pembiayaan rumah sakit

download pembiayaan rumah sakit

of 105

description

pembiayaan rumah sakit

Transcript of pembiayaan rumah sakit

Senin, 11 Februari 2013POLA TARIF BLU RUMAH SAKIT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Tepatnya tanggal 30 januari 2013 Menteri Kesehatan RI telah menerbitkan suatu Peraturan yang berkaitan dengan Pola tarif untuk badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sait dilingkungan Kementerian kesehatan RI yakniPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 12 TAHUN 2013, aturan ini menggantikan aturan Pola tarif lama yaituKeputusan Menteri Kesehatan Nomor 1165/Menkes/SK/X/2007 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Badan Layanan Umum.Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bagi Pimpinan Rumah Sakit BLU adalah berkaitan dengan hal-hal sebagai Berikut : Tariflayananditetapkan berdasarkan asas gotong royong, adil dengan mengutamakan kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah,dan tidak mengutamakan untuk mencari keuntungan (Pasal 4 Ayat 3) Dalampenyusunan tariflayanandiBLU RumahSakit, perhitungan jasa sarana untukkelasIII (tiga) lebih kecil darititik impas (break even point);kelasII (dua) sesuaititik impas (break even point); dankelasselain itu, lebih besar darititik impas (break even point)dengan besaran yang ditetapkan berdasarkan asas kepatutan oleh Direktur Rumah Sakit. Tarif untuk golongan masyarakat yang pembayarannya dijamin oleh pihak penjamin, ditetapkan berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan dengan suatu ikatan perjanjian kerjasama secara tertulis Pimpinan BLU Rumah Sakit menetapkan proporsi kelas perawatansesuai dengan kebutuhan.Proporsitempat tidurperawatankelas III (tiga) sekurang-kurangnya 25%(dua puluh lima persen)dari jumlah tempat tidur yang tersedia. Pimpinan BLURumah Sakit mengusulkan tarif layanandi perawatankelas III(tiga)Rumah Sakit kepada MenteriKesehatanuntuk ditetapkan. PimpinanBLURumah Sakitmengusulkantarif layanandi perawatannon kelas III (tiga) Rumah Sakitkepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melalui MenteriKesehatanuntuk ditetapkan. Tarif kegiatan pelayananmeliputikomponenjasa sarana dan jasa pelayanan. Komponenjasa saranamerupakan imbalan yang diterima oleh BLU Rumah Sakit atas pemakaianakomodasi, bahan non medis, obat-obatan, bahan/alat kesehatan habis pakai yang digunakan langsung dalam rangka pelayanan medis dan pelayanan penunjang medis dengan memperhitungkan biaya investasi. Komponen jasa pelayanan sebagaimana dimaksudmerupakan imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yangdiberikankepada pasien dalam rangka pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan/atau pelayanan lainnya. Jasa pelayanan sebagaimana dimaksud terdiri atasjasa medis, jasa keperawatan, jasa tenaga kesehatan lain, dan jasa tenaga lainnya. Jasa medis sebagaimana dimaksud meliputi jasa seluruh tenaga medis yang melakukan pelayanan medis. Jasapelayananberlaku sama untuk seluruh kelas perawatan (Pasal 16) Besaran tariflayanan sebagaimana dimaksud dihitungberdasarkanbiaya satuan denganmempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan,dan kompetisi yang sehat Biaya satuansebagaimana dimaksud merupakan hasilperhitungantotal biaya operasional pelayanan yang diberikan Rumah Sakit dibagi dengan total hasil kegiatan. Biayaoperasionalsebagaimana dimaksud merupakan seluruh pengeluaran yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan, dan biaya investasi yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak. Belanja pegawai sebagaimana dimaksud meliputi gaji pegawai non pegawai negeri sipil, biaya pendidikan, biaya pelatihan, dan biaya penelitian. Penggunaanpengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditentukan oleh pimpinan BLURumah Sakit dengan proporsi sebagai berikut : biaya pegawai paling besar 44% (empat puluh empat persen); dan biaya operasional dan biaya investasi paling kecil 56% (lima puluh enam persen

Demikianlah sedikit Ulasan tentang PolaTarif RumahSakit BLU yang baru, semoga dapat menambah pengatahuan dan bermanfaat bagi kita semua, File Peraturan tersebut dapat diunggah secara lengkap pada situs kementerian Kesehatan

https://docs.google.com/file/d/0B_vi6oyIIx0-bVhGWEdUTS0xWms/edithttp://financeacc.blogspot.co.id/2013/02/pola-tarif-blu-sakit-di-lingkungan.html

http://manajemenrumahsakit.net/2013/04/pertanyaan-yang-paling-sering-muncul-tentang-blud/TANYA JAWAB SEPUTAR BLUD Bagian 1Written byManajemen RS. Posted inArtikel Bu Putu

Bagian 1Bagian 2Bagian 3--Pertanyaan yang terkait dengan Standar Pelayanan Minimal:Kendala dalam penyusunan SPM UPTD Pasar karena belum ada contohnya (belum ada Pasar yang sudah menjadi BLUD). Bagaimana standarnya pelayanan minimalnya?Jawab:Harus ada yang memulai membuat SPM Pasar. Yang penting adalah mengikuti prinsip penyusunan SPM.Langkah penyusunan SPM:1. Menciptakan lingkungan yang menyadari perlunya mengukur kinerja2. Penyusunan indikator3. Penerapan indikator4. Review5. Evaluasi dan ongoing monitoringPertanyaan yang terkait dengan Kewenangan BLUD Penuh dan Bertahap:Untuk status BLUD Bertahap, apa saja yangtidak bolehdilakukan?Jawab:Permendagri 61/2007, Pasal 27:1. Status BLUD bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.2. Status BLUD bertahaptidakdiberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa.Pertanyaan yang terkait dengan Pendapatan BLUD:Sebelum BLUD, pendapatan UPTD Pasar harus disetor seluruhnya ke kas daerah. Setelah BLUD, pendapatan dari sewa kios harus disetor dalam waktu 124 jam karena dianggap PAD sedangkan pendapatan lain boleh dikelola langsung. Pendapatan dari sewa kios digunakan untuk membayar utang ke World Bank yang dulu digunakan untuk investasi membangun pasar. Mana sebenarnya pendapatan yang dikatakan PAD dan mana yang bukan?Jawab:Semua pendapatan pasar tidak perlu disetor, namun tetap dilaporkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Utang pada World Bank dibayar dari pajak, bukan dari pendapatan BLUD. Pasar adalah alat pemerintah untuk melayani masyarakat, bukan untuk membayar utang. Penghematan APBD akibat dari efisiensi BLUD yang digunakan untuk membayar pajak, bukan pendapatan BLUD.Pertanyaan yang terkait dengan Sistem dan Pengelolaan Keuangan BLUD:Apakah sistem keuangan BLUD harus dibuat dalam 2 bentuk yaitu SAK dan SAP?Jawab:BLUD perlu menyusun SAK, karena BLUD dikelola dengan prinsip bisnis. SAP perlu dibuat untuk keperluan konsolidasi dengan Pemda. Jadi BLUD perlu membuat kedua-duanya. Seharusnya BLUD hanya membuat SAK sesuai dengan Permendagri 61/2007 dan PPKD yang menyusun SAP. Namun kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai BLUD membuat PPKD sering terlambat merespon kebutuhan BLUD dalam hal konsolidasi laporan keuangan. Oleh karena itu, BLUD yang bersangkutan membantu dengan cara menyusun SAP juga disamping membuat SAK sesuai kewajibannya.Pertanyaan yang terkait dengan RKA, RBA dan Ambang Batas:1. Pada RBA terdapat ambang batas. Apakah DPA juga ada ambang batas?Jawab:Baik RBA maupun DPA sama-sama memiliki ambang batas.2. Sudah ditetapkan sebagai BLUD sejak Nov. 2011 dan baru menyusun RBA untuk anggaran tahun 2013. Namun diharuskan juga untuk membuat RKA. Bagaimana pertanggungjawabannya?Jawab:RBA dibuat dengan prinsip accrual basis sedangkan RKA dibuat dengan prinsip cash basis. Jadi pasti keduanya memiliki angka yang berbeda. Pertanggungjawabannya juga beda. Yang jelas BLUD hanya harus membuat RBA.3.Awalnya PPKAD dan Bagian Hukum hanya memberi ambang batas 5% pada RBA, namun kemudian pada peraturan kepala daerah ditetapkan sebesar 10%. Karena tingkat inflasi berubah-ubah, apakah diperbolehkan mengubah peraturan kepala daerah tersebut agar BLUD tetap dapat memberikan pelayanan dengan baik kepada masyarakat?Jawab:Ambang batas memang bisa berubah sesuai dengan tingkat inflasi. Oleh karena itu, tidak boleh ada Perda mengenai Ambang Batas. Demikian juga dengan peraturan kepala daerah, sebaiknya tidak mengatur persentasenya (angkanya), namun mengatur mengenai persetujuan oleh kepala daerah, dimana persetujuan ini dicantumkan dalam DPA dan RBA. Ambang batas dihitung dengan membandingkan antara anggaran dengan realisasi selama dua tahun terakhir dan antara anggaran dengan prognosa tahun berjalan.Pertanyaan yang terkait dengan Dewan Pengawas:1. Pemendagri 61 tidak mengatur tentang honorarium Dewan Pengawas, namun di Permenkeu aturan ini ada. RS memiliki Dewan Pembina Teknis dan Dewan Pengawas yang honorariumnya diatur melalui peraturan kepala daerah. Apakah ini bisa?Jawab:Permendagri 61/2007 mengatur tentang honorarium Dewan Pengawas sbb:Pasal 50 Ayat (1):Pejabat pengelola BLUD, dewan pengawas, sekretaris dewan pengawas dan pegawai BLUD dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.Pasal 50 Ayat (3):Remunerasi bagi dewan pengawas dan sekretaris dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk honorarium.Pasal 52:Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:1. honorarium ketua dewan pengawas paling banyak sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji pemimpin BLUD;2. honorarium anggota dewan pengawas paling banyak sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji pemimpin BLUD; dan3. honorarium sekretaris dewan pengawas paling banyak sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji pemimpin BLUD.2. Apa yang harus dilakukan oleh Dewan Pengawas?Jawab:Pasal 44 Permendagri 61/2007: Dewan pengawas bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan BLUD yang dilakukan oleh pejabat pengelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Kewajiban Dewan Pengawas (Pasal 44 Ayat (2)):1. memberikan pendapat dan saran kepada kepala daerah mengenai RBA yang diusulkan oleh pejabat pengelola;2. mengikuti perkembangan kegiatan BLUD dan memberikan pendapat serta saran kepada kepala daerah mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BLUD;3. melaporkan kepada kepala daerah tentang kinerja BLUD;4. memberikan nasehat kepada pejabat pengelola dalam melaksanakan pengelolaan BLUD;5. melakukan evaluasi dan penilaian kinerja baik keuangan maupun non keuangan, serta memberikan saran dan catatan-catatan penting untuk ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola BLUD; dan6. memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja.Tugas tersebut harus dilaporkan oleh Dewas kepada Kepala Daerah minimal setahun sekali, atau sewaktu-waktu jika diperlukan.3. Ada Dewan Penyantun atau Dewan Pembina (yang kini disebut Tim Pembina) yang memasukkan unsur legislatif. Ini diakui salah, namun tidak bisa diubah karena sudah terlanjur berjalan selama beberapa tahun, sehingga kemudian dibiayai dengan menggunakan biaya umum.Jawab:Harus segera diubah sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak menyalahi peraturan.4. SK Dewan Pengawas sudah ditandatangani, namun kemudian dalam perjalanannya mengalami perubahan. Saat pengangkatan menjadi Dewas dilakukan berdasarkan nama, bukan lagi jabatan. Lalu ada salah satu anggota yang dimutasi, sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan kriteria Permendagri untuk jadi Dewan Pegawas. RS hanya bisa pasif karena semua keputusan ada di Pemda. Bagaimana menyikapi ini?Jawab:Permendagri 61/2007 Pasal 45 Ayat (1) menyebutkan bahwa anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:1. pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;2. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan3. tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.Jika berdasarkan nama, menjadi tidak tepat dan tidak ada dasar hukumnya.RS tidak bisa pasif karena sesuai Pasal 43 Ayat (4), Dewan Pengawas dibentuk dengan keputusan kepala daerah atasusulan pimpinan BLUD.5. BLUD memiliki asset senilai Rp 30 M dan omset per Oktober 2012 sebesar Rp 21 M. BLUD ini memiliki juga Badan Pengawas sebanyak 4 orang yang terdiri dari Sekda, Inspektorat, Kepala DPPKAD dan Asisten 2. Saat ini ada Tokoh Masyarakat yang memaksa untuk menjadi anggota Dewan Pengawas.Jawab:BLUD tidak mengenai istilah Badan Pengawas, melainkan Dewan Pengawas yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah atas usulan pimpinan BLUD. Unsur-unsur yang membentuk Dewan Pengawas diatur oleh Pasal 45 sebagaimana jawaban pada pertanyaan sebelumnya. Jadi Sekda, Inspektorat, Asisten 2 apalagi tokoh masyarakat tidak bisa menjadi Dewan Pengawas.6. Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebesar 40 : 36 : 15 (sesuai dengan Permendagri) yang langsung dikalikan dengan gaji pokok direktur, karena sistem remunerasi belum berjalan.Jawab:Pasal 52 Permendagri 61/2007:Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:1. honorarium ketua dewan pengawas paling banyak sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji pemimpin BLUD;2. honorarium anggota dewan pengawas paling banyak sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji pemimpin BLUD; dan3. honorarium sekretaris dewan pengawas paling banyak sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji pemimpin BLUD.Jadi apa yang diterapkan tersebut sudah benar, yaitu persentasi honor dikalikan dengan gaji, bukan remunerasi. Gaji merupakan bagian dari remunerasi.Menurut Pasal 50 Ayat (2) Permendagri 61/2007, Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.7. Sebagai RS Tipe C dengan pendapatan sebesar Rp 26 M, RS ini belum memiliki Badan Pengawas. Bagaimana komposisi Badan Pengawas ini?Jawab:BLUD tidak mengenal istilah Badan Pengawas. Yang ada adalah Dewan Pengawas yang komposisinya terdiri dari unsur-unsur:1. pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;2. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan3. tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.Permendagri 61/2007, Pasal 43, Ayat (3):Syarat minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan jumlah anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Peraturan Menteri Keuangan No 9/2006, Pasal 4:Jumlah anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang untuk BLU yang memiliki:1. realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran sebesar Rp. 15.000.0000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan Rp. 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah), dan/atau2. nilai aset menurut neraca sebesar Rp. 75.000.000.000,00 (tujuhpuluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).Jadi RS dengan pendapatan Rp 26Mtidak perlumemiliki Dewan Pengawas.8. Semangat BLUD adalah untuk mengefisienkan anggaran daerah/negara. Namun dengan adanya Dewan Pengawas, BLUD harus menganggarkan dana untuk honor, biaya operasional dan sebagainya. Mengapa bertolak belakang dengan semangat BLUD?Jawab:Keberadaan Dewan Pengawas penting sebagai kepanjangan tangan Pemerintah Daerah dalam mengawasi/memonitor, mengevaluasi dan membina BLUD agar kewenangan (fleksibilitas) yang telah diberikan pada BLUD benar-benar digunakan sebagaimana mestinya untuk menghasilkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah itu sendiri.9. Apakah Dewas wajib bagi BLUD?Jawab:Sesuai pasal 43 Permendagri 61/2007, hanya BLUD dengan nilai omset atau aset tertentu saja yang dapat (bukan wajib) memiliki Dewan Pengawas.10. RS belum memiliki Dewas, yang ada adalah Tim Pembina. BPKP menyarankan untuk membentuk Dewas sesuai dengan Permenkeu, yang anggotanya terdiri dari DPKAD dan Sekda. Apakah ada saran dari Subdit BLUD?Jawab:Sesuai pasal 43 Permendagri 61/2007, hanya BLUD dengan nilai omset atau aset tertentu saja yang dapat (bukan wajib) memiliki Dewan Pengawas. Jadi kembali pada kebutuhan RS, apakah memerlukan Dewas atau tidak.Permendagri 61/2007 Pasal 45 Ayat (1) menyebutkan bahwa anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:1. pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;2. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan3. tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.Sekda tidak bisa menjadi Dewan Pengawas.Jangan lupa bahwa anggota Dewas harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan pada Pasal 45 Ayat (3), yaitu:1. memiliki dedikasi dan memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan BLUD, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;2. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris, atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit atau orang yang tidak pernah melakukan tindak pidana yang merugikan daerah; dan3. mempunyai kompetensi dalam bidang manajemen keuangan, sumber daya manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik.Pertanyaan yang terkait dengan Sistem Remunerasi:1. Apakah ada kewajiban BLUD untuk membuat sistem remunerasi? Seberapa jauh bisa diimplementasikan? Seberapa lama setelah ditetapkan sebagai BLUD?Jawab:Yang diatur hanyalah remunerasi untuk Dewan Pengawas dan Pejabat Pengelola BLUD. Namun pola remunerasi ini akan menjadi salah satu faktor pendorong yang penting dalam upaya mengembangkan budaya profesionalisme dikalangan SDM BLUD. Sehingga sistem ini penting untuk diimplementasikan segera setelah BLUD menunjukkan kinerja yang meningkat.2. Bagaimana jika peraturan kepala daerah mengenai remunerasi belum rampung dibuat?Jawab:BLUD jadi tidak punya dasar untuk memberikan remunerasi. Dalam jangka tidak terlalu lama, ini akan menghambat upaya perubahan bidaya organisasi kearah yang lebih profesional sesuai dengan spirit BLUD.3. Bagaimana seharusnya sistem remunerasi RS?Jawab:Berbasis kinerja, dan memperhitungkan juga kekhususan dari kerja yang dilakukan, misalnya faktor risiko, tingkat kesulitan dan sebagainya. Yang terpenting adalah membuat konsensus di internal RS, sehingga rumusan manapun yang digunakan bisa diterapkan dan memuaskan.Pertanyaan yang terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa:1. Sebelum BLUD, ada peraturan daerah bahwa pengadaan barang dan jasa boleh dilakukan secara langsung jika nilainya kurang dari Rp 10 juta. Saat itu, ada pembelian senilai Rp 25 juta. Kemudian ada Keppres No 70 yang membolehkan pembelian senilai di atas Rp 200 juta. Bagaimana cara membayar utang dari pembelian sebelumnya yang dilakukan sebelum adanya Kepres No 70 tersebut?Jawab:Ditunda sampai kapanpun utang tersebut tetap harus dibayar. Mekanismenya menggunakan mekanisme BLUD, karena aturan keuangan tidak berlaku mundur.2. Dengan adanya Kepres No 70, pembelian sudah boleh dilakukan secara langsung dengan nilai pengadaan maksimal Rp 200 juta. Bagaimana dengan pengadaan yang sifatnya operasional, misalnya baju dinas? Jumlah perawat lebih dari 750 orang x Rp 250 ribu per baju maka nilainya sudah melebihi pagu sehingga harus tender. Apakah pengadaan ini boleh dikelompokkan per profesi untuk menghindari lelang?Jawab:Bisa, dengan cara diadakan sesuai kebutuhan dan bisa dibuktikan bahwa dengan cara tersebut RS menjadi lebih efisien.Pertanyaan yang terkait dengan Masalah Lainnya:1. Sebelum ditetapkan sebagai BLUD, ada sejumlah obat yang dibeli dengan dana APBD. Setelah menjadi BLUD, masih ada cukup banyak sisa obat dari pembelian dengan dana APBD tersebut, apakah bisa dijual? Bagaimana payung hukumnya?Jawab:Gunakan prinsip efisiensi. Obat yang disimpan terus menerus lama kelamaan akan expired sehingga tidak efisien lagi bagi RSUD. Selain itu ada biaya penyimpanan logistik. Oleh karenanya, tentu saja obat tersebut dijual kepada masyarakat, dalam arti masyarakat mengganti biaya pembeliannya dimana kemudian pendapatan dari penjualan obat ini digunakan untuk pengadaan selanjutnya.2. RS sudah pernah diperiksa oleh BPK, namun RS lebih paham mengenai BLUD daripada BPK. Lalu RS bisa bertanya kepada siapa?Jawab:Bisa bertanya ke RS lain yang lebih dulu BLUD dan menjalankannya secarabenar, ke Subdit BLUD melalui email atau telepon, atau sumber lain yang bisa dipertanggungjawabkan.3. Jumlah masyarakat miskin di daerah ini lebih besar dari kuota, sehingga hanya 60% dari total masyarakat miskin yang ditanggung oleh asuransi. Sisanya yang 40% kebanyakan juga tidak memiliki kartu sehingga ini menjadi piutang di RSUD (dengan nilai total saat ini mencapai Rp 300 juta).Jawab:RSUD harus punya kebijakan penghapusan piutang untuk piutang-piutang yang jelas tidak bisa tertagih. Disisi lain, RSUD harus memperkuat upaya advokasi agar masyarakat miskin ditanggung pemerintah/negara, karena itu adalah kewajiban pemerintah, bukan kewajiban RSUD.4. Kantor Penanaman, Penguatan dan Penyertaan Modal (KP3M) ditetapkan sebagai BLUD Bertahap, dimana yang di-BLUD-kan hanya fungsi Penguatan Modal. Padahal ada dua kegiatan lain yang secara substansi saling berbeda. Bagaimana tanggapan Subdit BLUD?Jawab:Bentuk organisasinya tidak pas.5. Tadinya ada keraguan Pemda terkait perubahan regulasi tarif dari Perda menjadi Peraturan Kepala Daerah. Namun dengan adanya surat dari Subdit BLUD kepada Gubernur, maka masalah tersebut saat ini sudah selesai, tarif sudah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Masalah baru yang muncul adalah BLUD tidak diperbolehkan membagi jasa pelayanan kalau belum mendapatkan untung.Jawab:BLUD tidak akan pernah untung, dan secara prinsip, BLUD bukan untuk mencari keuntungan. Jadi larangan tersebut tidak ada dasarnya.6. RS belum memiliki SPI, minta penjelasan lebih lanjut dari Subdit BLUD, bagaimana sebaiknya.Jawab:Sama dengan Dewan Pengawas, SPI tidak wajib. Jadi kalau tidak ada, secara peraturan sebenarnya tidak masalah.7. Di daerah kami ada RS yang mensubsidi Pemda karena sudah surplus. Apakah memang harus seperti itu?Jawab:BLUD mengemban fungsi sosial (quasi public goods) dimana sebagian (atau sebagian besar) layanannya ditujukan untuk masyarakat tidak mampu. Jika BLUD mensubsidi Pemda, sama artinya Pemda memperoleh pendapatan dari orang miskin. Padahal sebalikya, BLUD adalah alat Pemda untuk melayani orang miskin, bukan untuk memperoleh pendapatan dari menjual barang atau jasa kepada orang miskin.8. Masalah yang masih terjadi di daerah adalah pemahaman DPRD mengenai BLUD yang masih sangat minim.Jawab:Perlu sosialisasi secara terus menerus.9. Siapakah auditor independen BLUD selain inspektorat?Jawab:BPK. BLUD tidak perlu mengalokasikan anggaran khusus utuk diaudit, sebab Permendagri 61 menyebutkan bahwa BLUD bersedia diaudit oleh auditor independen. Jadi pernyataan bersedia ini berarti pasif, jika pemerintah menghendaki maka BLUD bersedia membuka diri (bukan menyediakan anggaran) untuk diaudit. Jika BPK tidak mampu mengaudit BLUD, atau merasa perlu mendatangkan auditor eksternal, maka BPK dapat meminta KAP untuk mengaudit BLUD menggunakan anggaran dari BPK sendiri.10. Persepsi kejaksaan dan Tipikor berbeda dimana KSO ini dilihat dari nilai barangnya. Misalnya jika RS akan melakukan KSO untuk layanan CT Scan, harga alat mencapai Rp 4 M sedangkan kewenangan RS hanya sampai dengan maksimal Rp 1 M. Bagaimana ketentuan KSO sebenarnya?Jawab:Yang diatur dalam kewenangan tersebut adalahpengadaanbarang dan jasa. Contoh dalam kasus KSO CT Scan, RSUD tidak mengadakan (membeli) alat CT Scan. RSUD juga tidak membayar jasa pihak ketiga untuk memberikan layanan CT Scan, sehingga tidak ada pengeluaran berupa pengadaan barang maupun membayar jasa pihak ketiga. Yang ada justru RSUD mendapatkan hasil dari kerjasama tersebut.Pertanyaan yang terkait dengan Laporan Keuangan:1. SKPD A telah ditetapkan menjadi BLUD dan diwajibkan memberikan laporan keuangan secara triwulan ke PPKAD. SKPD B yang lebih dulu ditetapkan sebagai BLUD memberikan laporan setiap bulan ke PPKAD setiap bulan, sehingga SKPD A juga diminta untuk menyerahkan laporan bulanan. Mana yang benar?Jawab:Laporan pertanggungjawaban dibuat dalam bentuk triwulanan dan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) sesuai dengan Lampiran 5 Permendagri 61/2007.2. Mekanisme pertanggunggjawaban di PPKAD belum seragam. Ada yang minta SPJ, ada yang cukup dengan surat pertanggungjawaban sedangkan SPJ disimpan di RS. Bagaimana sebenarnya?Jawab:Semua bukti pengeluaran diganti dengan selembar kertas SPTJ, sedangkan bukti berupa kuitansi, invoice dan sebagainya disimpan di BLUD yang bersangkutan.3. Karena tidak semua fungsi di KP3M menjadi BLUD, maka ada masalah dalam kelembagaan, yaitu kesulitan dalam mengkompilasi laporan keuangan. Jadi, bentuk organisasi apa yang tepat? Di tempat lain bentuknya UPTD yang juga menangani koperasi dan UMKM, sedangkan KP3M membawahi pertanian, pasar, dan sebagainya. Saat ini KP3M lebih berfungsi sebagai kasir atau pusat administrasi untuk dana-dana yang ada.Jawab:Secara kelembagaan, implementasi BLUD untuk KP3M kurang tepat.4. Laporan keuangan belum sesuai ketentuan. Kebijakan Kepala Daerah mengenai akuntansi di RS belum dijabarkan oleh Direktur.Jawab:Aturan teknis harus dibuat sebagai dasar hukum melakukan tindakan/implementasi BLUD.Pertanyaan terkait dengan Utang dan Piutang BLUD:1. Apakah pembayaran utang BLUD yang berupa belanja modal dan jasa pelayanan bisa diakomodir? BLUD ditetapkan pada tahun 2011, namun baru terlaksana tahun 2012. Ada kekurangan pembayaran jasa sehingga BLUD utang pada karyawan. Bisakah hal ini direncanakan dalam RBA untuk dibayarkan tahun depan, sehingga tidak perlu menunggu perubahan?Jawab:Tidak ada RBA Perubahan dalam BLUD. Jika ada SILPA tahun sebelumnya yang sudah dimasukkan pada RBA tahun berjalan, seharusnya prediksi surplus ini direncanakan dan digunakan untuk apa di awal tahun berjalan.2. Terkait hasil audt oleh Pemda, tahun 2011ada utang yang baru dapat dibayar pada bulan Meil 2012. Namun pembayaran ini tidak disahkan karena seharusnya dibayar pada bulan Januari-Februari. Akibatnya, laporan keuangan Pemda dan RS tidak balance. Bagaimana seharusnya?Jawab:Utang tetap harus dibayar. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mensahkan pembayaran utang tersebut.Pertanyaan terkait dengan Tarif Layanan BLUD:1. Retribusi layanan RS ditetapkan dengan Perda, sesuai dengan hasil konsultasi Bagian Hukum ke Kementerian Keuangan. Padahal selama ini diketahui bahwa cukup dengan Peraturan Kepala Daerah, kecuali layanan kelas 3 bisa dengan Perda. Bagaimana menyikapi hal ini?Jawab:RS dan BLUD lain tidak mengenal istilah retribusi. Yang ada adalah jasa layanan.2. Standarisasi harga BLUD, menganut pola SKPD atau membuat sendiri?Jawab:Harga BLUD = Tarif Pelayanan. Sesuai dengan Permendagri 61/2007, Pasal3. Tarif masih menggunakan Perda tahun 2006. Apakah perlu dilakukan pencabutan Perda sebelum menetapkan pola tarif baru?Jawab:Jika telah ditetapkan menjadi BLUD, semua aturan yang tidak sesuai dengan BLUD secara otomatis menjadi gugur atau tidak berlaku, jadi tidak pelru pencabutan peraturan. Dalam memandang aturan mengenai BLUD, kita harus melihat mulai dari UU sampai Permendagri sebagai satu kesatuan, jadi bukan hanya melihat pada Permendagri 61 saja.Pertanyaan terkait dengan Belanja BLUD:RS memperkirakan akan ada surplus sebesar Rp 3 M di akhir tahun ini. Sebagai BLUD Bertahap, apakah boleh digunakan untuk membeli makanan dan minuman pasien untuk bulan Desember tahun ini?Jawab:Selama untuk kepentingan pelayanan dan tidak bisa ditunda, maka dana tersebut bisa digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk BLUD Bertahap.Pertanyaan terkait dengan Pengelolaan Investasi:Direktur berniat untuk memanfaatkan surplus untuk investasi jangka pendek. Hasil konsultasi ke Bank diketahui bahwa dengan dana sebesar Rp 2 M akan ada bunga sebesar 2,1%. Investasi akan dilakukan untuk tahun anggaran baru. Apakah ada saran dari Subdit BLUD?Jawab:Apakah RSUD ini masih membutuhkan subsidi dari pemerintah (pusat dan daerah)? Jika masih, maka tidak ada alasan untuk melakukan investasi seperti itu. Jika akan investasi jangka pendek, gunakan dana yang benar-benar sedang tidak terpakai. Misalnya pada bulan November, surplus yang sudah terkumpul bisa didepositokan selama sebulan karena tidak akan dipakai belanja pada bulan Desember.Comments (53) Andi Rosariah Thamrin30/11/2015 at 10:24 am|#Apakah alasan dilakukannya pemeriksaan pada BLUD beserta solusiReplyReply suherman19/11/2015 at 9:31 pm|#Assalammualaikum wrwbPak, estimasi pendapatan rs tahun 2015 20 m. Sisa pendapatan blud thn 2014 sebesar 5 m. Sementara pengeluaran dari jan sampai agustus 2015 sudah melebihi 20 m. (Sudah melebihi ambang batas estimasi pendapatan). Sementara pada kami saat ini ingin membagi jasa pelayanan untuk bulan september, apakah bisa jasa medis dibayarkan kalau pengeluaran kami sudah melebihi target estimasi( nilai ambang batas) demikian atas bantuan nya saya ucapkan terima kasih.Reply fakhrul razi30/10/2015 at 3:47 pm|#apakah inspektorat dapat memeriksa BLUD RSUD?apa bedanya dengan audit independen?mohon pencerahan admin? terima kasihReply Manajemen RS05/11/2015 at 10:08 am|#1. apakah inspektorat dapat memeriksa BLUD RSUD?Ya dapat, pak. BLUD merupakan bagian dari pemda yang tidak terpisahkan asetnya. BLUD merubah pada pola pengelolaan keuangan, bukan pada bagian yang lain2. apa bedanya dengan audit independen?tidak ada beda nya, pak. SKPD memiliki pemeriksa internal dan pemeriksa eksternal. pemeriksa internal disini adalah Inspektorat dan pemeriksa eksternal adalah BPK.Semoga MembantuTerima KasihReply Asep Dudy D.28/10/2015 at 2:52 pm|#kepada yth tim managemenApakah RSUD bisa melakukan sewa beli unit UPS ? sebagai backup listrik untuk alat-alat medis ?apa landasan legalnya ?kami mohon penjelasannya, terimakasihReply Manajemen RS29/10/2015 at 12:02 pm|#Dear Pak Asep Dudy D.Mohon penjelasan yang dimaksud dgn sewa beli? apakah yang dimaksud adalah capital leased?pada dasarnya, BLUD adalah meningkatkan pelayanan dengan menggunakan Pola Pengelolaan Keuangan yang berbeda dengan SKPD pada umum nya. setiap fleksibilitas keuangan yang diberikan, seharusnya ada peraturan kepala daerah. Terima KasihReply zulhamdi26/06/2015 at 11:13 am|#apakah Anggota Tim Penilai BLUD boleh menjadi Dewan Pengawas?Reply manajemenrumahsakit30/06/2015 at 11:56 am|#Dear Pak Zulhamdi,menurut Permendagri No 61 tahun 2007:Pasal 45(1) Anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:a. pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD;b. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; danc. tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.Tim PenilaiPasal 19(2) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), beranggotakan paling sedikit terdiri dari:d. Sekretaris daerah sebagai ketua merangkap anggota;e. PPKD sebagai sekretaris merangkap anggota;f. Kepala SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota;g. Kepala SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah sebagai anggota; danh. Tenaga ahli yang berkompeten di bidangnya apabila diperlukan sebagai anggota.Berdasarkan 2 pasal di Permendagri 61/2007, maka tim penilai yang dapat menjadi dewan pengawas adalah PPKD dan tenaga ahli.Demikian yang dapat dijelaskan,TerimakasihReply1. zulhamdi01/07/2015 at 2:51 pm|#terima kasih atas jawaban nya.Reply Yuliana25/06/2015 at 6:40 pm|#Selamat malam. Apabila di dalam RSB nilai proyeksi keuangan lebih rendah dari kenyataan tahun sebelumnya, apakah tetap didasari untuk dimasukkan sebagai proyeksi keuangan untuk RBA tahun berikutnya. Misalnya nilai neraca dalam RSB untuk 2015 sebesar Rp. 45 milyar, sementara untuk neraca tahun 2014 saja nilainya sudah sebesar Rp. 59 milyar. Apakah tetap harus mengikuti proyeksi di RSB? Trimakasih jawabannya.Reply sanmuper16/05/2015 at 8:11 pm|#Selamat Malam.sekedar mau tanya a:pernah ada kasus ada pembuatan gedung ? kantor yang dananya 1.8 M,di salah satu RSUD dengan sumber pendanaan dari dana BLUD,apakah bisa Penunjukan langsung,tanpa proses Lelang.Mohon informasinya.dan kalaopun bisa mohon di berikan dasar hukum tersebut.TerimakasihReply. manajemenrumahsakit18/05/2015 at 11:10 am|#Dear Bapak Sanmuper,Permendagri 61/2007 Pasal 100 berbunyi:(1) BLUD dengan status penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum bagi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), apabila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi.(2) Fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa yang sumber dananya berasal dari:a. jasa layanan;b. hibah tidak terikat;c. hasil kerjasama dengan pihak lain; dand. lain-lain pendapatan BLUD yang sah.Jadi jika dana yang digunakan untuk pengadaan gedung/jasa berasal dari pendapatan BLUD, maka DAPAT menggunakan metode penunjukkan langsung (tanpa mengikuti Perpres tentang pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah), karena merupakan pengecualian. NAMUN, harus diingat bahwa sebelum dapat menggunakan fleksibilitas tersebut, terlebih dahulu harus ada Peraturan Kepala Daerah mengenai barang dan jasa. Perkada ini memuat antara lain JENJANG NILAI yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pengadaan oleh BLUD.Jika di bawah jenjang nilai, bisa pengadaan langsung dengan alasan efisiensi (Permendagri 61/2007 Pasal 99 sd Pasal 105).Jika nilai pengadaan melebihi jenjang nilai tersebut, maka tetap mengikuti ketentuan pengadaan secara umum (Perpres).Jadi, Perpres tentang pengadaan barang dan jasa bagi BLUD HARUS diikuti apabila:1. nilai pengadaan melebihi jejang nilai yang telah ditentukan dalam Perkada, dan/atau2. dana untuk pengadaan berasal dari APBD/APBNUntuk kasus RSUD tersebut di atas, silakan dilihat kembali Perkada (Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota) tentang pengadaan barang dan saja untuk BLUD yang bersangkutan, berapa batas maksimal pengadaan yang boleh menggunakan metode penunjukkan langsung.Semoga cukup jelas.Salam,Reply Hary Sulaksana13/03/2015 at 10:14 am|#Apakah BLUD bertahap bisa boleh memberikan tambahan penghasilan bagi pengelolanya?Reply mita10/03/2015 at 2:16 pm|#Ass.saya ingin bertanya bila ada rumah sakit dengan BLUD penuh,bolehkan membentuk tim pengelola jamkesmas,jampersal dan jamkesda..hal ini berdampak besar dengan terhambatny pelayanan rumah sakit,yakni pegawai administrasi hrus bkerja di luar jam kerja krn harus melengkapi status pasien.Yang apabila tidak lengkap maka klaim tidak bisa cair sehingga akan merugikan rumah sakit. Karena melihat dari status blud penuh dan bbrapa dasar hukum mengenai blud penuh bahwa diperbolehkan membentuk tim apabila dperlukan..apakah diperbolehkan..kami mohon sgera di jawab..trimakasih pakReply H.Mahmud01/03/2015 at 3:47 pm|#Apa fungsi BLUD untuk rumah sakit darahReply. manajemenrumahsakit09/03/2015 at 7:53 am|#Dear Pak H. Mahmud,BLUD bagi RS bermanfaat sebagai alat untuk membantu mencapai tujuan RS, yaitu meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja manfaat. Dengan BLUD, RS jadi lebih mudah dalam melaksanakan tupoksinya. Misalnya, jika ada obat yang habis atau AC rusak, RS bisa dengan fleksibilitas yang dimiliki langsung menanggulangi masalah tersebut menggunakan dana dari pendapatan non-APBD/N. Jika tidak BLUD, RS harus menunggu anggaran yang disahkan oleh DPRD. Jika masalah terjadi di pertengahan tahun, maka harus menunggu anggaran tahun berikutnya. Akibatnya, mutu pelayanan buruk, masyarakat komplain, dokter, perawat dan staf lainnya juga komplain. RS sulit maju dan menghadapi persaingan jika setiap hari masih direcoki dengan masalah seperti ini yang seharusnya bisa diselesaikan segera dengan sistem manajemen yang baik. RS bisa fokus ke pengembangan produk unggulan, peningkatan mutu dan kompetensi jangka panjang.Selain itu, BLUD membuat RS menjadi lebih akuntabel. Selain secara internal bisa meningkatkan trust staf kepada manajemen, juga bisa meningkatkan trust dari stakeholders eksternal. Dengan trust yang lebih baik ini, RSUD akan lebih mudah mengembangkan kerjasama-kerjasama, bahkan untuk mendapatkan dana-dana kemanusiaan.Untuk lebih jelasnya, Pak Mahmud bisa pelajari dan selami Permendagri 61/2007.Semoga jawaban ini cukup memuaskan.Salam,Reply RDP25/02/2015 at 11:57 am|#Yth Bapak/Ibu..saya ingin menanyakan,RSUD kami akan ditetapkan PPK-BLUD per 1 April 2015. yang saya ingin tanyakan, apa yang harus kami siapkan setelah ditetapkan BLUD olek KDH? bisakah kami menjalankan BLUDnya langsung?atau menunggu tahun depan 2016 untuk belanja BLUD nya?dengan asumsi per 1 april setoran pendapatan tidak ke kas daerah lagi tetapi ke rekening BLUD dan operasional masih mengacu RKA/DPA.mohon jawaban dan dasar Hukumnya agar kami bis melaksanakan amanat UU tentang BLUD. tks!Reply ozhie rsud langsa02/12/2014 at 12:31 pm|#saat ini kota langsa sedang ada pemotongan anggaran untuk seluruh skpk. RSUD langsa telah BLUD Penuh terhitung mei 2014. untuk RSUD anggaran yang di potong yaitu di insentif alasannya karena sudah mendapatkan renumunerasi. mohon saran dan masukan atas kondisi tersebut. terima kasihReply Rante Pongsilurang18/11/2014 at 9:18 am|#Ass.Apakah dengan terbitnya perbup/perwal tentang pengadaan barang/jasa BLUD tidak lagi berpedoman pada pengadaan barang/jasa pemerintah sekalipun perbup/perwal bertentangan dengan regulasi yang secara khusus mengatur tentang pengadaan barang dan jasa yaitu Perpres 70/2012 jo Perpres 54/2010. mohon pencerahannya. tksReply. manajemenrumahsakit22/11/2014 at 10:56 am|#Dear Bapak Rante Pongsilurang,Untuk mengimplementasikan BLUD, yang perlu dipahami adalah peraturan yang mendasarinya. Dalam hal ini, peraturan untuk SKPD yang BLUD dengan yang bukan BLUD berbeda. Untuk lebih jelasnya,silakan lihat gambar di bawah:

Jadi berdasarkan hal tersebut, BLUD menggunakan Permendagri 61/2007 sebagai landasan hukumnya, dimana Permendagri ini mengacu pada UU no 1/2005 tentang Perbendaharaan Negara, bukan Perpres yang berlaku untuk SKPD biasa. Namun tentu saja BLUD yang bersangkutan harus dipayungi dulu oleh Peraturan Kepala Daerah. Misalnya untuk pengadaan barang dan jasa, Kepala daerah menetapkan suatu batas nilai yang melebihi yang tertera di Perpres (misalnya dalam Perkada tersebut, RS boleh pengadaan langsung dengan nilai maksilam Rp 400 juta). Perkada ini dasarnya adalah Permendagri 61/2007, bukan Perpres (beda jalur hukum). Inilah yang menjadi fleksibilitas BLUD, untuk meningkatkan pelayanan. Perkada ini perlu disiapkan menjelang penetapan RS sebagai BLUD. Tanpa adanya Perkada ini, RS tetap tidak memiliki fleksiilitas dalam pengadaan barang dan jasa meskipun sudah ditetapkan sebagai BLUD (sehingga yang berlaku adalah Perpres tersebut).Semoga cukup jelas.Salam,Reply1. shinta06/10/2015 at 3:38 pm|#Apa saja yang perlu dilengkapi dalam peng SPJ an BLUD mengenai pembayaran ke pihak ketiga melalu kontrak/SPK?Reply1. Manajemen RS09/10/2015 at 10:18 am|#Dear Ibu Shinta,untuk peng SJP an BLUD, kalau sumber dana dari APBD/N, mengikuti peraturan perundang2an. untuk sumber dana yang berasal dari Non APBD/N, mengikuti peraturan kepala daerah ttg pengadaan barang dan jasa. jika peraturan kepala daerah ttg pengadaan barang dan jasa belum dilengkapi bagaimana pertanggungjawaban, maka harus dibuat.Semoga cukup membantu.Reply iwan11/10/2014 at 6:55 am|#tanya:adakah peraturan tatacara pembagian jasa medis di RSUD yg sdh menjadi BLUD? mohon penjelasanterima kasihReply. manajemenrumahsakit17/10/2014 at 8:45 am|#Dear Pak Iwan,Subdit BLUD Kemendagri tidak membuat peraturan mengenai jasa, karena Kemendagri bukan hanya mengurusi BLUD RS. Selain itu masalah jasa medis bukan areanya Kemendagri. Seharusnya yang membuat peraturan tersebut adalah ikatan profesi bersama Kemenkes. Namun Indonesia masih kesulitan menyusun standar karena sudah terlanjur berada pada situasi dimana ada gap yang lebar pada jasa medis antar profesi/spesialistik maupun antar daerah. Beberapa tahun yang lalu PKMK FK UGM pernah melakukan penelitian terkait dengan standar jasa pelayanan di RS, untuk dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis 4 dasar. Hingga kini upaya untuk mencari solusi terkait hal ini masih terus dilakukan. Namun tanpa adanya kesepakatan antar-profesi, jasa medis sulit distandarisasi dan diatur tata cara pembagiannya.Salam,Reply Okta29/09/2014 at 10:16 am|#benarkah biaya operasional BLUD ( listrik,air dan telpon ) harus dari APBD? Mengingat BLUD belum cukup mapan untuk membiayainya sendiri.Reply septy22/09/2014 at 9:05 am|#Apakah jika SKPD sudah blud tetap harus membuat 2 dokumen RKA dan RBA?Apakah jika kita membutuhkan anggaran dari BLUD harus menunggu ketuk palu didewan ? bukan uang itu diolah sendiri.Reply. manajemenrumahsakit23/09/2014 at 8:29 am|#Yth Ibu Septy,1. Jika sudah BLUD, maka menurut Permendagri 61/2007 tidak perlu lagi menyusun RKA. Cukup menyusun RBA. PPKAD yang kemudian mengkonsolidasikan RBA BLUD dengan RKA Pemda. Namun pada kenyataannya banyak RSUD yang sudah BLUD diminta menyusun RKA oleh Pemdanya masing-masing karena tidak mau repot membuat konsolidasi dari RBA.2. Untuk anggaran yang berasal dari jasa layanan (pendapatan operasional BLUD), maka penggunaannya bisa langsung, asalkan sesuai dengan RBA. Ketok palu hanya untuk anggaanr yang berasal dari APBD.Semoga cukup jelas.Salam,Reply Yuliana20/09/2014 at 5:58 pm|#Untuk penyusunan RBA, khususnya untuk RSU di Kabupaten apakah bisa mengikuti Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2012, tgl 23 Mei 2012 karena menurut informasi yang PER-20/PB/2012 hanya untuk BLU Pusat/Vertikal. Yang Kedua, bagaimana format penyusunan DPA BLUD, karena selama kami BLUD, kami hanya membuat RBA BLUD, sementara DPA BLUD kami tidak pernah membuatnya. TrimakasihReply. manajemenrumahsakit23/09/2014 at 9:18 am|#Dear Ibu Yuliana,RSUD adalah BLUD, sehingga tidak mengikuti peraturan Dirjen Anggaran yang dibuat untuk BLU (RS Vertikal)Reply1. Yuliana23/09/2014 at 4:00 pm|#Trimakasih atas jawabannya. Jadi, kalo begitu kami sebagai BLUD tetap menyusun RBA yang terdiri dari 5 bab sesuai Pasal 73 Permendagri 61 Tahun 2007 yach, dimana Bab IV merupakan proyeksi laporan keuangan yang berisi proyeksi laporan arus kas, laporan operasional, dan neraca yach. Yang menjadi kendalanya, kadang di bagian keuangan kami tidak dapat memberikan data tentang proyeksi laporan keuangan tersebut dan data rincian pendapatan dan belanja per unit/bagian. Gimana solusinya, Trimakasih atas jawabannyaReply1. manajemenrumahsakit25/09/2014 at 8:38 am|#Dear Ibu Yuliana,Betul Ibu, sesuai aturan BLUD menyusun RBA, lalu RBA ini menjadi dasar menyusun DPA. RBA sendiri asalnya dari RSB, dimana dalam RSB itu salah satu komponennya adalah proyeksi laporan keuangan utk selama periode 5 tahun perencanaan. Jadi proyeksi keuangan di RBA tinggal mengambil proyeksi keuangan yang ada di RSB, untuk tahun yang berikutnya.Semoga cukup jelas,Salam.Reply1. Yuliana30/09/2014 at 7:08 am|#Selamat pagi.Maaf, saya sambung lagi pertanyaannya. Meskipun di RSB nilai proyeksi keuangan lebih rendah dari kenyataan tahun sebelumnya, apakah tetap didasari untuk dimasukkan sebagai proyeksi keuangan untuk RBA tahun berikutnya. Misalnya nilai neraca dalam RSB untuk 2015 sebesar Rp. 45 milyar, sementara untuk neraca tahun 2014 saja nilainya sudah sebesar Rp. 59 milyar. Apakah tetap harus mengikuti proyeksi di RSB? Trimakasih jawabannya.Reply Yuliana17/09/2014 at 5:40 pm|#Yth Bapak/IbuDi BLUD kami melaksanakan pengadaan barang/jasa sesuai kebutuhan RSUD. Yang ingin kami tanyakan adalah masalah pengenaan pajak pada pengadaan barang/jasa yang masih dipertentangkan di BLUD kami. Apakah pajak baik PPn maupun PPh tetap dikenakan pada seluruh kegiatan pembelian langsung barang pada BLUD kami meskipun tempat pembelian tidak termasuk PKP (Pengusaha Kena Pajak)? Trimakasih atas informasinyaReply. manajemenrumahsakit18/09/2014 at 2:31 pm|#Dear Ibu Yuliana,Pengusaha yang bukan PKP tidak bisa memungut PPN dari pembeli.kalau barang yang dibeli dari pengusaha yang bukan PKP merupakanbarang yang digunakan habis pakai atau aset tetap, maka sepertinyatidak perlu membayar PPNnya.tapi kalau yang dibeli akan dijual lagi, maka efeknya, PPN yangdipungut rumah sakit tidak bisa dikreditkan dengan harga beli daripengusaha yang bukan PKP, karena tidak ada pajak masukkan. sehinggarumah sakit harus menyetor PPN keluaran tanpa dikurangi PPN masukkan.referensi:http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=28913&hlm=3#jdltopicMengenai PPH apakah yang dimaksud PPH rumah sakit? RSUD bukanmerupakan subyek pajakreferensi:http://www.nusahati.com/2013/09/sekilas-perpajakan-atas-rumah-sakit/Reply1. Yuliana20/09/2014 at 6:05 pm|#PPh yang dimaksud adalah PPh terhadap toko tempat pembelian barang/jasa yang digunakan di BLUD RSUD?Reply1. manajemenrumahsakit23/09/2014 at 10:02 am|#Dear Ibu Yuliana,PPh adalah pajak penghasilan. RS pemerintah berperan sebagai pengumpul pajak melalui aktivitas pemberian gaji, jasa dl pada para tenaga dokter, perawat dll di RS yang bersangkutan. Untuk PPh di toko (maksudnya PPh karyawan toko?) yangmenjadi supplier RS, maka itu diluar kewajiban RS. Namun untuk PPn, pada setiap pembelanjaan RS ke supplier dikenakan sesuai dengam aturan yang berlaku.Salam,Reply ahsa20/08/2014 at 6:56 am|#Saya ingin bertanya apakah bisa seorang non pns dapat diangkat menjadi direktur blud. apalagi ybs diangkat saat berusia 67 tahun. andaikata tetap boleh apa aturana hukum yang mendasarinya. bagaimana kewenangannnya terhadap tenaga pns di rumah sakit. bagaimana implikasi uu asn tentang hal iniReply. manajemenrumahsakit25/08/2014 at 3:15 pm|#Dear Bapak/Ibu AhsaBoleh. Dalam Permendagri 61/2007 pasal 40 Ayat (1) sudah disebutkan bahwa Pejabat Pengelola dan Pegawai BLUD dapat berasal dari PNS dan/atau Non PNS yang profesional sesuai dengan kebutuhan. Artinya, direktur (utama) RS boleh non PNS, demikian juga staf-staf lainnya di BLUD tersebut. Menurut Permendagri 61/2007, jika pemimpin BLUD non PNS, maka pejabat keuangan harus PNS dan otomatis sebagai Pengguna Anggaran.Hal ini tidak bertentangan dengan UU ASN. Bahkan UU ASN yang munculnya belakangan dari Permendagri tersebut memperkuat aturan yang membolehkan pimpinan BLUD. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 UU ini, bahwa pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK (dalam hal ini, pegawai BLUD yang non PNS diangkat oleh direktur atau kepala daerah (sesuai kedudukan pegawai yang diangkat tersebut) tentunya diangkat dengan menandatangani surat perjanjian kerja). UU ASN tersebut juga memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh pegawai ASN (PNS dan PPPK) menduduki jabatan admisnitratif, fungsional dan pimpinan tinggi. Yang membedakan hanya hak, dimana PNS mendapat hak tunjangan, pensiunan dan hari tua sedangkan PPPK tidak mendapatkan hak tersebut. Kewajiban PNS dan PPPK sama menurut UU ini.Demikian, semoga cukup jelas.Reply imelda27/06/2014 at 11:58 am|#Dengan adanya PP 71/2010 tentang SAP dan Permendagri 64/2013 tentang penerapan SAP Akrual, apakah rumah sakit masih perlu membuat laporan SAK. Apa tidak cukup dengan SAP Akrual saja.Reply neno pratika24/06/2014 at 12:56 pm|#untuk rumah sakit yang sudah blud, bagaimana dengan pengajuan pengadaan maupun perbaikan alat pembakar limbah insenirator? apakah harus maju anggaran dulu atau bisa langsung dilaksanakan menggunakan kas operasional rumah sakit?bagaimana prosedurnyaa. trimsReply Yuliana22/05/2014 at 4:13 pm|#Apakah defenisi ambang batas dalam BLUD? Apakah ada aturan mengenai besaran ambang batas?Kpn ambang batas tersebut dapat digunakan?TksReply. manajemenrumahsakit24/05/2014 at 9:05 am|#1. Ambang batas ada pada dokumen RBA (Rencana Bisnis Anggaran). Ambang batas ini merupakan batas kelebihan dalam penggunaan biaya. Jika ambang batas 10%, maka kelebihan biaya belum sampai 10% maka cukup lapor ke PPKD. Jika lebih dari 10%, maka meminta izin kepala daerah.Contoh:Pada RBA, biaya pengadaan barang dan jasa 1.000.000.000. dengan ambang batas 10%.Pada tahun berjalan, jika biaya sudah sesuai anggaran tetapi masih bulan agustus, jadi kemungkinan biaya akan meningkat. Jika biaya kelebihan kurang 100.000.000 maka cukup melapor ke PPKD, tetapi jika melebihi 100jt, maka meminta izin dari kepala daerah.2. Aturan mengenai ambang batas ada di permendagri 61 tahun 2007. Untuk besarannya tidak ada, jadi biasanya yang digunakan sebagai dasar bisa menggunakan kelebihan anggaran selama 3 tahun terakhir dan dirata2.Contoh:Tahun 2011: anggaran 100jt, realisasi 120jt selisih 20%Tahun 2012: anggaran 130jt, realisasi 135jt selisih 4%Tahun 2013: anggaran 140jt, realisasi 148jt selisih 6%Jadi untuk RBA tahun 2015, bisa selisih tahun 2011 s/d 2013 digunakan dan dirata2. Jumlah selisih 2011-2013 = 30%, rata2 10%. Jadi bisa digunakan dasar ambang batas sebesar 10%.3. ambang batas dapat digunakan kapan saja jika sudah melebihi anggaranReply1. Vincent M17/11/2014 at 2:27 pm|#Pada contoh diatas realisasi anggaran selalu diatas 100 %pertanyaan saya menggunakan dana dari mana..? apakah over target pendapatan langsung digunakan? terimakasihReply1. manajemenrumahsakit22/11/2014 at 10:52 am|#Dear Pak Vincent,Pada BLUD, pendapatan = biaya. Jika pendapatan naik, maka biaya juga naik. Jika kenaikan masih dalam ambang batas, RS bisa menggunakan kelebihan pendapatan ini dengan cukup melaporkannya ke PPKD. Jika pendapatan yang akan digunakan sudah melebihi ambang batas, maka RS harus mendapatan ijin dari Kepala Daerah melalui perkada untuk bisa menggunakannya.Contoh, jika pendapatan Rp 1.000.000,- maka biaya juga 1.000.000,-Jika pendapatan Rp 1.100.000,- untuk menggunakan yang Rp 100.000, maka RS harus lapor ke PPKD.Jika pendapatan Rp 1.5000.000,- maka untuk menggunakan yang Rp 500.000, RS harus minta ijin kepala daerah.Jadi dalam hal ini, ambang batas hanya dapat digunakan jika realisasi pendapatan sudah melebihi target. Misalnya pada Bulan Oktober, target pendapatan Rp 1.000.000, realisasi di akhir Oktober sudah mencapai Rp 1.100.000). Fleksibilitas ini hanya diberikan pada pendapatan yang berasal dari non APBD/N.Semoga cukup jelas.Salam,Reply resna hermawati11/05/2014 at 4:01 am|#Kpd yth tim manajemenSy ingin mnanyakan mkenai phitungan remunerasi direkturTrmkshWassResna,lotimReply itje27/03/2014 at 6:28 am|#Untuk pengadaan barang lebih dari 200 juta apa boleh dilakukan dengan penunjukan langsung dan maksimal bernilai berapa untuk BLUD? bagaimana solusinya jika sudah terlanjur dilakukan ?Reply. manajemenrumahsakit27/03/2014 at 9:36 am|#Yth Itje,setelah ditetapkan sebagai BLUD, ada beberapa peraturan kepala daerah yang harus dibuat, antara lain perbup/perwal tentang pengadaan barang dan jasa. Peraturan ini yg akan menjadi dasar hukum bagi RS dalam pengadaan, krn didalamnya termasuk mengatur berapa besarnya pengadaan yg boleh dg penunjukkan langsung. Besarnya pagu bisa ditentukan berdasarkan kebutuhan RS (bisa dihitung dari historis RS) dan persetujuan kepala daerah tentu saja. Jika sdh terlanjur padahal belum ada peraturan, tentu proses harus dihentikan dulu dan buat peraturannya dulu. Tanpa peraturan kepala daerah, RS tetap harus mengikuti Perpres.Salam,Reply agus irvanto12/03/2014 at 11:09 pm|#Untuk pegawai kontrak RS BLUD Pemerintah apakah ada kebijakan untuk dijadikan pegawai tetap ?Jika iya, berapa tahun bekerja untuk menjadi pegawai tetap di RS pemerintah tersebut,adakah peraturan perundangannya,yang mengatur pegawai kontrak BLUD untuk dijadikan Pegawai tetapTrimakasih,Reply. manajemenrumahsakit13/03/2014 at 2:49 am|#Yth Bapak Agus Irvanto,Terima kasih atas pertanyaannya. Sesuai dengan Permendagri 61/2007, BLUD boleh mengangkat pegawai non PNS. Berdasarkan Permendagri ini, Kepala Daerah membuat Peraturan (Perbub atau Perwal) tentang PNS dan Non PNS di BLUD. Lalu berdasarkan Perbup atau Perwal ini dibuatkan aturan teknisnya oleh Direktur (menjadi Peraturan Direktur) mengenai pengelolaan tenaga RS, termasuk tenaga Non PNS. Tenaga Non PNS ini adalah tenaga tetap di RS (karena instansi pemerintah, BLUD atau bukan BLUD, sudah tidak boleh mengangkat tenaga kontrak), yang pengelolaannya (mulai dari pengangkatan, penempatan, jenjang karir, remunerasi, pengembangan sampai pemutusan hubungan kerja atau pensiun) mengikuti Peraturan Direktur yang telah ditetapkan tersebut.Semoga cukup jelas.Reply1. iwan21/09/2015 at 2:15 pm|#mohon ditunjukan dasar hukum akan jawaban diatas bahwa Tenaga Non PNS ini adalah tenaga tetap di RS (karena instansi pemerintah, BLUD atau bukan BLUD, sudah tidak boleh mengangkat tenaga kontrak).terima kasih.Reply ady cahyadi31/12/2013 at 2:31 am|#ada sebuah PTN yg membentuk sebuah yayasan (organ yayasan adalah para pejabat perguruan tinggi tsb), yayasan tsb mempunyai sekolah TK-SMA dan sebuah rumah sakit (tipe C, sebelumnya klinik). rekomendasi BPK, rumah sakit harus diserahkan kepada PTN (rektor) karena RS tsb berdiri di tanah negara dan sebagian assetnya adalah milik negara serta PTN tsb kini sudah PK BLU Penuh, sedangkan yayasan tsb dibentuk tahun 70-an.1. apa mungkin PTN memiliki RS (umum) bertipe C tersebut?2. bagaimana prosedur pengalihan RS tsb dari yayasan ke PTN tsb yang baik dan benar?terima kasih atas jawabannyaReply nasra20/11/2013 at 12:15 am|#rumah sakit kami sudah blud tapi masih bertahap.apakah dengan status ini pendapatan kami masih harus menyetor ke kas daerah.mohon penjelasannyaReply. manajemenrumahsakit20/11/2013 at 3:37 am|#Yth Bapak/Ibu Sesuai dengan Permendgri 61/2007, pasal 27, fleksibilitas yang diberikan pada BLUD Bertahap pada batas2 tertentu adalah terkait dg jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan. Sedangkan yg tdk diberikan adalah fleksibilitas dlm penglolaan investasi, penglolaan utang, dan pengadaan barang/jasa. Jadi pendapatan bukan termasuk fleksibilitas yang TIDAK diberikan, namun termasuk pada pengelolaan jumlah dana yg dapat dikelola langsung. Artinya, pendapatan tdk disetor, tp dpt dikelola lsg oleh RSUD, namun jumlahnya (yg dpt dikelola lsg) terbatas. Utk itu perlu ada aturan lebih lanjut (perbup) mengenai besaran yg boleh digunakan lsg, dan kemudian ada kebijakan dan prosedur keuangan di rs mengenai bgmn cara penggunaannya.Semoga jawaban ini cukup jelas.Terima kasihTANYA JAWAB SEPUTAR BLUD Bagian 2Written byManajemen RS. Posted inArtikel Bu Putu

Bagian 1Bagian 2Bagian 3--Berikut ini adalah tanya jawab terkait dengan persiapan RSUD untuk menjadi BLUD, berisi rangkuman dari hasil workshop dan konsultasi yang dilakukan oleh PKMK FK UGM dengan beberapa RSUD di Indonesia. Saat membantu sebuat RSUD dalam persiapan menerapkan PPK BLUD, tim konsultan/fasilitator seringkali dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan dari RSUD yang didasari pada kebutuhan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan advokasi dengan Pemda dan DPRD.1. Mengapa setelah menjadi BLUD, anggaran yang diperlukan oleh RSUD justru lebih banyak dibandingkan dengan sebelum BLUD?Jawab:Anggaran tersebut diperlukan untuk peningkatan pelayanan. Jika selama ini pelayanan RSUD mutunya dibawah SPM, maka pasti RSUD mendapat banyak komplain dari masyarakat. Bapak/ibu pejabat daerah juga enggan berobat ke RSUD, dan lebih memilih ke RS swasta atau ke luar daerah. Mengapa? Karena pelayanan di RSUD dianggap buruk, tidak bermutu, apalagi bergengsi. Jadi RSUD membutuhkan anggaran tersebut untuk mengangkat kualitas pelayanan minimal agar sesuai dengan SPM.Menjadi BLUD bukan berarti kemudian RS menjadi sebagai mesin uang (bagi Pemda). BLUD berarti menjadikan RS lebih bermutu. Jika RS bermutu, masyarakat yang sakit akan lebih cepat sehat kembali. Jika mereka sehat, mereka akan lebih produktif, bisa kerja lebih banyak, bisa membayar pajak lebih banyak. Kalau mereka sakit lebih lama, mereka akan butuh subsidi lebih banyak. Pemda pilih mana?2. Apa untungnya BLUD bagi Pemda kalau anggaran/subsidi untuk RSUD malah tambah banyak (dari proyeksi keuangan di RSB)?Jawab:Permendagri 61/2007 Pasal 1 ayat 1 berbunyi: Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.Dilain pihak, BLUD atau tidak BLUD, RSUD memiliki misi untuk melayani seluruh lapisan masyarakat, termasuk orang miskin. Jadi sepanjang RS diwajibkan untuk melayani orang miskin maka sepanjang itulah subsidi dari pemerintah dibutuhkan. Karena fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, bukan oleh RS. Jika sudah jadi BLUD, diharapkan RSUD akan menjadi lebih efisien. Jadi untungnya bagi Pemda adalah anggaran daerah bisa dimanfaatkan secara lebih baik, tidak bocor (inefisiensi), tidak salah alokasi (subsidi untuk pelayanan yang dinikmati oleh bukan orang miskin), dan masih banyak lagi.3. Lalu dimana letak bedanya antara yang sudah BLUD dengan yang belum?Jawab:Bedanya: yang sudah BLUD diharapkan tarifnya sesuai dengan unit cost. Jadi kalau tarif pelayanan untuk orang miskin lebih rendah dari unit cost, disitulah subsidi pemerintah terjadi. Pelayanan Kelas III tentunya boleh-boleh saja disubsidi. Namun jangan sampai pelayanan Kelas VIP dan Kelas I yang disubsidi oleh Pemerintah. Artinya jangan sampai tarif di kelas-kelas pelayanan tersebut lebih rendah dari unit cost karena itu berarti APBD mensubsidi orang mampu.4. Mengapa perlu ada insentif khusus/jasa layanan untuk tenaga yang bekerja di RS? Bukankan mereka sudah mendapat gaji?Jawab:Kita perlu memberi insentif tersebut karena profesionalisme, karena orang-orang yang bekerja di RS merupakan profesi-profesi yang khusus. Semakin langka suatu profesi, makin tinggi insentifnya. Dan itu berlaku dimanapun di seluruh dunia. Selain itu, terkait juga dengan masalah risiko pekerjaan. Orang yang bekerja di RS menghadapi berbagai risiko, mulai dari tertular penyakit pasien sampai risiko tuntutan kalau terjadi kesalahan. Ini perlu dilindungi, salah satunya dengan memberi insentif lebih. Kemudian terkait masalah kekhususan pekerjaan. Pelayanan di SKPD lain di daerah kebanyakan tidak buka 24 jam. Jadi Pk. 14.00 para karyawannya sudah bisa pulang dengan tenang dan besoknya baru melanjutkan pekerjaannya lagi. Orang yang bekerja di RS tidak bisa seperti itu. Meskipun yang shift pagi bisa pulang ke rumah pukul 14.00, tetap saja sewaktu-waktu mereka harus ready jika ada masalah di RS, entah dia itu manajemen, apalagi kalau dia adalah seorang dokter atau perawat.Karena keterampilannya bersifat khusus, orang-orang yang bekerja di RS saat masih bersekolah menempuh pendidikan dengan perjuangan yang sangat tidak mudah. Maka wajar jika diberi insentif yang berbeda dengan SKPD lainnya.Untuk mendapatkan tingkat profesionalisme seperti yang dimiliki oleh staf yang bekerja di RS sangat tidak mudah. Diperlukan pengorbanan berupa tenaga, pikiran, waktu dan finansial yang tidak sedikit untuk menjadi profesi tertentu (misal dokter spesialis, perawat khusus, dan sebagainya). Pemerintah juga harus bisa memastikan bahwa orang-orang yang bekerja di RS memiliki kompetensi yang memenuhi standar. Orang-orang yang datang ke RS dengan masalah kesehatan berarti menyerahkan nasibnya bahkan nyawanya pada tenaga kesehatan. Tentunya kita tidak ingin masyarakat ini kemudian dilayani oleh tenaga yang tidak kompeten.5. Banyak kekhawatiran di kalangan pejabat Pemda, bahwa jika RSUD sudah dtetapkan menjadi BLUD maka tarifnya jadi mahal. Bagaimana menjelaskan hal ini?Jawab:Tarif naik atau tidak pasca BLUD, itu kembali pada kebijakan Pemda itu sendiri. Pemda bertanggung jawab untuk menjamin bahwa semua warganya bisa mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu. Jika ada warganya yang tidak mampu mengakses karena keterbatasan finansial, mana disitulah tanggung jawab Pemda untuk membelikan pelayanan tersebut bagi warganya yang tidak mampu dan itulah yang disebut sebagai subsidi. Untuk pelayanan di kelas-kelas lainnya, jika masih mendapat subsidi dari Pemda maka bisa saja tarifnya tidak naik atau naik sedikit, sesuai dengan selisih unit cost yang terjadi. Namun pertanyaannya adalah apakah wajar jika masyarakat yang mampu juga mendapat subsidi dari Pemda?6. Apa saja yang harus berubah di RSUD jika telah ditetapkan sebagai BLUD?Jawab:Menjadi BLUD itu berarti mengubah budaya kerja. Bukan masalah uang saja, tapi mindset harus ikut berubah. Tadinya biasa dilayani, sekarang melayani. Tadinya pasien butuh RS sekarang RS butuh pelanggan. Tadinya uang disetor (ke Pemda), sekarang bisa dikelola sendiri (di rekening RSUD). Jika mindset tidak berubah, bisa dibayangkan bagaimana cara orang-orang RSUD mengelola uang yang sangat banyak tersebut.7. Bukankan berubah menjadi BLUD prinsipnya hanya berubah dari dulu setor, sekarang tidak?Jawab:Tidak sesederhana itu. Dulu sebelum BLUD, mentalnya adalah mental setoran dan mental menghabiskan anggaran sebab jika anggaran tidak terserap/tidak habis, maka akan dianggap kinerjanya jelek. Sedangkan jika sudah BLUD, mentalnya kebalikan, yaitu harus berhemat, harus efisien. Jika ada dua barang yang satu seharga Rp 500 yang satubnya lagi seharga Rp 600 dengan mutu sama, mengapa harus membuang uang Rp 100 meskipun di anggaran sudah direncanakan Rp 600? Jadi tidak sesederhana dulu setor sekarang tidak. RS harus mulai berpikir enterpreneurship. Manajer RS dituntut untuk menjadi Manajer sungguhan, bukan sekedar Kepala RS, Kepala Keuangan, Kepala Perencanaan, Kepala Staf dan seterusnya, tapi sebagai manajer keuangan, manajer SDM, manajer operasional.8. Banyak RS yang melaksanakan morning report. Sebenarnya morning report untuk apa? Dan berapa lama diperlukan waktu untuk melakukan morning report?Jawab:Morning report biasanya digunakan sebagai moment untuk berkomunikasi antara manajemen dengan fungsional sekaligus membahas berbagai masalah yang ada di RS dan menyepakati solusinya. Dari berbagai masalah yang di-morning-report-kan, baru bisa diketahui butuh berapa lama untuk melakukan morning report. Idealnya antara 30-60 menit jika dilakukan setiap hari. Jika hanya seminggu sekali, tentu lebih banyak waktu yang diperlukan karena masalah yang perlu dibahas sudah terakumulasi dalam seminggu.Morning report ini juga bisa berfungsi sebagai sarana untuk mengubah budaya organisasi. Jika pimpinan RS komitmen untuk melaksanakan morning report, harus on time. Misalnya saja semua sepakat MM dimulai Pk. 7.00. Jadi begitu waktu menunjukkan Pk. 7 MM harus dimulai, tidak perlu menunggu yang belum datang. Lama kelamaan yang biasa terlambat akan menyesuaikan diri. (Kebiasaan untuk datang terlambat ke sebuat pertemuan adalah karena pertemuan sering molor dari undangan.) Namun pimpinan harus memberi contoh. Pimpinan bukan hanya direktur tapi juga semua pejabat di RS. Semua atasan harus beri contoh pada bawahan masing-masing. Ini salah satu cara mengubah budaya organisasi. Jika ini berlangsung secara konsisten, maka komponen-komponen yang ada di dalam RS akan bisa kompak.Semakin banyak staf RS yang paham tentang BLUD akan semakin baik, sebab nanti para pimpinan tidak terlalu susah menggerakkan orang-orangnya untuk mencapai tujuan bersama.9. Mengapa permohonan RSUD untuk menjadi BLUD bisa ditolak? Bagaimana agar bisa lebih meyakinkan Pemda (dan DPRD)?Jawab:Jika syarat administratif (dari hasil penilaian BLUD oleh tim penilai) nilainya kurang dari 60, maka pasti harus ditolak. Namun ini masih bisa diperbaiki. RS harus melengkapi atau memperbaiki syarat administrasi tersebut sesuai dengan masukan dari tim penilai. Lalu kemudian dilakukan penilaian ulang. Jika penyebabnya bukan syarat administratif (misal karena politis) RS perlu gunakan pendekatan atau advokasi. Gunakan semua peraturan tentang BLUD dan semua referensi yang terkait sebagai amunisi. Untuk dapat menggunakannya sebagai amunisi, tentu harus menguasai dulu isi peraturan-peraturan tersebut, dan yang terpenting memahami prinsip BLUD. Jika semua peraturan sudah dibaca dan dikuasai, pasti bisa memberikan penjelasan yang logis dan berdasar kuat saat melakukan advokasi.10. Apa contohnya bahwa RSUD akan lebih efisien jika sudah ditetapkan sebagai PPK BLUD?Jawab:Contoh dulu sebuah RSUD di Jawa Tengah membeli lift untuk pasien seharga Rp 400 juta dengan penunjukkan langsung. Jika belum BLUD, pengadaan dengan harga setinggi itu harus melalui lelang. Harga lift ditambah dengan biaya lelang dan sebagainya, maka anggaran yang dibutuhkan kira-kira menjadi Rp 600 juta. Dalam hal ini BLUD menghemat anggaran pemerintah sebesar Rp 200 juta. Ini baru dari pengadaan lift.Contoh lain, BLUD menetapkan tarif berdasarkan unit cost. Jika tarif Kelas III lebih rendah dari unit cost, maka selisihnya disubsidi oleh pemda. Sedangkan tarif Kelas VIP dan Kelas I tidak boleh lebih kecil dari unit cost (diatur oleh Perbup). Dan karena ditetapkan dengan Perbup, maka tarif VIP dan Kelas I bisa dibuat menyesuaikan dengan kenaikan harga-harga, agar tidak dibawah unit cost. Jika tarif Kelas VIP masih dibawah unit cost (karena ditetapkan melalui Perda yang sulit diubah) siapa yang akan menanggung selisihnya? Secara tidak disadari, selisih ini ditutupi oleh APBD. Artinya APBD diserap oleh orang kaya. Dengan kata lain Pemda mensubsidi orang yang sebenarnya mampu membayar sendiri. Tentu saja ini jauh dari prinsip efisiensi.Contoh lain lagi adalah di Perencanaan Tahunan. RBA bersifat fleksibel, jadi bisa mengikuti kebutuhan RS (pasien). Kalau tidak memerlukan suatu barang/jasa maka RS tidak perlu membeli, meskipun saat merencanakan hal tersebut dianggarkan. Jika perlu dan kurang, RS bisa menambah anggaran, meskipun saat perencanaan hal tersebut anggarannya kurang dibandingkan dengan kebutuhan saat implementasi. Dengan cara ini pasti RS menjadi jauh lebih efisien dibandingkan butuh nggak butuh tetap beli, dan jika tidak terpakai barang akan numpuk di gudang sampai expired.Dalam hal kepegawaian, jika kompetensi seorang karyawan tidak pas dengan kebutuhan RS (apalagi jika perilakunya juga tidak sesuai dengan budaya kerja yang ingin dikembangkan), bisa saja dikembalikan staf tersebut ke pemda dengan alasan kinerja (karena BLUD punya ukuran kinerja). Atau diberhentikan (kalau pegawai yang bersangkutan diangkat oleh BLUD) dan RS bisa merekrut staf baru yang lebih sesuai. Tentunya ini akan lebih menghemat anggaran RS/Pemda dibandingkan dengan mempekerjakan orang yang hanya makan gaji buta namun kinerjanya tidak jelas.Tulisan terkait:Pertanyaan seputar BLUDComments (15) hatta03/10/2015 at 10:42 am|#rumah sakit tempat saya bekerja 6,5 tahun berstatus blud. mohon penjelasannya mengenai cara mengevaluasi kinerja keuangan blud. terima kasihReply Manajemen RS09/10/2015 at 10:32 am|#Dear Pak Hatta,Evaluasi kinerja keuangan dilakukan dengan memperhatiakn aspek keuangan secara menyeluruh. mulai dari penganggaran sampai dengan laporan keuangan. contohnya, apakah BLUD sudah menyusun RBA untuk penganggaran? apakah lapkeu BLUD sudah dilaporkan ke keuangan daerah pertriwulaan? bagaimana pendapatan dan biaya selama menjadi BLUD?apakah terjadi efisiensi biaya yang dapat dilihat dari penurunan biaya yang tidak diperlukan dan lain-lainReply Marselina01/10/2015 at 7:06 am|#Yth:RS Kami baru ditetapkan sebagai PPK-BLUD penuh sejak 1 Januari 2015, saat ditetapkan kami belum menyusun Tarif layanan dan RBA, namun sejak 1 januari 2015 kami telah menggunakan langsung penerimaan RS untuk belanja operasinal. apakah ini bertentangan dengan regulasi ? terimakasih untuk penjelasan, selamat beraktivitas. wasalamReply Manajemen RS03/10/2015 at 10:37 am|#1. Untuk bisa menjadi BLUD, harus mengikuti persyaratan Teknis, Substantif dan administratif. Tarif berdasarkan UC bukan menjadi persyaratan. tetapi, setelah menjadi BLUD, maka tarif harus berdasarkan UC, sesuai dengan permendagri 61 tahun 2007, pasal 57 59.2. pada saat penetapan menjadi BLUD, apakah APBD 2015 sudah disahkan?? jika belum, maka RS menyusun RBA untuk APBD 2015. tp jika APBD sudah disahkan, maka RS yang sudah menjadi BLUD, mengikuti RKA yang sudah dibuat. fleksibilitas BLUD hendaknya diikuti oleh aturan kepala daerah. jadi apabila APBD 2015 sudah disahkan, kemudian RS disahkan menjadi BLUD setelah pengesahan APBD, maka Perkada tentang Penjabaran APBD dirubah mengikuti dirubahnya RS menjadi BLUD..Demikian yang dapat disampaikan,salam,Reply komariatun05/05/2015 at 4:34 pm|#RS kami sudah 4 tahun blud, target belum tercapai atau target pendapatan RS belum tercapai.1. Apakah direktur RS sudah boleh mendapatkan gaji blud diluar gajinya sebagai PNS.2. Apakah kabid dan kabag di RS sudah boleh diberikan tunjangan kabid atau kabag disamping tunjanganStruktural yang sudah diberi Pemda dan gaji PNS ?Mohon penjelasannya, terima kasih.Reply manajemenrumahsakit06/05/2015 at 1:17 pm|#Dear Ibu Komariatun,Pencapaian kinerja BLUD dan pemberian remunerasi pada pejabat pengelola BLUD adalah dua hal yang berbeda.Pencapaian kinerja BLUD, sesuai dengan Permendagri 61/2007, dapat diukur dari kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja manfaat setelah RSUD ditetapkan sebagai BLUD. Pengukuran ini (seharusnya) dilakukan secara reguler dan menjadi basis bagi penetapan status selanjutnya setelah RSUD menerapkan BLUD selama 3 tahun (apakah akan tetap, dinaikkan atau diturunkan statusnya). Pencapaian kinerja ini setiap tahun harus dimonitor, dievaluasi dan dilaporkan oleh Dewan Pengawas kepada Kepala Daerah (Pasal 44). Jika RSUD tidak punya Dewas, maka penilaian kinerja dilakukan oleh Kepala daerah (Pasal 127 129). Selain itu, BLUD juga harus melakukan pengukuran pencapaian kinerja disertai analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya (Pasal 69).Pemberian remunerasi pada pejabat BLUD memang dipengaruhi oleh pencapaian kinerja, namun itu bukan satu-satunya. Ada hal lain yang juga ikut mempengaruhi yaitu ukuran jumlah aset dan produktivitas RS, pertimbangan persamaan dengan industri lain yang sejenis, serta kemampuan keuangan BLUD (Pasal 51). Pemberian remunerasi ini harus diatur dulu dalam Peraturan Kepala Daerah (Pasal 50). Jadi meskipun kinerja BLUD baik (mencapai target), jika tidak ada Perkada yang mengatur tentang remunerasi pengelola RSUD maka remuenrasi itu tidak dapat diberikan. Sebaliknya, meskipun target kinerja belum tercapai, jika Perkada memungkinkan (tergantung bagaimana bunyi pasal-nya), maka remunerasi dapat diberikan.Semoga penjelasan ini dapat diterima.Salam,Reply Muhdin06/03/2015 at 7:28 am|#Apabila pendapatan kita melebihi pagu bahkan ambang batas yang telah kita asumsikan dalam RBA, apakah kelebihan tersebut dapat kita belanjakan? Apakah ada referensi aturan untuk menetapkan besaran ambang batas dalam RBA kita?Reply manajemenrumahsakit09/03/2015 at 7:54 am|#Dear Pak Mudhi,Kita boleh menggunakan kelebihan pendapatan yang masih DALAM ambang batas RBA secara LANGSUNG, namun dengan SURAT PEMBERITAHUAN kepada Bagian Keuangan Daerah.Jika pendapatan sudah melebihi ambang batas, untuk menggunaannya harus dengan IJIN kepala daerah.Aturannya: Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Umum APBD, pada bagian Hal-hal yang mendesakSemoga cukup jelas,Terima kasih.Reply Nasir19/09/2014 at 6:43 am|#Saya mau tanya: 1. Untuk tim penilai RS yg mau BLUD biasanya yg menilai siapa?, 2. Apakah bisa blud dengan perbup bupatiReply manajemenrumahsakit19/09/2014 at 9:02 am|#Dear Pak Natsir,1. Permendagri No 61/2007, pasal 19 Ayat (2):(2) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), beranggotakan paling sedikit terdiri dari:Sekretaris daerah sebagai ketua merangkap anggota;PPKD sebagai sekretaris merangkap anggota;Kepala SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota;Kepala SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah sebagai anggota; danTenaga ahli yang berkompeten di bidangnya apabila diperlukan sebagai anggota.2. Permendagri 61/2007 Pasal 21:(1) Penerapan, peningkatan, penurunan, dan pencabutan status PPK-BLUD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).(2) Keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada pimpinan DPRD.(3) Penyampaian keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal penetapan.Semoga cukup jelas.Reply jamiri04/08/2014 at 9:32 am|#rumah sakit kami sdh 3 tahun blud penuh tetapi masih kinerjanya seperti sebelum blud. apa kiat kami dan apa saja yang kami lakukan jika kami ingin mendapatkan kinerja yang baik dan mengukur kinerja semua staf.Reply manajemenrumahsakit04/08/2014 at 10:33 am|#Dear Bapak Jamiri,Pertama-tama tentu saja mereview SPM dan RSB karena didalamnya banyak ukuran kinerja yang menjadi target (janji) RSUD yang harus dicapai. Upaya untuk mencapai target2 tersebut harus masuk dalam rencana yang lebih operasional (RBA) dan dianggarkan, serta ada penanggung jawabnya. Direktur perlu membentuk tim Monitoring dan Evaluasi untuk memantau pencapaian dan mengevaluasi hasil-hasil yang telah dicapai, apa yang belum, apa saja kendalanya, apa lesson learn-nya, dan seterusnya.Jika tidak ada perubahan kinerja, biasanya bukan sekedar tidak menjalankan RSB, melainkan ada unsur perilaku dan budaya disitu. Mungkin mindset dan cara-cara kerja masih seperti sebelum BLUD. Ini yang harus diubah. Dengan adanya kesadaran bersama mengenai apa itu BLUD, mengapa penting dan apa dampaknya terhadap seluruh staf, maka akan lebih mudah menggerakkan staf menuju perubahan cara berpikir dan cara bekerja. Kalau mindset dan cara bekerja berubah, hasilnya pasti beda. Berdasarkan perubahan cara bepikir dan cara bekerja, maka RS dapat membangun sistem monev (evaluasi kinerja bagian(unit kerja dan evaluasi kinerja individu). Monev ini harus memberi dampak yang signifikan, yang bekerja baik harus mendapat hasil dan perlakuan berbeda dengan yang tidak bekerja baik. Jika tidak ada bedanya, maka perubahan tersebut akan kurang efektif.Semoga jawaban ini bisa ini memberi pandangan baru pada Bapak Jamiri mengenai BLUD.Terima kasihReply sulistiono17/07/2014 at 11:07 am|#ass, yang ingin saya tanyakan di sini tentang berbagi pencairan dana di blud.di sini dewan pengawas tidak lagi melakukan audit keuangan blud.. dan pihak rumah sakit merasa telah mengeluarkan uang sesuai prosedur.apakah jika ada audit di kemudian hari oleh lembaga independen dan cara pengelolaannya kurang tepat.yang harus di salahkan rumah sakit ataukan auditor.Reply hatta11/07/2013 at 4:08 pm|#RSUD kami sudah berstatus BLUD penuh. Yang saya ingin tanyakan:1. Pembagian sistem remunerasi sudah ada perbupnya,tetapi diperbup kami persentase pembagian honorarium/remunerasi Dewan Pengawas dikalikan dari remunerasi pemimpin BLUD.2. Untuk remunerasi karyawan rumah sakit, ada perhitungan PENGALAMAN/MASA KERJA/BASIC INDEX.Diperbup kami perhitungan ini menggunakan lamanya masa kerja karyawan. Misalnya: Masa kerja 25 tahun dihitung 25, Masa kerja 4 tahun dihitung 4. Jauh sekali perbandingannya dan berbeda sekali dengan pengalaman saya pernah mengikuti pelatihan yang mana narasumbernya mengatakan DIHARAMKAN menggunakan lamanya masa kerja karyawan dalam perhitungan PENGALAMAN/MASA KERJA/BASIC INDEX, tetapi harus menggunakan GAJI POKOK KARYAWAN.Dua pertanyaan diatas apakah menyalahi permendagri? Apakah bisa terkait dengan tindak pidana apabila tidak dilakukan perubahan? Mohon masukan dan pencerahannya.Terima kasih.Reply manajemenrumahsakit15/07/2013 at 1:15 am|#Bapak/Ibu . Yth,1. Untuk Dewas:a. Ketua maksimal 40% dari GAJI (BUKAN REMUNERASI) PEMIMPIN BLUD.b. ANGGOTA maksimal 36% dari GAJI PEMIMPIN BLUD.c. Sekretaris maksimal 15 % dari GAJI PEMIMPIN BLUD.2. Terkait masa kerja, yang dihitung adalah indeksnya, bukan jumlah tahunnya. Bapak/Ibu bisa lihat peraturan PNS terkait Gaji Berkala. Untuk BLUD seharusnya yang utama adalah Capaian Kinerja.Demikian, semoga dapat diterima.Salam,TANYA JAWAB SEPUTAR BLUD Bagian 3Written byManajemen RS. Posted inArtikel Bu Putu

Bagian 1Bagian 2Bagian 31. Benarkah bahwa penggunaan dana pemerintah untuk BLUD sama saja dengan untuk non BLUD?Jawab: Ya, untuk APBD/APBN mekanisme penggunaannya seperti biasa, yaitu dengan Keppres No. 80. Yang boleh dipakai langsung oleh BLUD adalah pendapatan dari sumber non APBD/APBN, yaitu: pendapatan operasional(jasa layanan), hasil kerjasama, hibah dan pendapatan lain-lainyang sah.2. Mengapa Kementerian Dalam Negeri tidak sekalian saja mengeluarkan juklak-juknis yang lebih operasional untuk pelaksanaan BLUD?Jawab: Permendagri tidak mengurusi sampai kesana, namun diserahkan pada daerah/RS-nya masing-masing, bagaimana pendekatan ke Pemda agar berjalan baik. Jika diatur oleh pusat, maka semangat fleksibilitasnya akan hilang.3. Pemerintah Daerah saya keberatan jika RS saja jadi BLUD karena Pemda jadi tidak punya uang kas lagi, karena RS tidak lagi menyetorkan pendapatannya ke Pemda.Jawab: Ya benar, memang yang sering jadi masalah akhirnya adalah uang kas (fresh money). Pemda jadi tidak punya dana segar untuk membiayai macam-macam operasional Pemda. Tapi sekarang pertanyaannya begini: layakkah uang orang sakit dipakai untuk membiayai pembangunan, operasional pemda, honor DPRD, dll? Orang sakit sudah menderita karena sakitnya, harus jadi tambah miskin karena membayar biaya pelayanan kesehatan yang mahal, karena uangnya akan digunakan oleh pemda. Dimana letak keadilannya? Dimana letak janji dan sumpah jabatan yang katanya mau melindungi dan mengayomi rakyat?4. Apakah ada kemungkinan RS saya ditolak saat mengajukan permohonan BLUD? Berdasar UU RS, semua RS harus BLUD.Jawab: Ya, karena berdasarkan Permendagri 61/2007 ada tiga kemungkinan dari hasil penilaian syarat administratif: BLUD penuh, BLUD bertahap, atau ditolak. Jika ditolak, berarti masih banyak dokumen administartif yang belum sesuai. RS harus membenahi dulu karena ini adalah syarat, lalu kemudian bisa mengajukan kembali. Proses ini harus ditempuh karena RSUD wajib BLUD. Jadi sebaiknya dari awal diusahakan menyusun dokumen administratif secara benar agar tidak ditolak5. Apa bedanya Dewan Pengawas dan Tim Penilai PPK-BLUD?Jawab: Dewan pengawas dibentuk SETELAH BLUD ditetapkan. Tim penilai dibentuk SEBELUM BLUD ditetapkan. Dewas dibentuk bila diperlukan (tidak wajib) dan tugasnya adalah mengawasi jalannya BLUD. Ada kriteria tertentu bagi RSuntuk bisa membentuk Dewas, yaitu terkait dengan nilai omset dan aset lembaga, mengacu pada Permenkeu.6. Saya diminta memberi masukan pada SK Dewan Pengawas RS saya. Sekda sebagai ketua Dewas.Komentar: Yang menjadi Dewas bukan Sekda, tapi orang yang diangkat oleh kepala daerah. Soal Dewas sudah cukup jelas disebutkan pada Permendgri Pasal 43-48.7. Jika saya ditanya mengenai Apakah RS akan tetap menyetorkan pendapatannya ke kas daerah setelah ditetapkan sebagai BLUD, bagaimana saya harus menjawabnya?Jawab: Soal setor menyetor, Pasal 83-84 sudah mengatur dengan tegas tentang pengelolaan kas BLUD. Penerimaan operasional BLUD (dari jasa layanan, kerjasama, hibah, dll) setiap hari disetorkan SELURUHNYA pada kas BLUD dan dilaporkan kepada pejabat keuangan BLUD.8. Akhir tahun lalu RS saya punya sisa anggaran yang kami kembalikan ke Pemda. Jika sudah BLUD, bagaimana aturan mengenai penggunaan ini?Jawab: Penggunaan pendapatan BLUD mengacu pada RBA BLUD yang telah dibuat untuk tahun yang bersangkutan. Sebenarnya boleh saja Pemda meminta kembali sisa pendapatan BLUD tersebut, dengan mempertimbangkan likuiditas BLUD (Pasal 109, Permendagri 61/2007). Artinya, setoran ke Pemda tersebut tidak mengganggu operasional BLUD. Jika sampai mengganggu, artinya Pemda tidak mendukung RS untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat. Ingat bahwaRS memiliki SPN dan untuk mencapai SPM ada program kerjanya. Program ini tertuang di dokumen RSB, yang kemudian menjadiRBA. Kalau pelaksanaan RBA terganggu, maka berpotensi untuk menghambat pencapaian SPM RS.9. Jika sudah menerapkan PPK BLUD, maka RS harus transparan dan menggunakan sistem. Padalah selama ini, banyak juga teman-teman saya di RSUD yang memperoleh pendapatan diluar gaji dan jasa resmi, yaitu dari ceperan. Jika sistem di RS transparan, maka akan banyak staf RS yang pasti menolak karena akan kehilangan sumber pendapatannya tersebut.Komentar: Masalah ceperan itu memang sulit. Mereka melakukan itu awalnya kareba tidak percaya pada manajemen. Kerja banyak kokdapetnyas edikit. Tidak jelas kapan uang jasanya cair. Lebih baik nyeper sendiri. RS jadi seperti sebuah kapal induk yang tua, besar (susah belok kalau tiba-tiba arah angin berubah/susah menyesuaikan kalau lingkungan berubah), bocor sana sini (tidak efisien, kebocoran dimana-mana) dan karena pimpinan tidak tegas,orang-orang cenderung membiarkan dan cari selamat sendiri. Caranya nyeper sendiri-sendiri. Orang-orang yang nyeper itu seperti punya sekoci yang nyaman dan bahkan kadang lebih mewah dari kapal induk. Kalau sewaktu-waktu kapal induk tenggelam, mereka siap loncat ke sekoci masing-masing.Akhirnya lingkaran seperti ini sambung menyambung tanpa terputus.Jika ada regenerasi pejabat atau pergantian orang, yang menggantikan kelakuannya sama.Meskipun tadinya saat mereka jadi orang biasa kelakuannya lurus dan bahkan ikut mencela orang-orang yang memanfaatkan jabatan utk kepentingan pribadi.Dlm kondisi ini, mereka biasa disebut sedang terjebak sistem, tidak bisa berbuat banyak karena semua orang begitu, dan sebagainyaTapi sebenarnya siapa yang membuat sistem itu? Siapa yang bisa mengontrol orang-orang itu? Apakah tidak ada sama sekali? Pasti ada atasannya. Jika atasannya begitu juga, bagaimana? Ya ada atasannya yg di atasnya lagi yang ngontrol.. Jadi ujung-ujungnya balik ke pimpinan puncak. Bupati. Direktur RS. Direktur harus bisa mengontrol semua org yang ada di RS. Bupati harus bisa mengontrol semua orang di daerah. Kalau mau RSnya bagus, memberi pelayanan bermutu untuk rakyatnya Pak Bupati, maka Bupati harus mendukung Pak Direktur RS agar Pak Direktur bisa kontrol anak buahnya. Jangan sampe ada anak buah yang dekat dengan bupati, main telikung, bupatinya bukan mendukung direktur tapi malah melindungi staf yang seperti itu.Kembali ke masalah ceperan, direktur harus bisa memimpin reformasi. Kembalikan kepercayaan staf, bahwa kalau mau maju bersama, buat sistem bersama, sepakati, dan jalankan. Ceperan hanya menguntungkan sebagian kecil pihak. RS tidak akan pernah maju kalau hanya sebagian kecil yang merasakan nikmatnya, apalagi yang sebagian kecil itu kerjanya nggak bagus-bagus amatMengembalikan kepercayaan staf ini yang super sulit, tapi tetap harus dimulai, dan direktur harus bisa memberi contoh. Ajak orang-orang yang mau maju untuk ikut memberi contoh. Ibaratnya, kalau kita mau bersih-bersih, kita harus bersih dulu. Sapu yang kotor tidak bisa digunakan untuk membersihkan.10. Mengapa dari proyeksi RSB, jumlah subsidi yang dibutuhkan RS saya setelah BLUD malah lebih banyak dibandingkan sebelum BLUD? Ini akan menyulitkan kami saat advokasi ke Pemda.Jawab: Subsidi tersebut dibutuhkan untuk peningkatan pelayanan. Bukankah selama ini pelayanan RS anda dibawah SPMdan sering mendapat komplain dari masyarakat? Bapak dan ibu pejabatdi daerah anda juga enggan berobat ke RS anda kalau sakit? Ini menunjukkan bahwa pelayanan di RS anda masih dianggap buruk, tidak aman, dan seterusnya. Kedepan, RS anda membutukan anggaran tersebut untuk mengangkat kualitas pelayanan agar sesuai SPM. BLUD juga mewajibkan pelayanan sesuai SPM, bukan?11. Jadi, tarif boleh naik, kan?Jawab: Tarif naik atau tidak itu dikembalikan pada kebijakan Pemda. Peran Pemda adalah untuk mensejahterakan rakyatnya, termasuk menjamin aksesibilitas ke pelayanan kesehatan. Jadi jika rakyat tidak mampu mengakses pelayanan karena tidak memiliki cukup uang, maka Pemda yang membelikan.Jika tarif saat ini sudah sesuai dengan unit cost, tidak masalah jika tidak dinaikkan. Namun pada umumnya yang terjadi adalah tarif jauh di bawah unit cost, termasuk tarif untuk pelayanan non subsidi (kelas VIP, Kelas I, dll). Jika ini terjadi, artinya pelayanan kelas non subsidi tersebut juga ikut menikmati subsidi dari pemerintah. Tentu saja ini kurang tepat karena mengakibatkan pemborosan anggaran daerah akibat terjadi salah alokasi subsidi. Apakah hal ini akan dibiarkan?12. Apa kontribusi BLUD pada Pemda?Jawab: Sudah jelas bahwa dengan menerapkan PPK BLUD, RSUD bisa menekan pemborosan, mengurangi miss-allocation, berhemat di segala aspek dan perlahan-lahan bisa mengurangi subsidi APBD bila kemampuan atau daya beli masyarakatnya meningkat. Itu adalah bentuk kontribusi nyata BLUD pada pemerintah daerah.Jika efisiensi anggaran bukan dianggap kontribusi, mungkin pemerintah daerah harus berpikir ulang mengenai keberadaan RSUD. Mungkin konsep RSUD tidak tepat, dan perlu diganti menjadi RS Swasta yang for profit, karena RSUD pada intinya adalah memberi pelayanan bukan mencari keuntungan.Atau jika Pemda menginginkan kontribusi RS berupa pemasukan, barangkali pelayanan subsidi (misalnya layanan rawat inap kelas III) ditutup saja. RS sebaiknya sediakan Kelas VIP dan Kelas I saja sehingga ada keuntungan yang bisa didapat oleh RS untuk disetorkan pada Pemda. Dalam hal ini fungsi RSUD sudah berubah, bukan lagi menjadi lembaga yang melayani seluruh lapisan masyarakat tetapi hanya melayani kalangan yang mampu membayar.BLUD adalah alat untuk membenahi pelayanan publik agar lebih efisien, dikelola secara transparan, menjadi lembaga yang akuntabel dan memberikan pelayanan yang efektif. BLUD bukan tujuan. Oleh karenanya, setelah ditetapkan sebagai BLUD masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk menjadi lembaga yang amanah.13. Apa bedanya laporan keuangan dengan proyeksi keuangan yang ada di RSB?Jawab: Laporan Keuangan sifatnya melaporkan masa lalu, aktivitas yang sudah terjadi dalam bentuk informasi keuangan.Proyeksi keuangan di RSB sifatnya memprediksi masa depan dari aspek posisi keuangan organisasi; ada surplus atau defisit, bagaimana perkiraan perkembangan operasional keuangan dan bagaimana posisi neraca dimasa mendatang.Jadi laporan keuangan dan RSB adalah dua dokumen yang berbeda/terpisah.Dalam RSB memang ada analisis internal mengenai keuangan, tapi sifatnya hanya informatif, bahwa posisi keuangan RS beberapa tahun terakhir adalah seperti yang tergambar disana. Karena hanya informatif, maka yang ditampilkan paling-paling adalah nilai akhir (berapa pendapatan per tahun dan berapa biayanya). Jadi bukan dalam bentuk laporan keuangan lengkap.Catatan:Konsep pendanaan ke depan bagi perangkat daerah yang bersifat quasi public goods adalah lembaga tersebut diberi kemudahan dalam pengelolaan keuangannya, khususnya yang berasal dari jasa layanan. Konsekuensi dari hal ini adalah pengurangan komposisi dana yang bersumber dari APBD, sehingga diharapkan RSUD dikemudian hari bisa mandiri (untuk pelayanan non subsidi).Anggaran yang berasal dari APBD yang selama ini dipergunakan untuk membiayai perangkat daerah tersebut dapat dialihkan untuk membiayai perangkat daerah yang bersifat public goods lainnya, misalnya untuk pembangunan sekolahan, menambah kesejahteraan guru (kaitannya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa), membangun jalan, irigasi (kaitannya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat) dan sebagainya. Ke depan APBD hanya fokus untuk digunakan pada pelayanan masyarakat yang bersifat public goods.Esensi dari BLUD adalah peningkatan pelayanan dan efisiensi anggaran. Dalam Permendagri No 61/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah disebutkan bahwa BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Makna dari definisi ini adalah sebagai berikut:(1) BLUD merupakan perangkat daerah, mempunyai makna bahwa BLUD asetnya merupakan aset daerah yang tidak dipisahkan;(2) Perangkat daerah yang dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD adalah SKPD (sebagai Pengguna Anggaran) atau Unit Kerja pada SKPD (sebagai Kuasa Pengguna Anggaran);(3) Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, mempunyai pengertian bahwa SKPD atau Unit Kerja tersebut memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan tidak semata-mata mencari keuntungan; dan(4) Kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, mempunyai arti bahwa BLUD dterapkan dalam rangka efisiensi anggaran dan peningkatan pelayanan pada masyarakat.Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa BLUD masuk dalam perangkat pemerintah daerah yang bersifat quasi public goods.Dalam Permendagri tersebut juga dinyatakan bahwa BLUD merupakan Pola Pengelolaan Keuangan yang diterapkan pada SKPD atau Unit Kerja dengan diberikan fleksibilitas, yaitu berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.Untuk BLUD dengan status penuh, diberikan seluruh fleksibilitas sebagaimana diatur dalam Permendagri tersebut. BLUD Bertahapdiberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan serta tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa.Dilain pihak, sampai saat ini masih ada keragu-raguan dari para pejabat di daerah tentang implementasi dari Permendagri No 61/2007 dimaksud, karena di dalam hirarki perundang-undangan Peraturan Menteri tidak termasuk di dalamnya. Sehingga sering muncul pertanyaan, masa Permendagri menabrak Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah?. Untuk itu, dapat kami jelaskan bahwa keberadaan Permendagri No 61/2007 tersebut ada karena amanat dari PP No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya Pasal 150, dimana disebutkan Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan