PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN REACT …jurnal.upi.edu/file/2_Marthen.pdf · kemampuan matematika...
Transcript of PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN REACT …jurnal.upi.edu/file/2_Marthen.pdf · kemampuan matematika...
11ISSN 1412-565X
PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN REACTMENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP
Oleh: Tapilouw MarthenDosen FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAKTujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan menggambarkan pencampaian kemampuanmatematika siswa, penalaran dan kemampuan komunikasi berdasarkan konteks belajar dan mengajarmelalui pendekatan REACT. Metoda yang dipakai dalam penelitian ini adalah quasi eksperimentaldan sampel penelitian ini adalah tiga sekolah menegah pertama di kota Bandung yang masing-masingtergolong dalam tingkatan rendah, menegah dan atas. Penelitian ini dilaksanakan trhadap dua kelasVIII di setiap sekolahnya, yang dipilih melalui pemilihan acak. Hasil dari penelitian ini adalah,kemampuan matematika , penalaran dan komunikasi dari kelas REACT lebih baik dari kelaskonvensional yang berada pada sekolah SMP tingkat atas. Tetapi pencapaian yang didasarkan padakemampuan matematika pada keas REACT di SMP yang tingkatannya rendah ,dengan kelaskonvesianal perbedaannya sedikit. Hanya saja, pada SMP yang tingkatannya rendah, kemampuanpenalaran matematika kelas konvensional lebih tinggi dari pada kelas REACT. Kebanyakan siswamengalami hambatan dalam memecahkan soal esai matematika yang ditujukan untuk menghitungkemampuan penalaran. Keterbatasan dari pembelajaran REACT yang ditujukan untuk membangunpengetahuan baru berdasarkan kemampuan siswa, adalah pengaturan waktu pada setiap aktivitaskelas dikarnakan keterbatasan jadwal sekolah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran melaluipendekatan REACT merupakan pilihan yang lebih baik dalam mendukung perkembangan kemampuanmatematika karena para siswa temotivasi untuk belajar dan mengembangkan kemampuan matematikamereka juga.
Kata kunci: REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating and Transfering), Kemampuan, Penalaran dan Komunikasi Matematika
ABSTRACTThe aims of this study are to analyze and describe the students’ achievement on mathematicscomprehension, reasoning, and communication ability based on Contextual Teaching and Learning(CTL) through REACT approach. The method of this study is quasi experiment, and the samples are3 SMPs that consist of higher, middle, and lower rank of students at SMP in Bandung City. Thisstudy was carried out at 2 classes of grade VIII from each school, that were chosen through randomcluster sampling. The results of this study are, that the mathematics comprehension, reasoning, andcommunication from REACT classes are better than those of conventional classes of the higher rankSMP. But the achievements based on prior mathematics ability of the lower rank SMP of the REACTclass and conventional class is slightly different. Only at the lower rank SMP, the mathematicsreasoning ability of conventional class is higher than the REACT class. Most of the studentsexperiencing difficulties on solving mathematics essay test that aimed at measuring their reasoningability. The constrain of REACT’s learning that focus on giving chance to construct new knowledgebased on students’ ability is the time management on each class activity because of the limited schoolschedule. The conclusion of this study is that Contextual Teaching and Learning through REACTapproach is a better choice to promote the development of mathematics ability, because most of thestudents are motivated to learn and develop their mathematics ability as well.
Key word: REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, and Transferring). Comprehension, Reasoning, and Mathematics Communication.
Jurnal Penelitian PendidikanVol. 11, No. 2, Oktober 2010
12
PENDAHULUAN
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik, memberikan keteladanan, membangun
kemauan, membangun kreativitas dalam
pembelajaran adalah suatu ketetapan pada Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2003. Sehubungan
dengan pendidikan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik,
pada pembelajaran matematika, peningkatan
kemampuan matematis merupakan aspek penting.
Gambaran mengenai kemampuan matematika
dijelaskan sebagai standar kompetensi matematika
pada tingkat satuan pendidikan mulai dari SD dan
MI sampai SMA/K dan MA adalah pemahaman
matematis, memiliki kemampuan
mengkomunikasikan gagasan, menggunakan
penalaran, keterampilan melakukan penyelidikan
atau investigasi, menyelesaikan masalah, dan
memiliki sikap menghargai matematika.
Dalam pembelajaran, guru sekedar
membantu menyediakan sarana dan situasi agar
proses konstruksi pengetahuan berjalan dengan baik
(Suparno, 1997). Namun demikian, bukan sesuatu
yang mudah supaya siswa dapat mempelajari
matematika, karena terkait dengan motivasi, dan
siswa mempunyai strategi pemecahan masalah
sendiri yang belum tentu tepat penyelesaiannya Oleh
karena itu, diperlukan perhatian guru dalam
pembelajaran melalui konteks dan strategi yang
berbeda-beda yang disesuaikan dengan situasi siswa
belajar supaya siswa dapat membangun
pengetahuan baru berdasarkan kemampuan dasar
yang dimilikinya. Pentingnya pembelajaran
kontekstual, diwacanakan oleh Crawford (2001) dan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya,
CORD (1999) di USA mempublikasikan hasil
kajian mereka dengan mengedepankan fakta, yaitu:
1) orang tua dan para pemberi kerja menyatakan
bahwa pendidikan matematika dan sains perlu
dibenahi, 2) selama ini kita belum melakukan secara
optimal apa yang harus dilakukan dalam mengajar
anak-anak untuk memahami bagaimana
menggunakan gagasan-gagasan dalam matematika,
3) metode yang digunakan guru, yang dianggap baik
di masa lalu ternyata kurang cocok untuk masa kini,
4) kita perlu mengubah strategi pendidikan dan hal
ini harus dimulai dari kelas, 5) keberhasilan dalam
pembelajaran jika tujuan utama guru adalah
mengembangkan pemahaman yang mendalam
tentang konsep-konsep dasar dalam kurikulum.
Selanjutnya, disarankan oleh CORD dan
Crawford untuk melakukan pembelajaran
komtekstual melalui REACT. Akronim REACT
menjelaskan bahwa lima aspek yang merupakan satu
kesatuan dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu
menghubungkan (Relating), melakukan pencarian
dan penyelidikan yang dilakukan oleh siswa secara
aktif untuk menemukan makna konsep yang
dipelajari (Expeririencing), penerapan pengertian
matematika dalam penyelesaian masalah
(Applying), memberikan kesempatan kepada siswa
belajar melalui bekerjasama dan berbagi
(Cooperating), dan memberikan kesempatan
kepada siswa melakukan transfer pengetahuan
matematika dalam penyelesaian masalah
matematika dan pada bidang aplikasi matematika
lainnya (Transffering).
Pembelajaran yang menekankan pada lima
aspek yang ditunjukkan pada REACT merupakan
urutan pengelompokan keterampilan yang berjalan
bersama-sama di atas “benang rutin” yang
menyokong pedoman pembelajaran (Nisbet &
Schucksmith, 1998). Berdasarkan penjelasan
13ISSN 1412-565X
mengenai penerapan pendekatan pembelajaran
melalui REACT, terdapat aspek refleksi terhadap
proses pembelajaran yang melibatkan pengajar dan
pembelajaran. Oleh karena itu, terdapat kaitan antara
tiga aspek yaitu: 1) mengaitkan bahan ajar yang baru
dengan bahan ajar sebelumnya, 2) menentukan dan
memilih langkah terbaik untuk mencapai tujuan
serta keterampilan dan informasi yang diperlukan,
dan 3) merenungkan tentang kualitas pembelajaran
yang dihasilkan, apa yang dapat dipelajari, dan
aspek apa yang dapat digunakan kembali.
Sumarmo (2003) dalam kajiannya tentang
pembelajaran matematika sekolah menyatakan
bahwa Guru perlu mempertimbangkan mengubah
pandangan mereka dalam pembelajaran
matematika, dari guru sebagai pengajar berubah
menjadi pendidik, fasilitator, motivator, dan manajer
pembelajaran. Dari penerapan strategi melayani
siswa secara sama diubah menjadi memerhatikan
siswa sesuai dengan kebutuhannya; semula guru
menetapkan tujuan pembelajaran dimana siswa
mengingat informasi dan prosedur penyelesaian
berubah menjadi pencapaian pemahaman
mendalam, pemecahan masalah, penalaran,
komunikasi, koneksi, dan siswa menemukan makna
konsep yang dipelajari karena mereka aktif belajar
selama pembelajaran.
Melalui studi atas pelaksanaan
pembelajaran matematika di SMP, beberapa peneliti
menyatakan kesimpulan sebagai berikut: (1)
Rendahnya kualitas pemahaman matematis siswa
SMP karena dalam proses pembelajaran matematika
guru terlalu berkonsentrasi pada latihan
menyelesaikan yang bersifat prosedural dan
mekanistis (IMSTEP-JICA, 1999); (2) Guru belum
meerapkan pendekatan pembelajaran karena praktis
seperti terikat pada waktu belajar terjadwal, lebih
efektif bilaman menggunakan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada guru (Siregar,
2005); (3) Terdapat peningkatan kemampuan
berfikir tingkit tinggi bila dalam pembelajaran
digunakan metode pembelajaran tidak langsung atau
metode gabungan dengan proporsi lebih besar
melalui memberikan kesempatan siswa
mengembangkan kemampuan matematis yang
mereka miliki (Suryadi, 2005); (4) Kemampuan
komunikasi matematis siswa lebih meningkat
bilamana dalam pembelajaran diaplikasikan strategi
pembelajaran melalui kelompok kecil (Ansari
2004); (5) Melalui penerapan pendekatan open-
ended dalam pembelajaran secara efektif,
kemampuan penalaran matematis siswa meningkat
signifikan (Dahlan, 2005); dan (6) Pembelajaran
berbasis masalah dan menyajikan masalah terbuka
melalui penggunaan media pembelajaran interaktif
berpengaruh secara signifikan pada peningkatan
kemampuan matematis siswa (Herman, 2006;
Priatna, 2007); (7) Daya matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran melalui investigasi
kelompok lebih baik dari siswa yang mendapatkan
investigasi individual (Syaban, 2008).
Melalui studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti, dengan menggunakan pengamatan terhadap
proses pembelajaran matematika di SMP dan tes
matematika menggunakan soal uraian, pendekatan
pembelajaran yang digunakan guru belum optimal
meningkatkan kemampuan matematis siswa, media
pembelajaran belum digunakan untuk meningkatkan
partisipasi aktif siswa menemukan sendiri makna
dari pengertian matematika yang dipelajari, dan
pendekatan pembelajaran yang digunakan lebih
berpusat pada guru. Penggunaan tes hasil belajaran
dengan tujuan mengidentifikasi kemampuan
pemahaman matematis, komunikasi matematis,
Jurnal Penelitian PendidikanVol. 11, No. 2, Oktober 2010
14
penalaran matematis, dan pemecahan masalah
belum digunakan efektif karena alasan teknis
pelaksanaan evaluasi, waktu tes, banyaknya murid
pada tiap kelas sebagai kendala digunakannya
bentuk tes uraian untuk mengukur kemampuan
matematis siswa.
Bagaimanakah peningkatan kemampuan
pemahaman matematis, penalaran, dan komunikasi
siswa bilamana pembelajarannya kontekstual,
melalui REACT? Faktor apa saja yang menjadi
kendala dalam pembelajaran matematika melalui
penerapan pendekatan kontekstual?
Memperhatikan pendapat Sumarmo
(2003), pemahaman matematis dapat
dikelompokkan menjadi pemahaman induktif dan
intuitif. Pemahaman induktif meliputi pemahaman
mekanikal, instrumental,, dan komputasional yang
diidentifikasi melalui indikator dapat melaksanakan
perhitungan rutin, algoritmik, dan menerapkan
rumus pada kasus serupa. Pemahaman intuitif
meliputi pemahaman rasional, fungsional,
mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan
dapat memperkirakan suatu kebenaran tanpa ragu.
Kemampuan komunikasi dapat diidentifikasi
melalui kemampuan menyatakan ide dan konsep
matematika secara lisan dan tulisan menggunakan
simbol dan menghubungkan benda nyata, gambar,
dan diagram ke dalam ide matematika. Sementara
itu NCTM (1989) menyatakan bahwa kemampuan
komunikasi matematis diidentifikasi melalui
menyatakan ide matematis dan menjelaskannya
melalui penggunaan notasi matematika, gambar,
tabel, dan alat visualisasi lain supaya konsep yang
disajikan dipahami oleh orang lain. Kemampuan
penalaran matematis meliputi membuat konjektur,
analisis, evaluasi, menemukan pemecahan masalah
tak rutin, melakukan pembuktian, dan membuat
kesimpulan (Mullis, 2001; Suryadi, 2005;
BSNP,2008).
METODE DAN PROSEDUR
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok
kontrol hanya pos-tes, meliputi dua kelompok yang
dinyatakan dengan diagram berikut:
X O
- O
X = pembelajaran melalui REACT
O = tes kemampuan matematis (pemahaman,
penalaran, dan komunikasi matematis).
Populasi penelitian ini adalah siswa pada
tiga SMP di Kota Bandung masing-masing satu dari
sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah.
Pada tiap sekolah di atas ditentukan secara
purposif yaitu siswa kelas 8 (kelas 2 SMP),
kemudian dipilih dua kelas 8 secara acak yaitu satu
kelas sebagai kelas perlakuan (eksperimen) yang
pembelajarannya melalui REACT dan satu kelas
sebagai kelas kontrol.
Setelah melakukan pembelajaran melalui
penerapan REACT menggunakan LKS, dilakukan
tes kemampuan matematis yaitu Tes Sub-Sumatif
dan Tes Sumatif, observasi kelas dan wawancara.
Berdasarkan nilai sub-sumatif (NSS) dan sumatif
(NS) diperoleh nilai kemampuan matematis (KM)
menggunakan rumus, KM =3
2NSNSS .
Prosedur inferensi diawali melalui uji homogenitas
varian dan uji normalitas. Berdasarkan uji
normalitas yang menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal maka uji perbedaan rata-rata
pada penelitian ini menggunakan uji t dengan
tingkat kesalahan α = 5 %
15ISSN 1412-565X
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI
A. Kemampuan Matematis (gabungan)
(1) Sub-Sumatif
Kemampuan matematis siswa pada tes sub
sumatif berdasarkan peingkat sekolah dan
pendekatan pembelajaran dijelaskan pada Gambar
1.
SUB SUMATIF
0
10
20
30
40
50
60
70
tinggi sedang rendah
REACTKONVENSIONAL
Gambar 1. Kemampuan Matematis pada TesSub-Sumatif ditinjau dari peringkat sekolah dan
pendekatan pembelajaran.Skor max 100.
Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa nilai
kemampuan matematis siswa peringkat Tinggi,
Sedang, dan Rendah, yang mengalami pembelajaran
maelalui REACT lebih tinggi dari pada siswa yang
belajarnya konvensional..
Melalui uji hipotesis, H0: 21 v.s
H1: 21 1 = nilai rata-rata kelompok
REACT dan 2 = nilai rata-rata kelompok
Konvensional diperoleh, 1) α = 5% > sig = 0,002
berarti Ho ditolak atau nilai KM siswa sekolah
peringkat Tinggi yang pembelajarannya melalui
REACT lebih tinggi daripada Konvensional, 2) α
= 5% > sig = 0,010 berarti H0 ditolak atau nilai
KM siswa sekolah peringkat Sedang yang
belajarnya melalui REACT lebih tinggi daripada
siswa Konvensional, 3) α = 5% > sig = 0,010
berarti Ho ditolak atau dapat diterima nilai KM
siswa sekolah peringkat Rendah yang
pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi dari
siswa Konvensional.
(2) Sumatif
Kemampuan Matematis siswa pada tes
Sumatif berdasarkan peringkat sekolah dan
pendekatan pembelajaran disajikan pada Gambar
2.SUMATIF
01020304050607080
tinggi sedang rendah
REACTKONVENSIONAL
Gambar 2. KM pada Tes Sumatif ditinjau dariperingkat sekolah dan pendekatan pembelajaran. Skor
max 100.
Melalui uji hipotesis, H0
: 21 v.s
H1: 21 ; 1 = nilai rata-rata kelompok
REACT; 2 = nilai rata-rata kelompok
Konvensional.
Diperoleh, 1) α = 5% > sig = 0,02 berarti Ho ditolak
atau menerima nilai sumatif kelompok REACT
pada sekolah peringkat Tinggi ternyata lebih tinggi
daripada kelompok Konvensional, 2) α = 5% <
sig = 0,247 berarti Ho diterima atau kemampuan
matematis siswa peringkat Sedang kelompok
REACT tidak berbeda daripada konvensional; 3) α= 5% > sig = 0,004 berarti Ho ditolak atau menerima
nilai siswa sekolah peringkat Rendah ternyata lebih
tinggi dari siswa kelompok REACT.
(3) Kemampuan Matematis Gabungan
Gambaran kemampuan matematis siswa
yang diperoleh dari tes sub-sumatif dan sumatif
disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 1
Gambar 3. KM berdasarkan pringkat sekolah danpembelajaran Konvensional (Skor Max 100)
NILAI AKHIR
50
55
60
65
70
tinggi sedang rendah
REACTKONVENSIONAL
Jurnal Penelitian PendidikanVol. 11, No. 2, Oktober 2010
16
Tabel 1Kemampuan Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah dan
Penerapan Pendekatan Pembelajaran
Peringkat React KonvensionalSekolah KMSS KMS KMG KMSS KMS KMGTinggi 64.17 72.00 69.39 59.20 61.21 60.54Sedang 62.27 66.91 65.36 50.70 55.24 53.73Rendah 59.00 56.21 57.14 50.00 54.92 53.28Rata-rata 61.81 65.04 63.96 53.30 57.12 55.85
Keterangan:KMSS = Kemampuan Matematis pada Sub-SumatifKMS = Kemampuan Matematis pada SumatifKMG = Kemampuan Matematis Gabungan
Data pada Gambar 3 dan Tabel 1
menjelaskan bahwa kemampuan matematis (KM)
siswa yang belajarnya melalui REACT lebih tinggi
daripada siswa yang belajarnya Konvensional
B. Kemampuan pemahaman matematis
Pada Gambar 4 dan Tabel 2 dijelaskan
bahwa nilai rata-rata kemampuan pemahaman siswa
sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang
pembelajarannya melalui REACT dan
Konvensional.
Pemahaman berdasarkan peringkatsekolah (REACT dan Konvensional)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
tinggi sedang rendah
peringkat sekolah
skor
rat
a-ra
ta
REACTKonvensional
Gambar 4. Pemahaman Matematis Siswa ditinjau dariperingkat sekolah dan kelompok pembelajaran
Skor Max 40
Tabel 2Pemahan Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah dan
Pendekatan Pembelajaran
Peringkat React KonvensionalSekolah PmSS PmS PmG PmSS PmS PmGTinggi 25.67 29.98 28.54 23.68 26.18 25.35Sedang 24.91 29.53 27.99111 20.28 24.40 23.02667Rendah 23.60 24.30 24.06667 20.00 22.98 21.98889Rata-rata 25.66667 29.98333 28.54444 23.68 26.18333 25.34889
Keterangan:PmSS = Pemahaman Matematis pada Sub-SumatifPmS = Pemahaman Matematis pada SumatifPmG = Pamahaman Matematis Gabungan
Melalui uji perbedaan rata-rata atau uji t
diperoleh: 1) Pada sekolah peringkat tinggi, Sig =
0,048 < α = 5% berarti hipotesis nol ditolak atau
dapat diterima pemahaman matematis siswa yang
pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi dari
siswa yang belajarnya Konvensional, 2) Pada
sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,001 < α = 5%
berarti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima
pemahaman matematis siswa yang pembelajarnnya
melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang
belajarnya konvensional, 3) Pada sekolah peringkat
Rendah. Sig = 0,141 > α = 5% berarti hipotesis nol
diterima atau dapat diterima pemahaman matematis
siswa yang pembelajarannya melalui REACT
berbedanya tidak signifikan dari siswa yang
belajarnya konvension
C. Kemampuan Penalaran Matematis
Kemampuan penalaran siswa peringkat
sekolah Tinggi, Sedang, dan Rendah ditunjukkan
pada Gambar 4.dan Tabel 3
Penalaran berdasarkan peringkatsekolah (REACT dan Konvensional)
0.00
10.00
20.00
30.00
tinggi sedang rendah
peringkat sekolah
skor
rat
a-ra
ta
REACTKonvensional
Berdasarkan Peringkat Sekolah. Skor Max 30Tabel 3
Penalaran Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolahdan Pendekatan Pembelajaran
Peringkat React KonvensionalSekolah PnSS PnS PnG PnSS PnS PnGTinggi 19.25 20.09 19.81 17.76 17.45 17.55Sedang 18.68 20.00 19.56 15.21 14.25 14.57Rendah 17.70 14.39 15.49 15.00 15.64 15.43Rata-rata 18.54 18.16 18.29 15.99 15.78 15.85
Keterangan:PnSS = Penalaran Matematis pada Sub-SumatifPnS = Penalaran Matematis pada Sumatif
PnG = Penalaran Matematis Gabungan
Melalui uji perbedaan rata-rata yang
dilakukan diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat
Tinggi. Sig = 0,046 < α = 5%. berarti hipotesis nol
ditolak atau dapat diterima penalaran siswa yang
17ISSN 1412-565X
belajarnya melalui REACT lebih tinggi dari pada
siswa yang belajarnya konvensional, 2) Pada
sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,020 < α = 5%
bearti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima
penalaran siswa yang pembelajarannya melalui
REACT lebih tinggi dari siswa yang belajarnya
konvensional, 3) Pada sekolah peringkat Rendah.
Sig = 0,20 > α = 5% berarti hipotesis nol diterima
atau siswa yang pembelajarannya melalui REACT
tidak berbeda daripada siswa yang belajarnya
konvensional..Kondisi ini menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran, siswa dengan pemahaman
matematis pada kategori kurang perlu didorong dan
difasilitasi supaua lebih banyak bertanya, lebih
tekun, tidak boleh putus asa menghadapi tantangan
dalam pembelajaran. Selama pembelajaran melalui
REACT pada studi ini, dilakukan berbagai upaya
supaya siswa yang kurang meningkatkan
kemampuan pemahaman dan penalarannya.
Ditinjau dari rekor yang dicapai oleh siswa yang
capaiannya kurang diperoleh informasi bahwa
umumnya siswa tersebut baru sampai pada tahap
memahami masalah seperti temuan Sabandar
(2005).
D. Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis siswa
yang diperoleh melalui studi ini, disajikan pada
Gambar 5 dan Tabel 4 berikut ini.
Melalui uji perbedaan rata-rata yang
dilakukan diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat
Tinggi. Sig = 0,046 < α = 5%. berarti hipotesis nol
ditolak atau dapat diterima penalaran siswa yang
belajarnya melalui REACT lebih tinggi dari pada
siswa yang belajarnya konvensional, 2) Pada
sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,020 < α = 5%
bearti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima
penalaran siswa yang pembelajarannya melalui
REACT lebih tinggi dari siswa yang belajarnya
konvensional, 3) Pada sekolah peringkat Rendah.
Sig = 0,20 > α = 5% berarti hipotesis nol diterima
atau siswa yang pembelajarannya melalui REACT
tidak berbeda daripada siswa yang belajarnya
konvensional..Kondisi ini menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran, siswa dengan pemahaman
matematis pada kategori kurang perlu didorong dan
difasilitasi supaua lebih banyak bertanya, lebih
tekun, tidak boleh putus asa menghadapi tantangan
dalam pembelajaran. Selama pembelajaran melalui
REACT pada studi ini, dilakukan berbagai upaya
supaya siswa yang kurang meningkatkan
kemampuan pemahaman dan penalarannya.
Ditinjau dari rekor yang dicapai oleh siswa yang
capaiannya kurang diperoleh informasi bahwa
umumnya siswa tersebut baru sampai pada tahap
Komunikasi berdasarkan peringkatsekolah (REACT dan Konvensional)
0.00
10.00
20.00
30.00
tinggi sedang rendah
peringkat sekolah
skor
rat
a-ra
ta
REACTKonvensional
Gambar 5 Kemampuan Komunikasi Siswa ditinjaudari peringkat sekolah dan pembelajaran (Skor max
30)Tabel 4
Komunikasi Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah danPendekatan Pembelajaran
Peringkat React KonvensionalSekolah KSS KS KG KSS KS KGTinggi 19.25 21.93 21.03 17.76 17.58 17.64Sedang 18.68 19.46 19.20 15.21 16.59 16.13Rendah 20.00 17.53 18.35 15.00 16.30 15.87Rata-rata 19.31 19.64 19.53 15.99 16.82 16.54
Keterangan:KSS = Komunikasi Matematis pada Sub-SumatifKS = Komunikasi Matematis pada SumatifKG = Komunikasi Matematis Gabungan
Data pada Gambar 5 dan Tabel 4
menunjukkan bahwa nilai rata-rata komunikasi
siswa yang pembelajarannya melalui REACT lebih
Jurnal Penelitian PendidikanVol. 11, No. 2, Oktober 2010
18
tinggi daripada siswa yang belajarnya
Konvensional. Melalui uji perbedaan rata-rata
diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat Tinggi, . Sig
= 0,001 < α = 5%. Berarti H0 ditolak atau dapat
diterima kemampuan komunikasi siswa yang
mengalami pembelajaran melalui REACT lebih
tinggi dari siswa yang belajarnya konvensional, 2)
Pada sekolah peringkat Sedang. . Sig = 0,013 < α =
5%.berati H0 ditolak atau dapat diterima
kemampuan komunikasi matematis siswa yang
pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi
daripada siswa yang belajarnya konvensiona, 3)
Sekolah Peringkat Rendah. . Sig = 0,200 > α = 5%.
Berarti H0 diterima atau perbedaan kemampuan
komunikasi matematis siswa yang mengalami
pembelajaran melalui REACT tidak berbeda
daripada siswa yang belajarnya konvensional.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan,
dan temuan penelitian maka kesimpulan penelitian
ini adalah
1. Kemampuan matematis siswa (gabungan)
ditinjau dari peringkat sekolah, dan
pengelompokan berdasarkan kemampuan
matematika awal adalah:
a. Kemampuan Matematis (KM) siswa yang
mengalami pembelajaran melalui REACT
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya
Konvensional
b. Kemampuan matematis siswa sekolah
peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang
mengalami pembelajaran melalui REACT
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya
konvensional
2. Kemampuan pemahaman matematis siswa
ditinjau dari pendekatan pembelajaran,
peringkat sekolah, dan pengelompokan
berdasarkan kemampuan matematika awal
adalah:
a. Pemahaman matematis siswa yang
mengalami pembelajaran melalui
pendekatan REACT lebih tinggi daripada
siswa yang belajarnya konvensional
b. Pemahaman matematis siswa sekolah
peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang
mengalami pembelajaran melalui REACT
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya
konvensional.
3. Kemampuan penalaran matematis matematis
siswa ditinjau dari pendekatan pembelajaran,
peringkat sekolah, dan pengelompokan
berdasarkan kemampuan matematika awal
adalah:
a. Penalaran matematis siswa yang mengalami
pembelajaran melalui pendekatan REACT
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya
konvensional
b. Penalaran matematis siswa sekolah
peringkat Tinggi, Sedang yang mengalami
pembelajaran melalui REACT lebih tinggi
daripada siswa yang belajarnya
konvensional.
4. Kemampuan komunikasi matematis siswa
ditinjau dari pendekatan pembelajaran,
peringkat sekolah, dan pengelompokan
berdasarkan kemampuan matematika awal
adalah:
a. Siswa yang mengalami pembelajaran
melalui pendekatan REACT, kemampuan
komunikasi mereka lebih tinggi daripada
siswa yang belajarnya konvensional
b. Komunikasi matematis siswa sekolah
peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang
mengalami pembelajaran melalui REACT
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya
19ISSN 1412-565X
konvensional.
5. Kesulitan yang dialami siswa umumnya dalam
menyelesaikan masalah matematika yang
disajikan melalui bentuk esai atau soal ceritera
yang indikatornya menunjukkan penalaran
matematis.
SARAN
Berdasarkan uraian mengenai temuan,
kesimpulan, maka disarankan beberapa hal berikut:
1 Bagi guru matematika disarankan untuk mencoba
melakukan pembelajaran melalui REACT,
karena melalui pendekatan REACT dapat
diketahui kemampuan siswa menjelaskan secara
lisan dan tulisan menghubungkan pengertian
matematika yang sudah dipelajari dengan yang
sementara dipelajari, keterlibatan melakukan
kegiatan hands-on, menggunakan pengertian
matematika dalam pemecahan masalah, kerja
dalam kebersamaan melalui kelompok. Untuk
itu yang sebaiknya dilakukan adalah menyiapkan
pertanyaan arahan (pemicu), rencana kegiatan
hands-on dan petunjuk kegiatan kelompok,
menyiapkan masalah matematika yang non-
rutin, dan alokasi waktu melakukan refleksi.
2 Bagi guru matematika yang bermaksud mencoba
untuk mengembangkan pembelajaran melalui
REACT sebaiknya mempertimbangkan, faktor-
faktor (i) konsisten mengajukan pertanyaan
pemicu, agar siswa mampu melakukan
eksplorasi dan penyelidikan; (ii) mengutamakan
kegiatan hands-on dan doing-math untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan dan mendorong siswa melakukan
eksplorasi dan penyelidikan. Pada kondisi
tertentu guru perlu mempertimbangkan untuk
menggunakan kombinasi pengajaran
konvensional dan pembelajaran melalui REACT.
3 Bagi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
khususnya UPT PLP yang selama ini
bekerjasama dengan sekolah mitra melalui
pelaksanaan program PLP, disarankan
identifikasi fakta mengenai penerapan
pendekatan pembelajaran di sekolah-sekolah
tempat mahasiswa melakukan PLP dan
mempublikasikan supaya mahasiswa dosen
pembimbing memahami kondisi sekolah pada
umum. Pemahaman kondisi sekolah sebelum
mahasiswa melaksanakan program PLP
merupakan masukan bila dalam kegiatan PLP
tersebut ada rencana melakukan inovasi
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKABSNP. (2007). Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar NasionalPendidikanCORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually. Tersedia: http://www.cord.org [1 Juni 2004]Crawford, M. (2001). Teaching Contextually: Research, Rational, and Techniques for Improving StudentMotivation and Achievement in Mathematics Science. Tersedia: http://www.cord.org [1 Juni 2004]Dahlan. J.A. (2005). Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended dalam
Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa SMP. Makalah Pada SeminarNasional Matematika di Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
Herman, T. (2006). Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan KemampuanBerpikir Kristis dan Kreatif Siswa SMP. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Tidak Diterbitkan.
IMSTEP-JICA. (1999). Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung. Bandung:FPMIPA
Johnson, E.B.(2007). Contextual Teaching & Learning& menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkandan Bermakna. Bandung: Mizan Media Utama.
Jurnal Penelitian PendidikanVol. 11, No. 2, Oktober 2010
20
National Council Of Teacher of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics.Tersedia:http://www.nctm.org/standards/overview.htm [20 Januari 2004].
Sumarmo, U. (2003).. Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalahpada Seminar Nasional Nasional Pendidikan Sains dan Matematika. [23 Agustus 2003] kerjasama JICAdan FPMIPA UPI, Bandung.
Suparno,P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.Suryadi,D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung
dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi SiswaSLP. Disertasi: Tidak Diterbitkan.
Syaban. M. (2008). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atasmelalui Pembelajaran Investigasi. Disertasi. Tidak Diterbitkan.
BIODATA SINGKATPenulis adalah Dosen FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia