PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT … · PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT TERHADAP ......
Transcript of PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT … · PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT TERHADAP ......
PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT TERHADAP
PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. S DENGAN GAGAL JANTUNG
DI RUANG ASTER 5 RSUD Dr.MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
JAIZ SUGENG SANTOSO
NIM.P.13092
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016
i
PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 45 DERAJAT TERHADAP
PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. S DENGAN GAGAL JANTUNG
DI RUANG ASTER 5 RSUD Dr.MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
JAIZ SUGENG SANTOSO
NIM.P.13092
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yangbertandatangan di bawahini:
Nama : Jaiz Sugeng Santoso
NIM : P. 13092
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Sudut Posisi Tidur 45 Derajat Terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur Pada Asuhan
Keperawatan Ny. S Dengan Gagal Jantungdi
Ruang Aster 5 RSUD Dr.Moewardi Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 11 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
JAIZ SUGENG SANTOSO
P. 13092
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Sudut Posisi Tidur 45 Derajat Terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Gagal
Jantungdi Ruang Aster 5 RSUD Dr.Moewardi Surakarta”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaju ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan euntuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing
sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan
serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Ns. Joko Kismanto S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
v
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2016
Jaiz Sugeng Santoso
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
B. Tujuan Penulisan 4
C. Manfaat Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
7
1. Gagal jantung 7
2. Tidur 20
3. Posisi Semi fowler 45 derajat . 22
B. Kerangka teori
24
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset 25
B. Tempat dan waktu 25
C. Media dan alat yang digunakan 25
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset 26
E. Alat ukur evauasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset 27
BAB IV LAPORAN KASUS
vii
A. Identitas Klien
35
B. Pengkajian 35
C. Perumusan masalah keperawatan 41
D. Perencanaan 42
E. Implementasi 44
F. Evaluasi 47
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian 51
B. Perumusan masalah keperawatan 57
C. Perencanaan 63
D. Implementasi 66
E. evaluasi 67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 72
B. Saran 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Teori .............................................................. 24
2. Gambar 4.1 Genogram ...................................................................... 35
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Halaman Sampul
Lampiran 2 : Halaman Judul
Lampiran 3 : Pernyataan Tidak Plagiatisme
Lampiran 4 : Lembar Persetujuan
Lampiran 5 : Halaman Pengesahan
Lampiran 6 : Kata Pengantar
Lampiran 7 : Daftar Isi
Lampiran 8 : Daftar Gambar
Lampiran 9 : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 10 : Usulan Judul
Lampiran 11 : Lembar Audience Uji Sidang KTI
Lampiran 12 : Surat Pernyataan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung menimbulkan berbagai gejala klinis, yang paling
dirasakan adalah sesak nafas pada malam hari dan sering muncul tiba-tiba
yang menyebabkan pasien terbangun. Gagal jantung adalah sindrome klinis
yang ditandai dengan sesak nafas dan fisik (saat istirahat atau saat aktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan
ventrikel (disfungsi diastolik) dan kontraktilitas miokardial (disfungsi
sistolik) (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat
dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi
pagi keluarga penderita, masyarakat dan negara. Prevalensi penyakit jantung
koroner Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebanyak 0,5%.
Sementara itu, prevalensi penyakit gagal jantung di indonesia tahun 2013
berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,13 %.
Penyakit jantung merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70%
pasien terutama pada pasien usia lanjut, sedangkan pada usia muda, gagal
jantung akut diakibatkan oleh kardiometropi dilatasi, aritmia, penyakit
jantung kongenital atau kelainan katup dan miokarditis. Prevalensi penderita
2
gagal jantung meningkat dari 2% dari 65 tahun dan mencapai 80% pada usia
lebih 80 tahun.
Gagal jantung menimbulkan berbagai gejala klinis yang dirasakan
pasien beberapa diantaranya dispnea, ortopnea, dan gejala yang paling sering
dijumpai adalah Paroxysmal Noctumal Dypnea (PND) atau sesak napas pada
malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan penderita
terbangun. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal jantung
tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu
kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat
seperti adanya nyeri dada pada aktivitas, dypnea pada istirahat atau aktivitas,
letargi dan gangguan tidur (Perry & Potter 2005).
Penanganan gagal jantung memerlukan tindakan yang tepat agar tidak
memperburuk keadaan jantung dari penderita. Istirahat serta rehabilitasi, pola
diet, kontrol asupan garam, air monitor berat badan adalah cara yang praktis
untuk menghambat progesitas dari penyakit ini. Melihat besarnya angka
moralitas dan morbiditas yang terjadi, banyak kemajuan telah dibuat untuk
memudahkan diagnosis, penatalaksanaan, dan terapi dalam mengatasi
penyakit kardiovaskuler (Hudak & Gallo, 2010). Kegiatan yang perlu
ditekankan adalah pendidikan kesehatan dan deteksi sedini mungkin,
pengenalan awitan gejala, serta pengendalian faktor risiko, bukan hanya
sekedar pengobatan yang merupakan akibat klinis dari penyakit yang sudah
terjadi (Price dan Wilson, 2010).
3
Identifikasi dan penanganan gangguan tidur pasien adalah tujuan
penting bagi perawat. Perawat harus memahami sifat alamiah dari tidur,
faktor yang mempengaruhi dan kebiasaan tidur pasien untuk membantu
pasien mendapatkan kebutuhan tidur dan istirahat. Tanpa istirahat dan tidur
yang cukup, berkonsentrasi, membuat keputusan dan berpartisipasi dalam
aktivitas harian atau keperawatan akan menurun dan meningkatkan iritabilitas
meningkat. Disamping itu jika seseorang memperoleh tidur yang cukup,
mereka merasa tenaganya telah pulih. Kualitas tidur yang buruk pada pasien
jantung dapat disebabkan oleh dysnea, disritmia dan batuk (Rahayu , 2009).
Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada
pasien dengan gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi
tidur yang disukai karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan yang
tepat dapat mengatasi gangguan tidur jangka pendek dan panjang (Wilkinson,
2007).
Mengatur pasien dalam posisi tidur dengan sudut 45 derajat akan
membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspensi paru-
paru maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan perubahan membran alveolus. Sudut posisi tidur 45 derajat lebih
menghasilkan kualitas tidur yang lebih (Melanie, 2014).
Di ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi semua perawat sudah
mengetahui fungsi posisi semi fowler akan tetapi ada beberapa yang belum
mengerti sepenuhnya tujuan posisi semi fowler 45 derajat pada pasien gagal
jantung. Pada pasien Ny. S dengan gagal jantung saat dikaji penulis pasien
4
dengan posisi 30 derajat dan mengalami sesak nafas maka dari itu penulis
mengangkat judul karya tulis ilmiah tentang pengaturan sudut posisi tidur 45
derajat dengan harapan untuk mengaplikasikan penelitian Ritha Melanie
tentang pengaturan sudut posisi tidur 45 derajat untuk memperbaiki kualitas
tidur pasien gagal jantung, sehingga ilmu yang diperoleh penulis dari hasil
penelitian tersebut dapat disebarluaskan di RSUD Dr. Moewardi khususnya
dibangsal Aster 5.
Berdasarkan latar belakang dan beberapa informasi di atas penulis
tertarik menerapkan Jurnal keperawatan pengaruh posisi tidur terhadap
kualitas tidur dan tanda vital pada pasien gagal jantung.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pemberian posisi tidur 45 derajat terhadap kualitas
tidur pada pasien gagal jantung.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.S dengan gagal
jantung.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan
gagal jantung.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.S
gagal jantung.
5
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.S dengan gagal
jantung.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.S dengan gagal jantung.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian posisi tidur 45 derajat
pada Ny.S dengan gagal jantung.
C. Manfaat penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan khususnya bagi pasien dengan gagal
jantung dengan memberikan posisi tidur 45 derajat untuk kualitas tidur dan
penurunan tanda vital.
2. Bagi Institusi Akademik
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan penungkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
3. Bagi Perawat
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada
klien penderita dengan gangguan tidur pada pasien gagal jantung.
b. Melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan,
khususnya pada pasien dengan gagal jantung dengan memberikan
sudut posisi tidur 45 derajat.
6
4. Bagi Penulis
a) Dapat melakukan asuhan keperawatan penyakit gagal
jantung dengan menerapakan tindakan nonfarmakologi
pemberian sudut tidur 45 derajat secara langsung dan
optimal pada praktik klinik keperawatan, dan diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan dalam menambah
pengetahuan dan memperoleh pengalamanya khususnya
tangan dan gunakan sarung tangan jika diperlukan.
b) Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala
dinaikkan.
c) Naikkan kepala tempat tidur 45 derajat – 90 derajat sesuai
kebutuhan.
d) Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva
lumbal, jika ada celah disana.
e) Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien.
f) Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai
tumit.
Pastikan tidak terdapat dibidang keperawatan kritis.
5. Bagi Pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara
perawatan pasien dengan gagal jantung dengan memberikan sudut posisi
tidur 45 derajat untuk kualiatas tidur dan penurunan tanda vital.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Gagal Jantung
a. Pengertian
Gagal jantung adalah sindrome klinis yang ditandai dengan
sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat
disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan ventrikel (disfungsi diastolik) dan kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru, dkk 2009). Gagal jantung
merupakan kondisi yang terjadi ketika jantung tidak dapat berespon
secara adekuat terhadap stress untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh. Pada kondisi ini jantung gagal untuk melakukan tugasnya
sebagai pompa dan akibatnya gagal jantung (aspiani, 2015).
Gagal jantung adalah gagal jantung (decompensatio cordis) atau
dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat
atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik
khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan
lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
8
b. Klasifikasi
1) Gagal jantung akut
Timbulnya secara mendadak, biasanya selama beberapa
hari atau beberapa jam.
2) Gagal jantung kronik
Perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun dan menggambarkan keterbatasan kehidupan
sehari-hari (Morton, 2012)
Pada gagal jantung kongesif terjadi manifestasi gabungan
gagal jantung kiri dan kanan. New York Asociation (NYHA)
membagi klasifikasi menjadi 4 kelas yaitu:
a) Bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik
yang berat.
b) Bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang
sedang.
c) Bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang
ringan.
d) Bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang
sangat ringan dan pada waktu istirahat
(Purwaningtyas, 2007).
9
c. Etiologi
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal
jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau
dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup
mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah
tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi
kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup
pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD,
PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Chandrasoma,
2006).
d. Manifestasi Klinis
1) Gagal jantung kiri
Keluhan berupa perasaan badan lemah, cepat lelah, berdebar-
debar, sesak napas, batuk, anoreksia, dabn keringat dingin, fungsi
ginjal menurun. Tanda dan gejala kegagalan ventrikel kiri:
a) Kongesti vaskuler pulmonal
b) Dispneu, nyeri dada dan syock
c) Ortopnea
d) Batuk iritasi
e) Penurunan curah jantung
f) Disritmia
10
g) Peningkatan berat badan
2) Gagal jantung kanan
Edema, anoreksia, mual, asites, sakit daerah perut. Tanda dan
gejala ventrikel kanan:
1) Curah jantung rendah
2) Distensi vena jugularis
3) Edema
4) Disritmia
5) Hipersonor pada perkusi
6) Imobilisasi diafragma rendah
7) Peningkatan diameter pada antero posterial
(Aspiani, 2010)
e. Patofisiologis
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban
hemodinamik berlebih diberikan kepada ventrikel normal,jantung akan
menggandakan sejumlah mekanisme adaptasi atau mempertahankan
curah jantung atau tekanan darah (Davey, 2006).
11
f. Koplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit gagal jantung antara lain:
1) Asitas
2) Hepatomegali
3) Edema paru
4) Hidrotoraks
(Aspiani, 2010)
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung bertujuan untuk menurunkan
kerja jantung, meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard,
dan menurunkan retensi garam dan air. Penatalaksanaan meliputi:
1) Tirah baring
Untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan
2) Pemberian diuretik
Akan menurunkan preload dan kerja jantung
3) Pemberian morfin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer,
menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung , menghilangkan
ansietas karena dispneu berat.
4) Reduksi volume darah sirkulasi
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat
pada pasien pada edema pulmonal akut.
12
5) Terapi nitrit
Untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload
6) Terapi digitalis
Obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas, memperlambat
frekuensi ventrikel, peningkatan efisiensi jantung.
(Aspiani, 2010)
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya yaitu:
1) Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada pemeriksaan khusus yang dapat menegakkan diagnosa
gagal jantung. Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mengetahui sejauh mana gagal jantung telah menggangu sistem
organ lain.
2) Radiologi
a) Bayangan hulu paru yang tebal dan melebar, kepadatan
makin kepinggir berkurang
b) Lapang paru bercak-bercak karena edema paru
c) Distensi vena paru
d) Hidrotorak
e) Pembesaran jantung
13
3) EKG
Dapat ditentukan kelainan primer jantung dan tanda –tanda faktor
pencetus akut.
4) Ekokardiografi
Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi
penyebab gagal jantung.
5) Katerisasi jantung
Pada gagal jantung kiri didapatkan 10 mmhg atau pulmonary
arterial wedge pressure >12 mmhg dalam keadaan istirahat.
(Aspiani, 2010)
2. Asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan
(Dermawan, 2012).
Pengkajian yang didapat pada pasien gagal jantung yaitu:
1) Riwayat
a) Kondisi menurunnya kontraktilitas miokard
b) Meningkatnya beban miokard
14
2) Keluhan
a) Sesak saat bernafas
b) Lelah
c) Pusing
d) Nyeri dada
e) Bengkak pada kaki
f) Nafsu makan menurun
g) Urine menurun
h) Distensi abdomen
(Aspiani, 2010)
3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai
respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah
kesehatan/ proses kehidupan yang aktual/potensial yang
merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat
(Dermawan, 2012: 58).
Berdasarkan teori Abraham Maslow kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan fisiologis (Physiologic Needs) memiliki
prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow. Umumnya, seseorang
yang memiliki kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu
memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan yang
15
lain. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi
manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam
kebutuhan, yaitu: kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,
kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan
eliminasi urin dan alvi, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan
aktivitas, kebutuhan kesehatan temperature tubuh, kebutuhan
seksual. Untuk kebutuhan seksual tidak diperlukan untuk menjaga
kelangsungan hidup seseorang, tetapi penting untuk
mempertahankan kelangsungan umat manusia (Mubarak dan
Chayatin, 2008: 1-3).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit gagal
jantung antara lain:
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak-
mampuan jantung memompa sejumlah darah untuk
mencukupi kebutuhan jaringan tubuh.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus ditandai dengan sesak nafas.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dan
perubahan tanda-tanda vital.
d) Cemas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman
terhadap konsep diri, perubahan dalam status kesehatan.
16
4) Intervensi
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang
akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang
melakukan dari semua tindakan keperawatan
(Dermawan, 2012: 84).
Dari beberapa diagnose keperawatan yang muncul pada
pasien dengan gagal jantung intervensi yang akan diberikan yaitu:
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakmampuan jantung memompa sejumlah darah untuk
mencukupi kebutuhan jaringan tubuh.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
klien menunjukkan curah jantung yang adekuat dengan kriteria
hasil:
1) Tekanan darah dalam rentang normal
2) Toleransi terhadap aktivitas
3) Nadi perifer kuat
4) Ukuran jantung normal
5) Tidak ada distensi vena jugularis
6) Tidak ada disritmia
7) Tidak ada bunyi jantung abnormal
8) Tidak ada angina
17
9) Tidak ada edema perifer
10) Tidak ada edema paru
11) Tidak ada diaporesis
12) Tidak ada mual
13) Tidak ada kelelahan
Intervensi:
1) Evaluasi adanya nyeri dada
2) Lakukan penilaian secara komprehensif
3) Dokumentasi adanya disritmia jantung
4) Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
5) Observasi tanda-tanda vital
6) Observasi status kardiovaskuler
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus ditandai dengan sesak nafas
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
menunjukan pertukaran gas adekuat dengan kriteria:
1) Status mental dalam rentang normal
2) Klien bernafas dengan mudah
3) Tidak ada dispneu
4) Tidak ada kegelisahan
5) Tidak ada sianosis
6) Tidak ada samnolen
18
Intervensi:
1) Atur posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan
3) Anjurkan klien untuk bernafas pelan dan dalam
4) Auskultasi bunyi nafas
5) Kelola pemberian bronkodilator sesuai kebutuhan
6) Atur poisi klien untuk mengurangi dispneu
7) Observasi status respirasi dan oksigen sesuai kebutuhan
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan pemakaian oksigen
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam klien dapat menunjukan toleransi terhadap aktivitas dengan
kriteria:
1) Klien dapat menunjukan aktivitas yang sesuai dengan
peningkatan nadi, tekanan darah dan frekuensi nafas,
mempertahankan irama nafas dalam batas normal
2) Mempertahankan warna dan kehangatan kulit dengan
aktivitas
3) EKG dalam batas normal
4) Melaporkan peningkatan aktivitas harian
Intervensi:
1) Dorong klien untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan
daya tahan tubuh
19
2) Bantu klien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
3) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
d) Cemas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman
terhadap konsep diri, perubahan dalam status kesehatan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
Klien mampu mengontrol cemas dengan kriteria hasil
1) Observasi intensitas cemas
2) Menurunkan stimulus lingkungan ketika cemas
3) Tenang
Intervensi:
1) Tenangkan pasien
2) Berusaha memahami keadaan pasien
3) Berikan informasi tentang diagnosa dan tindakan
4) Kaji tentang kecemasan
5) Dengarkan dengan penuh perhatian
6) Ciptakan hubungan saling percaya
20
3. Tidur
a. Definisi
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar pada suatu individu yang
melakukannya dimana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan mengalami penurunan atau bahkan tidak ada sama sekali
dan individu tersebut dapat dibangunkan kembali dengan indra atau
rangsangan yang memadai (Riyadi dan Widuri 2015).
Tidur merupakan salah satu aktivitas dalam keseharian setelah
lelah dan beraktivitas seharian, secara otomatis tubuh akan memberi
sinyal untuk tidur (Rasmin, 2009).
Tidur dibagi menjadi 2 yaitu tidur REM dan tidur NREM. Tidur
REM adalah tidur paradoksil atau tidur dalam kondisi aktif yang
bersifat nyenyak sekali, namun gerakan kedua bola mata bersifat
sangat aktif. Tidur jenis ini ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor,
tekanan darah bertambah, gerakan kedua bola mata cepat, sekresi
lambung meningkat, pada laki-laki mengalami ereksi penis, gerakan
otot tidak ateratur, kecepatan jantung dan metabolisme meningkat.
Individu yang mengalami kehilangan jenis tidur ini akan mengalami
gejala seperti cenderung hiperaktif, bingung, curiga, nafsu makan
bertambah, dan kurang mampu mengendalikan diri dan emosinya.
Tidur NREM adalah tidur yang nyaman dan dalam, gelombang
otak lebih lambat dibandingakan dengan orang yang tidak tidur
(sadar). Individu yang dalam tidur jenis ini tanda-tandanya adalah
21
mimpi berkurang, gerakan bola mata lambat, tekanan darah dan
pernafasan menurun, individu yang kehilanagan tidur NREM akan
mengalami gejala-gejala: menarik diri, apatis, respon menurun,
merasa tidak enak badan, ekspresi wajah kuyu, malas berbicara, dan
kantuk yang berlebihan (Riyadi dan Widuri, 2015).
b. Kualitas Tidur
Poin-poin penilaian karakteristik kualitas tidur yang baik, buruk,
dan sangat buruk. Maka dapat disimpulkan bahwa kualitas tidur
adalah tingkatan baik buruknya kondisi saat manusia mengalami
penurunan kesadaran yang mudah dibangunkan (Sulistyowati, 2015).
Tidur memang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk
jaringan otak dan fungsi organ-organ tubuh manusia karena dapat
memenuhi tenaga (Aman, 2005).
Menurut Rafknowledge 2004 dalam Wulandari 2012 aktor yang
mempengaruhi tidur diantaranya yaitu penyakit fisik, obat-obatan,
lingkungan gaya hidup, keadaan stress, jadwal kerja atau shift.
Individu dengan penyakit fisik tertentu mempengaruhi kemampuan
untuk tertidur. Penyakit arthritis menyebabkan nyeri atau
ketidaknyamanan sehingga akan menyulitkan individu untuk tertidur
atau membuat kesulitan bernafas sehingga dapat membuat individu
terbangun.
22
Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi kuesioner Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI). PSQI sendiri ialah suatu metode penilaian
yang berbentuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas
tidur dan gangguan tidur orang dewasa dalam interval satu bulan.
Pada kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan alat
untuk mengukur kualitas tidur yang didalamnya terdapat 10
pertanyaan yang ditujukan bagi pasien, dari 10 pertanyaan tersebut
dapat diketahui 7 komponen yaitu kualitas tidur subyektif, latensi
tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat
tidur serta disfungsi pada siang hari (Safitrie dan Ardani. 2013: 18-
19). Nilai dari 7 komponen PSQI kemudian dijumlahkan sehingga
akan didapatkan nilai antara 0-21, apabila nilai> 5 mengindikasikan
kualitas tidur buruk, sedangkan nilai<5 mengindikasikan kualitas tidur
baik (Melanie, 2012: 74).
4. Posisi Semi Fowler 45 Derajat
1) Pengertian
Posisi semi fowler merupakan posisi tempat tidur dengan
menaikkan kepala dan dada setinggi 45 derajat – 90 derajat tanpa
fleksi lutut. Posisi ini untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernafasan pasien (Uliyah dan Hidayat, 2008 :
74). Posisi sudut 45 derajat adalah merupakan posisi yang bertujuan
untuk meningkatkan curah jantung dan ventrikel serta mempermudah
23
eliminasi vekal dan berkemih, dalam posisi ini tempat tidur
ditinggikan 45 derajat dan lutut klien sedikit ditinggikan agar tidak
ada hambatan sirkulasi pada ekstremitas. (Perry, 2005:78).
2) Tujuan
a) Membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan dan
kardiovaskuler.
b) Melakukan aktivitas tertentu
3) Persiapan Alat
a) Tempat tidur
b) Bantal kecil
c) Gulungan handuk
d) Footboard ( bantalan kaki )
e) Sarung bantal ( jika diperlukan )
4) Prosedur Pelaksanaan
g) Cuci
h) tekanan pada area popliteal dan lutut dalam keadaan fleksi.
i) Letakkan gulungan handuk disamping paha.
j) Topang telapak kaki klien dengan menggunakan bantal kaki.
k) Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, jika
klien memiliki kelemahan pada kedua tangan tersebut.
l) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
m) Dokumentasi tindakan.
n) Berpamitan (Kusyati, dkk, 2006)
24
B. KerangkaTeori
(Melanie, 2012)
Gambar 2.1 kerangka Teori
Etiologi
Jantung iskemik,
kardiomiopati, hipertensif,
miokarditis,anemia
Tirah baring
Pemberian diuretic,
pemberianmorfin
Terapi nitrit
Kualitas tidur
meningkat
Posisi semi fowler
450
Kualitas tidur menurun
Gagal jantung
25
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Subyek dari aplikasi riset ini adalah pasien Gagal Jantung yang
mempengaruhi kualitas tidur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat Aplikasi Riset
Aplikasi riset ini dilakukan di ruangan Aster 5 RSUD Dr. Moewardi.
2. Waktu Aplikasi Riset
Prosedur waktu yang diberikan selama 2 minggu, mulai tanggal 4
sampai 16 januari 2016. Dimana pemberian terapi posisi semi fowler 45
derajat diberikan setiap hari sebelum pasien tidur. Pemberian terapi semi
fowler 45 derajat diberikan selama 3 hari. Hari pertama diberikan posisi
semi fowler 45 derajat kemudian hasilnya dicatat apakah kualitas tidur
membaik atau tidak.
C. Media dan Alat yang digunakan
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan :
1. Media : Kuesioner PSQI dan observasi
2. Alat : Bantal, handscoon
26
D. Prosedur Tindakan
Prosedur tindakan yang sudah dilakukan pada aplikasi riset tentang
pemberian sudut posisi tidur 45 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien
Gagal jantung.
Prosedur pemberian sudut posisi tidur ( semi fowler) :
1. Mengukur kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI sebelum
diberikan posisi semi fowler.
2. Pemberian posisi semi fowler :
a. Fase orientasi
1) Mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan dan langkah prosedur
b. Fase kerja
1) Mencuci tangan
2) Menjaga privasi pasien
3) Perawat membantu klien dalam posisi fowler
4) Menyusun bantal (2-4 bantal) di belakang punggung klien
5) Membiarkan kepala menyandar pada bantal dengan nyaman
6) Meletakkan bantal pada kedua lengan bawah
7) Meletakkan bantal di telapak kaki untuk mempertahankan kaki
pada posisinya
8) Mencuci tangan
27
c. Fase terminasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3) Berpamitan
3. Mengukur kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI setelah
diberikan posisi semi fowler
E. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset
Alat ukur evaluasi dari tindakan berdasarkan riset yaitu menilai dari
bentuk format kuisioner PSQI (Choirul, 2013) adalah
PERTANYAAN UNTUK PASIEN
1. Kapan anda biasanya pergi tidur dimalam hari?
Jawab :
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur? (dalam menit)
Jawab :
3. Kapan anda biasanya bangun?
Jawab :
4. Berapa lama waktu tidur dalam semalam? (dalam jam)
Jawab :
5. Masalah yang membuat tidur terganggu adalah...
Masalah
Tidak Ada
Dalam
Sebulan Ini
1x Dalam
Minggu
1x Atau
2x Dalam
Seminggu
3x Atau Lebih
Dalam
Seminggu
a. Tidak dapat tertidur
lebih dari 30 menit
b. Bangun ditengah
28
malam
c. Harus bangun untuk
ke kamar mandi
d. Terjadi gangguan
pernafasan
e. Batuk
f. Terlalu dingin
g. Terlalu panas
h. Mengalami mimpi
buruk
i. Mengalami nyeri
j. Lain-lain
Jumlah
6. Bagaimana tentang kualitas tidur anda beberapa bulan terakhir?
Sangat bagus Agak bagus Agak buruk Sangat
buruk
7. Apakah mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi tidur?
Tidak 1x Seminggu 1x Atau 2x Seminggu 3x Atau Lebih Dalam
Seminggu
8. Apakah anda mengalami masalah (Kantuk) saat mengemudi,
sarapan, bekerja atau melakukan pekerjaan sehari-hari?
Tidak
pernah
1x Seminggu 1x Atau 2x
Seminggu
3x Atau lebih
Dalam Seminggu
9. Adakah masalah yang anda pikirkan dan harus diselesaikan?
Semua Tidak Ada
Masalah
Hanya Ada
Masalah Kecil
Ada Beberapa
Masalah
Ada Masalah
Besar
29
10. Siapa orang yang membantu memecahkan masalah?
Tidak Ada Saudara Yang
Berbeda Rumah
Saudara
Serumah
Istri Atau
Suami
PENILAIAN BAGI PENULIS
KOMPONEN 1 : Kualitas Tidur Subyektif
1. Untuk pertanyaan no 6
RESPON NILAI
Sangat bagus 0
Agak bagus 1
Agak buruk 2
Sangat buruk 3
Komponen satu nilainya:
KOMPONEN 2 : Latensi Tidur
1. Untuk pertanyaan no 2
WAKTU NILAI
≤ 15 menit 0
16-30 menit 1
31-60 Enit 2
>60 menit 3
NILAI pada pasien
2. Untuk pertanyaan no 5a
WAKTU NILAI
Tidak ada dalam sebulan ini 0
1x dalam seminggu 1
1x atau 2x dalam seminggu 2
3x atau lebih dalam seminggu 3
NILAI pada pasien
30
3. Jumlah antara no 1 dan 2
4. Jumlah dari 2 pertanyaan
JUMLAH NILAI NILAI
KOMPONE
N
0 0
1-2 1
3-4 2
5-6 3
Nilai pada pasien
Komponen 2 nilainya:
KOMPONEN 3 : Waktu Tidur
1. Untuk pertanyaan no 4
WAKTU NILAI
>7 jam 0
6-7 jam 1
<5 jam 3
NILAI pada pasien
Komponen 3 nilainya:
KOMPONEN 4 : Efisiensi Tidur
1. Jam tidur malam (pertanyaan 4) :
2. Tambahkan jawaban dari pertanyaan no 3 dan 1
....+....=
3. Hitung no 1 dan 2
Rumus: (no 1: no 2)x 100= %
( : )x = %
31
4. Hasil dalam nilai
Efisiensi Tidur NILAI
>85% 0
75-84% 1
65-74% 2
<65% 3
NILAI pada pasien
Komponen 4 nilainya:
KOMPONEN 5 : Gangguan Tidur
1. Untuk pertanyaan no 5
WAKTU NILAI
Tidak ada dalam sebulan ini 0
1x dalam seminggu 1
1x atau 2x dalam seminggu 2
3x atau lebih dalam seminggu 3
Pertanyaan 5b =
Pertanyaan 5c =
Pertanyaan 5d =
Pertanyaan 5e =
Pertanyaan 5f =
Pertanyaan 5g =
Pertanyaan 5h =
Pertanyaan 5i =
Pertanyaan 5j =
2. Jumlah dari pertanyaan 5b-5j=
32
3. Jumlah dalam nilai
JUMLAH NILAI
0 0
1-9 1
10-18 2
19-27 3
Komponen 5 nilainya:
KOMPONEN 6 : Penggunaan Obat Tidur
1. Untuk pertanyaan no 7
WAKTU NILAI
Tidak ada dalam sebulan ini 0
1x dalam seminggu 1
1x atau 2x dalam seminggu 2
3x atau lebih dalam seminggu 3
NILAI pada pasien
Komponen 6 nilainya:
KOMPONEN 7 : Disfungsi pada siang hari
1. Untuk pertanyaan no 8
RESPON NILAI
Tidak pernah 0
1x dalam seminggu 1
1x atau 2x dalam seminggu 2
3x atau lebih dalam seminggu 3
NILAI pada pasien
2. Untuk pertanyaan no 9
RESPON NILAI
Semua tidak ada masalah 0
Hanya ada masalah kecil 1
Ada beberapa masalah 2
33
Ada masalah besar 3
NILAI pada pasien
3. Tambahkan no 1 dan 2
....+....=
4. Jumlah dalam nilai
JUMLAH NILAI
0 0
1-2 1
3-4 2
5-6 3
Komponen 7 nilainya:
JUMLAH NILAI SELURUH KOMPONEN ADALAH...
JUMLAH NILAI
SELURUH KOMPONEN
KUALITAS TIDUR
<5 Baik
>5 Buruk
Maka dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai kualitas tidur
yang BAIK/BURUK.
34
BAB IV
LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan laporan kasus tentang Asuhan Keperawatan pada
Ny.S dengan CHF (gagal jantung) di Ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, pengelolaan asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 10 januari
2016. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, kemudian menegakkan
diagnosa keperawatan, membuat intervensi keperawatan, memberikan tindakan
atau implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi dari tindakan yang
sudah dilakukan.
A. Identitas Pasien
Pasien merupakan seorang perempuan yang berinisial Ny.S, berusia 54
tahun, beragama islam, berpendidikan SD dan bertempat tinggal di
Tambakkromo Ngawi, dengan diagnosa medis CHF NYHA III, pasien masuk
sakit pada tanggal 8 januari 2016 pukul 14.00 WIB. Selama di rumah sakit
yang bertanggung jawab atas nama Tn.I berusia 36 tahun, berpendidikan
sarjana, pekerjaan pedagang bertempat tinggal di Tambakkromo Ngawi Jawa
Timur, hubungan dengan pasien adalah anak.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 januari 2016 pukul 13.00 WiB
dengan metode pengkajian autoanamnesa dan alloanamnesa. Keluhan utama
pasien mengatakan sesak nafas. Riwayat penyakit sekarang pasien
mengatakan sesaak nafas kurang lebih sudah 3 hari. Pasien kemudian dibawa
35
keluarga ke rumah sakit Dr.Moewardi. Pasien diperiksa dan dibawa ke
bangsal tulip kemudian dipindah lagi kebangsal aster 5. Di bangsal aster 5
pasien mengatakan sesak nafas didada, kemudian dilakukan pemeriksaan
tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 94x/menit, suhu 36,5 c, respirasi
28x/menit, pasien mengeluh sesak nafas saat beraktivitas dan saat tidur.
Riwayat penyakit dahulu pasien sebelumnya sudah pernah dirawat
dirumah sakit karena penyakit jantung. Pasien mengatakan mempunyai
penyakit riwayat jantung dari kakaknya yang sudah meninggal. Pasien
mengatakan tidak punya riwayat alergi obat-obatan dan makanan. Riwayat
kesehatan lingkungan, merupakan lingkungan yang bersih, bebas dari polusi
udara dan air bersih cukup
Riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan seorang ibu rumah tangga
dan kakaknya mempunyai riwayat penyakit jantung dan sudah meninggal.
Adapun gambar genogram sebagai berikut:
Keterangan
: Laki - laki
: Perempuan
: Laki - laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Pasien
36
Pengkajian pola kesehatan fungsional, pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan pasien mengatakan bahwa sehat itu penting dan berharga, pasien
mengatakan ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang. Pola nutrisi dan
metabolik, pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari, habis 1 porsi
makan dengan nasi sayur dan lauk, minum 7-8 gelas dan tidak ada keluhan.
Selama sakit pasien mengatakan makan 3x sehari dengan bubur, sayur, lauk.
Pasien mengatakan nafsu makan berkurang dan minum air putih hanya
sebotol aqua gelas kecil.
Pola eliminasi, pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1 kali sehari
dengan konsistensi lunak berbau khas dan berwarna kuning, BAK 4-5 kali
sehari perhari berwarna kuning dan berbahu khas. Selama sakit pasien
terpasang kateter dan hanya sedikit BAK pasien. Balance cairan yaitu input –
output. Makanan yang masuk 100, minum 750 cc , infus 650cc, obat 30 cc
jumlah input 1530, sedangkan output dari BAB 100cc, BAK 400 cc, IwL
15X55=825 jumlah output 1325. Jadi balance cairan yaitu 1530-1320=205
Pola aktivitas dan latihan, pola aktivitas dan latihan sebelum sakit pasien
mengatakan semua aktivitas bisa mandiri. Selama sakit semua aktivitas mulai
dari makan, minum dan lain-lain dibantu alat dan keluarga.
Pola istirahat tidur, pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur
nyenyak rata-rata 6-8 jam. Selama sakit pasien sering terbangun karena sesak
nafas, tidur hanya 3-4 jam.
Pola kognitif perseptual, pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidak
ada gangguan penglihatan, pendengaran maupun alat indra lainnya. Pola
37
persepsi konsep diri , sebelum pasien mengatakan sebagai ibu rumah tangga ,
pasien mengatakan dalam keadaan baik dan percaya diri dengan keadaannya
dan selalu bersyukur dengan keadaannya. Selama sakit pasien mengatakan
susah untuk beraktivitas sebagai ibu rumah tangga seperti biasanya, pasien
merasa cemas dan gelisah dengan keadaannya sekarang.
Pola hubungan peran, sebelum sakit pasien mengatakan hubungan peran
dengan keluarga sangat baik. Pola seksualitas reproduksi, pasien mengatakan
sudah menikah, mempunyai 2 anak dan sudah menapouse. Pola mekanisme
koping, pasien mengatakan jika ada masalah akan didiskusikan dengan
keluarganya. Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit pasien mengatakan
beragama islam dan melakukan sholat 5 waktu. Selama sakit pasien
mengatakan jarang beribadah akan tetapi pasien selalu berdoa agar cepat
sembuh.
Pemeriksaan fisik dari kesadaran pasien composmentis. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai berikut, tekanan darah 100/80mmHg,
frekuensi nadi 94x/menit, irama teratur dan kuat, respirasi 28x permenit irama
tidak teratur dan suhu tubuh 36,5 c. Bentuk kepala mesosepal, kulit kepala
bersih tidak ada ketombe, rambut lurus bersih dan berwarna hitam.
Pemeriksaan fisik mata palbera tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera
ikterik, pupil isokor, reflek terhadap cahaya normal, tidak menggunakan alat
bantu penglihatan. Hidung bersih, tidak ada pholip, pemeriksaan mulut bibir
tidak kering, gigi bersih, pemeriksaan telinga bentuk simetris, simetris.
Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran tyroid.
38
Pemeriksaan dada paru-paru saat diinspeksi didapatkan hasil tidak ada
jejas, bentuk simetris, palpasi vocal premitus kanan kiri sama, ekspensi paru
kanan kiri sama, perkusi tidak ditemukan penumpukan cairan, auskultasi
tidak ada suara bunyi tambahan. Pemeriksaan dada jantung saat diinspeksi
ictus cordis tampak, palpasi ictus cordis teraba kuat di ics v, perkusi batas
jatung melebar ke kardiolateral, auskultasi reguler bj I-II. Pemeriksaan
abdomen saat diinspeksi tidak ada luka dan jejas, bentuk buncit, auskultasi
12x permenit, perkusi kuadran I redup, kuadran II, III hipertimpani, kuadran
IV timpani, palpasi ada nyeri tekan di kuadran.
Pemeriksaan genetalia terpasang kateter, kebersihan terjaga, rektum
tidak ada haemoroid. Eksremitas atas kekuatan otot kanan kiri 3/3, ROM
kanan kiri normal, kedua tangan edema, capilary refile reflek kembali kurang
dari 2 detik, tidak terjadi perubahan bentuk tulang, perubahan akral hangat.
Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan kiri 3/3, capilary refile reflek kembali
kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, akral hangat.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 11 januari 2016 didapatkan hasil
haemoglobin 11,8 g/dL (normalnya 12,0-15,6), hematokrit 38 %( normalnya
23-4 normalnya 5), trombosit 178 ribu/uL (normalnya 150-450), leukosit 12,0
uL (normalnya 4,5-11,0), eritrosit 3,74juta/uL (normalnya410-550), GDS 97
mg/dl (normalnya 60-140), SGOT 26u/L (normalnya <31), SGPT 10 u/L
(normalnya <34), albumin 2,9 g/dl (normalnya 3,5-5,2), creatine 1,4 mg/dl
(normalnya 0,6-11), ureum 89 mg/dl (normalnya <50), natrium 133 m mol/L
39
(normalnya 136-145), kalium 4,0 m mol/L (normalnya 3,3-5,1), klorida 103
m mol/L (normalnya 98-106).
Hasil echocardiografi dimensi LV dalam batas normal, ivs dan pw
menebal, fungsi sistoloik Lv normal EF 68%, fungsi diastolik baik, dimensi
LA, dimensi RA dan RV dalam batas normal, kontraktilitas RV baik tapse 1,7
cm, katup-katup jantung aorta AS severe dengan AVA y pian 0,5 cm,PHT 0,3
cm, AR mild dengan PHT 774 msec, mitral MR mild dengan PG 68,51
mmHg, Trikuspid TR mild dengan PG 34,33 mmhg, pulmonal dalam batas
normal. Hasil perekaman EKG sinus rytme, HR 55x permenit terdapat sf
elevasi dilead.
Therapy obat kidmin 16 tpm, furosemid 40 mg/8jam, ceftriaxon 29 gr/24
jam, keterolac 30 mg/ 12 jam, amino fluid 1 fn/12 jam, ramifil 5 mg, B
komplek 3x1,curcuma 3x1, spinolacton 100 mg, ranitin 50 mg.
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian diperoleh data antara
lain data subyektif pasien mengatakan sesak nafas, sesak nafas bertambah
saat berbaring. Data objektif pasien terlihat terengah-engah, TD 100/80
mmHg, nadi 84x permenit, suhu 36,6 c, respirasi 28x permenit, ivs dan pw
menebal, fungsi sistoloik Lv normal EF 68%, fungsi diastolik baik, Hasil
perekaman EKG sinus rytme, HR 55x permenit terdapat sf elevasi dilead.
Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan afterload (dispnea).
40
C. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian diperoleh data antara
lain data subyektif pasien mengatakan badannya bekak kurang lebih 3 bulan
yang lalu, pasien mengatakan perut terasa penuh. Datan obyektif bengkak
pada bagian wajah, perut dan kaki,TD 100/80 mmHg, RR 28x/menit,
hematokrit 38%, ureum 89 mg/dl, creatine 1,4 mg/dl. Balance cairan yaitu
input – output. Makanan yang masuk 100, minum 750 cc, infus 650cc, obat
30 cc jumlah input 1530, sedangkan output dari BAB 100cc, BAK 400 cc,
IwL 15X55=825 jumlah output 1325. Jadi balance cairan yaitu 1530-
1320=205. Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu kelebihan volume
cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian diperoleh data antara
lain data subyektif pasien mengatakan tidak bisa tidur pada malam hari
karena sesak nafas dan sering terbangun. Data obyektif pasien terlihat lesu,
sering menguap, mata sembab, respirasi 28x permenit. Diagnosa keperawatan
yang diambil yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan (sesak
nafas).
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian diperoleh data antara
lain data subyektif pasien mengatakan susah untuk beraktivitas karena sesak
nafas. Data obyektif aktivitas pasien dibantu keluarganya, kemampuan
perawatan diri seperti makan, minum, berpakaian, mobilitas, berpindah dan
ambulansi dibantu oleh keluarga. Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu
41
intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
D. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 januari 2016
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Ny.S dengan diagnosa penurunan curah jantung
berhubungan dengan penurunan afterload (dispnea) dengan tujuan dan kriteria
hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
penurunan curah jantung pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien
mengatakan sesak nafas berkurang, respirasi dalam batas normal 16-24x
permenit. Intervensi yang dilakukan yaitu monitor status pernafasan, observasi
TTV, monitor adanya dipsnea, atur posisi tidur 45 derajat, edukasi tentang
pentingnya posisi tidur 45 derajat, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat dan oksigen.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 januari 2016
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Ny.S dengan diagnosa kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dengan tujuan dan kriteria
hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak ada
odema perifer, tanda-tanda vital dalam batas normal, keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam. Intervensi yang dilakukan yaitu pantau adanya odema,
42
pantau asupan cairan, anjurkan keluarga untuk membatasi cairan, kolaborasi
dengan dokter dalm pemberian deuretik.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 januari 2016
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Ny.S dengan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan
dengan gangguan (sesak nafas) dengan tujuan dan kriteria hasil setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah
gangguan pola tidur pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil jam tidur dalam
batas normal 6-8 jam, perasaan segar saat bangun. Intervensi yang dilakukan
yaitu kaji kebiasaan tidur pasien, berikan posisi tidur 45 derajat, edukasikan
pentingnya posisi tidur 45 derajat guna meningkatkan kualitas tidur.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 januari 2016
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Ny.S dengan diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen dengan tujuan dan
kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan intoleransi aktivitas pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil
mampu berpindah tanpa atau dengan alat, status respirasi adekuat, tanda-tanda
vital normal, mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri.
Intervensi yang dilakukan yaitu observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu
pasien untuk mengubah posisi, anjurkan pasien untuk badrest, kolaborasi
dengan keluarga untuk membantu AdL.
43
E. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan penulis pada tanggal 10 januari 2016
jam 14.00 WIB adalah memonitor status pernafasan hasil data subyektif
pasien mengatakan masih sesak nafas, data obyektif respirasi 23x permenit,
nafas dalam dan terpasang oksigen 3liter. Pada jam 14.30 WIB memberikan
posisi tidur 45 derajat didapatkan data subyektif pasien mengatakan mau
diberi posisi tidur 45 derajat, data obyektif pasien tampak mengikuti perintah
perawat. Pada jam 10.40 WIB perawat memberikan edukasi tentang
pentingnya posisi tidur 45 derajat didpatkan data subyektif pasien
mengatakan mengerti dan paham, data obyektif pasien terlihat mengerti.
Pada jam 14.50 WIB perawat mengobservasi tanda-tanda vital
didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan mau diperiksa, data
obyektif TD 100/80 mmHg, N 80x/menit, RR 27x permenit, S 36,6 c. Pada
jam 16.15 WIB memberikan obat injeksi dan oral ramipil 5 mg, furosemid 40
mg/8jam, curcuma 3x1, B komplek 3x1 didapatkan hasil data subyektif
pasien mengatakan mau diberi obat, data obyektif obat masuk ke pasien. Pada
jam 16.35 WIB memantau adanya odema didapatkan hasil data subyektif
pasien mengatakan perut dan seluruh tubuhnya bengkak, data obyektif
bengkak pada perut kaki dan tangan pada jam 17.00 WIB mengobservasi
kemampuan aktivitas pasien didapatkan hasil data subyektif pasien
mengatakan semua aktivitas dibantu oleh anaknya, data obyektif pasien
mengatakan pasien tampak lemas jam 19.00 WIB mengkaji kebiasaan tidur
pasien didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan tidur malam jam 9,
44
data obyektif pasien terlihat cemas. Pada jam 20.30 WIB memberikan
edukasi tentang pentingnya posisi tidur 45 derajat didapatkan hasil data
subyektif pasien mengatakan mengerti tentang informasi yang diberikan
perawat, data obyektif pasien tampak mengerti.
Tindakan yang dilakukam pada hari senin tanggal 11 januari 2016 pada
jam 21.00 WIB memonitor status pernafasan didapatkan data hasil subyektif
pasien mengatakan sesak nafas berkurang, data obyektif pasien terlihat lemas,
TD 90/60 mmHg, nadi 80x permenit, respirasi 26x permenit, suhu 36,5ºc.
Jam 21.30 WIB memberikan posisi tidur 45º didapatkan data subyektif
pasien mengatakan mau diberi posisi tidur 45 derajat, data obyektif pasien
tampak mengikuti perintah perawat. Pada jam 21.45 WIB memantau adanya
edema didapatkan data subyektif pasien mau diperiksa, data obyektif edema
dikaki dan perut. Pada jam 22.00 WIB memberikan obat injeksi furosemid
didapatkan hasil data subyektif pasien bersedia diberi obat, data obyektif
obat masuk ke pasien.
Tindakan yang dilakukan pada jam 22.10 WIB menganjurkan keluarga
untuk membatasi cairan yang masuk, didapatkan data subyektif pasien
mengatakan makan dan minum sudah dibatasi, data obyektif keluarga tampak
mengerti dan paham. Pada jam 22.30 WIB mengatur pemberian oksigen
didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan dada masih sesak, data
obyektif pasien tampak terpasang oksigen 3 liter. Pada jam 22.35 WIB
mengobservasi kemampuan aktivitas klien didapatkan data subyektif pasien
mengatakan segala aktivitas klien dibantu oleh keluarganya, data obyektif
45
pasien berpindah tempat tempat dibantu oleh keluarganya. Pada jam 22.40
WIB membantu pasien uuntuk mengubah posisi secara berkala didapatkan
hasil data subyektif pasien mengatakan selalu miring dan duduk, data
obyektif pasien tampak duduk.
Tindakan yang dilakukan pada hari selasa tanggal 12 januari 2016 pada
jam 15.30 WIB mengobservasi tanda-tanda vital didapatkan hasil data
subyektif pasien mengatakan mau diperiksa, data obyektif TD 100/60 mmHg,
nadi 100x permenit, respirasi 22x permenit, suhu 36,3ºc . Pada jam 15.45
WIB memantau adanya oedema didapatkan data subyektif pasien mengatakan
perut penuh, data obyektif edema pada perut dan kaki. Pada jam 15.50 WIB
memberikan posisi tidur 45 derajat didapatkan hasil data subyektif pasien
mengatakan mau dan bersedia, data obyektif pasien tampak mengikuti
perintah. Pada jam 16.00 WIB membantu pasien mengubah posisi secara
berkala didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan selalu mengubah
posisi secara berkala, data obyektif pasien sedang duduk. Pada jam 16.15
WIB memberikan edukasi tentang pentingnya kualitas tidur didapatkan hasil
data subyektif pasien dan keluarga paham, data obyektif pasien dan keluarga
tampak mengerti. Pada jam 17.00 WIB menganjurkan pasien untuk bedrest
didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan sering miring kekanan dan
kekiri, data obyektif pasien tampak miring kekanan. Pada jam 18.00 WIB
memantau asupan cairan didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan
makan 3x sehari dengan bubur dan minum sedikit, data obyektif pasien tidak
habis makanannya.
46
F. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada
hari minggu tanggal 10 januari 2016 dengan menggunakan metode SOAP
(subyekif, obyekif, Assessment, planning), untuk diagnosa penurunan curah
jantung data subyekif klien mengatakan sesak nafas, data obyektif terdapat
alat bantu pernafasan, terpasang oksigen 3 liter, Assessment masalah belum
teratasi, planning intervensi dilanjutkan, monitor status pernafasan, posisikan
semi fowler, kolaborasi pemberian oksigen.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 10 januari 2016 dengan diagnosa
kelebihan volume cairan pada jam 20.50 WIB data subyektif klien
mengatakan badan bengkak 3 bulan yang lalu, perut terasa penuh, data
obyektif bengkak dibagian perut , wajah, tangan dan kaki, Assessment
masalah belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan pantau adanya
oedema ,pantau asupan cairan, anjurkan keluarga untuk membatasi asupan
cairan, kolaborasi dalam pemberian deuretik.
Evaluasi dilakukan pada hari minggu tanggal 10 januari 2016 untuk
diagnosa gangguan pola tidur pada jam 20.55 WIB data subyektif
mengatakan tidak bisa tidur dan sering terbangun pada malam hari, data
obyektif pasien terlihat lesu dan menguap, Assessment masalah belum
teratasi, planning lanjutkan intervensi kaji kebiasaan tidur pasien, berikan
posisi tidur 45 derajat, edukasi tentang pentingnya kwalitas tidur, ciptakan
lingkungan yang nyaman.
47
Evaluasi dilakukan pada hari minggu tanggal 10 januari 2016 untuk
diagnose intoleransi aktivitas pada jam 21.00 WIB data subyektif pasien
mengatakan badan masih lemas, data obyektif pasien sedikit tenang TD
90/60mmhg, N 80x permenit, respirasi 26x permenit, Assessment masalah
belum teratasi, planning, intervensi dilanjutkan, observasi kemampuan
aktivitas pasien, bantu pasien mengubah posisi berkala, anjurkan pasien untuk
bedrest, kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL.
Evaluasi dilakukan pada hari senin tanggal 11 januari 2016 dengan
diagnosa penurunan curah jantung didapatkan hasil data subyektif pasien
mengatakan sesak nafas sudah berkurang data obyektif RR 26x permenit,
pasien tampak rileks, terpasang O2 3 liter assessment masalah belum teratasi,
planning lanjutkan intervensi monitor status pernapasan posisikan semi
fowler kolaborasi dalam pemberian O2.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 11 januari 2016 dengan diagnosa
kelebihan volume cairan didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan
perutnya bengkak dan besesek, data obyektif kaki tangan dan perut bengkak,
Assassment, masalah belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan pantau
adanya oedema, pantau asupan cairan, anjurkan keluarga unuk membatasi
asupan cairan, kolaborasi dalam pemberian deuretik.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 11 januari 2016 dengan diagnosa
gangguan pola tidur, didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan
sudah bisa tidur tapi sering terbangun, data obyektif pasien tampak sedikit
48
tenang, Assassment, melanjutkan intervensi kaji kebiasaan tidur pasien,
berikan posisi tidur 45 derajat.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 11 januari 2016 dengan diagnosa
intoleransi aktivitas didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan badan
masih lemas, data obyektif pasien tampak sedikit tenang, TD 90/60 mmHg, N
80x permenit, R 26x permenit, Suhu 36,5ºc, Assassment masalah belum
teratasi, planning lanjutkan intervensi, observasi kemampuan aktivitas pasien,
bantu pasien mengubah posisi secara berkala, anjurkan pasien untuk bedrest.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 12 januari 2016 dengan diagnosa
penurunan curah jantung didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan
sesak nafas berkurang dan data obyektif pasien tampak tenang, RR 24x
permenit, pasang O2 3 liter, Assessment masalah belum teratasi, planning
intervensi dilanjutkan, monitor status pernafasan, posisikan semi fowler,
kolaborasi pemberian oksigen.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 12 januari 2016 dengan diagnosa
kelebihan volume cairan pada jam 20.50 WIB data subyektif klien
mengatakan badan bengkak 3 bulan yang lalu, perut terasa penuh, data
obyektif bengkak dibagian perut , wajah, tangan dan kaki, Assessment
masalah belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan pantau adanya
oedema ,pantau asupan cairan, anjurkan keluarga untuk membatasi asupan
cairan, kolaborasi dalam pemberian deuretik.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 12 januari 2016 dengan diagnosa
gangguan pola tidur pada jam 21.00 WIB data subyektif pasien mengatakan
49
sudah bisa tidur walaupun kadang terbangun,data obyektif pasien tampak
sedikit tenang, assessment masalah teratasi sebagian, planing lanjutkan
intervensi kaji kebiasaan tidur pasien,berikan posisi tidur 45 derajat.
50
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi jurnal pemberian
posisi tidur 45 derajat untuk meningkatkan kualitas tidur pasien ny.S dengan
Gagal Jantung atau Congestive Heart Failure (CHF) diruang Aster 5 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 10 Januari sampai dengan
12 Januari 2016. Pembahasan akan lebih ditekankan pada diagnosa gangguan
pola tidur karena diagnosa gangguan pola tidur lah yang berhubungan dengan
kualitas tidur pasien gagal jantung, dimana menurut jurnal melanie (2012)
bahwa kualitas tidur dapat diperbaiki melalui posisi tidur 450.
A. Pengkajian
Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian, dimulai
perawat dengan menerapkan pengetahuan. Pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verikasi dan komunikasi data tentang
klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah pengumpulan data
primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis
data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005).
Pengkajian dilakukan secara komprehensif pada Nn.S dengan CHF pada
tanggal 10 Januari 2016 dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa.
Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien
mengatakan sesak nafas. Sesak nafas adalah suatu persepsi subyektif
mengenai ketidaknyamanan bernafas (Somantri, L, 2008). Sesak nafas pada
51
pasien ini sesuai dengan tanda dan gejala pasien CHF yang terjadi karena
ventrikel kiri tidak dapat menerima darah dari paru-paru, hal ini
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan
pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru sehingga
oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2 yang akan
membentuk asam didalam tubuh (Kasron, 2012).
Keluhan utama pasien mengatakan sesak nafas. Riwayat penyakit
sekarang pasien mengatakan sesak nafas kurang lebih sudah 3 hari, badan
bengkak dan susah tidur. Gangguan istirahat tidur pada pasien gagal jantung
terutama terjadi pada malam hari karena sesak nafas, disritmia dan batuk
(Rahayu, 2009). Ny.S kemudian dibawa keluarga ke rumah sakit
Dr.Moewardi. Pasien diperiksa dan dibawa ke bangsal tulip kemudian
dipindah lagi kebangsal aster 5. Di bangsal aster 5 pasien mengatakan sesak
nafas didada, kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah 100/80 mmhg,
nadi 94x/menit, suhu 36,5 c, respirasi 28x/menit, pasien mengeluh sesak
nafas saat beraktivitas dan saat tidur.
Riwayat penyakit dahulu pasien sebelumnya sudah pernah dirawat
dirumah sakit karena penyakit jantung. Pasien mengatakan mempunyai
penyakit riwayat jantung dari kakaknya yang sudah meninggal. Pasien
mengatakan tidak punya riwayat alergi obat-obatan dan makanan. Riwayat
kesehatan lingkungan merupakan lingkungan yang bersih dari polusi udara
dan air bersih cukup.
52
Pemeriksaan dada paru-paru saat diinspeksi didapatkan hasil tidak ada
jejas, bentuk simetris, palpasi vocal premitus kanan kiri sama, ekspensi paru
kanan kiri sama, perkusi tidak ditemukan penumpukan cairan, auskultasi
tidak ada suara bunyi tambahan. Pemeriksaan dada jantung saat diinspeksi
ictus cordis tampak, palpasi ictus cordis teraba kuat di ics v, perkusi batas
jatung melebar ke kardiolateral, auskultasi reguler bj I-II. Pemeriksaan
abdomen saat diinspeksi tidak ada luka dan jejas, bentuk buncit, auskultasi
12x permenit, perkusi kuadran I redup, kuadran II, III hipertimpani, kuadran
IV timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan.
Hasil echocardiografi dimensi LV dalam batas normal, ivs dan pw
menebal, fungsi sistoloik Lv normal EF 68%, fungsi diastolik baik, dimensi
LA, dimensi RA dan RV dalam batas normal, kontraktilitas RV baik tapse 1,7
cm, katup-katup jantung aorta AS severe dengan AVA y pian 0,5 cm, PHT
0,3 cm, AR mild dengan PHT 774 msec, mitral MR mild dengan PG 68,51
mmHg, Trikuspid TR mild dengan PG 34,33 mmhg, pulmonal dalam batas
normal. Hasil perekaman EKG sinus rytme, HR 55x permenit terdapat sf
elevasi dilead.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hematokrit 38%, ureum
89 mg/dl, creatine 1,4 mg/dl. Balance cairan yaitu input – output. Makanan
yang masuk 100, minum 750 cc, infus 650cc, obat 30 cc jumlah input 1530,
sedangkan output dari BAB 100cc, BAK 400 cc, IwL 15X55=825 jumlah
output 1325. Jadi balance cairan yaitu 1530-1320=205. Gagal jantung
mengakibatkan menurunnya kontraktilitas jantung, sehingga darah yang
53
dipompa pada setiap kontruksi menurun dan menyebabkan penurunan darah
keseluruh tubuh. Apabila suplai darah ke ginjal menurun akan mempengaruhi
mekanisme pelepasan renin angiotensi dan akhirnya terbentuk angiotensi II
mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi
natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan ekstra-intravaskuler
sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan mengakibatkan edema
perifer (Kasron, 2012).
Pola istirahat tidur, pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur
nyenyak rata-rata 6-8 jam. Selama sakit pasien sering terbangun karena sesak
nafas dan tidur hanya 3-4 jam. Gangguan pola tidur pada pasien gagal jantung
terutama terjadi pada malam hari akibat sesak nafas, disritmia dan batuk
(Rahayu, 2009). Hasil pengkajian juga didapatkan pasien susah tidur dan
mudah terbangun ketika sesak nafas. Pasien mengatakan susah tidur dan
sering terbangun, pasien terlihat lesu dan sesekali menguap. Data tersebut
sudah sesuai teori bahwa gangguan tidur pada pasien gagal jantung aliran
darah di paru-paru tidak lancar dan darah tidak masuk ke jantung sehingga
terjadi penimbunan cairan di paru-paru karena itu pasien akan merasakan
sesak nafas (Kasron, 2012:59).
Pola aktivitas dan latihan, pola aktivitas dan latihan sebelum sakit pasien
mengatakan selama sakit semua aktivitas mulai dari makan, minum dan lain-
lain dibantu alat dan keluarga. Pada pasien dengan gagal jantung kanan akan
cepat mudah lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung berkurang yang dapat
menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen kejaringan dan dapat
54
menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme (Muttaqin, 2009). Pada
gagal jantung kongestif NYHA III ditandai dengan keterbatasan aktivitas
fisik, gejala akan timbul meskipun dalam kondisi istirahat jika aktivitas fisik
dilakukan maka kelelahan dan sesak semakin meningkat (Morton, gonce, et
al, 2011). Hal ini sesuai dengan data pada pasien Ny.S yang kebutuhan ADL
nya perlu bantuan dan pasien mengeluh sesak nafas.
Gagal jantung adalah sindrome klinis yang ditandai dengan sesak nafas
dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan
struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan
yang mengakibatkan terjadinya pengurangan ventrikel (disfungsi diastolik)
dan kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru,dkk 2009).
Gagal jantung merupakan kondisi yang terjadi ketika jantung tidak dapat
berespon secara adekuat terhadap stress untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh. Pada kondisi ini jantung gagal untuk melakukan tugasnya
sebagai pompa dan akibatnya gagal jantung (Aspiani, 2015).
Amir (2008) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa gangguan
kebutuhan dasar pada pasien penyakit jantung akan menimbulkan masalah
keperawatan, salah satunya adalah gangguan kebutuhan istirahat atau
gangguan pola tidur berhubungan dengan terjadinya nyeri dan sesak nafas,
untuk mengurangi gejala nyeri dan sesak nafas maka salah satu tindakan
untuk menguranginya adalah dengan menentukan posisi tidur pasien yang
bertujuan untuk memperbaiki kualitas tidur pasien.
55
Wilkinson (2007) dalam Melanie (2012) mengatakan bahwa salah satu
faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan gagal
jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang disukai
karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan Nursing Diagnosis
Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes menjelaskan terapi
keperawatan positioning dengan posisi tidur semi-fowler untuk mengatasi
gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena sesak nafas. Posisi yang
paling efektif bagi pasien dengan penyakit jantung adalah psosisi semi fowler
dimana kepala dan dada dinaikkan dengan derajat kemiringan 45 derajat.
Posisi semi fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan kepala
dan dada lebih tinggi dari pada posisi panggul dan kaki. Dimana kepala dan
dada dinaikkan dengan sudut 30-45 derajat (Suparmi, 2008).
Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI). PSQI sendiri ialah suatu metode penilaian yang
berbentuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan
gangguan tidur orang dewasa dalam interval satu bulan. Pada kuisioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan alat untuk mengukur
kualitas tidur yang didalamnya terdapat 10 pertanyaan yang ditujukan bagi
pasien, dari 10 pertanyaan tersebut dapat diketahui 7 komponen yaitu kualitas
tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur,
penggunaan obat tidur serta disfungsi pada siang hari (Safitrie dan Ardani.
2013: 18-19). Nilai dari 7 komponen PSQI kemudian dijumlahkan sehingga
akan didapatkan nilai antara 0-21, apabila nilai > 5 mengindikasikan kualitas
56
tidur buruk, sedangkan nilai < 5 mengindikasikan kualitas tidur baik
(Melanie, 2012: 74).
Posisi semi fowler merupakan posisi tempat tidur dengan menaikkan
kepala dan dada setinggi 45 derajat – 90 derajat tanpa fleksi lutut. Posisi ini
untuk mempertahanklan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan
pasien (Uliyah dan Hidayat, 2008 : 74). Posisi sudut 45 derajat adalah
merupakan posisi yang bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dan
ventrikel serta mempermudah eliminasi vekal dan berkemih, dalam posisi ini
tempat tidur ditinggikan 45 derajat dan lutut klien sedikit ditinggikan agar
tidak ada hambatan sirkulasi pada ekstremitas (Perry, 2005:78).
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon
aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang mana perawat
mempunyai lisensi dan kompeten untuk mengatasinya. Alasan untuk
merumuskan diagnosa keperawatan setelah menganalisis data pengkajian
adalah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang melibatkan klien dan
keluarganya untuk memberikan arah asuhan keperawatan (Potter and Perry,
2005). Dari hasil pengkajian dan analisa data penulis mengangkat diagnosa,
yaitu :
1. Diagnosa keperawatan pertama yang penulis rumuskan adalah
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
(dipsnea).
57
Menurut NANDA penurunan curah jantung artinya ketidak
adekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh. Penurunan curah jantung terjadi karena
adanya perubahan afterload (dipsnea). Penegakkan diagnosa ini
dilakukan dengan adanya data subyektif pasien mengatakan sesak
nafas dan badan lemah.
Data echocardiografi didapatkan dari hasil echocardiografi
dimensi LV dalam batas normal, ivs dan pw menebal, fungsi sistoloik
Lv normal EF 68%, fungsi diastolik baik, dimensi LA, dimensi RA dan
RV dalam batas normal. Kontraktilitas RV baik tapse 1,7 cm. Katup-
katup jantung aorta AS severe dengan AVA y pian 0,5 cm, PHT 0,3 cm,
AR mild dengan PHT 774 msec, mitral MR mild dengan PG 68,51
mmHg, Trikuspid TR mild dengan PG 34,33 mmhg, pulmonal dalam
batas normal. Hasil perekaman EKG sinus rytme, HR 55x permenit
terdapat sf elevasi dilead (Lunney at al, 2009:162).
2. Diagnosa kedua yang diangkat oleh penulis adalah kelebihan volume
cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
Kelebihan volume cairan merupakan peningkatan retensi cairan
isotonik (Tamsuri, 2008). Pada pasien Gagal Jantung Kelebihan asupan
cairan menyebabkan kelebihan volume cairan karena menurunnya
kontraktilitas jantung sehingga darah yang dipompa pada setiap
kontraksi menurun dan menyebabkan penurunan keseluruh tubuh
akibatnya perfusi ke ginjal menurun dan pengeluaran urin berkurang
58
dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut
meningkatkan cairan ekstra intravaskuler sehingga terjadi
ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan yang menyebabkan
edema (Kasron, 2012).
Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa kelebihan
volume cairan mencakup data subyektif, data obyektif dan hasil
pemeriksaan. Data subyektif pasien mengatakan badannya bengkak
yaitu wajah, kaki dan perut kurang lebih 3 bulan dan perut terasa penuh
dan perih, data obyektif yang ditemukan tampak bengkak pada wajah,
perut dan kaki, hematokrit 38%, ureum 89mg/dl, creatine 1,4, balance
cairan +205 cc. Hal ini sesuai dengan batasan karakteristik dari
kelebihan volume cairan yaitu gangguan elektrolit, anasarka, edema,
dispnea, efusi pleura, bunyi jantung 3, penurunan hemoglobin
(Herdman, 2010).
Penulis membahas kelebihan volume cairan karena banyaknya
cairan yang terkumpul di interstisial mengakibatkan terjadinya edema
perifer, acites dan akibat gagal jantung suplai oksigen di paru-paru
mengalami kegagalan sehingga menyebabkan penimbunan cairan di
paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 di paru-paru,
hal ini akan menimbulkan dispnea dengan karakteristik pernafasan
cepat dan dangkal (Kasron, 2012).
59
3. Penulis menegakkan diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan
dengan gangguan (sesak nafas).
Penulis mengangkat diagnosa gangguan pola tidur dengan
mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif pasien
mengatakan tidak bisa tidur dan sering terbangun, waktu tidur hanya 4-
5 jam dan sering terbangun karena sesak napas, data obyektif pasien
terlihat lesu dan kurang segar ketika bangun tidur. Pada pasien dengan
CHF gangguan pola tidur terjadi karena gangguan tidur pada pasien
gagal jantung aliran darah di paru-paru tidak lancar dan darah tidak
masuk ke jantung sehingga terjadi penimbunan cairan di paru-paru
karena itu pasien akan merasakan sesak nafas dan sering terbangun
(Kasron, 2012:59).
Data tersebut sudah sesuai pada unsur etiologi atau tanda dan
gejala dalam diagnosa keperawatan yang ada ( Nursalam, 2009:82).
Menurut Amir (2008) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa
gangguan kebutuhan dasar pada pasien penyakit jantung akan
menimbulkan masalah keperawatan, salah satunya adalah gangguan
kebutuhan istirahat atau gangguan pola tidur berhubungan dengan
terjadinya nyeri dan sesak nafas, untuk mengurangi gejala nyeri dan
sesak nafas maka salah satu tindakan untuk menguranginya adalah
dengan menentukan posisi tidur pasien yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas tidur pasien.
60
4. Penulis menegakkan diagnosa keempat yaitu intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis
atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan (Herdman,
2010). Intoleransi aktivitas Pada pasien dengan gagal jantung akan
cepat mudah lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung berkurang yang
dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen kejaringan dan
dapat menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme (Muttaqin,
2009).
Pada Ny.S penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya
data subyektif pasien mengatakan susah untuk beraktivitas karena sesak
nafas. Data obyektif aktivitas pasien dibantu keluarganya, kemampuan
perawatan diri seperti makan, minum, berpakaian, mobilitas, berpindah
dan ambulansi dibantu oleh keluarga. Dari data yang didapat sesuai
dengan batasan karakteristik dari intoleransi aktivitas menyatakan
merasa lemah, letih, dispnea setelah beraktivitas, ketidaknyamanan
setelah beraktifitas, respon frekuensi jantung abnormal terhadap
aktivitas (Herdman, 2010).
Penulis memprioritaskan diagnosa penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan arterload berdasarkan kebutuhan
hirarki maslow (Terkecuali untuk kasus gawat darurat) menggunakan
61
prioritas berdasarkan mengancam jiwa. Adapun 5 kebutuhan maslow
diantaranya fisiologis, aman nyaman, mencintai dan dicintai, harga diri,
dan aktualisasi diri. Kebutuhan dasar fisiologis meliputi respirasi,
sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri (Setiadi, 2012).
Penulis menekankan pada diagnosa ketiga yaitu gangguan pola
tidur berhubungan dengan gangguan (sesak nafas). Wilkinson (2007)
dalam Melanie (2012) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan gagal jantung
adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang disukai
karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan Nursing Diagnosis
Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes menjelaskan
terapi keperawatan positioning dengan posisi tidur semi-fowler untuk
mengatasi gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena sesak nafas.
Hal tersebut juga didukung oleh teori Israel (2008), dalam jurnal
Melanie bahwa posisi tidur mempengaruhi keadaan pasien gagal
jantung untuk posisi kepala dielevasikan ditempat tidur 45 derajat
sehingga sesak nafas berkurang. Posisi yang paling efektif bagi pasien
dengan penyakit jantung adalah adalah psosisi semi fowler dimana
kepala dan dada dinaikkan dengan derajat kemiringan 45 derajat.
Posisi semi fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien
dengan kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi panggul dan kaki
dimana kepala dan dada dinaikkan dengan sudut 30-45 derajat
(Suparmi, 2008). Menurut Dongoes dalam jurnal Melanie (2014)
62
mengatakan bahwa mengatur posisi tidur 45 derajat akan lebih
membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi
paru-paru sehingga sesak nafas berkurang dan dapat meningkatkan
kualitas tidur pasien.
C. Intervensi Keperawatan
Proses keperawatan yang dilakukan setelah merumuskan diagnosa
keperawatan yang spesifik, perawat menggunakan ketrampilan berpikir kritis
untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat peringkat dalam
urutan kepentingannya. Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan
intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan adalah tindakan yang
dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini
ketingkat kesehatan yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Potter dan
Perry, 2005).
Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tentang
kebutuhan perawatan kesehatan klien, penulis merumuskan tujuan dan
kriteria hasil. Tujuan tidak hanya memenuhi kebutuhan klien tetapi juga harus
mencakup pencegahan dan rehabilitasi. Tujuan yang penulis susun sesuai
dengan teori yang ada pada buku Nanda NIC NOC. Kriteria hasil meliputi
spesifik (jelas), measurable (dapat diukur), acceptance (dapat diterima),
rational (rasional), time (jelas waktunya) (Dermawan, 2012). Berdasarkan
diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan menyesuaikannya dengan
prioritas permasalahan, penulis menyusun intervensi sebagai berikut :
63
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
(dipsnea)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan penurunan curah jantung pasien dapat teratasi dengan kriteria
hasil pasien mengatakan sesak nafas berkurang, respirasi dalam batas
normal 16-24x permenit. Intervensi yang dilakukan yaitu monitor status
pernafasan, observasi TTV, monitor adanya dipsnea, atur posisi tidur 45
derajat, edukasi tentang pentingnya posisi tidur 45 derajat, kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat dan oksigen (Nurarif, 2012).
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme gangguan
regulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan
kriteria hasil tidak ada edema perifer, tanda-tanda vital dalam batas
normal, keseimbangan intake dan output dalam 24 jam. Intervensi yang
dilakukan yaitu pantau adanya edema, pantau asupan cairan, anjurkan
keluarga untuk membatasi cairan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian deuretik (Nurarif, 2012).
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan (sesak nafas).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah gangguan pola tidur pasien dapat teratasi dengan
kriteria hasil jam tidur dalam batas normal 6-8 jam, perasaan segar saat
bangun. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji kebiasaan tidur pasien,
64
berikan posisi tidur 45 derajat, edukasikan pentingnya posisi tidur 45
derajat guna meningkatkan kualitas tidur (Nurarif, 2012).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan intoleransi aktivitas pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil
mampu berpindah tanpa atau dengan alat, status respirasi adekuat, tanda-
tanda vital normal, mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan
mandiri. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi kemampuan aktivitas
pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi, anjurkan pasien untuk
badrest, kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL (Udjianti,
2013).
Pola aktifitas atau kebiasaan tidur pada jaman sekarang ini banyak
diabaikan oleh masyarakat, sebagian penderita penyakit jantung. Jantung
akan kerja lebih berat, jika penderita kekurangan waktu tidurnya. Terlebih
pada penyakit jantung. Aktifitas dan istirahat pada pasien gagal jantung
mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, jadwal olahraga yang tak
teratur, dispnea pada istirahat ataupun kerja. Maka dari itu dalam jurnal
Melanie (2012) disebutkan bahwa sudut posisi tidur sangat berpengaruh
untuk kualitas tidur pasien gagal jantung.
Identifikasi dan penanganan gangguan tidur pasien adalah tujuan penting
bagi perawat. Perawat harus memahami sifat alamiah dari tidur, faktor yang
65
mempengaruhi tidur dan kebiasaan tidur pasien yang membantu
mendapatkan kebutuhan tidur dan istirahat (Perry & Potter, 2015).
Pada kasus Ny.S pemberian sudut posisi tidur 45 derajat (semi fowler)
dilakukan selama 3 hari sebanyak 2 kali sehari sebelum dan setelah pasien
tidur malam. Setelah dilakukan pemberian sudut posisi tidur 45 derajat (semi
fowler) pasien mengatakan waktu tidur cukup, tidur malam jam 9, tidur ± 8
jam, tidur nyenyak tidak mudah terbangun, tidak lama lagi untuk mengawali
tidur, dan bangun tidur tampak tidak lesu serta tidak menguap. Sebelum dan
sesudah diberikan sudut posisi tidur 45 derajat (semi fowler) pasien diberikan
kuesioner, berdasarkan hasil kuesioner didapatkan hasil bahwa skor kualitas
tidur menurun dari kategori buruk (12) menjadi kategori baik (5). Hasil
pengukuran dari jam 9 malam sampai jam 5 pagi
D. Implementasi
Tindakan implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan
perencanaan pada intervensi keperawatan yang telah disusun. Pada diagnosa
pertama yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
afterload (dispnea) penulis melakukan tindakan selama 3 hari pengelolaan
yang meliputimonitor status pernafasan,observasi TTV, monitor adanya
dipsneu, atur posisi tidur 45 derajat, edukasi tentang pentingnya posisi tidur
45 derajat, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat dan oksigen.
Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis pada Ny.S dengan
diagnosa keperawatan kedua yaitu kelebihan volume cairan berhubungan
66
dengan gangguan mekanisme regulasi, penulis melakukan tindakan selama 3
hari pengelolaan yang meliputi pantau adanya edema, pantau asupan cairan,
anjurkan keluarga untuk membatasi cairan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian deuretik.
Penulis melakukan implementasi untuk diagnosa gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan (sesak nafas), penulis melakukan tindakan
selama 3 hari pengelolaan yang meliputi kaji kebiasaan tidur pasien, berikan
posisi tidur 45 derajat, edukasikan pentingnya posisi tidur 45 derajat guna
meningkatkan kualitas tidur.
Posisi semi fowler merupakan posisi tempat tidur dengan menaikkan
kepala dan dada setinggi 45 derajat – 90 derajat tanpa fleksi lutut. Tujuan dari
tindakan memposisikan 45 derajat ini yaitu membantu mengatasi masalah
kesulitan pernapasan dan kardiovaskuler dan melakukan aktivitas tertentu.
E. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada Ny.S selama 3 hari pada tanggal 10
Januari 2016 sampai dengan 12 Januari 2016 dilakukan dengan metode
SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning).
Evaluasi hari pertama Senin, tanggal 10 Januari 2016 jam 20.45 WIB
dengan metode SOAP pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload didapatkan data pasien mengatakan sesak nafas,
data objektif RR 28 x/menit, terdapat alat bantu pernapasan, terpasang O2 3
liter. Hasil Assesment masalah belum teratasi, planning intervensi
67
dilanjutkan, monitor status pernapasan, posisikan semi fowler, kolaborasi
dalam pemberian O2.
Pada jam 20.50 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa kelebihan
volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi didapatkan
hasil data subjektif pasien mengatakan badan bengkak + 3 bulan, data objektif
bengkak dibagian perit, tangan, wajah, kaki, tekanan darah 100/60 mmHg,
RR 28 x/menit. Assesment masalah belum teratasi, planing lanjutkan
intervensi, pantau adanya edema, pantau asupan cairan, anjurkan keluarga
untuk membatasi cairan, kolaborasi dengan pemberian deuretik.
Pada jam 20.55 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa gangguan
pola tidur berhubungan dengan sesak nafas. Didapatkan hasil data subyektif
pasien mengatakan tidak bisa tidur dan sering terbangun pada malam hari,
data obyektif pasien terlihat lesu dan sesekali menguap, assesment masalah
belum teratasi, planing lanjutkan intervensi kaji kebiasaan tidur pasien,
berikan posisi tidur 450,
edukasi tentang pentingnya kualitas tidur, ciptakan
lingkungan yang nyaman.
Evaluasi pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksiegen, didapatkan hasil
data subyektif pasien mengatakan badannya lemas, data obyektif aktivitas
pasien dibantu oleh anaknya, tekanan darah 100/80 mmHg, RR 28 x/menit,
nadi 96 x/menit, suhu 36,60C. Assesment masalah belum teratasi, planing
intervensi dilanjutkan, observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien
68
untuk mengubah posisi secara berkala, anjurkan pasien untuk bedrest,
kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL.
Evaluasi yang dlakukan pada hari senin tanggal 11 januari 2016 jam
06.00 WIB, dengan diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan afterleoad (dispnea) didapatkan data subyektif pasien mengatakan
sesak sudah berkurang, data obyektif RR 26 x/menit, pasien tampak rileks,
terpasang O2 3 liter. Hasil Assesment masalah belum teratasi, planning
intervensi dilanjutkan, monitor status pernapasan, posisikan semi fowler,
kolaborasi dalam pemberian O2.
Evaluasi yang diperoleh dari diagnosa kelebihan volume cairan
berhubungan dengan Gangguan mekanisme regulasi pada jam 06.30
didapatkan hasil data subjektif pasien mengatakan perut bengkak dan
mbesesek, data obyektif bengkak dibagian perut, tangan, kaki, tekanan darah
100/60 mmHg, RR 28 x/menit. Assesment masalah belum teratasi, paning
lanjutkan intervensi, pantau adanya edema, pantau asupan cairan, anjurkan
keluarga untuk membatasi cairan, kolaborasi dengan pemberian deuretik.
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan
dengan gangguan (sesak nafas) didapatkan hasil data subyektif pasien
mengatakan sudah bisa tidur tapi sering terbangun, data obyektif pasien
tampak sedikit tenang, assessment masalah teratasi sebagian, planning
lanjutkan intervensi, kaji kebiasaan tidur pasien, berikan posisi tidur 450,
edukasi tentang pentingnya kualitas tidur, ciptakan lingkungan yang nyaman.
69
Evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan badan
masih lemas, data obyektif pasien tampak sedikit tenang , tekanan darah
90/60 mmHg, nadi 80x /menit, respirasi 26x permenit, suhu 36,50C,
asessment masalah belum teratasi , planing lanjutkan intervensi, observasi
kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara
berkala, anjurkan pasien untuk bedrest.
Evaluasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 12 januari 2016 jam
20.45 WIB, dengan diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan afterleoad (dispnea) didapatkan data subyektif pasien mengatakan
sesak sudah berkurang, data obyektif pasien tampak tenang, RR 24x
permenit, terpasang oksigen 3 liter, assessment masalah tertasi sebagian,
planning lanjutkan intervensi, monitor status pernapasan, posisikan semi
fowler, kolaborasi dalam pemberian O2.
Evaluasi pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi pada jam 20.50 WIB didapatkan hasil data
subyektif pasien mengatakan perutnya membengkak, data obyektif perut, kaki
dan tangan bengkak, assessment masalah teratasi sebagian, planning
lanjutkan intervensi kaji edema,batasi asupan cairan, kolaborasi dalam
pemberian deuretik.
Evaluasi pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan
gangguan ( sesak nafas) didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan
70
sudah bisa tidur walaupun kadang terbangun, data obyektif pasien tampak
sedikit tenang, assessment masalah tertasi sebagian, planning lanjutkan
intervensi kaji kebiasaan tidur pasien, berikan posisi tidur 450,
edukasi tentang
pentingnya kualitas tidur, ciptakan lingkungan yang nyaman.
Evaluasi pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen, didapatkan hasil
data subyektif pasien mengatakan badannya agak lemas, data obyektif pasien
tampak sedikit tenang, aktivitas ditempat tidur seperti miring kanan dan
miring kiri sudah bisa, tekanan darah 100/90 mmHg, RR 28x/menit, nadi
96x/menit, suhu 36,60C. Asssesment masalah teratasi sebagian, planing
intervensi dilanjutkan, observasi kemampuan aktivitas klien, bantu pasien
untuk mengubah posisi secara berkala, anjurkan pasien untuk bedrest,
kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL.
71
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, penentuan
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada asuhan keperawatan
Ny.S dengan gagal jantung di ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi Surakarta
selama tiga hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi riset keperawatan
pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan tanda vital pada pasien
Gagal Jantung, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian
pasien mengatakan sesak nafas. Riwayat penyakit sekarang Pada tanggal
10 Januari 2016 dengan keluhan sesak nafas, perut terasa penuh dan
perih, badan bengkak, susah tidur
2. Diagnosa
Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan
pada Ny.S ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hirarki
kebutuhan dasar menurut Maslow yaitu prioritas diagnosa pertama
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
(dipsnea), diagnosa prioritas kedua kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, diagnosa ketiga
72
yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan (sesak nafas)
dan diagnosa prioritas keempat yaitu intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum.
3. Intervensi
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
(dipsnea). Intervensi yang dilakukan yaitu monitor status pernafasan,
observasi TTV, monitor adanya dipsneu, atur posisi tidur 45 derajat,
edukasi tentang pentingnya posisi tidur 45 derajat, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat dan oksigen.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme
ganggua regulasi . Intervensi yang dilakukan yaitu pantau adanya
odema,pantau asupan cairan, anjurkan keluarga untuk membatasi cairan,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian deuretik.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan (sesak nafas).
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji kebiasaan tidur pasien, berikan posisi
tidur 45 derajat, edukasikan pentingnya posisi tidur 45 derajat guna
meningkatkan kualitas tidur. Berikan posisi tidur 45 derajat.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen. Intervensi yang dilakukan yaitu
observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah
posisi, anjurkan pasien untuk badrest, kolaborasi dengan keluarga untuk
membantu ADL.
73
4. Implementasi
Dalam asuhan keperawatan Ny.S dengan Congestif Heart Failure
atau gagal jantung di Ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi telah sesuai
dengan intervensi yang penulis rumuskan. Penulis menekankan
pemberian posisi tidur 45 derajat diatas untuk meningkatkan kualitas
tidur dengan memposisikan pasien 45 derajat yang dilakukan setiap akan
istirahat tidur.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi masalah keperawatan pertama penurunan curah
jantung berhubungan dengan perubahan afterload (dispnea) belum
teratasi. Intervensi dilanjutkan.
Masalah keperawatan kedua kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi belum teratasi. Intervensi
dilanjutkan.
Masalah ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan
gangguan (sesak nafas) masalah teratasi sebagian. Lanjutkan intervensi
yaitu posisikan sudut posisi tidur 45 derajat.
Masalah keempat yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum belum teratasi. Intervensi dilanjutkan.
6. Analisa pemberian tindakan keperawatan
Berdasarkan hasil analisa pada Ny.S dengan STEMI inferior
menunjukkan bahwa setelah diberikan sudut posisi tidur45 derajat,
kualitas tidur Ny.S menunjukkan peningkatan. Dari sebelum diberikan
74
sudut posisi tidur 45 derajat, skor kualitas tidur pasien dengan
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index(PSQI) pada hari
pertama Ny.S dengan gagal jantung yaitu dengan hasil skor buruk (12)
setelah diberikan sudut posisi tidur 45 derajat skor kualitas tidur menjadi
baik (5) pada hari ke tiga.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengangagal
jantung, penulis akan memberikan usulan dan masukkan yang positif
khususnyadibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr. MoewardiSurakarta
dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama
baik antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan
yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jantung
khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu
dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat yang
75
terampil, inovatif, dan professional yang mampu memberikan asuahan
keperawatan.
4. Bagi Penulis
Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya
pada pasien dengan gagal jantung dalam pemberian sudut posisi tidur 45
derajat terhadap peningkatan skor kualitas tidur menggunakan kuesioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
Congestif Heart Failure, penulis memberikan usulan dan masukan yang
positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :
a) Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr. Moewardi
Surakarta dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan
maupun klien serta keluarga klien untuk berperan aktif sehingga klien
dan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah.
b) Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan
yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program
pemberian sudut posisi tidur 45 derajat.
76
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muttaqin. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Amir, N. (2008). Gangguan tidur pada lanjut usia diagnosis dan penatalaksanaan.
http://www.critpathcardio.com/abstract.00004268-200312000-00022.htm diunduh
tanggal 2 Februari 2010.
Brunnor dan Suddart. (2006). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2 EGC. Jakarta EGC
Doengoes, M., E., Moorhouse, M., F., & Geissler, A., C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Alih bahasa : I Made K., Nimade S. Jakarta : EGC
Herdman, T., Heather. (2010). NANDA International Diagnosa Keperawatan. Definisi dan
Klasifikasi 2009-2010. Jakarta : EGC
Hudak. dan Hall (2010). Keperawatan Kritis Holistik. Jakarta:EGC
ISO. (2010). ISO Informasi Spesialis Obat Indonesia. Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia.
Jakarta
Israel, S., A., Duhamel, E., Stepnowsky, C., Engler Zion, M., C., & Marter, M. (2006) The
relatioship between congetive heart failure, sleep apnea, and mortalty in older men,
http:/www.guideline.gov/summary.aspx? vied_id diunduh tanggal 12 Januari 2012
John, M., Morgan (2006). Lecturenates kardiologi. Jakarta:Erlangga
Melanie, R. (2014). “Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur dan Tanda Vital pada pasien
Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung”.
http://Shkesyani.ac.id/publikasi/e-journal.../ 201208-008.pdf di unduh 18 November
2015
Muttaqin, Arif. (2009) Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA. (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika. Jakarta
NANDA. (2010). Diagnosis Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi 2009-2011 Jakarta : EGC
Patrick. Davey (2006). at a glance medicine. Jakarta:Erlangga
Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Saku ketrampilan dan prosedure dasar. Jakarta : EGC
Perru dan Petter (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC
77
Polit D., F., & Hungler, B., P. (1999). Nursing research Principles and Methods. Sixth
edition, Lipincot. Philadelphia.
Rahayu, U (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan vital pada pasien penyakit
jantung. Disampaikan Pada Seminar Nasional Keperawatan dan Presentasi Ilmiah.
Bandung
Soegando. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Fakultas kedokteran universitas. Indonesia
Wilkinson. M., J (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria hasil NO. Edisi 7. Ahli bahasa : Widyawati, S.Kp., M.Kes., dkk. Jakarta :
EGC.