Pembangunan Infrastruktur Jalan Jemb
description
Transcript of Pembangunan Infrastruktur Jalan Jemb
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN
A. Pendahuluan
Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan seperti
halnya infrastruktur jalan dan jembatan. Keterbatasan pembangunan infrastruktur jalan dan
jembatan, menyebabkan melambatnya laju investasi.
Tahun 2008, Pemerintah mencurahkan perhatian lebih pada infrastruktur jalan dan
jembatan demi mengejar target pertumbuhan 6,8%, mendorong laju investasi, dan menggerakkan
sektor riil. Anggaran yang dikeluarkan pun membengkak hingga puluhan persen dari tahun
sebelumnya. Pemerintah mengalokasikan anggaran bagi Departemen PU sebesar Rp 35,6 triliun
atau naik 41,4% dibandingkan dengan perkiraan realisasi dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) tahun 2007. Anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk
program peningkatan dan pembangunan jalan. Sasaran peningkatan pembangunan jalan
diantaranya Lintas Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku,
dan Papua sebesar Rp 15,5 triliun. Kemudian, program rehabilitasi dan pemeliharaan dengan
anggaran Rp 3,1 triliun yang ditujukan bagi sekitar 30.000 kilometer jalan nasional dan 50.500
meter jembatan di seluruh provinsi di Indonesia1. Sedangkan untuk Tahun Anggaran 2009,
alokasi DAK bidang infrastruktur mencapai Rp 7,2 triliun, mengalami kenaikan sebesar 7,6
persen dibandingkan dengan alokasi tahun lalu yakni Rp 6,7 triliun. Tiga bidang yang tercakup
di dalam sektor infrastruktur yaitu bidang infrastruktur jalan mendapatkan porsi paling besar
yakni Rp 4,5 triliun, infrastruktur irigasi sebesar Rp 1,6 triliun dan infrastruktur air minum serta
sanitasi sebesar Rp 1,1 triliun.
B. Pembahasan
Pasal 1 angka 4 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, memberikan definisi mengenai
Jalan yaitu prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Adapun definisi Jembatan
secara umum adalah suatu Konstruksi yang dibangun untuk melewatkan suatu massa atau traffic
lewat atas suatu penghalang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya3.
Penjelasan Pasal 86 ayat (3) PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan “jembatan” adalah jalan yang terletak di atas permukaan air dan/atau di atas
permukaan tanah.
Wewenang Penyelenggaraan
Penguasaan infrastruktur berupa jalan dan jembatan berada pada Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang dalam penyelenggaraan dilimpahkan dan/atau diserahkan kepada
instansi-instansi di daerah atau diserahkan kepada badan usaha atau perorangan. Pelimpahan
dan/atau penyerahan wewenang penyelenggaraan jalan dan jembatan tidak melepas tanggung
jawab pemerintah. Adanya otonomi daerah, maka penyelenggaraan jalan dan jembatan
dipisahkan berdasarkan kewenangannya sebagaimana diatur menurut Pasal 14, Pasal 15 dan
Pasal 16 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yaitu :
1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan
secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional [Pasal 14 ayat (1)].
2) Wewenang pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan
jalan provinsi [Pasal 15 ayat (1)].
3) Wewenang pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan jalan meliputi
penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa [Pasal 16 ayat (1)].
4) Wewenang pemerintah kota dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan
kota [Pasal 16 ayat (2)].
Dari wewenang di atas memang cukup jelas tetapi dalam implementasi yang jauh
berbeda yang mana ada penggabungan pembuatan kebijakan dan penngabungan pembuatan
infratuktur antara provinsi dengan kabupaten Contohnya : dalam pembuatan infratuktur yang di
buat oleh pemerintah provinsi di Aceh Jaya mengenai jalan belum clear yang kemudian
pemerintah kabupaten melanjutkan pembangunan di atas infratuktur pemerintah provinsi jadi di
sini tidak adakejelsan yang kongkrit mengenal hal tersebut.
Anggaran Pembangunan
Penyelenggaraan jalan menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat dan Pemerintah
Daerah, oleh karenanya mempunyai kewajiban untuk mengatur, membina, membangun, dan
mengawasi jalan dan jembatan. Dalam upaya untuk membangun jalan dan jembatan secara
umum, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan kegiatan pemrograman dan
penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan kontruksi, serta pengoprasian dan pemeliharaan
jalan(termasuk jembatan).
Anggaran pembangunan jalan dan jembatan bersumber dari APBN/APBD sebagaimana
diatur dalam UU tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara, UU tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta PP tentang Dana Perimbangan.
Dana pembangunan tersebut diperoleh dari penerimaan negara/daerah maupun dari pinjaman
atau hibah luar negeri.
Pemerintah Pusat mengalokasikan APBN di bidang infrastruktur khususnya jalan dan
jembatan, baik untuk pembangunan, peningkatan maupun pemeliharaan ke dalam anggaran
Departemen Pekerjaan Umum. Untuk Pemerintah Daerah, dana untuk pembangunan jalan dan
jembatan dialokasikan dalam APBD masing-masing daerah, hal tersebut sebagaimana diatur
dalam Pasal 85 ayat (1) PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan yaitu bahwa:
“Penganggaran dalam rangka pelaksanaan program penanganan jaringan jalan merupakan kegiatan pengalokasian dana yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran program”.
Namun jika Pemerintah Daerah tidak mampu membiayai pembangunan jalan secara
keseluruhan maka Pemerintah Pusat akan membantu, sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2)
dan (3) PP No. 34 Tahun 2006 yang menyebutkan:
(2) “Dalam hal pemerintah daerah belum mampu membiayai pembangunan jalan yang menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan, Pemerintah dapat membantu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian bantuan pembiayaan kepada pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri”.
Untuk membantu Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan, peningkatan dan
pemeliharaan jalan dan jembatan, maka Pemerintah Pusat memberikan bantuan pembiayaan
yang diberikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Infrastruktur ataupun Dana Alokasi
Khusus Non Dana Reboisasi Bidang Infrastruktur. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan
jenis transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada daerah yang bersifat specific grant
(bantuan spesifik). DAK bidang Infrastruktur ataupun DAK Non Reboisasi bidang Infrastruktur
ini, penetapan alokasi dan pedoman umumnya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (misal
: PMK No. 128/PMK.07/2006 tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum Pengelolaan
Dana Alokasi Khusus TA 2007 dan PMK No. 142/PMK.07/2007 tentang Penetapan Alokasi dan
Pedoman Umum Pengelolaan Dana Alokasi Khusus TA 2008).
Dari sisi teknis, penggunaan/pemanfaatannya DAK diatur dalam Peraturan/Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum (misal : Peraturan Menteri PU No. 39/PRT/M/2006 tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Tahun 2007 dan Peraturan
Menteri PU No. 42/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Bidang Infrastruktur Tahun 2008). DAK dialokasikan untuk pemeliharaan berkala jalan sebesar
minimal 70% danpeningkatan jalan sebesar maksimal 30%. Kegiatan pemeliharaan rutin jalan
dan pembangunan jalan tidak dapat dibiayai dengan DAK. DAK infrastruktur jalan terutama
dialokasikan untuk kegiatan pemeliharaan berkala jalan dan peningkatan prasarana jalan dan
jembatan pada ruas-ruas jalan yang secara resmi berstatus jalan kabupaten/kota. Untuk
pemanfaatan DAK, Menteri PU membentuk Tim Koordinasi dan Tim Teknis tingkat
departemen, dan departemen menyediakan biaya khusus untuk kegiatan operasional tim-tim
tersebut. Di tingkat provinsi, gubernur juga membentuk tim penyelenggara yang terdiri dari
unsur Bappeda, dinas teknis terkait, dan satuan kerja pusat di daerah (Perencanaan dan
Pengawasan Jalan dan Jembatan–P2JJ). Untuk melaksanakan kegiatan di tingkat kabupaten/kota
yang didanai oleh DAK, bupati/walikota membentuk tim penyelenggara yang terdiri dari unsur
Bappeda dan dinas terkait. Kepala SKPD yang membidangi urusan jalan bertanggung jawab
secara fisik dan keuangan atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan DAK.
Dalam Peraturan Menteri PU di atas, terdapat pasal tentang sanksi bagi penyelenggara
DAK yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Menteri PU ini dalam bentuk
penilaian kinerja yang akan dituangkan dalam laporan menteri kepada Menkeu, Meneg PPN,
Mendagri, dan DPR. Untuk memberikan penilaian yang dimaksud menteri memerlukan laporan
pelaksanaan kegiatan DAK setiap daerah penerima. Pelaporan pelaksanaan kegiatan DAK
dilakukan secara berjenjang oleh kepala SKPD, kepala daerah, dan menteri. Dalam Pasal 102
UU No. 33 Tahun 2004, memberi kewenangan kepada Menkeu untuk memberikan sanksi berupa
penundaan penyaluran dana perimbangan, termasuk DAK, kepada daerah yang tidak
menyampaikan informasi. Hal ini kemungkinan akan berakibat bahwa setiap penundaan
penyaluran dana ke daerah berdampak pada terhambatnya perekonomian rakyat di daerah.
Pembangunan Jalan Dan Jembatan
Dalam rangka pembangunan jalan dan jembatan, maka penyelenggara harus
memperhatikan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, UU No. 38 Tahun 2004 tentang
Jalan, PP No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, PP No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan, dan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
barang/Jasa Pemerintah, dan peraturan teknis lainnya yang terkait langsung dalam
penyelenggaraan pembangunan jalan dan jembatan.
Namun dengan banyaknya kerusakan jalan dan jembatan hampir pada sebagian besar
daerah di Indonesia, Pemerintah dianggap gagal membangun jalan dan jembatan sesuai standar
teknisnya. Untuk itu, perlu segera dilakukan engineering audit terhadap penyelenggara jalan.
Kerusakan struktural jalan dipengaruhi tiga faktor penting, yaitu: Pertama, kendaraan berat
dengan muatan lebih (overloading); Kedua, kondisi drainase permukaan jalan; dan Ketiga, mutu
pelaksanaan konstruksi jalan. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah mutu pelaksanaan
konstruksi jalan. Mulyono (2008) menyimpulkan ada lima aspek teknis yang mempengaruhi
mutu pelaksanaan, yaitu: pertama, ketepatan pemilih material; Kedua, ketepatan kualitas
peralatan lapangan; Ketiga, ketepatan pengujian mutu; Keempat, ketepatan disain; Kelima,
kompetensi pelaksana dilapangan. Fakta lapangan menunjukkan ketidaktepatan pelaksanaan
yang terjadi karena lemahnya pengendalian aspek mikro oleh kontraktor dan pengawas.
Salah satu kendala yang sering diungkapkan penyelenggara jalan adalah ketentuan
Keppres No. 80 Tahun 2003, yang mensyaratkan tenderterbuka sehingga memerlukan jeda
waktu dalam tender penanganan jalan. langkah untuk mengantisipasi kendala tersebut dapat
dilakukan dengan :
1) Melakukan kontrak multi tahun berbasis kinerja (performance based contract) kepada
kontraktor, sehingga tidak ada alasan untuk tidak segeramemperbaiki kerusakan jalan
dalam jangka waktu terkontrak.
2) Melakukan audit mutu konstruksi jalan, audit sistem drainase dan tata air penunjang,
serta audit beban muatan lebih angkutan barang.
3) Kontrak berbasis kinerja dapat juga dilakukan dengan membundel pengelolaan jembatan
timbang dengan pemeliharaan jalan.
4) Melakukan engineering audit terhadap jalan dan jembatan yang telah selesai dibangun
dan diperbaiki, sehingga apabila ditemukan penyelewengan dapat segera ditindak.
Engineering audit tersebut meliputi proses konstruksi, perencanaan, pelaksanaan,
konsultan, proses tender, pengawas, hingga proses penyerahan dari kontraktor ke
penyelenggara jalan saat perbaikan jalan dinyatakan selesai.
Kesimpulan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara jalan sebagaimana
diamanatkan Pasal 13 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan mempunyai kewajiban wajib
memrioritaskan pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan jalan secara berkala untuk
mempertahankan tingkat pelayanan jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang
ditetapkan. Pembiayaan pembangunan jalan umum dan jembatan menjadi tanggung jawab
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam
pembangunan jalan dan jembatan:
1) Pemerintah pusat dapat membantu sesuai dengan peraturan perundang- undangan,
bantuan pembiayaan yang diberikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang
Infrastruktur ataupun Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Bidang Infrastruktur.
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan jenis transfer dana perimbangan dari
pemerintah pusat kepada daerah yang bersifat spesific grant (bantuan spesifik).
2) Dalam perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, serta
pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan serta pengembangan
dan pengelolaan sistem manajemen jalan serta jembatan, Penyelenggara Jalan
(Pemerintah dan Pemerintah Daerah) harus memperhatikan dan mengacu pada UU No.
18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, PP No. 29
Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, PP No. 34 Tahun 2006 tentang
Jalan, dan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang
atau Jasa Pemerintah, dan peraturan teknis lainnya yang terkait langsung dalam
penyelenggaraan pembangunan jalan (termasuk jembatan).
REFERENSI
Bambang Susantono & A. Taufik Mulyono, “Jalan rusak dan good governance”, Bisnis
Indonesia, 1 April 2008.
http://www.pu.go.id/bapekin/Mutu/default_referensi.htm;
http://www.pu.go.id, Senin 24 November 2008;
.