Pembubaran Partai Politik
-
Upload
mochammad-alfi-muzakki -
Category
Documents
-
view
43 -
download
3
Transcript of Pembubaran Partai Politik
URGENSI PENGATURAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK KARENA
KORUPSI
oleh Mochammad Alfi Muzakki
“Sesungguhnya, bahwa membangun suatu negara, membantu ekonomi,
membangun teknik, membangun pertahanan, adalah pertama-tama dan pada
tahap utamanya membangun jiwa bangsa. Bukankah demikian? Tentu saja
keahlian perlu, namun keahlian saja tanpa dilandasi jiwa yang besar, tidak akan
mencapai tujuannya. Ini adalah sebab mutlak diperlukannya Nation and
character Building.”
(Soekarno)
Kedaulatan yang dianut dalam UUD 1945 adalah kedaulatan rakyat
sekaligus kedaultan hukum. Hal ini termaktub dalam alinea 4 UUD 1945, “...
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkdeaultan rakyat...”. Hal itu juga ditegaskan
dalam pasal 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar, serta Negara Indonesia
adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala tindakan penyelenggara
negara dan warga negara harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hukum
dalam hal ini adalah hierarki tatanan norma yang berpuncak pada konstitusi, yaitu
UUD 1945. Maka, pelaksanaan demokrasi juga harus berdasarkan pada aturan
hukum yang berpuncak pada UUD 1945. Sebaliknya, hukum yang diterapkan dan
ditegakkan harus mencerminkan kehendak rakyat, sehingga harus menjamin
adanya peran serta warga negara dalam proses pengambilan keputusan
kenegaraan.1
1 Janedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional (Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945), Konstitusi Press, Jakarta, 2012, hal 7-8.
Sebagai negara demokrasi, peran partai politik saat ini dan di masa
mendatang akan semakin penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal itu
karena negara demokrasi memang dibangun di atas sistem kepartaian.2 Partai
politik adalah salah satu perwujudan hak atas kemerdekaan berserikat yang terkait
erat dengan kebebasan mengeluarkan pendapat serta kebebasan berpikir dan
berkeyakinan. Hak-hak tersebut merupakan sarana bagi warga negara untuk
berpartisipasi dalam pemerintahan sehingga jaminan hak-hak tersebut merupakan
prasyarat demokrasi.3 Parpol tidak hanya hadir dalam realitas politik. Perubahan
UUD 1945 pun menyebut dan memberikan peran konstitusional kepada parpol.
Pasal 22E ayat (3) menyatakan bahwa peserta Pemilu DPR dan DPD adalah
parpol. Pasal 6A ayat (2) memberikan peran kepada parpol atau gabungan parpol
peserta pemilu mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.4
Pengakuan dan pengaturan parpol dalam UUD 1945 telah menempatkan parpol
sebagai salah satu organ konstitusi yang harus menjalankan peran konstitusional
yang dimilikinya. Peran inilah yang perlu lebih diperhatikan dalam perkembangan
demokrasi saat ini.
Agar demokrasi dapat terjamin, dan pemerintahan yang sungguh-sungguh
mengabdi kepada kepentingan seluruh rakyat dapat benar-benar bekerja efektif
dan efesien, maka untuk menjamin siklus kekuasaan yang bersifat teratur itu
diperlukan mekanisme pemlilihan umum yang diselenggarakan secara berkala.
Karena pada hakekatnya tujuan penyelenggaraan Pemilu adalah : (a) untuk
memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerinthan secara tertib dan
damai; (b) untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan
mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan; (c) untuk melaksanakan
prinsip kedaulatan rakyat; dan (d) untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi
2 Harold J.Laski, A Grammar of Politic, Eleventh Impression, (London: Geroge Allen & Unwin Ltd, 1951), hal 312, Muchammad Ali Safa’at, Pembubaran Partai Politik (Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan Republik), Rajawali Press, Jakarta, 2011,hal 33 , Muchammad Ali Safa’at, Pembubaran Partai Politik (Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan Republik), Rajawali Press, Jakarta, 2011,hal 3.4 Janedjri M. Gaffar, op.cit, hal 55
warga Negara. Dengan adanya jaminan sistem demokrasi yang demikian itulah,
maka kesejahteraan dan keadilan dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.5
Pelaksanaan Pemilu sendiri dilaksakan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU). KPU sendiri memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan pasal 10 UU
No 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden No
16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan
Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum yaitu salah
satunya ialah merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilu serta
menerima, meneliti dan menetapkan Parpol yang berhak sebagai peserta Pemilu.
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya KPU salah satu misinya ialah
menyelenggarakan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil,
akuntabel, edukatif dan beradab.6 Oleh karena itu dalam pelaksanaan pemilu
seyogyanya tidak terjadi praktek-praktek yang bertentangan dengan misi KPU
yang dilakukan oleh peserta pemilu.
Dalam dinamika yang sekarang ini terjadi ternyata banyak sekali para
anggota parpol terlibat kasus korupsi baik dalam ranah legislatif maupun
eksekutif. Parpol sering dilihat sebagai bagian dari masalah korupsi (Blechinge,
2002). Diskursus korupsi dan strategi-strategi antikorupsi telah mengidentifikasi
parpol sebagai aktor kunci yang menyalahgunakan kekuasannya dalam sistem
politik untuk menerima suap, menempatkan anggota-anggotanya pada posisi
strategis di sektor publik dan BUMN, merekayasa institusi politik dan ekonomi
untuk kepentingan-kepentingan kelompoknya atau mengendalikan sumber-
sumber daya publik ke tangan pimpinan atau anggota parpol.7 Segala
permasalahan yang terjadi ini ialah berkaitan dengan keuangan parpol. Keuangan
parpol sendiri dalam pasal 1 angka 5 UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
adalah semua hak dan kewajiban Partai Politik yang dapat dinilai dengan uang, 5 Suko wiyono, Konstitusionalisme Demokrasi (Sebuah Diskursus tentang Pemilu, Otonomi Darah dan Mahkamah Konstitusi sebagai Kado untuk ‘Sang Penggembala’ Prof. A. Mukthie Fadjar, Sh., MS), In-TRANS Publishing, Malang, 2010, hal 65.6 www.kpu.go.id (online)7 Faisal Djabbar, Politik, Korupsi, dan Partai http://www.tempo.co/read/kolom/2013/10/23/855/Politik-Korupsi-dan-Partai (online), diakses 27 Oktober 2013.
berupa uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi
tanggung jawab Partai Politik. Keuangan partai sendiri berujung pada pendanaan
terhadap calon yang akan diusung oleh parpol tertentu. Dana kampanye
merupakan bagian paling rentan untuk terjadinya segala macam penyalahgunaan.8
Kebutuhan pendanaan kampanye memang besar, sehingga hal ini menyebabkan
parpol berlomba-lomba untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya. Dan pada
akhirnya berujung pada perilaku korupsi oleh anggota parpol untuk memenuhi
segala kebutuhan parpolnya.
Sumber keuangan parpol sendiri sudah diatur di dalam pasal 34 ayat (1)
UU No 2 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa keuangan Parpol bersumber dari:
iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum dan bantuan keuangan dari
Anngaran dan Belanja Negara/Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah. Di
dalam ayat (3) menyatakan untuk bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diberikan secara
proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah
perolehan suara. Dari sumber-sumber dana inilah yang dirasa kurang oleh Parpol
sehingga kembali lagi korupsi menjadi tindakan yang menjadi pilihan demi
memebuhi kebutuhan parpol. Menurut Saldi Isra sendiri bantuan negara jangan
malah diperkecil, karena itulah menjadi celah parpol untuk melakukan tipikor.9
Sudah seharusnya segala dinamika dan kondisi yang merusak tatanan politik ini
menjadi perhatian khusus mengingat pemilu 2014 semakin dekat. Harapannya
pasti dalam pemilu 2014 menciptakan sebuah pemilu yang Luber Jurdil sesuai
dengan misi KPU dan tidak ada tercidearianya nilai-nilai Luber Jurdil tersebut.
8 Saldi Isra, Catatn Hukum Saldi Isra Kekuasaan dan Perilaku Korupsi, Kompas, Jakarta, 2009, hal 3.9 Novrizal Sikumbang, Harus Ada Pembatasan Ketat Keuangan Parpol, http://www.aktual.co/hukum/162451harus-ada-pembatasan-ketat-keuangan-parpol (online), diakses 27 Oktober 2013.
Oleh karena itulah perlu sebuah upaya yang dapat memberikan sanksi
yang tegas dalam hal korupsi yang dilakukan oleh parpol. Hal ini agar
meminimalisirkan segala bentuk perbuatan korupsi dalam pemenuhan kebutuhan
parpol tersebut. " Pembubaran Partai Politik Yang Melakukan Tindak Pidana
Korupsi " merupakan suatu langkah yang progresif melihat dinamika budaya
parpol yang seharusnya segera dirubah. Pembubaran partai politik karena perilaku
korupnya merupakan terobosan yang bisa mereformasi budaya politik kotor oleh
parpol-parpol peserta pemilu. Tentunya negara tidak mau budaya korupsi di
kalangan parpol ini menjadi menggurita yang tak punya pedang untuk
menebasnya. Sanksi pidana merupakan obat terakhir yang dampaknya dapat
memberikan efek jera. Lebih jauh lagi dampak jangka panjang yang terjadi agar
segala perbuatan korupsi oleh parpol tidak diulangi di masa mendatang. Dengan
adanya konsekuensi atau resiko tersebut maka segala tindakan korupsi melalui
anggota-anggota parpol yang duduk di posisi strategis di pemerintahan dapat
teratasi. Karena konsekuensi hukumnya parpol akan dibubarkan. Sarana kontrol
yang paling efekfit untuk pembangunan berkelanjutan budaya politik bangsa
Indonesia. Sistem politik kepartaian kedepan akan semakin berpihak pada sluruh
rakyat Indonesia dan tak lagi hanya terhadap kelompok atau golongan parpol itu
sendiri. Parpol pun akan menggunakan dana sesuai apa yang dia dapatkan melalui
sumber keuangan parpol yang sudah diatur di dalam UU Parpol. Harapannya
pemilu 2014 menghasilkan para-para wakil rakyat berjiwa negarawan, bergerak
dengan intergitas dan moralitas tinggi.