernhard Limbong Alumnus program doktoral Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Bandung tanah. Pada periode 1970-2001,Kon- sorsium Pembaruan Agraria (KPA)mencatat sengketa agra- ria sebanyak 1.753 kasus yang tersebar di2.834desadan kelu- rahan, Tanah yang disengketa- kan mencapai 10,9juta hektare dan hampir 1,2 juta keluarga menjadi korban. sepanjang 2011, ter dapat 163 konflik pertanahan dengan jumlah rakyat yang menjadi korban meninggal dunia mencapai 22 orang. Pada 2010 terdapat 106 konflik agraria dengan tiga orang meninggal. Data KPA juga menunjukkan konflik agraria yang terjadi pada 2011 melibatkan 69.975kepala kelu- arga dengan luas areal konflik mencapai 472.048,44 hektare. Dari 163 konflik agraria pada 2011, rinciannya 97 kasus di sektor perkebunan, 36.kasus di sektor kehutanan, 21 kasus disektor infrastruktur, 8kasus di sektor pertambangan, dan 1 kasus di wilayah tambak atau pesisir. ' r Terjadinya konflik pertanah- an lantaran tanah memiliki nilai ekonomis tinggi dan men- jadi simbol eksistensi serta status sosial. Bagi masyarakat Indonesia, tanah tidak ha- 12 13 4 5 6 7 8 9 10 11 20 21 22 23 24 25 26 o Mar OApr OMei OJun OJul 0 Ags nya komoditas bernilai tinggi, tetapi juga merupakan akar / sosial kultural. Akar konflik dan sengketa pertanahan bersifat multidi- mensional sehingga tidak bisa dilihathanyasebagaipersoalan agraria atau aspek hukum se: mata, tetapi juga terkait dengan variabel-variabel nonhukum. Aspek hukum meliputi, an- tara lain, kelemahan regulasi, sertifikasi tanah secara nasio- nal yang baru mencapai 30%, pengaturan tata ruang yang tak kunjung tuntas, serta lemahnya penegakan hukum dan HAM. Variabel-variabel nonhukum antara lain politik pertanah- an, ledakan jumlah pendu- duk, kemiskinan (ekonorni), tuntutan .pembangunan, per- kembangan kesadaran hukurn dan HAM masyarakat, faktor budaya, adat istiadat (hukum adat), kemajuan ilmu pengeta- huan dan teknologi, serta poli- tik ekonomi yang berorientasi pada pembangunan industri ekstraktif untuk mengejar per- tumbuhan ekonomi. Penulis ingin menegaskan kompleksitas masalah perta- nahan di Indonesia tidak bisa ditangani dan diselesaikan dengan menggunakan pende- katan hukum saja, tetapi juga dengan pendekatan holistis (komprehensif) seperti poli- tik, sosial budaya, ekonomi (kesejahteraan), dan ekologi. Reformasi Regulasi demi Keadilan .Agraria K ONFLIKpertanahan , 'di Indonesia meru- pakan puncak gu- nung es dari berba-. gai masalah agraria yang me- nyejarah sejak zaman kolonial Belanda dan tidak terselesai- kan secara mendasar selama 66 tahun Indonesia Merdeka. [ika dicermati, konflik perta- nahan yang terjadi selama ini berdimensi luas, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal. Konflik vertikal yang paling dominan yaitu antara masya- rakat dan pemerintah atau perusahaan milik negara dan perusahaan milik swasta. Sa- lah satu contoh yang menonjol ialah kasus pengakuan atas (reclaiming) tanah perkebunan ataupun pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pada kasus reclaiming, sejarah tanah harus ditelusuri terlebih dahulu sehingga dapat dibuk- tikan bahwa tanah tersebut memang milik rakyat yang telah dikuasai dengan paksa maupun dengan sewa. Konflik horizontal yang pa- ling sering terjadi antara lain kasus sertifikat tanah ganda 'dan kepemilikan beberapa sertifikat pada sebuah bidang Pendekatan holistis dimulai sejak di hulu sehagai langkah pencegahan yaitu ketika meru- muskan regula si hingga ke hilir ketika merumuskan kebi- jakan operasional keagrariaan, termasuk menyusun cetak biru (blueprint) reforma agraria. Pendekatan komprehensifjuga sangat strategis pada tataran implementasi, yaitu ketika me- •nangani. dan .menyelesaikan konflik di lapangan. " Otoritas kelembagaan pertanahan yang kuat dan berwibawa akan ikut menentukan keberhasilan penerapan regulasi, kebijakan pertanahan, dan efektivitas koordinasi antarlembaga terkait." Pendekatan holistis akan efektif dan .menuai hasil op- timal jika paradigma lama diubah dan diganti dengan pa- . radigma baru. Paradigma yang feodalistis, kapitalistis, mo- nopolistis, birokratis, otoriter, represif, dan legalitas formal , harus diganti dengan para- digma baru yang demokratis, populis, profesional, legalitas substansial, serta menghor- KlIping Humas Onpad 201'1-

Transcript of MEDIAIND NESIA -...

Page 1: MEDIAIND NESIA - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/...reformasiregulasidemikeadilanagraria.pdf · sektor perkebunan, 36.kasus disektor kehutanan, 21kasus disektorinfrastruktur,

MEDIAIND NESIAo Sabtuo Selasa 0 Rabu • Kamis 0 Jumat

Bernhard LimbongAlumnus program doktoral Fakultas HukumUniversitas Padjadjaran. Bandung

tanah.Pada periode 1970-2001,Kon-

sorsium Pembaruan Agraria(KPA)mencatat sengketa agra-ria sebanyak 1.753 kasus yangtersebar di 2.834 des a dan kelu-rahan, Tanah yang disengketa-kan mencapai 10,9 juta hektaredan hampir 1,2 juta keluargamenjadi korban. sepanjang2011, ter dapat 163 konflikpertanahan dengan jumlahrakyat yang menjadi korbanmeninggal dunia mencapai 22orang. Pada 2010 terdapat 106konflik agraria dengan tigaorang meninggal. Data KPAjuga menunjukkan konflikagraria yang terjadi pada 2011melibatkan 69.975 kepala kelu-arga dengan luas areal konflikmencapai 472.048,44 hektare.Dari 163 konflik agraria pada2011, rinciannya 97 kasus disektor perkebunan, 36 .kasusdi sektor kehutanan, 21 kasusdi sektor infrastruktur, 8 kasusdi sektor pertambangan, dan 1kasus di wilayah tambak ataupesisir. ' r

Terjadinya konflik pertanah-an lantaran tanah memilikinilai ekonomis tinggi dan men-jadi simbol eksistensi sertastatus sosial. Bagi masyarakatIndonesia, tanah tidak ha-

12 134 5 6 7 8 9 10 1120 21 22 23 24 25 26oMar OApr OMei OJun OJul 0 Ags

nya komoditas bernilai tinggi,tetapi juga merupakan akar/ sosial kultural.Akar konflik dan sengketa

pertanahan bersifat multidi-mensional sehingga tidak bisadilihathanyasebagaipersoalanagraria atau aspek hukum se:mata, tetapi juga terkait denganvariabel-variabel nonhukum.Aspek hukum meliputi, an-tara lain, kelemahan regulasi,sertifikasi tanah secara nasio-nal yang baru mencapai 30%,pengaturan tata ruang yang takkunjung tuntas, serta lemahnyapenegakan hukum dan HAM.Variabel-variabel nonhukumantara lain politik pertanah-an, ledakan jumlah pendu-duk, kemiskinan (ekonorni),tuntutan .pembangunan, per-kembangan kesadaran hukurndan HAM masyarakat, faktorbudaya, adat istiadat (hukumadat), kemajuan ilmu pengeta-huan dan teknologi, serta poli-tik ekonomi yang berorientasipada pembangunan industriekstraktif untuk mengejar per-tumbuhan ekonomi.Penulis ingin menegaskan

kompleksitas masalah perta-nahan di Indonesia tidak bisaditangani dan diselesaikandengan menggunakan pende-katan hukum saja, tetapi jugadengan pendekatan holistis(komprehensif) seperti poli-tik, sosial budaya, ekonomi(kesejahteraan), dan ekologi.

Reformasi Regulasi demi Keadilan .Agraria

KONFLIKpertanahan, 'di Indonesia meru-

pakan puncak gu-nung es dari berba-.

gai masalah agraria yang me-nyejarah sejak zaman kolonialBelanda dan tidak terselesai-kan secara mendasar selama66 tahun Indonesia Merdeka.[ika dicermati, konflik perta-nahan yang terjadi selama iniberdimensi luas, baik konflikhorizontal maupun konflikvertikal.Konflik vertikal yang paling

dominan yaitu antara masya-rakat dan pemerintah atauperusahaan milik negara danperusahaan milik swasta. Sa-lah satu contoh yang menonjolialah kasus pengakuan atas(reclaiming) tanah perkebunanataupun pengadaan tanahuntuk kepentingan umum.Pada kasus reclaiming, sejarahtanah harus ditelusuri terlebihdahulu sehingga dapat dibuk-tikan bahwa tanah tersebutmemang milik rakyat yangtelah dikuasai dengan paksamaupun dengan sewa.Konflik horizontal yang pa-

ling sering terjadi antara lainkasus sertifikat tanah ganda'dan kepemilikan beberapasertifikat pada sebuah bidang

Pendekatan holistis dimulaisejak di hulu sehagai langkahpencegahan yaitu ketika meru-muskan regula si hingga kehilir ketika merumuskan kebi-jakan operasional keagrariaan,termasuk menyusun cetak biru(blueprint) reforma agraria.Pendekatan komprehensifjugasangat strategis pada tataranimplementasi, yaitu ketika me-•nangani. dan .menyelesaikankonflik di lapangan.

"

Otoritaskelembagaan

pertanahan yang kuatdan berwibawa akan ikutmenentukan keberhasilanpenerapan regulasi,kebijakan pertanahan,dan efektivitas koordinasiantarlembaga terkait."

Pendekatan holistis akanefektif dan .menuai hasil op-timal jika paradigma lamadiubah dan diganti dengan pa-. radigma baru. Paradigma yangfeodalistis, kapitalistis, mo-nopolistis, birokratis, otoriter,represif, dan legalitas formal ,harus dig anti dengan para-digma baru yang demokratis,populis, profesional, legalitassubstansial, serta menghor-

KlIping Humas Onpad 201'1-

Page 2: MEDIAIND NESIA - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/...reformasiregulasidemikeadilanagraria.pdf · sektor perkebunan, 36.kasus disektor kehutanan, 21kasus disektorinfrastruktur,

mati hak asasi (konstitusion-al) rakyat di bidang sosial,ekonomi, politik, budaya, danekologi. Paradigma baru ha-

• rus dimiliki lembaga legislatif,eksekutif, dan yudikatif yangmewujud dalam seluruh regu-la si dim kebijakan pertanahandari hulu (regula si) hingga hilir(implementasi di lapangan).

Reformasi r egulasi yangberkaitan dengan pertanahanharus menjabarkan secaratepat nilai-nilai dasar (funda-mental values) Pancasila danamanat Pasal 33 UUD 1945serta perintah Undang-UndangPokok Agraria Nomor 5 Tahun1960. Beberapa undang-un-dang yang terbit pascarefor-masi 1998 serta telah melabrakdasar negara dan konstitusiperlu direformasi dan disink-ronisasi karena lebih berpihakkepada kepentingan investorketimbang keadilan dan kese-jahteraan rakyat banyak, UUyang berrnasalah itu antaralain terkait dengan kehutanan,perkebunan, pertambang-an, penanaman modal, danpengadaan tanah untuk pem-bangunan bagi kepentinganumum.

Yang tidak kalah pentingialah penanganan dan penye-lesaian konflik di lapanganharus didukung kelembagaanpertanahan yang kuat dan ber-wibawa, koordinasi antarin-stansi pemerintah yang efektif,administrasi pertanahan yangberbasis teknologi dan pene-rapan prinsip-prinsip goodgovernment governance (GGG),

manajemen konflik yang efek-tif efisien, serta strategi pena-nganan dan penyelesaian yangcepat, tepat, dan efektif denganditopang sumber daya manu-sia yang andal dan kemam-puan terlatih baik di pusatmaupun di daerah.

Secara struktural, penguat-an kelembagaan dilakukandengan pemberian kewenang-an yang lebih besar kepadaBadan Pertahanan Nasional(BPN)sebagai otoritas tertinggidi bidang agraria di negeriini. Kewenangan yang besar

. diberikan sesuai dengan be-ban tugas dan tanggung jawabBPN yang besar, termasukmelakukan koordinasi dengankementerian-kementerian danlembaga negara lainnya yangterkait langsung ataupun tidaklangsung dengan keagrarisan,seperti Kementerian Pertanian,Kementerian Kehutanan, Ke-menterian Energi dan SumberDaya Mineral, KementerianTenaga Kerja dan Transmigra-si, Kementerian PembangunanDaerah Tertinggal, Kemen-terian Pekerjaan Umum, Ke-menterian Dalam Negeri, Ke-menterian Pertahanan, Polri,TNI, Kejaksaan, KementerianHukurn. dan HAM, KomisiYudisial, dan tentu saja DPR/DPD dan pemerintah daerahdi seluruh Indonesia.

Bila mencermati sengketadan eskalasi konflik pertanah-an yang semakin besar dankompleks dalam satu dasawar-sa lebih pada era reformasi dankecenderungan di masa depan,

penguatan kelembagaan perludiikuti dengan pembentukanKomisi Penyelesaian KonflikAgraria (KPKA), Badan Arbi-trase Agraria (BAA),dan Lem-baga Peradilan Agraria/Adat.KPKA dan BAA berorientasipada pencegahan dan penye- .lesaian konflik di luar jalurhukum/pengadilan, sedang-kan Peradilan Agraria/Adatuntuk penyelesaian perkarapertanahan. Kehadiran tigalembaga baru tersebut sema-kin penting dan strategis ketikapemerintah akhir-akhir initengah mempersiapkan pelak-sanaan agenda besar reformaagraria (land reform).

Otoritas kelembagaan per-tanahan yang kuat dan ber-wibawa akan ikut menentu-kan keberhasilan penerapanregula si dan kebijakan perta-nahan, efektivitas koordinasiantarlembaga terkait, termasukkeberhasilan pelaksanaan re-forma agraria yang hingga kinibelum terealisasi. Pemerintahjuga perlu menyiapkan tenaga-tenaga berkemampuan khususdan terlatih seperti media-tor, fasilitator, negosiator, danhakim pertanahan. Otoritasyang kuat, penerapan prinsip-prinsip GGG,dan tenaga-tenagaberkeahlian khusus yang terla-tih akan meningkatkan keper-cayaan (trust) rakyat kepadapemerintah dan lembaga pene-gak hukum dalam penyelesaianberbagai konflik dan kasuspertanahan lainnya di seluruhwilayah hukum Negara Kesa-tuan Republik Indonesia.