PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA...

141
PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA SAAT INI Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) Disusun Oleh: FATLUL LATIF NIM: 21150340000009 PROGRAM MAGISTER ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M. / 1440 H.

Transcript of PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA...

Page 1: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM

DAN RELEVANSINYA SAAT INI

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Magister Agama (M.Ag)

Disusun Oleh:

FATLUL LATIF

NIM: 21150340000009

PROGRAM MAGISTER ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M. / 1440 H.

Page 2: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

PENGESAHAN PANITIA UJIAN TESIS TERBUKA

Tcsis bqiudul ・ PEMBUNUHAN DALAM TAFSiR AH血 〔 DANRELEVANSINYA SAAT INI''yang ditulis oleh Fatlul Latit Nomor lnduk

Mahasiswa NIM):2H50340000009,Mahasiswa Program Magister,Fakultas:

Ushuluddin,」 urusan:1lmu Al― Qur'M dan Taお lr,Konscntrasi:Tafs缶 ,telahdittikan dan dinyatakan LULUS dalaln sidang Tcsis Terbuka pada tangga1 31 Juli

2019,dan tesis ini telah diperb江 ki sesu激 dengan masukan… masukan dm Pentti.

Ketua Sidang

Dr.Bustal■ lin,M.Si

NIP:196307011998031003

Pengu」lI

Penguji Ill/Pembimbing I

Sekretaris Sidang

1974051

1989031005 NIP:1974051

Penguji IV/Pembimbing II

白 usuf Ralunan、 M.ANIP:196702131992031002

.Faizah Ali

卜IIP:195507072 122001

Page 3: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

l. Tesis ini merupakankarya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyadaan memperoleh gelar Starata dua (S2) Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan

Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlak-u di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil plagiarism karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlakn di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta,23 Juli2019.

つ4

3.

21150340000009

Page 4: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

i

ABSTRAK

Fatlul Latif

Pembunuhan dalam Tafsȋr Ahkȃm dan Relevansinya saat ini.

Kata Kunci: Pembunuhan, Tafsir, Tafsir Tematik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran para mufassir tentang

konsep pembunuhan, dan argumentasi perbedaan pendapat para mufassir tentang

sanksi atau hukuman bagi pelaku pembunuhan. Dalam hal ini, para mufassir telah

banyak membahas terkait tentang pembunuhan dan sanksinya dalam kitab-kitab

tafsir. Namun sebagian dari mereka berbeda pendapat tentang sanksi

pembunuhan, khususnya pembunuhan yang disengaja dengan sanksi qisȃs.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode tematik

(mawḍu’ȋ) yang disajikan secara deskriptif-analitis. Metode tematik ini digunakan

untuk mencari pandangan para mufassir tentang pembunuhan (al-Qatl) dengan

cara menghimpun seluruh ayat yang dimaksud, kemudian melacak dan

menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang ditetapkan,

kemudian menganalisisnya dengan ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah

yang dibahas agar melahirkan suatu uraian yang utuh dari kitab-kitab tafsir

tentang masalah yang dikaji. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini diambil dari kitab-kitab tafsir sebagai sumber data primer, dan buku-buku lain

yang relevan dengan tema penelitian sebagai sumber data sekunder.

Dari penelitian yang dilakukan, tesis ini menyimpulkan bahwa dalam al-

Qur’an lafad Qatl dan derivasinya terdapat 170 kata. Dalam pandangan para

mufassir pembunuhan merupakan segala bentuk perbuatan yang bisa

menghilangkan nyawa, serta pembunuhan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Dari kedua jenis

pembunuhan tersebut memiliki kriteria dan sanksi yang berbeda-beda. Para

mufassir menitikberatkan pandangannya pada sanksi pembunuhan sengaja, yaitu

qisȃs. Artinya, setiap tindakan atau perbuatan yang bisa menghilangkan nyawa

seseorang dengan sengaja maka sanksinya adalah qisȃs, tanpa memandang status

antara pelaku dan korban. sedangkan sanksi untuk pembunuhan tidak sengaja

adalah memerdekakan budak serta membayar diyat, atau berpuasa dua bulan

berturut-turut jika tidak menemukan budak. Perbedaan pendapat ini didasarkan

pada perbedaan mazhab yang dianut oleh para mufassir. Pemberlakuan qisȃs juga

diterapkan terhadap kejahatan-kejahatan tertentu jika perbuatannya

mengakibatkan korban meninggal dunia dengan sengaja. Seperti halnya teroris,

Bandar narkoba, dan perampokan disertai kekerasan (begal). Dalam menghukumi

pelaku pembunuhan ini tentunya melalui pendekatan tujuan syari’at (maqȃsid as-

syarȋʻah) yaitu memelihara agama, memelihara jiwa atau menjaga kelangsungan

hidup, memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta.

Page 5: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

ii

ABSTRACT

Fatlul Latif

Murder in Ahkam’s Interpretation and its current Relevance.

Keywords: Murder, Interpretation, Thematic Interpretation.

This study aims to determine the interpretation of the interpreters about the

concept of murder, and the argumentation of differences of opinion among the

interpreters about sanctions or punishments for the perpetrators of murder. In this

case, the interpreters have discussed a lot about murder and its sanctions in the

commentaries. But some of them disagree about sanctions for murder, especially

deliberate killings with sanctions.

This is a qualitative research with a thematic method (mawḍui) which is

presented descriptively and analytically. This thematic method is used to look for

the views of the interpreters about murder (al-Qatl) by collecting all the verses in

question, then tracing and gathering verses related to the problem set, then

analyzing them with aids that are relevant to the problem discussed so as to give

birth to a complete description of the books of interpretation about the problem

under study. The data collection techniques in this study were taken from

commentaries as primary data sources, and other books relevant to the research

theme as secondary data sources.

In this research, this thesis concludes that the word Qatl in the Quran and

its derivatives consist 170 words. In the view of the assassins the murders are all

forms of actions that can eliminate lives, and murders are classified into two,

namely deliberate murder and accidental murder. Of the two types of killings

have different criteria and sanctions. Interpreters emphasized their views on

sanctions for deliberate murder, namely qisas. That is, every action or action that

can intentionally eliminate one's life, the sanction is qisas, regardless of the status

between the perpetrator and the victim

while sanctions for accidental murder are freeing slaves and paying diyat,

or fasting for two consecutive months if they do not find slaves. This difference

of opinion is based on differences in the schools adopted by the interpreters. The

application of qisas is also applied to certain crimes if the act causes the victim to

die intentionally. Like terrorists, drug dealers, and robberies accompanied by

violence. In punishing the perpetrators of these killings, of course, through the

approach of the goal of the Syariah, which is to maintain religion, survival, mind,

offspring, and property.

Page 6: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

iii

الدلخص

القتل في تفسير الأحكام وما يتعلق بو

عناصر: القتل، التفسير، التفسير الدوضوعي

ختتاففات حو و الا ،القتلعن مفهوم تفسير الدفسرين تهدف ىذه الدراسة إلى معرفةة قد بينها الدفسرون في كتب تفاسيرىم. وقد قا وقيل في ذلك مىذه القي .لعقوبات مرتكبي القت

بعقوبة اقتل عمداليتعلق بعقوبة القتل ، وختاصة في عقوبة االخافف بينهم فيمإلي أن جرى القصاص

وانطافقا مما سبق، قمت بهذا البحث عن صورة البحث النوعي بطريقة موضوعية يتم ديمها بشكل تحليلي. تستخدم ىذه الطريقة الدوضوعية للبحث عن آراء الدفسرين حو القتل من تق

ختاف جمع كل الآيات الدختصة، ثم نأختذ ونختر الآيات الدتعلقة بالدسألة، ثم يتم تحليلها بالعلوم ىذه الدساعدة ذات الصلة بالدسألة، حتي ينا بيانا كافيا ووصفا كاماف من كتب التفاسير حو

الدسألة. أما طريقة الجمع في ىذه الدراسة الدأختوذة من كتب التفاسير نجعلها مصادر أولية، وإذا كانت من الكتب غيرىا التي ذات الصلة بموضوع البحث نجعلها مصادر مساعدة

لفظ القتل في القرآن ومشتقاتو من البحث الذي أجري ، ختلصت ىذه الرسالة إلى أن كلمة. من وجهة نظر الدفسرين فإن جريمة القتل في جميع أنواعو وأشكالو التي تؤدي إلى 071ىناك

وقتل غير عمد. من بين ىذين النوعين من اإزالة أرواح الانسان تنقسم إلى قسمين ، وهما قتل عمد، ىو ات نظرىم إلى عقوبة قتل عمدالقتل معايير وعقوبات مختلفة. أكد الدفسرون من وجها, اح الانسان عمدا، وعقوبتو القصاصالقصص. قتل عمد ىو كل جريمة التي تؤدي إلى إزالة أرو

وأما عقوبة قتل غير عمد ىي تحرير الرقبة ودفع بعض النظر عن الوضع بين القاتل والدقتو ,ىذا الاختتافف في الرأي على الديات، أو صيام شهرين متتابعين إذا لم يجدوا الرقبة. يعتمد

الاختتاففات في الدذاىب التي يعتمدىا الدفسرون. ويتم تطبيق عقوبة ىذا القصاص أيضا على بعض الجرائم إذا تسبب الفعل الى وفاة الانسان عمدا. مثل عملية الارىاب وتجارة الدخدرات وعملية

ن ختاف مقاصد الشريعة ، وىي م السطو السلب بالعنف. والذدف من ىذه العقوبة في جريمة القتل ظ على الدا النسل والحفالحفظ على ظ على العقل و الحفظ على الدين و الحفظ على النفس والحف

Page 7: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah

memberikan rahmat dan nikmatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah buat

junjungan alam Nabi besar Muhammad Saw.

Sebagai manusia yang memiliki kekurangan, penulis menyadari bahwa

penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan tesis ini tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian tesis ini. Berbagai pihak tersebut antara lain:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr.

Amany Lubis, M.A.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, Dr. Yusuf Rahman, M.A. Wakil Dekan, Dr. Kusmana, M.A, Dr.

Lilik Ummi Kaltsum, M.A, Dr. Media Zainul Bahri, M.A

3. Ketua Program Magister (S2) Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Bustamin, M.S.i dan Sekretaris

progam Magister Dr. Ahmad Fudhaili, M.Ag.

4. Pembimbing penulis, Dr. Yusuf Rahman, M.A dan Dr. Faizah Ali

Syibromalisi M.A, karena telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan teis ini. Bimbingan, saran, dan masukan yang telah

diberikan sangat berguna bagi penulis.

Page 8: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

v

5. Dosen Penguji, Dr. M. Suryadinata, M.A, dan Dr. Ahmad Fudhaili, M.A

yang telah memberi ilmu memberi ilmu, kritik, dan saran kepada penulis

untuk kesempurnaan penulisan Tesisi ini..

6. Para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis terkhusus di

program Magister Fakultas Ushuluddin, yaitu: Prof. Masri Mansour, M.A,

M.A, Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, M.A, Prof. Dr. Kautsar Azhari

Noer, M.A , Prof. Dr. Abdul Azis Dahlan, M.A, Dr. Yusuf Rahman, Dr.

Faizah Ali Syibromalisi, M.A, Dr. Lilik Umi Kaltsum, M.A, Dr. Akhsin

Sakho M. Asyrofuddin, Dr. M. Suryadinata, M.A, Dr. Abdul Moqsith

Ghazali, M.A, M.A, Dr. Bustamin, M.S.i, M.A, Dr. Ahzami Sami’un

Jazuli, M.A, dan Dr. Izza Rahman, M.A, Dr. Fuad Thohari, M.A.

7. Kedua orang tua penulis Ibunda Ny. Faridah, dan ayahanda tercinta (Alm).

KH. Zuhri, kakak tercinta Faizatus Salamah Zuhri, S.pd.i berserta

suaminya Moh. Muhi, S.pd.i. tak lupa keponakan tercinta Moh. Fatih

Izzulhaq al-Mughni, Moh. Fawwaz Fikri al-Mughni, dan Azkiya Fikratus

Sholehah al-Mughni, yang selalu memberikan senyum disaat mengahadapi

masalah dalam penulisan tesis ini, serta selalu mendo’akan dan

memberikan semangat kepada penulis, sehingga penulis mendapatkan

semangat untuk menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah swt. selalu

memberikan rahmat dan keberkahan kepada nya.

8. Teman-teman program magister fakultas Ushuluddin terkhusus lagi

angkatan 2015, dan semua teman-teman di fakultas Ushuluddin. Penulis

mengharapkan kepada Allah swt. agar pihak-pihak yang telah membantu

Page 9: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

vi

penulis, baik yang tertulis, maupun yang tidak tertulis dibalas oleh Allah

swt. dengan kebaikan yang berlipat. Akhirnya hanya kepada Allah swt.

9. Kepada teman-teman yang selalu mensupport dalam proses penulisan tesis

ini, teman-teman alumni S1 Al-Hikmah, teman-teman organisasi Forum

Mahasiswa Madura (Formad), Forum Komunikasi Mahasiswa Santri

Banyuanyar (FKMSB), serta semua yang memberikan support secara

langsung maupun tidak langsung.

penulis memohon petunjuk dan berserah diri semoga tesis ini bermanfaat

bagi pembaca dan menjadi amal kebaikan bagi penulis, amin.

Jakata, 26 Juli 2019

Penulis,

Fatlul Latif

NIM:

21150340000009

Page 10: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... ……i

KATA PENGANTAR .................................................................................... …..iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... ….vii

PEDOMAN TRANSLITERASI HURUF ARAB-LATIN .......................... …...x

BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................... …...1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... …...1

B. Identifikasi Masalah ........................................................... …...8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. …...8

D. Tujuan Penelitian ............................................................... …...9

E. Manfaat Penelitian ............................................................. …...9

F. Tinjauan Pustaka ................................................................ ….10

G. Metodologi Penelitian ........................................................ ….14

H. Sistematika Penulisan......................................................... ….18

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN DALAM

TAFSȊR AHKȂM ....................................................................... ….20

A. Definisi Pembunuhan (al-Qatl) ........................................... ….20

B. al-Qatl dan derivasinya ........................................................ ….22

C. Sejarah munculnya Pembunuhan ......................................... ….26

BAB III : DISKURSUS SEPUTAR PEMBUNUHAN DARI SEGI NIAT

KORBAN DAN SANKSI BAGI PELAKU PEMBUNUHAN

TAFSȊR AHKȂM ..................................................................... ….35

A. Pembunuhan dari Segi Niat ................................................. ….35

Page 11: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

viii

1. Pembunuhan Sengaja .................................................... ….39

a. Definisi pembunuhan sengaja ................................... ….39

b. Kriteria Pembunuhan sengaja ................................... ….42

2. Pembunuhan Tidak Sengaja ......................................... ….44

a. Definisi pembunuhan tidak sengaja .......................... ….44

b. Kriteria pembunuhan tidak sengaja .......................... ….46

B. Pembunuhan dari sisi pelaku dan korban ............................ ….49

1. Orang Merdeka ............................................................. ….50

2. Budak ............................................................................ ….53

3. Non Muslim (Kafir) ...................................................... ….57

4. Perempuan .................................................................... ….60

5. Anak-anak ..................................................................... ….62

6. Janin .............................................................................. ….66

C. Hukum dan Sanksi terhadap pelaku pembunuhan ............... ….67

1. Hukum Pembunuhan .................................................... ….67

2. Sanksi pelaku Pembunuhan.......................................... ….74

a. Sanksi pelaku pembunuhan sengaja ......................... ….74

b. Sanksi bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja ........ ….98

BAB IV : RELEVANSI PEMBUNUHAN SAAT INI ............................ ….95

A. Relevansi Pembunuhan. ..................................................... ….95

B. Macam-macam Pembunuhan Saat ini. ............................... ...107

1. Narkoba ........................................................................ ...107

2. Terorisme ..................................................................... ...111

3. Perampokan dengan kekerasan (Begal) ....................... ...114

Page 12: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

ix

BAB V : PENUTUP .................................................................................. ..119

A. Kesimpulan .......................................................................... ..119

B. Rekomendasi ........................................................................ ..120

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ..121

Page 13: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

x

PEDOMAN TRANSLITERASI HURUF ARAB-LATIN

Tesis ini menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-Latin sebagai berikut:

A. Padanan Aksara

No. Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا 1

b be ب 2

t te ت 3

ts te dengan es ث 4

j je ج 5

h ha dengan garis di bawah ح 6

kh ka dengan ha خ 7

d de د 8

dz de dengan zet ذ 9

r er ر 10

z zet ز 11

s es س 12

sy es dengan ye ش 13

s es dengan garis di bawah ص 14

d de dengan garis di bawah ض 15

t te dengan garis di bawah ط 16

z zet dengan garis di bawah ظ 17

‘ ع 18koma terbalik di atas hadap

kanan

gh ge dengan ha غ 19

f ef ؼ 20

q ki ؽ 21

k ka ؾ 22

Page 14: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

xi

l el ؿ 23

m em ـ 24

n en ف 25

w we ك 26

h ha ق 27

apostrof ’ ء 28

y ye ي 29

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Adapun ketentuan vokal

panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan

huruf.

1. Vokal Tunggal (Monoftong)

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

1 ______ A Fatḥah

2 ______ I Kasrah

3 ______ U Dammah

2. Vokal Rangkap (Diftong)

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

ي_ _ 1 ai a dan i

ك_ _ 2 au a dan u

3. Vokal Panjang (Madd)

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

ȃ a dengan topi di atas اػ 1

ȋ i dengan topi di atas يػ 2

ȗ u dengan topi di atas ك ـ 3

Page 15: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

xii

C. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam aksara Arab dilambangkan dengan huruf /l/ baik

diikuti oleh huruf syamsiyyah, maupun huruf qamariyyah, al-rijȃl bukan ar-rijȃl,

al-diwȃn bukan ad-diwȃn.

D. Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab yang dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ___ (, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal

ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata رورة tidak الض

ditulis ad-darȗrah, melainkan al-darȗrah, demikian seterusnya.

E. Ta Marbȗṭah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbȗṭah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh no.1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbȗṭah tersebut

diikuti oleh kata sifat (naʻt) (lihat contoh no.2). Namun, jika huruf ta marbȗtah

tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi

huruf /t/ (lihat contoh no.3).

Contoh:

No. Kata Arab Transliterasi

Tarȋqah طريقة 1

al-jȃmiʻah al-Islȃmiyyah الجامعة الإسلامية 2

waḥdat al-wujȗd كحدة الوجود 3

Page 16: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

xiii

F. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan

permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Abȗ Hamid al-Ghazȃlȋ, bukan Abu Hamid Al- al-

Ghazȃlȋ, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

G. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di

atas:

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu ذهب اللأستاد

tsabata al-ajru ثػبت الأجر

Page 17: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

xiv

al-harakah al-‘asriyyah الركة العصرية

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh ل الل ٳاشهد اف ل اله

Maulânâ Malik al-Sâlih نا مالك الصالحمول

yu’atstsirukum Allâh يػؤثركم الل

al-mazâhir al-‘aqliyyah المظاهر العقلية

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu

dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad

Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.

Page 18: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Studi tafsir al-Qur‟ȃn senantiasa mengalami perkembangan seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan lain seperti linguistik, hermeneutika, sosiologi,

antropologi dan juga komunikasi yang dipandang sebagai ilmu bantu bagi „ulȗm

al-Qur‟ȃn (ilmu-ilmu al-Qur‟an) berkenaan dengan objek penelitian dalam kajian

teks al-Qur‟ȃn.1

Secara garis besar, genre dan objek penelitian al-Qur‟ȃn dapat dibagi

dalam tiga varian.2 Pertama, penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap

teks al-Qur‟ȃn sebagai objek penelitian. Sejak masa Nabi Muhammad saw hingga

sekarang al-Qur‟ȃn dipahami dan ditafsirkan baik secara mushafi maupun tematik,

yang selanjutnya hasil penafsiran tersebut dijadikaan objek kajian. Sejumlah

pertanyaan terkait dengan metode hasil penafsiran pun hendak dicari jawabannya

dengan mencoba menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

penafsiran seseorang dan hubungannya dengan zeitgeist (semangat zaman).

Kedua, penelitian yang menempatkan hal-hal di luar teks al-Qur‟ȃn namun

berkaitan erat dengan kemunculannya sebagai objek kajian. Penelitian ini oleh

Amin al-Khȗlȋ disebut dengan Dirȃsat mȃ hawla al-Qur‟ȃn. Sebagai contoh

1 Di masa sekarang metode dan pendekatan linguistik modern, seperti semantik, semiotik

dan ilmu komunikasi turut mewarnai kajian al-Qur‟an. Lihat misalnya Ian Richard Netton,“Surat

al-Kahf: Structure and Semiotics,”dalam Journal of Quranic Studies 2:1 (2000), h. 67 ; Neal

Robinson, “The Structure and Interpretation of Surat al-Mu‟minȗn”dalam Journal of Quranic

Studies 2:1 (2000), h. 89.Sahiron Syamsuddin pada kata pengantar “Ranah-ranah Penelitian

dalam Studi al-Quran dan Hadis”, Dosen Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), h. xi. 2 Sahiron Syamsuddin pada kata pengantar “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-

Quran dan Hadis..h. xi

Page 19: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

2

berkenaan dengan hal ini adalah munculnya kajian tentang „ulȗm al-Qur‟ȃn,3

asbȃb al-nuzȗl dan juga pengkodifikasian al-Qur‟ȃn, yang telah mendapat

perhatian besar dari ulama klasik.

Ketiga, penelitian yang menempatkan teks al-Qur‟ȃn sebagai objek kajian.

Dalam hal ini teks al-Qur‟ȃn diteliti dan dianalisa dengan pendekatan dan metode

tertentu sehingga peneliti dapat menemukan “sesuatu” yang baru. Sesuatu yang di

maksud itu bisa berupa konsep-konsep tertentu yang bersumber dari teks al-

Qur‟ȃn dan juga bisa berupa features (gambaran) dari teks itu sendiri. Amin al-

Khȗlȋ menyebut penelitian yang menjadikan teks al-Qur‟ȃn sebagai objek kajian

ini dengan istilah Dirȃsȃt mȃ fȋ al-nas.4 Tujuan dari kajian semacam ini bisa

beragam bergantung pada keinginan serta keahlian dari masing-masing peneliti,

seperti kajian menguak wawasan (weltanschauung) al-Qur‟ȃn tentang konsep

tertentu, yang pada akhirnya konsep Qur‟ȃni yang dipahami melalui penelitian

tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

Dari sudut isi dan kandungan, al-Qur‟ȃn mencakup seluruh aspek

kehidupan masyarakat. Di dalamnya tidak hanya dibahas soal akidah, ibadah,

muamalah, melainkan juga soal hukum. Ayat hukum adalah ayat-ayat al-Qur‟ȃn

yang mengandung hukum terkait dengan perbuatan manusia (mukallaf). Salah

3 Lihat misalnya al-Zarkashi, Al-Burhȃn fȋ „Ulȗm al-Qur‟ȃn (Kairo: Dȃr Ihyȃ‟ al-„Ulȗm

al-„Arabiyah, 1957) ; Jalȃl al-Dȋn al-Suyȗtȋ, Al-Itqȃn fȋ „Ulȗm al-Qur‟ȃn (Kairo: Dar al-Tutarth,

tt.). Lihat juga Alif Jatmiko, Skripsi: Kecerdasan Emosi dalam Perspektif al-Qur‟an, Tesis,

Mahasiswa Magister dalam Program Studi Keislaman Konsentrasi Tafsir-Hadis Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014. h. 2. 4 Kajian semacam ini biasanya dilakukan oleh cendekiawan al-Qur‟an,metode yang

digunakan biasanya mengarah pada Tafsir Mawdȗ‟ȋ atau juga biasa disebut dengan Dirȃsah

Qur‟ȃniyah Maudȗ‟iyah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh „Ȃisyah „Abd al-Rahmȃn Bint al-

Shȃti‟, Al-Qur‟ȃn wa Qadȃya al-Insȃn (Beirut: Dar al-„Ilm li Malayin,1978). Lihat juga Alif

Jatmiko, Skripsi: Kecerdasan Emosi dalam Perspektif al-Qur‟an..h. 2

Page 20: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

3

satu di antara ayat-ayat hukum dalam al-Qur‟ȃn adalah tentang masalah

pembunuhan (al-Qatl).

Masalah Pembunuhan banyak diungkap dalam al-Qur‟ȃn yang tujuannya

adalah demi menjaga dan memelihara jiwa manusia di muka bumi. Makna al-Qatl

dalam al-Qur‟ȃn banyak diungkap dengan kasus dan makna yang berbeda,

meskipun pada dasarnya mempunyai makna pembunuhan. Namun kata al-Qatl

dan derivasinya dalam al-Qur‟ȃn memiliki makna yang berbeda-beda, di

antaranya Semua makna qatala dan derivasinya mempunyai makna pembunuhan

kecuali pada QS. al-Imrȃn (3): 157, 158, 169 maknanya “Gugur”, QS. an-Nisȃ‟

(4): 74 maknanya “Gugur”, QS. Muhammad (47): 4 maknanya “Gugur”, QS. adz-

dzariyȃt (51): 10 maknanya terkutuk, QS. al-Muddassir (74): 19, 20 maknanya

“Celaka”, QS. Abasa (80): 17 maknanya “Celaka”, QS. al-Burȗj (85): 4 maknanya

“Binasa”.5

Dalam Mu‟jȃm Mufradȃt al-fȃz al-Qur‟ȃn makna al-Qatl adalah

menghilangkan ruh dari jasad seperti mati.6 Sejalan dengan pendapat tersebut

Abdul Qȃdir „Awdah memberi pengertian bahwa pembunuhan merupakan suatu

tindakan menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan jiwa anak Adam

oleh perbuatan anak Adam yang lain.7 Dari definisi tersebut dapat diambil intisari

bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang

mengakibatkan hilangnya nyawa, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak

sengaja.

5 Hasil penelitian dengan bantuan aplikasi maktabah syamilah dan dipadukan dengan al-

Qur‟an versi Kementerian Agama dan terjemahnya. 6 Al-Rȃghib al-Asfahȃnȋ, Mu‟jȃm Mufradȃt al-fȃz al-Qur‟ȃn (Damsik: Dȃr al-Qalȃm,

2009), h. 655. 7 Abd al-Qȃdir „Awdah, al-Tasyrȋ‟u al-Jinȃ‟ȋ al-Islȃmȋ muqȃranan bȋ al-Qȃnȗn al-Wad‟ȋ

(Beirȗt: Dȃr al-Kitȃb al-„Arabȋ, t.th h), Jil. II, h. 6.

Page 21: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

4

Bentuk pembunuhan secara sengaja ini disepakati oleh para mufasssir

dengan sanksi qisȃs Namun pemberlakuan qisȃs ini terjadi perbedaan pendapat.

Sebagian menyatakan bahwa hukuman qisȃs hanya berlaku bagi pelaku jika telah

memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan korban. Artinya, pelaku

pembunuhan bisa diqisȃs, bisa juga tidak, dan yang kedua, pelaku pembunuhan

wajib qisȃs tanpa memandang syarat-syarat tertentu.

Pertama: Sebagian pendapat yang mengatakan bahwa qisȃs dapat

dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, dalam hal ini qisȃs bisa diterapkan, bisa

juga tidak. Salah satu contoh adalah korban bukan bagian dari pelaku

pembunuhan. Maksudnya, antara keduanya tidak ada hubungan darah antara anak

dan bapak. Dengan demikian, jika ayah membunuh anaknya, maka tidak dapat

dihukum qisȃs.8

Alasannya, berdasarkan hadȋs yang diriwayatkan al-Tirmidzȋ:

9د ل و ل ب د ال و ال اد ق ي :ل ل و ق ي اللهصلى الله عليه وسلمل و س ر ت ع :س ال ق اب ط ال ن اب مر ع ن ع

Artinya: Dari Umar bin al-Khattab berkata: saya mendengar Rasulullah

saw bersabda: “tidak diqisȃs orang tua yang membunuh anaknya”.

Selain status keturunan antara bapak dan anak, keumuman lafad dalam

QS: Al-Baqarah [2]: 178 yang berbunnyi:

و الأن ل ع ب د ب و ال ع ب د ل ر ب ال ر ال ق ت ل ى ف ال ق ص اص ع ل ي ك م ك ت ب آم ن وا ال ذ ين ا أ ي ه لأن ث ىي ب ث ى(٨٧١)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisȃs berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,

hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

8 Abd al-Qȃdir „Awdah, al-Tasyrȋ‟u al-Jinȃ‟ȋ…Jil II, hlm. 93.

9 Muhammad bin „Ȋsa al-Tirmidzȋ, Sunan al-Tirmidzi wa huwa al-Jȃmi‟ al-Sahȋh )Beirȗt-

Libanon: Dȃr al-Kutub al-Ilmiyyah, tt), Juz IV, h.12.

Page 22: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

5

Dalam ayat ini persamaan status masih menjadi pedebatan dalam

menentukan hukum qisȃs.

Kedua: Pendapat ini tidak melihat stasus yang dianut oleh pelaku dan

korban, artinya adalah setiap orang memiliki hak yang sama untuk dilindungi

hidupnya tanpa melihat status yang dianutnya. Karena itu, maka siapapun orang

yang menghilangkan nyawa orang lain, maka hukuman qisȃs berlaku padanya.10

Berdasarkan uraian di atas, bahwa penetapan hukuman qisȃs menimbulkan

banyak perbedaan pandangan di kalangan mufassir, disatu pihak menentukan

adanya syarat-syarat tertentu dengan dilaksanakannya qisȃs, namun dipihak lain

tidak mensyaratkan adanya syarat-syarat tertentu. Artinya, setiap pelaku

pembunuhan maka wajib diqisȃs.

Al-Qur‟ȃn pada mulanya diwahyukan sebagai respon terhadap situasi

masyarakat saat itu, kemudian tumbuh dan berkembang lebih luas lagi. Seiring

dengan berkembangnya Islam ke berbagai penjuru, maka muncul pula persoalan-

persoalan baru yang berbeda dengan persoalan yang dihadapi kaum muslimin di

masa Rasulullah saw. Sedangkan al-Qur‟ȃn hanya memuat sebagian hukum-

hukum terinci, sementara sunnah terbatas pada kasus-kasus yang terjadi pada

masa Rasulullah saw. Maka untuk memecahkan persoalan-persoalan baru,

diperlukan adanya ijtihad. Jalȃluddin al-Suyȗti menyatakan bahwa: Nas itu telah

berakhir dan persoalan persoalan baru senantiasa muncul berkesinambungan,

maka untuk memecahkan semua itu wajib dilakukannya ijtihad.11

Sesungguhnya

10

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ Al Jassȃs, Ahkȃm al-Qur‟ȃn (Beirȗt: Dȃr al-Kutub al

„Ilmiyyah), Jil. I, h. 171-172. 11

Jalȃluddin al-Suyȗtȋ, Taisȋr al-Ijtihȃd (Makkah: Dȃr al Fikr, tt), h.22

Page 23: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

6

produk-produk pemikiran hukum Islam yang dihasilkan melalui ijtihad itu pada

kenyataannya terikat oleh waktu dan kondisi ketika ijtihad itu ditempuh.12

Dalam konteks sekarang pembunuhan banyak mengalami perubahan

dengan pembunuhan pada saat ayat al-Qur‟ȃn diturunkan, baik itu cara, maupun

hukumnya. Permasalahannya adalah, bahwa perubahan itu merupakan tantangan

yang harus diatasi. Al-Qur‟ȃn sudah tidak turun lagi, dan nabi pun sudah wafat.

Maka dari itu, penulis mencoba merekonstruksi terhadap perbuatan apa saja

yang bisa dikategorikan sebagai pembunuhan. Jika pembunuhan didefinisikan

sebagai akibat perbuatan yang bisa menghilangkan nyawa, maka perbuatan

seperti, narkoba, terorisme, perampokan dengan kekerasan (begal), apakah bisa

dikategorikan sebagai pembunuhan.? Apakah perbuatan seperti ini juga diancam

dengan hukuman qisȃs.? Maka, dalam hal ini penulis ingin mencari jawabannya

ke dalam Tafsir al-Qur‟ȃn.

Beranjak dari pemikiran bahwa polemik mengenai permasalahan ini belum

berakhir, maka kajian serius mengenai pembunuhan dalam tafsir ahkam dan

relevansinya saat ini perlu dilakukan, agar semua permasalahan tentang

pembunuhan ini bisa terjawab. Penulis mencoba menganalisis bagaimana konsep

pembunuhan dalam tafsir ahkam, dan bagaimana relevansinya saat ini.

Dalam menentukan jawaban dari permasalahan di atas, ada kriteria-kriteria

tertentu yang diatur dalam Islam yang memungkinkan suatu tindakan

pembunuhan dapat dijatuhi hukuman qisȃs. Wahbah Zuhaylȋ menegaskan bahwa

perbuatan menghilangkan nyawa karena alasan dendam atau untuk menebar

kerusakan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan yang berwenang. Bahkan

12

H.M Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad Antara Tradisi dan Liberasi

(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), h. 61-67

Page 24: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

7

selama berlangsung peperangan pun perbuatan itu hanya dapat diadili oleh

pemerintah yang sah. Dalam setiap peristiwa itu, tidak ada satu pun individu yang

memiliki hak untuk mengadili secara main hakim sendiri, kecuali orang yang

diangkat oleh penguasa untuk menangani masalah itu.13

Jika ditelusuri terhadap kajian-kajian yang dilakukan oleh para akademisi

maupun para intelektual, tema yang mengangkat tentang pembunuhan secara

komprehensif belum ditemukan. Sementara dalam tafsir al-Qur‟ȃn menyimpan

beberapa kaidah-kaidah hukum tentang pembunuhan yang sangat luas. Sehingga

para intelektual banyak yang memperdebatkan tentang pembunuhan terutama

cara, dan status hukum pembunuhan tersebut. Meskipun secara teks al-Qur‟ȃn

memerintahkan bagi pelaku pembunuhan agar dihukum sesuai dengan apa yang

telah ia perbuat (qisȃs), akan tetapi tak sedikit juga yang menentang karena sudah

dianggap tidak relevan dengan saat kini. Sehingga terjadilah perdebatan pro dan

kontra terhadap hukuman bagi pembunuh tersebut.

Penelitian yang membahas tentang pembunuhan dalam tafsir ahkam dan

relevansinya saat ini menjadi persoalan yang sangat penting dan perlu dibahas

secara serius dalam diskursus keislaman. Hal ini merupakan upaya untuk

memetakan hukum-hukum al-Qur‟ȃn yang dapat dijadikan sebagai landasan umat

Muslim, terlebih di Indonesia yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia.

Namun ironisnya, kasus pembunuhan di negara ini masih sering terjadi.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa al-Qur‟ȃn tidak

berbicara banyak tentang masalah pembunuhan dalam bentuk kasus perkasus yang

terjadi, akan tetapi al-Qur‟ȃn menjelaskan dalam bentuk yang universal. Sehingga,

13

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al-Munȋr fȋ al-Aqȋdah wa as-Syarȋah wa al-Manhȃj (Damsik:

Dȃr al-Fikr, 2009), jilid I, h. 480

Page 25: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

8

setiap permasalahan yang muncul, maka dicari ke dalam al-Qur‟ȃn terutama

dalam kajian-kajian tafsir, agar menemukan jawaban dari setiap permasalahan

yang ada. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan mengkajinya dengan

judul “Pembunuhan dalam Tasir Ahkam dan Relevansinya dengan saat ini”.

B. Identifikasi Masalah

Sebagaimana latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis

mengidentifikasi masalahnya dengan beberapa poin sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan penafsiran dalam memaknai al-Qatl dan derivasinya

dalam al-Qur‟ȃn.

2. Terdapat perbedaan penafsiran dalam mendefinisikan pembunuhan

sengaja.

3. Terdapat perbedaan penafsiran di kalangan cendikiawan Muslim dan

ulama dalam menghukumi pelaku pembunuhan.

4. Adanya perbedaan pandangan mufassir dalam menentukan unsur-unsur

yang bisa dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja.

5. Mekanisme pemberlakuan hukuman terhadap pelaku pembunuhan masih

menjadi perdebatan di kalangan mufassir.

6. Adanya kelompok yang menentang qisȃs bagi pembunuh karena dianggap

sudah tidak relevan dengan saat ini

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi di atas, penulis menyadari bahwa untuk

memenuhi penelitian seluruh identifikasi pemasalahan tersebut diperlukan waktu

yang cukup panjang dan perhatian yang lebih ekstra. Oleh karena itu, agar

Page 26: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

9

penelitian ini lebih fokus dan terarah, penulis membatasi masalahnya pada konsep

pembunuhan dalam tafsir ahkam dan relevansinya saat ini

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penelitian ini akan dirumuskan

dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Bagaimana konsep pembunuhan dalam tafsir ahkam, dan

b. Bagaimana relevansi pembunuhan saat ini.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan dirumuskan berdasarkan rumusan masalah, sebagaimana

rumusan masalah yang telah penulis kemukakan, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk menganalisis tentang konsep pembunuhan dalam tafsir ahkam.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui relevansi pembunuhan saat ini.

E. Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini ialah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi keilmuan (contribution of knowledge) kepada pembaca

tentang konsep pembunuhan dalam tafsir ahkam dan relevansinya saat

ini.

2. Secara praktis, hasil pembahasan ini diharapkan mampu menambah

pembendaharaan kajian tentang konsep pembunuhan dalam tafsir

ahkam dan relevansinya saat ini.

3. Secara sosial, penelitian ini diharapkan dapat menambah rasa toleransi

dan kecintaan terhadap sesama yang berlandaskan pada al-Qur‟ȃn.

Page 27: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

10

4. Secara akademis, penelitian ini dilakukan sebagai syarat memperoleh

gelar Magister Agama (M.Ag) pada Program Magister Ilmu al-Qur‟ȃn

dan Tafsȋr di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan Pustaka

Kajian dan penelitian yang berkaitan dengan masalah pembunuhan dalam

al-Qur‟ȃn sebagian telah dilakukan oleh beberapa akademisi dan peneliti di

bidang ilmu tafsir, ilmu al-Qur‟ȃn dan ilmu Sejarah, baik yang dilakukan oleh

peneliti Muslim maupun non Muslim. Namun belum ditemukan sebuah penelitian

spesifik mengenai pembunuhan yang dikaji secara tematik dan komprehensif

dalam perspektif tafsir ahkam serta menganalisisnya dengan Relevansi saat ini.

Para penulis dalam karya-karyanya masih menulis secara parsial dan dalam

konteks yang berbeda. Di antara karya-karya buku, jurnal dan karya ilmiah

lainnya adalah sebagai berikut:

Sonafist. 2002. Penafsiran Ayat-ayat Ahkam dalam Tafsir al-Manar: Studi

Perbandingan antara Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha,

Disertasi, mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini membahas ayat-ayat hukum dalam al-Qurȃn

yang hanya dibatasi pada penafsiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Dalam

pandangannya terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam melakukan

penafsiran tentang ayat-ayat hukum pertama dari segi prinsip penafsiran ayat-ayat

al-Qur‟ȃn bersifat umum, al-Qur‟ȃn sebagai sumber primer hukum Islam,

memberantas taqlid, menggunakan nalar, pikiran dan metode ilmiah,

menggunakan akal dalam pemahaman al-Qur‟ȃn, serta mengaitkan penafsiran al-

Qur‟ȃn dengan kehidupan Sosial. Perbedaan dalam segi penafsiran terdapat pada

Page 28: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

11

penggunaan hadis, keluasan pembahasan kosa kata, serta keluasan pembahasan

dengan ilmu ushȗl fiqh. Dalam pembahasan ayat-ayat ahkȃm ini Sonafist juga

memberikan pandangan tentang ayat-ayat hukum terkait dengan pembunuhan,

akan tetapi terbatas pada unsur-unsur serta sanksi pembunuhan sengaja maupun

tidak sengaja. Pembatasan inilah tidak jauh berbeda dari para pengkaji

sebelumnya, hanya saja penelitian ini mempersempit ruang lingkup terhadap

penafsiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.14

Lilik Ummi Kaltsum dan Abdul Moqsith. 2014. Tafsir Ayat-ayat Ahkam,

Buku ini berbicara tentang ayat-ayat hukum dalam al-Qur‟ȃn, di dalam buku ini

penulis menggunakan para mufassir klasik maupun kontemporer dalam

rujukannya, serta tema pembahasannya menekankan pada kondisi saat buku ini

ditulis. Seperti ayat-ayat terkait dengan penggunaan harta benda, gratifikasi,

makar, pembunuhan, perang, pernikahan, murtad dalam konteks Negara modern,

dan lain-lain. Dalam buku ini pembahasan tentang pembunuhan tidak seluruhnya

dibahas secara rinci, akan tetapi lebih kepada jenis-jenis pembunuhan dan sanksi

terhadap pembunuhan.15

Roni Fahmi. 2006. Hukuman Mati dalam Pidana Islam Ditinjau dari

Perspektif Hak Asasi Manusia, Tesis, mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya, penulis menemukan

titik perbedaan pemahaman tentang hukuman mati dalam pidana Islam dalam

kaitannya dengan penegakan hak asasi manusia, terletak pada perbedaan

14

Sonafist, Penafsiran Ayat-ayat Ahkam dalam Tafsir al-Manar: Studi Perbandingan

antara Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Disertasi, mahasiswa Program Pasca

Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2002. 15

Lilik Ummi Kaltsum dan Abdul Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Jakarta:

UIN Press, 2014).

Page 29: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

12

perspektif dalam melihat substansi hukuman mati itu sendiri dan konsekuensi

logis yang ditimbulkannya terhadap pelaku, korban, dan masyarakat pada

umumnya. Dalam perspektif pidana Islam, konsep hukuman lebih menekankan

pada pentingnya menolak mafsadah dan menjaga kemaslahatan yang lebih luas

sejalan dengan tujuan pensyariatan hukuman, yakni mewujudkan kemaslahatan

bagi umat manusia. Hukuman mati dalam Islam diarahkan sebagai bentuk hukum

terakhir dalam rangka melakukan upaya prefentif bagi masyarakat umum agar

tidak melakukan kejahatan serupa, yakni tercapainya dettern effect (efek jera)

demi menjamin terpeliharanya ketentraman dan keseimbangan kepentingan

manusia dalam suatu bangunan masyarakat. Berbeda dengan konsep Islam,

kelompok aktivis hak asasi manusia menilai penerapan hukuman mati dalam

Islam bertentangan dengan hak asasi manusia, karena mengabaikan hak seseorang

untuk hidup, memperbaiki kesalahan dan hak untuk kembali bersosialisasi , hidup

damai dalam masyarakat. Di samping itu, beberapa penerapan hukuman mati

dalam Islam dinilai tidak manusiawi, seperti terlihat dalam pelaksanaan hukuman

rajam, qisȃs, dan harabah. Perspektif yang digunakan lebih menekankan

pendekatan terhadap hak-hak kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang terpidana,

setiap orang mempunyai hak asasi yang harus dihormati dan tidak boleh diambil

oleh siapapun, sehingga setiap pemidanaan diarahkan untuk merehabilitasi

terpidana.16

Rokhmadi. 2016. Hukuman Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam di

Era Modern dalam jurnal at-Taqaddum, Volume 8 No 2 November, jurnal ini

16

Roni Fahmi, Hukuman Mati dalam Pidana Islam Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi

Manusia, Tesis, mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2006.

Page 30: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

13

berbicara tentang hukuman pidana Islam dalam konteks dunia modern terhadap

pembunuhan, penekanan dalam penelitiannya mengutip pendapat-pendapat ulama

khalaf, bahwa penetapan hukuman bagi pembunuhan harus disamakan antara laki-

laki dan perempuan, pembunuhan Muslim dengan non Muslim, pembunuhan

seorang ayah dengan anaknya, harus tetap dikenai hukuman qisȃs dan jumlah

diyat laki-laki dengan perempuan harus sama, sehingga posisi manusia adalah

sama di depan hukum (tidak ada lagi diskriminasi, status sosial, kesetaraan

gender, dan agama).17

Imam Yahya. 2013. Eksekusi Hukuman Mati Tinjauan Maqȃsid al-

Syarȋ‟ah dan Keadilan, dalam artikel al-Ahkȃm Volume 23, No 1. Artikel ini

berbicara tentang hukuman mati bagi pelaku yang melakukan zina muhshan,

membunuh dengan sengaja, hirabah, dan keluar dari Islam (murtad) dalam

pandangannya Imam Yahya mengatakan bahwa hukumun mati tersebut harus

dilaksanakan sesuai dengan Maqȃsid al-Syarȋ‟ah dan keadilan. Dalam perspektif

Maqȃsid al-Syarȋ‟ah, tujuan hukuman mati harus merujuk pada tujuan

memelihara agama (hifz al-dȋn), memelihara diri atau menjaga kelangsungan

hidup (hifz al-nafs), akal (hifz al-„aql), keturunan (hifz al-nasl), dan memelihara

harta (hifz al-mȃl). Dalam perspektif keadilan, negara atas nama hukum harus

melindungi warganya dari peristiwa-peristiwa hukum yang merugikan

masyarakatnya.18

Dari beberapa penelitian di atas, belum ada penelitian yang secara khusus

membahas tentang pembunuhan dalam tafsir ahkam dan relevansinya saat ini

17

Rokhmadi, Hukuman Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam di Era Modern dalam

jurnal at-Taqaddum, Volume 8 No 2 November 2016. 18

Imam Yahya, 2013, Eksekusi Hukuman Mati Tinjauan Maqȃsid al-Syarȋ‟ah dan

Keadilan, dalam Jurnal al-Ahkȃm Volume 23, No 1

Page 31: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

14

yang dikaji secara tematik. Kajian tematik ini akan menghasilkan kesimpulan

tentang pembunuhan dalam tafsir ahkam secara komprehensif.

G. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan aspek utama yang berada dalam

kerangka ilmiah dan mempunyai kaidah, serta prosedur yang dapat

dipertanggung-jawabkan.19

Bahkan metode penelitian akan membentuk karakter

keilmiahan dari penelitian, karena eksistensi metode dalam sebuah penelitian ini

berfungsi sebagai jalan bagaimana penelitian ini diselesaikan. Terkait dengan

metode penelitian ada beberapa hal yang perlu dijelaskan:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif20

atau penelitian

pustaka (library research), Dikatakan kualitatif karena data-data dan sumber-

sumber data adalah bersifat kualitatif atau referensi uraian-uraian yang menyebar

dalam berbagai karya-karya ilmiah, seperti Kitab-kitab, Buku-buku, Skripsi,

Tesis, Disertasi, Jurnal, Laporan penelitian, Majalah, Koran, dan sebagainya.

2. Sifat Penelitian

Ditinjau dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu

suatu penelitian yang berupaya memberikan gambaran secara deskriptif sekaligus

mengeksplorasi secara mendalam dan mendetail terhadap aspek yang

19

Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 67 20

Lexi. J.M., Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet.13 (Bandung, Rosda Karya, 2003),

hal. 4-8. Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi,

interview (wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi, dan triangulasi (gabungan keempatnya).

Lihat Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), h.

225.

Page 32: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

15

berhubungan dengan permasalahan.21

Adapun permasalahan dalam penelitian ini

seputar pembunuhan dalam tafsir ahkam dan relevansinya saat ini.

3. Sumber Data

Adapun sumber penelitian ini terbagi dalam dua jenis, yakni sumber

primer dan sumber sekunder.

a. Sumber Primer

Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah al-

Qur‟ȃn al karim dan kitab-kitab tafsir. Baik kitab tafsir karangan ulama

klasik maupun kitab tafsir karangan ulama kontemporer yang cenderung

bercorak ahkȃm. Kitab tafsir klasik yang dipilih yaitu kitab Tafsȋr al-Jȃmi‟

lȋ ahkȃm al-Qurȃn Karya al-Qurtubȋ, Tafsȋr Ahkȃm al-Qur‟ȃn karya Al-

Jassȃs, dan Tafsȋr Ahkȃm al-Qur‟ȃn Karya Abu Bakar Ibnu al-„Arabȋ.

Adapun kitab tafsir kontemporer yang dipilih yaitu Tafsȋr al-Munȋr Karya

Wahbah al-Zuhaylȋ.

Adapun untuk menemukan kata-kata dalam al-Qur‟ȃn, penulis

menggunakan kitab-kitab sebagai berikut: Mu‟jȃm al-Mufradȃt fȋ

Ghȃrȃibi al-fȃz al-Qur‟ȃn karya al-Rȃghib al-Asfahȃnȋ , Lisȃn al-„Arab

karya Ibnu Manzur, Mu‟jȃm al-Maqȃyis fȋ al-Lugghȃt karya Ahmad ibn

Fȃris ibn Zakariyȃ. Kemudian Untuk memudahkan pelacakan ayat-ayat al-

Qurȃn yang diperlukan, digunakan pula kitab Mu‟jȃm al-Mufahras lȋ al-

Fȃz al-Qur‟ȃn al-Karȋm, karangan Muhammad Fuȃd Abd al-Bȃqȋ.

b. Sumber Skunder

21

Anton Backer dan Ahmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:

Kanisius, 1990), h. 114-120

Page 33: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

16

Sumber sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku,

jurnal, tesis, disertasi, makalah, artikel, majalah yang berhubungan dengan

pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data

Dalam hal pengumpulan data, penulis menempuh teknik survey

kepustakaan dan studi literatur. Survey kepustakaan yaitu menghimpun data yang

berupa sejumlah literatur yang diperoleh di perpustakaan atau pada tempat lain ke

dalam sebuah daftar bahan-bahan pustaka. Sedangkan studi literatur adalah

mempelajari, menelaah, dan mengkaji bahan pustaka yang berhubungan dengan

masalah yang menjadi obyek penelitian.22

Karena penelitian ini berupaya mengkaji wawasan tentang tafsir al-Qur‟ȃn

dan secara spesifiknya tentang pembunuhan, maka untuk menghindari

kemungkinan terjadinya pandangan yang bersifat parsial terhadap masalah yang

dibahas, maka metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode Tafsȋr

Maudȗ‟ȋ. Tafsȋr Maudȗ‟ȋ yaitu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-

Qur‟ȃn terhadap suatu masalah tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat

yang di maksud, lalu menganalisisnya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan

masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan suatu uraian yang utuh dari

tafsȋr al-Qur‟ȃn tentang masalah tersebut.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis dalam penelitian ini

mengikuti cara kerja metode Tafsȋr Maudȗ‟ȋ yang telah ditawarkan oleh Abd al-

Hayy al-Farmawȋ23

sebagai berikut:

22

Winarno Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1990), h. 257 23

Abd al-Hayy al-Farmawȋ, al-Bidȃyah fȋ al-Tafsȋr al-Maudu‟ȋ (Mesir: Dirȃsȃt

Manhȃjiyyah Maudȗ‟iyyah, 1997), h. 48

Page 34: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

17

a. Memilih atau menetapkan tema-tema qatl yang akan penulis kaji.

b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang

ditetapkan. Yaitu ayat-ayat qatl

c. Mengetahui korelasi (munȃsabah) ayat-ayat terebut.

d. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna,

dan utuh, yang ada dalam ayat-ayat qatl

e. melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis (jika diperlukan dalam

pembahasan), yang berkaitan dengan tema qatl

f. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan komprehensif dengan

cara mengoleksi ayat-ayat qatl yang memuat makna yang sama sejenis.

Dalam metode yang ditawarkan oleh al-Farmawi ini, penulis tidak semua

menggunakan langkah-langkah yang ditawarkan, penulis hanya mengambil enam

langkah yang sekiranya bisa menjawab tentang ayat-ayat pembunuhan secara

umum, satu langkah yang tidak dikaji adalah menyusun ayat-ayat secara runtut

menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang

turunnya ayat atau asbab al-nuzȗl. Menurut pandangan penulis enam langkah

yang sudah dijelaskan di atas telah memberikan jawaban terhadap masalah yang

akan dikaji.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dan Transliterasi dalam penulisan tesis ini

mengacu pada keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507

Tahun 2017, tentang buku Pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 35: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

18

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi ke dalam lima bab serta beberapa sub bab yang

merupakan satu kesatuan sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan. Pada bab ini dikemukakan tentang

kegelisahan akademik yang terdapat pada latar belakang permasalahan yang

diteliti. Kemudian melakukan eksplorasi penelitian dengan menentukan indikasi

masalah, membuat pembatasan-pembatasan serta memfokuskan permasalahan

yang akan dibahas dalam rumusan masalah. Langkah tersebut adalah untuk

memberikan arah yang jelas dalam pembahasan yang akan dilakukan. Berikutnya

didukung juga dengan adanya Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,

dan Metode Penelitian, sebagai bentuk upaya agar dapat menghasilkan penelitian

yang baik serta mempunyai nilai lebih. Pada bab ini diakhiri dengan sistematika

penulisan yang akan diungkap dalam penelitian ini. Pada latar belakang masalah

ini dikemukakan sebagai suatu pembuktian dari penelitian yang dilakukan, bahwa

latar belakang ini dapat menunjukkan adanya masalah yang diteliti.

Bab kedua merupakan tinjauan umum tentang pembunuhan dalam tafsȋr

ahkȃm. Di dalamnya disajikan pembahasan studi tentang tema keilmuan. Dalam

konteks ini pembahasan terkait tinjauan umum tentang pembunuhan dalam tafsȋr

ahkȃm seperti, Definisi Pembunuhan, Derivasi al-Qatl, serta sejarah pembunuhan.

Hal ini agar bisa mengembangkan masalah, serta bisa membuat pengukuran dan

memiliki standar ukur terhadap objek yang akan diteliti.

Bab ketiga Berisi tentang diskursus seputar pembunuhan dalam tafsȋr

ahkȃm dari segi niat, pelaku dan korban, serta sanksi pembunuhan. Pada bab ini,

pembahasan akan dimulai dengan Pembunuhan dari segi niat (motivasi), yang

Page 36: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

19

terdiri dari pembunuhan sengaja, dan tidak sengaja. Setelah itu dibahas tentang

pembunuhan dari segi pelaku dan korban atau orang yang dibunuh. Dan terakhir

tentang sanksi pembunuhan. Pembahasan ini diuraikan agar bisa diketahui

gambaran ayat-ayat pembunuhan dan pendapat para intelektual Muslim maupun

para ulama tentang pembunuhan dari segi niat, pelaku dan korban, serta sanksi

pembunuhan.

Bab keempat berisi tentang relevansi pembunuhan pada saat ini. Bab ini

meliputi sub bab tentang relevansi pembunuhan dan macam-macam pembunuhan

saat ini, seperti: narkoba, terorisme, perampokan dengan kekerasan (begal).

Bab kelima merupakan bab terakhir atau penutup dari penelitian. Bab ini

berisi tentang kesimpulan dari pembahasan sekaligus memberikan jawaban atas

perumusan masalah dalam penelitian ini. Selain itu, pada bab ini juga dibahas

tentang rekomendasi yang perlu dikembangkan dalam penelitian yang akan

datang.

Page 37: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

20

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN

DALAM TAFSȊR AHKȂM

Pembahasan bab ini akan mendeskripsikan tinjauan umum tentang

pembunuhan dalam Tafsȋr Ahkȃm, mulai dari definisi pembunuhan, derivasi ayat-

ayat pembunuhan, serta sejarah pembunuhan. Definisi tentang pembunuhan perlu

dikaji dalam bab ini agar mengetahui pandangan-pandangan mufassir tentang

definisi pembunuhan, bisa memberikan analisis pada masalah-masalah berikutnya,

serta memberikan pandangan yang lebih luas dalam menentukan klasifikasi

pembunuhan. Derivasi ayat-ayat pembunuhan pada bab ini turut menjadi kajian

untuk mempermudah penulis dalam menelusuri tema-tema tertentu yang akan

dibahas. Sejarah tentang awal terjadinya pembunuhan di muka bumi juga menjadi

pembahasan dalam bab ini yaitu untuk menambah wawasan pengetahuan tentang

awal terjadinya pembunuhan di muka bumi ini.

A. Definisi Pembunuhan

Pembunuhan secara etimologi dikenal dengan istilah al-Qatl. Kata ini

merupakan bentuk masdar dari kata Qatala-Yaqtulu-Qatlan ( قتلا -يقتل –قتل ) yang

diartikan oleh al-Munawwir sebagai “pembunuhan.”1 Menurut Ibn Fȃris kata

qatala (قتل) memiliki dua pengertian, yaitu adalah idzlȃl: yang berarti

merendahkan, menghina, melecehkan dan imȃtah: artinya adalah membunuh, dan

1 Ahmad Warson Munawwir dan Muhammad Fayruz, Al-Munawwir Kamus Indonesia-

Arab (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), cet. I , h. 164.

Page 38: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

21

mematikan.2 Sementara menurut al-Rȃghib al-Asfahȃnȋ (al-Qatl) adalah

menghilangkan roh dari jasad seperti mati.3

Adapun secara terminologi, Waḥbah al-Zuḥaylȋ mendefinisikan

pembunuhan (al-Qatl) sebagai suatu perbuatan yang mematikan yaitu orang yang

membunuh jiwa, atau perbuatan seseorang yang menghilangkan kehidupan, yaitu

perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan bangunan kemanusiaan.4

„Abdul Qȃdir „Awdah juga menegaskan bahwa pembunuhan merupakan

suatu tindakan menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan jiwa anak

Adam oleh perbuatan anak Adam yang lain.5 Senada dengan Pendapat Wahbah

Zuhailȋ dan Abdul Qȃdir „awdah, al-Jurjȃnȋ dalam mu‟jȃm al-Ta‟rȋfȃt

mendefinisikan pembunuhan sebagai perbuatan yang menyebabkan hilangnya

nyawa seseorang (Rȗh).6

Sementara menurut Mahmud Syaltut, pembunuhan adalah membunuh

seseorang yang benar-benar masih hidup dengan perbuatan yang jika dinalar

secara akal dapat membunuhnya. Perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang

yang dapat dihukum.7

2 Abȋ al-Husain Ahmad ibn Fȃris ibn zakariyȃ, Mu’jȃm Maqȃyīs al-Lugghah, (tt, Dȃr al

Fikr, tt) h. 715 3 Al- Rȃghib al-Asfahȃnȋ, Mu’jȃm Mufradȃt al-fȃz al-Qur’ȃn (Damsik: Dȃr al-Qalȃm,

2009), h. 655 4 Wahbah Zuhaylȋ, al-Fiqh al-Islȃmȋ wa ‘Adillatuh (Damaskus: Dȃr al-Fikr, 1989), cet.

ke-3, jilid VI, h, 217. 5 Abd al-Qȃdir „Awdah, al-Tasyrȋ’u al-Jinȃ’ȋ al-Islȃmȋ muqhȃranan bȋ al-Qȃnun al-

Wad’ȋ (Beirȗt - Lebanon: Dar al-Kutub al Ilmiyyah, 2005), Jilid II, h. 5 6 „Alȋ bin Muhammad al-Sayyid al-Syarȋf Al-Jurjȃnȋ, Mu’jȃm al-Ta’rȋfȃt (Beirȗt: Dȃr al-

Kutub al Ilmiyyah, 1983), h. 172 7 Mahmud Syaltut, Hukum Islam Aqidah dan Syariah, Penerjemah: Bustami A.Ghana dan

Johan Bahri (Jakarta: Bulan Bintang, T.Th), Jilid 4, h. 42

Page 39: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

22

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pembunuhan

diartikan dengan proses, cara, perbuatan membunuh.8

Dari beberapa definisi di atas, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

mendefinisikan pembunuhan. Tanpa melihat unsur-unsur, cara, alat yang

digunakan oleh pelaku, serta objeknya, pembunuhan dapat diartikan dengan suatu

perbuatan atau tindakan yang pada prinsipnya menyebabkan hilangya nyawa

seseorang.

B. Al-Qatl dan Derivasinya

Penggunaan kata Qatl dalam al-Qur‟ȃn dengan berbagai derivasinya, baik

fiil (kata kerja) maupun ism (kata benda) ditemukan dalam berbagai surat di

dalam al-Qur‟ȃn. Secara keseluruhan kata qatala dan derivasinya digunakan

sebanyak 170 kali dalam al-Qur‟ȃn.9 Dari jumlah tersebut, digunakan sebanyak

94 kali dalam bentuk wazan qatala–yaqtulu, 67 kali dalam bentuk wazan

qȃtala-Yuqȃtilu, 5 kali dalam bentuk wazan qattala-yuqattilu, dan 4 kali dalam

bentuk wazan iqtatala-yaqtatilu.

Secara keseluruhan 170 kata terkumpul dalam 33 Surat, dalam QS: al-

Baqarah terdapat 31 kata, QS: al-Imrȃn terdapat 21 kata, QS: an-Nisȃ‟ terdapat 25

kata, QS: al-Mȃidah: terdapat 13 kata, QS: al-Anfȃl terdapat 6 kata, QS: al-An‟ȃm

terdapat 4 kata, QS: al-„arȃf terdapat 3 kata, QS: at-Taubah terdapat 13 kata, QS:

Yusȗf terdapat 2 kata, QS: al-Isrȃ‟ terdapat 5 kata, QS: al-Kahfi terdapat terdapat

2 kata, QS: Thȃhȃ terdapat 1 kata, QS: al-Hajj terdapat 2 kata, QS: al-Furqȃn

terdapat 1 kata, QS: as-Syuarȃ‟ terdapat 1 kata, QS: al-Qasȃs terdapat 7 kata, QS:

8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. 1 Edisi IV, h. 225 9Muhammad Fuȃd Abd al-Bȃqȋ, Al-Mu’jȃm al-Mufahras li al-fȃz al-Qur’ȃn al-Karȋm

(Beirȗt: Dȃr al-Fikr 1987) h. 533-536

Page 40: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

23

al-Ankabȗt terdapat 1 kata, QS: al-Ahzȃb terdapat 6 kata, QS: al-Mukmin/Ghȃfir

terdapat 3 kata, QS: Muhammad terdapat 2 kata, QS: al-Fath terdapat 2 kata, QS:

az-Dzȃriyyat terdapat 1 kata, QS: al-Hujurȃt terdapat 2 kata, QS: al-Hadȋd

terdapat 2 kata, QS: al-Hasr terdapt 3 kata, QS: al-Mumtahanah terdapat 3 kata,

QS: as-Shaff terdapt 1 kata, QS: al-Munȃfiqun terdapat 1 kata, QS: al-Muzzammil

terdapat 1 kata, QS: al-Muddassir terdapat 2 kata, QS: Abasa terdapat 1 kata, QS:

at-Takwȋr terdapat 1 kata, QS. al-Burȗj 1 kata.

Dalam al-Qur‟ȃn lafadz al-Qatl (القتل) disebutkan sebanyak 11 kali dalam 7

surat. QS. al-Baqarah [2]: 178, 191, 217; al-Imrȃn [3]: 154, 181; an-Nisȃ‟ [4]:155;

al-Mȃidah [5]: 30; al-An‟ȃm [6]: 137; al-Isrȃ‟ [17]: 31,33; al-Ahzȃb [33]: 16.

Sementara derivasinya disebutkan dalam beberapa bentuk. Dalam bentuk fiil mȃdȋ

(kata kerja lampau) disebutkan sebanyak 39 kali dalam 18 surat. QS. al-Baqarah

[2]: 72, 251; al-Imrȃn [3]: 144, 154, 156, 157, 158, 168, 169, 183, 195; an-Nisȃ‟

[4]: 92, 157,157, 157; al-Mȃidah [5]: 27, 28, 30, 32, 32, 95, 95; al-An‟ȃm [6]:

140; al-Anfȃl [8]: 17; al-Isrȃ‟ [17]: 33; al-Kahfi [18]: 74, 74; Tȃhȃ [20]: 40; al-

Hajj [22]: 58; al-Qasas [28]: 19, 33; al-Mukmin/Ghȃfir [40]: 26; Muhammad [47]:

4; azd-Dzȃriyat [51]: 10; al-Muddassir [74]: 19, 20; Abasa [80]: 17; at-Takwȃr

[81]: 9; al-Burȗj [85]: 4. Sementara dalam bentuk fiil Mudȃri’ (kata kerja

sekarang atau akan datang) disebutkan dalam al-Qur‟ȃn sebanyak 34 kali dalam

16 surat. QS. al-Baqarah [2]: 61, 85, 87, 91, 154; al-Imrȃn [3]: 21, 21, 112; an-

Nisȃ‟ [4]: 29, 74, 92, 93; al-Mȃidah [5]: 28, 70, 95; al-Anȃm [6]: 151, 151; al-

A‟rȃf [7]: 150; al-Anfȃl [8]: 17, 30; at-Taubah [9]: 111, 111; Yusȗf [12]: 10; al-

Isrȃ‟ [17]: 31, 33; al-Furqȃn [25]: 68; as-Syuarȃ‟ [26]: 14; al-Qasȃs [28]: 9, 19, 20,

33; al-Ahzȃb [33]: 26; al-Mukmin/Ghȃfir [40]: 28; al-Mumtahanah [60]: 12.

Page 41: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

24

Adapun dalam fiil Amr (kata perintah) disebutkan dalam al-Qur‟ȃn sebanyak 10

kali dalam 6 surat. QS. al-Baqarah [2]: 54, 191, 191; an-Nisȃ‟ [4]: 66, 89, 91; at-

Taubah [9]: 5; Yusȗf [12]: 9; al-Ankabȗt [29]: 24; al-Mukmin/Ghȃfir [40]: 25.10

Dalam al-Qur‟ȃn ada yang mengikuti wazan fa’ala (فعل) yaitu Qattala (قتل)

disebutkan sebanyak 5 kali. Dalam bentuk fiil mȃdi (kata kerja lampau)

disebutkan sebanyak 1 kali dalam 1 surat. QS. al-Ahzȃb [33]: 61. Sementara

dalam bentuk fiil Mudȃri’ (kata kerja sekarang atau akan datang) disebutkan

dalam al-Qur‟ȃn sebanyak 3 kali dalam 2 surat. QS. al-Mȃidah [5]: 33; al-A‟rȃf

[7]: 127, 141. Adapun dalam bentuk masdar disebutkan dalam al-Qur‟ȃn

sebanyak 1 kali dalam 1 surat. QS. al-Ahzȃb [33]: 61.11

Dalam al-Qur‟ȃn ada yang mengikuti wazan ifta’ala (افتعل) yaitu Iqtatala

disebutkan sebanyak 4 kali dalam 3 surat. Dalam bentuk fi’il mȃdī (kata (اقتتل)

kerja lampau) disebutkan sebanyak 3 kali dalam QS al-Baqarah [2]: 253, 253; al-

Hujurȃt [49]: 9. Sementara dalam bentuk fi’il Mudȃri’ (kata kerja sekarang atau

akan datang) disebutkan dalam al-Qurȃn sebanyak 1 kali dalam 1 surat. QS. al-

Qasȃs [28]: 15.12

Dalam al-Qur‟ȃn ada yang mengikuti wazan fȃ‟ala (فاعل) yaitu Qȃtala

disebutkan 13 kali dalam 10 Surat. Dalam bentuk fi’il mȃdȋ (kata kerja (قاتل)

lampau) disebutkan sebanyak 13 kali dalam QS. al-Baqarah [2]: 191. QS. al-

Imrȃn [3]: 146, 195. QS. an-Nisȃ‟ [4]: 90. QS. at-Taubah [9]: 30. al-Ahzȃb [33]:

20. Al-Fath [48]: 22. Al-Hadȋd [57]: 10, 10. Al-Hasyr [59]: 11, 12. Qs. al-

10

Muhammad Fuȃd Abd al-Bȃqȋ, Al-Mu’jȃm al-Mufahras li al-fȃz al-Qur’ȃn al-Karȋm

…h. 533-536 11

Muhammad Fuȃd Abd al-Bȃqȋ, Al-Mu’jȃm al-Mufahras li al-fȃz al-Qur’ȃn al-

Karȋm..h. 533-536 12

Muhammad Fuȃd Abd al-Bȃqȋ, Al-Mu’jȃm al-Mufahras li al-fȃz al-Qur’ȃn al-Karȋm..

h. 533-536

Page 42: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

25

Mumtahanah [60]: 9. Qs. al-Munȃfiqȗn [63]: 4. Sementara dalam bentuk fiil

Mudȃri’ (kata kerja sekarang atau akan datang) disebutkan dalam al-Qur‟ȃn

sebanyak 27 kali dalam 10 surat. Qs. al-Baqarah [2]: 190, 191,191, 217, 246, 246,

246. Qs. al-Imrȃn [3]: 13, 111. Qs. an-Nisȃ‟ [4]: 74, 74, 75, 76, 76, 90, 90, 90. At-

Taubah [9]: 13, 36, 83, 111. Qs. al-Hajj [22]: 39. Qs. al-Fath [48]: 16. Qs. al-

Hasyr [59]: 14. Qs. al-Mumtahanah [60]: 8. Qs. as-Shaff [61]: 4. Qs. al-

Muzzammil [73]: 20. Adapun dalam fiil amr (kata perintah) disebutkan sebanyak

14 kali dalam 6 surat. Qs. al-Baqarah [2]: 190, 193, 244. Qs. al-Imrȃn [3]: 167.

QS. an-Nisȃ‟ [4]: 76, 84. Qs. al-Mȃidah [5]: 24. Qs. al-anfȃl [8]: 39. Qs. at-

Taubah [9]: 12, 14, 29, 36, 123. Al-Hujurȃt [49]: 9. Adapun dalam bentuk masdar

disebutkan dalam al-Qur‟ȃn sebanyak 13 kali dalam Qs. al-Baqarah [2]: 216, 217,

217, 246, 246. Qs. al-Imrȃn [3]: 167, 121. Qs. an-Nisȃ‟ [4]: 77, 77. Qs. al-Anfȃl

[8]: 16, 65. Qs. al-Ahzȃb [33]: 25. Qs. Muhammad [47]: 20.13

Secara umum al-Qatl dalam al-Qur‟ȃn berarti „pembunuhan‟, pada QS. al-

Baqarah (2): 191 maknanya “Perang”, QS. al-Imrȃn (3): 157, 158, 169 maknanya

“Gugur”, QS. an-Nisȃ‟ (4): 74 maknanya “Gugur”, QS. Muhammad (47): 4

maknanya “Gugur”, QS. adz-dzariyȃt (51): 10 maknanya terkutuk, QS. al-

Muddassir (74): 19, 20 maknanya “Celaka”, QS. Abasa (80): 17 maknanya

“Celaka”, QS. al-Burȗj (85): 4 maknanya “Binasa”.

Kata al-Qatl dalam QS. al-Baqarah [2]: 191 dan 217 misalnya,

menjelaskan mengenai lebih kejamnya fitnah dari pada pembunuhan seperti yang

dilakukan orang-orang kafir dengan menimbulkan kekacauan, mengusir sahabat

dari kampung halaman, merampas harta, menyakiti, mengganggu kebebasan

13

Muhammad Fuȃd Abd al-Bȃqȋ, Al-Mu’jȃm al-Mufahras li al-fȃz al-Qur’ȃn..h. 533-536

Page 43: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

26

beragama. Dalam QS. Al-Imrȃn [3]: 181, dan QS. An-Nisȃ‟ [4]: 155 mengenai

perbuatan kaum yahudi yang telah membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang

dibenarkan. Dalam QS. Al-An‟ȃm [6]: 137, dan QS. Al-Isrȃ‟ [16]: 31, 33

mengenai perlakuan orang-orang musyrik yang telah membunuh anak-anak

mereka, dan membunuh orang-orang tanpa alasan yang benar. Mereka

mempunyai kecemasan hadirnya anak-anak mereka, karena dalam pandangannya

anak-anak mereka akan membawa kemiskinan terhadap keluarganya.

C. Sejarah Munculnya Pembunuhan.

Dalam sejarah kehidupan manusia telah diketahui bahwa pembunuhan

pertama kali diperkenalkan oleh anak Nabi Adam AS, yaitu ketika Qabil

membunuh saudaranya sendiri Habil,14

saudara laki-lakinya.15

Meskipun ada

sebagian pendapat yang mengatakan bahwa pembunuhan pertama kali

diperkenankan oleh Bani Israil. Kasus pembunuhan ini dijelaskan dalam QS. Al-

Mȃidah [5]: 27-31 sebagai berikut:

دها ول ي ت قبل من الآخر قال لأق ت لنك واتل عليهم ن بأ اب ن آدم بلق إذ ق رب ق ربنا ف ت قبل من أح من المتقين ) ا ي ت قبل الل لئن بسطت إل يدك لت قت لن ما أن بباسط يدي إليك لأق ت لك (٢قال إن

14

"Habel" dari הבל /הבל; dalam transliterasi Ibrani standar, Hével / Hável, dan dalam

Bahasa Ibrani Tiberias Héḇel / Hāḇel. Dalam Al-Qur'an, Habel disebut Hābīl (هابيل)Kain tidak

disebutkan namanya dalam Al-Qur'an, meskipun tradisi Islam mencatat namanya Qābīl ( قابيل ).

Kain disebut Qayen (ቃየን)dan dengan nama ini ia lebih sering disebut dalam khotbah-khotbah.

Sebagian orang telah mengusulkan bahwa nama Habel harus diidentifikasikan dengan kata dalam

bahasa Asyur aplu, yang semata-mata berarti "anak lelaki. Lihat

https://id.wikipedia.org/wiki/Kain_dan_Habel , 2 November 2018.

15 Qabil dan Habil adalah anak pertama, dan kedua dari pasangan pertama Adam dan

Hawa, yang dilahirkan setelah bumi setelah melakukan larangan Tuhan. Dalam Alkitab, anak

Adam dan Hawa yang lain yang disebut adalah Set. Cerita mereka dikisahkan dalam Alkitab Ibrani

atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, yaitu dalam Kitab Kejadian pasal 4 dan dalam Al-Qur'an

dalam Surah 5:27-32. Dalam kedua versi ini Qabil melakukan pembunuhan yang pertama dengan

membunuh saudaranya setelah Allah menolak korbannya, tetapi menerima korban Habil. Kitab

Kejadian memberikan tekanan pada pekerjaan kedua saudara ini; Habil menggembalakan ternak,

sementara Kain seorang petani. www.id.wikipedia.org, akses 29 Agustus 2012.

Page 44: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

27

إن أريد أن ت بوء بثي وإثك ف تكون من أصحاب النار وذلك (٢)إن أخاف الل رب العالمين (فطوعت له ن فسه ق تل أخيه ف قت له فأصبح من الاسرين ) (٢جزاء الظالمين ) ف ب عث الل

لييه كيف ي واري سوأة أخيه قال ي وي لتا أعجزت أن أكون مثل هذا الغراب غرابا ي بحث ف الأرض 16(فأواري سوأة أخي فأصبح من النادمين )

Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil

dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan

korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak

diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!".

berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang

yang bertakwa". "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk

membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk

membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam."

"Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa

(membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni neraka,

dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim." Maka hawa

nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab

itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi

kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk

memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat

saudaranya. berkata Qabil: "Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu

berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku

ini?" karena itu jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. (QS.

Al-Mȃidah [5]: 27-31)

Ayat ini berhubungan dengan ayat-ayat sebelumya, yaitu, sama-sama

peringatan dari Allah bahwa kezaliman dan pelanggaran janji yang dilakukan oleh

orang-orang Yahudi adalah sama dengan kezaliman yang dilakukan seorang putra

nabi Adam terhadap saudaranya. Yaitu jika orang-orang yahudi itu hendak

membunuhmu wahai Muhammad, maka mereka telah membunuh para nabi

sebelum kamu, dan Qabil pun membunuh Habil, kejahatan itu telah ada sejak

dahulu kala. Yakni kisah ini mengingatkan kepada mereka. Dengan demikian,

kisah ini adalah kisah yang nyata, tidak seperti hadis-hadis maudȗ‟. Dalam kisah

16

QS. Al-Mȃidah [5]: 27-31

Page 45: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

28

ini terdapat celaan bagi orang-orang yang menentang Islam, juga terhadap hiburan

bagi Nabi Muhammad saw.17

Setan bersumpah atas dirinya di hadapan Allah, setelah menolak bersujud

kepada Adam, agar memudahkan setiap usahanya dalam menyesatkan Bani

Adam.18

Allah menurunkan Adam dan setan ke bumi, mengabarinya tentang

permusuhan setan dengannya, dan anak cucunya serta memperingatkan mereka

agar waspada terhadap permusuhan ini.19

Allah juga memerintahkan kita agar

menjadikan setan sebagai musuh dan agar kita waspada terhadap bisikan dan

bujukannya.20

Dalam sejarah, manusia pertama yang dibunuh dimuka bumi adalah

Habil.21

Lantaran dengki, telah terjadi diantara mereka berdua (Habil dan Qabil)

pertumpahan darah, bahkan saudara tega membunuh saudaranya sendiri.

Kemudian, benih kejahatan itu tumbuh subur di tengah bani Adam hingga

datangnya hari kiamat kelak.22

Mayoritas ulama mengatakan, keduanya adalah anak-anak nabi Adam as.

Dari darah dagingnya sendiri, mereka adalah Habil dan Qabil. Namun Al-Hasan

Al-Basyrȋ mengatakan keduanya adalah dari Bani Israil, namun al-Qur‟ȃn

memberikan kesaksian kebenaran pendapat mayoritas dan menunjukan batalnya

pendapat Al-Hasan,23

yaitu dalam firman Allah swt.

17

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi’ li Ahkȃm al-

Qur’ȃn (Beirȗt: Muassasah al-Risȃlah, 1427 H), Juz VII, h.408 18

Lihat Qs. al A‟rȃf [7]: 16-17 19

Lihat Qs. al A‟rȃf [7]: 27 20

Lihat Qs. Fȃtir [35]: 6 21

Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad al-Mawardٳ, al-Nukȃt wa al-‘Uyȃn al-Ma’rȗf bȋ

Tafsȋr al Mawardȋ (Bairȗt: Dar al-Kutub al‟Ilmiyyah, t.th), Juz. 2, h. 30 22

Ahmad Mustafa Al-Maraghȋ, Tafsȋr Al-Marȃghȋ (Mesir, tp, 1946), Juz. 6, hal. 97 23

Syekh Muhammad al-Amȋn bin Muhammad al-Muhktȃr al-Jaknȋ Asy-Syinqitȋ, Tafsȋr

Adwȃ’ al-Bayȃn fȋ Idȃhil al-Qur’ȃn bȋ al-Qur’ȃn terj Bari dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),

cet. 1, h. 76

Page 46: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

29

غرابا ي بحث ف الأرض لييه كيف ي واري سوأة أخيه ف ب عث الل

Artinya: kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di

bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya

menguburkan mayat saudaranya

Sudah jelas bagi siapapun, tidak ada seorangpun dari bani Israil yang tidak

mengetahui cara mengubur sehingga haru ditunjukkan oleh seekor burung gagak.

Kisah mencontoh kepada gagak dalam menguburkan dan pengetahuan yang

dihasilkan darinya ini menunjukkan bahwa insiden itu terjadi pada permulaan

(zaman) sebelum manusia terlatih untuk mengubur orang-orang mati,

sebagaimana yang terlihat dengan jelas dan dikatakan banyak ulama.24

Setiap kali anak nabi Adam as. lahir, maka yang lahir kembar yaitu anak

laki-laki dan anak perempuan.25

Adam memiliki anak laki-laki yang diselingi anak

perempuan setiap kehamilan istrinya. Ketika Habil ingin menikahi saudari Qabil,

dan dia lebih tua dari Habil, sementara saudari Qabil lebih bagus rupanya, maka

Qabil ingin bertukaran dengan saudarinya itu, sedangkan Adam memerintahkan

Habil untuk menikah dengan saudari Qabil, tetapi Habil menolak, maka Adam

memerintahkan keduanya untuk mempersembahkan kurbannya26

, kemudian

Adam pergi untuk berhaji ke Makkah, dia meminta langit untuk menjaga anaknya,

24

Syekh Muhammad al-Amȋn bin Muhammad al-Muhktȃr al-Jaknȋ Asy- Syinqitȋ, Tafsȋr

Adwȃ’ al-Bayȃn …h. 76 25

Hawa melahirkan bersama Qabil saudara perempuannya yang cantik jelita, yang

bernama Iqlimiya, dan bersama Habil saudara perempuan yang tidak cantik bernama layudza.

Lihat Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi’ li Ahkȃm al-Qurȃn…

Juz VII, h.408 26

Tujuan berkurban adalah untuk menghentikan perselisihan antara Habil dan Qabil

dalam mempersuntuing saudari Qabil yaitu Iqlimya, dan diantara kurban keduanya yang diterima

adalah yang mempunyai hak untuk keutamaan itu.

Page 47: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

30

tetapi langit menolak, kemudian dia meminta bumi dan Gunung, merekapun

menolaknya, lalu Qabil menerima tugas untuk menjaganya.27

Ketika itu Habil mempersiapkan kurbannya yaitu hewan ternak yang

gemuk. Dia adalah pemilik kambing, sedangkan Qabil mempersembahkan seikat

tanaman yang buruk, kemudian tiba-tiba kurban Habil mati terbakar hingga yang

tersisa adalah kurban Qabil, maka dia pun murka, seraya berkata, Aku akan

membunuhmu hingga engkau tidak akan menikahi saudariku. Habil berkata, Allah

menerima kurban orang yang bertakwa. Diriwayatkan dari Ibnu Abbȃs dari sisi

yang lain, dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Demi Allah sesungguhnya yang

terbunuh adalah lelaki yang kuat, tetapi dia enggan untuk mengulurkan tangannya

(untuk membunuh Habil).28

Abu Ja'far al-Bȃqir menyebutkan: Bahwa Adam secara Iangsung meminta

kurban dari mereka berdua, dan menerima dari Habil tetapi tidak dari Qabil, maka

Qabil berkata kepada Adam, Engkau menerima persembahan dia, karena engkau

memanggilnya dan tidak memanggilku, kemudian ia membuat perjanjian dengan

saudaranya itu.29

Suatu malam Habil terlambat untuk menggembalakan kambingnya,

kemudian Adam mengutus saudaranya untuk mengecek apa yang membuatnya

terlambat, ketika dia pergi bersama Hȃbil, dia berkata kepada Habil, Kurbanmu

diterima, tetapi kurbanku tidak, Habil berkata, Sesungguhnya Allah menerima

kurban orang yang bertakwa, maka Qabil marah kepadanya dan memukulnya

dengan besi hingga tewas.

27

Abi al-Fidȃ‟ al-Hȃfiz Ibnu Katsȋr, al Bidȃyah wa an Nihȃyah terj. Lukman hakim dkk

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), Jil. I, h. 422 28

Abi al-Fidȃ‟ al-Hȃfiz Ibnu Katsȋr, al Bidȃyah wa an Nihȃyah ..Jil. I, h. 422 29

Abi al-Fidȃ‟ al-Hȃfiz Ibnu Katsȋr, al Bidȃyah wa an Nihȃyah..Jil. I, h. 423

Page 48: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

31

Adapula yang mengatakan bahwa Qabil membunuhnya dengan tombak

yang dia lemparkan ke kepala Habil ketika dia sedang tidur. Adapula yang

mengatakan: Qabil mencekik Habil dengan cekikan yang sangat kencang dan

menggigitnya sebagaimana yang dilakukan hewan buas hingga Habil tewas.

Wallahu alam. Perkataan Habil kepada Qabil ketika dia mengancam akan

membunuhnya. “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk

membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu

untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian

alam.”

Setelah sebelumnya Habil menasehati saudaranya yang mengancam

membunuhnya, nasihat itu dilanjutkan dengan ucapan yang menggambarkan kasih

sayangnya kepada saudaranya, serta rasa takutnya kepada Allah30

Al-Qurtȗbȋ mengatakan dengan mengutip perkataan ulama bahwa itu

merupakan sesuatu yang boleh dijadikan sebagai ibadah, namun di dalam agama

kita diperbolehkan menolak orang yang hendak membunuh tersebut, berdasarkan

ijma‟ adapun mengenai kewajiban menolak hal itu, ini masih diperselisihkan.

Pendapat yang sahih adalah bahwa menolak orang yang hendak membunuh

merupakan suatu perkara yang diwajibkan. Sebab ini mengandung unsur

mencegah dari perbuatan yang munkar.31

Abdullah bin Amru dari kalangan mayoritas mengatakan bahwa Habil itu

lebih kuat dari pada Qabil, akan tetapi dia menghindar dari membunuh Qabil.

Ibnu Athiyah berkata, pendapat inilah yang paling kuat. Dari sini dapat dikuatkan

30

M. Quraish shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol 3, hal. 74 31

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi’ li Ahkȃm al-

Qur’ȃn…Juz VII, h.413

Page 49: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

32

bahwa Qabil adalah orang yang melakukan kemaksiatan, bukan seorang kafir.

Sebab jika dia seorang kafir, maka penghindaran yang dilakukan Habil tidak akan

mempunyai nilai apapun. Sesungguhnya nilai yang ada di balik penghindaran

Habil adalah karena dirinya enggan memerangi orang yang bertauhid dan rela

dirinya dizalimi, supaya Qabil mendapatkan balasannya di akhirat. Tindakan

seperti inilah yang dilakukan Usman.32

Nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Habil kepada saudaranya sama

sekali tidak berbekas di hati dan pikiran Qabil. Ia telah dikuasai oleh hawa

amarahnya, maka setelah beberapa saat ia ragu dan berpikir, hawa nafsunya

menjadikan ia rela sedikit demi sedikit dan mempermudah hati dan pikirannya

untuk membunuh saudaranya. maka, setelah berlalu beberapa saat dibunuhnyalah

saudara kandungnya itu. Maka dengan demikian menjadilah ia seorang di antara,

yakni yang masuk dalam kelompok orang-orang yang benar-benar merugi, dengan

kerugian besar yang melekat pada dirinya, dan tidak dapat dielakkannya.33

Meskipun pada dasarnya Qabil tidak berani membunuh saudaranya dan fitrahnya

merasa kecil untuk melakukan itu. Akan tetapi, nafsu amarahnya senantiasa

mendorong, hingga akhirnya dia tega membunuhnya, akibat menganggap enteng

perkara dosa.34

Mengingat ini adalah pembunuhan pertama yang dilakukan oleh bani

Adam, maka Qabil tidak tahu bagaimana cara menyembunyikan mayat

saudaranya yang telah terbunuh itu yang dia rasakan tak pantas masih tampak

kelihatan mata saja. Dalam pada itu, ini merupakan bukti bahwa manusia dalam

32

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi’ li Ahkȃm al-

Qur’ȃn…Juz VII, h.413 33

M. Quraish shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.. hal.

76 34

Ahmad Mustafa Al-Maraghȋ, Tafsȋr Al-Marȃghȋ..Juz. 6, hal. 100

Page 50: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

33

pertumbuhannya yang pertama masih sangat sederhana, belum banyak

pengetahuannya. Tetapi karena punya bakat dan akal, maka ia bisa memperoleh

ilmu dan pengalaman dari segala sesuatu dan berkembanglah pengetahuan dan

ilmunya.

Maka Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk

memperlihatkan kepadanya bagaimana dia seharusnya menutupi keburukan

saudaranya itu. Sementara riwayat menyatakan bahwa burung gagak menggali

lubang untuk menguburkan burung gagak yang dibunuhnya. Di sisi lain, dapat

juga dikatakan bahwa burung gagak termasuk salah satu burung yang terbiasa

menggali lubang untuk menanam sebagian dari makanan yang diperolehnya untuk

digunakan pada kesempatan lain, atau boleh jadi ia menggali tanah untuk

mendapatkan sesuatu yang dapat dimakan.35

Dengan cara yang diperlihatkan oleh burung gagak tersebut, menjadi

contoh bagi Qabil dalam menguburkan saudaranya sendiri. Yaitu dengan cara

mengubur seperti apa yang burung gagak lakukan.

Surat al-Maidah ayat 27-31 inilah yang menjadi awal sejarah terjadinya

pembunuhan di muka bumi ini, yaitu antara Habil dan Qabil, sampai saat ini

peristiwa pembunuhan tak hanya didasari dengan pesoalan asmara seperti halnya

apa yang telah dilakukan Qabil kepada Habil. Tapi sampai saat ini lebih banyak

lagi persoalan-persoalan yang menyebabkan pembunuhan itu terjadi.

35

M. Quraish shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an... hal.

76

Page 51: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

35

BAB III

DISKURSUS SEPUTAR PEMBUNUHAN DARI SEGI NIAT,

PELAKU DAN KORBAN, SERTA SANKSINYA DALAM TAFSȊR

AHKȂM

Pembahasan bab ini akan mengelaborasi perbedaan pandangan di antara

para mufassir dari segi niat, pelaku dan korban, serta sanksinya dalam tafsir al-

Qur‟ȃn. Tinjauan umum pada bab sebelumnya akan diaplikasikan ke dalam

pandangan mufassir tentang pemberlakuan hukum terhadap pelaku pembunuhan.

Pembuktian pandangan mufassir yang menolak terhadap pemberlakuan hukum

terhadap semua pelaku pembunuhan dengan memegang teguh makna tekstual dari

ayat-ayat tersebut dengan diikuti oleh pandangan mufassir terhadap madzhab-

madzhab tertentu, sehingga perbedaan itulah yang kemudian muncul dalam

diskursus tentang pembunuhan ini.

A. Pembunuhan dari Segi Niat

Tindak kejahatan terhadap nyawa atau pembunuhan tidak terlepas dari niat

pelaku. Niat pelaku menjadi dasar ditentukannya hukuman terhadap pelaku

pembunuhan. dalam mengklasifikasikan unsur-unsur pembunuhan terdapat

perbedaan pandangan dalam menentukannya.

Pertama: sebagian mengklasifikasikan pembunuhan dalam dua unsur.

1. Pembunuhan tidak sengaja (Qatl al-Khata‟).

2. Pembunuhan sengaja (Qatl al-„Amd).

Al-Qurtȗbȋ menyebutkan dalam tafsirnya bahwa Allah swt di dalam al-

Qur‟ȃn hanya mengklasifikasikan pembunuhan kedalam dua unsur, yaitu

Page 52: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

36

pembunuhan sengaja, dan pembunuhan tidak sengaja.1 Senada dengan pendapat

tersebut, Ibnu al-„Arabȋ menyatakan bahwa pengklasifikasian seperti inilah yang

diikuti oleh mayoritas ulama.2

Kedua: Sebagian mengklasifikasikan pembunuhan dalam tiga unsur.

1. Pembunuhan tidak sengaja (Qatl al-Khata‟)

2. Pembunuhan sengaja (Qatl al-„Amd).

3. Pembunuhan semi sengaja (Qatl Sybh al-„Amd)

Al-Rȃzȋ dalam kitab Mafȃtih al-Ghyb mengklasifikasikan pembunuhan

dalam tiga unsur. Pertama: Pembunuhan sengaja (Qatl al-„Amd), kedua:

Pembunuhan tidak sengaja (Qatl al-Khata‟), ketiga: pembunuhan semi sengaja

(Qatl Sybh al-„Amd).3

Senada dengan pendapat al-Rȃzȋ, Abu Bakar al-Masyhȗr bin al-Sayyid al-

Bakrȋ dalam Hasyiyyah I‟ȃnah al-Tȃlibȋn, menyebutkan bahwa tindakan yang

tergolong pembunuhan antara lain; pertama, pembunuhan sengaja (Qatl al-„Amd);

kedua, pembunuhan semi sengaja (Qatl sybh al-„Amd); ketiga, pembunuhan

karena kesalahan (Qatl al-Khata‟).4

Wahbah Zuhaylȋ menjelaskan bahwa adanya ketetapan hukum semi

sengaja (Sybh al-„Amd) yang ditetapkan oleh para ulama di belahan dunia dan

mayoritas ulama madzhab, didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Abȗ

Dȃwud dari Abdullah bin Amar bahwa Rasulullah saw bersabda:

1 Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn (Beirȗt: Muassasah al-Risȃlah, 2006), Juz 7, h. 33-34 2 Abȋ Bakr Muhammad Ibn „Abd lillȃh al-Ma‟rȗf bi Ibn al-„Arabȋ, ahkȃm al-Qur‟ȃn

(Beirȗt-Lebanon: Dȃr al-Kutub al-„Ilmiyyah), Juz I, h. 605 3 Abȗ „Abd lillȃh Muhammad ibn Umar al-Rȃzȋ, Mafȃtih al Ghyb (Beirȗt: Dȃr ihyȃ‟ al-

Thurȃts al-„Arabȋ, 1990), Juz 10, h. 76 4 Abȋ Bakar al Masyhȗr bi al-Sayyid al-Bakrȋ, Hasyiyyah I‟ȃnat at-Ţhȃlibȋn ‟alȃ Halli al

Fāz Fath al-Muȋn Lisyarhi Qurrat al-„ayn Bimuhimmat al-Dȋn (Beirȗt: Dâr al-Fikri, 1993 M), Juz.

IV, h.125.

Page 53: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

37

ها ارب عو بل , من اولدىان ف بطوناال ان دية الطأ شبو العمد : ماكان بلشوط والعصا مائة من ال Artinya: Ingatlah bahwa diyȃt yang harus dibayarkan atas terbunuhnya

dengan seorang seperti sengaja, yaitu dilakukan menggunakan cambuk atau

tongkat adalah seratus ekor unta. Diantara seratus ekor unta itu, empat puluh

diantaranya adalah unta yang hamil.

Wahbah Zuhaylȋ menjelaskan bahwa ada tiga perbedaan pendapat

mengenai batasan pembunuhan semi sengaja:5

1. Menurut Abu Hanȋfah, semua pembunuhan lain yang dilakukan

dengan menggunakan sarana yang terbuat dari selain besi, seperti

tongkat, api, atau yang lainnya disebut pembunuhan semi sengaja

(Qatl sybh al-„Amd).6

2. Menurut Abu Yȗsuf dan Muhammad, pembunuhan semi sengaja

adalah pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan alat

yang biasanya tidak mematikan, tetapi dapat menghilangkan nyawa

orang ketika alat tersebut digunakan dalam satu peristiwa.

3. Menurut asy-Syȃfi‟ȋ pembunuhan semi sengaja (Qatl sybh al-

„Amd) adalah pembunuhan yang dilakukan dengan cara memukul

dengan sengaja, tetapi sebenarnya tidak bermaksud membunuh.

Artinya, memang ada kesengajaan kontak fisik dari seorang

pembunuh kepada yang terbunuh, tetapi sebenarnya tidak ada niat

sama sekali untuk membunuh, lalu rupanya yang terbunuh ini

meninggal dunia.

5 Wahbah al-Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj (Damsik,

Dȃr al Fikr, 2003), Jil III, h. 220-221 6Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ al-Jassȃs, Ahkȃm al-Qur‟ȃn (Beirȗt – Lebanon,

Muassasah Al Thȃrikh al-„Arabȋ), Juz III, h. 200

Page 54: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

38

Dari beberapa perbedaan pendapat inilah bisa disimpulkan bahwa,

sebagian ulama menetapkan alat sebagai salah satu unsur untuk mendefinisikan

pembunuhan semi sengaja dan juga sebagian yang lain mendefinisikan

pembunuhan semi sengaja dari niat kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku, tapi

sebenarnya tidak ada niat membunuh.

Ketiga: sebagian mengklasifikasikan pembunuhan dalam empat unsur.

1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-„Amd).

2. Pembunuhan semi sengaja (Qatl Sybh al-„Amd).

3. Pembunuhan tidak sengaja (Qatl al-Khata‟).

4. Pembunuhan yang dianggap tersalah. (Ma Jarȃ Majrȃ al-Khata‟)

Abdul Qȃdir „Awdah menambahkan klasifikasi pembunuhan dengan

pembunuhan yang dianggap tersalah. pembunuhan yang dianggap tersalah ada

dua macam. yaitu: Pembunuhan yang dianggap tersalah dari segala aspeknya,

yaitu pembunuhan yang terjadi secara langsung. Misalnya, seseorang menindih

orang lain yang dalam keadaan tidur kemudian orang tersebut mati karenanya.

Pembunuhan ini dianggap tersalah dari segala aspeknya karena semua terjadi

tanpa ada niat. Dan Pembunuhan yang dari satu sisi dianggap tersalah, yaitu

pembunuhan yang terjadi secara tidak langsung. Misalnya, seseorang menggali

lubang di tengah jalan dan ia tidak memberi tanda yang semestinya guna

menghalangi pengguna jalan di malam hari agar tidak terjatuh ke dalamnya

kemudian ada orang yang terjatuh dan mati karenanya.7

Keempat: sebagian mengklasifikasikan pembunuhan dalam lima unsur.

1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-„Amd).

7 ‘Abd al-Qȃdir „Awdah, al-Tasyrȋ‟u al-Jinȃ‟ȋ al-Islȃmȋ Muqȃranan bȋ al-Qȃnȗn al Wad‟ȋ

(Beirȗt–Lebanon: Dȃr al-kutub al „Ilmiyyah, 2005), Jil. II, .h. 6-7

Page 55: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

39

2. Pembunuhan semi sengaja (Qatl Sybh al-„Amd)

3. Pembunuhan tidak sengaja (Qatl al-Khata‟).

4. Pembunuhan yang dianggap tersalah. (Ma Jarȃ Majrȃ al-Khata‟)

5. Pembunuhan tidak langsung (Qatl al-Tasabbub)

Abdul Qȃdir „Awdah menjelaskan bahwa penambahan pembunuhan tidak

langsung, karena kelompok ini membedakan antara pembunuhan langsung dan

pembunuhan tidak langsung. Mereka menjadikan pembunuhan tidak langsung

sebagai pembagian yang mandiri. Penggagas pembagian menjadi lima ini

dialamatkan kepada Abȗ Bakar ar-Rȃzȋ.8

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa para ulama berbeda

pendapat tentang pembagian klasifikasi pembunuhan. Namun dalam hal ini

penulis mengambil pendapat jumhur ulama yang membagi jenis pembunuhan

menjadi dua jenis, yaitu pembunuhan sengaja (Qatl al-„Amd), dan pembunuhan

tidak sengaja (Qatl al-Khata‟). kedua unsur inilah yang akan penulis bahas karena

di dalam al-Qur‟ȃn hanya menyebutkan dua unsur pembunuhan.

1. Pembunuhan Sengaja

a. Definisi pembunuhan sengaja

Untuk mengetahui definisi pembunuhan sengaja (Qatl-„Amd) al-Qur‟ȃn

memberikan penjelasan yang cukup jelas tentang pembunuhan dengan sengaja,

serta hukuman dunia dan akhiratpun dijelaskan oleh al-Qur‟ȃn. Dalam al-Qur‟ȃn

pembunuhan sengaja dikenal dengan istilah Qatl „Amd sebagaiman dalam Firman

Allah swt dalam QS. An-Nisȃ‟ [4]: 93

8 ‘Abd al-Qȃdir „Awdah, al-Tasyrȋ‟u al-Jinȃ‟ȋ al-Islȃmȋ Muqȃranan bȋ al-Qȃnȗn al

Wad‟ȋ,.. Jil. II, h. 7

Page 56: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

40

دا فجزاؤه جهنم خالدا فيها وغضب الل عليو ولعنو وأعد ل عذاب عظيما و ومن ي قتل مؤمنا مت عم

(٣٩)9

Artinya: dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan

sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka

kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.

Ayat ini yang menjadi pandangan para mufassir dalam memberikan

definisi terhadap pembunuhan dengan sengaja. Al-Qurtubȋ mendefinisikan bahwa

ciri-ciri pembunuhan sengaja adalah orang yang membunuh dengan besi, seperti

pedang, pisau besar, dan ujung tombak atau seperti batu yang diasah dan ini

adalah perkataan dari „Ata‟ an-Nakhȃi.10

sedangkan menurut jumhur pembunuhan

sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan alat yang berunsur besi, batu,

tongkat dan lainnya.11

Al-Jassȃs juga mempunyai pandangan yang sama terhadap pembunuhan

sengaja yaitu perbuatan menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja dan

menggunakan alat (untuk membunuh) secara sadar.12

Sejalan dengan pendapat

tersebut, Sayyid Sȃbiq juga menyatakan bahwa pembunuhan sengaja adalah suatu

pembunuhan yang dilakukan oleh orang mukallaf dengan sengaja untuk

membunuh orang lain yang dijamin keselamatannya, dengan menggunakan alat

yang menurut dugaan kuat dapat membunuh (mematikannya).13

Tidak hanya alat, niat pelaku pembunuhan juga menjadi unsur

ditentukannya pembunuhan sengaja. „Abd al-Qādir „Awdah mendefinisikan

9 QS. An-Nisȃ‟ [4]: 93

10 Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz 7, h. 33 11

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn..Juz 7, h. 33 12

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ al-Jassȃs, Ahkȃm al-Qurȃn..Juz 3, h. 193 13

Sayyid Sābiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirūt: Dār Al-Fikr, 1980), Juz II, h. 435

Page 57: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

41

bahwa pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang menyebabkan hilangnya

nyawa seseorang yang disertai dengan niat untuk membunuh.14

Tidak hanya niat dan alat yang menjadi tolok ukur menjadi kesengajaan,

tetapi sesuatu yang tidak terlihatpun menjadi salah satu syarat ditentukannya

sengaja tidaknya pembunuhan itu. Taqiyuddȋn al-Husainȋ dalam Kifȃyatul Akhyȃr

mendefinisikan pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan

untuk mengakhiri hidup seseorang menggunakan sesuatu, baik terlihat maupun

tidak terlihat, termasuk sihir.15

Penjelasan lebih detail dikemukakan oleh Wahbah Zuhayli yang

menyatakan bahwa pembunuhan sengaja adalah suatu perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja menggunakan sesuatu yang dapat mematikan, baik dengan benda

tajam atau lainnya, baik secara langsung maupun dengan sebab perantara, seperti

besi dan senjata dan kayu besar, jarum yang ditusukkan pada anggota tubuh yang

dapat mematikan maupun anggota tubuh lain yang tidak dapat mematikan

langsung tapi dapat menimbulkan pembengkakan dan penyakit parah yang

mengantarkan yang bersangkutan pada kematian, atau memotong jari-jari

kemudian menjalar dan kemudian dapat mematikan. Senada dengan definisi

tersebut, al-Wahidi juga memberikan definisi pembunuhan sengaja sebagai sebuah

tindakan yang dimaksudkan untuk membunuh dengan alat seperti pedang dan

alat-alat lain yang pada umumnya dapat mematikan baik melukai atau tidak

melukai seperti batu dan besi yang berat atau semacamnya.16

14

„Abd al-Qādir „Awdah, al-Tasyrȋ‟u al-Jinȃ‟ȋ al-Islȃmȋ Muqȃranan bȋ al-Qȃnȗn al

Wad‟ȋ, ..h. 10 15

Taqiy al-Dȋn abȋ Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Husnȋ al-Dimasyqȋ al-Syȃfi‟ȋ,

Kifȃyatul Akhyȃr fȋ halli Ghȃyah al-Ikhtisȃr (Beirut-Lebanon: Dār al Fikr al Ilmiyyah), h. 590 16

Abȗ al-Hasan „Alȋ ibn Ahmad ibn Muhammad ibn „Alȋ al-Wȃhidȋ, al-Wajȋs fȋ Tafsȋr al

Kitȃb al-„Azȋz (Beirȗt: Dȃr al-Qalȃm, 1995), Juz II, h. 95

Page 58: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

42

Dalam mendefinisikan pembunuhan sengaja, para ulama berbeda

pendapat. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh pandangan mereka dalam

memahami kata “sengaja”. Sebagian memahami kesengajaan ditentukan oleh niat

dan maksud pelaku pembunuhan, sebagian kesengajaan ditentukan oleh alat yang

digunakan pelaku pembunuhan, baik yang terlihat maupun tidak terlihat seperti

sihir juga menjadi salah satu syarat ditentukannya pembunuhan sengaja.

b. Kriteria Pembunuhan Sengaja

Dalam menentukan kriteria pembunuhan sengaja, al-Qur‟ȃn tidak secara

rinci menyebutkan satu-persatu kriteria-kriteria yang bisa dikategorikan sebagai

pembunuhan sengaja.

Untuk menjelaskan tentang kriteria pembunuhan secara sengaja, yaitu:

Pertama, setiap tindakan yang disengaja untuk membunuh tanpa memperhatikan

alat yang digunakan. Artinya, setiap tindakan pembunuhan yang dilakukan dengan

kesengajaan pelakunya disebut pembunuhan sengaja, meskipun dengan alat atau

cara yang tidak biasa menyebabkan kematian. Hal ini diikuti oleh Imam Mȃlik.

Sementara menurut Imȃm Syȃfi‟ȋ dan Imȃm Ahmad, hal tersebut bukan termasuk

pembunuhan sengaja, kecuali jika kondisi korban atau anggota tubuh yang

menjadi sasaran biasanya memang dapat menyebabkan kematian.17

Kedua, menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, namun karena

dilakukan secara berulang-ulang, hal tersebut menyebabkan kematian pada

korban. Dalam hal ini, yang menjadi unsur pembunuhan sengaja adalah terletak

pada kesengajaan pelaku dalam menganiaya korban, meskipun pelaku

17

Lilik Ummi Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ahkam (Jakarta: UIN Press,

2014), h. 118

Page 59: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

43

menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan. Pendapat ini datang dari Imȃm

Syȃfi‟ȋ dan Imam Mȃlik.

Ketiga, membunuh dengan alat berat. Dalam hal ini, setiap tindakan

pembunuhan yang dilakukan dengan alat berat dapat dikategorikan sebagai

pembunuhan sengaja, meskipun alat tersebut tidak melukai atau menusuk korban.

Pendapat ini didukung oleh Imȃm Mȃlik, Imȃm Syȃfi‟ȋ, Imȃm Ahmad, dan Imȃm

Abȗ Yȗsuf dan Muhammad dari golongan ulama mazhab Hanafiyah. Sementara

menurut Imȃm Abȗ Hanȋfah sendiri, bentuk pembunuhan tersebut tidak murni

disebut sebagai pembunuhan sengaja, sehingga pelakunya tidak menerima

hukuman qisȃs.18

Keempat, pembunuhan secara pasif. Pembunuhan ini dilakukan dengan

cara membiarkan orang lain meninggal. Namun pembiaran ini dilakukan dengan

disertai niat pelaku untuk membunuh, sehingga pembunuhan secara pasif disebut

sebagai pembunuhan sengaja. Contohnya membiarkan tahanan tidak

mengkonsumsi makanan dan minuman hingga membuatnya meninggal. Dalam

kasus ini, Imam Malik, Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad menyebutnya sebagai

pembunuhan sengaja apabila hal tersebut dimaksudkan agar korban meninggal

dunia. Namun Abȗ Hanȋfah tidak menganggap hal tersebut sebagai pembunuhan

sengaja, karena kematian korban bukan atas dasar penahanan, melainkan karena

kelaparan dan kehausan.19

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pembunuhan sengaja

memiliki kategori kesengajaan atau niat pelaku untuk membunuh, penggunaan

alat untuk membunuh, dan menyebabkan kematian. Perbedaan pendapat di

18

Abȗ „Abd lillȃh Muhammad ibn Umar Al Rȃzȋ, Mafȃtih al Ghyb.. Juz 10, h. 76 19

‘Abd al-Qȃdir „Awdah, al-Tasyrȋ‟u al-Jinȃ‟ȋ al-Islȃmȋ Muqȃranan bȋ al-Qȃnȗn al

Wad‟ȋ,.. Jil. II, h. 57

Page 60: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

44

kalangan ulama di atas menjadi parameter pentingnya pengkategorian

pembunuhan sengaja. Hal ini akan berimplikasi pada sanksi atau hukuman yang

didapatkan oleh pelaku pembunuhan.

2. Pembunuhan Tidak Sengaja

a. Definisi Pembunuhan tidak sengaja

Untuk mengetahui definisi pembunuhan tidak sengaja (Qatl-al-Khata‟) al-

Qur‟ȃn memberikan penjelasan yang cukup jelas tentang pembunuhan tidak

sengaja, serta hukuman dunia dan akhiratpun dijelaskan oleh al-Qur‟ȃn. Dalam al-

Qur‟ȃn pembunuhan tidak sengaja dikenal dengan istilah Qatl Khata‟

sebagaimana dalam Firman Allah swt dalam QS. An-Nisȃ‟ [4]: 92

وما كان لمؤمن أن ي قتل مؤمنا إل خطأ ومن ق تل مؤمنا خطأ ف تحرير رق بة مؤمنة ود لمة إ ية مقوا فإن كان من ق وم عدو لكم وىو مؤمن ف تحرير رق بة مؤمنة وإن كان من ق وم أىلو إل أن يصد

د فصي أىلو وترير رق بة مؤمنة فمن ل ي لمة إ ن هم ميثاق فدية م نكم وب ي ب ي ام شهرين مت تابع عليما حكيما ) 20(٩ت وبة من الل وكان الل

Artinya: dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin

(yang lain), kecuali karena tidak sengaja, dan barangsiapa membunuh seorang

mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya

yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (yang

terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (yang

terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan

kamu, Maka (hendaklah seorang pembunuh) membayar diyȃt yang diserahkan

kepada keluarganya (yang terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang

beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ( pembunuh)

berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan

adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Ayat ini yang menjadi pandangan para mufassir dalam memberikan

definisi terhadap pembunuhan tidak sengaja. Dalam ayat ini terdapat kata خطا

20

QS. An-Nisȃ‟ [4]: 92

Page 61: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

45

yang mempunyai arti tidak sengaja. Menurut Wahbah Zuhaylȋ, pembunuhan tidak

sengaja adalah pembunuhan yang terjadi tanpa maksud awal membunuh atau

tanpa maksud awal menghilangkan nyawa orang lain atau yang dilakukan dengan

cara melakukan sesuatu yang pada umumnya tidak bisa membuat orang lain

terbunuh.21

Sedangkan menurut Sayyid Sȃbiq, pembunuhan karena tidak sengaja

adalah apabila seorang mukallaf melakukan perbuatan yang dibolehkan untuk

dikerjakan, seperti menembak binatang buruan atau membidik suatu sasaran,

tetapi kemudian mengenai orang yang dijamin keselamatannya dan hal tersebut

membuatnya meninggal.22

Menurut al-Marȃghȋ, pembunuhan tidak sengaja adalah pembunuhan yang

tidak dimaksudkan pelakunya atau dimaksudkan tapi salah sasaran atau tindakan

yang pada umumnya tidak menyebabkan kematian orang lain23

Adapun menurut Imaning Yusuf, pembunuhan tersalah atau tidak sengaja

yaitu suatu pembunuhan yang terjadi bukan dengan disengaja, seperti seseorang

yang terjatuh dari tempat tidur dan menimpa orang yang tidur di lantai sehingga ia

mati, atau seseorang melempar buah di atas pohon, namun ternyata batu lemparan

itu meleset dan mengenai seseorang yang mengakibatkannya tewas.24

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembunuhan tidak

sengaja merupakan tindakan sesuatu yang pada mulanya tidak ada niat untuk

membunuh. Namun pada akhirnya suatu perbuatan itulah menyebabkan hilangnya

nyawa akibat perbuatan dari ketidak sengajaan tersebut.

21

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al-„Aqȋdah wa al-Syarȋ‟ah wa al-manhȃj.. Jil III,

h. 209. 22

Al-Sayyid Sȃbiq, Fiqh As-Sunnah, Juz II, h. 519. 23

Ahmad Mustȃfȃ Al-Marȃghȋ, Tafsȋr al-Marȃghȋ (Kairo, Syirkah Maktabah Musthȃfȃ

al-Bab al-Halabȋ, 1946), juz V, h. 120 24

Imaning Yusuf, “Pembunuhan dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Nurani,

Vol. 13, No. 2, Desember 2013. h. 3

Page 62: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

46

b. Kriteria Pembunuhan Tidak Sengaja.

Berdasarkan definisi di atas, ruang lingkup pembunuhan tidak sengaja

meliputi empat hal, sebagaimana disebutkan oleh Lilik Ummu Kaltsum dalam

Tafsir Ahkam25

:

1. Sengaja membunuh tapi tidak bermaksud pada korban Artinya, sebuah

perbuatan yang dimaksudkan untuk membunuh seseorang tapi yang

terbunuh justru orang lain. Pembunuhan ini terjadi karena salah sasaran

dan tidak dimaksudkan oleh pelaku. Korban yang terbunuh bukan orang

yang menjadi target pembunuhan. Ada dua kemungkinan yang bisa

terjadi dalam konteks kesengajaan ini. pertama, kesengajaan yang tidak

dibenarkan, yakni pembunuhan dilakukan secara sengaja dan melanggar

hukum yang ditujukan kepada orang tertentu tapi sasaran yang menjadi

korban justru orang lain. Kedua, kesengajaan yang dibenarkan, yakni

pembunuhan yang dilakukan untuk melaksanakan tugas pembunuhan

yang memang sah menurut hukum. Hal ini terjadi pada dua kemungkinan:

pertama: Dalam menjalankan tugas perang, seperti bermaksud

membunuh musuh tapi salah sasaran kepada orang di pihaknya, dan

kedua: dalam melakukan eksekusi terhadap orang yang dihukum dengan

hukuman mati. Eksekusi mati bisa dilaksanakan kepada orang yang telah

melanggar aturan tertentu tapi eksekusi yang dijalankan salah sasaran

kepada orang lain seharusnya tidak berhak dihukum mati

Para mufassir menjelaskan bahwa orang yang berhak menerima

hukuman mati adalah orang yang telah melakukan pelanggaran tertentu

25

Lilik Ummi Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ahkam, h. 141-144

Page 63: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

47

sebagaimana dijelaskan sebelumnya yaitu pertama: karena membunuh

dengan sengaja sehingga harus di qisȃs kedua: karena murtad dan ketiga:

karena melakukan perzinahan secara muhsan sehingga harus dirajam.26

2. keliru dalam bermaksud tapi sengaja dalam berbuat. Artinya: setiap

tindakan yang dilakukan secara sengaja tapi tidak dimaksudkan untuk

membunuh korban adalah termasuk kategori pembunuhan tidak sengaja.

Perbuatan semacam ini biasanya menggunakan alat yang pada umumnya

tidak menyebabkan kematian korban.27

seperti alat ringan atau alat yang

tidak tajam yang tidak sampai melukai korban.hal ini bisa terjadi pada

dua kemungkinan. Pertama, perbuatan dalam bentuk penganiayaan atau

tidak dibenarkan secara hukum dengan menggunakan alat ringan atau alat

bukan senjata. Kedua. Perbuatan yang diniatkan untuk mendidik seperti

tindakan yang dilakukan oleh seorang guru kepada anak didik atau orang

tua kepada anaknya untuk tujuan mendidik. Sebagian mufassir

memandang perbuatan semacam diatas tergolong pembunuhan semi

sengaja (Sybh al-'Amd), khususnya bagi ulama yang menetapkan tiga

klasifikasi pembunuhan: pertama: pembunuhan sengaja (a1-Qatl al-

'Amd), kedua:. Pembunuhan tidak sengaja/keliru (Qatl al-khata'), dan

ketiga: pembunuhan semi sengaja (Sybh al-'Amd).28

Klasifikasi ini

didasarkan pada sebuah hadis Nabi SAW:

26

Abȗ al-Qȃsim Mahmȗd ibn „Amr ibn Ahmad al-Zamakhsyarȋ, Al Kasysyȃf „an Haqȃiq

Ghawȃmid al-Tanzȋl (Beirut: Dȃr al Kitȃb al-„Arabī, 1407), Jil II, h. 79 27

Lilik Ummi Kaltsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ahkam, h. 142 yang dikutipdari

Syeikh Nawawi,.. I: h. 218) 28

Abȗ „Abd lillȃh Muhammad ibn Umar Al Rȃzȋ, Mafātih al Ghyb.., Jil. X, h. 76

Page 64: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

48

"Ingat, bahwa orang yang terbunuh karena keliru yang

menyerupai sengaja adalah orang yang dibunuh menggunakan tongkat.

Di dalamnya ada kewajiban menebus seratus unta." (HR. Al-Nasa'i).

3. Tidak sengaja dalam berbuat dan bermaksud kadangkala sebuah tindakan

pembunuhan terjadi di luar kesengajaan pelakunya bahkan tindakan

tersebut sama sekali tidak pernah direncanakan atau dimaksudkan untuk

menganiaya orang lain. Misalnya, seseorang terjatuh dari ketinggian

kemudian menimpa orang lain di bawahnya hingga meninggal dunia.

Kejatuhannya dari atas bukan keinginannya dan menimpa orang lain

hingga meninggal juga tidak dimaksudkannya. Contoh lain adalah

seseorang yang menggali sumur lalu ada orang lain tercebur ke dalamnya,

atau seseorang meletakkan batu di jalan kemudian batu itu menyebabkan

orang lain meninggal. Tindakan semacam ini dinilai para ulama sebagai

bukan pembunuhan karena orang yang menggali sumur dan orang yang

meletakkan batu tersebut sama sekali, tidak memiliki niat untuk

mencederai apalagi membuat orang lain terbunuh karena perbuatan

tersebut.

Ketidaksengajaan semacam di atas juga bisa terjadi pada orang

lupa atau orang yang sedang tidur. Karena itu, kematian seseorang yang

terjadi akibat perbuatan mereka dianggap sebagai kategori pembunuhan

keliru, sebab ia tidak bermaksud sama sekali hal itu terjadi. Namun

sebagian mufasir menilai kasus semacam ini tidak dianggap sebagai

Page 65: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

49

pembunuhan baik dalam kategori sengaja maupun tidak sengaja atau

keliru.29

4. Pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang yang belum mencapai

mukallaf Setiap tindakan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia

juga tidak dianggap sebagai pembunuhan sengaja jika tindakan tersebut

dilakukan oleh seorang anak yang belum masuk usia mukallaf.30

Meskipun seseorang bermaksud melakukan pembunuhan tapi orang

tersebut masuk masih tergolong anak-anak, maka tindak pembunuhan

tersebut tetap dipandang sebagai pembunuhan keliru, sehingga tidak bisa

diterapkan hukuman qisȃs terhadap pelaku.

B. Pembunuhan dari Segi Pelaku dan Korban

Dalam menyikapi masalah pembunuhan terutama pelaku dan korban

pembunuhan. Para mufassir banyak terjadi perbedaan pandangan dalam

menentukan hukuman bagi para pelaku, karena teks dalam al-Qur‟ȃn maupun

dalam hadis tidak semua pelaku pembunuhan dihukum setimpal jika korbannya

berbeda.

Al-Qur‟ȃn menyebutkan beberapa kriteria korban pembunuhan dalam QS.

Al-Baqarah [2]: 178, dengan redaksi sebagai berikut:

لى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى فمن ي أي ها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص ف القت ان ذلك تفيف من ربكم ورحة فمن عفي لو من أخيو شيء فاتباع بلمعروف وأداء إليو بح

31(ٯٮ٨اعتدى ب عد ذلك ف لو عذاب أليم )

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisȃs

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

29

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ Al Jassȃs, Ahkȃm al-Qur‟ȃn…Juz III, hal. 193 30

Nȃsir al-Dȋn Abȗ Sa‟ȋd „Abdullah ibn „Amr ibn Muhammad al-Baidȃwi, Anwȃr al

Tanzȋl wa asrȃr al Ta‟wȋl (Beirȗt: Dar Ihyȃ‟ al Turȃts al-„Arȃb, 1418), Juz II, h. 90 31

QS: al-Baqarah[2]: 178

Page 66: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

50

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa

yang mendapat suatu pema‟afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema‟afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma‟af) membayar

(diat) kepada yang memberi ma‟af dengan cara yang baik (pula). yang demikian

itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa

yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.

Dari segi bahasa, Wahbah Zuhaylȋ, menyatakan bahwa kata al-qatlȃ pada

ayat di atas merupakan bantuk jamak dari qatȋl, sama dengan kata al-Sar‟ȃ yang

merupakan bentuk jamak dari Sarȋ‟, yang menunjukkan suatu kecacatan atau

penyakit kronis. ( ر ح ال ب ر ح ل ا ) artinya orang merdeka dibunuh bila membunuh orang

merdeka, tapi tidak dibunuh bila membunuh budak, budak dibunuh bila

membunuh budak, dan perempuan dibunuh bila membunuh perempuan.32

Dalam

hal ini, al-Jassȃs memberi penjelasan bahwa kata al-qatlȃ mencakup setiap orang

yang dibunuh tanpa memandang status apapun, baik orang merdeka maupun

budak, baik laki-laki maupun perempuan, bahkan muslim maupun non muslim.

Beberapa macam korban pembunuhan yang disebutkan pada ayat di atas bukan

merupakan pengkhususan, melainkan sebagai penegasan atas persamaan hak

hidup bagi setiap orang.33

Dari berbagai macam pendapat, penulis akan memberikan penjelasan

dengan tentang hukum pembunuhan ini dari sisi pelaku dan korban berikut:

1. Orang Merdeka

Dalam masalah pembunuhan yang dilakukan oleh orang merdeka terhadap

orang merdeka tidak ada perbedaan pandangan di kalangan para mufassir terhadap

pelaku pembunuhan yaitu hukumannya diqisȃs. karena tidak ada nas al Qur‟ȃn

32

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…, Jilid I, h.

468 33

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ al-Jassȃs, Ahkȃm al-Qur‟ȃn... Juz I, h. 165

Page 67: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

51

maupun Sunnah yang menjelaskan pembunuhan terhadap orang merdeka tidak

diqisȃs. Dalil para ulama adalah QS. Al-Baqarah [2]:178

لى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى ي أي ها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص ف القت Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisȃs

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

Dalam ayat ini lafad ( .mempunyai makna diwajibkan atas kalian ( ب ت ك 34

Contoh lain pemakaian kata kutiba dengan makna "diwajibkan" adalah firman

Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 183 ( -dan ungkapan al ( ام ي الص ن ك ي ل ع ب ت ك

salawȃt al-maktȗbah (shalat-shalat wajib). ( ص اص ق ل ا ) artinya menindak

pelanggaran dengan hukuman yang serupa dengan yang diperbuatnya terhadap

korban. Dengan kata lain, orang yang membunuh harus dibunuh, sebab dalam

pandangan syari'at ia setara dengan orang yang dibunuhnya. Kata al-Qatlȃ adalah

jamak dari Qatȋl, sama seperti al-sar‟ȃ yang merupakan bentuk jamak dari sarȋ'‟.

Bentuk fa‟lȃ hanya bisa menjadi jamak dari bentuk fa‟ȋl apabila kata itu adalah

kata sifat yang menunjukkan kecacatan atau penyakit kronis. artinya orang

merdeka dibunuh bila membunuh orang merdeka tapi tidak dibunuh bila

membunuh budak, budak dibunuh bila membunuh budak, dan perempuan dibunuh

bila membunuh perempuan.35

Al-Qurtȗbȋ menjelaskan pada ayat ini mengenai pentakwilannya, beberapa

dari para ulama bahwa ayat ini menjelaskan tentang jenis yang dikenakan

hukuman jika yang membunuh adalah jenis yang sama. bahwa jika yang

34

Dalam pandangan al-Qurtȗbȋ كتب pada ayat ini adalah ditetapkan atau diwajibkan,lalu

bagaimana hukuman qisȃs ini menjadi tidak wajib? Maka jawabannya adalah: maknanya adalah

diwajibkan atas kamu jika menghendaki. lihat Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ

al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-Qur‟ȃn.. Juz III, h. 66 35

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…, Jilid I, h.

468

Page 68: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

52

membunuh adalah seorang yang merdeka, maka yang harus terkena qisȃs nya

adalah orang yang merdeka pula, dan jika yang membunuh adalah seorang hamba

sahaya, maka yang diqisȃs adalah hamba sahaya pula, dan jika yang membunuh

adalah seorang wanita maka qisȃs jatuh terhadap wanita itu sendiri. Hukum qisȃs

ini tidak akan bersinggungan dengan jenis lainnya jika yang melakukannya adalah

jenis tertentu.36

Berikut ini adalah lafad yang disampaikan oleh al-Bukhȃri dari al-Hamȋdȋ,

dari Sufyan, dari Amru, ia berkata: Saya pernah mendengar mujahid mengatakan

Bahwa aku pernah mendengar Ibnu Abbȃs berkata: dan asy-Sya‟bȋ juga

menafsirkan firman Allah ثىن ال ثى ب ن ال و د ب ع ال ب د ب ع ال و ر ح ال ب ر ح ل ا Orang Merdeka dengan

orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.” Ayat ini

diturunkan kepada dua kabilah diantara kabilah-kabilah yang berada di negeri

arab, dua kabilah itu saling bertikai, lalu mereka menetapkan hukuman

pembunuhan itu dengan cara membunuh hamba sahaya laki-laki untuk seorang

laki-laki yang dibunuh, dan hamba sahaya wanita untuk seorang wanita yang

dibunuh. Begitu juga yang disampaikan oleh Qatadah.37

Wahbah zuhaylȋ dalam menjelaskan bahwa pada dasarnya tekstualitas

makna ر بالحر الح artinya orang merdeka dibunuh bila membunuh orang merdeka

tapi tidak dibunuh bila membunuh budak, budak dibunuh bila membunuh budak,

dan perempuan dibunuh bila membunuh perempuan.38

36

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkām al-

Qur‟ān…Juz III, h. 66. 37

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkām al-

Qur‟ān …Juz III, h. 64. 38

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fi al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj… Jilid I, h.

468.

Page 69: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

53

Sementara Zamakhsyarȋ menukil pendapat Hasan al-Basyrȋ, „Ata‟,

Ikrimah, dan mazhab Syafi‟ȋ mengatakan qisȃs hanya berlaku di antara pelaku dan

korban yang memiliki status sosial dan jenis kelamin yang sama: antara orang

merdeka dengan orang merdeka, budak dengan budak, perempuan dengan

perempuan, laki-laki dengan laki-laki. Sebaliknya, qisȃs tidak berlaku jika

pembunuhan dilakukan oleh orang merdeka terhadap budak, laki-laki terhadap

perempuan.39

2. Budak

Terdapat perbedaaan pendapat dalam masalah pembunuhan yang

dilakukan oleh orang merdeka terhadap budak (hamba sahaya), sebagian

mensyaratkan kesepadanan dalam hal kemerdekaan, sebagian tidak mensyaratkan

adanya kesepadanan dalam hal kemerdekaan, tetapi cukup adanya kesepadanan

atau kesamaan dalam hal kemanusian.

Budak menurut bahasa arab adalah „Abd artinya menjadikannya sebagai

pembantu.40

Mengabdi, taat, merendahkan diri atau hamba yang dibeli dan

dimiliki. „Abd juga diartikan sebagai “Hamba sahaya” atau “Budak”. Budak atau

hamba sahaya adalah orang yang berada dalam tawanan musuh yang penawannya

dapat berbuat semaunya kepadanya, atau orang yang bernasib bagaikan benda

yang diperjual belikan. Ia tidak dapat menentukan apa yang hendak dilakukan,

sebab ia telah dikuasi oleh orang lain.41

39

Abȗ al-Qȃsim Mahmȗd ibn „Amr ibn Ahmad al-Zamakhsyarȋ, Al Kasysyȃf „an Haqȃiq

Ghawȃmid al Tanzȋl… Juz I, h. 220 40

Loius Ma‟luf, al-Munjȋd fȋ al-Lugghah wa al-„Ilȃm (Beirȗt: Dȃr al-Musyȃriq, 1986), h.

483. 41

M. Muchlas Abror, “Memberantas Perbudakan” dalam Jurnal Kalam, Nomor 96,

(2011), h. 43.

Page 70: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

54

Pada QS.Al-Baqarah ayat 178 di atas, ada dua riwayat tentang sebab

turunnya pertama: diriwayatkan dari Qatadah, al-Sya‟bȋ, dan sejumlah tabiin

lainnya menyatakan bahwa ada di antara penduduk jahiliyah yang berlaku keji dan

taat kepada setan. Yaitu, jika di suatu kota terjadi pembunuhan, dan yang dibunuh

adalah seorang yang terkemuka, sedangkan yang membunuh adalah seorang

hamba sahaya, maka wali dari yang terbunuh mengatakan bahwa kami tidak mau

membunuh hamba sahaya ini, kami ingin ia digantikan dengan seorang yang

merdeka. Begitu pula jika pembunuhnya adalah seorang wanita, maka mereka

menginginkan seorang laki-laki untuk menggantikan hukuman qisȃs. Sementara

jika yang membunuh adalah seseorang yang rendah derajatnya, maka mereka

menginginkan orang yang terkemuka untuk menggantikannya.42

Karena itu, al-

Qur‟ȃn hadir untuk memberikan prinsip keadilan dengan menurunkan ayat tentang

peraturan qisȃs dengan menyebut budak dibunuh sebagai balasan pembunuhan

terhadap budak yang lain (al-hur bi al-hur).

Kedua: diriwayatkan dari as-Suddi tentang ayat ini, suatu ketika penganut

dua agama dari bangsa arab, salah satunya beragama Islam dan yang lain kafir

dzimmi, bertengkar mengenai suatu urusan, lalu Nabi saw mendamaikan mereka,

pada waktu itu mereka biasanya membunuh orang-orang merdeka, para hamba

sahaya, dan perempuan dengan memerintahkan agar orang merdeka membayar

diat orang merdeka, budak membayar diat budak, dan perempuan membayat diat

42

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn.. Juz III, h. 66, lihat juga Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al

manhȃj…, Jilid I, h. 469, lihat juga, Imam al-Din Abi al-Fida‟ Ismail Ibn Umar ibnu katsȋr, Tafsȋr

al Qur‟ȃn al Azȋm (Riyad: Dȃr as Salȃm, 1994) Jil. I, h. 28.

Page 71: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

55

perempuan. Jadi, beliau menjalankan hukum qisȃs terhadap mereka satu sama

lain. Maka turunlah ayat ini untuk menguatkan keputusan hukum beliau.43

Wahbah Zuhaili menjelaskan Pendapat jumhur ulama yang mensyaratkan

kesepadanan antara pembunuh dan yang terbunuh dalam hal kemerdekaan. selain

dalil QS. al-Baqarah [2]:178 adalah hadis Nabi. Jumhur berargumen dengan sabda

Nabi saw. Yang diriwayatkan al-Daruqutnȋ dan al-Baihȃqȋ dari Ibnu Abbȃs.

لي قتل حر بعبد “orang merdeka tidak dibunuh lantaran ia membunuh budak”

Al-Qurtȗbȋ menyebutkan bahwa al-Tsaurȋ dan orang-orang Kuffah

menyatakan jika orang merdeka membunuh seorang budak, maka ia dikenakan

qisȃs.44

Kemudian Abȗ Hanȋfah dan para pengikutnya, imam al-Tsaurȋ dan ibnu

abȋ Laila bersepakat bahwa orang yang merdeka dapat dikenakan hukum qisȃs

jika ia membunuh seorang hamba sahaya, sebagaimana seorang hamba sahaya

akan dikenakan hukum qisȃs jika ia membunuh seorang yang merdeka. Pendapat

ini juga diikuti oleh Daud, Sa‟ȋd bin al-Musayyab, Qatadah, Ibrahīm, al-Nakha‟ȋ,

dan al-Hakām bin Uyaynah. Dan Pendapat ini didasarkan pada penjelasan dari

„Alȋ bin Abȋ Thȃlib dan Ibn Mas‟ȗd.45

Ibn al-„Arabȋ menegaskan dalam Ahkȃm al-Qur‟ȃn bahwa pendapat yang

mengatakan orang merdeka yang membunuh hamba sahayanya sendiri dikenai

hukuman qisȃs adalah pendapat yang amat buruk. Ibn al-„Arabȋ berargumen

bahwa pada QS. Al-Isrȃ‟ ayat 33, kata liwaliyyih (ahli warisnya) dalam ayat

43

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid I, h. 469

. 44

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ lȋ Ahkȃm al-

Qur‟ȃn.... Juz III, h. 67. 45

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 68.

Page 72: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

56

tersebut diartikan dengan tuan dari hamba sahaya tersebut. Bahkan para ulama

telah bersepakat bahwa seorang tuan yang membunuh hamba sahayanya secara

tidak sengaja, maka ia tidak akan dimintai diyȃt seharga hamba sahaya tersebut

untuk bait al-mȃl.46

Meski demikian, al-Qurtȗbȋ menyebutkan bahwa al-Nakha‟ȋ dan salah satu

dari pendapat al-Tsaurȋ menyepakati jika seorang tuan membunuh hamba

sahayanya sendiri, maka ia tetap akan dikenai hukuman qisȃs.47

Wahbah Zuhaylȋ berpandangan bahwa menurut madzhab Hanafȋ yang

dimaksud dengan firman-Nya ثىن ال ثى ب ن ال و د ب ع ال ب د ب ع ال و ر ح ال ب ر ح ل ا setelah firmannya

( لى ت ق ى ال ف اص ص ق ال ن ك ي ل ع ب ت ك ) adalah sebagai bantahan atas apa yang telah dilakukan

sebagian suku. Mereka hanya bersedia membunuh orang merdeka sebagai balasan

budak mereka yang dibunuh. Mereka mau membunuh laki-laki untuk balasan

terhadap perempuan mereka yang dibunuh. Jadi firman ini menghapus kezaliman

yang ada itu, dan menegaskan kewaiiban qisȃs atas pembunuh sendiri, bukan

orang lain. Dengan demiikian, ayat ini tidak mengandung dalil bahwa orang

merdeka tidak dibunuh lantaran ia membunuh budak, atau bahwa laki-laki tidak

dibunuh bila ia membunuh perempuan, karena Allah mewajibkan membunuh

kepada pembunuh dengan bagian awal ayat ( لى ت ق ى ال ف اص ص ق ال ن ك ي ل ع ب ت ك ) dan ini

mencakup semua pembunuh, baik ia orang merdeka yang membunuh budak atau

lainnya, baik ia orang Islam yang membunuh orang kafir dzimmi atau lainnya;

46

Abȋ Bakar Muhammad ibn „Abd lillah al-Ma‟rȗf bi Ibn al-„Arabī, Ahkȃm al-Qur‟ȃn,

Juz 1, h. 63. 47

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 72.

Page 73: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

57

kemudian datang ayat ر ح ال ب ر ح ل ا) ) untuk menjelaskan dan menegaskan apa yang

telah disebutkan terdahulu.48

3. Non Muslim (Kafir)

Perbedaan pandangan juga terjadi dalam masalah pembunuhan terhadap

non-muslim. sebagian mensyaratkan kesepadanan antara seorang pembunuh dan

seorang terbunuh dalam hal keislaman. Jadi, orang Islam tidak dibunuh gara-gara

membunuh orang kafir. Sedangkan madzhab Hanafī tidak mensyaratkan

kesepadanan dalam hal agama, tetapi cukup adanya kesepadanan atau kesamaan

dalam hal kemanusian. Jadi, orang Islam dibunuh bila membunuh orang kafir, dan

orang merdeka dibunuh jika membunuh budak.49

Dalam pandangan Wahbah Zuhaylȋ bahwa Jumhur ulama selain berargumen

terhadap QS. al-Baqarah [2]: 178 mereka juga berargumen dengan sabda Nabi

saw yang diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun kitab Sunan (kecuali an-

Nasȃ‟i) dari Abdullah bin Amr.50

لم بكافر ل ي قتل مArtinya: “Seorang Muslim tidak dibunuh lantaran ia membunuh orang

kafir.”

Sedangkan hadis yang diriwayatkan dari Rabi‟ah bahwa Nabi SAW telah

mengqisȃs seorang muslim karena ia membunuh orang kafir pada saat perang

khaibar adalah tidak benar adanya, karena hadis ini termasuk hadis yang munqati‟

(terputus sanadnya). Dan juga hadis yang diriwayatkan dari ibnu al Bailamanȋ dari

48

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj… Jilid I, h.

474. 49

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid I, h.

473-474. 50

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid I, h.

474.

Page 74: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

58

Ibnu Umar adalah hadis yang daif. Karena hadis tersebut hadis marfu‟ (tanpa

melalui riwayat dari sahabat).51

Imam ad Daraqutnȋ mengatakan. Tidak ada sanad lain dari hadis ini kecuali

melalui Ibrȃhim bin Yahyȃ, dan hadis hadis yang diriwayatkan oleh Ibrȃhim

adalah hadis yang tidak dapat dijadikan sandaran. Sedangkan yang sebenarnya

adalah hadis ini diriwayatkan dari rabiah, dari Ibnu Al Bailamanȋ, lalu langsung

mursal (tanpa menyebutkan sahabat atau tabiin) kepada Nabi saw dan riwayat dari

ibnu al-Bailamanȋ ini adalah riwayat yang lemah, yang tidak dapat digunakan

sebagai hujjah meski hadisnya itu wasal (tidak terputus hingga ke Nabi saw),

apalagi jika hadisnya mursal.52

Berbeda dengan pendapat jumhur ulama, Wahbah Zuhailȋ menjelaskan

bahwa pendapat Madzhab Hanafȋ yang membolehkan membunuh orang Islam

apabila ia membunuh orang kafir diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh

ath-Tahawȋ dari Muhammad Ibnul munkadir, bahwa Nabi saw menjatuhkan

hukuman qisȃs terhadap seorang Muslim lantaran ia membunuh orang kafir

dzimmi, dan beliau bersabda.

انا احق من وف بذمتوArtinya:“aku adalah orang yang paling berhak untuk menepati janji

dzimmahnya”

Dan juga diriwayatkan bahwa Umar dan Alȋ pernah menjatuhkan qisȃs atas

orang muslim lantaran ia membunuh orang kafir dzimmȋ, dan Alȋ berkata: kita

51

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 69. 52

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 69.

Page 75: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

59

telah memberi mereka janji keamanan agar darah (nyawa) mereka seperti darah

(nyawa) kita dan diyȃt mereka seperti diyȃt kita.53

Hadis yang berbunyi,

ل ي قتل مؤمن بكافرول ذوعهد بعهده

Artinya:“Seorang mukmin tidak dibunuh lantaran ia membunuh orang kafir,

dan begitu pula orang kafir yang telah diberi janji keamanan oleh umat Islam.

Menurut Wahbah Zuhaylȋ Hadis ini ditakwilkan oleh madzhab hanafȋ,

berdasarkan ijma‟ orang kafir yang punya janji keamanan dibunuh jika ia

membunuh orang kafir lain yang juga punya janji keamanan, karena itu orang

kafir yang disebutkan pertama dalam hadis ini harus dipersempit dengan label

“harbȋ” ini, sebab sifat yang disebutkan setelah beberapa kata merujuk kepada

seluruh kata itu. Dengan demikian, taqdȋr kira-kira bunyi hadis begini ( ليقتل

orang Islam tidak dibunuh lantaran“ (هؤهن بكافر حربي ولذو عهد بكافر حربي

membunuh orang kafir harbi, dan orang kafir yang punya janji keamanan juga

tidak dibunuh lantaran membunuh orang kafir harbi, karena orang kafir dzimmi

dibunuh bila ia membunuh orang kafir dzimmi, maka dapat di mengerti bahwa apa

yang dimaksud dengan orang kafir adalah orang kafir adalah orang kafir “harbi”,

sebab dialah orang yang bila dibunuh maka pembunuhnya (yang orang Islam atau

orang kafir dzimmi) tidak diqisȃs.54

Al-Jassȃs mengungkapkan salah satu pemberlakuan qisȃs ini ialah pada

pembunuhan yang dilakukan non muslim terhadap seorang muslim. Namun

sebaliknya, hukuman qisȃs tidak berlaku bagi pembunuhan yang dilakukan

53

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid I, h.

475. 54

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid I, h.

475.

Page 76: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

60

seorang muslim terhadap non-muslim. Dalam hal ini, non muslim yang dimaksud

adalah kafir dzimmi atau orang yang beragama selain Islam yang hidup dengan

damai bersama umat muslim. Pendapat ini dipilih oleh al-Tsaurȋ, al Auza‟ȋ dan

Imam Syȃfi‟ȋ55

Menurut al-Shabunȋ, bahwa tidak semua manusia memiliki

kehormatan yang sama. Dalam pandangan para ulama, seorang muslim memiliki

kedudukan yang lebih terhormat daripada seorang non-muslim, sehingga nyawa

seorang muslim dipandang lebih berharga atau terhormat daripada nyawa non-

muslim. Atas dasar inilah seorang muslim yang membunuh non-muslim tidak

dikenakan hukuman qisȃs sebagai hukum balasan yang setimpal. Pendapat ini

didukung oleh tiga aliran fikih, Mȃlikiyah, Syȃfi‟iyah dan Hanȃbilah.56

Meski demikian, sebagian mufassir lain menganggap bahwa setiap orang

memiliki hak hidup yang sama tanpa melihat status sosial dan agama yang

dianutnya. Dengan demikian, setiap orang yang menghilangkan nyawa orang lain

maka hukumannya adalah qisȃs. Al-Jassȃs menegaskan bahwa muslim dan non

muslim memiliki hak yang sama untuk dilindungi jiwanya, sehingga keduanya

harus menjalani hukuman qisȃs apabila telah terbukti melakukan pembunuhan

sengaja.57

4. Perempuan

Perbedaan pandangan juga terjadi dalam masalah pembunuhan terhadap

perempuan. Jumhur ulama mensyaratkan kesepadanan antara seorang pembunuh

dan terbunuh dalam hal jenis kelamin. Jadi, laki-laki tidak dibunuh gara-gara

membunuh perempuan. Sedangkan madzhab Hanafȋ tidak mensyaratkan

55

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ Al Jassȃs, Ahkȃm al-Qurȃn..., h. 173. 56

Muhammad „Ali al-Shabuni, Rawai‟ al-Bayȃn Tafsȋr ayȃt al-Ahkȃm min al-Qur‟ȃn

(t.tp: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 2001), Juz II, h. 135. 57

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ Al Jassȃs, Ahkȃm al-Qur‟ȃn... h. 165

Page 77: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

61

kesepadanan dalam hal jenis kelamin, tetapi cukup adanya kesepadanan atau

kesamaan dalam hal kemanusian. Jadi, orang islam dibunuh bila membunuh orang

kafir.58

Pada QS. Al-Baqarah [2]:178 meyatakan bahwa perempuan dibunuh

lantaran ia membunuh perempuan, tetapi tidak menjelaskan hukum laki-laki yang

membunuh perempuan dan sebaliknya. karena itu para ulama berbeda pendapat.

Hasan al-Basyrȋ dan „Ata‟ berkata, Laki-laki tidak dibunuh gara-gara

membunuh perempuan.59

Dengan dalil ayat ini.

لى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى ي أي ها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص ف القت 60(ٯٮ٨)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisȃs

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

Al-Laits bin Sa‟d berpendapat bahwa Kalau seorang laki-laki membunuh

istrinya, ia tidak dibunuh sebagai qisȃsnya. (Kalau perempuan yang dibunuh itu

bukan istrinya, ia dibunuh sebagai qisȃsnya). Namun Jumhur berbeda pendapat.

Mereka menetapkan bahwa laki-laki dibunuh bila membunuh perempuan dan

perempuan dibunuh bila membunuh laki-laki, dengan dalil ayat 45 surah al-

Māidah: "Dan Kami telah tetapkan terhadup mereka di dalamnya (at-Taurat)

bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa. Mereka juga berpedoman kepada sabda

Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh al-Bukhȃri, Ahmad, dan para penyusun

kitab Sunan (kecuali Ibnu Majah) dari Abu Juhaifah.61

58

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid I, h.

473 – 474. 59

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid I, h.

476. 60

QS: Al-Baqarah (2): 178 61

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…, Jilid I, h.

476.

Page 78: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

62

لمون ت تكافأ دماؤىم الم Artinya: "Orang-orang Islam itu setara darah mereka."

Para ulama telah bersepakat bahwa seorang laki-laki yang membunuh

seorang wanita ia dikenakan hukuman qisȃs, dan begitu juga sebaliknya, Namun

mereka berbeda pendapat mengenai pembagiannya. Imam Mȃlik, Asy-Syȃfi‟ȋ,

Imȃm Ahmad, Ishȃk, al-Tsauri, dan Abu Tsaur, mengatakan bahwa hukuman

qisȃs ini juga berlaku terhadap hukuman selain nyawa, sedangkan Himad bin Abi

Sulaiman dan Imam Abȗ Hanȋfah mengatakan bahwa hukuman qisȃs ini tidak

berlaku terhadap hukuman yang selain nyawa saja, hukuman ini hanya untuk

hukuman yang berkaitan dengan nyawa saja, namun pendapat ini terbantahkan,

karena hukuman qisȃs untuk yang selain nyawa lebih utama dan lebih

dibutuhkan.62

5. Anak-anak

Perbedaan pandangan juga terjadi dalam masalah pembunuhan yang

dilakukan seorang bapak kepada anaknya dengan sengaja. Sebagian mengatakan

bahwa bapak tidak diqisȃs sebagian lagi ada yang mengatakan diqisȃs.

Jumhur ulama, selain Imȃm Mȃlik, berkata, ia tidak dikenai qisȃs, ia harus

membayar diyȃt anaknya. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh at-

Tirmidzȋ, Ibnu Mȃjah, dan al-Nasa‟i dari Umar bin Khattab r.a bahwa Nabi saw

bersabda.63

62

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 71. 63

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj..., Jilid I, h.

477.

Page 79: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

63

ع روول له ى الله عليه وسلم ي ي قول : ل ي قاد الوالد بلولد عن عمر ابن ال 64طاب قال : م Artinya: Dari „Umar bin al-Khaththab berkata; saya mendengar

Rasulullah saw. bersabda: “tidak diqisȃs orang tua yang membunuh anaknya”.

Demikian juga hadis yang diriwayatkan oleh al-Kahlani:

65عن ابن عباس عن النب ى الله عليه وسلم ي قال : ل ي قتل الوالد بلولد Artinya: Dari Ibnu “Abbas dari Nabi saw. bersabda: “Tidak dibunuh

orang tua yang membunuh anaknya”

Dan hadis yang diriwayatkan Ibn Majah

66عن عبد له ابن عمرو قال: قال روول له ى الله عليه وسلم ي : ان ومالك لبيك

Artinya: Dari Abdillah Ibnu Amru berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Kamu dan hartamu itu adalah milik bapakmu”.

Adapun Imȃm Mȃlik berpendapat bahwa kalau seorang membunuh

anaknya dengan sengaja, misalnya membaringkannya lalu menyembelihnya, atau

mengikatnya, lalu memanahnya sampai mati, serta tidak ada alasan baginya untuk

melakukan hal itu dan tidak ada syubhat yang menunjukkan terjadinya hal itu

karena ketidaksengajaan, maka orang itu dikenai hukum qisȃs. Adapun kalau ia

melempar anaknya dengan senjata tajam atau dengan tongkat dengan niat untuk

mendisiplinkannya, atau hal itu dilakukannya dalam keadaaan marah, lalu anak

meninggal, maka orang tua tdak diqisȃs, karena statusnya sebagai bapak menjadi

syubhat atau tanda bahwa ia tidak bermaksud membunuh.67

Al-Qurtȗbȋ menjelaskan bahwa Imȃm Al-Daruqutnȋ dan imam Abȗ Mȗsȃ

al-Tirmidzī meriwayatkan dari Suraqah bin Mȃlik, ia berkata: aku pernah melihat

64

Muhammad bin „Ȋsa Al-Tirmidzȋ, Sunan al-Tirmidzȋ wa huwa al-Jȃmi‟ al-Sahȋh

)Beirȗt-Lebanon: Dȃr al-Kutȗb al-Ilmiyyah , t.th(, Juz IV, h. 12. 65

Al-Imȃm Muhammad bin Ismȃ‟il al-Kahlȃni al-San‟anȋ al-Yamanȋ, Subul al-Salȃm,

Syarh Bulȗgh al-Marȃm: min Adillah al-Ahkȃm (Beirȗt: Dȃr al-Fikr), Juz III h. 233. 66

Abi „Abd lillah Muhammad bin Yazȋd Ibn Majah, Sunan Ibnu Majȃh (Beirȗt: Dȃr al-

Fikr, t.th), Juz II, hlm. 769. 67

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj...Jilid I, h. 477

Page 80: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

64

Rasulullah saw melaksanakan qisȃs terhadap anak yang membunuh bapaknya,

dan seorang ayah yang membunuh anaknya tidak diqisȃs. Namun Abȗ Mȗsȃ

dalam komentarnya mengenai hadis ini mengatakan bahwa kami tidak

menemukan ada hadis yang diriwayatkan dari Suraqah dengan bentuk yang lain

selain dari hadis ini, dan isnad hadis ini pun tidak shahih. Meski demikian, para

ulama berpendapat bahwa seorang ayah tidak dikenakan hukuman qisȃs bila ia

membunuh anaknya sendiri, dan ia juga tidak dikenakan hukuma jika ia menuduh

anaknya berzina.68

Sementara Ibn Mundzir menyatakan bahwa para ulama berbeda pendapat

mengenai hukum seorang ayah yang membunuh anaknya sendiri secara sengaja.

Beberapa dari mereka berpendapat bahwa seorang ayah yang membunuh anaknya

tidak dikenai hukuman qisȃs, namun ia tetap mendapat hukuman pengganti

berupa diyȃt. Pendapat ini disampaikan di antaranya oleh Asy-Syȃfi‟ȋ, imȃm

Ahmad, Ishȃk, dan para pengikut madzhab Hanafȋ dan pendapat ini diriwayatkan

dari „Ata‟ dan Mujȃhid.69

Sedangkan Imȃm Mȃlik, Ibn Nȃfi‟ Ibn „Abd al-Hakȃm berpendapat bahwa

seorang ayah yang membunuh anaknya tetap dikenakan qisȃs. Kemudian al-

Mundzir menguatkan pendapat Imȃm Mȃlik tersebut dengan dalil QS.Al-Baqarah

ayat 178 dan hadis Nabi Saw yang menyatakan bahwa darah orang-orang muslim

benilai sama.70

68

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 73. 69

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 73. 70

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III, h. 73.

Page 81: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

65

Adapun menurut Ibn al-„Arabȋ, jika seorang ayah membunuh anaknya

sendiri maka seorang ayah tidak dikenakan hukuman qisȃs. Pendapat ini

berdasarkan alasan bahwa seorang ayah merupakan penyebab keberadaan

anaknya, sehingga tidak mungkin seorang anak menjadi penyebab ketiadaan

ayahnya.71

Namun pendapat ini bertentangan dengan hukum lain, seperti seorang

ayah yang menyetubuhi anak perempuannya, dan ia dikenakan hukuman rajam

hingga mati. Dengan demikian sangat jelas bahwa seorang anak dapat menjadi

penyebab ketiadaan ayahnya, walaupun ayahnya tersebut adalah penyebab

keberadaannya.72

Firman Allah Swt dalam QS. Al-Isrȃ‟ [17]: 31

لهم كان خطئا كبيرا ) ول كم إن ق ت 73(٨٪ت قت لوا أولدكم خشية إملاق نن ن رزق هم وإي

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut

kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga

kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Dalam penafsiran QS. Al-Isrȃ‟ ayat 31, Quraish Sihab menjelaskan bahwa

ayat ini berisi tentang pelarangan membunuh anak perempuan dengan sebab takut

miskin. Dilarang pula untuk khawatir tentang rezeki anak-anak dan juga rezeki

kita. Sebenarnya urusan rizki sudah dijamin oleh Allah sesuai dengan kebutuhan

masing-masing. Bagian terpenting dari rezeki adalah selalu berusaha untuk

mendapatkan rezeki tersebut dengan baik. Pelarangan pembunuhan ini tertuju

secara umum untuk semua umat muslim khususnya. Redaksi pelarangan ini

71

Abȋ Bakar Muhammad ibn „Abd lillah al-Ma‟rȗf bi Ibn al-„Arabī, Ahkȃm al-Qur‟ȃn,

Juz 1, h. 63, Juz 1, h.65. 72

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn...Juz III Juz III, h. 74. 73

QS. Al-Isrȃ‟ [17]: 31

Page 82: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

66

menggunakan kata jamak ول تقتلىا yang mengisyaratkan bahwa pembunuhan anak

perempuan merupakan tindakan buruk pada zaman jahiliyah dan beban moralnya

secara kolektif atau menyeluruh pada kelompok masyarakat. Redaksi yang sama

pada QS. Al-an‟ȃm: 6 dan 151 menjelaskan bahwa motivasi pembunuhan ini

berlatar belakang kemiskinan yang sedang dialami oleh sang ayah dan semakin

meningkatnya kekhawatiran ketika terlahirnya anak.74

Oleh karena itu pada QS. Al-An‟ȃm ini Allah memberikan jaminan rezeki

atas sang ayah dan dilanjutkan untuk sang anak. Sedangkan pada QS. Al-isra‟: 31

ada penambahan kata “Khasyyah” ( خشية) yang berarti takut yang menjadi dugaan

sang ayah terhadap anaknya mengalami kesulitan rezeki. Maka Allah memberikan

jaminan rezeki anak terlebih dahulu setelah itu baru sang ayah. Penggalan ayat ini

merupakan sanggahan dari berbagai dalih untuk membunuh anak-anak salah

satunya dengan faktor kemiskinan. Akhir penggalan ayat ini memberikan

penjelasan bahwa pembunuhan merupakan kategori dosa yang sangat besar,

dikarenakan pada masa jahiliyah masyarakatnya menganggap hal ini benar dan

baik. Penegasan ini berdasarkan kata khitaa ( أط خ ) yang pelaksanaan

pembunuhannya dengan sengaja.

6. Janin

Secara bahasa aborsi adalah pengguguran kandungan (janin). Bersal dari

kata ( جهضا -جهض ) artinya menghilangkan. Maka ( اجهضت الحاهل ) artinya

membuang anak sebelum sempurna dan disebut dengan menggugurkan janin.75

74

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol 7, h. 457. 75

Ibrȃhim Mustȃfȃ dkk, al-Mu‟jȃm al-wasȋt, (Damsik: Maktabah al-Nuri, tt), h. 143.

Page 83: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

67

Atau, secara bahasa juga bisa dikatakan, lahirnya janin karena dipaksa atau karena

lahir dengan sendirinya.

Dalam masalah pebunuhan janin (aborsi) ada dua pendapat jika

pengguguran (aborsi) itu dilakukan. Pertama: janin yang keluar dalam keadaan

hidup lalu mati. Kedua: janin yang keluar dalam keadaan hidup.

Jika janin keluar dalam keadaan hidup lalu mati, seluruh ulama pendapat,

orang yang memukul tersebut wajib membayar diyȃt penuh, jika pemukulan

tersebut tidak sengaja, dan kalau disengaja, diyȃt itu dibayarkan setelah dibagi

kepada para aqilah.76

Namun pendapat lain mengatakan bahwa diyȃt itu dibayar

tanpa dibagi.77

Namun jika yang keluar janin itu dalam keadaan hidup, para ulama tidak

berbeda pendapat maka wajib bagi yang memukulnya membayar kaffarat dengan

diyȃt. Namun mereka berbeda pendapat tentang membayar kaffarat ini, jika janin

yang keluar itu dalam keadaaan mati, imȃm mȃlik berpendapat wajib

membebaskan budak dan membayar kaffarat. Abȗ hanȋfah dan Asy-Syȃfi‟ȋ

berpendapat hanya membebaskan budak dan tidak diwajibkan membayar

kaffarat.78

C. Hukum dan Sanksi Pembunuhan

1. Hukum Pembunuhan

Hukum pembunuhan dalam ajaran Islam dapat dibagi dua, yaitu

pembunuhan yang dibenarkan secara hukum yaitu menurut ajaran al-Qur‟ān dan

76

Aqilah adalah hubungan kekeluargaan dengan korban pembunuhan. 77

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn…Juz VII, h. 21. 78

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn…Juz VII, h. 21.

Page 84: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

68

As-Sunnah dan pembunuhan yang melanggar hukum yaitu pembunuhan yang

dilarang oleh al-Qur‟ȃn maupun as-Sunnah.

Di antara pembunuhan yang dibenarkan secara hukum seperti halnya

pertama: membunuh orang dengan sengaja. Dalam QS. Al-Baqarah [2]: 178

لى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى فمن ي أي ها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص ف القت ان ذلك تفيف من ربكم ور حة فمن عفي لو من أخيو شيء فاتباع بلمعروف وأداء إليو بح

79(ٯٮ٨ى ب عد ذلك ف لو عذاب أليم )اعتد

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisȃs

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa

yang mendapat suatu pema‟afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema‟afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma‟af) membayar

(diyȃt) kepada yang memberi ma‟af dengan cara yang baik (pula). yang demikian

itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa

yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.

Ayat ini berbicara tentang hukuman balasan terhadap pelaku pembunuhan.

hukum qisȃs menjadi parameter utama untuk menjatuhi hukuman bagi para

pelaku pembunuhan. Penulis sudah menjelaskan secara rinci pada penjelasan

sebelumnya tentang ayat ini. yaitu pada penjelasan mengenai pelaku dari segi

pelaku dan korban.

Kedua: Orang yang menyebarkan kerusakan di muka Bumi dalam QS. Al-

Maidah [5]: 33

ادا أن ي قت لوا أو يصلب عون ف الأرض ف ا جزاء الذين ياربون الل وروولو وي وا أو ت قطع أيديهم إنفوا من ن يا ولم ف الآخرة عذاب عظيم وأرجلهم من خلاف أو ي ن الأرض ذلك لم خزي ف الد

(٪٪)80

79

QS. al-Baqarah [2]: 178 80

QS. Al-Maidah [5]: 33

Page 85: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

69

Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi,

hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka

dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang

demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat

mereka beroleh siksaan yang besar.

Ayat ini menjelaskan tentang hukuman terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasulnya, serta orang-orang yang membuat kerusakan di

muka bumi. memerangi Allah dan Rasulnya dalam pandangan al-Maraghi adalah

melakukan penganiayaan, ancaman, bencana, dan rasa aman atas jiwa dan harta.81

Sedangkan dalam tafsir kementerian agama disebutkan memerangi Allah dan

Rasulnya adalah melampaui batas dan merampas harta orang lain.82

Sedangkan

orang yang membuat keruaskan di bumi adalah perbuatan Qat‟u al-Tȃriq, yaitu

(pembegal, penyamun, bandit) dengan meneror pengguna jalan serta melakukan

pelanggaran terhadap jiwa, harta dan kehormatan.83

Ketiga: Hadis Nabi tentang pembunuh, Zina Muhshan, dan Murtad

عمش عن عبد الرحن بن مرة اخب رنا اوحاق بن منصور قال : اخب رنا عبد الرحن عن وفيان عن ال ره ل يل دم روق عن عبد له قال : قال روول له ى الله عليه وسلم ي والذي ل الو غي لم يشهد عن م امرئ م

روول له ال ولام مفارق الماعة و الث يب الزن التا لاة ن فر :ان ل الو ال له وان رك للا والن فس بلن فس

Artinya: “Telah mengkhabarkan kepada kami Isḥȃq ibn Manṣȗr, berkata

telah mengkhabarkan kepada kami „Abd ar-Rahmȃn dari Sufyȃn dari al-A‟masy

dari „Abd Allȃh ibn Murrah dari Masrȗq dari „Abd Allȃh berkata, bersabda

Rasȗlullah saw.: “Demi zat yang tidak ada selainNya, tidak haLal darah seorang

muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allȃh dan aku sebagai

utusan-Nya, kecuali tiga orang: Orang yang meninggalkan Islam (dan)

81

Ahmad Mustȃfȃ Al-Marȃghȋ, Tafsȋr al-Marȃghȋ (Kairo, Syirkah Maktabah Musthȃfȃ

al-Bab al-Halabȋ, 1946), Juz. VI, h. 104 82

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya.. h.389 83

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj...Jil. III, h.

512.

Page 86: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

70

memisahkan jama‟ah, orang yang sudah menikah berbuat zina dan orang yang

membunuh dengan sengaja.”(HR. An-Nasȃ‟ȋ)84

Pada hadis Nabi ini menjelaskan larangan membunuh orang-orang yang

masih bersaksi dan mengimani Allah swt.

Sedangkan dalil tentang pembunuhan yang melanggar hukum yaitu

pembunuhan yang dilarang oleh al-Qur‟ȃn maupun as-Sunnah sebagai berikut:

Pertama: Pembunuhan terhadap seorang mukmin dengan sengaja dalam

Qs. An-Nisa‟ [4]: 93.

دا فجزاؤه جهنم خالدا فيها وغضب الل عليو ولعنو وأعد ل و عذاب عظيما ومن ي قتل مؤمنا مت عم(٪)85

Artinya: Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan

sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka

kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.

Ayat ini merupakan balasan akhirat terhadap pelaku pembunuhan sengaja,

yaitu kekal di neraka, dan Allah mengutuknya, serta menyediakan adzab yang

besar baginya.

Kedua: larangan membunuh anak karena takut miskin dalam QS. Al-

„An‟ȃm [6]: 151

ئا وبلوالدين انا ول ت قت لوا أولدكم من قل ت عالوا أتل ما حرم ربكم عليكم أل تشركوا بو شي إحها وما بطن ول ت قت لوا الن ف ىم ول ت قربوا الفواحش ما ظهر من إملاق نن ن رزقكم وإي س ال حرم الل

86(٨٬٨لون )إل بلق ذلكم وصاكم بو لعلكم ت عق

Artinya: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas

kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan

Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki

84

Jalāl ad-Din as-Suyȗṭi, Sunan an-Nasā‟i bi Syarh Jalāl ad-Dīn as-Suyuṭȋ (Beirȗt: Dar al

Ma‟arif,tt), juz VII, hlm. 104-105. 85

Qs. An-Nisa‟ [4]: 93 86

QS. Al-„An‟am [6]: 151

Page 87: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

71

kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-

perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi,

dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)

melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan

kepadamu supaya kamu memahami(nya).

Pada ayat ini terdapat tiga larangan pembunuhan. pertama. larangan

membunuh anak dan kedua larangan membunuh jiwa.

a. larangan membunuh anak dalam ayat ini menjadi sebab terhadap

kehawatiran orang-orang musyrik yang berpandangan bahwa anak-

anak mereka akan menjadikan mereka miskin dan faqir. Di antara

mereka ada yang melakukan hal tersebut kepada anak-anak perempuan

dan laki-laki mereka karena takut miskin. 87

ayat ini juga sebagai

sanggahan kepada mereka yang menjadikan kemiskinan apapun

sebabnya sebagai dalih untuk membunuh anak 88

b. larangan membunuh jiwa yang Allah haramkan, baik seorang muslim

maupun orang yang mendapat perlindungan umat Islam.

c. Kecuali dengan cara yang benar yang Allah wajibkan membunuhnya.89

Dapat disimpulkan pada ayat ini mengandung tuntutan umum menyangkut

prinsip dasar kehidupan yang bersendikan kepercayaan akan keesaan Allah swt.

Hubungan antara sesama berlandaskan hak azazi, penghormatan, serta kejauhan

dari segala bentuk kekejian moral.

ketiga: larangan membunuh anak karena takut miskin dalam QS. Al-Isrȃ‟

[17]: 31

87

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn…Juz VIII, h. 107. 88

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. IV, h. 334. 89

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn…Juz. IX, h.109.

Page 88: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

72

لهم كان خطئ كم إن ق ت 90 (٨٪ا كبيرا )ول ت قت لوا أولدكم خشية إملاق نن ن رزق هم وإي

Artinya: dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut

kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga

kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Dalam pandangan al-Qurtȗbi Ayat ini sama hal-nya dengan larangan

membunuh anak pada al-An‟ȃm [6]: 15191

namun dalam pandangan Quraish

Sihab kemiskinan dalam ayat ini belum terjadi, baru dalam bentuk kekhawatiran.

Karena itu dalam ayat ini ada kata (khasyat) yakni takut. kemiskinan yang

dikhawatirkan itu adalah kemiskinan yang boleh jadi akan dialami anak. Maka

untuk menyingkirkan kekhawatiran itu, Allah menyampaikan bahwa “kamilah

yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu”, yakni anak-anak

yang kamu khawatirkan jika dibiarkan hidup akan mengalami kemiskinan. Setelah

jaminan ketersediaan rezeki itu, barulah jaminan kepada seorang ayah dengan

adanya kalimat “ dan juga kamu”92

keempat: larangan membunuh jiwa dalam QS. Al-Isrȃ‟ [17]: 33

رف ف ول ت قت لوا الن فس ال حرم الل إل بلق ومن قتل مظلوما ف قد جعلنا لوليو ولطانا فلا ي 93(٪٪القتل إنو كان منصورا )

Artinya: dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan barangsiapa

dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan

kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam

membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.

Penjelasan pengharaman membunuh diri dan membunuh orang lain

kecuali dengan alasan yang benar. Pada ayat ini menjelaskan bahwa janganlah

90

QS. Al-Isra‟ [17]: 31 91

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn…Juz. XIII, h. 70. 92

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. IV, h. 333-334. 93

QS. Al-Isrȃ‟ [17]: 33

Page 89: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

73

kalian membunuh manusia yang diharamkan oleh syar‟ȋ kecuali dengan alasan

yang benar, yaitu kafir setelah beriman (murtad), berzina setelah menikah, dan

membunuh jiwa yang terjaga dengan sengaja.94

زنون ومن ي فعل والذين ل يدعون مع الل إلا آخر ول ي قت لون الن فس ال حرم الل إل بلق ول ي 95(ٯ٭ذلك ي لق أثما )

Artinya: dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta

Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali

dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan

yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).

Penjelasan pengharaman membunuh diri dan membunuh orang lain

kecuali dengan alasan yang benar. Pengharaman ini juga sama hal nya dengan

penjelasan QS. Al-Isra‟ [17]: 33.

Larangan membunuh jiwa juga terdapat dalam QS. Al-Mȃidah [5]: 32

اد ف الأرض ف ا بغير ن فس أو ف نا على بن إورائيل أنو من ق تل ن ف ا ق تل من أجل ذلك كت ب كأنيعا ولقد جاءت هم رولنا ب ا أحيا الناس ج يعا ومن أحياىا فكأن هم ب عد الناس ج إن كثيرا من لبينات

رفون ) 96(٩٪ذلك ف الأرض لم

Artinya: oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,

bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,

Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa

yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah

memelihara kehidupan manusia semuanya. dan sesungguhnya telah datang

kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan

yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh

melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.

94

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj..h. 17 95

QS. Al Furqȃn [25]: 68. 96

QS. Al-Mȃidah [5]: 32.

Page 90: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

74

Ayat ini merupakan pensyariatan qisȃs bagi bani Israil menyangkut

seorang pelaku pembunuhan. Ayat ini bukanlah mengisyaratkan kepada kisah

Habil dan Qabil, tetapi mengisyaratkan kepada apa yang disebutkan dalam kisah

tersebut berupa berbagai bentuk kerusakan dan kerugian yang muncul akibat

tindakan pembunuhan yang haram, yaitu pembunuhan sengaja dan terencana

secara aniaya tanpa alasan yang dibenarkan.

2. Sanksi pelaku Pembunuhan

a. Sanksi pelaku pembunuhan sengaja

Salah satu bentuk hukuman yang diperintahkan Allah kepada umat Islam

adalah qisȃs. Secara literal, qisȃs merupakan kata turunan dari qassa-yaqussu-

qassan wa qasasȃn ( ا –يقض –ض ق قصصا -قص و ) yang berarti menggunting,

mendekati, menceritakan, mengikuti jejaknya, dan membalas.97

Rȃghib al-

Asfahȃni mengatakan, bahwa qisȃs berasal dari kata قض yang berarti mengikuti

jejak.98

Secara terminologi, qisȃs berarti hukuman yang dijatuhkan sebagai

pembalasan serupa dengan perbuatan pembunuhan, melukai atau merusak anggota

badan berdasarkan ketentuan yang diatur oleh syara‟.99

Ibnu Manzur mengatakan qisȃs dalam pengertian syar‟ȋ adalah membunuh

orang yang melakukan pembunuhan berdasarkan ketentuan syar‟ȋ terhadap pelaku

pembunuhan atau hukuman yang ditetapkan dengan cara mengikuti bentuk tindak

97

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta:

Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1210. 98

Rȃghib al-Asfahȃnȋ, Mu‟jȃm Mufradȃt al fȃz al-Qur‟ȃn (Beirȗt: Dȃr al-Fikr, t.t.), h.

419. 99

Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 278.

Page 91: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

75

pidana yang dilakukan, seperti membunuh dibalas dengan membunuh, melukai

dibalas dengan melukai dan seterusnya.100

Menurut Ibnu Rusyd, qisȃs ialah memberikan akibat yang sama pada

seseorang yang menghilangkan nyawa, melukai atau menghilangkan anggota

badan orang lain seperti apa yang telah di perbuatnya.101

Oleh karena itu,

hukuman qisȃs itu ada dua macam yaitu qisȃs jiwa yakni hukuman bunuh untuk

tingkat pembunuhan dan hukuman qisȃs untuk anggota badan yang terpotong atau

dilukai.102

Dulu, sebelum Islam, hukuman pembunuhan bermacam-macam. Di

kalangan kaum Yahudi, hukumannya adalah qisȃs, sedangkan di kalangan kaum

Nasrani hukumannya adalah diyȃt, sementara di kalangan bangsa arab jahiliyah

berkembang kebiasaan balas dendam, yang dibunuh adalah selain pembunuh,

kadang mereka membunuh kepala suku, atau membunuh lebih dari satu orang dari

suku seorang pembunuh, kadang mesti meski korbannya satu orang, mereka

menuntut balas terhadap sepuluh orang, kalau korbannya perempuan mereka

menuntut balas terhadap laki laki, dan kalau korbannya budak mereka ingin

membunuh orang merdeka sebagai balasannya.103

Namun dalam Islam hukum pembunuhan tidak hanya berlaku pada hukum

qisȃs saja maupun diyȃt saja, seperti yang ada di kalangan kaum Yahȗdi dan

Nasrȃni, akan tetapi Islam memiliki ciri bahwa berkaitan dengan pembunuhan,

Islam menggabungkan antara pensyariatan qisȃs yang berlaku di kalangan Bani

100

Ibnu Manzur, Lisȃn al-„Arȃb (t.tp: Al-Maktabah al-Syamilah,t.th) Jil. III, h.370 101

Ibnu Rusyd, Bidȃyat al-Mujtahid wa Nihȃyah al-Muqtasid (Jakarta: Pustaka Aman,

t.t.),h. 66. 102

Ibnu Rusyd, Bidȃyat al-Mujtahid wa Nihȃyah al-Muqtasid...h. 66. 103

Wahbah Zuhailȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj...Jilid I, h.

470.

Page 92: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

76

Israil dan pensyariatan diyȃt yang berlaku di kalangan kaum Nasrani sehingga

dalam Islam orang punya pilihan antara qisȃs, Diyȃt, atau memaafkan tanpa ganti

rugi apapun. Dalil QS. Al-Baqarah [2]: 178

لى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى فمن ي أي ها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص ف القت ان ذلك تفيف من ربكم ورحة فمن عفي لو من أخيو شيء فاتباع بلمعروف وأداء إليو بح

(ٯٮ٨اعتدى ب عد ذلك ف لو عذاب أليم )

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisȃs

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa

yang mendapat suatu pema‟afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema‟afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma‟af) membayar

(diyȃt) kepada yang memberi ma‟af dengan cara yang baik (pula). yang demikian

itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa

yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.

Ayat ini adalah dalil tentang kewajiban mengqisȃs terhadap pelaku

pembunuhan. Adapula hadis yang menjelaskan tentang qisȃs Hadis riwayat Abi

Syuraih al-Khuza‟ȋ

ىذه قتيل فأىلو عن اب شريح الزاعي قال : قال روول له ى الله عليه وسلم ي فمن قتل لو ب عد مقال ب ما ان ي خذوا العقل اوي قت لواٳخي رت

Dari Abu Syuraih al-Khuza‟i berkata; Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa

terbunuh setelah ucapan ini, maka keluarganya boleh memilih mana yang terbaik

di antara dua pilihan; dia dapat menerima uang diyȃt, maupun membunuh”.104

Wahbah Zuhaylȋ menegaskan bahwa Islam menetapkan hukuman qisȃs

sebagai bentuk aplikasi prinsip keadilan dan persamaan. Hukuman ini akan

mencegah manusia melakukan tindak kejahatan berupa pembunuhan.

104

Ibnu Hajar al-Asqalȃnȋ, Terjemah Bulȗgh al Marȃm (Semarang: Pustaka Nuun, 2011),

h. 335.

Page 93: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

77

Menurutnya, hukuman ini merupakan hukuman yang paling efektif di zaman

sekarang, karena penjara tidak begitu ampuh untuk membuat para pelaku

kejahatan jera.105

Pada ayat di atas, al-Qurtubȋ menyebutkan bahwa jumhur ulama fiqh,

seperti Imȃm Mȃlik, Imȃm al-Syȃfi‟ȋ, dan Imȃm Ahmad ibn Hambal berpendapat

bahwa orang yang merdeka tidak boleh diqisȃs karena membunuh hamba sahaya.

Dari ayat 178 surah al-Baqarah tersebut, terdapat pengertian bahwa Allah

mewajibkan persamaan karena di antara makna qisȃs itu sendiri adalah seimbang.

Adapun penggalan ayat ثىن ال ثى ب ن ال و د ب ع ال ب د ب ع ال و ر ح ال ب ر ح ل ا (orang merdeka dengan

orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita) merupakan

penjelasan selanjutnya dari pengertian seimbang untuk penjelasan awal ayat.

Dengan kata lain, ayat tersebut harus dipahami secara menyatu, karena di antara

orang merdeka dan hamba sahaya tidak seimbang. Dengan demikian, orang

merdeka yang membunuh hamba sahaya tidak dapat dihukum qisȃs.106

Sementara menurut Wahbah Zuhaylȋ, qisȃs adalah menindak pelanggar

dengan hukuman serupa dengan yang di perbuatnya terhadap korban. Dengan kata

lain, orang yang membunuh harus dibunuh, karena dalam pandangan syarȋ‟at,

orang yang membunuh setara dengan orang yang dibunuh. Orang yang merdeka

dibunuh bila membunuh orang yang merdeka, tetapi tidak dibunuh bila

membunuh budak. Budak dibunuh apabila membunuh budak lagi. Adapun

perempuan dibunuh bila membunuh perempuan. Sementara dalam hadis

105

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj... Jilid I, h.

470. 106

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn (Cairo: Dār al-Hadīts, t.t.), juz IX h. 636, lihat juga Chuzaimah Batubara: Qishash:

Hukuman Mati dalam perspektif al-Qur‟an dalam Jurnal Miqot Vol. XXXIV No. 2 Juli-Desember

2010.

Page 94: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

78

diterangkan bahwa laki-laki dibunuh bila membunuh perempuan, dan persamaan

agama termasuk dalam hitungan. Artinya, seorang muslim (meskipun ia budak)

tidak dibunuh gara-gara membunuh orang kafir (meskipun ia merdeka), dan ini

adalah pendapat jumhur selain madzhab Hanafȋ.107

Sementara Madzhab Hanafȋ berargumen dengan keumuman ayat-ayat qisȃs

yang tidak membedakan antaran satu jiwa dan jiwa lainnya, misalnya firman

Allah QS. Al-Baqarah [2]: 178

لى ) (ٯٮ٨ي أي ها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص ف القت Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisȃs

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh

Dan Firman Allah dalam QS. Al-Maidah [5]: 45

نا عليهم فيها أن الن فس بلن فس ) (٫٬وكت ب Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)

bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa.

Menurut Madzhab Hanafȋ, yang dimaksud dengan firmannya “Merdeka

dengan merdeka, budak dengan budak, perempuan dengan perempuan” setelah

firmannya “Diwajibkan atas kamu qisȃs dalam pembunuhan” adalah sebagai

bantahan atas apa yang dulu dilakukan sebagian suku, mereka hanya bersedia

membunuh orang merdeka sebagai balasan budak mereka yang dibunuh, hanya

mau membunuh laki-laki untuk balasan perempuan mereka yang dibunuh, jadi,

firman ini menghapus kedzaliman yang ada itu, dan menegaskan kewajiban qisȃs

atas pembunuh sendiri, bukan orang lain. Dengan demikian ayat ini tidak

mengandung dalil bahwa orang orang merdeka tidak dibunuh lantaran membunuh

budak, atau bahwa laki-laki tidak dibunuh bila membunuh perempuan, karena

107

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj...Jilid I, h.

468.

Page 95: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

79

Allah mewajibkan membunuh seorang pembunuh dengan bagian awal ayat ب ت ك

لىت ق ى ال ف اص ص ق ال ن ك ي ل ع , dan ini mencakup semua pembunuh, baik ia orang merdeka

yang membunuh budak atau lainnya, baik ia orang islam yang membunuh orang

kafir dzimmȋ atau lainnya. Kemudian datang ayat ر ح ال ب ر ح ل ا untuk menjelaskan

dan menegaskan apa yang telah disebutkan terdahulu.108

Selain itu, Wahbah Zuhaylȋ juga menegaskan bahwa keadilan diperlukan

dalam qisȃs, dan persamaan menjadi syarat di dalamnya. Karena itu, orang

banyak tidak dibunuh sebagai balasan pembunuhan terhadap orang sedikit, dan

pemimpin tidak dibunuh sebagai balasan pembunuhan terhadap anak buah.

Hukuman qisȃs terbatas pada pembunuh saja, tidak melampauinya kepada salah

satu anggota suku atau kerabatnya.109

Dalam pembahasan masalah qisȃs ini terdapat dua pandangan mufassir

dalam menilai prinsip persamaan dan keadilan. yaitu antara pelaku dan korban

memiliki status yang sama. Persamaan status ini diukur berdasarkan status sosial,

kelamin, agama, jumlah, dan hubungan darah. Namun mufassir lain menilai

bahwa persamaan diukur atas dasar kemanusiaan. Artinya siapapun yang

melakukan pembunuhan, baik orang merdeka terhadap orang merdeka, orang

merdeka terhadap budak, laki-laki terhadap perempuan, ayah terhadap anak, orang

Islam terhadap non muslim, harus menjalani hukuman qisȃs. Semuanya memiliki

hak untuk dilindungi jiwanya.

108

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj...Jilid I, h.

474. 109

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj...Jilid 1, h.

470

Page 96: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

80

Hukuman qisȃs tidak dapat dilaksanakan, jika syarat-syaratnya tidak

terpenuhi. Syarat-syarat tersebut baik untuk pelaku pembunuhan, korban yang

dibunuh, perbuatan pembunuhannya dan wali dari korban.

Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

1. Syarat-Syarat Pelaku.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku untuk dapat diterapkan

hukuman qisȃs menurut Wahbah Zuḥaylȋ ada 3 (tiga) macam,110

yaitu;

a. Pelaku harus orang mukallaf, yaitu balig dan berakal.

Dengan demikian, hukuman qisȃs tidak dapat dijatuhkan terhadap anak

yang belum baligh dan orang gila. Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhȃri, Abu

Dawud dan at-Tirmidzȋ di bawah ini:

عنو ان روو ل له ى الله عليه وسلم ي رفع القلم على لا ة : عن النا ئم ح عن على بن اب طا لب رضي له ت يقط وعن الصب ح يتلم وعن المجن ون ح ي عقل ي

111 Artinya: Dari Ali sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Di bebaskan

ketentuan hukum dari tiga perkara: orang tidur sampai bangun, anak-anak

sampai ia dewasa, dan orang yang gila sampai ia sembuh

b. Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja

Menurut Jumhur bahwa pelaku yang melakukan pembunuhan

menghendaki (adanya niat) hilangnya nyawa, tetapi menurut Mȃlik tidak

mensyaratkan adanya niat melainkan hanya mensyaratkan kesengajaan dalam

melakukannya. Alasan jumhur adalah hadis yang berbunyi:

110

Wahbah Zuhaylȋ, al fiqh al islȃmi wa adillatuhu (Damaskus, Dȃr al fikr, 2002), juz

VII, h. 5665-5666. 111

Abi „Abd lillah Muhammad bin Ismȃil in Ibrȃhim bin al-Mughirah al-Ju‟fȋ Al-

Bukhȃri, Sahȋh al-Bukhȃri (Beirȗt-Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), Juz VIII. h. 336.

Lihat Dawud, Sunan Abȋ Dawȗd,....h. 1137-139. Dan lihat juga Muhammad bin „Ȋsa Al-Tirmidzȋ,

Sunan al-Tirmidzȋ wa huwa al-Jȃmi‟ al-Shahȋh, al-Jȃmi al-Sahȋh.., h. 24.

Page 97: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

81

ل أن ي عفوا ول المقت ول ٳالعمد قود Artinya: Pembunuhan sengaja itu harus diqisȃs, kecuali jika wali korban

memberikan pengampunan.

c. Pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan.

Syarat ini dikemukakan oleh Ḥanafiyyah yang mengatakan bahwa orang

yang dipaksa melakukan pembunuhan tidak dapat diqisȃs, tetapi menurut jumhur

bahwa orang yang dipaksa untuk melakukan pembunuhan tetap harus dihukumi

qisȃs.

2. Syarat-Syarat untuk Korban.

Penerapan hukuman qisȃs kepada pelaku harus memenuhi syarat-syarat

yang berkaitan dengan korban, menurut Wahbah Zuḥaylȋ ada 3 (tiga) macam112

.

Yaitu:

a. Korban (orang yang terbunuh) harus orang yang dilindungi keselamatan

darahnya oleh Negara.

Dengan demikian, jika korban kehilangan keselamatannya, seperti;

murtad, pezina muhsan, pemberontak, maka pelaku pembunuhan tidak dapat

dikenai hukuman qisȃs.

b. Korban tidak bagian dari pelaku pembunuhan.

Maksudnya, antara keduanya tidak ada hubungan darah antara anak dan

bapak. Dengan demikian, jika ayah membunuh anaknya, maka tidak dapat

dihukum qisȃs. Ini adalah pendapat jumhur. Alasannya, berdasarkan hadis riwayat

at-Tirmidzȋ, al-Kahlanȋ dan Ibnu Majȃh:

ع روول له ى الله عليه وسلم ي ي قول : ل ي قاد الوالد 113بلولد عن عمر ابن الطاب قال : م

112

112

Wahbah Zuhaylȋ, al fiqh al islȃmi wa adillatuhu…juz VII, h. 5666-5669.

Page 98: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

82

Artinya: Dari Umar bin al-Khaththab berkata; saya mendengar

Rasulullah saw. bersabda: “tidak diqisȃs orang tua yang membunuh anaknya”.

Demikian juga hadis yang diriwayatkan oleh al-Kahlani:

114بلولد عن ابن عباس عن النب ى الله عليه وسلم ي قال : ل ي قتل الوالد

Artinya: Dari Ibnu Abbas dari Nabi saw bersabda: “Tidak dibunuh orang

tua yang membunuh anaknya”

Dan hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah

115عن عبد له ابن عمرو قال: قال روول له ى الله عليه وسلم ي : ان ومالك لبيك

Artinya: Dari Abdillah Ibnu Amru berkata: Rasulullah saw. bersabda:

“Kamu dan hartamu itu adalah milik bapakmu”.

Menurut Imȃm Mȃlik, ayah yang membunuh anaknya dengan sengaja

harus tetap dihukumi qisȃs, kecuali tidak ada kesengajaan, karena melakukan

pengajaran.116

c. Korban harus sederajat atau keseimbangan dengan pelaku, baik Islam

maupun kemerdekaan.

Dengan demikian, jika korban itu sebagai budak, atau non muslim (kafir),

kemudian pelakunya adalah merdeka dan muslim, maka tidak dapat dihukumi

qisȃs. Ini adalah pendapat jumhur berpendapat bahwa asas perlindungan ( ( ة و ص ع ل ا

adalah keislamannya, kecuali mereka yang melakukan perjanjian (kafir

dzimmi/mu‟aḥad) dan yang terlindungi darahnya, yang paling tinggi adalah

113

Muhammad bin „Ȋsa Al-Tirmidzȋ, Sunan al-Tirmidzȋ wa huwa al-Jȃmi‟ al-Sahȋh

)Beirȗt-Lebanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah , t.th(, Juz IV, h. 12. 114

Al-Imȃm Muhammad bin Ismȃ‟il al-Kahlȃni al-San‟anȋ al-Yamanȋ, Subul al-Salȃm,

Syarh Bulȗgh al-Marȃm: min Adillah al-Ahkȃm (Beirȗt: Dār al-Fikr), Juz III h. 233. 115

Abi „Abd lillah Muhammad bin Yazȋd Ibn Majah, Sunan Ibnu Majȃh (Beirȗt: Dȃr al-

Fikr, t.th), Juz II, h. 769. 116

Ibnu Rusyd, Bidȃyah al-Mujtahid Wa Nihāyah al-Muqtaṣid …Juz II, h. 401

Page 99: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

83

keislamannya (muslim) itu sendiri. Alasan jumhur adalah hadis riwayat al-

Bukhȃrȋ, Abȗ Dawȗd, al-Tirmidzȋ dan al-Kahlanȋ:

لم بكاف 117ر عن عمرو بن شعيب عن ابيو عن جده عن النب ى الله عليه وسلم ي قال : ل ي قتل م

Artinya: Dari Amru bin Syuʻaib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi

saw bersabda: “Seorang muslim tidak boleh dibunuh (diqisȃs), karena membunuh

seorang kafir”.

Hadis tersebut dikuatkan oleh hadis riwayat Abu Dawud:

118المؤمن ون ت تكافأ دماؤىم

Artinya: Orang-orang mukmin itu sederajat darahnya.

Menurut Hanafiyyah tidak mensyaratkan keseimbangan dalam

kemerdekaan dan agama. Alasannya adalah keumuman ayat al-Qur‟ȃn tentang

qisȃs yang tidak membeda-bedakan antara jiwa dengan jiwa yang lain, yaitu QS.

al-Mȃidah (5): 45 dan al-Baqarah (2): 178.

3. Syarat-syarat untuk perbuatan pembunuhan harus Langsung .

Persyaratan ini adalah menurut Hanafiyyah yang berpendapat bahwa

pelaku disyaratkan perbuatan pembunuhan itu harus perbuatan langsung, bukan

perbuatan tidak langsung, jika perbuatannya tidak langsung, maka hukumannya

diyȃt, tidak qisȃs, karena perbuatan pembunuhan tidak langsung termasuk

pembunuhan semi sengaja atau tidak sengaja. Contohnya, jika orang membuat

sumur kemudian ada orang jatuh ke dalamnya lalu ia mati karenanya, maka

pembuat sumur tidak dapat dikenakan hukuman qisȃs, tetapi hanya diyȃt.

117

Abi „Abd lillah Muhammad bin Ismȃil in Ibrȃhim bin al-Mughirah al-Ju‟fȋ Al-Bukhari

al-Ja‟fy, Sahih al-Bukhȃri,…h. 365. 118

Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats Al-Sijistȃni, Sunan Abȋ Dȃwud (t.tp: Dȃr al-

Misriyyah al-Libaniyyah), h. 179.

Page 100: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

84

Menurut jumhur tidak mensyaratkan masalah ini, alsannya bahwa

pembunuhan tidak langsung juga dapat dikenakan hukuman qisȃs, seperti

pembunuhan langsung.119

4. Syarat-Syarat Wali (Keluarga) Korban

Hanafiyyah mensyaratkan bahwa wali dari korban yang memiliki hak

qisȃs harus jelas diketahui, jika wali korban tidak diketahui, maka hukuman qisȃs

tidak dapat dilaksanakan, tetapi ulama lainnya tidak mensyaratkannya.120

Namun pemberlakuan qisȃs ini tidak wajib secara mutlak harus diqisȃs

kepada seorang pembunuhan. Makna diwajibkan pada lafadz (كتب) ini, yaitu

diwajibkan atas kamu jika kamu menghendakinya.121

Namun karena tindak pidana

ini lebih dominan sebagai urusan hak Adami, maka Allah memberikan hak kepada

pihak keluarga korban untuk memilih antara balasan setimpal berupa

dilaksanakannya hukuman qisȃs atau memberikan maaf terhadap pelakunya.

Dengan dalil QS. Al-Baqarah [2]: 178

ان ) 122(ٯٮ٨فمن عفي لو من أخيو شيء فاتباع بلمعروف وأداء إليو بح

Artinya: Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari

saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

hendaklah (yang diberi ma‟af) membayar (diyȃt) kepada yang memberi ma'af

dengan cara yang baik (pula).

Menurut Sya„rawȋ, ungkapan pada ayat ini (saudaranya) ه ي خ ا

mengisyaratkan suatu keindahan makna al-Qur‟ȃn. Allah menggunakan kata ini

untuk melunakkan hati mereka yang sedang bertikai, serta menunjukkan bahwa

sekalipun pertikaian terjadi, namun persaudaraan seiman jangan sampai terputus.

119

Wahbah Zuhaylī, al Fiqh al Islāmī wa Adillatuhu…Juz. VII, h. 5674. 120

Wahbah Zuhailī, al Fiqh al Islāmī wa Adillatuhu…Juz. VII, h. 5675. 121

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn.. Juz III, h. 66. 122

QS. al-Baqarah [2]: 178.

Page 101: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

85

Meskipun „saudara‟ berhak menuntut balas karena korban memiliki aliran darah

yang sama, namun Allah lebih mengedepankan hubungan seiman dari semua

hubungan persaudaraan.123

Menurut Imam Syȃfi‟ȋ, ayat ini menegasi tentang kemaafan untuk konteks

tindak pidana pembunuhan dengan sengaja.124

Tawaran pemberian maaf kepada

pelaku pembunuhan dengan sengaja ini lagi-lagi dilatarbelakangi oleh fenomena

yang terjadi pada sebagian masyarakat Jahiliyah, mereka menuntut dengan tegas

agar setiap orang yang membunuh orang lain juga dibunuh.125

Jauh sebelum masa Jahiliyah, umat Nabi Musa juga sudah mengenal

adanya hukum qisȃs yang diberikan kepada pelaku pembunuhan. Namun

ketentuan hukum mereka tidak mengenal adanya pemberian maaf bagi yang

menghilangkan nyawa orang lain. Bertolak belakang dengan ketentuan ini, pada

umat Nabi Isa justru pemberian maaf merupakan sebuah kewajiban agama yang

harus dilaksanakan, dan qisȃs cenderung dilarang untuk diterapkan. Setelah Islam

datang, kewajiban qisȃs pada umat Nabi Musa dan kewajiban pemberian maaf

pada umat Nabi Isa dipadukan, sehingga kedua kewajiban itu menjadi semacam

tawaran atau pilihan hukum dengan tambahan tawaran pemberian diat bagi

keluarga korban untuk menentukan pilihan hukumnya karena salah seorang di

antara mereka dilenyapkan nyawanya secara sengaja oleh orang lain.126

Ketentuan

pemberian maaf dipertegas oleh hadis Nabi yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi

dari Abu Syuraih al-Ka‟bi yang isinya

123

Muhammad Mutawally Sya„rȃwȋ, Tafsȋr al-Sya„rȃwȋ… jil. V, h.761. 124

asy-Syȃfi„ȋ, al-Umm (Beirȗt: Dȃr al-Fikr,1985), juz V, h. 4,6,13. 125

asy- Syȃfi„ȋ, al-Umm.. 9. 126

asy- Syȃfi„ȋ, al-Umm.. 9.

Page 102: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

86

من قتل لو قتيل ف هو بير النظرين اما ان ي عفوا واما ان ي قتل

Artinya: Barangsiapa yang salah seorang anggota keluarganya dibunuh

maka keluarganya dihadapkan pada dua pilihan hukum, jika mereka mau, mereka

dapat mengeksekusi mati (qisâs) bagi pembunuh, dan jika mereka mau, mereka

dapat menerima diyȃt. (HR. Al-Tirmidzi)

Dalam ayat lain Allah juga memberikan pilihan terhadap ahli waris. Dalam

QS. Al-Isra' [17]: 33

رف ف ول ت قت لوا الن فس ال حرم الل إل بلق ومن قتل مظلوما ف قد جعلنا لوليو ولطانا فلا ي 127(٪٪القتل إنو كان منصورا )

Artinya: dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan barangsiapa

dibunuh secara zalim, maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan

kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam

membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.

Pemaafan dalam masalah pembunuhan ini menjadi salah satu syarat

gugurnya hukum qisȃs ke diyȃt terhadap pelaku pembunuhan. jika keluarga

korban memaafkan. maka, ahli waris berhak meminta diyȃt. Jika meminta diyȃt

maka pelaku wajib membayarnya tanpa mengulur-ngulur waktu. namun di

samping itu ahli waris boleh pula memaafkan tanpa meminta diyȃt, dengan dalil

firman Allah swt dalam QS. An-Nisȃ‟

قوا ) أىلو إل أن يصد لمة إ 128(٩ودية م

Artinya: serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (yang

terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah

127

QS. Al-Isra' [17]: 33. 128

QS. An-Nisȃ‟ [4]: 92.

Page 103: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

87

Pemaafan dalam pandangan Wahbah Zuhaylȋ merupakan keringanan dan

pemudahan dari Tuhan serta rahmat bagi kalian. Dan rahmat apa yang lebih baik

daripada mempertahankan kehidupan dan tidak menumpahkan darah.

Pengambilan diyȃt dulu tidak disyariatkan bagi kaum Yahudi, para wali yang

terbunuh hanya punya pilihan untuk rnenuntut qisȃs. Barangsiapa melampaui

batas sesudah mengambil diyȃt dan ia membunuh seorang pembunuh, atau ia

melampaui batas apa yang kami syariatkan dan kembali ke kebiasaan Jahiliyah,

maka baginya adzab yang sangat pedih pada hari kiamat. Jadi, kedua macam

keringanan itu ada, karena kaum Yahudi hanya punya hukum qisȃs, sedang kaum

Nasrani hanya punya pilihan untuk memaafkan tanpa Diyȃt.129

Wahbah Zuhaylȋ menyebutkan bahwa syari‟at Allah adalah aturan yang

paling adil, paling bijaksana, dan paling tepat, karena Allah lebih mengetahui apa

yang cocok bagi manusia sebagai petunjuk dalam mendidik semua umat dan

bangsa. Dalam hal ini, syari‟at Islam membolehkan pengambilan diyȃt sebagai

ganti dari qisȃs. Dengan kata lain, apabila pelaku pembunuhan mendapat maaf

atas tindakannya dari pihak wali korban, meskipun yang memberi maaf tersebut

hanya satu orang dari beberapa wali, maka maaf tersebut menjadi penggugur

hukuman qisȃs dan berubah menjadi diyȃt. Dalam hal ini, orang yang memberi

maaf tersebut dan orang lain wajib berlaku baik dalam menuntut diyȃt, tanpa

memberatkan yang pembayar diyȃt, dan yang pembayar diyȃt pun tidak mengulur-

ulurkan waktu untuk membayarnya. Bahkan, pemberian maaf tersebut dapat

diiringi dengan tanpa pembayaran diyȃt.

129

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj...Jilid I, h. 471

Page 104: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

88

Diyȃt terhadap pembunuhan dalam kifātul akhyār masuk dalam kategori

diyȃt berat, yaitu 30 ekor (hiqqah) unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30

ekor (jadza‟ah) unta betina umur empat tahun masuk lima tahun, 40 ekor (khilfah)

unta betina yang sudah bunting. Dalam artian diyȃt pada seorang muslim merdeka

sebanyak seratus unta. Demikian ditentukan oleh Rasulullah saw di dalam

suratnya ke negeri Yaman. Ibnu yunus mengakui ketentuan tersebut sudah

merupakan ijma‟.130

Hamka menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ahli waris atau keluarga

korban berhak menuntut keadilan ke pihak yang berwenang dalam hal ini bisa

hakim pengadilan atau pemerintah atas hilangnya nyawa anggota keluarga korban.

Adapun sanksi yang diberikan sesuai dengan kewenangan hakim bisa dengan

qisȃs atau membayar diyȃt ganti rugi. Pemberian sanksi ini harus berdasarkan

prikemanusiaan yang memang Islam menjunjung tinggi harga nyawa dengan

kemanusiaan.131

Bisa dipahami jika sanksi yang diberikan berupa diyȃt atau pembayaran

denda terhadap keluarga korban, maka hal ni bisa dimediasi oleh pemerintah demi

keadilan bersama. Kesepakatan dalam musyawarah di antara kedua pihak antar

pelaku dan keluarga korban diharapakan bisa dipahami bersama dan tetap

menjalin silaturrahmi dengan baik dengan menghilangkan segala prasangka buruk

bahkan balas dendam. Hal ini menandakan bahwa Islam menjunjung tinggi

perdamaian dan persaudaraan sebagai ganti dendam di masa jahiliyah yang

dipakai suku-suku pada saat itu.

130

Taqiyuddȋn abȗ bakar bin muhammad al Husainȋ, Kifȃyatul akhyȃr fȋ hȃli ghȃyati al

Ikhtisȃr (Beirut: Dār al Kutub al Ilmiyah, 2001) 602-603. 131

Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1999), Juz XV h. 61.

Page 105: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

89

b. Sanksi pembunuhan tidak sengaja

Salah satu bentuk hukuman terhadap pelaku pembunuhan adalah

memerdekakan budak, membayar diyȃt, dan berpuasa dua bulan berturut-turut

sebagaimana firman Allah QS. An Nisa‟ [4]: 92

وما كان لمؤمن أن ي قتل مؤمنا إل خطأ ومن ق تل مؤمنا خطأ ف تحرير رق بة مؤمنة ود لمة إ ية مقوا فإن كان من ق وم عدو لكم وىو مؤمن ف تحرير رق بة مؤمنة وإن كان من ق وم أىلو إل أن يصد

د فصي أىلو وترير رق بة مؤمنة فمن ل ي لمة إ ن هم ميثاق فدية م نكم وب ي ام شهر ب ي ين مت تابع عليما حكيما ) 132(٩ت وبة من الل وكان الل

Artinya: dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang

mukmin (yang lain), kecuali karena tidak sengaja, dan barangsiapa membunuh

seorang mukmin karena tidak sengaja hendaklah ia memerdekakan seorang

hamba sahaya yang beriman serta membayar diyȃt yang diserahkan kepada

keluarganya (yang terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)

bersedekah. jika ia (yang terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian

(damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah seorang pembunuh)

membayar diyȃt yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh) serta

memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak

memperolehnya, maka hendaklah ia (pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-

turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha

mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Pada ayat ini dijelaskan bahwa sanksi pembunuhan tidak sengaja hanya di

peruntukkan kepada pembunuh yang mukmin, hukuman yang dijatuhkan kepada

orang yang melakukan pembunuhan tidak sengaja ada dua, yaitu membebaskan

seorang budak Mukmin dan membayar harta tebusan yang diberikan kepada

keluarga terbunuh. Kewajiban pertama berupa membebaskan budak Mukmin itu

merupakan tebusan karena telah melaksanakan dosa besar, yaitu membuat orang

lain kehilangan nyawa, meskipun tidak disengaja. Adapun kewajiban kedua

132

QS. An-Nisa‟ [4]: 92.

Page 106: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

90

berupa membayar diyȃt (harta tebusan) merupakan ganti rugi atas keluarga yang

merasa kehilangan dengan meninggalnya orang yang terbunuh.

Syarat pelaksanaan kewajiban pertama ini yaitu budak yang dibebaskan

haruslah seorang budak yang Mukmin. Namun para ulama berdeda pendapat

tentang budak yang seperti apa yang harus di merdekakan.

Al-Qurtȗbȋ menjelaskan bahwa Ibnu Abbȃs, al-Hasan, al-Sya‟bi, Al-

Nakhaȋ, Qatadah dan lainnya berkata: “Seorang budak wanita yang beriman

adalah yang menunaikan shalat dan beriman dan tidak dibolehkan rnemerdekakan

budak wanita kecil, dan pendapat ini sahih. „Ata' dan Ibnu Abu Rabaah berkata,

"Dibolehkan memerdekakan budak wanita yang masih kecil yang lahir di tengah

tengah kaum muslimin. Sekelompok ulama seperti Imȃm Mȃlik dan Imȃn -Syȃfi‟ȋ

berkata: Dibolehkan memerdekakan budak wanita yang dishalati jika ia wafat.

Malik berkata “Aku lebih menyukai memerdekakan budak yang shalat dan

berpuasa”. dan seluruh ulama sepakat tidak membolehkan memerdekakan budak

yang buta, lumpuh, buntung kedua tangan dan kakinya, atau yang semisalnya.

Hanya saja kebanyakan ulama membolehkan memerdekakan budak yang pincang

atapun buta sebelah matanya. Mȃlik menambahkan, "Kecuali budak yang sangat

pincang." Malik, Syȃfi‟ȋ, dan kebanyakan ulama tidak membolehkan

memerdekakan budak yang salah satu kaki atau tangannya buntung, Namun Abȗ

Hanȋfah dan sahabat-sahabatnya mernbolehkan hal tersebut.133

Sedangkan wahbah Zuhaylī tidak memberikan persyaratan yang rinci

terhadap budak yang harus dimerdekakan. Hanya budak yang mukmin yang harus

dimerdekakan. Karena itu, jika budak yang dibebaskan adalah seorang kafir, hal

133

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn.. Juz VII, h. 10.

Page 107: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

91

itu tidak sah. Menurut pendapat mayoritas ulama, jika budak yang dibebaskan

adalah seorang yang Mukmin, hal itu sah, baik budak itu masih anak-anak

maupun dewasa, meskipun budak itu dimiliki oleh atau dibebaskan dari seorang

yang kafir.134

Memerdekakan budak ini berlaku kepada pembunuh yang mukmin jika

korbannya adalah orang mukmin atau orang kafir yang mengadakan perjanjian

damai dengan kaum muslimin. Pendapat ini merupakan pendapat dari abu Hanifah

yang didasarkan pada apa yang tersurat dalam ayat ( اق ث ي ه ن ه ني ب و ن ك ن ي ب م ى ق ن ه ) yaitu

kaum kafir yang mengadakan perjanjian perdamaian dengan kaum muslimin dan

kaum kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dengan membayar sejumlah

pajak (jaminan).135

Kewajiban kedua: berupa membayar diyȃt (harta tebusan) merupakan

ganti rugi atas keluarga yang merasa kehilangan dengan meninggalnya si

terbunuh. Allah tidak menjelaskan secara detail di dalam al-Qur‟ȃn tentang apa

yang harus dibayar sebagai diyȃt, sebab yang diwajibkan di dalam ayat adalah

diyȃt yang tidak dibatasi bilangannya. Penjelasan tersebut disebutkan dalam

hadis bahwa harta tebusan itu berupa seratus ekor unta. Juga disebutkan bahwa

jika yang terbunuh adalah seorang perempuan harta tebusan yang dibayarkan

adalah separuh dari harta tebusan jika yang terbunuh adalah seorang laki-laki.

Dalam Kifȃyatul Akhyȃr disebutkan tentang pembagian diyȃt seratus ekor

unta untuk pembunuhan tersalah 20 ekor (hiqqah) unta betina umur tiga tahun

masuk empat tahun, 20 ekor (jadza‟ah) unta betina umur empat tahun masuk

134

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…, Jilid III, h.

210. 135

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…, Jilid III, h.

213.

Page 108: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

92

lima tahun, 20 ekor (binti labun) unta betina umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor

(ibni labun) unta jantan umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor (binti mukhadh)

unta betina umur satu masuk dua tahun.136

Dan ini juga diriwayatkan oleh Imȃm

Ahmad dan ulama-ulama lain dari Ibnu Mas‟ȗd.137

Ketentuan ini berlaku jika

korbannya adalah laki-laki. Dalil tersebut adalah hadis yang diriwayatkan Ibnu

Mas‟ȗd r.a, bahwa Nabi saw bersabda:

دية الطأ اخاس Artinya: “diyȃt pembunuhan tersalah ialah dibagi lima.”

Berbeda jika korbannya adalah wanita. Para ulama sepakat bahwa diyȃt

(denda) seorang wanita adalah separuh denda seorang laki-laki. Abȗ Umar

berkata: “Alasan menjadikan diyȃt (denda) seorang wanita adalah separuh denda

seorang laki-laki adalah bedasarkan pembagian warisan, sebagaimana wanita

mendapatkan separuh dari warisan laki-laki.138

Para ulama sepakat bahwa diyȃt bagi orang yang memiliki unta adalah

seratus unta, dan mereka berbeda pendapat bagi yang tidak memiliki unta.

Sekelompok ulama berkata: Diyȃt bagi yang memiliki emas adalah seribu dinar.

Pendapat ini merupakan pendapat mȃlik, ahmad, ishȃq, kelompok yang

berlandaskan rasio dan salah satu pendapat lama Syȃfi‟ȋ. Hal ini diriwayatkan dari

Umar, Urwah bin Zubair dan Qatadah. Sedangkan orang yang hanya memiliki

136

Taqiy al-dȋn al-Husainȋ, Kifȃyatul Akhyȃr fȋ halli Ghȃyah al-Ikhtisȃr ...h. 603. 137

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj…Jilid III, h.

211. 138

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj... Juz VII, h.

28.

Page 109: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

93

perak maka wajib membayar dua belas ribu dirham. Pernyataan ini merupakan

pernyataan malik yang ia riwayatkan dari umar.139

Wahbah zuhaylī menjelaskan bahwa tebusan dibayarkan sesuai harta yang

dimiliki. Orang yang memiliki emas membayar tebusan berupa seribu dinar, orang

yang memiliki perak membayar tebusan berupa sepuluh ribu dirham (menurut

madzhab Hanafi) atau dua belas ribu dirham (menurut Jumhur), dan orang yang

memiliki unta membayar seratus ekor unta. Imam Syafii berkata:”Orang yang

memiliki emas atau perak cukup diminta membayar tebusan dengan emas atau

peraknya seharga seratus ekor unta.140

Pembayaran diyȃt ini wajib dilakukan jika korbannya adalah orang

mukmin atau orang kafir yang memiliki perjanjian perdamaian dengan kaum

muslimin. Akan tetapi menurut pendapat malik, diyȃt yang harus dibayarkan atas

terbunuhnya kaum mu‟ahidin (kaum kafir yang memiliki pejanjian perdamaian

dengan kaum muslim) adalah setengah dari diyȃt yang harus dibayarkan atas

terbunuhnya kaum muslim.141

Berdasarkan hadis Rasulullah yang diriwayatkan

oleh Ahmad dan Tirmidzȋ.

لم –دية –عقل الكافر نصف دية الم Artinya: diyȃt orang kafir itu setengah dari diyȃt orang Muslim (HR.

Imam Ahmad dan Tirmidzȋ)

139

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn.. Juz VII, h. 12. 140

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj.Jilid III, h.

211. 141

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj.Jilid III, h.

214.

Page 110: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

94

Sedangkan menurut Syȃfi‟ȋ adalah sepertiga dari diyȃt orang muslim. Baik

disengaja atau tidak disengaja142

Selain dua kewajiban tersebut al-Qur‟ȃn memberikan keringanan bagi

pelaku pembunuhan yang tidak mampu memerdekakan budak atau yang tidak

menemukan adanya budak seperti yang terjadi saat ini (kewajiban islam memang

untuk menghilangkan perbudakan), ia wajib menggantinya dengan puasa selama

dua bulan berturut-turut menurut hitungan qomariyah. Puasa tersebut tidak boleh

terputus satu hari pun tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat islam. jika

terputus satu hari, ia harus mengulanginya dari awal lagi.143

Kecuali wanita haid

ia cukup melengkapi sisa puasanya.144

142

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj Jilid III, h.

214. 143

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn.. Juz VII, h. 31. 144

Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ Al-Qurṭȗbȋ, al-Jȃmi‟ li Ahkȃm al-

Qur‟ȃn.. Juz VII, h. 31.

Page 111: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

95

BAB IV

RELEVANSI PEMBUNUHAN SAAT INI

Pembahasan bab ini akan mencari relevansi pembunuhan dalam al-Qur‟ȃn

dengan saat ini. pembahasan tentang niat, pelaku dan korban, serta sanksi pada

bab sebelumnya menjadi pedoman untuk menemukan relevansinya terhadap

pembunuhan saat ini. tentu relevansi pembunuhan dengan saat ini seperti narkoba,

terorisme, korupsi, perampokan dengan pembunuhan (begal) merupakan contoh-

contoh pembunuhan yang bisa digambarkan dan dihubungkan dengan

pembunuhan dalam al-Qur‟ȃn. serta relevansi hukuman pembunuhan saat ini

tentunya tidak terlepas dari Maqȃsid al-Syarȋ’ah dalam menghukumi pelaku

pembunuhan.

A. Relevansi Pembunuhan

Kata relevansi berasal dari bahasa Inggris relevance yang secara

estimologis berarti “keperluan, hubungan, pertalian, sangkut paut”.1 Di dalam

bahasa Indonesia, kata relevansi mengandung arti “hubungan atau kaitan”.

Sedangkan relevan berarti “kait mengait, bersangkut paut, berguna secara

langsung.”2 Yang dimaksudkan dengan relevansi di dalam pembahasan berikut ini

ialah hubungan pembunuhan serta kegunaan penerapan atau pelaksanaan hukum

yang yang ada dalam al-Qur‟ȃn dengan situasi dan kondisi di zaman sekarang,

ditinjau dari beberapa aspek, pola pikir dan cara-cara al-Qur‟ȃn dalam

menjelaskan tentang pembunuhan.

1 John M. Schols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT Gramedia,

1978), hal. 475. 2 Anton M. Moeliono, (Penyunting Penyelia Tim Penyusun Besar Bahasa Indonesia),

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I, 1979), hal.

738.

Page 112: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

96

Situasi dan kondisi zaman sekarang sangat jauh berbeda dengan situasi

dan kondisi pada saat al-Qur‟ȃn diturunkan. Kemajuan yang dicapai oleh umat

manusia dalam berbagai aspek kehidupannya sangat cepat dengan makin

berkembangnya ilmu pengetahuan den teknologi, suatu kemajuan yang tidak

terjadi di zaman al-Qur‟ȃn diturunkan. Namun dari situasi dan kondisi yang

sangat berbeda tersebut terdapat titik persamaan, yaitu terjadinya perubahan

dalam kehidupan masyarakat yang melahirkan sejumlah problem yang harus

dipecahkan oleh Islam agar tujuan diturunkannya syariat dapat tercapai.

Al-Qur‟ȃn adalah firman Tuhan yang suci. Dengan firman itu Allah

menyampaikan kehendak-Nya kepada umat manusia. Kehendak tersebut

selanjutnya dilembagakan dalam bentuk syari‟at yang bersifat tetap dan abadi.

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana menempatkan kehendak Tuhan

yang abadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang dinamis dan selalu

berubah dengan adanya perubahan waktu dan zaman, sementara umat Islam

dituntut agar dapat melaksanakan kehendak Tuhan tersebut dalam kehidupan

nyata sehari-hari yang selalu berkembang.

Perubahan kehidupan masyarakat Islam yang memerlukan penyelesaian

hukum secara utuh dan menyeluruh sesuai ajaran al-Qur‟ȃn dapat kita rasakan

sekarang ini. Situasi dan kondisi sekarang berbeda dengan situasi dan kondisi

pada saat Rasulullah masih hidup. Setelah kewafatan Rasulullah saw, banyaklah

timbul permasalahan baru sesuai dengan pergeseran nilai dan perubahan sosial

yang terjadi terutama yang dihadapi masyarakat sangat berbeda dari zaman

Rasulullah saw. Melihat keadaan ini tampaknya perlu adanya pegangan kepada

umat Islam dalam menghadapi perkembangan sosial ini dengan cara mengerahkan

Page 113: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

97

kemampuannya untuk menggali dan memahami tujuan-tujuan Syari‟at (maqȃsid

al-syarȋ’ah) yang terdapat di dalam al-Qur‟ȃn.

Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam terhadap maqȃsid al-

syarȋ’ah3 inilah yang sangat menentukan keberhasilan seorang mujtahid dalam

menetapkan hukum terhadap kondisi yang dihadapinya. Dengan cara seperti itu

setiap persoalan yang timbul dapat diselesaikannya. Dalam hubungan ini, kajian

terhadap maqȃsid syarȋ’ah memegang posisi kunci dalam berijtihad, dan sangat

penting artinya untuk bisa menerapkan hukum sesuai dengan perkembangan

zaman. Dengan pola pikir ijtihad ini membuat hukum Islam menjadi elastis,

fleksibel, dan dinamis. Dengan demikian, bagaimana keadaan zaman, kondisi

yang berubah dengan sejumlah permasalahan yang dihadapi, maka hukum Islam

tetap mampu menghadapi dan menyelesaikannya. Tentu sangat relevan untuk

zaman sekarang dan mungkin pula untuk kurun yang akan datang.

Dari hasil penelitian pakar hukum Islam tujuan umum yang hendak

dicapai syar‟ȋ dalam menurunkan syarȋ‟atnya adalah untuk kemaslahatan umat

manusia, baik di dunia maupun di akhirat.4

Aksentuasi (pengutamaan) kepada dunia dan akhirat merupakan hal penting

yang membedakan antara hukum syari‟at Islam dengan hukum-hukum yang lain

yang hanya berorientasi kepada kemaslahatan duniawi semata. Karena itu, segala

sesuatu yang tidak mendukung terwujudnya kemaslahatan akhirat, bukanlah

kemaslahatan yang menjadi tujuan Syari‟at (maqȃsid al-syarȋ’ah). Dalam

3maqȃsid al-syarȋ’ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai syar‟i dalam

mensyariatkan hukumnya, mengkaitkan maqȃsid syarȋ’ah dengan perubahan sosial, berarti pintu

ijtihad itu tidak pernah tertutup sampai akhir zaman, sebab perubahan sosal senantiasa terjadi

sesuai dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat itu sendiri. Lihat Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-

Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah (Beirȗt: Dar-al ma‟rifah, 1975), Juz II, h. 90 4 Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah (Beirȗt: Dar-al ma‟rifah, 1975),

Juz II, h. 5

Page 114: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

98

hubungan ini para pakar hukum Islam mengatakan bahwa hukum Syari‟at adalah

wadah kemaslahatan yang hakiki. Tidak ada satu pun hukum syari‟at yang tidak

mengandung kemaslahatan sebagai inti pokoknya, sebagaimana disebutkan al-

Syatibi.

ا ىو 5ا من الشمري عة ان مها وضعة لمصالح العباد نست قري ن ٳوالمعتمد انم Artinya: dan yang mu’tamad jika diteliti hukum syari’at satu persatu

(nyatalah) bahwa syari’at di ciptakan untuk kemaslahatan para hamba.

Kemaslahatan yang dimaksud, menurut ulama syari‟at adalah:

فعة المت قصدىا الشمارع الكيم لعباده من حفظ دينهم ون فوسهم وعقولم ون سهم واموالم ب المن ن ها فيما ب ي 6ت رتيب معيم

Artinya: Manfaat yang menjadi tujuan Syar’ȋ untuk hamba-hambanya

untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta sesuai dengan

susunan yang ditentukan.

Menurut telaah historis, Imam al-Haramain al-Juwainȋ dapat dikatakan

sebagai ahli ushul pertama yang menekankan pentingnya memahami Maqȃsid al-

Syarȋʻah dalam menetapkan hukum Islam. Ia secara tegas mengatakan bahwa

seseorang tidak dapat dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam sebelum

ia memahami benar-benar tujuan Allah mengeluarkan perintah-perintah dan

larangan-larangan-Nya. Pada prinsipnya Al-Juwainȋ membagi tujuan tasyrȋ‟

menjadi tiga macam7, yaitu darȗriyyat, hajiyat, dan mukramȃt. Pemikiran al-

Juwainȋ terebut dikembangkan oleh muridnya, al-Ghazalȋ, yang menjelaskan

maksud syari‟at dalam kaitannya dengan pembahasan al-munasabȃt al-maslȃhiyat

dalam qiyȃs. Maslahat menurut al-Ghazalȋ dicapai dengan cara menjaga lima

5 Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah.., Juz II, h. 6-7

6 Muhammad Saȋd Ramadȃn al-Buti, Dawȃbit al-Maslahah fȋ al-Syarȋ’ah al-Islȃmiyah

(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1977), h. 23 7 Abd al-Mȃlik ibn Yȗsuf al-Juwainȋ, al-Burhȃn fȋ Usȗl al-Fiqh, (Kairo: Dȃr al-Ansȃr,

1400 H), h. 295

Page 115: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

99

kebutuhan pokok manusia dalam kehidupannya, yaitu memelihara agama, jiwa,

akal, keturunan, dan harta.8

Izzuddin ibn Abd al-Salam dari mazhab Syafȋ‟iyah secara khusus

membahas Maqȃsid al-Syarȋʻah. Ia lebih banyak menekankan dan mengelaborasi

konsep maslahat secara hakiki dalam bentuk menolak mafsadat dan menarik

manfaat. Menurutnya taklȋf harus bermuara pada terwujudnya kemaslahatan

manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Berdasarkan penjelasan ini, dapat

dikatakan bahwa Izzuddȋn ibn Abd al-Salȃm telah berusaha mengembangkan

konsep maslahat yang merupakan inti pembahasan dari Maqȃsid al-Syarȋʻah.9

Pembahasan tentang Maqȃsid al-Syarȋʻah secara khusus, sistematis dan

jelas dilakukan oleh al-Syȃtibȋ dalam kitabnya al-Muwafaqȃt yang sangat terkenal

itu. Di situ ia secara tegas mengatakan bahwa tujuan Allah menetapkan hukum-

hukum-Nya adalah untuk terwujudnya kemaslahatan hidup manusia, baik di dunia

maupun di akhirat. Oleh karena itu, taklȋf hukum harus mengarah pada realisasi

tujuan hukum tersebut.

Wahbah al-Zuhaylȋ dalam bukunya menetapkan syaratsyarat Maqȃsid al-

Syarȋʻah. Menurutnya bahwa sesuatu baru dapat dikatakan sebagai Maqȃsid al-

Syarȋʻah apabila memenuhi empat syarat berikut10

, yaitu :

1. Harus bersifat tetap, maksudnya makna-makna yang dimaksudkan itu

harus bersifat pasti atau diduga kuat mendekati kepastian.

8 al-Ghazȃlȋ, Al-Mustasfȃ min ‘Ilm al-Usȗl, (Beirȗt: Dȃr al-Fikr, tth), h. 251

9 Amir Mu'alim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, (Yogyakarta, UII

Press, 2001), h. 51 10

Wahbah al-Zuhaylȋ, Usȗl al-Fiqh al-Islȃmȋ…h. 1019

Page 116: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

100

2. Harus jelas, sehingga para fuqaha tidak akan berbeda dalam penetapan

makna tersebut. Sebagai contoh, memelihara keturunan yang

merupakan tujuan disyariatkannya perkawinan.

3. Harus terukur, maksudnya makna itu harus mempunyai ukuran atau

batasan yang jelas yang tidak diragukan lagi. Seperti menjaga akal

yang merupakan tujuan pengharaman khamr dan ukuran yang

ditetapkan adalah kemabukan.

4. Berlaku umum, artinya makna itu tidak akan berbeda karena perbedaan

waktu dan tempat. Seperti sifat Islam dan kemampuan untuk

memberikan nafkah sebagai persyaratan kafa‟ah dalam perkawinan

menurut mazhab Maliki.

Lebih lanjut, al-Syatibȋ dalam uraiannya tentang Maqȃsid al-Syarȋʻah

membagi tujuan syari‟at itu secara umum ke dalam dua kelompok, yaitu tujuan

syari‟at menurut perumusnya (syar’ȋ) dan tujuan syari‟at menurut pelakunya

(mukallaf). Maqȃsid al-Syarȋʻah dalam konteks Maqȃsid al-Syar’ȋ meliputi empat

hal,11

yaitu :

1. Tujuan utama syari‟at adalah kemaslahatan manusia di dunia dan di

akhirat.

2. Syari‟at sebagai sesuatu yang harus dipahami.

3. Syari‟at sebagai hukum taklifi yang harus dijalankan.

4. Tujuan syari‟at membawa manusia selalu di bawah naungan hukum.

Keempat aspek di atas saling terkait dan berhubungan dengan Allah

sebagai pembuat syari'at (syar’ȋ). Allah tidak mungkin menetapkan syari‟at- Nya

11

Al-Syatibȋ, Al-Muwȃfaqȃt fȋ Usȗl al-Syarȋ'ah, (Riyad: Maktabah al-Riyadh al-

Hadȋtsah, tth), h. 70

Page 117: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

101

kecuali dengan tujuan untuk kemaslahatan hamba-Nya, baik di dunia maupun di

akhirat kelak. Tujuan ini akan terwujud bila ada taklif hukum, dan taklif hukum

itu baru dapat dilaksanakan apabila sebelumnya dimengerti dan dipahami oleh

manusia. Oleh karena itu semua tujuan akan tercapai bila manusia dalam

perilakunya sehari-hari selalu ada di jalur hukum dan tidak berbuat sesuatu

menurut hawa nafsunya sendiri.

Pemeliharaan terhadap lima pokok ini ditinjau dari segi kebutuhan dan

kekuatannya, terbagi pula kepada tiga kategori, yaitu darȗriyyat, hȃjiyyat, dan

tahsiniyyat.12

Yang dimaksud dengan darȗriyyat adalah segala sesuatu yang harus ada

untuk tetap eksisnya kehidupan umat manusia, baik kehidupan keagamaan

maupun keduniaan. Apabila hal-hal yang bersifat darȗry itu tidak dipelihara,

maka kehidupan manusia akan binasa dan di akhirat akan mendapat azab yang

pedih. Memelihara darȗriyyat berarti memelihara eksistensi lima dasar

kemaslahatan di atas (agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda). Posisinya

berada pada posisi paling utama (primer) demi tegaknya kemaslahatan hidup

manusia di dunia dan di akhirat. Dalam bidang ibadah seperti beriman, Shalat,

puasa, haji dimaksudkan untuk memelihara eksistensi agama. Di bidang adat

(kebiasaan) seperti makan dan minum merupakan usaha untuk memelihara jiwa

dan akal. Di bidang munakahat untuk memelihara eksistensi keturunan. Demikian

selanjutnya dalam bidang muamalat pemilikan harta dan usaha

mempertahankannya.

Cara memelihara darȗriyyat ini dilakukan dengan dua bentuk:13

12

Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah.., Juz II, h. 8. Lihat juga Wahbah

al-Zuhaylȋ, Usȗl al-Fiqh al-Islȃmȋ…h. 1020-1023

Page 118: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

102

1. Menciptakan sesuatu yang dapat memperkokohkan ekeistensinya:

ما يقيم اركان ها وي ثبت ق واعدىا وذالك عبارة عن مراعتها من جانب الوجود

Artinya: Sesuatu yang meneguhkan sendi-sendinya dan mengokohkan

fondasi-fondasinya. Yang demikian itu adalah ibarat dari memeliharanya ditinjau

dari sudut perwujudannya.

Dengan kata lain, cara yang pertama ini ialah melakukan segala sesuatu

yang menjadi sebab terwujudnya kemashlahatan darȗriyyat tersebut.

2. Melakukan sesuatu yang dapat mencegah terjadinya kerusakan

terhadap hal-hal yang darȗriyyat, yang mungkin terjadi atau

diperkirakan akan terjadi.

ها وذالك عبارة عن مراعا تا من جانب ختلل الواقع اوالمت وقمع في ها ال العد مايدراء عن

Artinya. Sesuatu yang menolak terjadinya kerusakan (kecederaan) atau

dikhawatirkan akan terjadi. Yang demikian itu ialah ibarat memeliharanya

ditinjau dari aspek ketiadaan (memelihara agar tidak hilang).

Dengan kata lain, meninggalkan sesuatu yang dapat membawa kepada

kerusakan kebutuhan yang lima (al-Masalih al-Khams).

Yang dimaksudkan dengan hȃjiyyat ialah segala sesuatu yang diperlukan

oleh umat manusia untuk menghindarkan diri dari kesulitan-kesulitan dan

menghilangkan kepicikan. Posisi hȃjiyyat berada di bawah darȗriyyat. tetapi tetap

diperlukan agar manusia dapat untuk memelihara kebutuhan yang lima (al-

Masalih al-Khams) contohnya mengerjakan shalat begitu juga puasa adalah

kemashlahatan darȗriyyat dalam memelihara eksistensi agama. Tapi bagi orang

yang musafir dalam melaksanakan shalat dan puasa menghadapi kesulitan

13

Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah.., Juz II, h. 8

Page 119: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

103

(masyaqqah). Karena itu syari‟at memberikan keringanan (rukhsah) bagi mereka

untuk mengerjakan shalat dengan jama', qasar, dan puasa di hari lain.

Selanjutnya yang dimaksudkan dengan tahsiniyyat adalah segala sesuatu

yang dapat menunjang dan menyempurnakan kebutuhan yang lima (al-Masalih

al-Khams). ini berorientasikan kepada kemuliaan akhlak (makȃrim al-akhlȃq)

baik dalam bidang ibadah maupun dalam mu‟amalat, seperti menutup aurat dalam

shalat, menjauhi yang kotor-kotor dalam bersuci, sopan santun makan dan minum

dan tata cara pergaulan sebagai suami isteri. Tidak terwujud dan terpelihara

kebutuhan tahsiniyyat ini, tidaklah membawa seorang mukallaf kepada

kesempitan, dan tidak pula meruntuhkan eksistensi kebutuhan yang lima (al-

Masalih al-Khams). tetapi menyalahi kepatutan dan menurunkan martabat pribadi

dan masyarakat.14

perlu ditegaskan bahwa ketiga kategori tersebut Yaitu

darȗriyyat, hȃjiyyat, dan tahsiniyyat ini merupakan suatu kesatuan yang sulit

untuk dipisahkan jika tujuan Syar‟i ingin dicapai secara utuh dan sempurna.

Jenis kedua adalah maslahat yang dilihat dari aspek cakupannya yang

dikaitkan dengan komunitas (jama‟ah) atau individu (perorangan). Hal ini dibagi

dalam dua kategori, yaitu :

1. Maslahat kulliyyȃt, yaitu maslahat yang bersifat universal yang

kebaikan dan manfaatnya kembali kepada orang banyak. Contohnya

membela negara dari serangan musuh, dan menjaga hadits dari usaha

pemalsuan.

2. Maslahat juz'iyat, yaitu maslahat yang bersifat parsial atau individual,

seperti pensyari‟atan berbagai bentuk mu‟ȃmalah.

14

Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah.., Juz II, h. 8-12

Page 120: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

104

Jenis ketiga adalah Maslahat yang dipandang dari tingkat kekuatan dalil

yang mendukungnya. Maslahat dalam hal ini dibagi menjadi tiga15

, yaitu :

1. Maslahat yang bersifat qat'ȋ yaitu sesuatu yang diyakini membawa

kemaslahatan karena didukung oleh dalil-dalil yang tidak mungkin lagi

ditakwili, atau yang ditunjuki oleh dalil-dalil yang cukup banyak yang

dilakukan lewat penelitian induktif, atau akal secara mudah dapat

memahami adanya maslahat itu.

2. Maslahat yang bersifat zannȋ, yaitu maslahat yang diputuskan oleh

akal, atau maslahat yang ditunjuki oleh dalil zannȋ dari syara‟.

3. Maslahat yang bersifat wahmiyah, yaitu Maslahat atau kebaikan yang

dikhayalkan akan bisa dicapai, padahal kalau direnungkan lebih dalam

justru yang akan muncul adalah madȃrat dan mafsadȃt.

Pembagian Maslahat seperti yang dikemukakan oleh Wahbah al-Zuhaylȋ

di atas, agaknya dimaksudkan dalam rangka mempertegas maslahat mana yang

boleh diambil dan maslahat mana yang harus diprioritaskan diantara sekian

banyak maslahat yang ada. maslahat darȗriyyat harus didahulukan dari maslahat

hȃjiyat, dan maslahat hȃjiyat harus didahulukan dari maslahat tahsȋniyyȃt.

Demikian pula maslahat yang bersifat kulliyat harus diprioritaskan dari maslahat

yang bersifat juz’iyyȃt. Akhirnya, maslahat qat’iyyah harus diutamakan dari

maslahat zanniyyah dan wahmiyyah.

Memperhatikan kandungan dan pembagian maqȃsid syarȋ’ah seperti yang

telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa maslahat yang

merupakan tujuan Tuhan dalam tasyri'-Nya itu mutlak harus diwujudkan karena

15

Wahbah al-Zuhaylȋ, Usȗl al-Fiqh al-Islȃmȋ…h.1023-1029.

Page 121: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

105

keselamatan dan kesejahteraan duniawi maupun ukhrawi tidak akan mungkin

dicapai tanpa realisasi maslahat itu, terutama maslahat yang bersifat darȗriyyat.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut Allah SWT. menurunkan Syari‟at-Nya

dalam bentuk taklȋf. Oleh sebab itu, setiap hukum taklȋf tidak lain adalah untuk

mewujudkan tujuan tersebut. Beban taklȋf mengambil bentuk dalam berbagai

tingkatan, yaitu wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah dari segi lain disebutkan

halal dan haram. Adanya tingkatan-tingkatan seperti tersebut di atas didasarkan

atas kadar kemashlahatan dan kemudaratan yang dikandungnya. Dengan

demikian, satiap hukum dapat dipastikan mengandung kemaslahatan. Maslahat

yang dikandung hukum itulah yang dimaksudkan dengan maqȃsid al-syarȋ‟ah.

Seorang pelaksana hukum yang bijaksana akan selalu berpedoman kepada tujuan

hukum atau maqȃsid al-syarȋ’ah

Hukum yang diterapkan didasarkan atas inti maqȃsid al-syarȋ’ah. Karena

itu problema kemasyarakatan yang dihadapinya dapat di pecahkan secara tepat.

Ini semua menempatkan hukum Islam sebagai sebuah hukum yang betul sesuai

untuk setiap zaman dan tempat, elastis, dan fleksibel. Eksistensi hukum Islam

yang demikian sesuai sekali dengan ajaran Islam sebagai agama yang terakhir

yang diturunkan Allah, lengkap dan sempurna, untuk setiap zaman dan tempat,

dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.

Dalam mewujudkan maqȃsid al-syarȋ’ah itu, ada dun bentuk ijtihad, yaitu

ijtihad istinbati dan ijtihad tatbȋqȋ . ijtihad istinbȃti ialah usaha sungguh dari

seorang mujtahid untuk menyimpulkan maksud dari suatu ayat atau hadis.

Persoalan selanjutnya adalah bagaimana kesimpulan ide hukum tersebut

dapat ditatbihkan atau diterapkan pada masalah yang dihadapi. Penerapan ide

Page 122: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

106

hukum ini dikenal dengan istilah ijtihad tatbȋqȋ atau tahqiqul manȃt,16

yaitu

menguji kesamaan maksud Allah dalam suatu ayat dengan tempat penerapannya.

Al-Syathibi mendefinisikan tahqiqul manȃt sebagai berikut:

قى النمظر ف ت عيي مو ان ي ثبت الكم بدركو الشمرعى ل 17كن ي ب

Artinya: Ide abstrak yang telah diperoleh oleh seorang mujtahid dari

kandungan nas, kemudian bagaimana menerapkannya (mentabihkannya)

terhadap masalah, sehingga maksud Syar’i dapat tercapai.

Dari definisi ini terlihat bahwa metode ijtihad tahqȋq al-manȃt merupakan

suatu metode sosialisasi dan pembumian ide-ide hukum yang terkandung dalam

suatu nas pada dataran kehidupan umat manusia yang selalu berkembang dan

mengalami perubahan, sehingga al-Syatibȋ menyebutkannya sebagai ijtihad yang

tidak akan berhenti sampai akhir zaman.18

Yang menjadi objek kajian tahqȋq al-

manȃt bukan lagi sekedar nas (al-Qur‟an dan al-Sunnah) melainkan manusia dan

lingkungan.

Persoalan selanjutnya adalah bagaimana kesimpulan ide hukum tersebut

dapat diterapkan pada masalah yang dihadapi, yaitu menguji kesamaan maksud

Allah dalam ayatal-Qur‟ȃn dengan saat ini. dalam menguji kesamaan maksud

Allah dalam satu ayat dengan saat ini penulis menggunakan qiyȃs sebagai metode

pengambilan hukum (istinbȃt al-hukm).

Dalam mengqiyaskan penulis mengambil illat sebagai persamaan, karena

illat merupakan poin penting yang harus ditemukan agar mengetahui maksud

pembunuhan dalam al-Qur‟ȃn dengan saat ini.

16

Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah.., Juz II, h. 89 17

Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah.., Juz II, h. 90 18

Abȋ Ishȃq al-Syatibȋ, al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah.., Juz II, h. 90

Page 123: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

107

Penulis mencoba merekonstruksi terhadap perbuatan apa saja yang bisa

dikategorikan sebagai pembunuhan. Jika pembunuhan didefinisikan sebagai

akibat perbuatan yang bisa menghilangkan nyawa, maka perbuatan seperti,

narkoba, terorisme, perampokan dengan kekerasan (begal), jika menghilangkan

nyawa seseorang, apakah bisa dikategorikan sebagai pembunuhan.? Apakah

perbuatan seperti ini juga diancam dengan hukuman qisȃs sebagaimana al-Qur‟ȃn

sebutkan.? Maka, dalam hal ini penulis ingin mencari jawabannya kedalam al-

Qur‟ȃn, dan mengkaitkannya dalam konteks sekarang. Agar tujuan yang ingin

dicapai bisa terjawab. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah tentang

macam-macam pembunuhan saat ini.

B. Macam-macam Pembunuhan Saat Ini.

1. Narkoba

Ketentuan tentang narkoba tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam al-

Qur‟ȃn, namun al-Qur‟an menyebutkan khamr sebagai jenis makanan atau

minuman yang memabukkan. Hal ini sebagai bentuk pengqiyasan terhadap

narkoba karena efek nya juga memabukkan bahkan dampak bahaya bagi

pengkonsumsi khamr maupun narkoba bisa menyebabkan kematian. Beberapa

bahaya yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi narkoba adalah sebagai berikut19

:

1. Otak dan syaraf dipaksa untuk bekerja di luar kemampuan yang

sebenarnya dalam keadaan yang tidak wajar

2. Peredaran darah dan jantung dikarenakan pengotoran darah oleh zat-

zat yang mempunyai efek yang sangat keras, akibatnya jantung di

rangsang untuk bekerja di luar kewajiban

19

Fransiska Novita Eleanora, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan

dan Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis) dalam Jurnal Hukum, Vol XXV, No 1, April

2011, hal. 443-444

Page 124: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

108

3. Pernapasan tidak akan bekerja dengan baik dan cepat lelah sekali

4. Penggunaan lebih dari dosis yang dapat di tahan oleh tubuh akan

mendatangkan kematian secara mengerikan.

5. Timbul ketergantungan baik rohani maupun jasmani sampai timbulnya

keadaan yang serius karena putus obat.

Pertama: Jika di lihat dari dampak bahaya yang ditimbulkan akibat

mengkonsumsi narkoba. Maka hal ini masuk ke dalam pengklasifikasian

pembunuhan sengaja. Sebagaiman definisi maupun kriteria pembunuhan sengaja

yang dijelaskan oleh para mufassir pada bab sebelumnya. Salah satu definisi

pembunuhan sengaja pada bab sebelumnya, penulis jelaskan pendapat Wahbah

Zuhayli yang menyatakan bahwa pembunuhan sengaja adalah suatu perbuatan

yang dilakukan dengan sengaja menggunakan sesuatu yang dapat mematikan,

baik dengan benda tajam atau lainnya, baik secara langsung maupun dengan sebab

perantara, seperti besi dan senjata dan kayu besar, jarum yang ditusukkan pada

anggota tubuh yang dapat mematikan maupun anggota tubuh lain yang tidak dapat

mematikan langsung tapi dapat menimbulkan pembengkakan dan penyakit parah

yang mengantarkan yang bersangkutan pada kematian, atau memotong jari-jari

kemudian menjalar dan kemudian dapat mematikan. Senada dengan definisi

tersebut, al-Wahidi juga memberikan definisi pembunuhan sengaja sebagai sebuah

tindakan yang dimaksudkan untuk membunuh dengan alat seperti pedang dan

alat-alat lain yang pada umumnya dapat mematikan baik melukai atau tidak

melukai seperti batu dan besi yang berat atau semacamnya.20

20

Abȗ al-Hasan „Alȋ ibn Ahmad ibn Muhammad ibn „Alȋ al-Wȃhidȋ, al-Wajȋs fȋ Tafsȋr al

Kitȃb al-‘Azȋz (Beirȗt: Dȃr al-Qalȃm, 1995), Juz II, h. 95

Page 125: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

109

Kesengajaan dalam masalah ini terletak pada dampak mengkonsumsi

narkoba yang secara tidak langsung mematikan, tetapi melalui beberapa tahap

yang dapat merusak sendi-sendi anggota tubuh namun pada akhirnya dapat

menghilangkan nyawa.

Kedua: Dampak narkoba merupakan jenis obat-obatan yang bisa merusak

jiwa serta raga bagi para penggunanya. Sehingga pengguna narkoba apabila

meninggal diakibatkan karena mengkonsumsi narkoba maka pengedar atau

produsen bisa dikategorikan sebagai pembunuh karena telah menghilangkan

nyawa dari pengguna narkoba tersebut. Sasaran yang menjadi target bagi para

pengedar serta produsen narkoba tidak terbatas orang dewasa baik laki-laki

maupun perempuan, mahasiswa, tapi juga pelajar remaja. Kaum remaja menjadi

salah satu kelompok yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba, karena selain

memiliki sifat dinamis, energik, selalu ingin tahu. Mereka juga mudah putus asa

dan mudah dipengaruhi oleh pengedar yang berakibat jatuh pada masalah

penyalahgunaan narkoba.21

Ketiga: Hukuman bagi pengedar maupun pengedar maupun produsen juga

dihukumi dengan hukum mati (qisȃs). sebagaimana penulis sebutkan pada bab III

berdasarkan firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah [2]: 178

ى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى ي أي ها المذين آمنوا كتب عيكم القصاص ف القت (٨٧١)22

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

21

Kementerian Kesehatan RI, Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI (Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2017), h. 01 22

QS. Al-Baqarah [2]: 178

Page 126: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

110

Ayat ini masih menjadi perdebatan bagi para mufassir, di satu pihak

menetapkan ada unsur persamaan status sosial, maupun jenis kelamin, namun di

pihak lain menetapkan unsur persamaan dalam status kemanusiaan. Terlepas dari

perbedaan itulah Ibnu Abbas berpendapat dengan menggunakan argumen nasakh

antar ayat. Menurutnya, kandungan dalam surat al-Bagarah [2]: 178 yang

membedakan status antara laki-laki dan perempuan, budak dan merdeka hanya

berlaku pada masa awal Islam. Kemudian ayat tersebut dinasakh (dibatalkan) oleh

al-Qur'an Surat al-Maidah [5]: 45.

نا عيهم فيها أنم الن مفس بلن مفس ) 23(٥٤وكت ب

Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At

Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa.

Karena itu, dalam ayat ini menjelaskan tentang perumpamaan dan

persamaan dalam hukuman qisȃs.24

dalam artian bahwa qisȃs berlaku untuk

semua tanpa memandang status antara pelaku pembunuhan dan korbannya.

Dari beberapa penjelasan tentang segi niat, pelaku dan korban, serta

hukumannya terhadap Bandar maupun produsen narkoba terdapat adanya

kesamaan dengan konsep pembunuhan dalam al-Qur‟an. Yaitu narkoba

merupakan jenis obat-obatan yang bisa merusak jiwa serta raga yang bisa

menyebabkan meninggal dunia bagi para penggunanya. Sehingga pengguna

narkoba apabila meninggal diakibatkan karena mengkonsumsi narkoba maka

pengedar atau produsen bisa dikategorikan sebagai pembunuh karena telah

23

QS. Al-Maidah [5]: 45. 24

Wahbah al-Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj (Damsik,

Dȃr al Fikr, 2003), Jil III, h. 559

Page 127: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

111

menghilangkan nyawa dari pengguna narkoba tersebut. Maka sepantasnya

pengedar maupun produsen juga dihukumi dengan hukum mati (qisȃs).

2. Terorisme

Ketentuan tentang terorisme juga tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam

al-Qur‟ȃn, para ulama juga berbeda-beda dalam memahami definisi dari terorisme

karena bentuk dan dampak dari terorisme juga berbeda-beda. Dalam bahasa Arab,

istilah yang umum dipakai untuk menyebut terorisme adalah al-irhȃb dan

pelakunya disebut irhȃbȋ. Kamus al-Mu‘jȃm al-Wasȋt memberikan definisi al-

irhāb dengan “sifat yang dimiliki oleh mereka yang menempuh kekerasan dan

menebar kecemasan untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik.”25

bentuk-bentuk kekerasan yang ditimbulkan dari aksi terorisme tersebut.

Beberapa bahaya yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi narkoba adalah sebagai

berikut26

:

1. Merupakan intimidasi yang memaksa.

2. Memakai pembunuhan dan penghancuran secara sistematis sebagai sarana

untuk suatu tujuan tertentu.

3. Korban bukan tujuan, melainkan sarana untuk menciptakan perang urat

syaraf, yakni bunuh satu orang untuk menakuti seribu orang.

4. Target aksi teror dipilih, bekerja secara rahasia namun tujuannya adalah

publisitas.

5. Pesan aksi itu cukup jelas, meski pelaku tidak selalu menyatakan diri

secara personal;

25

Ibrahim Anis, dkk., al-Mu‘jȃm al-Wasȋt (Kairo: Majma„ al-Lugghah al-„Arabiyyah,

1972), jil. 1, h. 376. 26

Hamzah Junaid, Pergerakan Kelompok Terorisme dalam Perspektif Barat dan Islam,

dalam Jurnal Sulesana Volume 8 Nomer 2 Tahun 2013. Lihat juga Abdul Wahid, Kejahatan

Terorisme Perspektif Agama ( HAM dan Hukum, Retika Aditama,2004), h. 29.

Page 128: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

112

6. Para pelaku kebanyakan dimotivasi oleh idealisme yang cukup keras,

misalnya “berjuang demi agama dan kemanusiaan”.

bentuk-bentuk terorisme juga meliputi Pembunuhan, pembantaian,

serangan yang mencelakakan badan, penculikan, kejahatan yang berhubungan

dengan senjata api, senjata, bahan peledak dan bahan-bahan lain yang jika

digunakan untuk melakukan kejahatan dapat berakibat kematian atau luka yang

serius atau kerusakan berat pada harta milik.27

Pertama: Jika dilihat dari dampak yang ditimbulkan akibat terorisme.

Yaitu mengakibatkan hilangnya nyawa akibat serangan-serangan yang dilakukan

oleh teroris. Alat yang digunakannya pun dalam melakukan teror terhadap

masyarakat menggunakan senjata. Jadi, dampak dan alat yang digunakan oleh

pelaku teroris tersebut masuk ke dalam pengklasifikasian pembunuhan sengaja.

Sebagaimana di definisikan oleh Al-Jassȃs pembunhan sengaja yaitu perbuatan

menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja dan menggunakan alat (untuk

membunuh) secara sadar.28

Kesengajaan dalam masalah ini terletak pada dampak akibat yang

ditimbulkan dari terorisme yang secara langsung dapat menghilangkan nyawa,

selain dampak terhadap nyawa yang ditimbulkan, alat yang digunakan juga

menggunakan senjata, baik itu menggunakan senjata api, bom, serta alat-alat yang

bisa mematikan. Sehingga kriteria-kriteria seperti itu masuk ke dalam

pengklasifikasian pembunuhan sengaja.

Kedua: Dalam melihat aspek pelaku dan korban, jelas bahwa pelaku

terorisme ini masuk ke dalam aspek pelaku pembunuhan, rentetan teror yang

27

Definisi terorisme dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_terorisme. 28

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ Al Jassȃs, Ahkȃm al-Qurȃn..Juz 3, h. 193.

Page 129: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

113

dilakukan tidak hanya berdampak pada hilangnya nyawa saja, bahkan harta, jiwa

juga menjadi dampak dari aksi yang dilakukan oleh pelaku terorisme ini. Sasaran

yang menjadi target bagi para teroris ini tidak terbatas pada aspek tertentu, tidak

memandang status agama, status sosial yaitu orang dewasa baik laki-laki maupun

perempuan, bahkan anak-anak juga tak luput dari serangan teror yang dilakukan

oleh pelaku terorisme ini. menurut mereka, pembunuhan dengan tujuan untuk

mendapatkan keadilan bukanlah soal yang harus dirisaukan, meskipun sasaran

mereka orang-orang yang tidak berdosa.29

Ketiga: Hukuman bagi pelaku terorisme sama dengan hukuman terhadap

pelaku pembunuhan yaitu juga dihukumi dengan hukum mati (qisȃs).

sebagaimana penulis sebutkan pada bab III berdasarkan firman Allah swt dalam

QS. Al-Baqarah [2]: 178

ى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى ي أي ها المذين آمنوا كتب عيكم القصاص ف القت (٨٧١)30

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

Ayat ini masih menjadi perdebatan bagi para mufassir, di satu pihak

menetapkan ada unsur persamaan status sosial, maupun jenis kelamin, namun di

pihak lain menetapkan unsur persamaan dalam status kemanusiaan. Terlepas dari

perbedaan itulah Ibnu Abbas berpendapat dengan menggunakan argument nasakh

antar ayat. Menurutnya, kandungan dalam surat al-Bagarah [2]: 178 yang

membedakan status antara laki-laki dan perempuan, budak dan merdeka hanya

29

Agus Handoko, Analisis kejahatan terorisme Berkedok Agama, dalam Jurnal Salam;

Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol. 6, No. 2, 2009. h. 157. 30

QS. Al-Baqarah [2]: 178

Page 130: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

114

berlaku pada masa awal Islam. Kemudian ayat tersebut dinasakh (dibatalkan) oleh

al-Qur'an Surat al-Maidah [5]: 45.

نا 31(٥٤عيهم فيها أنم الن مفس بلن مفس )وكت ب Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (al-

Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa.

Karena itu, dalam ayat ini menjelaskan tentang perumpamaan dan

persamaan dalam hukuman qisȃs.32

dalam artian bahwa qisȃs berlaku untuk

semua tanpa memandang status antara pelaku pembunuhan dan korbannya.

Dari beberapa penjelasan tentang segi niat, pelaku dan korban, serta

hukumannya terhadap pelaku terorisme terdapat adanya kesamaan dengan konsep

pembunuhan dalam al-Qur‟an. Yaitu terorisme merupakan suatu kegiatan teror

dengan menggunakan senjata dengan menyebabkan meninggal dunia bagi korban

yang terdampak akibat aksi dari pelaku terorisme. Sehingga korban apabila

meninggal diakibatkan karena dampak dari aksi pelaku terorisme maka pelaku

terorisme bisa dikategorikan sebagai pembunuh karena telah menghilangkan

nyawa seseorang. Maka sepantasnya bagi para pelaku terorisme juga dihukumi

dengan hukum mati (qisȃs).

3. Perampokan dengan kekerasan (Begal).

Ketentuan tentang begal juga tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam al-

Qur‟ȃn, namun para ulama mendefinisikan begal ke dalam bentuk hirabah.

Wahbah Zuhaylȋ mendefinisikannya dengan perbuatan Qatʻu al-Tȃriq (pembegal,

penyamun, bandit) dengan meneror para pengguna jalan serta melakukan

31

QS. Al-Maidah [5]: 45. 32

Wahbah al-Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj… h. 559

Page 131: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

115

pelanggaran terhadap jiwa, harta, dan kehormatan.33

Sejalan dengan pendapat

tersebut Ibnu al-„Arabi mendefinisikan Hirabah dengan dengan istilah Qat’u al-

Tȃriq. Artinya menghadang orang yang lewat di jalan-jalan sepi dan jauh dari

keramaian dengan kekerasan senjata atau sejenisnya dengan tujuan memperoleh

atau mengambil hartanya dengan paksa. Secara sepintas lalu dapat dikatakan si

pelakunya adalah penyamun atau pembegal.34

bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan dalam perampokan dengan

kekerasan (begal) sebagai berikut35

:

1. Seseorang pergi dengan maksud untuk mengambil harta secara terang-

terangan dan mengadakan intimidasi, namun tidak jadi mengambil harta

dan tidak membunuh.

2. Seseorang keluar dengan maksud untuk mengambil harta dengan terang-

terangan dan mengambil harta tetapi tidak membunuh.

3. Seseorang berangkat dengan niat merampok, kemudian membunuh tetapi

tidak mengambil harta korban.

4. Seseorang pergi untuk merampok kemudian ia mengambil harta dan

membunuh pemiliknya

Selain bentuk-bentuk dalam perampokan dengan kekerasan (begal), juga

terdapat alat yang sering dijadikan pegangan dalam melakukan aksi perampokan

33

Wahbah Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj .. Juz. III, h.

512. 34

Abȋ Bakr Muhammad Ibn „Abd lillȃh al-Ma‟rȗf bi Ibn al-„Arabȋ, ahkȃm al-Qur’ȃn,

Beirȗt-Lebanon: Dȃr al-Kutub al-„Ilmiyyah), h. 593. 35

Hamzah, Ancaman Pidana Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Begal sebagai solusi

Mengurangi Tingkat Kejahatan Begal Di Kota Makassar, dalam jurnal al-Daulah Vol. 5, No. 1,

Juni 2016, h. 85.

Page 132: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

116

dengan kekerasan. Seperti: Parang, golok, celurit, kapak, badik, senjata api dan

lain semacamnya.36

Pertama: Jika dilihat dari dampak yang ditimbulkan akibat perampokan

dengan kekerasan (begal). Yaitu melakukan perampokan dengan mengakibatkan

hilangnya nyawa akibat serangan-serangan yang dilakukan, baik menggunakan

senjata maupun dengan kekerasan. Jadi, dampak dan alat yang digunakan oleh

pelaku begal tersebut masuk ke dalam pengklasifikasian pembunuhan sengaja.

Sebagaimana di definisikan oleh Al-Jassȃs pembunhan sengaja yaitu perbuatan

menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja dan menggunakan alat (untuk

membunuh) secara sadar.37

Kesengajaan dalam masalah ini terletak pada dampak akibat yang

ditimbulkan dari begal yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

menghilangkan nyawa, selain dampak terhadap nyawa yang ditimbulkan, alat

yang digunakan juga menggunakan senjata, baik itu menggunakan senjata api,

bom, serta alat-alat yang bisa mematikan. Sehingga kriteria-kriteria seperti itu

masuk ke dalam pengklasifikasian pembunuhan sengaja.

Kedua: Dalam melihat aspek pelaku dan korban, jelas bahwa pelaku begal

ini masuk ke dalam aspek pelaku pembunuhan, rentetan kekerasan atau cara yang

dilakukan tidak hanya berdampak pada hilangnya nyawa saja, bahkan harta, jiwa

juga menjadi dampak dari aksi yang dilakukan oleh pelaku begal ini. Sasaran yang

menjadi target bagi para begal ini tidak terbatas pada aspek tertentu, tidak

memandang status sosial yaitu orang dewasa baik laki-laki, perempuan, maupun

36

M. Syafik, Skripsi: Kejahatan Begal Berdasarkan Hukum Pidana Indonesia, pada

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2018. T.h. 37

Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ Al Jassȃs, Ahkȃm al-Qurȃn..Juz 3, h. 193.

Page 133: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

117

anak-anak juga tak luput dari serangan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku

begal ini.

Ketiga: Hukuman bagi pelaku begal sama dengan hukuman terhadap

pelaku pembunuhan yaitu juga dihukumi dengan hukum mati (qisȃs) jika

perbuatan perampokan dengan kekerasan tersebut dapat menghilangkan nyawa.

sebagaimana penulis sebutkan pada bab III berdasarkan firman Allah swt dalam

QS. Al-Baqarah [2]: 178

ى الر بلر والعبد بلعبد والأن ثى بلأن ثى ي أي ها المذين آمنوا كتب عيكم القصاص ف القت (٨٧١)38

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

Ayat ini masih menjadi perdebatan bagi para mufassir, di satu pihak

menetapkan ada unsur persamaan status sosial, maupun jenis kelamin, namun di

pihak lain menetapkan unsur persamaan dalam status kemanusiaan. Terlepas dari

perbedaan itulah Ibnu Abbas berpendapat dengan menggunakan argument nasakh

antar ayat. Menurutnya, kandungan dalam surat al-Bagarah [2]: 178 yang

membedakan status antara laki-laki dan perempuan, budak dan merdeka hanya

berlaku pada masa awal Islam. Kemudian ayat tersebut dinasakh (dibatalkan) oleh

al-Qur'an Surat al-Maidah [5]: 45.

نا عيهم فيها أنم الن مفس بلن مفس ) 39(٥٤وكت ب Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (al-

Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa.

38

QS. Al-Baqarah [2]: 178 39

QS. Al-Maidah [5]: 45.

Page 134: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

118

Karena itu, dalam ayat ini menjelaskan tentang perumpamaan dan

persamaan dalam hukuman qisȃs.40

dalam artian bahwa qisȃs berlaku untuk

semua tanpa memandang status antara pelaku pembunuhan dan korbannya.

Dari beberapa penjelasan tentang segi niat, pelaku dan korban, serta

hukumannya terhadap pelaku begal ini terdapat adanya kesamaan dengan konsep

pembunuhan dalam al-Qur‟an. Yaitu begal merupakan suatu kegiatan perampokan

dengan kekerasan menggunakan senjata maupun dengan cara-cara yang

menyebabkan korban meninggal dunia. Sehingga korban apabila meninggal

diakibatkan karena dampak dari aksi pelaku perampokan dengan kekerasan

(begal) maka pelaku begal bisa dikategorikan sebagai pembunuh karena telah

menghilangkan nyawa seseorang. Maka sepantasnya bagi para pelaku begal juga

dihukumi dengan hukum mati (qisȃs), selayaknya hukuman terhadap pelaku

pembunuhan.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inti pokok dari

ijtihad dalam memutuskan hukuman pembunuhan terhadap konteks sekarang

adalah pengkaitan maqasid syari‟ah dengan perubahan sosial. Pengkaitan maqasid

syari‟ah dengan dinamika yang hidup dan tumbuh di masyarakat berarti berbicara

tentang ijtihad yang tidak pernah tertutup karena perubahan sosial itu akan terus

berjalan, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh umat

manusia. Karena itu masalah ini akan selalu aktual kapan dan di manapun.

40

Wahbah al-Zuhaylȋ, Tafsȋr al Munȋr fȋ al Aqȋdah wa Syarȋah wa al manhȃj… h. 559

Page 135: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

119

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan, tesis ini menyimpulkan bahwa dalam al-

Qur’an lafad Qatl dan derivasinya terdapat 170 kata. Dalam pandangan para

mufassir pembunuhan merupakan segala bentuk perbuatan yang bisa

menghilangkan nyawa, serta pembunuhan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Dari kedua jenis

pembunuhan tersebut memiliki kriteria dan sanksi yang berbeda-beda. Para

mufassir menitikberatkan pandangannya pada sanksi pembunuhan sengaja, yaitu

qisȃs. Artinya, setiap tindakan atau perbuatan yang bisa menghilangkan nyawa

seseorang dengan sengaja maka sanksinya adalah qisȃs, tanpa memandang status

antara pelaku dan korban. sedangkan sanksi untuk pembunuhan tidak sengaja

adalah memerdekakan budak serta membayar diyat, atau berpuasa dua bulan

berturut-turut jika tidak menemukan budak. Perbedaan pendapat ini didasarkan

pada perbedaan mazhab yang dianut oleh para mufassir.

Adapun relevansi pembunuhan pada saat ini yaitu terjadi pada kasus-kasus

tindak kejahatan seperti pengedar dan produsen penyalaahgunaan narkoba yang

menyebabkan kerusakan moral dan kematian orang lain, pelaku terorisme yang

menyebabkan kematian orang lain, serta pelaku perampokan yang disertai dengan

kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa. Pemberlakuan hukuman

terhadap tindak kejahatan tersebut dapat dijatuhkan hukuman mati (qisȃs), jika

perbuatannya dapat menghilangkan nyawa seseorang.

Page 136: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

120

B. Rekomendasi

Penelitian ini merupakan upaya untuk menemukan konsep pembunuhan

dalam Tafsȋr Ahkȃm dan Relevansinya saat ini. Dalam penelitian ini memang

masih ditemukan beberapa kekurangan, sehingga penulis perlu

merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

1. Umat manusia pada dasarnya memiliki hak hidup. Kehidupan merupakan

suatu anugerah yang Tuhan berikan pada setiap makhluk. Memberi

kehidupan adalah hak prerogatif Tuhan, maka kematian pun seharusnya

hak prerogatifnya pula. Sehingga umat manusia tidak ada hak untuk

membunuh sesama makhluk Tuhan tanpa ada alasan yang benar. Dalam

hal ini, Islam telah mengatur segala hal yang berkaitan dengan

pembunuhan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan

keadilan.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang konsen pada studi ilmu-ilmu al-Qur’ȃn dan

tafsir, seyogyanya dapat memperdalam penelitian ini dengan menggali

beberapa argumentasi yang dapat dijadikan landasan teologis tentang

pembunuhan dalam Tafsȋr Ahkȃm.

Page 137: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

121

DAFTAR PUSTAKA

Al-„Arabȋ, Abȋ Bakr Muhammad Ibn „Abd lillȃh al-Ma‟rȗf bi Ibn. ahkȃm al-

Qurȃn. Beirȗt-Lebanon: Dȃr al-Kutub al-„Ilmiyyah.

„Awdah, Abd al-Qȃdir. al-Tasyrȋ’u al-Jinȃ’ȋ al-Islȃmȋ muqhȃranan bȋ al-Qȃnun

al-Wad’ȋ. Beirȗt - Lebanon: Dar al-Kutub al Ilmiyyah, 2005.

Abror, M. Muchlas “Memberantas Perbudakan” dalam Jurnal Kalam, Nomor 96.

2011.

Agama RI, Kementerian. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Yayasan

Penyelenggara penterjemah atau pentafsir al-Qur‟an, 1971.

Anis, Ibrahim dkk., al-Mu‘jȃm al-Wasȋt. Kairo: Majma„ al-Lugghah al-

„Arabiyyah, 1972.

Al-Asfahȃnȋ, Al-Rȃghib. Mu’jȃm Mufradȃt al-fȃz al-Qur’ȃn. Damsik: Dȃr al-

Qalȃm, 2009.

Al-„Asqalȃnȋ, Ibnu Hajar Terjemah Bulūg al Marām. Semarang: Pustaka Nuun,

2011.

Backer, Anton dan Zubair, Ahmad Charris, Metodologi Penelitian Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Baidȃwi Al-, Nȃsir al-Dȋn Abȗ Sa‟ȋd „Abdullah ibn „Amr ibn Muhammad. Anwȃr

al Tanzȋl wa asrȃr al Ta’wȋl. Beirȗt: Dar Ihyȃ‟ al Turȃts al-„Arȃb, 1418.

Bakrȋ Al-, Abȋ Bakar al Masyhȗr bi al-Sayyid. Hasyiyyah I’ȃnat at-Ţhȃlibȋn ’alȃ

Halli al Fāz Fath al-Muȋn Lisyarhi Qurrat al-‘ayn Bimuhimmat al-Dȋn.

Beirȗt: Dâr al-Fikri, 1993 M.

Al-Bȃqȋ, Muhammad Fuȃd Abd. Al-Mu’jȃm al-Mufahras lȋ al-fāz al-Qurȃn al-

Karȋm. Beirȗt: Dȃr al-Fikr 1987.

Batubara, Chuzaimah: Qishash: Hukuman Mati dalam perspektif al-Qur‟an dalam

Jurnal Miqot Vol. XXXIV No. 2 Juli-Desember 2010.

Al-Bukhȃri, Abi „Abd lillah Muhammad bin Ismȃil in Ibrȃhim bin al-Mughirah al-

Ju‟fȋ Sahȋh al-Bukhȃri. Beirȗt-Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992.

Al-Buti, Muhammad Saȋd Ramadȃn. Dawȃbit al-Maslahah fȋ al-Syarȋ’ah al-

Islȃmiyah. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1977.

Cawidu, Harifuddin. Konsep Kufr dalam Al-Qurȃn, suatu kajian teologis dengan

pendekatan Tafsir Tematik. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Eleanora, Fransiska Novita. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha

Pencegahan dan Penanggulangannya: Suatu Tinjauan Teoritis dalam

Jurnal Hukum, Vol XXV, No 1, April 2011.

Page 138: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

122

Fahmi, Roni Hukuman Mati dalam Pidana Islam Ditinjau dari Perspektif Hak

Asasi Manusia, Tesis, mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. 2006.

Al-Farmawȋ, Abd al-Hayy. al-Bidȃyah fi al-Tafsȋr al-Maudu’ȋ. Mesir: Dirȃsȃt

Manhȃjiyyah Maudȗ‟iyyah, 1997.

Al-Ghazȃlȋ, Al-Mustasfȃ min ‘Ilm al-Usȗl. Beirȗt: Dȃr al-Fikr, tth.

Hamka, Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1999.

Hamzah, Ancaman Pidana Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Begal sebagai solusi

Mengurangi Tingkat Kejahatan Begal Di Kota Makassar, dalam jurnal al-

Daulah Vol. 5, No. 1, Juni 2016.

Handoko, Agus. Analisis kejahatan terorisme Berkedok Agama, dalam Jurnal

Salam; Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol. 6, No. 2, 2009.

Al-Husainȋ, Taqiyuddin abu bakar bin muhammad. Kifȃyatul akhyȃr fȋ hȃli

ghȃyati al Ikhtisȃr. Beirut: Dȃr al Kutub al Ilmiyah, 2001.

Ibn Majah, Abi „Abd lillah Muhammad bin Yazȋd. Sunan Ibnu Majȃh. Beirȗt:

Dȃr al-Fikr, t.th.

Ibn zakariyȃ, Abȋ al-Husain Ahmad ibn Fȃris. Mu’jȃm Maqȃyīs al-Lugghah. tt,

Dȃr al Fikr, tt.

Ibn Katsȋr, Abi al-Fidȃ‟ al-Hȃfiz. al Bidȃyah wa an Nihȃyah terj. Lukman hakim

dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2013.

Ibn katsȋr, Imam al-Din Abi al-Fida‟ Ismail Ibn Umar. Tafsȋr al Qur’ȃn al Azȋm.

Riyad: Dȃr as Salȃm, 1994.

Al-Jassȃs, Abȋ Bakr Ahmad bin „Alȋ al-Rȃzȋ. Ahkȃm al-Qurȃn. Beirȗt – Lebanon,

Muassasah Al-Tȃrikh al-„Arabȋ, 1992.

Junaid, Hamzah Pergerakan Kelompok Terorisme dalam Perspektif Barat dan

Islam, dalam Jurnal Sulesana Volume 8 Nomer 2 Tahun 2013

Al-Jurjanȋ, „Alȋ bin Muhammad al-Sayyid al-Syarȋf .Mu’jȃm at-Ta’rȋfȃt. Beirȗt:

Dȃr al-Kutub al Ilmiyyah, 1983.

al-Juwainȋ, Abd al-Mȃlik ibn Yȗsuf. al-Burhȃn fȋ Usȗl al-Fiqh. Kairo: Dȃr al-

Ansȃr, 1400 H.

Kaltsum, Lilik Ummi dan Ghazali, Abdul Moqsith. Tafsir Ayat-ayat Ahkam.

Jakarta: UIN Press, 2014.

Manzur, Ibnu Lisȃn al-‘Arȃb. t.tp: Al-Maktabah al-Syamilah,t.th.

Al-Maraghȋ, Ahmad Mustafa. Tafsȋr Al-Marȃghȋ . Mesir, tp, 1946.

Page 139: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

123

Al-Mawardȋ, Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad. al-Nukȃt wa al-‘Uyȃn al-Ma’rȗf

bȋ Tafsȋr al Mawardȋ, Bairȗt: Dar al-Kutub al‟Ilmiyyah, t.th.

Moeliono, Anton M. (Penyunting Penyelia Tim Penyusun Besar Bahasa

Indonesia), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan R.I, 1979.

Moleong, Lexi. J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, Rosda Karya,

2003.

Mu'alim, Amir, dan Yusdani. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. Yogyakarta,

UII Press, 2001.

Mudzhar, H.M Atho. Membaca Gelombang Ijtihad Antara Tradisi dan Liberasi.

Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.

Muhammad „Ali al-Sȃbunȋ, Rawai’ al-Bayan Tafsir ayat al-Ahkam min al-

Qur’an. t.tp: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 2001.

Mujib, Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.

Munawwir, Ahmad Warson dan Fayruz, Muhammad Al-Munawwir Kamus

Indonesia-Arab, Surabaya: Pustaka Progresif, 2007.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta:

Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif,

1997.

Mustȃfȃ, Ibrȃhim dkk, al-Mu’jȃm al-wasȋt. Damsik: Maktabah al-Nuri, tth.

Al-Qurṭȗbȋ, Abȋ „Abd lillȃh Muhammad bin Ahmad al-Ansȃrȋ. al-Jȃmi’ lȋ Ahkȃm

al-Qurȃn, Beirȗt: Muassasah al-Risȃlah, 1427 H.

Al-Rȃzȋ, Abȗ „Abd lillȃh Muhammad ibn Umar. Mafȃtih al Ghayb. Beirȗt: Dȃr

ihyȃ‟ al-Thurȃts al-„Arabȋ, 1990.

RI, Kementerian Kesehatan. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan

RI, 2017.

Rokhmadi, Hukuman Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam di Era Modern

dalam Jurnal at-Taqaddum, Volume 8 No 2 November 2016.

Rusyd, Ibnu Bidȃyat al-Mujtahid wa Nihȃyah al-Muqtasid. Jakarta: Pustaka

Aman, t.th.

Sȃbiq, Al-Sayyid. Fiqh al-Sunnah. Beirūt: Dār Al-Fikr, 1980.

Schols, John M. dan Shadily, Hasan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT

Gramedia, 1978

Page 140: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

124

Shihab, M.Quraish. Membumikan Al-Qur’ȃn, Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.

Al-Sijistȃni, Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats. Sunan Abȋ Dawȗd. t.tp.: Dȃr

al-Miṣriyyah al-Libaniyyah.

Sonafist. Penafsiran Ayat-ayat Ahkam dalam Tafsir al-Manar: Studi Perbandingan

antara Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. Disertasi,

mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. 2002.

Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

2008

Surachman, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito, 1990.

Suryadilaga, M. Alfatih. Metodologi ilmu Tafsir. Yogyakarta: teras, 2010.

Al-Suyȗṭi, Jalȃl ad-Dīn. Sunan an-Nasā’i bi Syarh Jalāl ad-Dīn as-Suyuṭī. Beirūt:

Dar al Ma‟arif, t.th.

Al-Suyȗtȋ, Jalȃluddin. Taisȋr al Ijtihȃd. Makkah: Dȃr al Fikr, tt.

Al-Syȃfi„i, al-Umm. Beirȗt: Dȃr al-Fikr,1985.

Al-Syȃfi‟ȋ, Taqiy al-Dȋn abȋ Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Husnȋ al-

Dimasyqȋ. Kifȃyatul Akhyȃr fȋ halli Ghȃyah al-Ikhtisȃr. Beirut-Lebanon:

Dār al Fikr al Ilmiyyah.

Syafik, M. Skripsi: Kejahatan Begal Berdasarkan Hukum Pidana Indonesia, pada

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2018.

Syaltut, Mahmud. Hukum Islam Aqidah dan Syariah, Penerjemah: Bustami

A.Ghana dan Johan Bahri Jakarta: Bulan Bintang, t.th.

Al-Syatibȋ, Abȋ Ishȃq. Al-Muwȃfaqȃt fȋ usul al-syarȋ’ah. Beirȗt: Dar-al ma‟rifah,

1975.

Al-Syinqitȋ, Syekh Muhammad al-Amȋn bin Muhammad al-Muhktȃr al-Jaknȋ,

Tafsīr Adwȃ’ al-Bayȃn fȋ Idȃhil al-Qur’ȃn bȋ al-Qur’ȃn terj Bari dkk.

Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Al-Tirmidzȋ, Muhammad bin „Ȋsa. Sunan al-Tirmidzi wa huwa al-Jȃmi’ al-Sahȋh.

Beirȗt-Libanon: Dȃr al-Kutub al-Ilmiyyah, tt.

Wahid, Abdul. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama. HAM dan Hukum,

Retika Aditama,2004.

Al-Wȃhidȋ, Abȗ al-Hasan „Alȋ ibn Ahmad ibn Muhammad ibn „Alȋ. al-Wajȋs fȋ

Tafsȋr al Kitȃb al-‘Azȋz. Beirȗt: Dȃr al-Qalȃm, 1995

Wajdi, Muhammad Farid. Dairat Ma’ȃrif al-Qarn al-Isyrȗn. Beirȗt: al-Maktabat

al-Islȃmiyyah al-Jadȋdah, tth.

Page 141: PEMBUNUHAN DALAM TAFSȊR AHKȂM DAN RELEVANSINYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47351... · 2019. 10. 8. · kitab . tafsir. Namun sebagian ... Fawwaz Fikri

125

Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Yahya, Imam. Eksekusi Hukuman Mati Tinjauan Maqȃsid al-Syarȋ‟ah dan

Keadilan, dalam Jurnal al-Ahkȃm Volume 23, No 1. 2013.

Al-Yamanȋ, Al-Imȃm Muhammad bin Ismȃ‟il al-Kahlȃni al-San‟anȋ. Subul al-

Salȃm, Syarh Bulȗgh al-Marȃm: min Adillah al-Ahkȃm. Beirȗt: Dȃr al-

Fikr. t.th.

Yusuf, Imaning. “Pembunuhan dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal

Nurani, Vol. 13, No. 2, Desember 2013.

Al-Zamakhsyarȋ, Abȗ al-Qȃsim Mahmȗd ibn „Amr ibn Ahmad. Al-Kasysyāf ‘an

Haqāiq Ghawāmid al Tanzīl. Beirut: Dār al Kitāb al-„Arabī, 1407.

Al-Zuhaylȋ, Wahbah. Al-Fiqh al islȃmi wa adillatuhu. Damaskus, Dȃr al fikr,

2002.

Al-Zuhaylȋ, Wahbah. Tafsȋr al-Munȋr fȋ al-Aqȋdah wa as-Syarȋah wa al-Manhȃj.

Damsik: Dȃr al-Fikr, 2009.