PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KAYU MANIS (Sauropus ...
Embed Size (px)
Transcript of PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KAYU MANIS (Sauropus ...
-
TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KAYU MANIS (Sauropus Androgynus(L.)Merr) MENURUNKAN KADAR ISOPROSTANE DALAM URINE TIKUS WISTAR YANG
DIBERIKAN BEBAN AKTIVITAS BERLEBIH MAKSIMAL
VITARIANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2011
TESIS
-
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KAYU MANIS (Sauropus Androgynus(L.)Merr) MENURUNKAN KADAR ISOPROSTANE DALAM URINE TIKUS WISTAR YANG
DIBERIKAN BEBAN AKTIVITAS BERLEBIH MAKSIMAL
VITARIANA
0790761046
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2011
-
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KAYU MANIS (Sauropus Androgynus(L.)Merr)
MENURUNKAN KADAR ISOPROSTANE DALAM URINE TIKUS WISTAR
YANG DIBERIKAN BEBAN AKTIVITAS BERLEBIH MAKSIMAL
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister Biomedik
Program Studi Kekhususan Anti-AgingMedicine
Program Pascasarjana Universitas Udayana
-
VITARIANA
NIM : 0790761046
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
-
Lembar Pengesahan
PENELITIAN TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 12 Januari 2011
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr.dr.J.Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And. Prof.rr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.BIOK
NIP : 194402011964091001 NIP : 1302464501
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur
-
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S
NIP : 194612131971071001 NIP: 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 12 Januari 2011
-
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor: 23/H14.4/HK/2011
Tanggal : 07 Januari 2011
Ketua : Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS
Anggota :
1. Prof. Dr.dr.J.Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And.
2. Prof.Dr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.BIOK
3. Prof. Dr.N.Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
4. Prof.Dr.dr.N.Adiputra, MOH
-
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Allah Bapa di Surga atas berkat,
rachmat, bimbingan serta petunjukNYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul : Ekstrak Daun Kayu Manis (Sauropus Androgynus (L.)Merr) menurunkan kadar
isoprostane dalam urine tikus wistar yang diberikan beban aktivitas berlebih maksimal,
yang merupakan sebagian dari persyaratan untuk menyelesaikan program Pascasarjana
pada program Studi Kekhususan Anti-Aging Medicine Universitas Udayana.
Dengan selesainya tesis ini, penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada :
1. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS sebagai Ketua Program Studi Kekhususan
Anti-Aging Medicine yang telah banyak memberikan masukan, saran dan arahan dalam
menyusun tesis ini.
2. Prof. Dr. dr.J Alex Pangkahila, MSc, SpAnd, sebagai dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan ide, motivasi, bimbingan dan saran dalam menyusun tesis ini.
3. Prof. dr. N Agus Bagiada, SpBIOK, sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan gagasan, masukan, saran dan bimbingan selama penyusunan tesis ini.
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, yang telah banyak memberikan gagasan, masukan,
saran dan bimbingan terutama dalam metode penelitian dan statistik yang berguna bagi
penulis dalam penyusunan tesis ini.
-
5. Prof. Dr. dr. N Adiputra, MOH, yang telah banyak memberikan gagasan, masukan, saran
dan bimbingan terutama dalam metode penelitian dan statistik yang berguna bagi penulis
dalam penyusunan tesis ini.
6. Prof. Drh. Nyoman Mantik Astawa, Ph.D, dari bagian Virologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam penelitian terutama bimbingan
dan masukan dalam menggunakan kit penelitian.
7. I Gede Wiranatha, S.Si, dari bagian Animal Unit Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, yang telah banyak membantu dalam penelitian terutama bimbingan
serta masukan dalam proses pemeliharaan dan pengelolaan hewan uji.
8. Drs.I Ketut Tunas, M.Si. yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan
tesis ini terutama saran, ide, masukan dan bimbingan dalam bidang statistik.
9. Khamdan Khalimi SP., M.Si dari laboratorium Biopestisida Universitas Udayana yang telah
banyak membantu dan memberikan saran dan bimbingan terutama dalam proses
pengolahan ekstrak bahan tanaman untuk penelitian.
10. dr. Desak Wihandani, Mkes, dari bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, yang telah memberikan saran dalam penyusunan tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada orang tua, Bapak dan Ibu dr.Yohandoyo, saudara-saudara penulis Febianto
Yohandoyo, Metta Alsobrook, S.H., M.TrainDev, Ph.D dan Anitasari Yohandoyo, S.Psi dan
Luciana Jiang yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan dorongan moril dalam
penyelesaian program magister ini.
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada suami
tercinta Agus Budijanto serta anak-anak tersayang Natasha Fabrielle Budijanto, Nathaniel
Budijanto, dan Natalya Budijanto, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan
-
kepada penulis kesempatan untuk menyelesaikan tesis ini dengan doa serta dukungan
moril yang tiada hentinya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan segala keterbatasan yang ada, tesis
ini masih perlu disempurnakan dan lebih dilengkapi lagi, sehingga kritik dan saran sangat
diharapkan demi penyempurnaan tesis ini.
Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kepentingan masyarakat serta pengembangan
Ilmu pengetahuan khususnya Kedokteran Anti-Penuaan dikemudian hari.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan berkat-Nya kepada semua
pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini, serta
kepada penulis sekeluarga, Amin.
-
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KAYU MANIS (SAUROPUS ANDROGYNUS) MENURUNKAN KADAR ISOPROSTANE DALAM URINE TIKUS WISTAR YANG DIBERIKAN AKTIVITAS
FISIK BERLEBIH MAKSIMAL
ABSTRAK
Aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan konsumsi oksigen menjadi 100-200 kali lipat karena terjadi peningkatan metabolisme dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh kontraksi otot, yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kebocoran elektron dari mitokhondria menjadi ROS (Reactive Oxygen Species) Disamping itu, aktivitas fisik yang berlebihan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi radikal bebas dan hal ini disebabkan oleh sekitar 2-5% dari oksigen yang dipakai dalam proses metabolisme di dalam badan, dan akhirnya akan menjadi ion superoksid. Bila kadar radikal bebas terlalu tinggi seperti saat melakukan aktivitas fisik yang berlebihan, maka kemampuan antioksidan yang ada dalam tubuh tidak dapat menetralisir radikal bebas sehingga dapat menimbulkan stress oksidatif. Stress oksidatif jangka panjang telah terbukti dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif. Pada masa sekarang kebiasaan hidup dengan aktivitas fisik yang berlebihan dan pengaruh lingkungan yang menyebabkan terbentukya radikal bebas sulit dihindari, penggunaan antioksidan dapat mencegah terbentuknya radikal bebas tersebut. Salah satu antioksidan yang banyak ditemukan di lingkungan masyarakat adalah Tumbuhan Kayu manis (Sauropus androgynus (L.) Merr.). Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan kadar 8-iso-PGF2 (isoprostane) dalam urine tikus wistar yang diberikan aktivitas fisik berlebih maksimal setelah pemberian ekstrak daun kayu manis (Sauropus androgynus).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan penelitian pre-test post-test control group design yang dilakukan pada 28 ekor tikus wistar jantan, berumur 2 3 bulan, berat badan 180- 200 g. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran UNUD Denpasar pada bulan Juni 2010. Pemeriksaan 8-iso-PGF2 dilakukan di Laboratorium Veteriner FKH-UNUD,Denpasar. Data dianalisis dengan uji One Way ANOVA satu arah.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat penurunan kadar isoprostane pada kelompok kontrol (aquadest 2 ml) sebesar 0,12 pg/mL (3,92%) yaitu dari 3,061,01 pg/mL menjadi 3,180,80 pg/mL, pada kelompok Ekstrak kayu manis, pada kelompok Ekstrak kayu manis 2 ml sebesar 1,31 pg/mL (45,87%) yaitu dari 2,850,60 pg/mL menjadi 1,540,61 pg/mL, dan pada kelompok Ekstrak kayu manis 4 ml sebesar 2,02 pg/mL (72,34%) yaitu dari 2,791,16 pg/mL menjadi 0,770,43 pg/mL .
Pada penelitian ini ternyata pemberian ekstrak kayu manis 1- 4 ml setiap hari selama 14 hari pada tikus wistar jantan mampu menurunkan kadar isoprostane secara bermakna dibandingkan dengan placebo. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis keluhan penyakit apa saja yang dapat diobati dengan kayu manis.
Kata kunci: ekstrak kayu manis, tikus wistar, aktivitas berlebih maksimal, isoprostane.
-
ADMINISTRATION OF CINNAMON EXTRACT (SAUROPUS ANDROGYNUS) REDUCES THE
LEVEL OF ISOPROSTANE IN WISTAR MICES URINE TREATED WITH EXCESSIVE PHYSICAL ACTIVITIES
ABSTRACT
Excessive physical activities can increase oxygen consumption from100 to
200 times higher; because there is an increase of metabolism in the body. This happens because of the muscle contraction that can cause the increase of electron leak from mitochondria to reduce ROS (Reactive Oxygen Species). In addition, excessive physical activities can generate an increase of free radical. Constant free radical production is a physiological process of the cells but when the degree of the radical production is multiply can cause senescent of the organism. This happens because two to five percent of oxygen used in the metabolism process turn to ion superoxide
When the degree of free radical is too high, e.g when people do excessive physical activities, the anti oxidants in the body cannot quenced the free radical; hence, it will create oxydative stress. It is proven that long term oxidative stress can cause degenerative diseases. In todays world, polluted environments and extreme physical activities can cause the generation of free radical; and the use of anti-oxidant can prevent it.
One of the anti-oxidants that can easily found in Indonesia is the cinnamon extract (Sauropus androgynus (L.) Merr.). The purpose of this study was to discover whether there is a reduction of 8-iso-PGF2 , an isoprostane produced by the non-enzymatic peroxidation of arachidonic acid in membrane phospholipids in the mices urine after given the cinnamon extract (Sauropus androgynus). The study was an experimental study using pre-test post-test control group design. Twenty eight male wistar mice, age two to three months old, with 180 200 gram in weight used in the study. The study was done in June 2010, in the Pharmacology laboratory School of Medicine, University of Udayana Bali. The 8-iso-PGF2 analysis was done at the veterinarian laboratory and the data was analyzed using one-way ANOVA method.
Findings showed that there was a 0.12 pg/mL (3.92 percent) reduction of isoprostane level in the control group (aquadest 2 ml), from 3.180.80 pg/mL to 3.061.01 pg/mL. There was a reduction of 74 pg/mL (24.91 percent) from 2.97.35 pg/mL to 2.23.36 pg/mL on the group given dose of 1 ml cinnamon extract; a reduction of 1.31 pg/mL (45.87 percent) from 2.85.60 pg/mL to 1.54.61 pg/mL on the group given dose of 2 ml cinnamon extract; a reduction of 2,02 pg/mL (72.34 percent) on the group given dose of 4 ml cinnamon extract from 2.791.16 pg/mL to .77.43 pg/mL . Giving one to four ml of cinnamon extract everyday to the male Wistar mice can reduce the isoprostane level compare to the one given the placebo.This results showed that administration of cinnamon extract significantly
-
reduces isoprostane level in wistar mices urine treated with excessive physical activities.
Findings from this study can be used to do another study to find other
disease that can be cured using cinnamon extract.
Key word: cinnamon extract, wistar mouse, extensive physical activities, isoprostane
-
DAFTAR ISI
Halaman
Prasyarat Gelar ...................................................................................................... i
Lembar Persetujuan ............................................................................................... ii
Penetapan Panitia Penguji Tesis ............................................................................ iii
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................... iv
Abstrak .................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
1.3.1. Tujuan Umum ......................................................................... 8
1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Aktifitas Fisik Berlebih Maksimal .................................... 10
2.2 Pembentukan Radikal Bebas dalam Latihan Fisik Berlebih ............ 12
2.3 Antioksidan ...................................................................................... 15
2.4 Senyawa Bioaktif Tumbuhan ........................................................... 16
2.5 Senyawa Flavonoid .......................................................................... 17
2.5.1. Kerangka Dasar Flavonoid ..................................................... 17
2.5.2. Biosintesa Flavonoid .............................................................. 20
2.5.3. Identifikasi Flavonoid ............................................................. 21
2.6 Tumbuhan Yang Berpotensi Antioksidan ........................................ 21
2.7 Deskripsi Tanaman Daun Kayu Manis (Sauropus androgynus) ...... 22
2.7.1. Komponen Kimia ................................................................... 24
-
2.7.2. Efek Farmakologis ................................................................. 26
2.8. Tikus Wistar (Rattus norvegicus) ..................................................... 27
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 29
3.2 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 30
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 31
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 32
4.3 Populasi dan Sampel .......................................................................... 32
4.4 Variabel Penelitian ............................................................................ 33
4.4.1. Klasifikasi Variabel ................................................................ 33
4.4.2. Definisi Operasional Variabel ................................................ 34
4.5 Prosedur Penelitian ............................................................................ 35
4.5.1. Pembuatan Ekstrak Daun Kayu Manis.................................... 35
4.5.2. Pemilihan dan Pemeliharaan Hewan Uji ................................ 35
4.5.3. Pengujian Ekstrak Daun Katu pada Tikus Wistar ................. 36
4.5.4. Dosis . 36
4.5.5. Jalannya Penelitian ................................................................. 37
4.5.6. Alur Penelitian ..................................................................... 40
4.6. Alat dan Bahan ......................................................................... 41
4.6.1. Alat Penelitian ........................................................................ 41
4.6.2. Bahan Penelitian ..................................................................... 42
4.7. Cara Pengumpulan Data ........................................................... 42
4.8. Analisis Data ............................................................................ 42
BAB V HASIL PENELITIAN .......................................................................... 44
5.1 Uji Normalitas Data Kadar Isoprostane Sebelum dan Sesudah
Perlakuan ........................................................................................... 45
5.2 Uji Homogenitas Varians Kadar Isoprostane Antar Kelompok
Sebelum dan Sesudah Perlakuan ....................................................... 46
5.3 Uji Komparabilitas Kadar Isoprostane .............................................. 46
-
5.4 Analisis Efek Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis ........................ 47
5.4.1. Analisis Efek Perlakuan Antar Kelompok ............................... 47
5.4.2. Analisis Efek Perlakuan Antara Sebelum Dengan
Sesudah Perlakuan ................................................................... 51
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 53
6.1 Subjek Penelitian ............................................................................. 53
6.2 Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis ............................................. 53
6.3 Pengaruh Ekstrak Daun Kayu Manis Terhadap Isoprostane ........... 53
6.4 Manfaat Ekstrak Daun Kayu Manis Terhadap Kesehatan .............. 56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 59
7.1 Simpulan .......................................................................................... 59
7.2 Saran ................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN ......................................................................................................... 65
FOTO-FOTO PENELITIAN ............................................................................... 74
-
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Daun Kayu Manis.... 22
Tabel 2.2 Kandungan Daun Kayu Manis... 25
Tabel 2.3 Data Biologi Tikus..... 27
Tabel 2.4 Klasifikasi Tikus Wistar..... 28
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Kadar Isoprostane Kelompok Sebelum dan
Sesudah Perlakuan...... 45
Tabel 5.2 Uji Homogenitas Varians Kadar Isoprostane Antar Kelompok
Sebelum dan sesudah Perlakuan. 46
Tabel 5.3 Rerata Kadar Isoprostane antar Kelompok Sebelum dan
Sesudah diberikan Perlakuan... 47
Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Kadar Isoprostane Antar Kelompok
Sesudah Diberikan Ekstrak Daun Kayu Manis... 48
Tabel 5.5 Beda Nyata Terkecil Kadar Isoprostane Sesudah Diberikan
Ekstrak Daun Kayu Manis antar Dua Kelompok.... 49
Tabel 5.6 Penurunan Kadar Isoprostane antara Sebelum dan Sesudah
Diberikan Ekstrak Daun Kayu Manis..... 51
-
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Korelasi hubungan antioksidan dalam system biologi......... 5
Gambar 2.1 Sistem metabolism yang menyuplai energy untuk kontraksi otot.... 12
Gambar 2.2 Gugus Flavonoida atau 1,3-diarilpropana.... 18
Gambar 2.3 Gugus Isoflavonoid atau 1,2-diarilpropana..... 18
Gambar 2.4 Gugus Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana.. 18
Gambar 2.5 Tanaman Daun Kayu Manis.... 23
Gambar 2.6 Daun Kayu Manis.... 23
Gambar 2.7 Bunga pada tanaman Kayu Manis... 24
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep..... 30
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian...... 31
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian..... 40
Gambar 5.1 Perbedaan Rerata Kadar Isoprostane pada Kelompok Sebelum
dan Sesudah Perlakuan.... 50
Gambar 5.2 Perbandingan Rerata Kadar Isoprostane antara Kelompok
Sebelum dan Sesudah Perlakuan...... 52
Gambar 5.3 Penurunan Kadar Isoprostane Setelah Pemberian Ekstrak
Daun Kayu Manis........................ 52
-
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Uji Normalitas Data........................................................................ 65
Lampiran 2. Uji Oneway ANOVA Data Sebelum Perlakuan (Pre)............... 66
Lampiran 3. Uji Oneway ANOVA Data Sesudah Perlakuan (Post)........... 67
Lampiran 4. Post Hoc Tests............................................. 68
Lampiran 5. Uji t-paired antara Sebelum Perlakuan (Pre) dengan Sesudah
Perlakuan (Post) T-Test.......................... 6 9
Lampiran 6. Kelompok = P1............................................... 70
Lampiran 7. Kelompok = P2............................................................................... 71
Lampiran 8. Kelompok = P3............................................................................... 72
Lampiran 9. Nilai Konversi Dosis Obat Hewan Coba dengan Manusia............. 73
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak faktor yang dapat mengganggu metabolisme
dalam tubuh sehingga dapat timbul proses penuaan dini, salah satunya adalah aktivitas fisik
yang berlebihan.
Kegiatan berolahraga dapat meningkatkan konsumsi oksigen (VO2), yang digunakan
untuk menghasilkan energi berupa ATP, melalui proses fosforilasi oksidatif dalam
mitokondria. Dalam proses ini oksigen akan tereduksi menjadi air, namun sekitar 4-5%
oksigen akan berubah menjadi senyawa oksigen reaktif atau ROS yang terjadi pada rantai
transport elektron pada membran dalam mitokondria (Sutarina & Edward, 2004).
Salah satu prinsip teori terjadinya proses penuaan, adalah yang disebut Free Radical Theory
of Aging, yang diperkenalkan pertama kali oleh R.Gerschman pada tahun 1954 dan
kemudian dikembangkan oleh Dr.Denham Harman dari fakultas kedokteran Universitas
Nebraska. Radikal bebas adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan molekul yang
berbeda dengan molekul konvensional yang memiliki elektron bebas, sehingga dapat
menimbulkan reaksi dengan molekul lainnya dan bersifat destruktif. Molekul konvensional
memiliki elektron yang berpasangan sehingga memiliki kondisi yang stabil. Dalam kondisi
yang berlawanan, radikal bebas memiliki elektron ekstra yang menghasilkan pengisian ekstra
negatif. Kondisi yang tidak seimbang inilah yang membuat radikal bebas cenderung untuk
melekatkan diri pada molekul lain. Selain itu radikal bebas dapat menyerang struktur
membran sel, sehingga menghasilkan produk sampah metabolic, salah satu substansi
tersebut yaitu lipofuscinn. Kondisi kelebihan dari lipofuscin dalam tubuh ditunjukkan dengan
timbulnya warna gelap pada kulit pada area tertentu yang disebut juga dengan age spots,
yang merupakan indikasi adanya ekses dari hasil waste metabolic disebabkan oleh terjadinya
1
-
destruksi seluler. Lipofuscin mempengaruhi kemampuan sel untuk memproduksi dan
memperbaiki diri. Juga mengganggu sintesa DNA dan RNA, sintesis protein (menurunkan
level energi dan kemampuan tubuh untuk membangun massa otot), menghancurkan seluler
enzim yang sangat vital peranannya dalam proses kimia dalam tubuh. Kerusakan karena
radikal bebas dimulai pada saat kita lahir dan berlanjut hingga akhir hayat. Dalam proses
penuaan efek akumulasi dari kerusakan karena radikal bebas mengganggu metabolisme sel
dan dapat menghasilkan mutasi sel yang mengarah pada timbulnya kanker dan kematian
(Goldman & Klatz, 2007 ; Pangkahila, 2007).
Aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan konsumsi oksigen menjadi 100-200
kali lipat karena terjadi peningkatan metabolisme dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh
kontraksi otot, yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kebocoran elektron dari
mitokhondria menjadi ROS (Reactive Oxygen Species) (Clarkson & Thomson, 2000 ; Sauza et
al, 2005).
Di samping hal itu, aktivitas fisik yang berlebihan menyebabkan terjadinya
peningkatan produksi radikal bebas dan hal ini disebabkan oleh sekitar 2-5% dari oksigen
yang dipakai dalam proses metabolisme di dalam badan, dan akhirnya akan menjadi ion
superoksid (Chevion et al, 2003).
Radikal bebas merupakan atom yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbital
luarnya sehingga bersifat sangat reaktif terhadap sel atau komponen sel di sekitarnya.
Karena radikal bebas bersifat reaktif maka akan dapat menimbulkan kerusakan sel dan
komponen sel seperti lipid, protein, dan DNA, serta menyebabkan timbulnya mutasi
karsinogenik (Droge, 2002 ; Clarkson & Thomson, 2000).
Bila kadar radikal bebas terlalu tinggi seperti saat melakukan aktivitas fisik yang berlebihan,
maka kemampuan antioksidan yang ada dalam tubuh tidak dapat menetralisir radikal bebas
sehingga dapat menimbulkan stress oksidatif. Stress oksidatif jangka panjang telah terbukti
-
dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif (Chevion et al, 2003, Ames et al, Keaney,
2000).
Suatu substansi yang dapat mencegah efek stress oksidatif adalah antioksidan.
Antioksidan yang natural termasuk didalamnya vitamin C, vitamin E, dan betakaroten
(substansi yang dalam tubuh kita digunakan untuk memproduksi vitamin A). Kompleks
oligomerik proantosianin (OPC) adalah antioksidan tipe khusus yang lebih dikenal dengan
golongan flavonoid. Jenis antioksidan ini umumnya didapat pada tumbuh-tumbuhan dan
memberikan pertahanan terhadap invasi jamur, toksin-toksin, dan environmental stress.
Hewan dan manusia tidak dapat memproduksi flavonoid tapi dapat mengabsorbsi dan
memperolehnya dari tanaman yang mengandung flavonoid (OPC), dimana gugusan
kompleks ini dapat melawan kerusakan sel akibat radikal bebas. Hal ini bermakna OPC dapat
pula bermanfaat sebagai prevensi penyakit dimana stress oksidatif terlibat didalamnya
(Clarkson & Thomson, 2000).
Salah satu indikator pada manusia untuk mendeteksi kondisi stres oksidatif adalah kadar
isoprostane ( 8-iso-PGF2 ) yang merupakan hasil dari peroksidase lipid membrane sel di
dalam tubuh akibat radikal bebas (Hanak, 2010). Isoprostane adalah komponen
prostaglandin like yang terbentuk dari katalisa..peroksidasi radikal bebas dari asam lemak
esensial (primarily arachidonic acid) tanpa perintah atau aksi langsung dari enzim
cyclooxygenase (COX). Isoprostane merupakan eicosanoids non klasikal dan memiliki
aktivitas biologikal yang poten sebagai mediator inflamasi yang menimbulkan persepsi nyeri.
Isoprostane merupakan marker yang akurat dari peroksidasi lipid baik pada manusia
maupun hewan dalam konteks terjadinya oksidatif stress (Morrow et al, 2002).
Evaluasi pertanda oksidatif stres yang disebabkan oleh Reactive Oxygen Species
(ROS) dan Reaktif Nitrogen Species (RNS) dalam bidang kedokteran anti penuaan amatlah
penting peranannya. Profil Stres oksidatif digunakan dalam institusi kedokteran untuk
mendukung pemeriksaan fisik dalam konteks cara pandang anti-penuaan. Mengukur tingkat
-
kerusakan yang disebabkan oleh oksidatif stress sehingga dapat memberi masukan tipe
antioksidan yang akan digunakan dalam konteks dasar hubungan korelasinya dengan nutrisi
seimbang yang dapat mengkoreksi masalah penyakit yang dihadapi dan memberi anjuran
dan bimbingan bagaimana memberikan suplemen yang tepat dan menghindari insuffisiensi
(Yuji et al, 2010).
Kadar radikal bebas di dalam tubuh dapat meningkat melalui beberapa proses
seperti aktivitas fisik yang meningkat sehingga metabolisme juga meningkat, radiasi, toksin,
sinar matahari, peningkatan aktivitas ensim lipoksigenase dan siklooksigenase (Surjohudojo,
2000; Droge, 2002).
Gambar 1.1 Korelasi hubungan antioksidan dalam sistem biologi (Yuji et al, 2010)
Pada masa sekarang kebiasaan hidup dengan aktivitas fisik yang berlebihan dan
pengaruh lingkungan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas sulit dihindari,
penggunaan antioksidan dapat mencegah terbentuknya radikal bebas tersebut. Sebagai
contoh ialah pola makan yang salah dimana makanan yang dikonsumsi banyak mengandung
gula, lemak dan kalori tinggi, kebiasaan hidup yang salah : kurang istirahat, kurang olah raga
atau bahkan cara olahraga yang terlalu berlebihan dan lain-lain.
-
Antioksidan dibedakan menjadi antioksidan ensimatik dan non ensimatik.
Antioksidan ensimatik atau pencegah terdiri dari superoxide dismutase, catalase, dan
glutahione peroxidase. Sedangkan antioksidan non ensimatik atau pemutus rantai terdiri
dari vitamin C, E, dan beta karotin (Miyazaki et al, 2000). Selain hal itu, terdapat beberapa
flavonoid yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan memiliki khasiat antioksidan.
Tumbuhan Kayu manis (Sauropus androgynus (L.) Merr.) telah lama dimanfaatkan
oleh masyarakat Indonesia dan beberapa negara tetangga, baik sebagai obat tradisional,
sebagai sayuran atau pewarna makanan. Dilaporkan bahwa tumbuhan ini sering digunakan
untuk pengobatan demam, luka, frambusia, sebagai diuretik, memperlancar ASI dan obat
luar (Sutiyana & Martosupono, 2008).
Penelitian Agik Suprayogi dari IPB pada tahun 2000 (Sutiyana & Martosupono, 2008)
mengungkapkan bahwa daun kayu manis dapat digunakan untuk menanggulangi anemia,
meningkatkan sekresi air susu, dan jumlah sel penghasil laktoferin (bahan bioaktif dalam
susu yang dapat meningkatkan pertumbuhan sel kekebalan tubuh) (Sutiyana &
Martosupono, 2008).
Dengan demikian, untuk mengoptimalkan potensi lingkungan di sekitar kita yang
belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat umum, kita perlu untuk meneliti potensi-
potensi tersebut demi kesejahteraan kita semua.
Suatu penelitian akhir-akhir ini berhasil menemukan adanya senyawa antioksidan
alami dalam daun kayu manis yang merupakan sayuran indogenous yang mempunyai
flavonoid tertinggi yaitu 831,70 miligram per 100 gram. Komponen flavonoid pada daun
kayu manis yang paling dominan adalah kaempferol sebesar 805,48 miligram per 100 gram
(Andarwulan et al, 2009).
Mengingat kandungan flavonoid yang merupakan antioksidan terkandung dalam
daun kayu manis, maka tentu akan dapat meredam kerusakan oksidatif yang disebabkan
oleh radikal bebas. Untuk mengetahui lebih lanjut efektivitas ekstrak daun kayu manis
-
sebagai antioksidan dalam menurunkan kadar isoprostane (8-iso-PGF2) dalam urine perlu
dilakukan penelitian eksperimental pada tikus wistar yang diberikan aktivitas fisik berlebih
maksimal.
Telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak daun kayu manis dalam menurunkan kadar isoprostane dalam urine tikus wistar
yang diberikan aktivitas fisik berlebih maksimal. Sebanyak 20 ekor tikus wistar jantan
dewasa , usia 4 bulan, dengan berat badan 180-200 gram, dibagi menjadi 4 kelompok yang
masing-masing terdiri dari lima ekor tikus yaitu kelompok kontrol (P0) yang diberi aquadest
2 ml, kelompok P1 yang diberikan ekstrak daun kayu manis sebanyak 1 ml, kelompok P2
yang diberikan ekstrak daun kayu manis sebanyak 2 ml, dan kelompok P3 yang diberikan
ekstrak daun kayu manis sebanyak 4 ml. Semua kelompok direnangkan selama 60 menit
sampai lelah setiap hari selama satu minggu dan diberikan ekstrak sesuai kelompok di atas
sebanyak satu kali sehari.
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan pada kelompok tanpa perlakuan tidak
didapatkan perubahan penurunan kadar isoprostane dalam urine. Sedangkan pada
kelompok yang mendapat perlakuan didapatkan penurunan kadar isoprostane dalam urine
(Vitariana, 2010).
Dari hasil penelitian pendahuluan ini didapatkan informasi sementara bahwa
pemberian ekstrak daun kayu manis dapat menurunkan kadar isoprostane dalam urine tikus
wistar yang diberikan pelatihan fisik berlebih maksimal. Agar dapat memperoleh hasil yang
lebih akurat dan dipercaya maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
jumlah sampel yang lebih banyak.
1.2. Rumusan Masalah
-
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, untuk mengetahui
efektivitas ekstrak daun kayu manis sebagai antioksidan dalam menurunkan kadar 8-iso-
PGF2 dalam urine, maka perlu disusun rumusan masalah sebagai berikut :
-Apakah pemberian ekstrak daun kayu manis (Sauropus androgynus) dapat
menurunkan kadar 8-iso-PGF2 dalam urine tikus wistar yang diberikan aktivitas fisik
berlebih maksimal ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak daun kayu manis sebagai
antioksidan dalam meredam efek buruk dari radikal bebas terhadap isoprostane (8-iso-
PGF2) dalam urine tikus wistar setelah pemberian aktifitas berlebih maksimal.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui efek dosis 1 ml ekstrak daun kayu manis terhadap kadar
isoprostane dalam urine tikus wistar.
2. Mengetahui efek dosis 2 ml ekstrak daun kayu manis terhadap kadar
isoprostane dalam urine tikus wistar.
3. Mengetahui efek dosis 4 ml ekstrak daun kayu manis terhadap kadar
isoprostane dalam urine tikus wistar.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis
Memberi informasi ilmiah tentang potensi ekstrak daun kayu manis
(Sauropus androgynus) yang dapat menurunkan kadar 8-iso-PGF2 dalam urine tikus wistar
yang diberikan aktivitas fisik berlebih maksimal.
1.4.2. Manfaat praktis bagi masyarakat
-
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi ekstrak
kayu manis (Sauropus androgynus) dalam menurunkan kadar 8-iso-PGF2 dalam urine
sehingga ekstrak daun kayu manis dapat dikembangkan sebagai antioksidan.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi ekstrak
daun kayu manis dalam mengatasi keluhan atau penyakit tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Aktifitas Fisik Berlebih Maksimal.
Setiap aktifitas fisik akan mengakibatkan terjadinya perubahan baik anatomis , fisiologis,
biokimia, maupun psikologis pada diri manusia.
Besar kecilnya perubahan yang terjadi tergantung sekali pada takaran pelatihan. Makin
besar takaran pelatihan yang diberikan akan semakin besar pula perubahan yang
terjadi,sampai suatu ambang batas tertentu.
Bila nilai ambang batas ini dilampaui, akan membahayakan kesehatan atlet. Suatu takaran
pelatihan akan mencapai sasaran dan tujuan jika dalam program pelatihannya sudah
tercakup (Bompa, 2009) :
1) Jenis atau tipe pelatihan yang dipilih
2) Unsur intensitas (persentase beban dan kecepatan)
-
3) Volume (durasi, jarak dan jumlah repetisi)
4) Densitas /kekerapan/frekuensi pelatihan
Batas maksimal intensitas adalah 80% denyut nadi maksimal (DNM) sesuai umur (220-
umur dalam tahun), frekuensi pelatihan yang dianjurkan 3 sampai 5 kali seminggu, tipe
pelatihan yang dianjurkan merupakan kombinasi dari latihan aerobik dan aktivitas kalistenik
dalam waktu 15-60 menit dengan latihan aerobik terus-menerus, yang mana sebelumnya
didahului oleh 3-5 menit pemanasan dan disusul oleh 3-5 menit pendinginan (Sriwahyuniati,
2000)
Pelatihan berlebih sering akibat dari :
1) Intensitas pelatihan yang terlalu tinggi
2) Volume pelatihan yang terlalu lama
3) Frekuensi pelatihan yang terlalu sering (Hatfield, 2001).
Akibat dari latihan dengan intensitas berlebihan menyebabkan terjadinya gejala-gejala
overtraining. Gejala-gejala overtraining ini pada hakekatnya adalah akibat gangguan
homeostasis (Hatfield, 2001) yaitu :
1. Insomnia
2. Sakit kepala
3. Sulit memusatkan perhatian / konsentrasi
4. Gairah dan motivasi menurun
5. Lemah, letih, lesu sehingga menjadi rentan cedera
6. Mual
7. Merasa haus dan banyak minum dimalam hari.
8. Nyeri otot dan sendi
9. Amenorrhea
10. Libido menurun
10
-
11. Rentan terhadap alergi dan infeksi
Sumber energi yang digunakan pada pelatihan daya tahan tinggi diperoleh dari
glikogen otot dan proses glukoneogenesis.
ATP yang tersedia dalam jaringan otot terbatas, kebutuhan ATP dipertahankan oleh
creatinin fosfat (CP) dan glikogen yang tersimpan dalam otot (Maglischo, 2003).
Sistem metabolisme yang mensuplai energi untuk kontraksi otot (Guyton and Hall, 2001)
sebagai berikut :
I Fosfokreatinin kreatinin + PO3 ATP
II Glikogen asam laktat
III Glukosa ADP
Asam lemak + O2 CO2 + H20
Asam amino AMP
Gambar 2.1. Sistem metabolisme yang menyuplai energi untuk kontraksi otot.
Akumulasi asam laktat dalam otot dapat menimbulkan masalah serius berupa
kelelahan otot, oleh karenanya pelatihan berlebih menyebabkan penimbunan banyak asam
laktat yang dihasilkan dalam otot dan kekurangan cadangan glikogen dalam waktu cepat
akan menyebabkan terjadinya stres fisik (Maglischo, 2003).
2.2. Pembentukan Radikal Bebas dalam Latihan Fisik Berlebih.
Radikal bebas adalah molekul atau atom yang mengandung satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan pada orbit luarnya. Konsekuensi berupa kecenderungannya memperoleh
elektron dari substansi lain menjadikan radikal bebas bersifat sangat reaktif (Murray et al.,
2000).
Energi
untuk
Kontraksi
otot
-
Dalam tubuh terdapat molekul oksigen yang stabil dan yang tidak stabil. Molekul oksigen
yang stabil sangat penting untuk memelihara kehidupan sel. Sejumlah radikal bebas
diperlukan untuk kesehatan, namun kelebihan radikal bebas bersifat merusak dan sangat
berbahaya (Giriwijoyo, 2004).
Fungsi radikal bebas dalam tubuh adalah melawan radang dan membunuh bakteri
(Goldman and Klatz, 2007).
Proses terjadinya peningkatan radikal bebas akibat latihan fisik berlebih disebabkan oleh
(Miyazaki et al, 2000) :
1. Selama latihan fisik berlebih, seluruh tubuh mengkonsumsi oksigen (VO2) menjadi 20 kali lebih
besar dibandingkan pada saat istirahat. Bahkan di dalam otot, peningkatan konsumsi oksigen
dapat mencapai 100 200 kali lebih besar dibandingkan saat istirahat. Mitokondria adalah
tempat utama pembentukan spesies oksigen reaktif (SOR) selama latihan melalui jalur transpor
elektron. akibatnya akan terbentuk radikal bebas superoksid.
2. Radikal superoksida (O2) secara cepat akan direduksi menjadi hidrogen peroksida (H2O2) oleh
enzim superoksid dismutase dalam mitokondria.Bila molekul H2O2 bereaksi dengan logam
transisi seperti Fe+ dan Cu+ (reaksi Fenton atau reaksi Haber-Wess) akan meningkatkan
pembentukan radikal hidroksil (OH) yang merupakan senyawa paling reaktif dan berbahaya.
3. Kondisi hipoksia relatif yang terjadi di dalam organ hati, ginjal dan usus disebabkan redistribusi
aliran darah ke otot yang bekerja. Keadaan ini akan menyebabkan aktivasi xantin oksidase
dengan reduksi satu elektron oksigen sehingga akan meningkatkan pembentukan radikal
superoksida (O2). Pada aktivitas fisik berlebih akan mengaktifkan jalur xanthin oksidase ini.
Konsentrasi hypoxanthin dan xanthin dalam darah meningkat setelah latihan yang intensif.
4. Neutrofil dan respon inflamasi
Neutrofil berperan penting dalam pertahanan jaringan dari invasi virus dan bakteri. Neutrofil akan
bermigrasi pada tempat injuri yang ditarik oleh faktor kemotaktik yang dihasilkan oleh sel yang
rusak dan melepaskan dua faktor utama selama fagositosis yaitu lysozim dan radikal superoksida
-
(O2). Lysosome memfasilitasi kerusakan protein sedangkan radikal superoksida (O2) dihasilkan
oleh myeloperoksidase dan NADPH oksidase.Walaupun respon inflamasi ini adalah mencegah
infeksi bakteri dan virus,senyawa oksigen reaktif (SOR) dan oksidan lainnya yang dilepaskan dari
neutrofil juga dapat menyebabkan kerusakan sekunder seperti peroksidasi lipid.
Radikal bebas yang terbentuk bertemu dengan asam lemah tak jenuh ganda dalam
membran sel, kemudian terjadi reaksi peroksidasi lipid yang berasal dari membrane sel tersebut
sehingga mengakibatkan meningkatnya fluiditas membrane,gangguan intregitas membran sel
serta aktivasi ikatan membrane dengan enzim dan reseptor (Miyazaki et al, 2000). Kemudian
pada tahap akhir akan dibebaskan aldehid seperti malondialdehyde , etana, pentana , dan
conjugated diene yang dapat merusak tubuh (Murray et al., 2000).
5. Suatu hasil oxidant injury yang dapat diketahui dengan jelas adalah lipid peroxidase. Hampir satu
dekade yang lalu dilaporkan bahwa senyawa yang mirip prostaglandin (PG) ini diproduksi oleh
radikal bebas katalisa peroksidase dari arachidonic acid secara independent oleh enzim
cyclooxygenase, dimana sebelumnya merupakan faktor endogen yang penting peranannya
pada sintesa prostanoid. Sejak itu telah dibuktikan bahwa produk dari peroksidase lipid
tersebut, yang sekarang disebut isoprostane, menghasilkan pertanda perusakan oksidatif
baik secara in vivo dan invitro (Morrow et al., 2002).
2.3. Antioksidan
Dalam pengertian kimia,senyawa-senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron
(elektron donor). Namun dalam arti biologis antioksidan adalah senyawa yang dapat meredam
dampak negatif oksidan dan dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Surjohudojo, 2000).
Sistem pertahanan ini mengatur produksi dan eliminasi oksidan dan sangat penting dalam
penanganan kerusakan yang terjadi selama proses stres oksidatif. Pertahanan melawan senyawa
oksigen reaktif (SOR) meliputi scavenger enzimatik dan antioksidan yang diperoleh dari diet
(Miyazaki et al, 2000).
-
Ada beberapa antioksidan yang berperan sebagai proteksi terhadap radikal bebas pada olahraga
antara lain vitamin E, C, glutathion, katalase, superoksida dismutase,dan glutathion peroksidase.
Antioksidan dibutuhkan lebih banyak pada aktifitas fisik yang berlebih (Goldman & Klatz, 2007).
2.4. Senyawa Bioaktif Tumbuhan
Senyawa bioaktif tumbuhan merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan melalui
serangkaian reaksi-reaksi sekunder.
Senyawa bioaktif umumnya tidak berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan.Senyawa bioaktif umumnya berupa produk samping dan diakumulasi secara
spesifik oleh spesies tumbuhan. Beberapa senyawa bioaktif yang ditemukan pada tumbuhan
adalah flavonoid, terpenoid, fenolik dan saponin (Harborne, 2000).
Dalam suatu penelitian untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terkandung
dalam daun kayu manis, dilakukan dengan cara berikut : Senyawa flavonoid yang terdapat
dalam ekstrak etanol 95% daun katu diisolasi dengan menggunakan metode Charaux-Paris.
Dilakukan fraksinasi ekstrak etanol 95% dengan menggunakan pelarut kloroform, etilasetat
dan 3 kali dengan n-butanol, kemudian dari fraksi n-butanol I dilakukan isolasi flavonoid
dengan cara kromatografi kertas preparatif dan diidentifikasi dengan spektrofotometer Ultra
Violet (UV) dan infrared. Enam senyawa flavonoid berhasil diisolasi, setelah diidentifikasi
salah satu senyawa flavonoid tersebut adalah rutin sedangkan 5 senyawa lainnya adalah
golongan flavonol OH-3 tersulih atau golongan flavon. (Wijono, 2003)
-
2.5. Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh
tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi.
Kerangka dasar flavonoid terdiri dari dua cincin karbon di ujung kiri dan kanan molekul
dinyatakan berturut-turut sebagai cincin A dan B. Cincin A dan oksigen cincin tengah berasal
seluruhnya dari unit asetat yang disediakan oleh asetil CoA.
Gugus hidroksil hampir selalu terdapat di flavonoid, khususnya tertempel pada cincin
B di posisi 3 dan 4, atau tertempel pada posisi 5 dan 7 cincin A, atau pada posisi 3 cincin
tengah. Gugus hidroksil ini merupakan tempat menempelnya berbagai gula yang
meningkatkan kelarutan flavonoid dalam air. Ada tiga kelompok flavonoid yaitu antosianin,
flavonol dan flavon (Andersen et al, 2006).
2.5.1. Kerangka Dasar Flavonoid
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,
dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk
susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa Flavonoid
yaitu : Gugus Flavonoida atau 1,3-diarilpropana, Gugus Isoflavonoid atau 1,2- diarilpropana
dan Gugus Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana. Dengan susunan gambar gugus sebagai
berikut :
-
Gambar 2.2. Gugus Flavonoida atau 1, 3-diarilpropana
Gambar 2.3. Gugus Isoflavonoid atau 1, 2- diarilpropana
Gambar 2.4.Gugus Neoflavonoida atau 1, 1-diarilpropana
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata
flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan.
Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari
-
cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh
jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C). Senyawa-
senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai
propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang
banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya
senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari
struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan
dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku Leguminosae. Masing-masing jenis senyawa
flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang
berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B flavonoid mempunyai satu gugus fungsi oksigen
pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau tiga pada posisi satu di para dan
dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa
sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosikllis dalam senyawa
trisiklis (Andersen et al, 2006).
Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut :
Cincin A COCH2CH2 Cincin B Hidrokalkon
Cincin A COCH2CHOH Cincin B Flavanon, kalkon
Cincin A COCH2CO Cincin B Flavon
Cincin A CH2COCO Cincin B Antosianin
-
2.5.2. Biosintesis Flavonoida
Pola biosintesis pertama kali disarankan oleh Birch, yaitu : pada tahap tahap pertama
biosintesa flavonoida suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit C6-
C3-(C2+C2+C2).Kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus
fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan. Cincin A dari struktur flavonoida berasal dari
jalur polipeptida, yaitu kondensasidari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan
tiga atom karbon dari rantai propana berasal dari jalur fenilpropanoida (jalur shikimat).
Sehingga kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua jenis
biosintesis utama dari cincin aromatik yaitu jalur siklimat dan jalur asetat-malonat. Sebagai
akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai
propana dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi seperti pada ikatan rangkap, gugus
hidroksil, gugus karbonil, dan sebagainya (Andersen et al, 2006).
2.5.3. Identifikasi Flavonoida
Sebagai besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit
flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu
alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida
terbentuk apabila gugus hidroksil dari alkohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama
seperti adisi alkohol kepada aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetat.
Pada hidrolisa oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen- menghasilkan gula
dan alkohol yang sebanding dan alkohol yang dihasilkan ini disebut aglixon. Residu gula dari
glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa, galaktosa dan gentiobiosa sehingga
glikosida tersebut masing-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida.
Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga
gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan
-
sedikit larut dalam pelarut organik seperti eter, benzen, kloroform dan aseton (Andersen et al,
2006).
2.6. Tumbuhan Yang Berpotensi Antioksidan
Dari suatu penelitian akhir-akhir ini berhasil ditemukan senyawa antioksidan alami dalam daun
katu yang merupakan sayuran indigenous yang mempunyai flavonoid tertinggi yaitu 831,70
miligram per 100 gram. Komponen flavonoid pada daun katu yang paling dominan adalah
kaempferol sebesar 805,48 miligram per 100 gram (Andarwulan et.al., 2009).
2.7. Deskripsi Tanaman Daun Kayu Manis (Sauropus androgynus)
Daun kayu manis adalah daun dari tanaman Sauropus androgynus (L) Merr, famili
Euphorbiaceae. Nama daerah: Memata (Melayu), Simani (Minangkabau), Katuk (Sunda),
Kebing dan Katukan (Jawa), Kerakur (Madura), Daun Kayu Manis (Bali). Terdapat di berbagai
daerah di India, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia tumbuh di dataran dengan ketinggian
0-2100 m di atas permukaan laut (Huang, 2008).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Daun Kayu Manis
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Order: Malpighiales
Keluarga: Phyllanthaceae
Suku: Phyllantheae
Subtribe: Flueggeinae
Genus: Sauropus Sauropus
Spesies: S. androgynous S. dua
Tanaman ini berbentuk perdu tumbuh tegak ke atas, berbunga dan berbuah. tingginya mencapai 2-3 m.
-
Gambar 2.5. Tanaman Daun Kayu Manis
Cabang-cabang agak lunak dan terbagi Daun tersusun selang-seling pada satu
tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1,25-3 cm tepi
daun rata dan permukaan daun licin tidak berbulu. Tulang daun menyirip (penninervis) dan
bagian atas berwarna hijau sampai hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau muda.
Daunnya merupakan daun tunggal yang merupakan daun majemuk, tidak lengkap (tidak
mempunyai upih daun) tempat duduk daun tersebar (folia sparsa) dan terdapat daun penumpu
(stipula tipe intrapetiolaris atau axilaris). Daun kayu manis mempunyai ciri spesifik yaitu ,
jika sudah tua terdapat bintik-bintik putih yang tersebar di bagian atas helai daun (Wiwit,
2008).
Gambar 2.6 Daun Kayu Manis
Bunga tunggal atau berkelompok tiga. Buah bertangkai panjang 1,25 cm.
-
Gambar 2.7 Bunga pada tanaman kayu manis
Tanaman kayu manis dapat diperbanyak dengan stek dari batang yang sudah berkayu,
panjang lebih kurang 20 cm disemaikan terlebih dahulu. Setelah berakar sekitar 2 minggu
dapat dipindahkan ke kebun. Jarak tanam panjang 30 cm dan lebar 30 cm. Setelah tinggi
mencapai 50-60 cm dilakukan pemangkasan agar selalu didapatkan daun muda dan segar.
Kondisi tanah yang circum-neutral cocok bagi tanaman ini dan dapat tumbuh pada
tanah yang mengandung asam. Tanaman ini memerlukan banyak air dan masih dapat
mentoleransi kondisi tanah yang tergenang banyak air. Lebih dianjurkan untuk ditanam pada
tempat yang terlindung dari sinar matahari, tetapi disebutkan masih dapat mentolerir kondisi
sinar matahari secara penuh asalkan diberikan banyak air (Wiwit, 2008).
2.7.1. Komponen Kimia
Hasil analisis GCMS pada ekstrak heksana menunjukkan adanya beberapa senyawa
alifatik. Pada ekstrak eter terdapat komponen utama yang meliputi : monometil suksinat,
asam benzoat dan asam 2-fenilmalonat ; serta komponen minor meliputi : terbutol, 2 -
propagiloksan, 2 metoksi 6 metil, furanil, dan asam palmitat. Pada ekstrak etil asetat
terdapat komponen utama yang meliputi: sis-2 metil - siklopentanol asetat. Kandungan
daun kayu manis meliputi protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C.
Pirolidinon, dan metil piroglutamat serta p-dodesilfenol sebagai komponen minor (Sutiyana
& Martosupono, 2008).
Dalam 100 g daun kayu manis terkandung:
-
Flavonoid 831,70 mg
Energi 59 kal
Protein 6,4 g
Lemak 1,0 g
Hidrat Arang 9,9 g
Serat 1,5 g
Abu 1,7 g
Kalsium 233 mg
Fosfor 98 mg
Besi 3,5 mg
Karoten(Vit.A) 1020 mcg
Vitamin B 164 mg
Vitamin C 164 mg
Air 81 g
Tabel 2.2 Kandungan Daun Kayu Manis (Sutiyana & Martosupono, 2008 )
Dari pemeriksaan unsur kimia serbuk ditemukan kalium, kalsium, besi, magnesium
dan natrium. Dari penapisan fitokimia serbuk ditemukan adanya senyawa golongan alkaloid,
flavonoid, tanin galat, saponin dan steroid (triterpenoid). Pada pemeriksaan senyawa asam
fenolat dari fraksi eter ekstrak metanol ditemukan dua jenis asam fenolat dalam bentuk
bebas, yang diduga asam kafeat dan asam protokatekuat. Dari ekstrak n-heksana diperoleh
senyawa golongan steroid/triterpenoid yang diduga sebagai stigmasterol (Dwi et al., 1994).
2.7.2. Efek Farmakologis
Tumbuhan Katu (Sauropus androgynus (L.) Merr.) telah lama dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia dan beberapa negara tetangga, baik sebagai obat tradisional, sebagai
-
sayuran atau pewarna makanan. Dilaporkan bahwa tumbuhan ini sering digunakan untuk
pengobatan demam, bisul, luka, frambusia, sebagai diuretik, memperlancar ASI dan obat
luar. Tetapi disebutkan juga bahwa konsumsi daun kayu manis yang berlebihan dapat
menimbulkan pusing, mengantuk dan sembelit (Azis & Muktiningsih, 2006).
Pengembangan riset mengenai daun katu terus dilakukan, terutama untuk
menghilangkan efek negatif yang mungkin timbul. Daun kayu manis disarankan untuk
dikonsumsi setelah direbus atau ditumis ( Azis & Muktiningsih, 2006).
Penelitian tentang kandungan daun kayu manis yang tumbuh di Indonesia belum
banyak dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka menunjang program pemerintah untuk
pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi sediaan fitofarmaka, perlu dilakukan
penelitian kandungan kimia tumbuhan obat yang telah banyak digunakan oleh masyarakat,
sehingga dapat membantu proses standardisasi bahan baku obat tradisional.
2.8. Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
Tikus Wistar lebih besar dari famili tikus pada umumnya dimana tikus ini dapat
mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor, dan berat 140-500g. Tikus jantan
biasanya memiliki ukuran lebih besar dari tikus betina, berwarna kecoklatan, kadang ada
bercak hitam atau putih, dan memiliki ukuran ekor yang lebih panjang dari tubuhnya. Tikus
jantan biasanya memiliki kematangan seksual pada umur 3 bulan dan betina pada umur 4
bulan, serta dapat hidup selama 4 tahun.
Data biologi tikus menurut Fox disajikan pada Tabel 2.3.
No. Kondisi Biologi Jumlah
1. Berat badan : - Jantan
- Betina
300-400 g
250-300 g
2. Lama hidup 2,5 3 tahun
-
3. Temperatur tubuh 37,5o C
4. Kebutuhan : - air
- makanan
8-11 ml/100g BB
5 g/100g BB
5. Pubertas 50-60 hari
6. Lama kehamilan 21-23 hari
7. Tekanan darah : - sistolik
- diastolik
84-184 mmHg
58-145 mmHg
8. Frekuensi : - Jantung
- Respirasi
330-480/menit
66-114/menit
9. Tidal Volume 0,6-1,25 mm
Tabel 2.3 Data Biologi Tikus (Russel et al, 2008)
Klasifikasi Tikus Wistar menurut Armitage (2006) dalam (Russel et al, 2008) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.4 Klasifikasi Tikus Wistar (Russel et al, 2008)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus
norvegicus
-
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka konsep
sebagai berikut :
1. Objek perlakuan adalah tikus wistar yang diberikan ekstrak daun kayu manis (Sauropus
androgynus (L.) Merr.) setelah diberikan aktivitas berlebih maksimal..
2. Efek yang dimonitoring adalah efek antioksidan yang dapat menimbulkan penurunan kadar 8-
iso-Prostaglandin F2 dalam urine tikus wistar yang diberi aktivitas fisik berlebih maksimal.
3. Faktor eksogen berupa takaran pelatihan yang berlebihan dan fase pemulihan yang kurang atau
ketidakseimbangan antara pelatihan fisik dan waktu pemulihan dan bahan-bahan kimia atau
obat-obatan. Daun kayu manis merupakan faktor eksogen mengandung antioksidan dapat
meredam radikal bebas yang disebabkan oleh Reactive Oxygen Species (ROS) seperti ion
superoksid, dapat membantu pemulihan tikus wistar setelah aktivitas fisik berlebih maksimal.
-
4. Faktor endogen yaitu faktor dari dalam tubuh sendiri akan menyebabkan konsumsi oksigen akan
meningkat dan kemudian terbentuk radikal bebas yang berlebihan melalui jalur transpor
elektron.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konsep yang telah diuraikan maka diajukan
hipotesis sebagai berikut :
Pemberian ekstrak daun kayu manis (Sauropus androgynus(L.) Merr.) dapat
menurunkan kadar isoprostane (8-iso-PGF2) dalam urine tikus wistar dengan aktivitas
berlebih maksimal.
Faktor Endogen
Hormonal Psikologis Genetik Jenis kelamin Umur
Faktor Eksogen
Fisik Kimia /Obat-
obatan Ekstrak Daun
Kayu manis yang mengandung antioksidan
29
Tikus Wistar dengan
aktifitas berlebih
maksimal
Radikal bebas
Stress oksidatif
8-iso-PGF2
-
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan pre-test dan
post-test control group design (Pocock, 2008).
Skema rancangan penelitian digambarkan berikut ini.
Pre test Post test
P0
O1 O2
P1
O3 O4
P S P2
O5 O6
P3
O7 O8
Bagan 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan :
P = Populasi
S = Sampel
R = Random
O1,O3, O5 dan O7 = Kadar 8-iso-PGF2 sebelum perlakuan
P0 = Tanpa perlakuan (kelompok kontrol)
P1 = Perlakuan ekstrak daun kayu manis dengan dosis 1 ml/ekor/hari
P2 = Perlakuan ekstrak daun kayu manis dengan dosis 2 ml/ekor/hari
P3 = Perlakuan ekstrak daun kayu manis dengan dosis 4 ml/ekor/hari
-
O2 = Kadar 8-iso-PGF2 tanpa pemberian ekstrak
selama 1 minggu
O4 = Kadar 8-iso-PGF2 setelah pemberian ekstrak dengan dosis 1 ml/ekor
/hari selama 1 minggu
O6 = Kadar 8-iso-PGF2 setelah pemberian ekstrak dengan dosis 2 ml/ekor
/hari selama 1 minggu
O8 = Kadar 8-iso-PGF2 setelah pemberian ekstrak dengan dosis 4 ml/ekor
/hari selama 1 minggu
4.2. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian sudah dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran UNUD
Denpasar pada bulan Juni 2010. Pemeriksaan 8-iso-PGF2 dilakukan di Laboratorium
Veteriner FKH-UNUD,Denpasar.
4.3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini digunakan tikus wistar dengan kriteria: tikus wistar jantan,
berumur 2 3 bulan, berat badan jantan 180- 200 g yang diberikan aktivitas berlebih
maksimal.
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus (Pocock, 2008) :
,2 2
12
2
fn
n = jumlah sampel
= simpang baku
= tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)
tingkat kemaknaan (1- ) = 0,95 dua sisi
= tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)
31
-
f ( ,) = 13 (Tabel 9.1 Pocock, 2008)
1 = rerata nilai isoprostane sebelum perlakuan
2 = rerata nilai isoprostane sesudah perlakuan
Dalam penelitian ini nilai rerata kelompok perlakuan adalah (1 = 11,61) , (2 =9,87) dan =
0,80 (Vitariana, 2010). Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan =
0,05 dan = 0,1, sehingga besar sampel adalah:
13 ) 9,87-11.61 (
) 0,80 ( 22
2
xn
= 5,49
= 6
Untuk menghindari terjadinya drop out pada sampel maka ditambahkan 15% sehingga
jumlah sampel menjadi 6,9 dan dibulatkan menjadi 7 ekor tikus wistar per kelompok.
Sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 28 ekor tikus wistar.
4.4. Variabel Penelitian
4.4.1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel bebas : Dosis ekstrak daun kayu manis (Sauropus Androgynus(L)Merr)
dan tikus wistar yang diberi aktivitas berlebih maksimal.
b. Variabel tergantung: Kadar 8-iso-PGF2 dalam urine.
c. Variabel kendali : Strain tikus wistar jantan, umur, berat badan, lingkungan
(suhu, kelembaban dan cahaya), makanan, kandang kayu tikus wistar.
4.4.2. Definisi Operasional Variabel
a. Ekstrak daun kayu manis (Sauropus Androgynus(L.)Merr) adalah ekstrak yang dibuat dari
daun kayu manis yang kental yang diperoleh dengan memaserasi serbuk kering daun
-
kayu manis dengan menggunakan pelarut ethanol. Diberikan satu kali sehari dengan
dosis 1 ml, 2 ml dan 4 ml secara oral selama 1 minggu 1 jam setelah tikus wistar
direnangkan.
b. Isoprostane( 8-iso-PGF2 ) adalah hasil dari peroksidase lipid arachidonic acid di dalam
tubuh akibat radikal bebas.Isoprostane merupakan marker yang akurat dari peroksidase
lipid dalam konteks terjadinya oksidatif stres yang dapat timbul pada aktivitas berlebih
maksimal.Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil specimen urine tikus wistar
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan 8-iso-PGF2 enzyme immuassay
kit (EIA) pada saat sebelum dan sesudah perlakuan..
c. Aktivitas berlebih maksimal adalah kemampuan maksimal melakukan renang bebas
sekuat-kuatnya sampai terjadi tanda-tanda overtraining berubah hamper tenggelam
oleh karena menurunnya kekuatan otot,menurunnya waktu reaksi serta menurunnya
frekuensi gerakan dan menurunnya reflek (OToole, 2008). Dari penelitian pendahuluan
didapatkan kemampuan waktu renang maksimal tikus wistar adalah berkisar 60 menit
(Vitariana, 2010). Perlakuan pelatihan ini dilakukan satu kali setiap hari dalam wadah
ember dengan diameter 30 cm dengan kedalaman air 20 cm selama satu minggu.
4.5. Prosedur Penelitian
4.5.1. Pembuatan Ekstrak Daun Kayu Manis
Daun Kayu manis diambil dari tanaman kayu manis dicuci bersih dan diangin-
anginkan pada suhu kamar, sebanyak 100 gram dicincang kecil untuk mengeluarkan zat
aktifnya. Kemudian direbus dan setelahnya direndam dengan ethanol analis sebanyak 2 liter
dan didiamkan selama 3 hari. Setelah itu disaring kemudian diekstrak dalam evaporator dan
akan dihasilkan ekstrak murni yang cair. Selanjutnya dibuat konsentrasi ekstrak daun kayu
manis dengan konsentrasi 15% sesuai dengan dosis yang diperlukan dalam perlakuan.
Ekstrak kemudian ditimbang sesuai dosis dan dilarutkan dalam aquadest.
-
Pembuatan konsentrasi ekstrak tersebut dibuat dengan cara sebagai berikut:
Diambil 100 g ekstrak murni kemudian dilarutkan dalam 100 cc ethanol.
4.5.2. Pemilihan dan Pemeliharaan Hewan Uji
Pemilihan tikus wistar yang akan dijadikan sampel percobaan dengan cara memilih tikus
jantan yang sehat, dan menimbang tikus dengan bobot 180-200 g. Tikus dipelihara dengan
pakan standar (pelet) berdasarkan kadar pemeliharaan tikus menurut LabDiet 2005 (Jawi et
al, 2008) tipe 5LG4 dengan kadar protein kasar 18 %, lemak kasar 6 % dan serat kasar 5 %.
Makanan dan minuman diberikan secara ad libitum selama penelitian berlangsung dan
diganti setiap hari. Tikus dipelihara dalam kandang kayu secara individual, berventilasi baik
dengan penyinaran normal, yang dirancang dengan wadah menggunakan corong untuk
menampung urine.
4.5.3. Pengujian Ekstrak Daun Kayu Manis pada Tikus Wistar
Ekstrak daun kayu manis diberikan secara oral pada tikus wistar 1 jam setelah tikus
direnangkan sampai lelah setiap hari selama 1 minggu. Langkah pemberian dimulai dengan
penyedotan ekstrak daun kayu manis dengan alat suntik 1 cc berujung NGT. Tikus
kemudian dipegang pada kulit bagian dorsal sehingga ujung anteriornya menghadap ke atas.
Selanjutnya selang NGT dimasukkan dan ekstrak daun kayu manis disemprotkan. Pemberian
peroral harus berhati-hati, agar total ekstrak dapat masuk ke lambung. Pemberian ini
diberikan selama 1 minggu dengan dosis bervariasi setiap kelompok, mulai dari dosis
1ml/ekor/hari, 2ml/ekor/hari dan 4ml/ekor/hari. Kelompok pertama adalah kelompok
kontrol yang diberikan aquades sebanyak 2 ml/ekor/hari.
4.5.4. Dosis
-
Dosis yang dipergunakan adalah 1 ml/ekor/hari, 2 ml/ekor/hari, dan 4 ml/ekor/hari
berdasarkan penelitian pendahuluan yang memberikan hasil penurunan kadar isoprostane
secara signifikan (Vitariana, 2010).
4.5.5. Jalannya Penelitian.
Sebelum dilakukan perlakuan terhadap semua tikus wistar dilakukan pengambilan urine
untuk pemeriksaan kadar 8-iso-PGF2 yang dikerjakan di Laboratorium Veteriner FKH
Unud, sebagai pretest. Pengambilan urine tersebut dilakukan setelah selama semalaman
urine masing-masing tikus ditampung dalam wadah khusus yang diberi penyaring sehingga
tidak mudah tercampur dengan kotoran tikus.
Setelah itu seluruh tikus direnangkan sampai lelah selama 60 menit dalam wadah
ember dengan diameter 30 cm dengan kedalaman air 20 cm, kemudian dibagi menjadi 4
kelompok masing-masing 7 ekor tiap kelompok. Kelompok 1 sebagai kontrol tidak diberikan
ekstrak daun kayu manis melainkan diberikan aquades 2 ml/hari/ekor. Kelompok 2
diberikan ekstrak daun kayu manis 1 ml/ekor/hari. Kelompok 3 diberikan ekstrak daun kayu
manis 2 ml/ekor/hari. Kelompok 4 diberikan ekstrak daun kayu manis 4 ml/ekor/hari.
Pemberian dosis tersebut dilakukan selama 7 hari.Kemudian setelah itu pada hari ke-8
semua kelompok tikus tersebut dilakukan pemeriksaan kadar 8-iso-PGF2 dari urine yang
ditampung semalaman sebagai post test.
Pemeriksaan kadar 8-iso-PGF2 dilakukan dengan menggunakan 8-iso-PGF2 enzyme
immunoassay kit (EIA) dari assay design, yang merupakan immunoassay yang kompetitif
untuk penentuan kadar bebas 8-iso-PGF2 dalam larutan biological. Kit tersebut
menggunakan antibody poliklonal terhadap 8-iso-PGF2 untuk dapat mengikatnya dengan
-
cara yang kompetitif yang terdapat dalam sampel atau dalam molekul alkaline phosphatase
yang memiliki 8-iso-PGF2 yang secara kovalen melekat padanya.
Prosedur penggunaan kit tersebut adalah sebagai berikut (EIA, 2008):
1. Pertama-tama ditentukan penomoran sumur yang akan digunakan dengan
berpedoman pada lembar assay layout.
2. Memasukkan dengan Pipet 100 L standar diluent (Assay Buffer atau Tissue
Culture Media) ke dalam sumur NSB dan B0 (0 pg/mL standard).
3. Memasukkan dengan Pipet 100 L cairan standar ke dalam sumur nomor 1
sampai dengan 7.
4. Memasukkan dengan Pipet 100 L cairan sampel ke dalam sumur sesuai
penomorannya.
5. Memasukkan dengan Pipet 50 L assay buffer ke dalam sumur NSB.
6. Memasukkan dengan Pipet 50 L konjugat biru ke dalam semua sumur, kecuali
Total Activity (TA) dan sumur kosong (blank).
7. Memasukkan dengan Pipet 50 L antibody kuning ke dalam semua sumur
kecuali sumur blank,TA dan NSB. Sebagai catatan semua sumur harus berwarna
hijau kecuali sumur NSB yang seharusnya berwarna biru. Sumur TA dan Blank
seharusnya kosong dan tidak berwarna pada langkah ini.
8. Piring sampel kit diinkubasi pada suhu kamar kedalam plate shaker selama
2 jam pada 500 rpm, selama masa ini dapat digunakan plastik penutup piring
sampel kit jika dikehendaki.
9. Masing-masing sumur dikosongkan dan dicuci dengan menambahkan 400 L
cairan pencuci, diulangi 2 kali sehingga total dilakukan 3 kali pencucian.
10. Setelah pencucian terakhir, sumur dikosongkan dan piring ditepuk di atas
kertas pembersih untuk memastikan buffer pencuci tidak ada yang tertinggal.
11. Ditambahkan 5 L konjugat warna biru terang dalam pengenceran 1:10 ke
-
dalam sumur TA.
12. Ditambahkan 200 L cairan substrat pNpp kemudian di inkubasi dalam suhu
kamar selama 45 menit tanpa dikocok.
13. Ditambahkan 50 L stop solution ke dalam setiap sumur, hal ini akan segera
menghentikan reaksi yang terjadi dan piring sampel harus segera dibaca
setelahnya.
14. Kemudian dibaca dengan densitas optik pada 405 nm, dengan koreksi antara
570 dan 590 nm.
4.5.6. Alur Penelitian
Pretest
Tikus
Wistar
Seluruh urine tikus wistar diperiksa kadar
8-iso-PGF2
-
Post test
Bagan 4.2.Alur Penelitian
4.6. Alat dan Bahan
4.6.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Kandang tikus dari kayu , di dalamnya terdapat sekam dan tempat minum, dan di
bawahnya terdapat tempat corong dan tempat untuk menampung urine, diberi kain kasa
penyaring supaya urine tidak bercampur dengan kotoran tikus.
- Waterbath
- Timbangan Analitik
Kontrol
Diberik
an
aq
ua
Diberika
n
ekst
rak
dau
ANALISIS DATA
Semua tikus direnangkan sampai kelelahan
setiap hari selama 1 minggu
Diberika
n
ekst
rak
dau
Diberika
n
ekst
rak
dau
Seluruh urine tikus wistar diperiksa kadar
8-iso-PGF2
-
- Stopwatch
- Botol sampel
- Kamera
- Sarung tangan
- Spuit berujung NGT
- Pinset
- Precision Pipet 5L dan 1,000L
- Repeater pipet untuk dispensing 50L dan 200L
- Microplate shaker
- Microplate reader 570-590nm.
- Buku Tabel untuk mencatat data
- Kain kasa untuk menyaring.
4.6.2. Bahan Penelitian
- Alkohol 70%,80%,95%
- Etanol
- Aquades
- Assay design 8-iso-PGF2 EIA kit.
4.7. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh dari :
1. Hasil pemeriksaan pretest terhadap 7 ekor tikus dari masing-masing kelompok dengan
menampung urine untuk kemudian diperiksa kadar 8-iso-PGF2 dengan menggunakan
assay design 8-iso-PGF2 EIA kit.
-
2. Hasil pemeriksaan sampel urine post test terhadap 7 ekor tikus dari masing-masing
kelompok setelah setiap hari direnangkan dan diberikan ekstrak dengan dosis tertentu
selama 1 minggu untuk diperiksa kadar 8-iso-PGF2 dengan menggunakan assay design
8-iso-PGF2 EIA kit.
4.8. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut (Nazir,
1999) :
1. Analisis Deskripsi
2. Uji Normalitas dan Homogenitas:
a. Uji Normalitas data dengan Uji Shapiro-Wilks
b. Uji Kehomogenan variansi dengan Uji Levenes.
3. Analisis komparasi.
Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar isoprostane antar kelompok
sebelum diberikan perlakuan berupa ekstrak daun kayu manis dengan Uji One Way ANOVA
satu arah pada taraf kemaknaan = 0,05. Data diolah dengan Program SPSS Version 16.0 for
Windows (Singgih, 2008).
-
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 56 ekor tikus sebagai sampel, 28 ekor diantaranya
sebagai kelompok sampel sebelum perlakuan dan 28 ekor sebagai kelompok sampel sesudah
perlakuan, yang terbagi menjadi 4 (empat) kelompok masing-masing berjumlah 7 ekor, yaitu
kelompok kontrol (aquadest 2 ml), kelompok ekstrak kayu manis 1 ml, kelompok ekstrak
kayu manis 2 ml dan kelompok ekstrak kayu manis 4 ml. Dalam bab ini akan diuraikan uji
normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
Sebelum dilakukan perlakuan terhadap semua tikus wistar dilakukan pengambilan urine
untuk pemeriksaan kadar 8-iso-PGF2 yang dikerjakan di Laboratorium Veteriner FKH
Unud, sebagai pretest.Pengambilan specimen urine tersebut dilakukan setelah selama
semalaman urine masing-masing tikus ditampung dalam wadah khusus yang diberi
penyaring sehingga tidak mudah tercampur dengan kotoran tikus.
Setelah itu seluruh tikus direnangkan sampai lelah selama 60 menit dalam wadah
ember dengan diameter 30 cm dengan kedalaman air 20 cm, kemudian dibagi menjadi 4
-
kelompok masing-masing 7 ekor tiap kelompok.
Kemudian masing-masing kelompok dilakukakn pemberian ekstrak daun kayu manis sesuai
dosis masing-masing seperti tersebut di atas dan pemberian dosis tersebut dilakukan selama
7 hari. Setelah itu pada hari ke-8 semua kelompok tikus tersebut dilakukan pemeriksaan
kadar 8-iso-PGF2 dari urine yang ditampung semalaman sebagai post test.
Pemeriksaan kadar 8-iso-PGF2 dilakukan dengan menggunakan 8-iso-PGF2 enzyme
immunoassay kit (EIA) dari assay design.
5.1. Uji Normalitas Data Kadar Isoprostane Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Data kadar isoprostane diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk.
Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1. Oleh
karena itu selanjutnya dapat digunakan uji parametrik.
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Kadar Isoprostane Kelompok Sebelum dan Sesudah perlakuan
Kelompok Subjek N P Keterangan Kontrol (aquadest 2 ml) pre Ekstrak kayu manis 1 ml pre Ekstrak kayu manis 2 ml pre Ekstrak kayu manis 4 ml pre Kontrol (aquadest 2 ml) post Ekstrak kayu manis 1 ml post Ekstrak kayu manis 2 ml post Ekstrak kayu manis 4 ml post
7 7 7 7 7 7 7 7
0,195 0,330 0,234 0,159 0,103 0,226 0,660 0,264
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
-
5.2. Uji Homogenitas Varians Kadar Isoprostane Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah
Perlakuan
Data kadar isoprostane diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levenes
test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut. Oleh
karena itu selanjutnya dapat digunakan uji parametrik
Tabel 5.2
Homogenitas Kadar Isoprostane antar Kelompok Perlakuan
Kelompok Subjek F P Keterangan
Sebelum Perlakuan (pre) Sesudah Perlakuan (post)
2,33
2,57
0,10
0,07
Homogen
Homogen
5.3. Uji Komparabilitas Kadar Isoprostane
Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar isoprostane antar
kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa ekstrak daun kayu manis. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3
Rerata Kadar Isoprostane antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan
-
Kelompok Subjek N Rerata Kadar Isoprostane
(ng/mL) SB F p
Kontrol (aquadest 2 ml) Ekstrak kayu manis 1 ml Ekstrak kayu manis 2 ml Ekstrak kayu manis 4 ml
7
7
7 7
3,06
2,97
2,85
2,79
1,01
0,35
0,60
1,16
0,141 0,934
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar isoprostane kelompok kontrol
(aquadest 2 ml) adalah 3,061,01 ng/mL, rerata kelompok Ekstrak kayu manis 1 ml adalah
2,970,35 ng/mL, rerata kelompok Ekstrak kayu manis 2 ml adalah 2,850,60 ng/mL, dan
kelompok Ekstrak kayu manis 4 ml adalah 2,791,16 ng/mL. Analisis kemaknaan dengan uji
One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,141 dan nilai p = 0,934. Hal ini berarti bahwa
semua kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata kadar isoprostane tidak berbeda
secara bermakna (p > 0,05).
5.4. Analisis Efek Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis 5.4.1 Analisis Efek Perlakuan Antar kelompok
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar isoprostane antar kelompok
sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak daun kayu manis. Hasil analisis kemaknaan
dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4
Perbedaan Rerata Kadar Isoprostane Antar Kelompok Sesudah Diberikan Ekstrak Kayu Manis
Kelompok Subjek n Rerata Kadar Isoprostane
(ng/mL) SB F P
-
Kontrol (aquadest 2 ml) Ekstrak kayu manis 1 ml Ekstrak kayu manis 2 ml Ekstrak kayu manis 4 ml
7
7
7
7
3,18
2,23
1,54
0,77
0,80
0,36
0,61
0,43
22,14 0,00
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar Isoprostane kelompok kontrol
(aquadest 2 ml) adalah 3,180,80 ng/mL, rerata kelompok Ekstrak kayu manis 1 ml adalah
2,230,36 ng/mL, rerata kelompok Ekstrak kayu manis 2 ml adalah 1,540,61 ng/mL, dan
kelompok 4 ml adalah 0,770,43 ng/mL. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova
menunjukkan bahwa nilai F = 22,14 dan nilai p = 0,00. Hal ini berarti bahwa rerata kadar
isoprostane pada keempat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara
bermakna.
Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol (aquadest 2 ml)
perlu dilakukan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD). Hasil uji disajikan
pada Tabel 5.5 di bawah ini.
Tabel 5.5
Beda Nyata Terkecil Kadar Isoprostane Sesudah Diberikan Ekstrak Kayu Manis antar
Dua Kelompok
Kelompok Beda Rerata p Interpretasi
Kontrol dan Ekstrak kayu manis 1 ml 0,95 0,005 Berbeda
-
Kontrol dan Ekstrak kayu manis 2 ml 1,63 0,000 Berbeda
Berbeda
Berbeda
Berbeda
Berbeda
Kontrol dan Ekstrak kayu manis 4 ml
Ekstrak kayu manis 1 ml dan 2 ml
Ekstrak kayu manis 1 ml dan 4 ml
Ekstrak kayu manis 2 ml dan 4 ml
2,41
0,68
1,46
0,77
0,000
0,036
0,000
0,019
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Differencetest (LSD) di atas mendapatkan hasil
sebagai berikut.
1. Rerata kelompok kontrol (aquadest 2 ml) berbeda bermakna dengan kelompok Ekstrak kayu
manis 1 ml (rerata kelompok kontrol (aquadest 2 ml) lebih tinggi daripada rerata kelompok
Ekstrak kayu manis 1 ml).
2. Rerata kelompok kontrol (aquadest 2 ml) berbeda secara bermakna dengan kelompok
Ekstrak kayu manis 2 ml (rerata kelompok kontrol (aquadest 2 ml) lebih tinggi daripada
rerata kelompok ekstrak kayu manis 2 ml).
3. Rerata kelompok kontrol (aquadest 2 ml) berbeda secara bermakna dengan kelompok
Ekstrak kayu manis 4 ml (rerata kelompok kontrol (aquadest 2 ml) lebih tinggi daripada
rerata kelompok ekstrak kayu manis 4 ml).
4. Rerata kelompok Ekstrak kayu manis 1 ml berbeda secara bermakna dengan kelompok
Ekstrak kayu manis 2 ml (rerata kelompok Ekstrak kayu manis 1 ml lebih tinggi daripada
rerata kelompok ekstrak kayu manis 2 ml).
5. Rerata kelompok Ekstrak kayu manis 1 ml berbeda secara bermakna dengan kelompok
Ekstrak kayu manis 4 ml (rerata kelompok Ekstrak kayu manis 1 ml lebih tinggi daripada
rerata kelompok ekstrak kayu manis 4 ml).
6. Rerata kelompok Ekstrak kayu manis 2 ml berbeda secara bermakna dengan kelompok
Ekstrak kayu manis 4 ml (rerata kelompok Ekstrak kayu manis 2 ml lebih tinggi daripada
rerata kelompok ekstrak kayu manis 4 ml).
-
Gambar 5.1 Perbedaan Rerata Kadar Isoprostane pada Kelompok Sebelum dan Sesudah
Perlakuan
5.4.2. Analisis Efek Perlakuan Antara Sebelum Dengan Sesudah Perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar isoprostane antara kelompok
sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak daun kayu manis. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji t-paired disajikan pada Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6
Penurunan Kadar Isoprostane antara Sebelum dan Sesudah Diberikan Ekstrak Kayu Manis
-
Kelompok
Beda
Rer
ata
P Interpretasi
Kontrol pre Kontrol post 0,12 0,848 Tidak
Berbed
a
Berbeda
Berbeda
Berbeda
Ekstrak kayu manis 1 ml pre post 0,74 0,002
Ekstrak kayu manis 2 ml pre post
Ekstrak kayu manis 4 ml pre post 1,31
2,02
0,008
0,003
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa dengan uji t-paired rerata kadar isoprostane
antara kelompok kontrol (aquadest 2 ml) pre dengan kelompok kontrol (aquadest 2 ml) post
tidak berbeda bermakna (p>0,05), sedangkan antara kelompok ekstrak kayu manis 1 ml pre
dengan kelompok ekstrak kayu manis 1 ml post, kelompok ekstrak kayu manis 2 ml pre
dengan kelompok ekstrak kayu manis 2 ml post, dan kelompok ekstrak kayu manis 4 ml pre
dengan kelompok ekstrak kayu manis 4 ml post berbeda secara bermakna dengan nilai p <
0,05.
-
Gambar 5.2 Perbandingan Rerata Kadar Isoprostane antara Kelompok Sebelum dan Sesudah
Perlakuan
Gambar 5.3 Penurunan Kadar Isoprostane Setelah Pemberian Ekstrak kayu Manis
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan tikus sebagai hewan coba yang diberikan ekstrak daun kayu
manis per sonde, yaitu untuk menguji penurunan kadar isoprostane. Tikus yang digunakan
sebagai hewan coba dari galur Wistar berumur 4 bulan, dengan berat badan 180-200 gram.