Manajemen Anestesi pada Pasien Seksio Sesarea Primigravida ...
Pemberian Misoprostol Untuk Terminasi Kehamilan Trimester Kedua Pada Wanita Dengan Riwayat Seksio...
-
Upload
jessica-tania-hosen -
Category
Documents
-
view
417 -
download
3
Transcript of Pemberian Misoprostol Untuk Terminasi Kehamilan Trimester Kedua Pada Wanita Dengan Riwayat Seksio...
Pemberian Misoprostol untuk Terminasi Kehamilan Trimester
Kedua pada Wanita dengan Riwayat Seksio Caesar: Sebuah
Tinjauan Sistematik
Latar belakang: Induksi kehamilan trimester kedua dengan misoprostol pada
wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya belum pernah diteliti
dengan baik.
Tujuan: Untuk memperkirakan risiko ruptur uteri akibat misoprostol yang
digunakan sebagai agen induksi terminasi kehamilan pada trimester kedua
kehamilan pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya.
Strategi pencarian: Kasus-kasus wanita dengan riwayat persalinan Caesar
dengan induksi misoprostol setelahnya untuk terminasi kehamilan di trimester
kedua (16-28 minggu) didapatkan dari dua sumber data. Pertama, analisis bagan
retrospektif dilakukan di Thomas Jefferson University Hospital dan Christiana
Hospital antara tahun 1998 hingga 2004. Kedua, melakukan pencarian berbagai
literatur Medline, Scopus, Dan POPLINE.
Kriteria pemilihan: Serial kasus dan penelitian kohort pada wanita dengan atu
atau lebih riwayat persalinan Caesar sebelumnya (tipe apapun), dan dengan
kehamilan setelahnya yang diinduksi persalinannya untuk terminasi kehamilan
pada usia 16-28 minggu dengan menggunakan misoprostol sebagai agen
pendahulu utama dimasukkan dalam tinjauan ini. Laporan kasus dianalisis secara
terpisah.
Pengumpulan data dan analisis: Seluruh kasus dianalisis menurut jenis dan
jumlah persalinan Caesar sebelumnya, untuk mencari hasil utama berupa ruptur
uteri.
Hasil utama: Insidensi ruptur uteri yang berhubungan dengan terminasi
kehamilan di trimester kedua dengan menggunakan misoprostol adalah sebesar
0,4% (2/461) pada wanita dengan satu persalinan Caesar low transverse
sebelumnya, 0% (0/46) pada wanita dengan dua riwayat persalinan Caesar low
transverse sebelumnya, dan 50% (1/2) pada wanita dengan riwayat persalinan
1
Caesar klasik sebelumnya. Satu dari kasus ruptur uteri pada wanita dengan
riwayat Caesar low transverse sebelumnya memerlukan transfusi. Tidak satupun
dari delapan kasus (termasuk laporan kasus) ruptur uteri berhubungan dengan
dilakukannya histerektomi.
Kesimpulan: Terminasi dengan misoprostol pada trimester kedua terlihat aman
pada wanita dengan satu persalinan Caesar low transeverse sebelumnya, karena
berhubungan dengan insidensi ruptur uteri pada 0,4% (interval kepercayaan 95%
0,08-1,67%), histerektomi pada 0%, dan transfusi pada 0,2% wanita. Terdapat
data risiko yang mencukupi dengan lebih dari satu persalinan Caesar sebelumnya
atau dengan persalinan Caesar klasik sebelumnya.
Kata kunci: Induksi, misoprostol, persalinan Caesar sebelumnya, trimester
kedua.
Pendahuluan
Insidensi kelahiran Caesar di US meningkat lagi pada tahun 2007, menjadi yang
tertinggi sepanjang masa sebesar 31,8% dari seluruh kelahiran. Oleh karenanya,
induksi persalinan pada trimester kedua dalam skenario kelahiran Caesar
sebelumnya semakin banyak ditemukan. Misoprostol telah digunakan dengan
semakin populernya penggunaan untuk induksi, karena telah terbukti bahwa
misoprostol merupakan agen yang paling efektif untuk induksi di trimester kedua.
Keamanan penggunaan misoprostol telah dipertanyakan untuk wanita dengan
riwayat persalinan Caesar sebelumnya, meningkatkan risiko ruptur uteri pada
wanita yang diinduksi dengan misoprostol saat kehamilan aterm atau hampir
aterm. Data keamanan induksi misoprostol sebelum trimester ketiga pada wanita
dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya masih terbatas. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperkirakan risiko ruptur uteri pada pemberian
misoprostol sebagai agen induksi saat kehamilan trimester kedua pada wanita
dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya.
2
Sumber-sumber
Hanya wanita dengan satu atau lebih riwayat persalinan sebelumnya (tipe
apapun), dan dengan kehamilan setelahnya yang diterminasi dengan induksi di
trimester kedua (16-28 minggu) menggunakan misoprostol sebagai agen utama
awal kami sertakan dalam penelitian.
Wanita tanpa riwayat persalinan Caesar sebelumnya, wanita dengan
induksi persalinan setelah 28 minggu, dan wanita dengan agen lain atau tambahan
untuk inisiasi induksi, selain laminaria atau Foley, kami eksklusi.
Kami menggunakan dua macam sumber: (i) analisis baan retrospektif
kami lakukan untuk seluruh wanita dengan satu riwayat persalinan Caesar
sebelumnya atau lebih, yang mendapatkan induksi misoprostol pada kehamilan
setelahnya di trimester kedua (16-28 minggu) untuk terminasi kehamilan di
Thomas Jefferson University Hospital dan Christiana Hospital antara tahun 1998
hingga 2004; (ii) kami melakukan pencarian berbagai literatur Medline, Scopus,
dan POPLINE, untuk mencari informasi mengenai ruptur uteri pada induksi
kehamilan di trimester kedua dengan misoprostol hanya pada wanita dengan
riwayat satu persalinan Caesar sebelumnya atau lebih. Dua pencarian Medline
independen dilakukan oleh dua peneliti (VB, JA) dengan menggunakan kata kunci
pencarian ‘misoprostol’, ‘second trimester abortion’, ‘pregnancy, second
trimester’, ‘labour, induced’, ‘labour induction’, ‘vaginal birth after caesarean’,
‘caesarean delivery’, ‘uterine rupture’ dan kombinasi kata kunci-kata kunci
tersebut. Seorang pustakawan profesional melakukan pencarian literatur Medline,
Scopus, dan POPLINE secara independen dengan menggunakan strateg berikut:
Medline: ((second or mid) adj4 trimester?) AND ruptur$ AND (cesarean$
or caesarean$ or scarred) AND (Misoprostol (MESH) OR (misoprostol$ or
cytotec or misotrol)) (textwords)
Scopus: (((TITLE-ABS-KEY(mid PRE/3 trimester)) OR (TITLE-ABS-
KEY(mid-trimester)) OR (TITLE-ABSKEY( second PRE/3 trimester)) OR
(TITLE-ABS-KEY(second-trimester))) AND ((TITLE-ABS-KEY(misoprostol*)
3
AND TITLE-ABS-KEY(rupture*)))) AND ((TITLE-ABSKEY(cesarean*) OR
TITLE-ABS-KEY(caesarean*)))
POPLINE: (misoprostol & caesarean & ruptur*)
Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 1966 (1981 merupakan
tahun laporan misoprostol pertama kali) hingga April, 2008. Seluruh penelitian
yang ada dipertimbangkan. Semua referensi dari masing-masing penelitian yang
dipertimbangkan untuk diikutsertakan dalam tinjauan dicari untuk kemungkinan
tersebut. Kami mengeksklusi penelitian yang tidak melaporkan hasil kehamilan
secara spesifik untuk wanita dengan persalinan Caesar sebelumnya. Artikel-artikel
yang dipublikasikan dalam bahasa selain bahasa Inggris kai terjemahkan. Baik
abstrak maupun manuskrip kami ikut sertakan dalam tinjauan. Para penulis artikel
kami hubungi jika tidak semua informasi tersedia dalam publikasi. Informasi yang
kami cari antara lain desain penelitian, usia kehamilan saat dilakukan induksi,
dosis misoprostol, indikasi induksi, tipe dan jumlah persalinan Caesar
sebelumnya. Selain itu, untuk kasus-kasus ruptur uteri, kami mencari komplikasi
maternal yang potensial seperti histerektomi dan transfusi darah.
Kami mengikuti pedoman Meta-analysis of Observational Studies in
Epidemiology (MOOSE) yang direkomendasikan untuk Systematic Review of
Observational Studies.
Pemilihan penelitian
Semua desain penelitian prospektif dan retrospektif memenuhi kriteria inklusi.
Laporan kasus-laporan kasus juga kami pilih, tetapi dianalisis secara terpisah,
sehingga tidak ada denominator. Data kami pilih dan klasifikasikan menjadi dua
pengkode data independen (VB, JA).
Hasil utamanya adalah ruptur uteri. Ruptur uteri didefinisikan sebagai
disrupsi atau robeknya otot uterus dan peritoneum visera, atau terpisahnya otot
uterus dari kandung kemih atau ligamentum latum akibat regangan. Semua ruptur
uteri yang timbul pasca induksi dengan misoprostol sebagai agen primer dan
pendahulu kami masukkan dalam analisis. Pendekatan-pendekatan kami lakukan
4
untuk mengevaluasi faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan ruptur,
misal, jika ruptur terjadi selama induksi ‘hanya dengan misoprostol’, versus ruptur
yang muncul akibat inisiasi agen tambahan lainnya (misal, oksitosin) jika
misoprostol yang diberikan awalnya tidak efektif.
Beberapa analisis yang berbeda kami rencanakan, temasuk penilaian hasil
utama untuk tipe dan jumlah persalinan Caesar sebelumnya yang berbeda,
termasuk kelompok: satu seksio low transverse sebelumnya, dua seksio low
transverse sebelumnya, tiga seksio low transverse sebelumnya, lebih dari tiga
seksio low transverse sebelumnya, skar yang tidak jelas dan persalinan Caesar
klasik (vertikal) sebelumnya. Untuk menilai bias publikasi, kami merencanakan
analisis yang digolongkan menurut desain penelitian, sesuai petunjuk dari
pedoman MOOSE. Analisis primer terhadap literatur adalah untuk menyingkirkan
laporan kasus, dan kami melakukan analisis sekunder yang menginklusi laporan
kasus.
Metode statistik yang dilakukan antara lain meta analisis data kumulatif
dengan menggunakan proporsi antara ruptur uteri dengan tipe dan jumlah
persalinan Caesar sebelumnya. Interval kepercayaan proporsi dikomputasi dengan
menggunakan metode Wald yang dimodifikasi.
Hasil
Di institusi kami, kami mengidentifikasi 17 kasus dengan persalinan Caesar
sebelumnya dan dengan induksi misoprostol pada kehamilan setelahnya di
trimester kedua. Karakteristiknya kami masukkan dalam Tabel 1. Masing-masing
dari 13 wanita dengan satu insisi seksio low transverse dan dua insisi seksio low
transverse tidak mengalami komplikasi persalinan per vaginam. Dari dua wanita
yang memiliki riwayat insisi klasik, satu diantaranya tidak mengalami komplikasi
persalinan per vaginam, sementara satunya mengalami ruptur uteri (Tabel 2).
Wanita tersebut menjalani satu persalinan Caesar klasik sebelumnya pada minggu
ke 27 kehamilan akibat solusio plasenta. Pada kehamilan berikutnya, wanita
tersebut diinduksi pada minggu ke 22 akibat kematian janin dari solusio plasenta.
5
Induksinya dimulai dengan kombinasi Foley supraserviks dan 100 µg misoprostol.
Ruptur uteri didiagnosis setelah adanya onset nyeri abdomen yang hebat dan
hilangnya gerak janin secara mendadak. Janin dilahirkan dengan laparotomi dan
ruptur uteri diperbaiki. Wanita tersebut memerlukan sebanyak 5 unit packed red
blood cells, tetapi kemudian mengalami perjalanan pasca operasi yang lancar.
Tabel 1. Karakteristik penelitian yang diikutsertakanPenulis (referensi)
Tahun publikasi
Desain penelitian
Usia kehamilan (minggu)
Dosis (µg)/ jalur
Interval pemberian dosis (jam)
Bayi hidup/total kasus (%)
Blumenthal (9) 2001 Kohort retrospektif (hanya abstrak
‘Trimester kedua’ 200/ vaginal 4-8 0/10 (0)
Pongsatha (10) 2003 Serial kasus ‘trimester kedua’ ‘kebanyakan’ 400/per vaginam dan oral
3-12 5/21 (24)
Rouzi (11) 2003 Serial kasus ‘Trimester kedua’ (mean UK 19,8 minggu)
200/ vaginal 6 0/10 (0)
Herabutya (12) 2003 Kohort prospektif
14-26 600-800/ vaginal
6-12 T/A
Aslan (14) 2004 Kohort retrospektif
‘mean UK 27 minggu’*
50/ vaginal x2, kemudian 100/ oral
4 T/A
Dickinson (15) 2005 Kohort retrospektif
14-28 400/ vaginal 6 101/101 (100)
Daskalakis (16)
2005 Kohort retrospektif
17-24 400/ vaginal dan 400/ oral
6 (hanya per vaginal)
99/108 (92)
Tarim (19) 2005 Kohort retrospektif
‘Trimester kedua’ (18,9 + 4,4)
200 1 T/A
Pongsatha (20) 2006 Serial kasus 20,5 + 2,8 400/ vaginal 6 17/17 (100)Daponte (21) 2006 Serial kasus 14-20 400/ vaginal 6 85/85 (100)Bhattacharjee (22)
2007 Kohort retrospektif
13-26 200-400/ vaginal atau sublingual
6 64/80 (80%)
Penelitian ini 2009 Serial kasus 16-28 100-800/ vaginal
4-6 10/17 (59%)
UK, usia kehamilan; T/A. tidak ada; *, termasuk kasus trimester ketiga
6
Tabel 2. Karakteristik laporan kasusPenulis
(referensi)Tahun
publikasiDesain
penelitianUsia
kehamilan (minggu)
Dosis (µg)/jalur
Interval pemberian dosis (jam)
Bayi hidup/ total kasus (%)
Chen (7) 1999 Laporan kasus
23 200/vaginal - (satu dosis)
1/1 (100)
Berghahn (8)
2001 Laporan kasus
23 400/vaginal, kemudian 400 oral
6 1/1 (100)
Petri (13) 2003 Laporan kasus
17 200 4 1/1 (100)
Daskalakis (17)
2005 Laporan kasus
23 400/vaginal dan 400/oral
8 (hanya per vaginal)
1/1 (100)
Nayki (18) 2005 Laporan kasus
26 200 3 1/1 (100)
Tinjauan sistematik menunjukkan adanya 55 penelitian yang kemungkinan
memenuhi syarat kriteria inklusi. Alasan untuk mengeksklusi 39 penelitian
ditampilkan di Gambar 1. Karakteristik dari 17 penelitian yang masuk kriteria
inklusi (termasuk penelitian kami) ditampilkan di Tabel 1) (serial kasus dan
penelitian kohort) dan Tabel 2 (laporan kasus). Informasi tambahan dari satu
penelitian tidak dapat diperoleh, meskipun sudah dilakukan berkali-kali kontak
dengan email dan telepon. Kasus-kasus ruptur uteri yang dianalisis menurut
jumlah insisi dan tipe ditampilkan di Tabel 3 (serial kasus dan penelitian kohort).
7
8
Studi Observasional berpotensional relevan diidentifikasi
dan disaring untuk pengambilan ( n = 55 )
Perkecualian
- Tidak ada kasus baru (review atau komentar ) ( n = 7 )
- Induksi agen selain miosoprostol digunakan untuk
trimester kedua terminasi pada wanita dengan riwayat
cesar sebelumnya ( n = 10 )
- Induksi agen selain misoprostol untuk trimester kedua
terminasi pada wanita tanpa cesar sebelumnya ( n = 2 )
- Misoprostol untuk terminasi trimester kedua pada
wanita tanpa cesar sebelumnya ( n = 2 )
- Trimester ketiga atau > 28 minggu induksi misoprostol
pada wanita dgn riwayat sesar sebelumnya (n = 11
- Trimester ketiga atau > 28 minggu induksi misoprostol
pada wanita tanpa riwayat sesar sebelumnya (n = 2)
- Trimester kedua D & E atau D & X ( n = 2 )
Observasional studi dengan digunakan
informasi ( n = 16 )
Gambar 1 Arus diagram meta - analisis
Berghella dkk
Tabel 3. Insidensi ruptur uteri pada masing-masing penelitian yang diikutsertakan (serial kasus dan penelitian kohort) dan secara keseluruhan, juga digolongkan menurut tipe dan jumlah persalinan Caesar sebelumnyaPenulis (referensi)
1 PCLT # Ruptur 2 PCLT # Ruptur
Blumenthal (9) 7 0 0 0Pongsatha (10) 21 0 0 0Rouzi (11) 6 0 4 0Herabutya (12) 45 0 8 0Aslan (14) T/A* 2 T/A T/ADickinson (15) 78 0 19 0Daskalakis (16) 96 0 12 0Tarim (19) 12 0 0 0Pongsatha (20) 16 0 1 0Daponte (21) 85 0 0 0Bhattacharjee (22) 80 0 0 0Penelitian ini 13 0 2 0Total (%) [IK 95%]
461 2 (0,43%) [0,08-1,67]
46 0 (0%) [0,00-9,20]
PCLT, persalinan Caesar low transverse; T/A, tidak ada, *, setidaknya dua kasus, kemungkinan sekitar 20
Dari 461 kasus dengan satu persalinan Caesar low transverse sebelumnya,
tingkat ruptur uteri adalah sebesar 0,43% (interval kepercayaan 0,08-1,67%)
(Tabel 3). Tiga kasus ruptur uteri lainnya pada wanita denga satu riwayat
persalinan Caesar sebelumnya dilaporkan sebagai laporan kasus. Termasuk kasus
dalam laporan kasus, tingkat ruptur uteri total adalah 1,1%. Dua kasus ruptur uteri
sisanya dilaporkan dalam penelitian kohort retrospektif karena sulit untuk
menentukan denominatornya (jumlah induksi total misoprostol di trimester
kedua). Tabel 4 memberikan rincian mengenai seluruh kasus ruptur. Satu wanita
yang menerima misoprostol awal sebanyak 50 µg intravaginal, diikuti selama 8
jam berikutnya dengan dua dosis 100 µg misoprostol oral. Oksitosin mulai
diberikan kemudian dan ditambahkan dalam 3 jam berikutnya menjadi 3 mU/jam.
Pada pemberian dosis tersebut, pemeriksaan palpasi vagina tidak dapat
menunjukkan presentasi bagian apapun, dengan ultrasonografi masih dapat
menunjukkan janin dalam rongga abdomen. Laparotomi dilakukan, dan ‘semua
berjalan lancar kemudian wanita tersebut dipulangkan pada hari ketiga pasca
9
operasi’. Wanita kedua mendapatkan misoprostol intravagina 50 µg, kemudian
diikuti dengan misoprostol intravaginal 50 µg lagi 4 jam kemudian. Oksitosin
diberikan kemudian dengan dosis 1 mU/jam. Enam jam kemudian terdapat
kecurigaan ruptur uteri dikarenakan adanya nyeri abdominal yang hebat dan
terbukti saat dilakukan laparotomi karena terdapat protrusi bahu janin pada insisi
Caesar sebelumnya. Defek yang timbul diperbaiki, dengan perjalanan pasca
operatif yang tidak disertai komplikasi. Tiga kasus yang lain diinduksi antara
minggu ke 17 hingga 26 kehamilan, dan menerima dosis misoprostol total
sebanyak kisaran 800 hingga 1200 µg (Tabel 4).
Tidak ada ruptur uteri yang ditemukan pada 46 kasus dengan riwayat dua
persalinan Caesar low transverse sebelumnya. Dua ruptur uteri dilaporkan sebagai
laporan kasus terpisah. Keduanya terjadi pada wanita dengan riwayat dua
persalinan Caesar sebelumnya pada usia kehamilan 23 minggu. Wanita pertama
datang dengan korioamnionitis dan kemungkinan ketuban pecah dini yang sudah
lama. Ruptur uteri muncul 15 jam setelah pemberian misoprostol 200 µg dosis
tunggal intravaginal. Total kehilangan darah sebanyak 200 ml, tanpa perlu
tindakan transfusi maupun histerektomi, disertai dengan perjalanan klinik tanpa
komplikasi. Wanita kedua datang untuk terminasi janin trisomi 21. Wanita
tersebut sudah mendapatkan pemasangan tiga laminaria di serviks saat rawat
jalan, diikuti dengan pemberian misoprostol 400 µg intravaginal oleh dirinya
sendiri, diikuti pemakaian misoprostol 400 µg bukal 6 jam kemudian. Ruptur uteri
didiagnosis setelah dilakukan tindakan dilatasi dan evakuasi, yang dikerjakan saat
wanita tersebut sudah stabil, yang memperlihatkan adanya omentum. Perkiraan
kehilangan darah adalah 3000 ml, memerlukan transfusi 4 unit packed red blood
cell. Uterus diperbaiki, tidak memerlukan histerektomi, dan tidak mengalami
koagulopati.
10
Table 4. Rincian delapan kasus ruptur uteri yang dilaporkan dalam literatur setelah induksi misoprostol pada kehamilan berikutnya pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnyaTipe persalinan Caesar sebelumnya
Jumlah persalinan Caesar sebelumnya
Usia persalinan saat induksi
Dosis total misoprostol (µg)
Jalur pemberian misoprostol
Laparotomi Histerektomi Transfusi darah
Keterangan Penulis (referensi)
Laporan kasus
LT 1 26 250 Vaginal X - - Ditambah oksitosin Aslan (14)LT 1 26 100 Vaginal X - - Ditambah oksitosin Aslan (14)LT 1 17 1000 Vaginal X - - - Petri (13) XLT 1 23 1200 Vaginal/
OralX - - - Daskalakis (16) X
LT 1 26 800 Vaginal X - 2 unit pRBC - Nayki (18) XLT 2 23 200 Vaginal X - - Korioamnionitis Chen (7) XLT 2 23 800 Vaginal/
OralX - 4 unit pRBC Laminaria, D&E Berghahn (8) X
Klasik 1 22 100 Vaginal X - 5 unit pRBC Solusio, Foley Penelitian saat ini
LT, low transverse; TA,tidak ada; pRBC, packed red blood cells.
12
Dari tujuh kasus dengan tiga persalinan Caesar low transverse
sebelumnya, tidak satupun yang mengalami ruptur uteri. Dari dua kasus dengan
riwayat persalinan caesar klasik sebelumnya, satu orang, yang telah dikemukakan,
mengalami ruptur. Tidak satupun dari delapan kasus ruptur uteri berhubungan
dengan mortalitas maternal. Lima dari delapan kasus ruptur uteri timbul selama
induksi dilakukan pada janin hidup.
Kesimpulan
Insidensi ruptur uteri diantara wanita dengan satu riwayat persalinan Caesar low
transverse sebelumnya dan terminasi dengan misoprostol pada trimester kedua di
kehamilan selanjutnya adalah sebesar 0,43%. Ruptur tambahan yang hanya
dilaporkan sebagai kasus meningkatkan insidensi menjadi 1,1%. Tiga dari lima
ruptur uteri total timbul pada minggu ke 26, dimana dua diantaranya mendapatkan
tambahan oksitosin pada pemberian dosis misoprostol awal. Kedua kasus yang
timbul sebelum usia kehamilan 26 minggu berhubungan dengan pemberian dosis
total misoprostol sebesar > 1000 µg. Tidak satupun dari kelima ruptur tersebut
memerlukan tindakan histerektomi, dan hanya 1 (20%) kasus memerlukan
transfusi darah.
Tidak ada laporan mengenai ruptur uteri yang dilaporkan dalam penelitian
kohort atau penelitian serial terhadap wanita dengan dua insisi low transverse
sebelumnya, meskipun dua kasus individu telah dilaporkan. Kedua kasus tersebut
memiliki faktor risiko yang berhubungan dengan korioamnionitis pada satu kasus,
sementara kasus lain muncul saat dilakukan kuretase. Hanya ada tujuh laporan
kasus dimana wanita tersebut memiliki riwayat tiga persalinan Caesar sebelumnya
dan tiga kasus dimanatipe persalinan Caesarnya tidak jelas; tidak ada ruptur yang
dilaporkan. Oleh karenanya, sudah ada data yang cukup untuk menyebutkan
keaanan terminasi pada trimester kedua pada wanita dengan dua atau lebih
riwayat persalinan Caesar low transverse sebelumnya, atau dengan insisi klasik.
Penelitian yang lebih besar masih diperlukan untuk menentukan insidensi ruptur
uteri yang sebenarnya pada populasi pasien tersebut.
13
Seorang wanita dengan persalinan Caesar sebelumnya memiliki tiga
pilihan cara melahirkan pada kehamilan selanjutnya jika menginginkan atau
mendapatkan indikasi untuk terminasi di trimester kedua: partus percobaan yang
diinduksi dengan obat-obatan untuk mencapai target persalinan per vaginam
setelag Caesar; persalinan Caesar ulang atau dilakukan dilatasi dan ekstraksi (atau
D&E, misal D&X). Tidak terdapat uji teracak yang membandingkan keamanan
(maternal dan janin/morbiditas dan mortalitas neonatus) maupun keefektivan dari
pilihan tersebut.
Terkait dengan keamanan partus percobaan pasca persalinan Caesar, yang
merupakan hasil utama yang diinginkan dari penelitian kami, ruptur uteri
merupakan komplikasi utama. Risiko ruptur uteri dengan kebijakan partus
percobaan saat cukup bulan pasca persalinan Caesar tegantung pada beberapa
faktor antara lain jumlah persalinan Caesar sebelumnya, skar Caesar klasi
sebelumnya (vertikal), ruptur sebelumnya, induksi atau augmentasi, makrosomi
janin, dan adanya kemungkinan interval diantara persalinan < 18 bulan, usia
maternal > 30 tahun dan demam pada waktu di sekitar persalinan Caesar
sebelumnya. Tingkat ruptur skar selama VABC dimana terdapat onset spontan
persalinan sebesar 0,4-0,4%. Wanita hamil cukup bulan atau baru memasuki
trimester ketiga dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya dan disertai induksi
misoprostol, terdapat laporan insidensi ruptur uteri sebesar 5,6%. Misoprostol
dikontraindikasikan untuk induksi persalinan pada wanita setelah 28 minggu
kehamilan dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya.
Pada terminasi di trimester kedua pada wanita dengan riwayat persalinan
Caesar sebelumnya dengan menggunakan agen induksi yang lain, insidensi ruptur
uteri pada 79 wanita dengan satu riwayat persalinan Caesar low transverse
sebelumnya dan dengan induksi pada trimester kedua dengan menggunakan agen-
agen prostaglandin E2, oksitosin, atau keduanya, adalah sebesar 3,8%, dengan
disertai insidensi transfusi darah sebesar 11,4%. Ruptur uteri telah dilaporkan pula
pada wanita serupa yang diinduksi dengan prostaglandin F2a dan urea intra
amniotik.
14
Dengan hasil-hasil tersebut, misoprostol menunjukkan keamanannya
sebagai agen induksi pada wanita dengan riwayat satu Caesar low transverse
sebelumnya yang memerlukan terminasi di trimester kedua kehamilan setelahnya,
meskipun pemakaian oksitosin sebagai agen tambahan untuk augmentasi
persalinan pada wanita-wanita tersebut harus diminimalkan.
Pilihan D&E atau D&X tingkat lanjut belum pernah dibandingkan dengan
induksi obat-obatan pada wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya
dan kemudian memerlukan terminasi kehamilan pada trimester kedua. D&E atau
D&X pada trimester kedua hanya aman ketika dilakukan oleh operator yang
handal dan, oleh karenanya, tidak tersedia secara luas. Pilihan laparotomi bagi
wanita dengan riwayat persalinan Caesar sebelumnya yang memerlukan terminasi
pada trimester kedua untuk kehamilan yang non-viabel atau tidak diharapkan
sama saja dengan persalinan Caesar ulang, yang berhubungan dengan komplikasi
maternal yang signifikan, dan dapat dihindari dengan penggunaan misoprostol.
Kekuatan dari penelitian kami antara lain kelengkapan dari tinjauan yang
sistematis, yang dikerjakan melalui pencarian individu berlapis, termasuk oleh
profesional. Kami juga mengikuti rekomendasi dari pedoman QUOROM. Seperti
pada semua tinjauan sistematis pada penelitian pengamatan, kelemahannya adalah
dalam bias publikasi. Sebagian besar ruptur uteri dilaporkan dalam laporan kasus,
yang meningkatkan insidensi komplikasi tersebut ketika dimasukkan dalam
analisis kami. Sulit untuk menentukan bias publikasi karena baik laporan
preferensi tentang hasil buruk atau hasil baik bisa saja terjadi.
Dikarenakan tidak ada metode yang bebas dari risiko apapun, misoprostol
untuk terminasi kehamilan trimester kedua terlihat aman dan efektif setidaknya
untuk wanita dengan riwayat satu persalinan Caesar low transverse sebelumnya.
Sehubungan dengan risiko maternal dari ruptur uteri pada wanita dengan
berapapun riwayat persalinan Caesar sebelumnya dan induksi persalinan pada
trimester kedua setelahnya dengan misoprostol, laporan ini menemukan adanya
morbiditas maternal yang minimal (memerlukan laparotomi, risiko transfusi
darah, maupun histerektomi) dan tidak ditemukan adanya mortalitas maternal.
Terminasi trimester kedua kehamilan dilakukan baik pada kematian janin atau
15
terminasi yang memang diinginkan, sehingga efek yang ditimbulkan janin berupa
ruptur uteri biasanya tidak berperan dalam manajemen klinik. Oleh karenanya,
terdapat argumen mengenai penggunaannya bahwa telah terdapat lebih dari satu
persalinan Caesar sebelumnya, karena tinjauan ini tidak menemukan kasus ruptur
pada hampir 50 induksi dengan misoprostol, dan tidak ditemukan adanya
morbiditas yang serius bahkan ketika laporan kasus diikutsertakan dalam analisis.
Konseling yang sesuai termasuk konsultasi tentang risiko seperti yang telah
dijelaskan seharusnya diberikan kepada wanita yang memiliki riwayat persalinan
Caesar sebelumnya dan kemudian memutuskan cara persalinan berikutnya.
Wanita tersebut memiliki pilihan terakhir.
Untuk meminimalkan risiko, karena bisa terjadi ruptur uteri, seorang
dokter kebidanan, dokter anestesi, perawat, dan personel operasi yang
berpengalaman harus siap sedia setiap saat.
16