TERMINASI KEHAMILAN

28
TERMINASI KEHAMILAN MENURUT PANDANGAN ISLAM Oleh: Rosy Azizah Rizki NIM: P07120111032

description

gdg

Transcript of TERMINASI KEHAMILAN

Page 1: TERMINASI KEHAMILAN

TERMINASI KEHAMILAN

MENURUT PANDANGAN ISLAM

Oleh:

Rosy Azizah Rizki

NIM: P07120111032

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2011

Page 2: TERMINASI KEHAMILAN

KATA PENGANTAR

Pertama–tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga saya dapat

menyelesaikan makalah mengenai terminasi kehamilan menurut pandangan islam ini.

Makalah ini saya buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah agama islam.

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya makalah ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian sangat saya harapkan.

Sleman, Desember 2011

Penyusun

Page 3: TERMINASI KEHAMILAN

DAFTAR ISI

Halaman judul...........................................................................................................i

Kata pengantar ........................................................................................................ii

Daftar isi...................................................................................................................1

Bab I ..........................................................................................................................

Bab II..........................................................................................................................

Bab III........................................................................................................................

Daftar pustaka............................................................................................................

Page 4: TERMINASI KEHAMILAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Terminasi kehamilan di Indonesia merupakan hal yang tidak asing lagi.

Kelahiran anak yang seharusnya dianggap sebagai suatu anugerah yang tidak

terhingga dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta justru dianggap sebagai

suatu beban yang kehadirannya tidak diinginkan. Ironis sekali, karena di satu

sisi sekian banyak pasangan suami isteri yang mendambakan kehadiran

seorang anak selama bertahun-tahun masa perkawinan, namun di sisi lain ada

pasangan yang membuang anaknya bahkan janin yang masih dalam

kandungan tanpa pertimbangan nurani kemanusiaan.

Dari penelitian WHO diperkirakan 20-60 persen aborsi di Indonesia

adalah aborsi disengaja (induced abortion). Penelitian di 10 kota besar dan

enam kabupaten di Indonesia memperkirakan sekitar 2 juta kasus aborsi, 50

persennya terjadi di perkotaan. Kasus aborsi di perkotaan dilakukan secara

diam-diam oleh tenaga kesehatan (70%), sedangkan di pedesaan dilakukan

oleh dukun (84%). Klien aborsi terbanyak berada pada kisaran usia 20-29

tahun. Perempuan yang tidak menginginkan kehamilannya tersebut, kata

Jurnalis Uddin, dikarenakan beberapa faktor di antaranya hamil karena

perkosaan, janin dideteksi punya cacat genetik, alasan sosial ekonomi,

gangguan kesehatan, KB gagal dan lainnya. (www.antaranews.com).

Jumlah kasus aborsi yang mencapai 2 juta kasus itu telah melebihi jumlah

kematian akibat perang, melebihi jumlah kematian karena kecelakaan dan

melebihi jumlah kematian karena penyakit. (www.aborsi.org).

Dalam memandang bagaimana kedudukan hukum terminasi kehamilan

atau aborsi di Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang menjadi tujuan

dari perbuatan terminasi kehamilan atau aborsi tersebut. Apakah pelaku

terminasi kehamilan atau aborsi melakukannya atas dasar pertimbangan

kesehatan (abortus provokatus medicialis) atau memang melakukannya atas

Page 5: TERMINASI KEHAMILAN

dasar alasan lain yang kadang kala tidak dapat diterima oleh akal sehat,

seperti kehamilan yang tidak dikehendaki (hamil diluar nikah) atau takut

melahirkan ataupun karena takut tidak mampu membesarkan anak karena

minimnya kondisi perekonomian keluarga. Sejauh ini, persoalan terminasi

kehamilan atau aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar

masyarakat sebagai tindakan yang tidak berprikemanusiaan.

Membahas persoalan terminasi kehamilan atau aborsi di Indonesia

dikaitkan dengan profesi medis atau dunia kedokteran serta dunia hukum,

sepertinya belum ada titik terang dalam sistem penegakan hukum. Dunia

hukum seakan menutup mata atas persoalan ini sekaligus diperparah lagi oleh

dunia kedokteran yang seolah-olah menyelubungi praktek-praktek terminasi

kehamilan atau aborsi yang nyata-nyata bertentangan dengan sumpah jabatan.

Untuk membahas permasalahan tersebut, ada baiknya kita menelusuri

kembali bagaimana sebenarnya kedudukan terminasi kehamilan atau aborsi

dalam pandangan Islam.

B. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam

2. Agar mengetahui hukum terminasi kehamilan dalam islam dengan

berbagai alasan.

C. Metode

Metode yang digunakan dalam pembuatan makalahh ini adalah studi

pustaka

Page 6: TERMINASI KEHAMILAN

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Terminasi kehamilan adalah pengakhiran kehamilan dengan upaya

pengeluaran buah kehamilan. Terminasi kehamilan juga dapat diartikan

mengakhiri kehamilan dengan sengaja sehingga tidak sampai ke kelahiran baik

janin dalam keadaan hidup atau mati. Terminasi kehamilan memiliki arti

hampir sama dengan aborsi maupun pengguguran kandungan. Di Inggris,

aborsi didefinisikan sebagai pengeluaran janin atau produk konsepsi secara

spontan sebelum usia kehamilan 24 minggu. Definisi aborsi menurut WHO

adalah pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya 500g atau kurang,

yang setara dengan usia kehamilan sekitar 22 minggu. Dalam praktik, aborsi

lebih sering dideskripsikan sebagai keguguran (abortus) untuk menghindari

terjadinya distress, karena beberapa wanita menghubungkan istilah aborsi

dengan terminasi kehamilan yang disengaja.

B. Beberapa alasan dilakukannya terminasi kehamilan

Alasan-alasan untuk melakukan terminasi kehamilan diantaranya:

1. Alasan sosial ekonomi untuk mengakhiri kehamilan dikarenakan tidak

mampu membiayai atau membesarkan anak.

2. Adanya alasan bahwa seorang wanita tersebut ingin membatasi atau

menangguhkan perawatan anak karena ingin melanjutkan pendidikan atau

ingin mencapai suatu karir tertentu.

3. Alasan usia terlalu muda atau terlalu tua untuk mempunyai bayi.

4. Akibat adanya hubungan yang bermasalah (hamil diluar nikah) atau

kehamilan karena perkosaan dan incest sehingga seorang wanita melakukan

aborsi karena menganggap kehamilan tersebut merupakan aib yang harus

ditutupi.

5. Alasan bahwa kehamilan akan dapat mempengaruhi kesehatan baik bagi si

ibu maupun bayinya.

Page 7: TERMINASI KEHAMILAN

C. Terminasi kehamilan menurut islam

1. Terminasi kehamilan secara umum

Terminasi kehamilan disini didefinisikan sebagai terminasi kehamilan dari

hubungan suami istri yang sah. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan

fuqaha tentang status hukum aborsi atau terminasi kehamilan dalam

pengertian ini. Perbedaan ini bisa digambarkan sebagai berikut:

Pertama, haram mutlaq (al ittifaq) kecuali ada uzur yang bersifat dharuri.

Banyak ulama sepakat bahwa soal aborsi atau terminasi kehamilan setelah

setelah ditiupkannya ruh pada janin adalah haram. Namun, terdapat juga

perbedaan pendapat mengenai kapan ditiupkannya ruh kepada janin tersebut.

Ibnu Hazam mengatakan dalam al Muhalla bahwa diharamkan membunuh

janin yang telah ditiupkan ruh kepadanya yaitu setelah berusia seratus dua

puluh hari. Ibnu Mas’ud juga berpendapat bahwa ditiupkannya ruh kepada

janin adalah saat berusia 120 hari. (Qardhawi, 1995)

Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda yang

artinya :

“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu

selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’

selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula,

kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud,

Ahmad, dan Tirmidzi)

Imam muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari hadits Hudzaifah bin

Usaid ia berkata bahwa ia telah mendengar Rasullullah bersabda yang

artinya:

Apabila nutfah telah berusia empat puluh dua malam, maka Allah mengutus

malaikat, lalu dibuatkan bentuknya, diciptakan pendengarannya,

penglihatannya, kulitnya, dagingnya dan tulangnya.

Page 8: TERMINASI KEHAMILAN

Maka dari itu, aborsi atau terminasi kehamilan setelah ditiupkan ruh

kepada janin adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah

bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya

antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT :

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami

akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (QS Al An’aam :

151)

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).”

(QS Al Isra` : 33)

“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa

apakah ia dibunuh.” (TQS At Takwir : 8-9)

Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi atau terminasi kehamilan adalah

haram pada kandungan yang bernyawa sebab dalam keadaan demikian berarti

aborsi atau terminasi kehamilan itu adalah suatu tindak kejahatan

pembunuhan yang diharamkan Islam.

Kedua, ikhtilaf. Ikhtilaf hukum terjadi untuk aborsi atau terminasi

kehamilan sebelum ditiupkannya ruh. Yang memperbolehkan terminasi

kehamilan atau aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli

Page 9: TERMINASI KEHAMILAN

(w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada

makhluk yang bernyawa.

Yang mengharamkan terminasi kehamilan atau aborsi sebelum peniupan

ruh yaitu Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali

dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor

Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma

dengan ovum (sel telur) maka terminasi kehamilan atau aborsi adalah haram,

sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami

pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa

yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.

Akan makin jahat dan besar dosanya, jika terminasi kehamilan atau aborsi

dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau

bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh .

Menurut pendapat Abdul Qadim Zallum (1998) dan Abdurrahman Al

Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah pengguguran

kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh

(ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem

Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ,

Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan

Mati,  halaman 45-56; Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah

Dalam Islam, halaman 129 ).

Pendapat-pendapat ulama yang lain diuraikan dalam tabel berikut:

NoNama ulama

Pandangan hukum

Batas persyaratan

Alasan hukum Sanksi

1. Al Ghazali Al Imad

Haram Sejak konsepsi Kehidupan sudah dimulai

Ta’zir nutfah1/3 ghurrah-alaqah2/3 ghurrah mudgah

2. Nawawi Haram Fase mudghah Janin sudah sempurna

Ghurrah, kifarat

Page 10: TERMINASI KEHAMILAN

3. Muh Abi Sad

Mubah Sebelum 80 hari Janin belum sempurna

4. Al Ramli Mubah Sebelum 40 hari Belum terjadi penyawaan

5. Makruh Setelah 40 hari Mendekati penyawaan

1/3 ghurrah

6. Al AsyrusaniAl HaskafiAl Buti

Mubah Sebelum 120 hari

Belum terjadi penciptaan

Ta’zir

7. Ibnu Abidin Mubah Sebelum fase mudgah

Janin belum sempurna

Ta’zir

8. Al Qami Makruh Memasuki 80 hari

Mendekati penyawaan

Ta’zir

9. Al Malik Haram Sejak konsepsi Kehidupan sudah dimulai

Ghurrah

10. Al Lakhim Mubah Sebelum 40 hari Belum ada nyawa Ta’zir11. Hambali Mubah Sebelum 40 hari Ada alasan yang

dibenarkan syara’12. Ibnu Aqil

Yusuf Abd Hadi

Mubah Sebelum peniupan ruh

Belum terjadi penciptaan

13 Ibnu qudamah

Haram Fase mudghah Sudah berbentuk sempurna

Ghurrah, kifarat

Sumber: (Hasan, 2008)

Pendapat yang menyatakan bahwa terminasi kehamilan atau aborsi pada

janin yang usianya belum mencapai 40 hari, adalah boleh (ja’iz) dikuatkan

dengan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia 

masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai

pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.

Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi

hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki

yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl

merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perempuan.

Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan

mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya

pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan

kehamilan.(www.gaulislam.com)

Page 11: TERMINASI KEHAMILAN

Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang

bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak

perempuannya, sementara dia tidak menginginkan budak perempuannya

hamil. Rasulullah SAW bersabda kepadanya :

“Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka ! ” (HR. Ahmad, Muslim, dan

Abu Dawud)

Ada pula ulama yang melarang azl karena mereka menganggapnya

sebagai pembunuhan terselubung. Mereka beralasan bahwa azl menghalangi

sebab-sebab kehidupan. Oleh sebab itu, mereka mengharamkan

menggugurkan kandungan walaupun belum ditiupkan ruh karena azl saja

haram. (Qardhawi,1995).

Imam Al-Ghazali membedakan secara jelas antara azl dengan

menggugurkan kandungan. Menurut beliau, azl adalah menghalangi

kehamilan, bukan pembunuhan terselubung karena wujudnya belum ada.

Sehingga beliau memperbolehkan azl. Sedangkan pengguguran kandungan

hukumnya pada dasarnya haram, namun keharamannya bertingkat-tingkat

sesuai perkembangan janin. Pada usia 40 hari pertama keharamannya paling

ringan, setelah berusia 40 hari keharamannya makin kuat dan seterusnya.

(Qardhawi,1995).

Jadi, berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas sulit untuk disimpulkan

boleh dan tidaknya terminasi kehamilan setelah janin ditiupkan ruh karena

sangat banyaknya perbedaan pendapat diantara para ulama.

2. Terminasi kehamilan untuk keselamatan ibu

Dalam perspektif islam terminasi kehamilan dari janin yang telah hidup

merupakan pembunuhan bayi yang tidak boleh dilakukan kecuali jika

keselamatan ibu terancam. Dalam situasi seperti ini, bahkan, segala usaha

untuk menyelamatkan kehidupan keduanya harus diutamakan. Pada keadaan

Page 12: TERMINASI KEHAMILAN

ini dibolehkan melakukan terminasi kehamilan baik pada tahap penciptaan

janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya

menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan

kematian ibu dan janinnya sekaligus. Terminasi kehamilan diperbolehkan

untuk keselamatan ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang

diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT :

“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-

olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS Al Maidah :

32)

Di samping itu terminasi kehamilan dalam kondisi seperti ini termasuk

pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan

umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia

ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !” (HR. Ahmad)

Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :

“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi

akhaffihima”

“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih

yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi`

Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).

 

Ibu adalah pangkal atau asal kehidupan janin, sedangkan janin sebagai

cabang. Maka tidak boleh mengorbankan yang asal (pokok) demi

Page 13: TERMINASI KEHAMILAN

kepentingan cabang. Logika ini disamping sesuai dengan syara’ juga cocok

dengan akhlaq, etika kedokterandan undang-undang.(Qardhawi, 1995)

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan

kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya,

meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan

kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika

tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak

lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya

daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya

terancam dengan keberadaan janin tersebut. (Al Baghdadi, 1998).

3. Terminasi kehamilan berdasarkan diagnosis penyakit janin

Kemajuan ilmu kedokteran sekarang telah mampu mendeteksi kerusakan

(cacat) janin sebelum berusia empat bulan sebelum mencapai tahap

ditiupkannya ruh. Namun demikian, tidaklah dipandang akurat jika dokter

membuat dugaan bahwa setelah lahir nanti si janin akan mengalami cacat

(seperti buta, bisu, tuli) dianggap sebagai sebab diperbolehkannya melakukan

pengguguran kandungan. Sebab, cacat-cacat seperti itu merupakan penyakit

yang sudah dikenal masyarakat luas sepanjang kehidupan manusia dan telah

disandang oleh banyak orang, lagipula tidak menghalangi mereka untuk

bersama-sama orang lain memikul beban kehidupan ini. Bahkan, manusia

banyak yang melihat kelebihan para penyandang cacat yang nama-nama

mereka telah terukir dalam sejarah. Adapun untuk penyakit yang lebih

parah lagi, Allah telah menunjukkan kasih sayangnya. Janin yang mengalami

kondisi sangat buruk dan membahayakan biasanya tidak bertahan hidup

setelah dilahirkan.

Selain itu, kita tidak boleh mempunyai keyakinan bahwa ilmu

pengetahuan manusia dan segala kemampuan serta peralatannya akan dapat

mengubah tabiat kehidupan manusia yang diberlakukan Allah sebagai cobaan

dan ujian, seperti firman-Nya:

Page 14: TERMINASI KEHAMILAN

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang

bercampur yang Kami hendak mengujinya. (QS Al-Insan:2)

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.

(QS Al-Balad: 4)

Sesungguhnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman kita telah turut

andil dalam memberikan pelajaran kepada orang-orang cacat untuk meraih

keberuntungan, sebagaimana keduanya telah turut andil memudahkan

kehidupan mereka. Banyak diantara mereka yang dapat memikul kerasnya

kehidupan seperti orang- orang normal. Lebih- lebih dengan sunnah-Nya

Allah mengganti mereka dengan beberapa karunia dan kemampuan lain yang

luar biasa. (Qardhawi, 1995)

4. Terminasi kehamilan karena perkosaan

Perempuan muslimah yang diperkosa tidak menanggung dosa terhadap

apa yang terjadi pada diri mereka, selama mereka sudah berusaha menolak

dan memeranginya, kemudian mereka dipaksa dibawah acungan senjata dan

dibawah tekanan kekuatan yang besar. Rasullullah bersabda

Page 15: TERMINASI KEHAMILAN

Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas suatu perbuatan

yang dilakukannya karena khilaf (tidak sengaja), karena lupa dan karena

dipaksa melakukannya. (HR Ibnu Majah)

Pemerkosaan yang melampaui batas dari pemerkosa terhadap wanita

muslimah merupakan udzur yang kuat bagi muslimah dan keluarganya karena

ia sangat benci terhadap janin hasil pemerkosaan tersebut serta ingin terbebas

daripadanya. Maka ini merupakan rukshah yang difatwakan karena darurat,

dan darurat itu diukur dari kadar ukurannya. Menurut kacamata fiqh

kontemporer, diperbolehkan melakukan pengguguran kandungan apabila

dipastikan anak tersebut nantinya akan membawa dampak buruk bagi jiwa

dan raga ibunya di kemudian hari. Tentu saja kebolehan itu bukan tanpa

syarat, tetapi harus menyertakan bukti- bukti yang jelas bahwa ia korban

perkosaan dan melalui prosedur yang tepat. Karena kasus perkosaan

merupakan tindak kriminal, maka dalam hal ini pembuktian harus melibatkan

pihak yang berwajib dan keluarga korban. Tindakan terminasi kehamilan

akibat perkosaan ini diperbolehkan sebelum janin berusia 120 hari.

Tindakan penghentian kehamilan terutama pada usia kehamilan di bawah

40 hari pasca perkosaan bisa merujuk kepada fatwa:

a. Mufti Bosnia membolehkan terminasi kehamilan atau aborsi bagi wanita

yang hamil karena perkosaan saat perang;

b. Sayid Thanthawi pada Konferensi Kairo 1977 membolehkan terminasi

kehamilan atau aborsi akibat perkosaan pada usia kehamilan empat bulan

pertama;

c. Pemerintah Sudan mentolerir terminasi kehamilan atau aborsi bagi

korban perkosaan.

Namun, jika ia memelihara janin tersebut juga tidak mengapa sebab

menurut syara’ janin itu tidak menanggung dosa dan tidak dipaksa untuk

menggugurkannya. Dengan demikian apabila janin itu tetap dipertahankan

hingga dilahirkan, maka dia adalah anak muslim sebagaimana sabda

Rasullullah SAW:

Page 16: TERMINASI KEHAMILAN

Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah.(HR Bukhari)

Dalam kasus perkosaan yang lebih diutamakan adalah hak ibu atau

perempuan yang diperkosa. Membela dan memelihara kehidupan dan masa

depan si perempuan yang sudah pasti lebih diutamakan daripada kehidupan

janin dalam kandungan yang belum tentu kongkrit.

5. Terminasi kehamilan karena perzinaan

Sa’id Ramadhan Al-Buthi dengan tegas mengatakan bahwa terminasi

kehamilan akibat perzinaan ini hukumnya haram. Ia mengemukakan tiga

dalil, yaitu:

a. Surat Al-Isra ayat 16 yang menyatakan bahwa seorang janin tidak

menanggung dosa ibunya. Ia tidak bersalah, karena itu tidak boleh

digugurkan baik sebelum maupun sesudah ditiupkan ruh terhadapnya.

b. Hadits mengenai perempuan Ghamidiyyah yang diriwayatkan Muslim dari

Buraidah RA. Yang datang kepada nabi dengan membawa pengakuan ia

telah berzina dengan Ma’iz bin Malik dan sedang hamil karenanya. Ma’iz

kemudian dirajam terlebih dahulu setelah empat kali melakukan zina dan

meminta nabi mensucikannya. Namun terhadap perempuan tersebut, nabi

menangguhkan hukuman rajam sampai ia melahirkan anaknya dan

menyapihnya. Setelah si anak disapih dan diserahkan kepada orang lain,

barulah ia dirajam.

c. Kebolehan terminasi kehamilan untuk usia janin dibawah 40 hari

dibolehkan untuk nikah yang sah dan kebolehan itu bersifat rukshah.

Padahal ada kaedah ushuliyyah yang mengatakan bahwa rukshah itu tidak

berlaku untuk perbuatan maksiat. Oleh karena itu, kehamilan itu sendiri

disebabkan oleh perbuatan haram maka terminasi kehamilan dengan

sendirinya juga haram. Terminasi kehamilan atau aborsi terhadap janin

hasil hubungan di luar nikah juga bertentangan dengan kaedah ushuliyyah

karena menutupi kemudharatan.

Page 17: TERMINASI KEHAMILAN

Dalam kasus perzinaan, pendekatan hukum dalam fiqh dilakukan dengan

mengedepankan hak janin dan hak masyarakat. Hak si Ibu yang mengandung

justru tidak mendapatkan tempat sama sekali, karena ia dianggap pelaku dosa.

Page 18: TERMINASI KEHAMILAN

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Aborsi atau terminasi kehamilan adalah haram pada kandungan yang

bernyawa sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi atau terminasi

kehamilan itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang

diharamkan Islam.

2. Sulit untuk disimpulkan boleh dan tidaknya terminasi kehamilan

setelah janin ditiupkan ruh karena sangat banyaknya perbedaan

pendapat diantara para ulama.

3. Seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika

keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini

berarti membunuh janinnya.

4. Terminasi kehamilan karena diagnosis penyakit janin itu tidak

diperbolehkan.

5. Terminasi kehamilan karena perkosaan diperbolehkan jika

dikhawatirkan mengancam ketentraman jiwa ibu.

6. Terminasi kehamilan karena perzinaan itu diharamkan.

B. Saran

1. Umat islam terutama muslimah harus lebih menjaga dirinya dengan

lebih meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah agar tidak melakukan

sesuatu sehingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan sehingga

tidak terjadi terminasi kehamilan.

2. Umat islam yang telah berkeluarga sebaiknya selalu bersyukur kepada

Allah apabila diberi kehamilan. Karena dengan demikian tidak akan

terjadi terminasi kehamilan.

Page 19: TERMINASI KEHAMILAN

DAFTAR PUSTAKA

adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/204/gdlhub-gdl-s1-2009-mustofa-10179-fh34-09.pdf

Departemen Agama Republik Indonesia. 1978. Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia

Hasan, A. B. P. 2008. Pengantar Psikologi Kesehatan Islami. Jakarta: Rajawali Press.

http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/26/terminasi-kehamilan/

http://kharistyhasanah.blogspot.com/2011/03/kasus-aborsi-di-indonesia.html

http://mediaaula.blogspot.com/2010/04/penghentian-kehamilan-dalam-konteks.html

http://www.aborsi.org/statistik.htm

http://www.antaranews.com/view/?i=1203765104&c=NAS&s=

http://www.dudung.net/quran

http://www.gaulislam.com/aborsi-dalam-pandangan-hukum-islam

http://www.healthandbisnis.com/2009/12/prosedur-tindakan-terminasi-kehamilan.html

isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/9207163173.pdf

Qardhawi, Y. 1995. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insan Press.

www.uinsuka.info/syariah/attachments/143_Lysa Anggrayni Ok1.pdf