_pemecahan Masalah Pada Wanita Sebagai Orang Tua Tunggal (2)

download _pemecahan Masalah Pada Wanita Sebagai Orang Tua Tunggal (2)

of 194

Transcript of _pemecahan Masalah Pada Wanita Sebagai Orang Tua Tunggal (2)

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL

SKRIPSIDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Disusun oleh:

ARTANTO RIDHO LAKSONO F 100 040 121

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan Oleh : ARTANTO RIDHO LAKSONO F 100 040 121

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL

Skripsi Yang Diajukan Oleh: ARTANTO RIDHO LAKSONO F 100 040 121

Yang disetujui untuk dipertahankan Di depan penguji

Pembimbing utama Tanggal Dra. Nisa Rachmah N. A., M.Si Pembimbing Pendamping Tanggal Lisnawati Ruhaena, S. Psi., M.Si

iii

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL

Yang Diajukan Oleh:

ARTANTO RIDHO LAKSONO F 100 040 121

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 22 Januari 2009 Dan telah dinyatakan memenuhi syarat

Penguji Utama Dra. Nisa Rachmah N. A., M.Si ________________________

Penguji Pendamping I Lisnawati Ruhaena, S. Psi., M.Si ________________________

Penguji Pendamping II Eny Purwandari, S. Psi., M.Si ________________________

Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi Dekan

Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si

iv

MOTTO :

Penyakit yang paling besar adalah takut Bahaya yang paling besar adalah putus asa Keagungan yang paling mulia adalah iman Rahasia yang paling besar adalah mati Harta yang paling besar adalah anak soleh Guru yang paling besar adalah pengalaman Modal yang paling besar adalah kepercayaan diri (Ali bin Abi Thalib)

Ketahuilah Saudaraku bahwa tidak setiap orang fakir itu nista dan hina justru kadangkala kekayaan dunia ini bersemayam diantara sekerat roti dan sehelai jubah. (Kahlil Gibran)

Jadilah air penyejuk dalam panasnya kehidupan (Penulis)

v

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk : Bapak dan Ibu yang telah menyayangi dan membesarkan penulis hingga menjadi dewasa. Adik-adikku, De Wahyu dan DeDiah yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Kakekku yang telah memberikan segala perhatian dan doa selama ini. Bude Ning yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan keceriaan kepada penulis.

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulilahi robbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan karena ridha-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan-kekurangan yang dikarenakan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran selalu penulis terima dengan tangan terbuka. Skripsi ini terselesaikan atas dukungan, dorongan, semangat dan bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Ibu Dra. Nisa Rachmah Nur Anganthi, M.Si, selaku pembimbing I dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, arahan, kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Lisnawati Ruhaena, S. Psi., M.Si, selaku pembimbing akademik yang telah banyak membimbing penulis selama studi di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan selaku pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.vii

4. Seluruh staf Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Terima kasih atas pelayanan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis. 5. Ibu M, Y, TRS dan ES yang telah bersedia menjadi informan penelitian. 6. Bapak dan ibu tercinta. Terima kasih telah memberikan dukungan, doa, semangat dan nasehat yang berarti. 7. De Wahyu dan De Diah yang selalu memberi semangat kepada penulis 8. Kakekku dan bude Ning terima kasih telah memberikan segala perhatian dan doa selama ini. 9. Teteh, Dara dan Astarika yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini 10. Teman-teman seperjuanganku di kos PTC, Bekti, Heri, Rustam, Pi2n, W2n, U2k, M2d, Dedy, Febri. Terima kasih atas dukungannya. 11. Teman-teman kelas C angkatan 2004. Terima kasih atas kenangannya. 12. Karibku sejak SMA, Tugas, Meneer, Santoso, Dian, Kurniawan. Terimakasih atas kebersamaannya 13. Rekan-rekan di Hek Pak Pardi, Doel, Juki, Bogel, Toni, Pelo, Niki, Roni. Terima kasih atas keceriannya. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materiil. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik. Amin ya Rabbalalamin. Wssalamualaikum Wr. Wb. Surakarta, Oktober 2008 Penulis

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN...................................................................... HALAMAN JUDUL........................................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... HALAMAN MOTTO ..................................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DARTAR LAMPIRAN ................................................................................... ABSTRAKSI ................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ A. Latar Belakang Masalah........................................................... B. Tujuan Penelitian .................................................................... C. Manfaat Penelitian .................................................................. BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... A. Pemecahan masalah ................................................................ 1. Pengertian masalah ............................................................ 2. Pengertian pemecahan masalah ......................................... 3. Tahapan pemecahan masalah ............................................

i ii iii iv v vi vii ix xii xiii xiv xv 1 1 5 5 6 6 6 7 10

ix

4. Aspek-aspek pemecahan masalah ..................................... 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah ... B. Wanita sebagai orang tua tunggal ........................................... 1. Pengertian wanita sebagai orang tua tunggal .................... 2. Kriteria disebut wanita sebagai orang tua tunggal ............ 3. Penyebab wanita sebagai orang tua tunggal...................... C. Pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal ... D. Pertanyaan penelitian .............................................................. BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. A. Gejala penelitian ...................................................................... B. Definisi operasional gejala....................................................... C. Informan penelitian .................................................................. D. Metode dan alat pengumpul data .............................................

13 15 18 18 19 20 28 28 29 29 29 30 32

E. Keabsahan data/ Trustworthiness ...... 37 F. Metode analisis data.. BAB IV LAPORAN PENELITIAN............................................................. A. Persiapan Penelitian ................................................................ 1. Orientasi lapangan.............................................................. 2. Persiapan alat pengumpul data........................................... B. Pengumpulan Data .................................................................. C. Analisis Data ............................................................................ 1. Karakteristik informan penelitian ...................................... 2. Data hasil penelitian .......................................................... 38 40 40 40 41 41 42 42 43

x

3. Tabulasi data hasil penelitian ............................................ D. Kategorisasi.............................................................................. 1. Pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal ............................................................................... 2. Alasan pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal.......................................................................... 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal .............................. E. Pembahasan.............................................................................. BAB V PENUTUP . A. Kesimpulan .............................................................................. B. Saran......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN.....................................................................................................

75 76

77

79

84 86 98 98 101 103 107

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik informan penelitian ................................................................... Tabel 2 Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal. Tabel 3 Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal untuk wawancara dengan Significant person................................................... Tabel 4 Guide observasi................................................................................................ Tabel 5 Karakteristik Informan Penelitian .................................................................... Tabel 6 Tabulasi hasil wawancara pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal........................................................................................................ Tabel 7 Bentuk-bentuk pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal ... 92 75 46 39 35 33 31

xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Skema alasan dan faktor pemecahan masalah informan 1............................... Gambar 2 Skema alasan dan faktor pemecahan masalah informan 2............................... Gambar 3 Skema alasan dan faktor pemecahan masalah informan 3............................... Gambar 4 Skema alasan dan faktor pemecahan masalah informan 4............................... Gambar 5 Skema dinamika psikologis pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal........................................................................................................ 97 83 82 81 80

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Verbatim wawancara........................................................................................ Lampiran B Foto kopi identitas informan ............................................................................ 179 107

xiv

ABSTRAKSI PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL

Pemecahan masalah adalah usaha individu untuk memikirkan dan mempertahankan beberapa alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dilakukan atau melakukan tindakan tertentu yang lebih tertuju pada cara-cara penyelesaian masalah secara langsung. Permasalahan yang dihadapi wanita sebagai orang tua tunggal bukan hanya dari dalam dirinya saja tetapi juga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluargannya. Permasalahan yang dihadapi wanita sebagai orang tua tunggal ini memerlukan pemecahan dan penyesuaian diri yang tepat ditengah pilihan hidup yang dipilihnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan, dan faktor-faktor pemecahan masalah yang digunakan oleh wanita sebagai orang tua tunggal. Informan penelitian ini adalah wanita janda yang memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, belum menikah lagi dan mempunyai karakteristik pekerjaan sebagai PNS, Pegawai swasta, Janda pensiunan Polisi dan Wiraswasta adapun karakteristik usia anaknya adalah Anak balita, anak usia sekolah dasar, remaja, dan dewasa awal. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan observasi, sedangkan tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis isi. Penelitian ini menunjukkan bahwa alasan pemecahan masalah wanita sebagai orang tua tunggal adalah mereka berusaha mengidentifikasi masalah yang timbul kemudian mencari alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan kondisi yang dialami selanjutnya memilih atau menentukan salah satu alternatif yang paling sesuai dengan kondisi yang dialami dan berusaha mewujudkan alternatif yang dipilih dengan tindakan nyata, pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal digolongkan menjadi 5 (lima) bentuk, yaitu : (a) Membutuhkan bantuan orang lain, (b) Berserah diri, (c) Berfikir positif, (d) Berusaha, dan (e) Berharap. Adapun faktor-faktor yang mempangaruhi wanita sebagai orang tua tunggal dalam memecahkan masalahnya ada 5 (lima) macam, yaitu : (a) Tingkat pendidikan, (b) Usia, (c) Kreatifitas, (d) Kepercayaan diri, dan (e) Lingkungan sosial.

Kata kunci : pemecahan masalah, wanita, orang tua tunggal

xv

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil dari perjalanan hidup dengan peran baru mereka, yaitu menjadi suami dan isteri (Ibrahim, 2002). Setiap pasangan, pada dasarnya telah memiliki peran yang terbagi berdasarkan jenis kelamin atau peran jenis (sex role) (Shaevitz, dalam Khoiriyah, 2004). Peran jenis kelamin ini menurut (Swerdolf dalam Khoiriyah, 2004) diartikan sebagai peran yang dilakukan individu didasarkan perbedaan jenis kelamin. Myers, (1995) mengemukakan teorinya tentang pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, bahwa dalam satu keluarga ada dua fungsi yang harus dikembangkan secara khusus yaitu mendidik anak dan memproduksi makanan. Sebuah rancangan keluarga yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang wanita, maka akan sangat menguntungkan apabila salah satu fungsi dalam keluarga tersebut diberikan kepada satu jenis kelamin dan fungsi lainnya kepada jenis kelamin yang lain. Lantas bagaimana apabila seorang isteri yang harus menerima kenyataan menjadi orang tua tunggal, karena bercerai dengan suami ataupun suaminya meninggal. Sehingga terpaksa berpisah dari suami, harus mencari nafkah dan menjadi kepala keluarga. Sehingga menjalankan fungsi sebagai ibu serta ayah bagi anakanaknya.

2

Jumlah janda di Indonesia lebih banyak dari pada jumlah duda, hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo, 2002 (dalam Puspitadewi, 2005). mengemukakan bahwa perbandingan jumlah janda di Indonesia adalah 469:100 artinya jumlah duda atau pria tidak menikah berusia 60 tahun keatas jumlahnya hanya seperlima dari jumlah janda. Hal ini menunjukkan bahwa janda lebih tahan untuk hidup sendiri dari pada duda. Dikemukakan pula bahwa kelompok wanita usia 60 tahun ke atas di Indonesia yang hidup sendiri atau tidak menikah, cerai dan janda, merupakan kelompok terbesar di dunia, sehingga Indonesia layak disebut negara janda. Panjaitan (1993) menyatakan bahwa istilah janda atau duda, muncul disebabkan apakah itu karena kematian ataukah perceraian, maka prosentase untuk menikah lagi lebih besar pada duda daripada janda terlebih jika sudah mencapai usia 60-an. Orang tua tunggal adalah suatu kenyataan dan menjadi sebuah fenomena yang makin dianggap biasa dalam masyarakat modern. Kenyataan dimana isteri berfungsi menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anak mereka. Isteri yang tiba tiba harus menjalankan multi peran dan mengambil tanggung jawab penuh dalam keluarga, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, cara mengambil keputusan yang tepat untuk kelangsungan keluarga, dan berusaha menguatkan anggota keluarga atas persoalan yang dihadapi. Hal ini dianggap biasa karena di dalam kehidupan masyarakat modern karena kesetaraan gender antara pria dan wanita sudah dapat dikatakan sama. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Trisnawati yang merupakan seorang wanita single

3

parent dengan satu orang anak yang telah sukses mengelola berbagai bisnis dan sekarang menduduki berbagai posisi penting di beberapa perusahaan serta menjabat sekjen DKI Jakarta Ikatan Pembauran Pengusaha Perempuan Indonesia (Tempo, 2008).Adapun penyebab menjadi orang tua tunggal tersebut karena (terpaksa) mengalaminya, entah karena bercerai atau pasangan hidupnya meninggal. Namun, dibalik

keterpaksaannya itu muncul berbagai permasalahan yang timbul diantaranya adalah permasalahan ekonomi, pendidikan, psiko seksual, ritual keagamaan dan pola asuh anak, bagi anak yang tiba-tiba mendapati orang tuanya tidak lengkap lagi akan timbul rasa belum siap menghadapi rasa kehilangan salah satu orang tuanya sehingga akan terpukul, dan kemungkinan besar berubah tingkah lakunya. Ada yang menjadi pemarah, ada yang suka melamun, mudah tersinggung, suka menyendiri, dan lain sebagainya. Wanita sebagai orang tua tunggal melaksanakan tanggung jawab mencari nafkah. Mereka lebih banyak memilih untuk mengurus anak mereka sendiri tanpa suami, sehingga banyak diantara mereka yang mengalami stress. (Harian Kompas, 15 Oktober 2001), menginformasikan bahwa : Banyak di antara wanita bekerja yang mengalami stress karena tidak siap dengan peran gandanya tersebut. Kalau saya sendiri memang dari dulu sudah siap untuk berperan ganda. Makanya jika wanita tidak siap atau tidak mau berperan ganda, tidak perlu memaksakan diri untuk berperan ganda. Sedangkan menurut Glasser (dalam Santoso, 2004) mempunyai

kecenderungan terisolasi, membiarkan diri mereka terkucil dari persahabatan dan

4

pergaulan dunia luar. Simon de Beavior (dalam Ibrahim, 2002) menyatakan bahwa wanita banyak mengalami penurunan tingkat rasional dan sosial akibat dari (kurungan) tugas-tugas rumah tangga seperti mengurus suami dan anak-anak, memasak, menjahit, mencuci dan sebagainya. Ditengah berbagai masalah yang timbul para wanita sebagai orang tua tunggal tersebut haruslah mempunyai strategi pemecahan masalah di dalam dirinya supaya mampu dan mau untuk menyelesaikan masalahnya seorang diri karena masalah itu timbul seiring dengan kondisi biologis, perkembangan anak, dan kondisi perekonomian yang sedang dalam masa resesi, yang berpengaruh terhadap naiknya harga-harga kebutuhan pokok sehingga biaya hidup semakin mahal dan sulit untuk dijangkau, mampukah wanita sebagai orang tua tunggal tersebut mampu menghadapi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Berdasarkan uraian diatas jelaslah wanita sebagai orang tua tunggal hidup dengan berbagai masalah dan kesulitan, dengan demikian penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana para wanita sebagai orang tua tunggal menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Dalam rumusan ini penulis mengajukan sebuah judul penelitian Pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal.

5

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : (1) Mengetahui pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal, (2) Alasan pemilihan pemecahan masalah wanita sebagai orang tua tunggal, (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal.

C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan pada pihak-pihak yang berkepentingan antara lain sebagai berikut : 1. Bagi wanita sebagai orang tua tunggal dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsekwensi pilihan hidup menjadi wanita sebagai orang tua tunggal. 2. Bagi anak yang ibunya memilih menjadi orang tua tunggal agar dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menerima secara positif dan mempersiapkan diri terhadap pilihan hidup yang dibuat orang tuanya. 3. Bagi masyarakat dapat dijadikan masukan agar dapat memeberikan dukungan kepada wanita sebagai orang tua tunggal.

6

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pemecahan Masalah

1. Pengertian pemecahan masalah 1. a. Pengertian masalah Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. Masalah seringkali disebut orang sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidak puasan atau kesenjangan. Anderson (dalam Suharnan, 2005) mengemukakan bahwa secara umum dan hampir semua ahli psikologi kognitif sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan (problem is a gap or discrepancy between present state and future state or desired goal). Masalah dapat digolongkan menjadi berbagai jenis, tergantung dipandang dari sudut mana. Sebagian ahli membedakan masalah menurut pengetahuan seseorang, sehingga dapat digolongkan menjadi masalah yang jelas dan tidak jelas. Sebagian ahli lain membedakan masalah menurut proses-proses kognitif yang terlibat dalam pemecahan masalah.

7

Menurut Thurstone (dalam Walgito, 1991) berpendapat bahwa individu dalam mengartikan suatu masalah akan bersifat positif bila masalah tersebut menimbulkan perasaan senang, sehingga individu bersifat menerima, tetapi dapat juga bersifat negatif jika masalah tersebut menimbulkan perasaan tidak enak sehingga individu bersifat menolak. Masalah selalu muncul dalam bentuk dan tingkat kerumitan yang bermacammacam. Morgan (dalam Gunarsa, 1990) mengemukakan bahwa masalah adalah berbagai penyimpangan dari keadaan yang belum jelas. Apabila ada ketidaksesuaian dalam suatu situasi antara keadaan yang sebenarnya dengan tujuan, dan di dalam situasi tersebut mengandung suatu perintang bagi seseorang dalam mencapai tujuan, maka akan menimbulkan permasalahan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan, serta memiliki bentuk dan tingkat kerumitan yang berbeda-beda tergantung bagaimana individu dapat menghadapi dan terlibat didalam masalah yang muncul.

1.b. Pengertian pemecahan masalah Menurut Rakhmat (2001) berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka pengambilan keputusan, memecahkan masalah, dan menghasilkan hal yang baru (creativity). Adapun proses berfikir secara normal menurut Solso (dalam Suharnan, 2005) akan meliputi tiga komponen yaitu :

8

a. Berfikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi dalam mental atau pikiran seseorang, tidak tampak, tetapi dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang tampak. b. Berfikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan didalam sistem kognitif. c. Aktivitas berfikir diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah adalah suatu proses mencari atau menemukan jalan yang menjembatani antara keadaan yang sedang dihadapi dengan keadaan yang diinginkan (Hayes, dalam Suharnan, 2005). Jadi, ruang masalah (problem space) sebagai jurang atau kesenjangan sangat menentukan tingkat kemudahan atau kesulitan pencarian pemecahan. Evans (1991) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang menuju pada kondisi yang diharapkan, karena setiap individu berusaha sebisa mungkin untuk melakukan pemecahan masalah yang muncul dengan berbagai cara yang berbeda sesuai dengan pengalaman masa lalunya, walaupun pada dasarnya tujuan pemecahan masalah adalah sama yaitu mendapatkan sebuah solusi atau jalan keluar dan melepaskan diri dari persoalan yang dihadapi. Chaplin (2001) dalam Kamus Lengkap Psikologi menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari

9

alternatif-alternatif jawaban mengarah pada satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal. Sedangkan menurut Hayers (dalam Suharnan, 2005) strategi penemuan jalan pemecahan dapat dibedakan menjadi dua: penemuan secara acak, semua jalan keluar ditempuh atau dicari tanpa ada pengetahuan khusus, dan penemuan melalui strategi heuristic, yaitu proses penggunaan pengetahuan seseorang untuk mengidentifikasikan sejumlah jalan atau cara yang akan ditempuh dan dianggap menjanjikan bagi pemenuhan pemecahan masalah. Hal ini didukung oleh pendapat Billings dan Moos (Susilowati, 2004) yang menyatakan bahwa menyelesaikan masalah adalah usaha individu untuk memikirkan dan mempertahankan beberapa alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dilakukan atau melakukan tindakan tertentu yang lebih tertuju pada cara-cara penyelesaian masalah secara langsung. Pemecahan masalah, adalah individu yang dihadapkan pada persoalan yang mendesak dan perlu dilakukan pemecahan atau mencari solusi dengan berpikir. Pemecahan masalah merupakan proses berpikir, belajar, mengingat serta menjawab atau merespon dalam bentuk pengambilan keputusan. Pemecahan suatu masalah dapat dilakukan dengan insight atau pemahaman dalam memecahkan masalah berpikir mutlak diperlukan (Widayatun, 1999). Jadi kemampuan menyelesaikan masalah dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan aktivitas kognitif dan kecakapan individu dalam menyelesaikan permasalahan secara efektif yang meliputi usaha individu untuk memikirkan, memilih

10

dan mempertahankan alternatif jawaban kepada satu pemecahan atau solusi yang ideal dengan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan.

2. Tahapan pemecahan masalah Individu pada kenyataannya tidak selalu dapat menyelesaikan masalah yang datang padanya. Dalam menghadapi masalah individu terkadang menggunakan suatu cara lain walaupun menghadapi suatu permasalahan yang sama. Sedangkan menurut Evans (1991), membagi menjadi tiga tahap atau langkah dalam memecahkan suatu masalah, yaitu: a. Pemahaman masalah (Problem Understanding) Agar dapat diperoleh suatu pemecahan yang benar, seseorang harus terlebih dahulu memahami dan mengenali gambaran pokok persoalan secara jelas. Lama waktru yang dibutuhkan untuk mengerti permasalahan berbedabeda bagi setiap orang. Perbedaan ini sangat tergantung pada hakekat permasalahan terutama dalam penampakannya, informasi disekitar persoalan, dan keakraban seseorang terhadap persoalan tersebut. b. Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan, dan memilih salah satu di antara hipotesis-hipotesis itu. Setelah memahami masalah yang dihadapi kemudian seseorang memilih dan menententukan hipotesis berdasarkan dari hakekat yang permasalahan yang dihadapi.

11

c. Menguji hipotesis Agar diperoleh pemilihan hipotesis yang terbaik maka selanjutnya seseorang harus menguji dari beberapa hipotesis yang ada kemudian dipilih untuk mendapatkan hipotesis terbaik terhadap persolan tersebut.

Menurut Monica (1998), menjelaskan langkah-langkah dalam memecahkan masalah, yaitu : a. Pengenalan masalah Suatu masalah dikenali melalui perbedaan antara apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu situasi (aktual) dan apa yang seseorang inginkan untuk terjadi (optimal). Setelah berpikir tentang area-area permasalahan ini selanjutnya memfokuskan pada satu masalah tertentu. b. Definisi masalah Setelah mengenali masalah maka pernyataan masalah harus spesifik. c. Pilihan tindakan Pilihan tindakan masalah merupakan beberapa jalan keluar dari masalah. Untuk setiap pilihan tindakan, perlu dibuat dukungan hasil-hasil positif dan negatifnya. d. Pelaksanaan dan evaluasi Melaksanakan berarti melakukan atau menerapkannya tindakan. Setelah seseorang menentukan pilihan tindakan maka tindakan itu harus

12

dilaksanakan. Sebelum pelaksanaan, evaluasi muncul sebagai sebuah tanggung jawab dan tetap penting sampai tindakan telah selesai dilakukan.

Menurut Woolfolk dan Nicolich (2004), secara umum terdapat empat langkah untuk memecahkan masalah: a. Memahami masalah Langkah pertama untuk memecahkan masalah adalah menetapkan secara tepat apa masalahnya. Yaitu dengan menemukan informasi yang relevan pada masalah yang ada. b. Menyeleksi solusi Setelah menentukan masalahnya, kemudian merencanakan strategi dengan menyimpulkan bahwa situasi yang ada sama seperti masalah sebelumnya dan mencoba apa yang berhasil sebelumnya. c. Memutuskan rencana d. Mengevaluasi hasil Yaitu meliputi pengecekan fakta baik yang menguatkan maupun yang melemahkan dari solusi masalah serta mengidentifikasi solusi yang terbaik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan penyelesaian masalah individu akan melalui beberapa tahap antara lain : mengenali atau mengidentifikasi masalah yang dihadapi, mengumpulkan informasi berkaitan

13

dengan

masalahnya,

menentukan

alternatif

pemecahan

masalah

sekaligus

menentukan prioritas alternatif yang baik, pelaksanaan pemecahan masalah berdasar dari alternatif yang dipilih serta melakukan evaluasi.

3. Aspek-aspek kemampuan memecahkan masalah Menurut Rakhmat, (2001) berhasil tidaknya suatu pemecahan masalah yang dilakukan oleh seseorang dapat diketahui dari beberapa hal, yaitu : a. Motivasi Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas. Semakin besar keinginan dari dalam diri individu untuk segera memecahkan masalah membuat pemecahan masalah berjalan dengan baik. b. Kepercayaan dan sikap yang tepat Asumsi yang tepat terhadap kerangka rujukan yang cermat membantu efektifitas pemecahan masalah. Sifat terbuka terhadap informasi serta memahami dan mengakui kekeliruan akan mempermudah pemecahan masalah. c. Fleksibilitas Keluwesan berpikir dalam melihat permasalahan dari berbagai sisi serta kritis membantu pemecahan masalah.

14

d. Emosi Dalam menghadapi masalah tidak disadari emosi sering terlibat di dalamnya, sehingga menyebabkan individu berpikir secara tidak objektif. Sebagai manusia yang utuh tidak dapat mengesampingkan emosi. Emosi bukan hambatan utama, tetapi bila sudah mencapai intensitas tinggi akan menimbulkan kesulitan untuk berpikir efisien yang menghambat pemecahan masalah. Para ahli menganjurkan pembelajaran emosi dimulai sejak kecil agar ada taraf perkembangan selanjutnya emosi terbiasa ditata dan dikontrol dalam menghadapi masalah.

Anderson (dalam Paryanti, 2006) mengungkapkan adanya tiga aspek yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah, yaitu: a. Berpikir positif tentang masalah yang dihadapi Yaitu diharapkan seseorang menjadi pencari masalah, berpikir tentang ketidaknyamanannya dan menanyakan apa yang menyebabkan

ketidaknyamanannya, serta berpikir tentang alternatif pemecahan masalah. b. Berpikir positif tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah Yaitu melihat diri sebagai orang yang dapat menyelesaikan masalah, mengetahui sumber kekuatan di luar diri yang bisa membantu memecahkan masalah, mencari waktu yang cukup untuk memecahkan masalah serta menentukan tujuannya.

15

c. Berpikir sistematis Yaitu berhenti dan berpikir, tidak dengan langsung mengambil keputusan, akan tetapi merencanakan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek pemecahan masalah meliputi : motivasi, kepercayaan dan sikap yang tepat, fleksibilitas berpikir dan emosi, berpikir positif tentang masalah yang dihadapi dan tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah, serta berpikir sistematis.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah ada sebagai berikut : a. Inteligensi Ester (dalam Walgito, 1991) mengemukakan bahwa dalam

memecahkan masalah, cepat atau lambatnya tergantung dari tingkat inteligensi individu yang bersangkutan. Faktor inteligensi dianggap memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan pemecahan masalah. b. Usia Sejalan dengan bertambah usia maka individu akan semakin matang dan kemampuan pemecahan masalah akan semakin bertambah. Kematangan tersebut ditunjukkan dengan usaha pemecahan masalah yang merupakan

16

produk dari kemampuan berpikir yang lebih sempurna yang ditunjang dengan sikap serta pandangan yang rasional (Mappiare, dalam Paryanti 2006). c. Jenis Kelamin Pria kebanyakan lebih mampu melakukan pemecahan masalah daripada wanita, karena pria dituntut untuk tidak tergantung pada orang lain tetapi harus bertahan. Pria lebih menggunakan rasio sehingga dalam pemecahan masalah dibutuhkan ketegasan dan rasionalitas dalam menghadapi masalah. Dagun (1990) berpendapat bahwa wanita diperbolehkan bersandar secara emosional pada pria. Di samping itu secara kodrati perempuan cenderung untuk menggunakan perasaannya dalam menghadapi masalah. d. Kreativitas Merupakan suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan cara baru dalam memandang masalah dan solusinya (Munandar, 1994). Semakin tinggi tingkat kreativitas individu, semakin banyak ide atau alternatif yang dia temukan. e. Konsentrasi Konsentrasi dalam memecahkan masalah mutlak diperlukan.

Suardiman (1992), mengatakan bahwa konsentrasi adalah pemusatan segenap kekuatan pada situasi tertentu. Dalam konsentrasi keterlibatan mental secara detail sangat diperlukan sehingga tidak diperhitungkan sekedarnya.

Selanjutnya Suardiman mengatakan bahwa konsentrasi seseorang terhadap suatu masalah mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah.

17

f. Pengalaman Thornton (dalam Shapiro, 1997) menyimpulkan bahwa pemecahan masalah yang berhasil tidak begitu bergantung pada kecerdasan individu tetapi lebih kepada pengalaman mereka. g. Kepercayaan diri Astono (2001) mengungkapkan bahwa tumbuhnya kepercayaan diri akan mendorong dan merangsang individu dalam mencoba dan mencari baru untuk dipecahkan. h. Lingkungan sosial Yaitu lingkungan dimana individu mengadaptasi cara-cara

penyelesaian masalah melalui komunikasi dalam keluarga. Monks, dkk (2002). Adanya suatu masalah yang selalu dikomunikasikan dengan keluarga akan memberikan kesempatan pada individu untuk mendapatkan pengalaman atas informasi-informasi tentang penyelesaian masalah sejak awal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah adalah : inteligensi, usia, jenis kelamin, kreativitas, konsentrasi, pengalaman, kepercayaan diri dan lingkungan sosial.

18

B. Wanita Sebagai Orang Tua Tunggal

1. Pengertian wanita sebagai orang tua tunggal Menurut Qaimi (2003) seorang wanita sebagai orang tua tunggal adalah suatu keadaan dimana seorang wanita akan menduduki dua jabatan sekaligus; sebagai ibu yang merupakan jabatan alamiah dan sebagai ayah. Dalam pada itu ia akan memiliki dua bentuk sikap, sebagai wanita dan ibu harus bersikap lembut terhadap anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan bertugas memegang kendali aturan dan tata tertib, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam kehidupan rumah tangga. Tolok ukur keberhasilan seorang wanita dalam mendidik anaknya terletak pada kemampuannya dalam menggabungkan kedua peran dan tanggung jawab tersebut, tanpa menjadikan sang anak bingung dan resah. Peran sebagai ayah, sejak kematian suami, seorang ibu sekalipun dirinya wanita harus pula menduduki posisi sang ayah dan bertanggung jawab dalam menjaga perilaku serta kedisiplinan anaknya, kini dengan tugas baru yang harus diembannya itu, ia memiliki tanggung jawab yang jauh lebih sulit dan berat ketimbang sebelumnya. Tidak ada salahnya kalau disini kita membuang gambaran buruk yang melekat di masyarakat. Mereka mengatakan bahwa kaum ibu tidak akan mampu memainkan peran ayah. Disini perlu ditegaskan bahwa ketika anda mempunyai kemauan keras, niscaya anda mampu memainkan kedua peran tersebut dengan baik dan sempurna.

19

Berdasarkan pengalaman, ternyata kaum wanita mampu memainkan kedua peran tersebut.Menurut SPOTNEWS Ibu Tunggal seringkali tidak dipandang sama dengan keluarga utuh yang lengkap dengan Ayah dan Ibu. Keluarga Ibu tunggal cenderung dipandang prejudice, jika ibu tunggal muda, cantik dan berhasil dari sisi materi, gosip negatif dan sinis akan melingkupi percakapan harian tentang dia di daerah tempat tinggalnya. Lingkungan sekitar akan mengabaikan kalau ibu tunggal tadi selain cantik, muda dan berhasil juga (http/:spotnews.singleparents.com/artikel.htm.20/05/08)

Penetapan dan peringatan tanggal 21 Maret sebagai hari orang tua tunggal sedunia yang diadakan sejak tahun 1984. Bertujuan untuk memonumentalkan hari orang tua tunggal telah ada sejak tahun 1957, tatkala berdirinya kolaborasi sebuah organisasi Parents Without Partners, yang diprakasai Janice Moglen, seorang ibu tunggal dengan dua orang anak menetapkan hari orang tua tunggal sebagai variasi dari hari ibu dan hari ayah di dalam artikel yang ditulisnya, yang kemudian disepakati mulai tahun 1984 bulan Maret tanggal dijadikan hari orang tua tunggal. (http/:spotnews.singleparents.com/artikel.htm.20/05/08) 2. Kriteria disebut wanita sebagai orang tua tunggal a. Mencukupi kebutuhan finansial keluarga seorang diri b. Memiliki suami tetapi tidakberdaya ketika diuji dengan suatu penyakit yang menyebabkan suami tidak dapat memberikan nafkah terhadap keluargannya. c. Perceraian.

20

d. Berpisah karena takdir-Nya (kematian). Berdasarkan uraian di atas, dapat diartikan bahwa wanita sebagai orang tua tunggal adalah pilihan hidup yang dipilih seorang ibu dengan seluruh konsekuensi yang harus diterima dan dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga wanita sebagai orang tua tunggal selalu menerima kenyataan menjalankan multi perannya di dalam keluarga dan selalu berusaha secara mandiri dan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan anaknya bukan hanya secara finansial saja tetapi juga karakteristik individunya, ketidakberdayaan suami ketika diuji dengan suatu penyakit yang menyebabkan suami tidak dapat memberikan nafkah terhadap keluargannya, perceraian dan berpisah karena takdir-Nya (kematian).

3. Penyebab wanita menjadi orang tua tunggal Menurut majalah Nikah (No.3 Vol.6, thn 2007) secara umum bahwa asal dari kepemimpinan dalam keluarga pada dasarnya ditangan suami. Allah berfirman dalam surat An-Nisaa : 34, Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, dengan keutamaan yang Allah berikan kepada sebagian mereka atas sebagian lain, dan karena apa yang mereka nafkahkan dari harta mereka Artinya, Islam tidak membenarkan kepemimpinan dalam sebuah masyarakat, hingga sebuah rumah tangga, bila dipegang oleh wanita, idealnya seorang suami adalah sebagai pemimpin dalam sebuah rumah tangga, namun adakalanya

21

kepemimpinan dipegang seorang wanita, hal itu terpaksa dilakukan oleh wanita ketika suami tidak atau kurang bisa memegang kendali penuh dalam kehidupan keluargannya. Penyebab terjadinya wanita memegang kendali penuh dalam keluarga pun sangat beragam, dari mulai ketidakberdayaan suami ketika diuji dengan suatu penyakit yang menyebabkan suami tidak dapat memberikan nafkah terhadap keluargannya, perceraian, atau berpisah karena takdir-Nya yaitu ada satu fihak (suami) yang meninggalkan dunia fana terlebih dahulu dibanding isterinya dan halhal lainnya. Ketika wanita ditinggal oleh suaminya maka kendali penuh dalam keluarga dipegang oleh isteri, sejak kematian suami, seorang ibu sekalipun dirinya wanita harus pula menduduki posisi sang ayah dan bertanggung jawab dalam menjaga perilaku serta kedisiplinan anaknya, isteri berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup anak-anak dan keluarganya, dan tidak sedikit pula wanita yang akhirnya memutuskan untuk tetap menjanda dan tidak mencari suami lagi sampai akhir hayat mereka. Dalam kehidupan manusia sehari-hari manusia pasti dihadapkan atas berbagai pilihan yang terkadang terasa berat, tetapi mau tidak mau harus dijalani ketika seorang wanita (isteri) harus menjalankan multi peran, menerima kenyataan yang berpisah dari suami, harus menghadapi permasalahan ekonomi, pendidikan anak, psiko seksual, ritual keagamaan, cara mengambil keputusan yang tepat untuk

22

kelangsungan keluarga, dan berusaha menguatkan anggota keluarga atas persoalan yang dihadapi hanya seorang diri. Menurut Qaimi (2003) beberapa penyebab seorang wanita menjadi orang tua tunggal adalah : a. Kematian Kematian memang menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap perasaan dan kejiwaan dalam rumah tangga. Kehancuran rumah tangga sebagai akibat dari kematian, merupakan sebuah kehilangan yang teramat berat. Adalah manusiawi bila seseorang yang kehilangan orang yang dicintainya menjadi bingung dan gelisah. Kematian disini dapat berarti terpisahnya suami-istri karena takdir yang telah ditentukan dan menjadi sebuah kata yang menakutkan dan mengerikan bagi mereka yang meyakini bahwa kematian merusak kebahagiaan. Juga, bagi mereka yang tak meyakini adannya kehidupan lain setelah kehidupan dunia ini. Bagi anak yang masih kecil dan belum memahami hakikat kematian, dan belum mengerti tentang berbagai peristiwa yang akan terjadi setelah kematian itu bukanlah suatu yang begitu berat. Ia mungkin hanya menangis, menjerit, dan meneteskan air mata. Dan itu dilakukannya lantaran adannya tangisan dan jeritan orang lain. Rasa takut akan kematian disebabkan oleh berbagai bayangan dan khayalan manusia mengenai kematian itu sendiri. Adapun pengaruh kematian ayah terhadap seorang anak antara lain sebagai berikut : (1.) Tidak nafsu makan

23

Seorang anak kehilangan ayah atau ibu, sebenarnya telah kehilangan tempat berlindung dan bersandar, ini menyebabkan rasa tidak aman, perasaan semacam ini baik pada anak-anak ataupun dewasa, mengakibatkan melorotnya nafsu makan. (2.) Gangguan Pencernaan Perasaan sedih dan duka pada diri anak, dalam berapa kasus dapat mengganggu sistem pencernaannya, sehingga tak dapat bekerja secara baik dan normal, akibatnya, muncullah berbagai dampak yang lain. (3.) Pertumbuhan badan yang terganggu Karena hilangnya nafsu makan dan tak mengkonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang diperlukan tubuh maka pencernaan anak akan mengalami gangguan sehingga tubuhnya tak dapat lagi tumbuh dengan baik. (4.) Gerakan tak terkontrol Yang dimaksud disini adalah gerakan syaraf sebagai tanda terjadinya pergolakan jiwa, keinginan tak terpenuhi, dan konstraksi batin. Akibatnya, ia akan menderita. Secara tiba-tiba, ia akan melompat atau kelopak mata dan telingannya bergerak-gerak sendiri tanpa disadari atau tanpa dikehandaki. (5.) Perubahan pada raut wajah Karena tidak mengkonsumsi makanan secara sempurna sebagai akibat berkurangnya nafsu makan, mengalami depresi, dan mengasingkan diri,

24

maka terbukalah peluang bagi terwujudnya berbagai ketidak-seimbangan, seperti perubahan raut wajah anak. Wajahnya terlihat muram, sendu dan kekuning-kuningan. Ini lantaran rasa sedih, tidak adannya ketentraman batin, guncangan pikiran dan pengucilan diri. (6.) Waktu istirahat tak teratur Perasaan sedih dan duka seorang anak atas kematian ayah, dapat mengganggu waktu tidur dan beristirahat dengan baik. Sekalipun dapat tidur maka tidurnya pun tidak pulas dan lama. Ia pun terjaga, ketika bangun dan tak melihat ayah disampingnya, ia pun tak dapat tidur kembali. (7.) Penyakit Kesedihan dan perasaan duka yang dipendam itulah yang

menyebabkan munculnya penyakit dalam diri anak. b. Kesahidan Adakalanya, setelah kesyahidan ayahnya, sang anak berada dalam keadaan atau suasana yang tak begitu menyedihkan. Keadaan ini terutama terjadi pada anakanak yang hidup dalam sebuah rumah tangga yang sibuk atau tak memiliki hubungan baik dengan ayah sewaktu masih hidup. Juga, bila sang ibu merupakan seorang wanita cerdas dan bijaksana, yang selalu mengawasi dan mengarahkan kehidupan anak-anaknya dengan benar. Kesyahidan disini dapat diartikan meninggalnya suatu hamba karena membela agama Allah, bagi anak akan menjadikan teladan, panutan, dan idola dalam dirinya. Dalam keadaan tertentu, bisa saja di awal peristiwa kesyahidan, sang anak

25

merasakan kebahagiaan, namun, dikemudian hari, ketika telah memiliki pengetahuan tentang rahasia kehidupan dan kematian serta air mata, ia pun tak mampu lagi menahan tangis dan kesedihannya. Adapun pengaruh rasa kehilangan terhadap anakanak antara lain sebagai berikut : (1.) Pengaruh terhadap pikiran dan kecerdasan Karena anak terlalu lama tenggelam dalam perasaan sedih dan duka maka pertumbuhan otaknya akan terganggu dan melemah, sehingga menjadikannya memiliki tingkat kecerdasan yang jauh lebih rendah dari teman-teman sebayannya. (2.) Kesulitan belajar dan menuntut ilmu Anak mengalami kesulitan menghubungkan pelajaran yang telah lalu dengan sekarang. Boleh jadi pandangannya tertuju pada guru atau papan tulis, namun pikirannya melayang dan terbang ketempat lain. (3.) Tujuan dan cita-cita Anak biasanya tenggelam dalam kesedihan yang menimpannya sehingga tidak mampu menyusun program yang akan dikerjakannya di masa datang. Atau mereka tidak mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu untuk meraih tujuan dan cita-cita masa datang. (4.) Berharap dan menanti Adakalanya, guncangan kejiwaan memaksa anak menahan berbagai keinginan dan tuntutan yang biasa dan wajar. Namun, terdapat juga berbagai kondisi yang merupakan kebalikan dari sikap dan kondisi anak-anak diatas.

26

Yakni mereka tidak rela hak-haknya dirampas atau diabaikan, meskipun itu berkaitan dengan masalah remeh. Ini biasanya dialami anak-anak yang selalu dimanja atau diagungkan. (5.) Kepribadian dan mental Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak miskin dan tidak berayah, bila diasuh dan dibimbing dengan baik pertumbuhan dan perkembangan mental serta kepribadiannya akan mengalami gangguan, sehingga tidak memiliki perilaku yang normal dan stabil. Hasil penelitian Dr. John Balby menunjukkan bahwa keterpisahan dalam rentang waktu yang cukup panjang, terlebih pada usia tiga tahun pertama, akan memberikan dampak dan pengaruh yang tidak baik secara kejiwaan dan kepribadian. Bahkan anak-anak anak melakukan perbuatan tercela, membangkang, merasa terhina dan rendah diri, bermuka-masam, serta berperilaku buruk. (6.) Kelainan jiwa Boleh jadi, peristiwa kematian tersebut mengakibatkan munculnya kelainan jiwa, meskipun ini jarang terjadi. Ini bukan hanya menimpa anakanak namun juga orang dewasa. Mereka menjadi gila dan tenggelam dalam khayalan serta angan-angan. c. Perceraian Sedangkan perceraian disini dapat berarti berakhirnya sebuah rumah tangga, dengan berbagai alasan sehingga dibubarkan, di mana baik suami atau isteri tidak

27

menjalankan tugasnya masing-masing, tidak terdapat rasa saling memaafkan dan menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki masing-masing. Menurut majalah Nikah (No.5 Vol.4 thn,2005) Bagi anak yang masih kecil dan belum memahami perceraian, dan belum mengerti tentang berbagai peristiwa yang terjadi setelah perceraian. Ia akan kebingungan, dan menangis, mau tinggal dengan siapakah ia kelak. Itu jika orang tua mereka tidak menikah lagi, tetapi jika kedua orang tuanya menikah lagi ini akan memberikan efek yang buruk pada anak karena anak merasa berbeda dengan teman-temannya anak merasa mempunyai dua ayah dan dua ibu, mendapat perhatian yang berlebih sehingga dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya. d. Ditinggal suami bekerja/ berjihat Ayah yang berjihat, atau sekarang dapat diartikan ayah yang karena sesuatu hal harus tinggal terpisah dari keluarga, entah karena bekerja atau lain sebagainya, bagi anak laki-laki akan melahirkan teladan, figur, dan idola. Sementara bagi anak perempuan tidak terlalu demikian. Oleh karena itu, pengaruh yang muncul dari peristiwa tersebut lebih banyak menyentuh anak laki-laki dari pada anak perempuan. Bertapa banyak anak lelaki mengalami berbagai penderitaan, gangguan jiwa, dan melakukan tindakan kasar. Bahkan terkadang kehilangan akan keberaniannya. Sementara bagi anak perempuan, hanya terbentuk perasaan kehilangan tempat bergantung dan mungkin merasa bahwa kelangsungan hidup mereka tengah dalam bahaya.

28

C. Pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal adalah kemampuan dan kecakapan wanita sebagai orang tua tunggal dalam menyelesaikan permasalahan secara efektif yang meliputi usaha untuk memikirkan, memilih dan mempertahankan alternatif jawaban kepada satu pemecahan atau solusi yang ideal dengan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan ditengah pilihan hidup yang dipilihnya ketika menduduki dua jabatan sekaligus; sebagai ibu yang merupakan jabatan alamiah dan sebagai ayah. Dan harus memiliki dua bentuk sikap, sebagai wanita dan ibu harus bersikap lembut terhadap anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan bertugas memegang kendali aturan dan tata tertib, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam kehidupan rumah tangga.

D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan pertanyaan penelitiannya adalah : 1. Alasan-alasan yang melatar belakangi adannya pemecahan masalah. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita sebagai orang tua tunggal dalam memecahkan masalahnya.

29

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif, dimana peneliti ingin mengungkap gejala penelitian secara menyeluruh sesuai dengan konsteknya melalui pengumpulan data dari latar alami. Hadi (1990) mengutarakan bahwa metode merupakan masalah yang penting dalam penelitian dan sangat mempengaruhi dari hasil penelitian yang dilakukan. Kesalahan dalam menentukan metode akan mengakibatkan kesalahan dalam mengambil data serta keputusan, sebaliknya semakin tepat metode yang digunakan diharapkan semakin baik pula hasil yang diperoleh karenanya berhasil tidaknya suatu penelitian bergantung pada ketepatan dalam menentukan metode yang digunakan. A. Gejala Penelitian Gejala Penelitian yang akan penulis teliti adalah : 1. Pemecahan masalah 2. Wanita sebagai orang tua tunggal

B. Definisi Operasional Gejala Penelitian Dalam penelitian ini definisi gejala penelitian yang akan penulis teliti adalah sebagai berikut :

30

1. Pemecahan masalah, adalah sebuah kemampuan aktivitas kognitif dan kecakapan diri yang dimiliki oleh informan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di dalam keluarganya secara lebih efektif yang meliputi usaha informan untuk memikirkan, memilih dan mempertahankan alternatif dari sebuah jawaban kepada satu pemecahan atau solusi yang ideal dengan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan di dalam keluarganya. 2. Alasan pemecahan masalah adalah dasar yang dipilih dan dilakukan informan untuk mengatasi kesulitan, hambatan, gangguan, ketidak puasan atau kesenjangan yang dialaminya antara harapan dan kenyataan. 3. Faktor-faktor pemecahan masalah adalah, hal-hal atau unsur yang mempengaruhi para informan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, adapun faktor yang mempengaruhi adalah berdasarkan kemampuan inteligensi, usia, jenis kelamin, kreativitas, konsentrasi, pengalaman, kepercayaan diri dan lingkungan sosial yang berbeda. Pemecahan masalah yang dipilih, alasan dan faktor yang digunakan informan dalam memecahkan masalahnya akan digali menggunakan metode wawancara. 4. Wanita sebagai orang tua tunggal adalah wanita yang mempunyai anak dengan pernikahan sebelumnya, dan belum menikah kembali setelah ditinggal oleh suaminya baik karena perceraian atau kematian sehingga berperan sebagai ibu dan ayah di dalam keluargannya.

31

C. Informan Penelitian Informan yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 4 orang yang merupakan janda yang membesarkan anak seorang diri. Adapun karakteristik pekerjaan informan penelitian meliputi : (a) Wiraswasta (b) Pegawai Negeri (c) Janda pensiunan Polisi (d) Pegawai Swasta. Adapun kriteria usia anak informan penelitian meliputi : (a) Anak balita (berusia 5 tahun), (b) Anak usia sekolah dasar (berusia 9 tahun), (c) Remaja (berusia 15 tahun), (d) Dewasa Awal (berusia 22 tahun). Variasi informan yang akan dilihat peneliti dalam penelitian ini didasarkan pada pekerjaan informan dan usia anak pada masing-masing informan penelitian, dan peneliti menggunakan informan sebanyak 4 orang. Tabel 1. Karakteristik informan penelitian Karakteristik Informan Umur Tingkat Kreteria Pekerjaan pendidikan anak SMA Remaja 15 tahun Janda pensiunan polisi Alamat Lama Penyebab menjanda menjadi janda 13 Tahun Meninggal karena sakit Meninggal karena sakit Meninggal karena kecelakaan Meninggal karena kecelakaan

M

47 Tahun 54 Tahun 45 Tahun 36 Tahun

Manahan

Y

SMA

Dewasa Wiraswasta Jagalan awal 22 tahun Pegawai Anak usia SD swasta 9 tahun Balita 5 PNS Tahun Sumber

15 Tahun

TRS

SMA

2 Tahun

ES

S1

Gawanan

5 Tahun

Sumber data primer, 2008

32

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode : 1. Wawancara Menurut Narbuko dan Achmadi (1997) wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan

keterangan. Sementara Nasution (1992) menyatakan bahwa wawancara dilakukan untuk mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat diketahui melalui observasi. Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu jenis wawancara yang mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara (Moleong, 2001). Wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti sendiri. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung, dimana peneliti langsung berhadapan dan mewawancarai subjek penelitian. Agar data yang diperoleh sesuai dengan apa yang disampaikan oleh subjek, maka pembicaraan selama wawancara sedapat mungkin direkam dengan tape recorder. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah guide interview yang akan disampaikan kepada subjek yaitu sebagai berikut :

33

Tabel 2. Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal Aspek psikologis Aspek kognitif Indikator Perilaku 1. Berfikir positif tentang masalah yang dihadapi Pertanyaan Apakah yang ibu pikirkan ketika ada suatu permasalah dalam keluarga ibu, dan bagaimana ibu menyikapi dan menyelesaikannya? 1. Bagaimana ketika ada masalah dalam keluarga, apakah ibu berusaha memecahkan masalah yang dihadapi seorang diri tanpa bantuan orang lain? 1. Bagaimana ketika ibu mandapatkan masalah didalam keluarga dan bagaimana menentukan tindakan yang ibu pilih? apakah ibu selalu memikirkan akibat yang akan terjadi selanjutnya? 1. Bagaimanakah ibu menempatkan diri apabila masalah yang ibu hadapi keluarga harus melibatkan orang lain? 1

2. Berfikir positif tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah.

3. Berfikir sistematis

4. fleksibilitas.

34

Aspek afektif

Emosi

1. Bagaimana perasaan ibu pada anak-anak dan bagaimana penyesuaian diri ibu pada saat masa awal ditinggal oleh suami? 2. Bagaimana perasaan ibu ketika menghadapi masalah dalam diri keluarga ibu?

Aspek psikomotor

1. Motivasi

1. Bagaimana ketika ada masalah dalam keluarga ibu, apakah ibu ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan masalahnya? 1. Apakah ada keluarga lain yang membantu menyelesaikan masalah ketika ada masalah dalam keluarga ibu dan apakah ibu selalu mau menerima bantuannya? Apabila mau menerima bantuannya bagaimana ibu mempercayai dan menyikapinya?

2. Kepercayaan dan sikap yang tepat

Sumber data primer, 2008 Sedangkan guide interview yang digunakan dalam wawancara dengan orang terdekat informan mengacu pada guide interview sebagai berikut :

35

Tabel 3. Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal untuk wawancara dengan Significant person. Aspek 1. Identitas Indikator perilaku fleksibilitas. Daftar Pertanyaan 1. Apakah anda mengenal ibu? 2. Sejauh mana anda mengenalnya? 1. Bagaimana kehidupan rumah tangganya menurut sepengetahuan anda? 1. Apakah pernah ibu menceritakan tentang masalah keluargannya? 2. Sejauh mana anda terlibat dalam kehidupan rumah tanggannya? 1. Bagaimana tanggapan anda mengenai ibu? 2. Bagaimana tentang sosialisasinya?

2. Kehidupan rumah tangganya

Berfikir sistematis

3. Permasalahan yang dihadapi

Kepercayaan dan sikap yang tepat

4. Pendapat significant person terhadap informan.

Emosi

Sumber data primer, 2008 2. Observasi Menurut Banister (Poerwandari, 1998) istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan

36

makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Patton (Poerwandari, 1998) menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada penelitian. Selain itu memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari dan juga memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara. Observasi yang digunakan bersifat deskriptif, yaitu mencatat data konkret berkaitan dengan fenomena yang diamati agar memungkinkan pembaca untuk dapat memvisualisasikan setting yang diamati. Dengan uraian deskriptif, pengamat meminimalkan biasnya, sehingga dengan sendirinya juga dapat mengembangkan analisis yang lebih akurat saat menginterprestasi seluruh data yang ada (Poerwandari, 1998). Alat pengumpulan data yang digunakan adalah guide observasi yang akan dijadikan pedoman dalam pengamatan terhadap subjek yaitu :

Tabel 4. Guide observasi Aspek 1) Fisik a. b. c. a. b. c. Hal-hal yang diobservasi Kondisi fisik. Pakaian yang dikenakan ketika wawancara. Sikap subjek ketika wawancara. Bahasa tubuh informan Ekspresi wajah Emosi informan ketika

2) Psikologis

37

3) Lingkungan

wawancara d. Interaksi informan dengan orangorang disekitarnya a. Lingkungan fisik dilakukannya wawancara b. Suasana ruangan dilakukannya wawancara.

Sumber data primer, 2008 E. Keabsahan data / Trustworthiness Menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Moleong (2001) membagi 4 kriteria keabsahan data yaitu : 1) Keteralihan (transferability) Keteralihan sebagai persoalan empiris yang bergantung pada kesamaan konteks pengirim dan penerima. Keteralihan dilakukan dengan cara uraian rinci (thick description) dimana peneliti melaporkan uraian hasil penelitian yang dilakukannya dengan teliti dan cermat sehingga mengambarkan kontek tempat penelitian diselenggarakan. 2) Kebergantungan (dependability) Penganti istilah reliabilitas dalam penelitian nonkualitatif. 3) Kepastian (confirmability). Objektifitas dalam penelitian kualitatif menghendaki penekanan bukan pada orang, melainkan pada data. Kebergantungan dan kepastian dapat

38

dilakukan dengan penulusuran audit (audit trail), proses ini didasarkan pada catatan-catatan pelaksanaan keseluruhan proses dan hasil studi. 4) Kepercayaan (credibility), Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi, dimana peneliti akan membandingkan apa yang dikatakan orang terdekat informan dengan apa yang dikatakan informan. F. Metode Analisis Data Analisis data merupakan satu langkah yang sangat kritis dalam suatu penelitian (Suryabrata, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis data adalah cara peneliti dalam mengolah data yang terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan penelitian. Poerwandari (1998) mengemukakan bahwa data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis ataupun bentuk-bentuk non angka lainnya. Nasution (1992) menyatakan bahwa analisis data adalah proses menyusun data, mengkategorikan data, mencari pola atau tema dengan maksud untuk memahami maknanya. Data-data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Berdasarkan jenis data tersebut maka teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah content analysis (analisis isi atau kajian isi). Berelson (Bungin,2004) mendefinisikan analisis isi sebagai metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, obyektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak.

39

Sedangkan Holsti (Moelong,2001) menyatakan bahwa kajian isi adalah teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.

40

BAB IV LAPORAN PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian merupakan tahap yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Orientasi lapangan Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di kota Surakarta dan Karanganyar. Informan yang digunakan sebagai sampel sebanyak 4 orang. Informan yang ada di Surakarta sebanyak 3 orang yang menghidupi keluargannya sebagai Wiraswasta (penjahit), Janda pensiunan POLRI, dan Pegawai Swasta (buruh harian lepas), ketiganya berasal dari Kelurahan yang berbeda-beda. Sedangkan 1 informan yang ada di Karanganyar Bekerja sebagai PNS (guru). Keempat informan tersebut memiliki usia, tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi, dan jumlah serta umur anak yang berbeda-beda. Penelitian pada informan pertama dilakukan di daerah aspol Manahan pada tanggal 9 September 2008, Kemudian penelitian informan kedua dilakukan di daerah Jagalan pada tanggal 9 September 2008, sedangkan penelitian informan ketiga dilakukan Sumber pada tanggal 18 September 2008, dan penelitian informan keempat dilakukan di daerah Gawanan Colomadu pada tanggal 24 September 2008.

41

2. Persiapan alat pengumpul data Penulis mempersiapkan beberapa alat pengumpul data untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Pedoman wawancara, Dalam penyusunan pedoman wawancara berdasarkan pada pertanyaan penelitian. Pedoman tersebut mengalami pengembangan dan penyempitan, artinya pedoman yang digunakan dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi penelitian sehingga diharapkan akan terkumpul data yang diantaranya menjawab pertanyaan penelitian tersebut. b. Pedoman observasi, Penyusunan pedoman observasi dilakukan untuk lebih memfokuskan hal-hal yang akan diobservasi serta memperkecil kemungkinan terlewatnya hal-hal penting yang harus diobservasi.

B. Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2008, dengan subjek penelitian sebanyak 4 orang wanita sebagai orang tua tunggal yang telah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya dan belum menikah lagi, yang terdiri dari 3 orang informan yang bertempat tinggal di Surakarta dan 1 orang informan yang bertempat tinggal di Karanganyar. Informasi tentang keberadaan subjek diketahui penulis melalui orangorang yang dekat dengan penulis dan juga dekat dengan informan penelitian.

42

Penulis melakukan wawancara dengan informan di rumahnya masing-masing. Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan orang terdekat subjek untuk menambah informasi. Selama wawancara subjek ada yang didampingi anaknya, namun ada pula yang tidak didampingi. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain peneliti berusaha mengetahui tentang masa lalu subjek, yaitu dengan melakukan rapport untuk mendapatkan informasi tentang diri subjek dan sekaligus melakukan observasi terhadap tingkah laku subjek dalam kehidupan keluarga. C. Analisis Data 1. Karakteristik informan penelitian Karakteristik informan penelitian dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 5. Karakteristik Informan Penelitian Keterangan Nama Informan Tingkat pendidikan Umur Kriteria anak Pekerjaan Alamat Lama menjanda Penyebab informan menjadi janda Informan I M SMA 47 Tahun Remaja 15 tahun Janda pensiunan Manahan 13 Tahun Meninggal karena sakit Informan II Y SMA 54 Tahun Dewasa awal 22 tahun Penjahit Jagalan 15 Tahun Meninggal karena sakit Informan III Informan IV T. R. S E. S SMA S1 45 Tahun Usia SD 9 tahun Buruh Sumber 2 Tahun Meninggal karena kecelakaan 36 Tahun Balita 5 tahun Guru Gawanan 5 Tahun Meninggal karena kecelakaan

Sumber data primer, 2008

2. Data hasil penelitian 2.1. Informan I (M / 47 Tahun / Janda pensiunan / Anak Remaja) a. Hasil data wawancara dengan informan

ASPEK Aspek kognitif

INDIKATOR PERILAKU 1. Berfikir positif tentang masalah yang dihadapi

PERTANYAAN Bagaimana informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya

HASIL WAWANCARA Penuh dengan kesabaran dan selalu berusaha (W I / S I, 19-20)

ANALISIS Informan menghadapi masalah dengan sabar dan selalu berusaha

Kesimpulan : Informan (M) menyikapi permasalahannya dengan penuh kesabaran dan selalu berusaha. 2. Berfikir positif tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah. Apakah ibu mengatasinya seorang diri ataukah melibatkan orang lain Kalau masih dalam masalah pendidikan, insya allah saya masih bisa mengatasi sendiri, tapi kalau sudah melibatkan menuju kemasa depan saya kompromikan dengan keluarga (W I/S I.51-55) Informan bisa mengatasi masalahnya sendiri apabila menurut informan masih bisa diatasi sendiri

Kesimpulan : Informan (M) mengajak keluarga terdekatnya untuk memikirkan langkah yang terbaik untuk dipilih43

3. Berfikir sistematis.

Apakah ibu selalu memikirkan akibat yang akan terjadi dari tindakan yang ibu pilih

Insya allah, yang sudah saya pikirkan itu, saya lakukan sudah saya pikirkan jernih, dengan bening insya allah tidak (W I/S I.88-90) Tidak, saya pasrah (W I/ S I.94)

Informan tidak terlebih dahulu memikirkan tindakan yang diambilnya.

Kesimpulan : Karena Informan (M) sudah pasrah maka informan tidak terlebih dahulu memikirkan tindakan yang diambilnya. 4. fleksibilitas. Bagaimana ketika masalah tersebut harus melibatkan orang lain kalau dalam masalah keluarga ya tidak masalah, tapi kalau masalah yang perlu dikomunikasikan sama keluarga ya saya konsultasikan, kalau nggak perlu ya nggak, nggak saya konsultasikan sama keluarga (W I/S I.100-106) Informan mau menerima dan melibatkan orang lain didalam masalahnya

Kesimpulan : Informan (M) mau meneriman dan melibatkan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.

44

Aspek Afektif

Emosi

Bagaimana cara ibu menyesuaikan diri pada masa awal ditinggal oleh bapak

menyesuaikan terhadap anak-anak itu karena yang biasannya dilakukan oleh suami otomatis saya lakukan, ee terus ya.. kita harus bersikap sabar (W I/S I. 139-143

Informan pertama kali bersikap sabar dan menyesuaikan dirinya terhadap anak-anaknya terlebih dahulu.

Kesimpulan : Informan (M) memegang kendali penuh dalam keluarga setelah kematian suaminya. Bagaimana perasaan ibu kalau menghadapi masalah cuma apa sok kadangkadang kesulitan yang tidak bisa teratasi untuk dirinya, hanya menyerahkan sama allah (W I/S I. 161-164) Perasaan informan hanya pasrah ketika menghadapi masalah

Kesimpulan : Ketika menghadapi masalah yang tidak bisa teratasi oleh informan (M), informan pasrah.

45

Bagaimana perasaan dan harapan ibu pada anak-anak

untuk anak-anak saya lebih baik daripada dari saya, dan untuk anakanak saya semoga anakanak saya menjadi anak yang betul-betul soleh dan solehah, bakti pada kepada orang tuannya, dunia sampai akherat itu yang saya harapkan (W I/S I. 264-270)

Informan berharap kehidupan anaknya kelak kebih baik daripada kehidupannya sekarang.

Kesimpulan : Informan (M) berharap anaknya lebih baik dari dirinya dan menjadi yang terbaik. Aspek psikomotor 1. Motivasi Bagaimana informan ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh keluarganya Saya kalau ada masalah, saya ingin karena saya anu tipe orangnya tuh tidak ingin menyimpan sesuatu hal yang dibohongi ataupun suatu persoalan yang tidak harus diselesaikan, segera diselesaikan, otomatis segera selesai besuk sudah ganti persoalan lagi ( W I/ S I, 172-178) Informan ingin langsung segera menyelesaikan masalahnya

Kesimpulan : Informan (M) selalu ingin langsung menyelesaikan masalah yang dihadapinya

46

2. epercayaan dan sikap yang tepat

Ada keluarga Apakah ada terutama dari fihak informan yang lain anggota keluarga keluarga saya ( W I/ S I, 186) yang membantu lain yang memecahkan membantu termasuk ibu saya masalah menyelesaikan (W I/ S I, 198) keluarganya masalah ibu ketika ada masalah dalam keluarga Kesimpulan : Informan (M) tidak memecahkan masalahnya seorang diri Apakah ibu selalu menerima bantuan yang diberikan dari keluarga Karena itu rejeki, mungkin rejeki anak saya tapi lewat mereka (W I/ S I, 231-232) karena semua itu yang memberikan dan yang menglantari tuh semua Allah (W I/ S I, 244-247) Saya yakin, semua datangnya dari Allah, cuma mer, anu hambannya tuh sebagai lantaran (W I/ S I, 252-254) Informan mau untuk menerima bantuan yang diberikan kepadannya

Kesimpulan ; Informan (M) menerima pemberian bantuan dari keluarga lain.

47

48

b. Hasil data observasi informan I 1) Observasi fisik Informan adalah seorang janda pensiunan TNI/POLRI yang beraktifitas sebagai ibu rumah tangga yang berusia 47 tahun. Subjek memiliki tinggi badan kurang lebih 160 cm, berat badan kurang lebih 50 kg, kulit sawo matang. Bentuk mata bulat, muka oval, hidung mancung, bibir tipis. Pada saat wawancara berlangsung informan mengenakan kerudung warna hitam, pakaian berwarna hitam bermotif batik dan celana kain panjang warna hitam. Pada saat wawancara berlangsung informan duduk di sebelah kiri peneliti. Tangan kirinya diletakkan di sandaran tangan kursi, dan punggungnya disandarkan pada sandaran kursi. Setelah wawancara berlangsung kurang lebih 10 menit ada orang yang beramu kerumah informan, informan mempersilahkan tamunya untuk masuk. Kemudian informan kembali menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Selama informan mendengar pertanyaan dari peneliti pandangan mata informan menatap kearah peneliti yang ada di sebelah kanannya, tetapi ketika menjawab pertanyaan pandangan mata informan memandang keatas dan kearah jalan. 2) Observasi psikologis Pada awal wawancara berlangsung subjek tersenyum kepada peneliti, tetapi setelah berjalan 5 menit pandangan mata informan mulai melihat keatas dan

49

kearah jalan ketika menceritakan saat-saat dirinya mengalami kesulitan dan kerepotan. Informan terlihat tertekan ketika wawancara berlangsung ini terlihat ketika informan menitikkan air mata saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Ketika wawancara selesai, informan meminta izin kepada peneliti untuk menemui tamu yang menunggunya. Dan setelah menemui tamunya informan duduk kembali di tempatnya semula. Tiga puluh menit kemudian peneliti meminta izin untuk pulang karena akan melanjutkan penelitian kepada informan kedua. 3) Observasi lingkungan Wawancara dilakukan di ruang tamu yang berukuran 3 meter x 7 meter. Ruangan itu berdinding tembok berwarna kuning gading, terdapat satu set kursi tamu yang terbuat dari kayu yang di polithuor warna gelap dan busa berwarna merah. Di ruangan ini juga terdapat meja yang terbuat dari kaca untuk menata barang-barang dagangan informan yang berupa barang-barang kelontong. Selain itu di dalam ruangan ini terdapat meja yang tingginya kurang lebih 50 cm yang difungsikan untuk meletakkan vas bunga. Di dinding ruangan ini juga terpajang sebuah jam dinding, foto suami informan ketika memakai seragam dinas dan foto anaknya ketika masih balita. Saat wawancara berlangsung suasana rumah tenang dan sepi karena hanya ada informan dan peneliti saja. Karena anak tertua informan sedang berada di

50

Wonogiri untuk berdinas dan anak kedua informan sedang berada di sekolah. Dengan suasana yang sepi perhatian informan hanya tertuju kepada peneliti, tetapi konsentrasi informan terpecah ketika ada tamu yang berkunjung kerumahnya.

2. Data hasil penelitian 2.2. Informan II (Y / 54 Tahun / Wiraswasta / Dewasa awal) a. Hasil data wawancara dengan informan

ASPEK

INDIKATOR PERILAKU 1. Berfikir positif tentang masalah yang dihadapi

PERTANYAAN

HASIL WAWANCARA pikir sendiri, jalani apa adannya, ndak usah mikir yang lain-lain lah pokoknya, kita bisa menyukupi kebutuhan untuk anak-anak, bisa bekerja (W I/ S II, 57-61) ndak terlalu memikirkan bangetbanget lah, kalau dipikirkan banget-banget kan kita bisa sakit lah, sakit, pusing (W I/ S II, 75-78)

ANALISIS

Aspek kognitif

Bagaimana informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya

Informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

Kesimpulan : Informan (Y) mengatasi masalah dan berfikir yang penting bisa mencukupi kebutuhan keluargannya

51

2. Berfikir positif tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah.

Apakah ibu mengatasinya seorang diri ataukah melibatkan orang lain

Ya nek terlalu berat, saya ya melibatkan pada orang lain, bertanyatanya bagaimana ni jalannya keluar kalau saya menerima kesulitan (W I/ S II, 116-119)

Ketika informan menghadapi permasalahan yang dianggapnya berat informan baru meminta tolong pada orang lain

Kesimpulan : Informan (Y) melibatkan orang lain ketika menghadapi masalah yang dianggap berat 3. Berfikir sistematis. Apakah ibu selalu memikirkan akibat yang akan terjadi dari tindakan yang ibu pilih saya kan sudah terpikir sebelumnya saya harus bertindak (W I/ S II, 175-176) Akibatnya sudah saya pikirkan (W I/ S II, 193) Informan memikirkan akibat dari tindakan yang dipilihnya

Kesimpulan : Informan (Y) selalu memikirkan dari tindakan yang dipilihnya

4. fleksibilitas.

Bagaimana ketika masalah tersebut harus melibatkan orang lain

Istilahe saya tidak isa menyelesaikan ya saya lari kemanakah yang saya tuju, tapi harus tepat kalau nggak tepat saya akan sakit hati (W I/ S II, 205-209)

Ketika masalah yang dihadapi informan harus menlibatkan orang lain, informan memilih orang yang tepat untuk membantunya

52

Kesimpulan : Ketika meminta bantuan orang lain informan (Y) memilih orang yang tepat untuk diminta membantunya Aspek Afektif Emosi Kita harus sabar, harus Sabar dan berdoa adalah cara informan dalam banyak berdoa menyesuaikan diri. terutama (W I/ S II, 291-292) Sabar dalam menghadapi segalannya (W I/ S II, 294) sok kita kan terkejut lah sekarang sendiri harus begini-begini (W I/ S II, 295-296) Kesimpulan : Sabar dan banyak berdoa adalah cara informan (Y) untuk menyesuaikan diri pada awal ditinggal suami Bagaimana cara ibu menyesuaikan diri pada masa awal ditinggal oleh bapak Bagaimana perasaan ibu kalau menghadapi masalah Sedih lah anu ndak ada yang membantu (W I/ S II, 329-330) Sedih ya mesti harus hilang, anak-anak tuh sok-sok sing hibur, sedih (W I/ S II, 341-342) Perasaan informan sedih ketika menghadapiu masalah.

Kesimpulan : Perasaan informan (Y) sedih ketika menghadapi masalah karena tidak ada yang membantu.

53

Bagaimana perasaan dan harapan ibu pada anak-anak

anak-anak menjadi baik, tidak nakal, jalan lurus, tidak macemmacem, itu Alhamdulillah anakanak bisa baik semuanya, ya lah tidak pernah mengecewakan saya (W I/ S II, 525-529)

Informan berharap anaknya menjadi baik dan tidak mengecewakannya.

Kesimpulan : Informan (Y) berharap anaknya tidak mengecewakannya. Aspek psikomotor 1. Motivasi Bagaimana informan ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh keluarganya pasti (W I/ S II, 348) Pasti, harus cepat selesai karena nek nggak selesai ya di dalam pikiran terus (W I/ S II, 350-351) Informan ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan masalahnya.

Kesimpulan : Informan (Y) Apabila menghadapi masalah ingin langsung segera untuk menyelesaikan masalahnya.

2. Kepercayaan dan sikap yang tepat

Apakah ada anggota keluarga lain yang membantu menyelesaikan masalah ibu ketika ada masalah dalam keluarga

Saudara-saudara dari ipar-ipar saya (W I/ S II, 134) Saudarane bapake (W I/ S II, 136) paling ya keluarga (W I/ S II, 413)

Ada anggota keluarga lain yang membantu menyelesaikan masalahnya.

54

Kesimpulan : Ada anggota keluarga lain yang membantu informan (Y) untuk menyelesaikan masalahnya Apakah ibu selalu menerima bantuan yang diberikan dari keluarga kalo kepepetnya ya mau no (W I/ S II, 444) bantuan saudara tuh sudah iklas (W I/ S II, 505) Menerima, ya terima kasih sekali pada yang kuasa (W I/ S II, 516-517) Informan mau menerima bantan yang diberikan kepadannya

Kesimpulan : Informan (Y) mau menerima bantuan yang diberikan kepadannya

55

56

b. Hasil data observasi informan II 1) Observasi fisik Informan adalah seorang ibu rumah tangga yang beraktifitas sebagai penjahit yang berusia 54 tahun. Subjek memiliki tinggi badan kurang lebih 155 cm, berat badan kurang lebih 50 kg, berambut hitam panjang berombak, kulit sawo matang. Bentuk mata bulat, muka bundar, hidung pesek, bibir tebal. Pada saat wawancara berlangsung informan mengenakan daster tanpa lengan, berwarna hijau bermotif bunga-bunga. Pada saat wawancara akan berlangsung informan duduk di hadapan peneliti. Kedua tangannya diletakkan di sandaran tangan kursi, dan punggungnya disandarkan pada sandaran kursi. Kemudian informan meminta izin kepada peneliti untuk mengambil bangku dan kembali duduk ditempat semula tetapi posisi duduknya berbeda kedua kakinya informan diluruskan serta diletakkan di bangku yang ada didepannya. Ketika wawancara berlangsung sekitar 10 menit ada orang yang lewat didepan rumah informan kemudian menyapa informan dan informan menjawab sapaannya dan kemudian kembali menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. 2) Observasi psikologis Pada saat wawancara berlangsung subjek tersenyum kepada peneliti dan banyak canda dan tertawa. Subjek terlihat tenang ketika diwawancara, hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan kepada peneliti yang disertai canda tawa. tetapi ketika informan menceritakan kisah kehidupannya pandangan mata informan mulai tidak terfokus melihat kearah peneliti, pandangan matanya mulai melihat ke langit-langit rumah, jendela dan pintu depan rumahnya yang terbuka. Ketika wawancara selesai, informan menawarkan kepada peneliti untuk

57

beristirahat dan melihat televisi terlebih dahulu di ruang keluarga. Lima belas menit kemudian peneliti dan anak bungsu informan meminta izin untuk pamit karena anaknya akan masuk kerja dan peneliti mengantarkan anaknya ketempat kerjanya. 3) Observasi lingkungan Wawancara dilakukan di ruang tamu yang berukuran 3 meter x 3 meter. Ruangan itu berdinding tembok berwarna putih, terdapat satu kursi panjang yang terbuat dari kayu yang di cat warna hitam dan busa berwarna hijau. Di ruangan ini juga terdapat mesin jahit dan kursi yang terbuat dari plastik yang digunakan informan untuk menjahit. Di sudut ruangan ruang tamu terdapat sebuah almari yang berwarna coklat tua. Selain itu di dalam ruangan ini juga terdapat dua sepeda motor yang biasa digunakan oleh adik informan, sepeda motor yang biasa digunakan informan dan anaknya serta sebuah sepeda angin. Di dinding ruangan ini juga terpajang sebuah lukisan yang bergambar pemandangan. Saat wawancara berlangsung suasana rumah ramai karena informan tinggal bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain, dan ada anggota keluarga yang lain yang menonton televisi, namun suara yang ditimbulkan oleh televisi tersebut tidak menggangu jalannya wawancara. Walaupun suasana di dalam rumah ramai tetapi kondisi ruang tamu tempat dilakukannya wawancara cukup tenang.

2. Data hasil penelitian 2.3. Informan III (T R S / 45 Tahun / Buruh / Usia sekolah dasar) a. Hasil data wawancara dengan informan

ASPEK

INDIKATOR PERILAKU 1. Berfikir positif tentang masalah yang dihadapi

PERTANYAAN

HASIL WAWANCARA kita harus berusaha (W I/ S III, 36-36)

ANALISIS

Aspek kognitif

Bagaimana informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya

Informan berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya

Kesimpulan : Informan (T R S) berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya 2. Berfikir positif tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah. Apakah ibu mengatasinya seorang diri ataukah melibatkan orang lain kalau kita sih masih bisa untuk menyelesaikan permasalahan kita, ya kita selesaikan, tapi kalau toh kita ndak bisa kita sendiri, ya kita melibatkan orang lain (W I/ S III, 59-63) tapi kalau tidak bisa ya kita minta tolong bantuan orang lain (W I/ S III, 68-69) kita harus berusaha untuk menyelesaikan Informan terlebih dahulu berusaha menyelesaikan permasalahannya sendiri.

58

sendiri (W I/ S III, 75-75) Tanpa bantuan orang lain, kalau masalah dalam keluarga (W I/ S III, 78-79) Kesimpulan : Informan (T R S) terlebih dahulu berusaha memecahkan masalahnya sendirian 3. Berfikir sistematis. Apakah ibu selalu memikirkan akibat yang akan terjadi dari tindakan yang ibu pilih Informan terlebih setiap kita melangkah dahulu memikirkan itu ya kita ini kita akibat dari tindakan pikirkan untuk jauh kedepan dan akibatnya yang dipilihnya (W I/ S III, 107-109) kita melangkah itu kita pikirkan lebih dahulu (W I/ S III, 112-113) Kesimpulan : Informan (T R S) selalu memikirkan terlebih dahulu langkah yang diambilnya Bagaimana ketika masalah tersebut harus melibatkan orang lain sikap kita kalau ada permasalahan seperti itu ya kita minta tolong sama orang lain (W I/ S III, 126-128) kadang-kadang kan harus membutuhkan orang lain. (W I/ S III, 158-159) Ya jadi kita kan minta tolong untuk orang lain (W I/ S III, 161-162) Informan mau melibatkan oranglain dalam masalahnya karema informan berpendapat dirinya juga membutuhkan orang lain.

2. fleksibilitas.

59

Kesimpulan : Informan (T R S) Mau untuk melibatkan orang lain dalam membantu menyelesaikan masalahnya. Aspek AfektifEmosi

Bagaimana cara ibu menyesuaikan diri pada masa awal ditinggal oleh bapak

pertama itu kan kita ya juga bingung ditinggal seperti itu, kita mengalami kesedihan dan katakanlah pada saat itu tertekan (W I/ S III, 202-205) Karena begitu langsung ditinggal ya kita merasa kehilangan (W I/ S III, 207-208)

Karena suami informan meninggal mendadak informan merasa bingung dan sedih ketika menyesuaikan dirinya.

Kesimpulan : Informan (T R S) merasa bingung di dalam menyesuaikan dirinya pada awal ditinggal suaminya Bagaimana perasaan ibu kalau menghadapi masalah tergantung permasalahannya (W I/ S III, 223-224) kalau memang di saatsaat permasalahannya itu menunjukkan ini menunjukkan kesedihan, ya kita sedih tapi kalau permasalahan itu menunjukkan harus kita bertindak, memang kita harus bertindak Perasaan informan ketika menghadapi masalah adalah tergantung dari masalah yang dihadapinya.

60

(W I/ S III, 228-233) Kesimpulan : Perasaan informan ketika menghadapi masalah tergantung dari masalah yang dihadapinnya. Bagaimana perasaan dan harapan ibu pada anak-anak untuk anak-anak untuk ee.. maju, untuk berprestasi, lha itu lho masa depannya cerah (W I/ S III, 436-438) Harapan informan adalah supaya anaknya maju dan berprestasi

Kesimpulan : Informan (T R S) berharap agar anaknya maju dan berprestasi Aspek psikomotor 1. Motivasi Bagaimana informan ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh keluarganya ada masalah ya kita semampu kita, ya ini kan menyelesaikan masalah (W I/ S III, 281-283) Semampu kita harus menyelesaikan secepatnya, karena nanti kalau terlalu lama masalah tuh berlarutlarut kan ya jadi beban (W I/ S III, 285-288) Informan ingin langsung menyelesaikan masalahnya karena takut menjadi beban.

Kesimpulan : Informan (T R S) berusaha semampunya untuk segera menyelesaikan masalahnya 2. Kepercayaan dan Apakah ada anggota sikap yang tepat keluarga lain yang membantu menyelesaikan masalah ibu ketika ada masalah ada (W I/ S III, 316) dari fihak keluarga (W I/ S III, 318) pihak keluarga saya61

dalam keluarga

sendiri, dari pihak dari suami sendiri, mereka mau untuk ini campur tangan (W I/ S III, 322-324) Kesimpulan : Ada anggota keluarga informan (T R S) yang lain yang ikut membantu menyelesaikan masalah Apakah ibu selalu menerima bantuan yang diberikan dari keluarga belum tentu, semua dikasih pandangan itu, belum tentu kita terima (W I/ S III, 375-377) belum tentu kita menelannya semua, karena apa. Dalam hati kita kan ada prinsipprinsip tertentu (W I/ S III, 384-387) belum tentu semua kita praktekan (W I/ S III, 418-419) Apa yang cocok sama kita, sesuai dengan kita (W I/ S III, 425-426) Informan tidak menerima semua bantuan yang diberikan kepadannya.

Kesimpulan : Informan (T R S) tidak selalu menerima bantuan yang diberikan kepadannya

62

63

b. Hasil data observasi informan III 1) Observasi fisik Informan adalah seorang janda yang berkerja sebagai buruh harian lepas disalah satu perusahaan yang berusia 45 tahun. Subjek memiliki tinggi badan kurang lebih 160 cm, berat badan kurang lebih 50 kg, berambut hitam sebahu berombak, rambut panjang, kulit sawo matang. Bentuk mata bulat, muka bundar, hidung pesek, bibir tebal. Pada saat wawancara berlangsung informan mengenakan daster lengan pendek, berwarna ungu muda bermotif bunga-bunga. Ketika informan membukakan pintu rumah dan bertemu dengan peneliti informan tersenyum dan mempersilahkan masuk peneliti dan teman peneliti. Pada saat wawancara akan berlangsung informan duduk di sebelah kanan peneliti. Kedua tangannya diletakkan di atas pahanya, dan punggungnya disandarkan pada sandaran kursi. Posisi duduk informan agak condong kebelakang merebahkan punggungnya. 2) Observasi psikologis Pada saat wawancara akan berlangsung teman peneliti meminta izin untuk keluar ruangan kemudian informan tersenyum kepada teman peneliti dan peneliti, namun sesekali informan menguap karena mengantuk. Subjek terlihat tenang ketika diwawancara, hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan kepada peneliti dengan suara yang lantang dan jelas dengan logat khas batak. Ketika informan menceritakan kisah kehidupannya pandangan mata informan tetap fokus tertuju kearah peneliti, pandangan matanya terus melihat kearah peneliti. Ketika wawancara selesai, informan menawarkan kepada peneliti untuk minum kopi terlebih dahulu.

64

Dua puluh menit kemudian peneliti dan teman peneliti yang mengantar meminta izin untuk pamit karena sudah malam dan takut kalau tidak bisa bangun untuk makan sahur. 3) Observasi lingkungan Wawancara dilakukan di ruang tamu yang berukuran 3 meter x 3 meter. Ruangan itu berdinding tembok berwarna putih, terdapat satu set kursi tamu model sudut yang terbuat dari busa yang tertutup dengan cover plastik yang berwarna merah dan mulai mengelupas covernya sehingga terlihat busa yang ada di dalamnya. Di ruangan ini juga terdapat televisi dan radio yang diletakkan di dalam almari di sebelah kanan kursi tamu yang biasa digunakan informan untuk bersantai dan di atas almari tersebut terdapat loud speaker dan tumpukan kertas-kertas yang tersusun berantakan. Di dinding ruangan ini juga terpajang sebuah gambar yang bergambar tuhan yesus dan sebuah jam dinding berbentuk kotak. Saat wawancara berlangsung suasana ruangan tempat wawancara tenang dan sepi karena hanya ada informan dan peneliti saja. Karena anak-anak informan sudah tidur dan teman peneliti yang mengantar peneliti berbincang-bincang dengan teman informan di halaman depan rumah informan. Dengan suasana yang sepi perhatian informan hanya tertuju kepada peneliti, tetapi konsentrasi informan terkadang terpecah ketika ada sms yang masuk ke ponselnya.

2. Data hasil penelitian 2.4. Informan IV (E S / 36 Tahun / Guru / Balita) a. Hasil data wawancara dengan informan

ASPEK

INDIKATOR PERILAKU 1. Berfikir positif tentang masalah yang dihadapi

PERTANYAAN

HASIL WAWANCARA biarlah anggapan orang (W I/ S IV, 84) yang penting saya menjaga perilaku saya (W I/ S IV, 90-91) saya sikapi ya biasa saja (W I/ S IV, 114-115) Saya harus mensikapi dengan ikhlas dan juga berusaha untuk tetap berbuat baik pada orang lain, tetap menjaga perilaku, meningkatkan iman, ya itu ya kita kembalikan pada Allah, semua perilaku tuh yang mengetahui kan Allah (W I/ S IV, 127-133)

ANALISIS

Aspek kognitif

Bagaimana informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya

Informan mensikapi masalahnya dengan biasa saja karena semuanya sudah dikembalikan pada Allah.

Kesimpulan : Ketika ada masalah infor