Pemberian Misoprostol Untuk Terminasi Kehamilan Trimester Kedua Pada Wanita Dengan Riwayat Seksio...

24
Pemberian Misoprostol untuk Terminasi Kehamilan Trimester Kedua pada Wanita dengan Riwayat Seksio Caesar: Sebuah Tinjauan Sistematik Latar belakang: Induksi kehamilan trimester kedua dengan misoprostol pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya belum pernah diteliti dengan baik. Tujuan: Untuk memperkirakan risiko ruptur uteri akibat misoprostol yang digunakan sebagai agen induksi terminasi kehamilan pada trimester kedua kehamilan pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya. Strategi pencarian: Kasus-kasus wanita dengan riwayat persalinan Caesar dengan induksi misoprostol setelahnya untuk terminasi kehamilan di trimester kedua (16-28 minggu) didapatkan dari dua sumber data. Pertama, analisis bagan retrospektif dilakukan di Thomas Jefferson University Hospital dan Christiana Hospital antara tahun 1998 hingga 2004. Kedua, melakukan pencarian berbagai literatur Medline, Scopus, Dan POPLINE. Kriteria pemilihan: Serial kasus dan penelitian kohort pada wanita dengan atu atau lebih riwayat persalinan Caesar sebelumnya (tipe apapun), dan dengan kehamilan setelahnya yang diinduksi persalinannya untuk terminasi kehamilan pada usia 16-28 minggu dengan menggunakan 1

Transcript of Pemberian Misoprostol Untuk Terminasi Kehamilan Trimester Kedua Pada Wanita Dengan Riwayat Seksio...

Pemberian Misoprostol untuk Terminasi Kehamilan Trimester

Kedua pada Wanita dengan Riwayat Seksio Caesar: Sebuah

Tinjauan Sistematik

Latar belakang: Induksi kehamilan trimester kedua dengan misoprostol pada

wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya belum pernah diteliti

dengan baik.

Tujuan: Untuk memperkirakan risiko ruptur uteri akibat misoprostol yang

digunakan sebagai agen induksi terminasi kehamilan pada trimester kedua

kehamilan pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya.

Strategi pencarian: Kasus-kasus wanita dengan riwayat persalinan Caesar

dengan induksi misoprostol setelahnya untuk terminasi kehamilan di trimester

kedua (16-28 minggu) didapatkan dari dua sumber data. Pertama, analisis bagan

retrospektif dilakukan di Thomas Jefferson University Hospital dan Christiana

Hospital antara tahun 1998 hingga 2004. Kedua, melakukan pencarian berbagai

literatur Medline, Scopus, Dan POPLINE.

Kriteria pemilihan: Serial kasus dan penelitian kohort pada wanita dengan atu

atau lebih riwayat persalinan Caesar sebelumnya (tipe apapun), dan dengan

kehamilan setelahnya yang diinduksi persalinannya untuk terminasi kehamilan

pada usia 16-28 minggu dengan menggunakan misoprostol sebagai agen

pendahulu utama dimasukkan dalam tinjauan ini. Laporan kasus dianalisis secara

terpisah.

Pengumpulan data dan analisis: Seluruh kasus dianalisis menurut jenis dan

jumlah persalinan Caesar sebelumnya, untuk mencari hasil utama berupa ruptur

uteri.

Hasil utama: Insidensi ruptur uteri yang berhubungan dengan terminasi

kehamilan di trimester kedua dengan menggunakan misoprostol adalah sebesar

0,4% (2/461) pada wanita dengan satu persalinan Caesar low transverse

sebelumnya, 0% (0/46) pada wanita dengan dua riwayat persalinan Caesar low

transverse sebelumnya, dan 50% (1/2) pada wanita dengan riwayat persalinan

1

Caesar klasik sebelumnya. Satu dari kasus ruptur uteri pada wanita dengan

riwayat Caesar low transverse sebelumnya memerlukan transfusi. Tidak satupun

dari delapan kasus (termasuk laporan kasus) ruptur uteri berhubungan dengan

dilakukannya histerektomi.

Kesimpulan: Terminasi dengan misoprostol pada trimester kedua terlihat aman

pada wanita dengan satu persalinan Caesar low transeverse sebelumnya, karena

berhubungan dengan insidensi ruptur uteri pada 0,4% (interval kepercayaan 95%

0,08-1,67%), histerektomi pada 0%, dan transfusi pada 0,2% wanita. Terdapat

data risiko yang mencukupi dengan lebih dari satu persalinan Caesar sebelumnya

atau dengan persalinan Caesar klasik sebelumnya.

Kata kunci: Induksi, misoprostol, persalinan Caesar sebelumnya, trimester

kedua.

Pendahuluan

Insidensi kelahiran Caesar di US meningkat lagi pada tahun 2007, menjadi yang

tertinggi sepanjang masa sebesar 31,8% dari seluruh kelahiran. Oleh karenanya,

induksi persalinan pada trimester kedua dalam skenario kelahiran Caesar

sebelumnya semakin banyak ditemukan. Misoprostol telah digunakan dengan

semakin populernya penggunaan untuk induksi, karena telah terbukti bahwa

misoprostol merupakan agen yang paling efektif untuk induksi di trimester kedua.

Keamanan penggunaan misoprostol telah dipertanyakan untuk wanita dengan

riwayat persalinan Caesar sebelumnya, meningkatkan risiko ruptur uteri pada

wanita yang diinduksi dengan misoprostol saat kehamilan aterm atau hampir

aterm. Data keamanan induksi misoprostol sebelum trimester ketiga pada wanita

dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya masih terbatas. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk memperkirakan risiko ruptur uteri pada pemberian

misoprostol sebagai agen induksi saat kehamilan trimester kedua pada wanita

dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya.

2

Sumber-sumber

Hanya wanita dengan satu atau lebih riwayat persalinan sebelumnya (tipe

apapun), dan dengan kehamilan setelahnya yang diterminasi dengan induksi di

trimester kedua (16-28 minggu) menggunakan misoprostol sebagai agen utama

awal kami sertakan dalam penelitian.

Wanita tanpa riwayat persalinan Caesar sebelumnya, wanita dengan

induksi persalinan setelah 28 minggu, dan wanita dengan agen lain atau tambahan

untuk inisiasi induksi, selain laminaria atau Foley, kami eksklusi.

Kami menggunakan dua macam sumber: (i) analisis baan retrospektif

kami lakukan untuk seluruh wanita dengan satu riwayat persalinan Caesar

sebelumnya atau lebih, yang mendapatkan induksi misoprostol pada kehamilan

setelahnya di trimester kedua (16-28 minggu) untuk terminasi kehamilan di

Thomas Jefferson University Hospital dan Christiana Hospital antara tahun 1998

hingga 2004; (ii) kami melakukan pencarian berbagai literatur Medline, Scopus,

dan POPLINE, untuk mencari informasi mengenai ruptur uteri pada induksi

kehamilan di trimester kedua dengan misoprostol hanya pada wanita dengan

riwayat satu persalinan Caesar sebelumnya atau lebih. Dua pencarian Medline

independen dilakukan oleh dua peneliti (VB, JA) dengan menggunakan kata kunci

pencarian ‘misoprostol’, ‘second trimester abortion’, ‘pregnancy, second

trimester’, ‘labour, induced’, ‘labour induction’, ‘vaginal birth after caesarean’,

‘caesarean delivery’, ‘uterine rupture’ dan kombinasi kata kunci-kata kunci

tersebut. Seorang pustakawan profesional melakukan pencarian literatur Medline,

Scopus, dan POPLINE secara independen dengan menggunakan strateg berikut:

Medline: ((second or mid) adj4 trimester?) AND ruptur$ AND (cesarean$

or caesarean$ or scarred) AND (Misoprostol (MESH) OR (misoprostol$ or

cytotec or misotrol)) (textwords)

Scopus: (((TITLE-ABS-KEY(mid PRE/3 trimester)) OR (TITLE-ABS-

KEY(mid-trimester)) OR (TITLE-ABSKEY( second PRE/3 trimester)) OR

(TITLE-ABS-KEY(second-trimester))) AND ((TITLE-ABS-KEY(misoprostol*)

3

AND TITLE-ABS-KEY(rupture*)))) AND ((TITLE-ABSKEY(cesarean*) OR

TITLE-ABS-KEY(caesarean*)))

POPLINE: (misoprostol & caesarean & ruptur*)

Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 1966 (1981 merupakan

tahun laporan misoprostol pertama kali) hingga April, 2008. Seluruh penelitian

yang ada dipertimbangkan. Semua referensi dari masing-masing penelitian yang

dipertimbangkan untuk diikutsertakan dalam tinjauan dicari untuk kemungkinan

tersebut. Kami mengeksklusi penelitian yang tidak melaporkan hasil kehamilan

secara spesifik untuk wanita dengan persalinan Caesar sebelumnya. Artikel-artikel

yang dipublikasikan dalam bahasa selain bahasa Inggris kai terjemahkan. Baik

abstrak maupun manuskrip kami ikut sertakan dalam tinjauan. Para penulis artikel

kami hubungi jika tidak semua informasi tersedia dalam publikasi. Informasi yang

kami cari antara lain desain penelitian, usia kehamilan saat dilakukan induksi,

dosis misoprostol, indikasi induksi, tipe dan jumlah persalinan Caesar

sebelumnya. Selain itu, untuk kasus-kasus ruptur uteri, kami mencari komplikasi

maternal yang potensial seperti histerektomi dan transfusi darah.

Kami mengikuti pedoman Meta-analysis of Observational Studies in

Epidemiology (MOOSE) yang direkomendasikan untuk Systematic Review of

Observational Studies.

Pemilihan penelitian

Semua desain penelitian prospektif dan retrospektif memenuhi kriteria inklusi.

Laporan kasus-laporan kasus juga kami pilih, tetapi dianalisis secara terpisah,

sehingga tidak ada denominator. Data kami pilih dan klasifikasikan menjadi dua

pengkode data independen (VB, JA).

Hasil utamanya adalah ruptur uteri. Ruptur uteri didefinisikan sebagai

disrupsi atau robeknya otot uterus dan peritoneum visera, atau terpisahnya otot

uterus dari kandung kemih atau ligamentum latum akibat regangan. Semua ruptur

uteri yang timbul pasca induksi dengan misoprostol sebagai agen primer dan

pendahulu kami masukkan dalam analisis. Pendekatan-pendekatan kami lakukan

4

untuk mengevaluasi faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan ruptur,

misal, jika ruptur terjadi selama induksi ‘hanya dengan misoprostol’, versus ruptur

yang muncul akibat inisiasi agen tambahan lainnya (misal, oksitosin) jika

misoprostol yang diberikan awalnya tidak efektif.

Beberapa analisis yang berbeda kami rencanakan, temasuk penilaian hasil

utama untuk tipe dan jumlah persalinan Caesar sebelumnya yang berbeda,

termasuk kelompok: satu seksio low transverse sebelumnya, dua seksio low

transverse sebelumnya, tiga seksio low transverse sebelumnya, lebih dari tiga

seksio low transverse sebelumnya, skar yang tidak jelas dan persalinan Caesar

klasik (vertikal) sebelumnya. Untuk menilai bias publikasi, kami merencanakan

analisis yang digolongkan menurut desain penelitian, sesuai petunjuk dari

pedoman MOOSE. Analisis primer terhadap literatur adalah untuk menyingkirkan

laporan kasus, dan kami melakukan analisis sekunder yang menginklusi laporan

kasus.

Metode statistik yang dilakukan antara lain meta analisis data kumulatif

dengan menggunakan proporsi antara ruptur uteri dengan tipe dan jumlah

persalinan Caesar sebelumnya. Interval kepercayaan proporsi dikomputasi dengan

menggunakan metode Wald yang dimodifikasi.

Hasil

Di institusi kami, kami mengidentifikasi 17 kasus dengan persalinan Caesar

sebelumnya dan dengan induksi misoprostol pada kehamilan setelahnya di

trimester kedua. Karakteristiknya kami masukkan dalam Tabel 1. Masing-masing

dari 13 wanita dengan satu insisi seksio low transverse dan dua insisi seksio low

transverse tidak mengalami komplikasi persalinan per vaginam. Dari dua wanita

yang memiliki riwayat insisi klasik, satu diantaranya tidak mengalami komplikasi

persalinan per vaginam, sementara satunya mengalami ruptur uteri (Tabel 2).

Wanita tersebut menjalani satu persalinan Caesar klasik sebelumnya pada minggu

ke 27 kehamilan akibat solusio plasenta. Pada kehamilan berikutnya, wanita

tersebut diinduksi pada minggu ke 22 akibat kematian janin dari solusio plasenta.

5

Induksinya dimulai dengan kombinasi Foley supraserviks dan 100 µg misoprostol.

Ruptur uteri didiagnosis setelah adanya onset nyeri abdomen yang hebat dan

hilangnya gerak janin secara mendadak. Janin dilahirkan dengan laparotomi dan

ruptur uteri diperbaiki. Wanita tersebut memerlukan sebanyak 5 unit packed red

blood cells, tetapi kemudian mengalami perjalanan pasca operasi yang lancar.

Tabel 1. Karakteristik penelitian yang diikutsertakanPenulis (referensi)

Tahun publikasi

Desain penelitian

Usia kehamilan (minggu)

Dosis (µg)/ jalur

Interval pemberian dosis (jam)

Bayi hidup/total kasus (%)

Blumenthal (9) 2001 Kohort retrospektif (hanya abstrak

‘Trimester kedua’ 200/ vaginal 4-8 0/10 (0)

Pongsatha (10) 2003 Serial kasus ‘trimester kedua’ ‘kebanyakan’ 400/per vaginam dan oral

3-12 5/21 (24)

Rouzi (11) 2003 Serial kasus ‘Trimester kedua’ (mean UK 19,8 minggu)

200/ vaginal 6 0/10 (0)

Herabutya (12) 2003 Kohort prospektif

14-26 600-800/ vaginal

6-12 T/A

Aslan (14) 2004 Kohort retrospektif

‘mean UK 27 minggu’*

50/ vaginal x2, kemudian 100/ oral

4 T/A

Dickinson (15) 2005 Kohort retrospektif

14-28 400/ vaginal 6 101/101 (100)

Daskalakis (16)

2005 Kohort retrospektif

17-24 400/ vaginal dan 400/ oral

6 (hanya per vaginal)

99/108 (92)

Tarim (19) 2005 Kohort retrospektif

‘Trimester kedua’ (18,9 + 4,4)

200 1 T/A

Pongsatha (20) 2006 Serial kasus 20,5 + 2,8 400/ vaginal 6 17/17 (100)Daponte (21) 2006 Serial kasus 14-20 400/ vaginal 6 85/85 (100)Bhattacharjee (22)

2007 Kohort retrospektif

13-26 200-400/ vaginal atau sublingual

6 64/80 (80%)

Penelitian ini 2009 Serial kasus 16-28 100-800/ vaginal

4-6 10/17 (59%)

UK, usia kehamilan; T/A. tidak ada; *, termasuk kasus trimester ketiga

6

Tabel 2. Karakteristik laporan kasusPenulis

(referensi)Tahun

publikasiDesain

penelitianUsia

kehamilan (minggu)

Dosis (µg)/jalur

Interval pemberian dosis (jam)

Bayi hidup/ total kasus (%)

Chen (7) 1999 Laporan kasus

23 200/vaginal - (satu dosis)

1/1 (100)

Berghahn (8)

2001 Laporan kasus

23 400/vaginal, kemudian 400 oral

6 1/1 (100)

Petri (13) 2003 Laporan kasus

17 200 4 1/1 (100)

Daskalakis (17)

2005 Laporan kasus

23 400/vaginal dan 400/oral

8 (hanya per vaginal)

1/1 (100)

Nayki (18) 2005 Laporan kasus

26 200 3 1/1 (100)

Tinjauan sistematik menunjukkan adanya 55 penelitian yang kemungkinan

memenuhi syarat kriteria inklusi. Alasan untuk mengeksklusi 39 penelitian

ditampilkan di Gambar 1. Karakteristik dari 17 penelitian yang masuk kriteria

inklusi (termasuk penelitian kami) ditampilkan di Tabel 1) (serial kasus dan

penelitian kohort) dan Tabel 2 (laporan kasus). Informasi tambahan dari satu

penelitian tidak dapat diperoleh, meskipun sudah dilakukan berkali-kali kontak

dengan email dan telepon. Kasus-kasus ruptur uteri yang dianalisis menurut

jumlah insisi dan tipe ditampilkan di Tabel 3 (serial kasus dan penelitian kohort).

7

8

Studi Observasional berpotensional relevan diidentifikasi

dan disaring untuk pengambilan ( n = 55 )

Perkecualian

- Tidak ada kasus baru (review atau komentar ) ( n = 7 )

- Induksi agen selain miosoprostol digunakan untuk

trimester kedua terminasi pada wanita dengan riwayat

cesar sebelumnya ( n = 10 )

- Induksi agen selain misoprostol untuk trimester kedua

terminasi pada wanita tanpa cesar sebelumnya ( n = 2 )

- Misoprostol untuk terminasi trimester kedua pada

wanita tanpa cesar sebelumnya ( n = 2 )

- Trimester ketiga atau > 28 minggu induksi misoprostol

pada wanita dgn riwayat sesar sebelumnya (n = 11

- Trimester ketiga atau > 28 minggu induksi misoprostol

pada wanita tanpa riwayat sesar sebelumnya (n = 2)

- Trimester kedua D & E atau D & X ( n = 2 )

Observasional studi dengan digunakan

informasi ( n = 16 )

Gambar 1 Arus diagram meta - analisis

Berghella dkk

Tabel 3. Insidensi ruptur uteri pada masing-masing penelitian yang diikutsertakan (serial kasus dan penelitian kohort) dan secara keseluruhan, juga digolongkan menurut tipe dan jumlah persalinan Caesar sebelumnyaPenulis (referensi)

1 PCLT # Ruptur 2 PCLT # Ruptur

Blumenthal (9) 7 0 0 0Pongsatha (10) 21 0 0 0Rouzi (11) 6 0 4 0Herabutya (12) 45 0 8 0Aslan (14) T/A* 2 T/A T/ADickinson (15) 78 0 19 0Daskalakis (16) 96 0 12 0Tarim (19) 12 0 0 0Pongsatha (20) 16 0 1 0Daponte (21) 85 0 0 0Bhattacharjee (22) 80 0 0 0Penelitian ini 13 0 2 0Total (%) [IK 95%]

461 2 (0,43%) [0,08-1,67]

46 0 (0%) [0,00-9,20]

PCLT, persalinan Caesar low transverse; T/A, tidak ada, *, setidaknya dua kasus, kemungkinan sekitar 20

Dari 461 kasus dengan satu persalinan Caesar low transverse sebelumnya,

tingkat ruptur uteri adalah sebesar 0,43% (interval kepercayaan 0,08-1,67%)

(Tabel 3). Tiga kasus ruptur uteri lainnya pada wanita denga satu riwayat

persalinan Caesar sebelumnya dilaporkan sebagai laporan kasus. Termasuk kasus

dalam laporan kasus, tingkat ruptur uteri total adalah 1,1%. Dua kasus ruptur uteri

sisanya dilaporkan dalam penelitian kohort retrospektif karena sulit untuk

menentukan denominatornya (jumlah induksi total misoprostol di trimester

kedua). Tabel 4 memberikan rincian mengenai seluruh kasus ruptur. Satu wanita

yang menerima misoprostol awal sebanyak 50 µg intravaginal, diikuti selama 8

jam berikutnya dengan dua dosis 100 µg misoprostol oral. Oksitosin mulai

diberikan kemudian dan ditambahkan dalam 3 jam berikutnya menjadi 3 mU/jam.

Pada pemberian dosis tersebut, pemeriksaan palpasi vagina tidak dapat

menunjukkan presentasi bagian apapun, dengan ultrasonografi masih dapat

menunjukkan janin dalam rongga abdomen. Laparotomi dilakukan, dan ‘semua

berjalan lancar kemudian wanita tersebut dipulangkan pada hari ketiga pasca

9

operasi’. Wanita kedua mendapatkan misoprostol intravagina 50 µg, kemudian

diikuti dengan misoprostol intravaginal 50 µg lagi 4 jam kemudian. Oksitosin

diberikan kemudian dengan dosis 1 mU/jam. Enam jam kemudian terdapat

kecurigaan ruptur uteri dikarenakan adanya nyeri abdominal yang hebat dan

terbukti saat dilakukan laparotomi karena terdapat protrusi bahu janin pada insisi

Caesar sebelumnya. Defek yang timbul diperbaiki, dengan perjalanan pasca

operatif yang tidak disertai komplikasi. Tiga kasus yang lain diinduksi antara

minggu ke 17 hingga 26 kehamilan, dan menerima dosis misoprostol total

sebanyak kisaran 800 hingga 1200 µg (Tabel 4).

Tidak ada ruptur uteri yang ditemukan pada 46 kasus dengan riwayat dua

persalinan Caesar low transverse sebelumnya. Dua ruptur uteri dilaporkan sebagai

laporan kasus terpisah. Keduanya terjadi pada wanita dengan riwayat dua

persalinan Caesar sebelumnya pada usia kehamilan 23 minggu. Wanita pertama

datang dengan korioamnionitis dan kemungkinan ketuban pecah dini yang sudah

lama. Ruptur uteri muncul 15 jam setelah pemberian misoprostol 200 µg dosis

tunggal intravaginal. Total kehilangan darah sebanyak 200 ml, tanpa perlu

tindakan transfusi maupun histerektomi, disertai dengan perjalanan klinik tanpa

komplikasi. Wanita kedua datang untuk terminasi janin trisomi 21. Wanita

tersebut sudah mendapatkan pemasangan tiga laminaria di serviks saat rawat

jalan, diikuti dengan pemberian misoprostol 400 µg intravaginal oleh dirinya

sendiri, diikuti pemakaian misoprostol 400 µg bukal 6 jam kemudian. Ruptur uteri

didiagnosis setelah dilakukan tindakan dilatasi dan evakuasi, yang dikerjakan saat

wanita tersebut sudah stabil, yang memperlihatkan adanya omentum. Perkiraan

kehilangan darah adalah 3000 ml, memerlukan transfusi 4 unit packed red blood

cell. Uterus diperbaiki, tidak memerlukan histerektomi, dan tidak mengalami

koagulopati.

10

11

Table 4. Rincian delapan kasus ruptur uteri yang dilaporkan dalam literatur setelah induksi misoprostol pada kehamilan berikutnya pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnyaTipe persalinan Caesar sebelumnya

Jumlah persalinan Caesar sebelumnya

Usia persalinan saat induksi

Dosis total misoprostol (µg)

Jalur pemberian misoprostol

Laparotomi Histerektomi Transfusi darah

Keterangan Penulis (referensi)

Laporan kasus

LT 1 26 250 Vaginal X - - Ditambah oksitosin Aslan (14)LT 1 26 100 Vaginal X - - Ditambah oksitosin Aslan (14)LT 1 17 1000 Vaginal X - - - Petri (13) XLT 1 23 1200 Vaginal/

OralX - - - Daskalakis (16) X

LT 1 26 800 Vaginal X - 2 unit pRBC - Nayki (18) XLT 2 23 200 Vaginal X - - Korioamnionitis Chen (7) XLT 2 23 800 Vaginal/

OralX - 4 unit pRBC Laminaria, D&E Berghahn (8) X

Klasik 1 22 100 Vaginal X - 5 unit pRBC Solusio, Foley Penelitian saat ini

LT, low transverse; TA,tidak ada; pRBC, packed red blood cells.

12

Dari tujuh kasus dengan tiga persalinan Caesar low transverse

sebelumnya, tidak satupun yang mengalami ruptur uteri. Dari dua kasus dengan

riwayat persalinan caesar klasik sebelumnya, satu orang, yang telah dikemukakan,

mengalami ruptur. Tidak satupun dari delapan kasus ruptur uteri berhubungan

dengan mortalitas maternal. Lima dari delapan kasus ruptur uteri timbul selama

induksi dilakukan pada janin hidup.

Kesimpulan

Insidensi ruptur uteri diantara wanita dengan satu riwayat persalinan Caesar low

transverse sebelumnya dan terminasi dengan misoprostol pada trimester kedua di

kehamilan selanjutnya adalah sebesar 0,43%. Ruptur tambahan yang hanya

dilaporkan sebagai kasus meningkatkan insidensi menjadi 1,1%. Tiga dari lima

ruptur uteri total timbul pada minggu ke 26, dimana dua diantaranya mendapatkan

tambahan oksitosin pada pemberian dosis misoprostol awal. Kedua kasus yang

timbul sebelum usia kehamilan 26 minggu berhubungan dengan pemberian dosis

total misoprostol sebesar > 1000 µg. Tidak satupun dari kelima ruptur tersebut

memerlukan tindakan histerektomi, dan hanya 1 (20%) kasus memerlukan

transfusi darah.

Tidak ada laporan mengenai ruptur uteri yang dilaporkan dalam penelitian

kohort atau penelitian serial terhadap wanita dengan dua insisi low transverse

sebelumnya, meskipun dua kasus individu telah dilaporkan. Kedua kasus tersebut

memiliki faktor risiko yang berhubungan dengan korioamnionitis pada satu kasus,

sementara kasus lain muncul saat dilakukan kuretase. Hanya ada tujuh laporan

kasus dimana wanita tersebut memiliki riwayat tiga persalinan Caesar sebelumnya

dan tiga kasus dimanatipe persalinan Caesarnya tidak jelas; tidak ada ruptur yang

dilaporkan. Oleh karenanya, sudah ada data yang cukup untuk menyebutkan

keaanan terminasi pada trimester kedua pada wanita dengan dua atau lebih

riwayat persalinan Caesar low transverse sebelumnya, atau dengan insisi klasik.

Penelitian yang lebih besar masih diperlukan untuk menentukan insidensi ruptur

uteri yang sebenarnya pada populasi pasien tersebut.

13

Seorang wanita dengan persalinan Caesar sebelumnya memiliki tiga

pilihan cara melahirkan pada kehamilan selanjutnya jika menginginkan atau

mendapatkan indikasi untuk terminasi di trimester kedua: partus percobaan yang

diinduksi dengan obat-obatan untuk mencapai target persalinan per vaginam

setelag Caesar; persalinan Caesar ulang atau dilakukan dilatasi dan ekstraksi (atau

D&E, misal D&X). Tidak terdapat uji teracak yang membandingkan keamanan

(maternal dan janin/morbiditas dan mortalitas neonatus) maupun keefektivan dari

pilihan tersebut.

Terkait dengan keamanan partus percobaan pasca persalinan Caesar, yang

merupakan hasil utama yang diinginkan dari penelitian kami, ruptur uteri

merupakan komplikasi utama. Risiko ruptur uteri dengan kebijakan partus

percobaan saat cukup bulan pasca persalinan Caesar tegantung pada beberapa

faktor antara lain jumlah persalinan Caesar sebelumnya, skar Caesar klasi

sebelumnya (vertikal), ruptur sebelumnya, induksi atau augmentasi, makrosomi

janin, dan adanya kemungkinan interval diantara persalinan < 18 bulan, usia

maternal > 30 tahun dan demam pada waktu di sekitar persalinan Caesar

sebelumnya. Tingkat ruptur skar selama VABC dimana terdapat onset spontan

persalinan sebesar 0,4-0,4%. Wanita hamil cukup bulan atau baru memasuki

trimester ketiga dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya dan disertai induksi

misoprostol, terdapat laporan insidensi ruptur uteri sebesar 5,6%. Misoprostol

dikontraindikasikan untuk induksi persalinan pada wanita setelah 28 minggu

kehamilan dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya.

Pada terminasi di trimester kedua pada wanita dengan riwayat persalinan

Caesar sebelumnya dengan menggunakan agen induksi yang lain, insidensi ruptur

uteri pada 79 wanita dengan satu riwayat persalinan Caesar low transverse

sebelumnya dan dengan induksi pada trimester kedua dengan menggunakan agen-

agen prostaglandin E2, oksitosin, atau keduanya, adalah sebesar 3,8%, dengan

disertai insidensi transfusi darah sebesar 11,4%. Ruptur uteri telah dilaporkan pula

pada wanita serupa yang diinduksi dengan prostaglandin F2a dan urea intra

amniotik.

14

Dengan hasil-hasil tersebut, misoprostol menunjukkan keamanannya

sebagai agen induksi pada wanita dengan riwayat satu Caesar low transverse

sebelumnya yang memerlukan terminasi di trimester kedua kehamilan setelahnya,

meskipun pemakaian oksitosin sebagai agen tambahan untuk augmentasi

persalinan pada wanita-wanita tersebut harus diminimalkan.

Pilihan D&E atau D&X tingkat lanjut belum pernah dibandingkan dengan

induksi obat-obatan pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya

dan kemudian memerlukan terminasi kehamilan pada trimester kedua. D&E atau

D&X pada trimester kedua hanya aman ketika dilakukan oleh operator yang

handal dan, oleh karenanya, tidak tersedia secara luas. Pilihan laparotomi bagi

wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya yang memerlukan terminasi

pada trimester kedua untuk kehamilan yang non-viabel atau tidak diharapkan

sama saja dengan persalinan Caesar ulang, yang berhubungan dengan komplikasi

maternal yang signifikan, dan dapat dihindari dengan penggunaan misoprostol.

Kekuatan dari penelitian kami antara lain kelengkapan dari tinjauan yang

sistematis, yang dikerjakan melalui pencarian individu berlapis, termasuk oleh

profesional. Kami juga mengikuti rekomendasi dari pedoman QUOROM. Seperti

pada semua tinjauan sistematis pada penelitian pengamatan, kelemahannya adalah

dalam bias publikasi. Sebagian besar ruptur uteri dilaporkan dalam laporan kasus,

yang meningkatkan insidensi komplikasi tersebut ketika dimasukkan dalam

analisis kami. Sulit untuk menentukan bias publikasi karena baik laporan

preferensi tentang hasil buruk atau hasil baik bisa saja terjadi.

Dikarenakan tidak ada metode yang bebas dari risiko apapun, misoprostol

untuk terminasi kehamilan trimester kedua terlihat aman dan efektif setidaknya

untuk wanita dengan riwayat satu persalinan Caesar low transverse sebelumnya.

Sehubungan dengan risiko maternal dari ruptur uteri pada wanita dengan

berapapun riwayat persalinan Caesar sebelumnya dan induksi persalinan pada

trimester kedua setelahnya dengan misoprostol, laporan ini menemukan adanya

morbiditas maternal yang minimal (memerlukan laparotomi, risiko transfusi

darah, maupun histerektomi) dan tidak ditemukan adanya mortalitas maternal.

Terminasi trimester kedua kehamilan dilakukan baik pada kematian janin atau

15

terminasi yang memang diinginkan, sehingga efek yang ditimbulkan janin berupa

ruptur uteri biasanya tidak berperan dalam manajemen klinik. Oleh karenanya,

terdapat argumen mengenai penggunaannya bahwa telah terdapat lebih dari satu

persalinan Caesar sebelumnya, karena tinjauan ini tidak menemukan kasus ruptur

pada hampir 50 induksi dengan misoprostol, dan tidak ditemukan adanya

morbiditas yang serius bahkan ketika laporan kasus diikutsertakan dalam analisis.

Konseling yang sesuai termasuk konsultasi tentang risiko seperti yang telah

dijelaskan seharusnya diberikan kepada wanita yang memiliki riwayat persalinan

Caesar sebelumnya dan kemudian memutuskan cara persalinan berikutnya.

Wanita tersebut memiliki pilihan terakhir.

Untuk meminimalkan risiko, karena bisa terjadi ruptur uteri, seorang

dokter kebidanan, dokter anestesi, perawat, dan personel operasi yang

berpengalaman harus siap sedia setiap saat.

16