Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

27
PEMBANGUNAN MANUSIA DI ERA MILENIUM TIGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini siap tidak siap kita telah dihadapkan pada suatu era yang dinamakan era milenium tiga. Gelombang milenium tiga ini dimulai dengan adanya globalisasi yang merambah ke berbagai segi kehidupan baik ekonomi, budaya, sosial, politik dan sebagainya. Globalisasi ini dipercepat dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi seperti internet dan media masa elektronik. Globalisasi menyebabkan munculnya kekuatan neoliberalisme yang diikuti dengan kapitalisme global, misalnya dengan munculnya perusahaan multi nasional yang telah memanfaatkan fasilitas negara-negara maju sehingga mempunyai bargaining power untuk memaksakan pada semua negara untuk tunduk pada aturan mainnya. Bagaimana negara kita menghadapi milenium tiga? Sudah siapkah kita menghadapinya? Negara kita menghadapi problematika besar, di satu sisi harus menghadapi era milenium tiga, dan di sisi lain juga menghadapi kondisi dan permasalahan nasional yang sangat berat. Ini merupakan tantangan dan harapan bagi Indonesia untuk keluar dari krisis, dengan segala daya, upaya, pengerahan potensi dan keunggulan kompetitifnya. Apa kuncinya? Tidak lain adalah sumber daya manusia. Kita akan bangkit kembali apabila menjadikan sumber daya manusia sebagai modal pembangunan (human capital), bukan sebagai beban pembangunan. Untuk itu sumber daya manusia harus berkualitas agar mampu bersaing di era yang sangat kompetitif ini. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas maka akan diuraikan bagaimana pembangunan manusia dalam menghadapi era milenium ketiga. C. Kerangka Pemikiran

Transcript of Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Page 1: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

PEMBANGUNAN MANUSIA DI ERA MILENIUM TIGA

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Pada saat ini siap tidak siap kita telah dihadapkan pada suatu era yang dinamakan era milenium tiga. Gelombang milenium tiga ini dimulai dengan adanya globalisasi yang merambah ke berbagai segi kehidupan baik ekonomi, budaya, sosial, politik dan sebagainya. Globalisasi ini dipercepat dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi seperti internet dan media masa elektronik. Globalisasi menyebabkan munculnya kekuatan neoliberalisme yang diikuti dengan kapitalisme global, misalnya dengan munculnya perusahaan multi nasional yang telah memanfaatkan fasilitas negara-negara maju sehingga mempunyai bargaining power  untuk memaksakan pada semua negara untuk tunduk pada aturan mainnya.

 Bagaimana negara kita menghadapi milenium tiga? Sudah siapkah kita menghadapinya? Negara kita menghadapi problematika besar, di satu sisi harus menghadapi era milenium tiga, dan di sisi lain juga menghadapi kondisi dan permasalahan nasional yang sangat berat. Ini merupakan tantangan dan harapan bagi

Indonesia untuk keluar dari krisis, dengan segala daya, upaya, pengerahan potensi dan keunggulan kompetitifnya. Apa kuncinya? Tidak lain adalah sumber daya manusia. Kita akan bangkit kembali apabila menjadikan sumber daya manusia sebagai modal pembangunan (human capital), bukan sebagai beban pembangunan. Untuk itu sumber daya manusia harus berkualitas agar mampu bersaing di era yang sangat kompetitif ini. B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka akan diuraikan bagaimana pembangunan manusia dalam menghadapi era milenium ketiga.

C.     Kerangka Pemikiran

Menurut Sondang P. Siagian (dalam Suryati Rizal dkk, 2001), kata pembangunan

mempunyai beberapa arti, yaitu:

a.       Pembangunan sebagai suatu perubahan yang mewujudkan suatu kondisi kehidupan

bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang.

b.      Pembangunan diartikan sebagai pertumbuhan, yang menunjukkan kemampuan suatu

kelompok masyarakat untuk terus berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

c.       Pembangunan sebagai suatu rangkaian tindakan atau usaha yang dilakukan secara sadar

oleh masyarakat yang bernaung dalam suatu sistem kemasyarakatan guna mencapai hasil

akhir yang diinginkan.

Page 2: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

d.      Pembangunan harus didasarkan pada suatu rencana. Artinya pembangunan itu harus

dengan sengaja dan ditentukan secara jelas, tujuan, arah dan bagaimana pelaksanaannya.

e.       Pembangunan diharapkan bermuara pada suatu titik akhir tertentu seperti masalah

keadilan sosial, kemakmuran yang merata, kesejahteraan material, mental, spiritual dan

sebagainya.

Sementara itu, Michael P. Todoro (dalam Suryati Rizal dkk, 2001) dalam bukunya

Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga mengemukakan bahwa pembangunan adalah

merupakan proses menuju perbaikan taraf kehidupan masyarakat secara menyeluruh dan

bersifat dinamis.

Berdasarkan pengertian pembangunan dari kedua pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa pembangunan manusia di era milenium tiga adalah  suatu proses perubahan untuk menyiapkan manusia agar mampu menghadapi era milenium tiga. Manusia adalah subyek dan obyek dari pembangunan yang merupakan salah satu faktor pernentu keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu manusia Indonesia harus berkualitas agar siap dan mampu menghadapi tantangan era milenium tiga. Era milenium tiga atau abad 21 ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang memicu adanya ledakan informasi. Untuk itu manusia yang mampu menghadapi era ini adalah manusia yang juga menguasai teknologi informasi dan komunikasi.  

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Perubahan Paradigma Pembangunan

Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia (HDR) tahun 2003 yang dikeluarkan secara resmi oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) UNDP di Jakarta, Rabu (9/7), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengalami kemerosotan dari 0,684 ke 0,682. Penurunan indeks yang mencerminkan menurunnya kualitas manusia Indonesia ini juga terlihat dari menurunnya peringkat Indeks Pembangunan Manusia dari urutan 110 ke 112 dari 175 negara. Kepala Perwakilan UNDP untuk Indonesia Bo Asplund mengatakan, menurunnya peringkat IPM Indonesia tahun 2003 itu disebabkan tidak adanya perbaikan signifikan yang dibuat Indonesia dalam beberapa Indikator IPM.

Menurut Asplund, Indonesia sebenarnya sudah mengalami kemajuan dalam upaya mengurangi jumlah orang miskin sejak beberapa tahun yang lalu, namun untuk indikator lainnya seperti penurunan angka kasus kekurangan gizi, Indonesia masih terlalu lambat. Bahkan secara proporsional, tingkat keparahan kekurangan gizi pada anak meningkat. Selain itu upaya menekan angka kematian ibu melahirkan juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Kualitas pendidikan dasar juga masih memprihatinkan. Indonesia juga belum menunjukkan percepatan dalam meningkatkan cakupan pelayanan sosial dasar bagi anak-anak da perempuan, khususnya pelayanan imunisasi, persalinan dan sanitasi. Selain itu juga kurangnya perhatian terhadap provinsi yang tertinggal.

Page 3: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Menurut Kwik Kian Gie, dulu Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Badan Perencanaan  Pembangunan Nasional, Indonesia pernah dijuluki

sebagai negara yang memiliki keajaiban ekonomi, yaitu setelah mengalami pertumbuhan luar

biasa kemudian mengadapi krisis dan masih bertahan, tetapi ternyata kualitas manusianya

sangat rendah. Penyebabnya menurut Kwik, karena pembangunan Indonesia selama ini

hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan mengesampingkan perbaikan kualitas

manusia. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum krisis terus menerus mencapai

6-7 persen, tetap saja kualitas manusianya tidak mengalami perbaikan.

Menurut Kwik, diperlukan orientasi ulang dalam prioritas pembangunan dengan

menerapkan suatu paradigma baru. Kalau dalam paradigma lama yang dipentingkan adalah

pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan ekonomi per kapita), maka dalam paradigma baru,

petumbuhan ekonomi tersebut harus dapat dinikmati secara merata. Hal ini karena dengan

pertumbuhan perkapita tersebut tidak berarti bahwa setiap penduduk Indonesia memperoleh

kenikmatan dan manfaat yang sama dari hasil pembangunan. Pertumbuhan ekonomi selama

ini hanya dirasakan oleh sekelompok kecil rakyat Indonesia.

Perlunya paradigma baru juga disampaikan pengamat ekonomi dari Universitas

Indonesia, Chatib Basri, bahwa kurangnya perhatian pemerintah dalam perbaikan kualitas

manusia tercermin terutama dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dimana

alokasi anggaran lebih besar untuk pengeluaran rutin darpada untuk anggaran pembangunan,

padahal dalam anggaran pembangunan itulah dana untuk perbaikan kualitas manusia

Indonesia tersedia.

Menurut Chatib Basri, anggaran negara atau daerah itu penting untuk membuat akses.

Sebab yang membuat manusia itu miskin atau kelaparan atau sakit adalah tidak adanya akses,

bukan tidak adanya sumber. Kelaparan ini bukan terjadi karena tidak ada makanan, tetapi

tidak ada akses untuk memperoleh makanan. Akses ini terkait dengan kebebasan dan jaminan

kebutuhan pokok dari pemerintah, di mana hal ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada

pasar. Harus ada intervensi pemerintah, kalau tidak, kualitas manusia tidak akan membaik.

Indonesia sebagai penandatangan Deklarasi Milenium 2000, ditargetkan harus mencapai

delapan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) pada tahun 2015. Delapan tujuan tersebut

memprioritaskan pemberantasan kemiskinan dan kelaparan. Tujuan lain adalah mencapai

pendidikan dasar yang universal, mendorong kesetaraan jender, menurunkan angka kematian

Page 4: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

anak, meningkatkan kesehatan ibu, memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain,

menjamin pelestarian lingkungan, serta membangun kemitraan global.

Menurut Bayu Krisnamurthi, delapan tujuan yang ingin dicapai oleh 189 negara

anggota PBB, termasuk Indonesia, menunjukkan secara jelas bahwa MDG bukan merupakan

target ekonomi “konvensional” seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, atau neraca

pembayaran. MDG memiliki dimensi yang lebih menyentuh aspek manusia, masyarakat dan

kemanusiaan. MDG sesuai dengan dengan sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

dan sila ke lima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dari Pancasila. Jadi apabila

Indonesia mendukung MDG bukan karena itu merupakan rumusan PBB tetapi karena

memang keinginan

Indonesia sendiri. Keadilan sosial yang ingin dicapai masyarakat Indonesia tersebut sampai saat ini belum terwujud. Untuk itulah diperlukan paradigma pembangunan baru. B. Pilar-pilar Pembangunan Manusia.Ada empat pilar pembangunan manusia, yaitu:

1.      Keadilan (equity)

Keadilan di sini dapat diartikan sebagai keadilan dalam kesempatan, baik kesempatan dalam bidang sosial, politik, budaya maupun ekonomi yang harus didasarkan pada hak asasi manusia (Mahbub Ul Haq, 2005)Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa keadilan di sini adalah keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya, tanpa memandang perbedaan ras, suku, agama, laki-laki atau perempuan adalah sama. Dalam bidang ekonomi, keadilan berarti bahwa hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati secara merata kepada seluruh masyarakat, bukan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Keadilan sosial berarti ada kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk menganut agama, menikmati pendidikan, mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak. Keadilan sosial juga akan tercipta apabila ada kondisi di mana yang mampu membantu atau mensubsidi yang tidak mampu, sehingga tidak ada kesenjangan yang dalam antara masyarakat yang miskin dan yang kaya. Keadilan dibidang politik berarti ada kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk menyampaikan pendapatnya atau aspirasinya tanpa ada tekanan-tekanan tertentu dari orang lain. Sedangkan keadilan di bidang budaya berarti ada kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk mengembangkan budayanya tanpa ada diskriminasi.

2.      Berkelanjutan (Sustainability)

Sustainability berarti kemampuan untuk mewariskan/melanjutkan semua bentuk modal, seperti modal fisik, manusia, keuangan dan lingkungan (Mahbub Ul Haq, 2005). Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa agar pembangunan dapat berkelanjutan maka dalam melaksanakan pembangunan harus memperhatikan berbagai sumber atau modal pembangunan seperti modal fisik, manusia, keuangan maupun lingkungan, agar dapat diwariskan pada generasi berikutnya.

Page 5: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Manusia merupakan subyek dan obyek pembangunan, untuk itu harus diciptakan generasi yang berkualitas melalui berbagai upaya seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya agar siap dan sanggup melaksanakan pembangunan. Selain itu modal fisik juga harus dijaga agar tidak cepat rusak dan habis, juga bagaimanan agar kondisi keuangan negara selalu stabil dan tidak ada ruang untuk tindak korupsi. Lingkungan juga harus dijaga dri berbagai polusi dan kerusakan karena dapat berakibat fatal yaitu munculnya berbagai bencana.

3.      Produktivitas (productivity)

Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya (ILO, 1979). Greenberg yang dikutip oleh Sinungan (1985) mengartikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tertentu. Riggs (dalam Prisma, 1986:5) menyatakan bahwa ada tiga tahapan penting yang perlu ditempuh untuk mensukseskan gerakan produktivitas, yaitu dengan awareness, improvement dan maintanance.

Indonesia pada saat ini masih pada tahap awareness, belum mencapai improvement dan maintanance. Untuk sampai pada tahap improvement dan maintanance banyak cara yang ditempuh, diantaranya dengan meningkatkan produktivitas total, yang terdiri dari a) Tingkat ekonomi makro, b) Tingkat sektor lapangan usaha, c) Tingkat unit organisasi secara individual dan d) Tingkat manusia secara individual. Simanjutak (1983) menyatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh faktor yang bersumber dari individu itu sendiri, lingkungan sosial pekerjaan, dan faktor yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan. Batu Bara (1989) menyatakan bahwa produktivitas itu dipengaruhi oleh motivasi dan etos kerja, ketrampilan dan kualitas tenaga kerja, pengupahan dan jaminan sosial.4. Pemberdayaan (empowerment)

Menurut Webster dan Oxford English Dictionary (Priyono dan Pranarka, 1996) kata empowerment atau empower mengandung dua pengertian yaitu; pertama to give power or authority to, kedua to give ability or enable. Pengertian pertama sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan pada pengertian kedua dipahami sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Pemberdayaan artinya pendelegasian, desentralisasi atau pemberian otonomi ke bawah. Dalam pengembangan ke masyarakat, pemberdayaaan adalah pemberian kebebasan, pengakuan kesetaraan dan membiarkan keswadayaan. Pemberdayaan pada dasarnya adalah pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil prakarsa dan keputusan berdasarkan hak-hak asasi manusia. (M. Dawam Rahardjo, 2003).Dari empat pilar pembangunan manusia di atas, ternyata belum bisa mendukung pembangunan Indonesia karena masih mempunyai berbagai masalah. Keadilan sebagai perwujudan sila kelima dari Pancasila sampai saat ini belum bisa terwujud. Dengan penerapan pembangunan yang lebih menekankan pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan faktor manusia telah mengakibatkan jurang kemiskinan. Hasil-hasil pembangunan baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil rakyat Indonesia. Selain itu adanya korupsi yang meraja rela dan sulit diberantas telah merugikan negara yang seharusnya dapat sebagai modal pembangunan menjadi hilang.Berbagai modal pembangunan juga belum bisa berkelanjutan. Pertanian yang dulu diharapkan bisa mendukung sektor industri telah gagal.

Page 6: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Sektor pertanian kini mengalami kemunduran. Dengan semakin sempitnya tanah pertanian mengakibatkan para petani menjadi buruh tani karena tidak mengerjakan tanahnya sendiri. Akibatnya 70-80 persen rakyat Indonesia yang hidup dari sektor pertanian ini pindah mencari pekerjaan di sektor informal. Karena kualitas tenaga kerja dari sektor pertanian ini rendah maka mereka tidak bisa bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di berbagai industri modern. Sedangkan tenaga kerja yang berkualitas akan lebih memilih bekerja di luar negeri karena mendapat gaji yang lebih layak dari pada di dalam negeri.

Produktivitas manusia Indonesia juga belum bisa mendukung pembangunan. Secara kultur ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.  Perempuan masih dianggap rendah dari pada laki-laki sehingga tidak dapat bersaing. Dari teori neoklasik, jenis kelamin mempengaruhi penawaran dan permintaan produktivitas kerja. Tingkat produktivitas perempuan rendah menyebabkan penawaran tenaga kerja tidak seimbang sehingga terjadi ketidaksempurnaan pasar kerja. Rendahnya produktivitas perempuan karena human capital perempuan yang masih rendah.Empowerment manusia Indonesia juga belum mendukung pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan melek huruf masyarakat Indonesia yang masih rendah. Dengan kondisi demikian maka bargaining power mereka juga rendah. Apalagi untuk bersaing di pasar bebas yang membutuhkan kualifikasi tertentu akan sangat sulit dilakukan. Untuk itu perlu berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia.

C.     Pengembangan Sumber Daya Manusia

Manusia mempunyai kedudukan yang strategis dalam pembangunan. Manusia adalah objek sekaligus subjek dari pembangunan. Manusia sebagai objek pembangunan artinya bahwa tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Sebagai subjek pembangunan, manusia sebagai pelaku yang akan melaksanakan pembangunan. Secanggih apapun teknologi yang digunakan, sebesar apapun modal fisik yang tersedia, kalau manusianya tidak bisa melaksanakan pembangunan (tidak berkualitas), maka pembangunanpun akan gagal. Jadi manusia di sini sebagai salah satu modal pembangunan yaitu modal manusia (human capital). Unsur modal manusia adalah pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan inovasi.

Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk yang besar apabila berkualitas maka akan menjadi modal pembangunan, tetapi apabila sebaliknya maka akan menjadi beban pembangunan. Untuk itu betapa pentingnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), apalagi dalam menghadapi era milenium ketiga yang sangat kompetitif ini. Hanya bangsa-bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif yang mengandalkan diri pada SDM yang berkualitas dan menguasai ilmu dan teknologi yang akan berhasil meraih kemajuan dalam situasi global yang penuh dengan persaingan ketat.

Untuk mengembangkan SDM dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sebagainya. Tanpa mengabaikan fungsi yang lainnya maka pendidikan dan penguasaan teknologi adalah prasarat utama dalam menghadapi era milenium tiga ini. Saat ini telah diakui bahwa pengembangan sumber daya manusia (SDM) suatu negara adalah unsur pokok bagi kemakmuran dan pertumbuhan serta untuk penggunaan yang efektif atas sumber daya modal fisiknya. Investasi dalam bentuk modal manusia (human capital) adalah komponen integral dari semua upaya pembangunan.

Page 7: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Konsep tentang investasi SDM yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi telah mulai dipikirkan sejak jaman Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainnya sebelum abad ke19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia. Pada tahun 1960  Theodore Schultz  dalam pidatonya yang berjudul “Investment in human capital” di hadapan The American Economic Association yang merupakan peletak dasar teori human capital modern, mengatakan bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi.

Pembangunan SDM melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dan karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa manfaat balikan yang jelas.

Bank Dunia telah menguji pengaruh langsung pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, misalnya mengenai 83 negara sedang berkembang menunjukkan bahwa di 10 negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan riil tertinggi dari GNP perkapita antara tahun 1960 dan 1977 adalah negara yang tingkat melek huruf pada tahun 1960 rata-rata 16 persen lebih tinggi dari pada negara-negara lain.

World Bank juga melaporkan bahwa investasi dalam bidang pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap produktivitas individu dan penghasilannya, misalnya kajian tentang petani yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan di negara-negara berpendapatan rendah menunjukkan ketika masukan-masukan seperti pupuk dan bibit unggul tersedia untuk teknik-teknik usaha tani yang lebih baik, hasil tahunan seorang petani yang berpendidikan selama 4 tahun rata-rata 13 persen lebih tinggi daripada seorang petani yang tidak berpendidikan. (World Bank, World Development Report, 1980)

Pendidikan juga penting untuk perempuan terutama dalam mengasuh dan membesarkan anak. Studi-studi menunjukkan adanya korelasi signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan status gizi anaknya dan angka harapan hidup. Adanya kesehatan dan gizi yang lebih baik dan tingkat fertilitas yang lebih rendah, mendorong produktivitas investasi-investasi lainnya dalam sektor pembangunan lainnya.

Studi lain yang dilakukan Bank Dunia yang disajikan dalam World Development Report 1980 menguji perkiraan tingkat pengembalian ekonomi (rate of return) terhadap investasi dalam bidang pendidikan di 44 negara sedang berkembang, disimpulkan bahwa nilai manfaat balikan semua tingkat pendidikan berada jauh di atas 10 persen.

Berbagai penelitian lainnya relatif selalu menunjukkan bahwa nilai balikan modal manusia lebih besar daripada modal fisik. Tidak ada negara di dunia yang mengalami kemajuan pesat dengan dukungan SDM yang rendah pendidikannya. Jadi modal manusia (sektor pendidikan) adalah prasarat utama untuk mencapai kemajuan pembangunan.

Selain pendidikan, penguasaan teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi adalah sangat penting dalam menghadapi era milenium tiga ini. Di era globalisasi yang dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini telah mempengaruhi berbagai segi kehidupan. Saat ini hampir semua lembaga, kantor, perusahaan, maupun industri telah menggunakan kemajuan teknologi ini. Dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi maka segala macam pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan tepat sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan hasilnya. Untuk itu maka diperlukan juga tenaga-tenaga yang mempunyai keahlian, keterampilan dan kemampuan di bidang teknologi. Bagi mereka yang mempunyai

Page 8: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

kualifikasi tersebut tentu akan mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang layak, tetapi bagi mereka yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut tentu hanya akan menjadi buruh kasar dan terdesak oleh arus globalisasi.

BAB III

PENUTUP

Demikianlah betapa pentingnya sumber daya manusia (SDM) dalam menyokong keberhasilan pembangunan. Adanya keterpurukan yang dialami bangsa

Indonesia karena dalam pembangunannya lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi daripada pembangunan manusianya. Untuk itu perlu ada perubahan paradigma pembangunan yang lebih humanis, yaitu pembangunan manusia seutuhnya. Selain itu perlu berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia agar mempunyai bargaining power dalam menghadapi era milenium tiga. Pendidikan adalah salah satu bentuk investasi untuk meningkatkan kualitas manusia dalam mewujudkan tujuan pembangunan. Selain itu penguasaan teknologi juga diperlukan dalam menghadapi era milenium tiga. Semoga Bangsa Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan dan siap menghadapi era milenium tiga ini.

DAFTAR PUSTAKA 

Antoni. Gaya Kepemimpinan dan produktivitas kerja. http://www.bung_hatta.info. Diakses Selasa, 15 Januari 2008, pukul 13.15.

Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia. Pemberdayaan Investasi Daerah. http://www.bkksi.or.id. Diakses Selasa, 15 Januari 2008, pukul 14.00.

Krisnamurthi, Bayu. Perjuangan pemikiran ekonomi (tanggapan terhadap Prof Mubyarto). http:www.ekonomirakyat.org. Diakses Selasa 15 Januari 2008, pukul 15.30.

Paik, Iik Nurul. Pendidikan sebagai investasi. http://www.pikiran_rakyat.com. Diakses Selasa, 15 Januari 2008, pukul 12.30.

Rahardjo, M. Dawam. Pemahaman dan pemberdayaan masyarakat madani. http://www.google.co.id. Diakses Selasa, 15 Januari 2008, pukul 13.30.

Rizal, Suryati (dkk.). Materi pokok perencanaan pembangunan; 1-9 ADPE4433/3 SKS. Cet. 3. Jakarta: Universitas Terbuka, 2001.

Ul Haq, Mahbub. Reflections on human development. New York:

OxfordUniversity Press, 1995.Uni Sosial Demokrat. Indeks pembangunan manusia memburuk. http://www.unisosdem.org. Diakses Selasa, 15 Januari 2008, pukul 15.00.

Page 9: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Ditulis oleh Zuhaifah, S.ST    Jumat, 09 Maret 2012 02:08 PENGERTIAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

UNDP (United Nation Development Programme) mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk meperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan tersebut.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indikator yang menjelaskan bagaimana penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Nilai IPM ini menunjukkan seberapa jauh wilayah tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, maka semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari tiga indeks yang terdiri dari indeks harapan hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, indeks pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah, serta indeks standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan atau paritas daya beli.

Berdasarkan kajian aspek status pembangunan manusia, tinggi rendahnya status pembangunan manusia menurut UNDP dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :

1. Tingkatan rendah, jika IPM < 50.2. Tingkatan menengah, jika 50 < IPM < 80.3. Tingkatan tinggi, jika IPM > 80.

Namun untuk perbandingan antar daerah di Indonesia, yaitu perbandingan antar kabupaten/kota, maka kriteria kedua, yaitu “Tingkatan menengah”, dipecah menjadi 2 (dua) golongan, sehingga gambaran status akan berubah menjadi sebagai berikut :

1. Tingkatan rendah, jika IPM < 502. Tingkatan menengah-bawah, jika 50 < IPM < 663. Tingkatan menengah-atas, jika 66 < IPM < 804. Tingkatan atas, jika IPM > 80

Berdasarkan kajian aspek tingkat pertumbuhannya, IPM dapat digunakan sebagai ukuran kemajuan pembangunan, melalui 2 (dua) cara, yaitu :

1. Perbandingan Antar Wilayah. Yaitu suatu posisi relatif dari satu wilayah terhadap wilayah

Page 10: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

yang lain berdasarkan peringkatnya dalam suatu kawasan tertentu.2. Pengukuran Tingkat Kemajuan. Yaitu untuk mengkaji pencapaian tingkat kemajuan

capaian setelah  berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode tertentu, yang dinotasikan kedalam rumus reduksi shortfall per tahun (annual reduction shortfall). Semakin besar reduksi shortfall (r) di suatu wilayah menunjukkan semakin besar kemampuan yang dicapai oleh wilayah tersebut dalam periode tertentu. Kecepatan pencapaian dalam hal ini mengukur perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus (seharusnya) ditempuh untuk mencapai titik ideal IPM, yakni IPM = 100. Kecepatan pencapaian = r, terbagi kedalam 4 (empat) tingkatan :

1. Kecepatan Pencapaian “Sangat Lambat”, jika r < 1,302. Kecepatan Pencapaian “Lambat”, jika 1,30 < r < 1,503. Kecepatan Pencapaian “Menengah”, jika 1,50 < r < 1,704. Kecepatan Pencapaian “Cepat”, jika r > 1,70

 

KONSEP DEFINISI

1. 1. Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup waktu lahir (expectation of life at birth) yang biasanya dilambangkan dengan simbol e0 dan sering disingkat dengan AHH adalah rata – rata hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada tahun tertentu. AHH ini merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menggambarkan tingkat kemajuan dibidang kesehatan. Dengan angka harapan hidup, dapat dilihat perkembangan tingkat kesehatan pada suatu wilayah serta dapat pula dilihat perbandingan tingkat kesehatan antar wilayah.

1. 2. Angka Melek Huruf Penduduk Dewasa

Angka Melek Huruf (AMH) merupakan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis terhadap seluruh penduduk berumur 15 tahun ke atas di suatu daerah. AMH ini digunakan sebagai indikator pendidikan yang digunakan untuk mengetahui banyaknya penduduk yang melek huruf  di suatu daerah. Semakin tinggi nilai melek huruf berarti makin baik mutu penduduk di wilayah tersebut.

1. 3. Rata-rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki.

1. 4. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)

Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity) merupakan indicator ekonomi yang digunakan untuk melakukan perbandingan harga-harga riil antar wilayah. Dalam konteks PPP di Indonesia,

Page 11: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

satu rupiah di suatu daerah (provinsi/kabupaten) memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP ini dihitung berdasarkan pengeluaran riil per kapita yang telah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan formula Atkinson.

1. 5. Shortfall Reduction

Shortfall Reduction merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu. Ukuran ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100).

Page 12: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM(MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS)

Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berikrar bahwa pada tahun 2015 akan:

1.     Memberantas kemiskinan dan kelaparan.

o        Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari satu dollar perhari.

o        Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang kelaparan.

2.     Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua.

o        Menjamin agar semua anak perempuan dan laki-laki menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.

3.     Mendorong kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan.

o        Menghapus ketidaksetaraan jender dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan di semua tingkat pendidikan pada tahun 2015.

4.     Mengurangi tingkat kematian Anak.

o        Mengurangi dua pertiga dari angka tingkat kematian anak di bawah usia lima tahun.

5.     Meningkatkan kesehatan Ibu.

o        Mengurangi tiga perempat dari angka tingkat kematian ibu.

6.     Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain.

o        Menghentikan dan mengurangi laju penyebaran HIV/AIDS.

o        Menghentikan dan mengurangi laju penyebaran malaria serta penyakit menular utama lainnya.

7.     Menjamin kelestarian lingkungan.

o        Mengitegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program-program di tingkat nasional serta mengurangi perusakan sumber daya alam.

o        Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air bersih yang layak minum.

o        Berhasil meningkatkan kehidupan setidaknya 100 juta penghuni kawasan kumuh pada tahun 2020.

8.     Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Page 13: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

o        Mengembangkan lebih lanjut sistem perdagangan dan keuangan terbuka yang berdasar aturan, dapat diandalkan dan tidak diskriminatif. Termasuk di sini komitmen melaksanakan tata pemerintahan yang baik, pembangunan dan pemberantasan kemiskinan - baik secara nasional maupun internasional.

o        Menangani kebutuhan khusus negara-negara yang kurang berkembang. Ini mencakup pemberian bebas tarif dan bebas kuota untuk ekspor mereka; keringanan pembayaran hutang bagi negara-negara miskin yang terjerat hutang; pembatalan hutang bilateral; dan pemberian bantuan pembangunan yang lebih besar untuk negara-negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.

o        Menangani kebutuhan khusus negara-negara yang terkurung daratan dan negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang.

o        Menangani tuntas masalah hutang negara berkembang melalui kerjasama nasional dan internasional agar hutang dapat dilunasi dalam jangka panjang.

o        Bekerjasama dengan negara-negara berkembang untuk menyediakan lapangan kerja yang pantas dan produktif bagi kaum muda.

o        Bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan farmasi untuk menyediakan obat-obatan penting dengan harga terjangkau di negara-negara berkembang.

Page 14: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia

Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya dibawah koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Tujuan Tujuan Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian tujuan MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan ini. Dengan tujuan utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan dibawah upah minimum regional antara tahun 1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang.[2]

Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dan implementasinya di masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di daerah Asia dan Pasifik. [3] [4]

Kontroversi

Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.

Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk Indonesia [5]. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai tujuan

Page 15: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen. [6]

Tujuan Pembangunan Milenium (bahasa Inggris : Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut. [1] Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. [2] Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.

Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs); Sebuah “Mission Impossible”?

Kamis, 23 September 2010 | 1:13 WIB   ·   0 Komentar

Para pemimpin dunia telah bertemu dalam sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Senin (20/9), untuk membahas soal bagaimana mengurangi kemiskinan di negeri-negeri paling miskin hingga target 2015.

Dalam pertemuan tersebut, dimana Indonesia berpartisipasi di dalamnya, para pemimpin dunia telah berbagi pendapat mengenai bagaimana cara mencapai “Tujuan Pembangunan Millenium-MDGs”, yang telah menetapkan delapan tujuan; memberantas kemiskinan ekstrim dan

Page 16: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar universal, mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, melawan HIV/AIDS, malaria, dan wabah penyakit lainnya, menjamin daya dukung lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Banyak pemimpin dunia yang melihat kemajuan, namun tidak sedikit pula yang menyaksikan kemunduran. Banyak yang melihat kegagalan tersebut karena faktor kesalahan pendekatan dari Negara itu sendiri, sementara lainnya melihat kegagalan karena faktor eksternal atau campur tangan dari luar.

Pemimpin Negara maju, seperti Jerman dan Inggris, telah menyebarkan optimisme bahwa tujuan MDGs akan tercapai seperti rencana semula, asalkan para pemimpin Negara berkembang bersedia menciptakan pemerintahan yang baik dan menjalankan pembangunan ekonomi  secara konsisten. “Yang harus dipikirkan selanjutnya adalah memanfaatkan segala sumber daya seefektif mungkin. Dan ini hanya bisa berlangsung melalui suatu tata pemerintahan yang baik, yang mampu mendayagunakan potensi negara-negara itu sendiri,” kata Merkel dari Jerman.

Namun, suara dari Negara-negara dunia ketiga, khususnya yang paling menderita akibat konflik dan blockade dari negeri maju, menganggap bahwa projek MDGs akan “sulit tercapai”. Sebagaimana dikatakan oleh Robert Mugabe, presiden Zimbabwe, yang mengatakan; “beberapa negara telah sengaja mencoba menghancurkan kemajuan negaranya dalam mencapai MDGs melalui penerapan sanksi ekonomi.”

Namun, alih-alih mengurangi kemiskinan dan kelaparan di berbagai belahan dunia, fakta justru memperlihatkan bahwa jumlah kelaparan di dunia telah meningkat dari 842 juta jiwa pada tahun 1990 menjadi lebih dari 1 milyar tahun ini.

Selain itu, akibat dari kenaikan harga pangan dunia dan krisis ekonomi global, jutaan orang di seluruh dunia terjatuh dalam kemiskinan absolut. Pendapatan rakyat di Negara miskin pun terus merosot. Pada tahun 1990, rasio pendapatan per kapita dalam 20 negara terkaya di 20 termiskin adalah $ 42 dolar, pada tahun 2005, itu telah menjadi $ 59.

Samir Amin, seorang intelektual terkemuka, dalam tulisannya “The Millennium Development Goals: A Critique from the South (2010)”, telah menuding MDGs sebagai “sebagai mantel baru” bagi wacana globalisasi dan neoliberalisme. Menurutnya, target-target MDGs terlalu samar-samar sehingga sangat mudah dipelintir untuk sejalan dengan agenda neoliberalisme.

Di Indonesia, nampaknya pencapaian target MDGs seperti “mission impossible”, dikarenakan kebijakan neoliberalisme benar-benar merampas syarat-syarat kemajuan ekonomi dan social rakyat Indonesia. Pertama, sebagian sumber daya alam Indonesia, terutama sumber energy dan bahan baku industri, telah dikuasai paling besar oleh pihak asing. Kedua, kapasitas Negara untuk membelanjai proyek pembangunan sangat terbatas karena sedikitnya 40% dari total APBN selalu terpakai untuk membayar utang luar negeri. Ketiga, program pendidikan dan kesehatan terbengkalai karena penghapusan subsidi dan kebijakan privatisasi.

Page 17: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Kami setuju dengan Presiden Venezuela Hugo Chavez bahwa “neoliberalisme bukanlah solusi, melainkan jalan ke neraka”. Karena itu, tanpa membuang “neoliberalisme” ke dalam keranjang sampah, maka “MDGs” pun tidak akan pernah mengantar rakyat dunia mencapai tujuannya di tahun 2015.

Page 18: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Delapan Tujuan Pembangunan Milenium Terkait Pengurangan Resiko Bencana Februari 18, 2007

Posted by juniawan priyono in Bencana, Disaster Reduction. trackback

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi tersebut didasari oleh pendekatan inklusif dan perhatian bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia.

Dalam konteks inilah, kemudian negara-negara anggota PBB mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDG). Setiap tujuan (goal) memiliki satu atau beberapa target. Target yang tercakup dalam MDG sangat beragam, mulai dari menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan membentuk kemitraan global dalam pelaksanaan pembangunan.

Tujuan 1: Menanggulangi kemiskinan dan kelaparanKemiskinan dan kelaparan mempunyai konsekuensi yang banyak terhadap kondisi manusia secara umum dan juga secara khusus berkaitan dengan pengurangan resiko bencana. Lebih luas lagi mencakup peningkatan populasi yang tinggal di daerah bencana, memiliki sedikit perlindungan menghadapi ancaman bencana, menurunkan kapasitas selama dan setelah peristiwa bencana. (not yet finished)

Kemiskinan merupakan faktor penyebab bencana yang paling utama. Faktor lain dapat diperlemah seandainya penduduknya tidak miskin, dimana mereka lebih gesit menghindari daerah yang rawan bencana. Kemiskinan pulalah yang menyebabkan penduduk menempati daerah yang rawan bencana. Penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 48 juta jiwa, menurun menjadi 37,3 juta pada tahun 2003, dan diakhir Februari 2004 berkurang menjadi 36,1 juta.

Berdasarkan pengamatan, terdapat hubungan yang nyata antara pertambahan kehilangan (nyawa dan harta) akibat suatu bencana dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang cepat (saat ini masih mencapai 1,49%) akan memaksa penduduk menempati tempat yang tidak aman dari bencana. Pertumbuhan penduduk berarti menambah persaingan memperoleh sumberdaya dan kesempatan kerja, sehingga sering mengundang konflik. Konflik biasanya diikuti dengan migrasi dan pengungsian.

Pertumbuhan penduduk yang cepat dan migrasi terkait dengan fenomena urbanisasi yang cepat, yang menjadi ciri di negara berkembang. Pada tahun 2000, laju urbanisasi daerah perkotaan di Indonesia mencapai 5,75%. Penduduk pedesaan yang miskin dan kurang keterampilan serta

Page 19: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

pengetahuan mengadu nasib ke metropolitan untuk tujuan ekonomi dan keamanan. Kehidupan di metropolitan yang keras membuat para urbanit tersisih ke tempat yang tidak aman dan sering menjadi penyebab bencana kemanusiaan.

Transisi kultural dimana banyak perubahan tak terhindarkan yang terjadi di semua lapisan masyarakat ternyata menambah kerawanan terhadap bencana. Pada masa transisi, sering disertai gangguan akibat ketidakmerataan dan kesenjangan sosial dalam menyikapi mekanisme dan teknologi. Transisi juga terjadi pada masyarakat yang nomaden kemudian menetap, penduduk pedesaan yang berpindah ke perkotaan, dan penduduk pedesaan dan perkotaan yang berubah tingkat perekonomiannya. Kebanyakan transisi terjadi pada masyarakat non industri ke industri.

Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semuaPendidikan merupakan satu prasyarat dalam pengembangan manusia – untuk meluaskan pilihan dan perwujudan potensi manusia. Pendidikan juga menjadi sumberdaya penting untuk mengurangi kerentanan manusia. Peristiwa bencana sangat besar pengaruhnya dalam menghambat proses pendidikan melalui banyak hal, misalnya: kematian dan luka-luka, pergolakan sosial, kerusakan bangunan dan peralatan sekolah dimana kemudian sekolah tutup, dan seringkali anak-anak tidak bersekolah dalam jangka waktu lama selama masa rehabilitasi dan pemulihan karena keluarga membutuhkan mereka untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebanyakan dari anak-anak ini kemudian tidak mendapatkan kesempatan untuk bersekolah lagi, memperdalam siklus yang hebat antara kurang pendidikan dan kerentanan.

Penduduk rentan terhadap bencana karena kurang menyadari bahwa daerah yang ditempati merupakan daerah berbahaya. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan/nformasi. Mereka kurang mematuhi syarat letak, bentuk, dan kekuatan bangunan di daerah rentan bencana. Korban banyak jatuh karena tidak mengetahui prosedur dan jalur aman pengungsian.

Pada banyak kejadian gempabumi di seluruh dunia, bangunan sekolah yang tidak dibangun berdasarkan standar tahan bencana ambruk/roboh, menyebabkan pendidikan dasar mundur ke belakang.* Skopje, Yugoslavia, 1963 – 44 sekolah hancur (57% jumlah gedung sekolah)* El Asnam, Algeria, 1989 – 70-85 sekolah roboh dan rusak berat* Pereira, Kolumbia, 1999 – 74% sekolah rusak* Xinjiang, China, 2003 – lusinan sekolah roboh* Boumerdes, Algeria, 2003 – 130 sekolah mengalami kerusakan yang luas dan benar-benar parah

Tujuan 3: Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuanPada saat dan setelah bencana, perempuan memainkan peran utama dalam menyediakan bantuan kepada keluarga dan masyarakat di dalam aktivitas pencegahan bencana. Mereka seringkali, tak sebanding dan secara negatif dipengaruh oleh dampak bencana dan dapat juga menghadapi kekerasan dalam rumah tangga dan eksploitasi sebagai akibat bencana. Perempuan sering ditinggalkan dalam perencanaan formal dan pengambilan keputusan, dan terpinggirkan dari otoritas masyarakat. Sedemikian, perhatian dan kebutuhan bagi mereka banyak sekali dilewatkan, sebagaimana kontribusi pemikiran mereka sering pergi tak dikenali.

Page 20: Pembangunan Manusia Di Era Milenium Tiga

Tujuan 4: Menurunkan angka kematian anakBayi dan balita merupakan segmen yang paling rentan. Sebagai akibat dari bencana, terputus dan hilangnya infrastruktur dasar (transportasi, komunikasi, pemerintahan), ketiadaan kebutuhan darurat dan fasilitas pelayanan kesehatan, berjangkitnya wabah penyakit, dan kehilangan atau kecelakaan pencari nafkah membuat anak-anak peka akan trauma fisik dan emosional.

Tujuan 5: Meningkatkan kesehatan ibuDi dalam rumah tangga dimana kebutuhan dasar sulit dipenuhi, tekanan yang timbul setelah bencana dapat menghilangkan kemungkinan perhatian maternal yang memadai sebagai akibat kelangkaan sumberdaya yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sesaat. Apalagi, dalam banyak kasus, ketidakadilan yang berbasis gender menempatkan perempuan pada kecilnya akses ke pendapatan rumah tangga dan harta benda. Pengurangan resiko bencana mengupayakan itu menjadi bagian isu gender sebagai permulaan yang harus diwujudkan dalam peningkatan kesehatan ibu.

Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnyanot yet finished

Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan hidupKebanyakan bencana diawali dengan degradasi lingkungan. Deforestasi mengakibatkan banjir. Pembabatan hutan mangrove mengurangi daya tahan pantai terhadap badai dan gelombang pasang. Kekeringan selain diakibatkan oleh faktor alam juga disebabkan oleh pola tanam yang kurang baik, teknik konservasi yang jelek, erosi tanah yang tinggi, perumputan yang melebihi batas, dan penggunaan air yang boros. Sebagai catatan, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 2 juta hektar pertahun, yang meng-akibatkan kerugian sekitar Rp 83 milliar per hari atau Rp 30,3 triliun per tahun.

Tujuan 8: Mengembangkan suatu kemitraan global untuk pembangunan