Pembangunan Desa Sadar Hukum
Transcript of Pembangunan Desa Sadar Hukum
1
B A B I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan sebuah konsep yang multidimensional,
yang mengaju pada serangkaian karateristik dan segenap aspek kehidupan
baik aspek hukum, aspek politik, aspek ekonomi maupun aspek sosial.
Pembangunan adalah proses multidimensi yang mencakup perubahan-
perubahan penting dalam struktur sosial, sikap rakyat dan lembaga-lembaga
nasional (menurut Todaro dalam Bryant and White (1987:3-4), dalam tesis
Perencanaan Pembangunan Parsitipatif program Desa Mandiri di Kabupaten
Gorontalo Victor F. Nanlessy (2006:1).
Salah satu kegiatan yang penting dalam usaha pembangunan adalah
perencanaan. Menurut Kunarjo (2002:14) perencanaan adalah merupakan
penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan
datang dan diarahkan pada tujuan tertentu. Definisi ini menunjukan bahwa
perencanaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : (1) berhubungan
dengan masa depan, (2) menyusun seperangkat program kegiatan secara
sistematis, dan (3) dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Nanlessy
(2006:1).
2
Perencanaan diperlukan karena kebutuhan pembangunan, melalui
perencanaan dapat dirumuskan kegiatan pembangunan secara efisien dan
efektif, dan dapat memberikan hasil yang optimal dalam memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Menurut Conyers dan Hills 1994 dalam bukunya Haryanto dan
Sahmuddin (2008:57), mendefinisikan perencanaan sebagai “suatu proses
yang berkesinambungan”, yang mencakup “keputusan-keputusan atau
pilihan-pilihan atas berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa akan datang. Jadi definisi
tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan, yaitu : (1) pemilihan,
“merencanakan berarti memilih”, (2) sumberdaya, perencanaan merupakan
alat pengalokasian sumberdaya, (3) tujuan, perencanaan merupakan alat
untuk mencapai tujuan, dan (4) waktu, perencanaan mengacu ke masa
depan.
Dengan demikian perencanaan selain merupakan kebutuhan
pembangunan tapi perencanaan merupakan suatu konsep yang harus
dilakukan/dilaksanakan secara terus-menerus dan sistematis untuk
mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu secara efesien dan efektif.
Menurut Raharjo Adisasmita (2011:2), mengatakan bahwa Manajemen
Pemerintah yang efektif dan efisien dimaksudkan sebagai manajemen yang
mampu menyelesaikan tugas pekerjaan kepemerintahan secara cepat
3
(dalam kurun waktu singkat), ringkas, dan tidak berbelit-belit, berkinerja
(berprestasi) tinggi, tidak mengalami pemborosan atau pemborosan waktu
maupun dana dan daya, serta menghasilkan pelayanan yang berkualitas. Hal
tersebut dapat dikatakan sebagai berdayaguna dan berhasil guna.
Manajemen perencanaan yang efektif diartikan mampu mencapai hasil
sesuai sasaran yang telah ditetapkan, yang diukur dengan cara
mambandingkan antara realisasi yang dicapai dengan target yang
direncanakan. Sedangkan manajemen perencanaan yang efisien berarti
segala kegiatan yang menggunakan berbagai input yang menghasilkan
output dengan biaya yang minim atau tidak terjadi pemborosan.
Sehingga dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa manajemen
perencanaan harus berbasis kinerja serta berbasis transparansi dan
akuntabilitas dimana semua tindakan dan kegiatan yang dilakukan harus
terbuka dan diketahui oleh semua masyarakat secara umum dimana
masyarakat mempunyai hak menanyakan mengenai hal-hal yang dianggap
tidak jelas ataupun mengkritisi hal-hal yang dianggap tidak benar.
Selama ini perencanaan pembangunan yang digunakan bertumpu
pada paradigma klasik (trickle down efek) atau efek tetesan kebawah yang
merupakan mekanisme pembangunan yang instruktif dan bersifat top down.
Masyarakat sekedar sebagai objek dan suplemen pembangunan (Adisasmita
2005:23). Dengan demikian program pembangunan menjadi tidak aspiratif
4
terhadap masalah, potensi dan kebutuhan masyarakat sebagai penerima
program pemerintah.
Saat ini paradigma pembangunan telah mengalami suatu perubahan
dari pembangunan yang bertumpu pada Negara menjadi paradigma
pembangunan yang bertumpu pada masyarakat atau yang dikenal dengan
istilah pembangunan masyarakat (community development). Menurut Amin
(2005:196), model perencanaan yang dinilai sesuai dengan kondisi saat ini
adalah model perencanaan yang melibatkan sebanyak mungkin unsur/peran
masyarakat. Model perencanaan tersebut adalah model perencanaan
partisipatif.
Menurut Cohen dan Uphoff (1977:26) partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan adalah bagaimana masyarakat diajak untuk
mendefinisikan apa kebutuhan/masalah mereka, bagaimana cara yang tepat
untuk memecahkan masalah/memenuhi kebutuhan mereka, memikirkan
bagaimana proses penyelesaian masalah tersebut dilakukan dan
merundingkan bagaimana penyelesaian masalah/pemenuhan kebutuhan
tersebut dinilai keberhasilannya.
Tentu saja, setiap individu, kelompok bahkan masyarakat dalam suatu
komunitas tidak akan mencapai tingkat partisipasi yang sama, tetapi yang
bisa menjadi indikator penilaian adalah sejauhmana masyarakat ikut
menghadiri, ikut memberi saran, ikut mempengaruhi keputusan dan ikut
merekomendasikan rencana pembangunan sesuai kemampuannya.
5
Dalam perencanaan pembangunaan saat ini yang mencakup segala
aspek kehidupan yang didalamnya termasuk perencanaan pembangunan di
bidang hokum perlu mendapat perhatian pemerintah khususnya dalam
pembangunan di bidang hukum yaitu Perencanaan Pembentukan Desa
Sadar Hukum dalam mewujudkan masyarakat yang taat dan patuh akan
hukum sehingga secara bertahap masyarakat akan merasakan arti penting
kesadaran hukum.
Kesadaran hukum masyarakat merupakan suatu cara untuk
tercapainya perwujudan dan pengamalan negara hukum. Oleh karena itu,
Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis, kesadaran hukum
masyarakat diharapkan mampu menjaga dinamika pemerintahan, dinamika
pembangunan dan dinamika lainnya untuk kepentingan nasional.
Sebaiknya, kesadaran hukum masyarakat selalu diupayakan dan
dibudayakan dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan program kegiatan
yang menjadi kebutuhan dan kepentingan pemerintah. Hal ini merupakan
upaya pemerintah untuk menyukseskan program-program yang diarahkan
untuk kepentingan masyarakat sendiri.
Pada konsideran menimbang dalam Undang-Undang Nomor : 10
Tahun 2004 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
: 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
menyatakan bahwa pembentukan perundang-undangan merupakan salah
satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang dapat
6
diwujudkan dengan didukung oleh metode, cara yang pasti, baku, dan
standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan
perundang-undangan. Hal ini sangat penting mengingat arah kebijakan
hukum kita menegaskan tentang perlunya kesadaran hukum dan kepatuhan
hukum masyarakat dalam rangka supremasi hukum dan tegaknya Negara
hukum.
Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha
yang harus terus dilakukan oleh pemerintah dan didukung oleh masyarakat.
Salah satunya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum. Penghargaan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum merupakan wujud apresiasi pemerintah dalam
hal ini Kementerian Hukum dan HAM, melalui Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI dan Tugas Pokok dan
Fungsi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia,
dan juga adanya kerjasama antar instansi (SKPD Provinsi, Kota/Kabupaten)
dalam membina masyarakat dengan program kegiatan yang dilaksanakan
dalam rangka memberikan pengetahuan, pemahaman kepada masyarakat
agar masyarakat sehingga dengan sendirinya mereka dapat memahami arti
penting kesadaran hukum.
Khususnya dalam melaksanakan program pemerintah dalam
membangun kesadaran hukum di Kota Ambon memang perlu dilaksanakan
secara terus menerus. Hal ini disebabkan beberapa permasalahan
7
diantaranya Kota Ambon dan Propinsi Maluku secara keseluruhan rentan
dengan konflik, dioerlukan perencanaan program/kegiatan yang dapat
memberikan arahan, bimbingan, pengetahuan dan pemahaman yang secara
terus-menerus dilakukan dalam rangka membatasi/mencegah agar
masyarakat tidak terpancing dengan isu-isu yang dapat memancing
masyarakat untuk berbuat tindakan-tindakan yang mengakibatkan terjadinya
konflik artinya pencegahan dini dilakukan dengan berbagai program kegiatan
yang ada pada Kantor Wilayah maupun Pemerintah Daerah setempat dan
yang lebih utama adanya dukungan masyarakat.
Selanjutnya permasalahan lain yang dihadapi adalah perencanaan
pembentukan Desa/Kelurahan Sadar Hukum oleh Kantor Wilayah belum
dilaksanakan sesuai rencana artinya masih terdapat kendala dalam
terbatasnya volume kegiatan dan terbatasnya anggaran dalam pelaksanaan
perencanaan tersebut, sehingga perencanaan Pembentukan Desa/Kelurahan
Sadar Hukum hanya terbatas dilaksanakan Khususnya di Kota Ambon
karena apa yang tertuang di dalam DIPA/RKAKL Kantor Wilayah menunjukan
keterbatasan pebyelenggaraan kegiatan. Perencanaan ini pun kemudian
diperkecil cakupannya hanya pada Beberapa Desa/Kelurahan di Kota Ambon
dalam Perencanaan Pembentukan Desa/kelurahan Sadar Hukum di Kota
Ambon itupun didasarkan pada penilaian kegiatan yang selalu dilaksanakan
di beberapa Desa/Kelurahan yang sebelumnya menjadi sasaran kegiatan
8
yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Maluku.
Dengan demikian diperlukan perencanaan yang terarah dan sisrematik
yang harus menjadi perhatian dari Kementerian Hukum dan HAM Republik
Indonesia di Jakarta dalam menyakapi hal ini, sehingga kedepan
perencanaan pembangunan hukum yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai
dengan kebutuhan dan kenyataan. Disamping itu kelompok-kelompok sadar
hukum yang telah dibetuk dan dibina dapat dihidupkan dan pembentukan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum dapat berjalan dengan baik.
Kelompok Sadar Hukum dan Desa Sadar Hukum menjadi indikator
kesadaran hukum masyarakat yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan
HAM Republik Indonesia yang tertuang dalam RENSTRA Kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia. Sampai pada triwulan pertama tahun
2011, Indonesia baru memiliki 2838 Kelompok Sadar Hukum dan 969 Desa
Sadar Hukum, atau baru sekitar 1 persen dari jumlah desa di seluruh
Indonesia (artikel/data internet, bahan laporan Kepala Pusat Penyuluhan
Hukum BPHN). Tentu angka ini akan terus bertambah mengingat program
pembinaan kelompok kadarkum dan desa sadar hukum terus digalakkan oleh
Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional, melalui
kantor wilayah-kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh
9
Indonesia dan didukung dengan perencanaan program kegiatan dari
Instansi/SKPD baik Provinsi/Kota/Kabupaten.
Desa Sadar Hukum yang diawali dengan adanya kelompok-kelompok
Kadarkum dan Desa/Kelurahan Binaan menjadi tolok ukur kesadaran hukum
masyarakat. Dalam rencana strategi Kementerian Hukum dan HAM RI tahun
2010-2014 program pemberdayaan masyarakat untuk sadar hukum
dilaksanakan melalui serangkaian kebijakan dan kegiatan prioritas, antara
lain seluruh Desa di Indonesia menjadi Desa Sadar Hukum dan HAM. Salah
satu unit yang melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat adalah
Badan Pembinaan Hukum Nasional melalui Pusat Penyuluhan Hukum.
Selain itu pula bahwa Pembentukan Desa Sadar Hukum ini
sebagaimana diketahui bahwa dengan dicanangkannya Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAk Asasi Manusia Sebagai Kantor Pelayanan
Hukum dan Hak Asasi Manusi atau disebut dengan LAW AND HUMAN
RIGHT CENTER, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor : 14 Tahun
2008 tentang Kerbukaan Informasi Publik dan Surat Edaran Menteri Hukum
dan HAM RI Nomor : M.HH.03.03-14 Tahun 2010 Tanggal 11 November
2010 Tentang Kementerian Hukum dan HAM sebagai LAW AND HUMAN
RIGHT CENTER dan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian
Hukum dan HAM.
10
Dengan demikian untuk mewujudkan terlaksananya program tersebut
diatas memang telah tercantum dalam RENSTRA Kementerian Hukum dan
HAM RI, akan tetapi dalam hal ini perlu perencanaan dan didukung dengan
kerjasama instansi/SKPD baik itu di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota yang
terkait dalam rangka pencapaian sasaran program Pembentukan Desa Sadar
Hukum.
Cikal bakal berdirinya desa sadar hukum adalah adanya kelompok-
kelompok sadar hukum (kadarkum) di desa/kelurahan tersebut. Kelompok
sadar hukum (kadarkum) adalah kelompok yang beranggotakan lebih kurang
25 warga desa yang secara rutin setiap bulan bertemu untuk membahas
permasalahan hukum yang mereka alami melalui temu sadar hukum,
sosialisasi peraturan perundang-undangan, ceramah, diskusi dan simulasi.
Kelompok-kelompok ini dibina oleh penyuluh hukum dari kantor wilayah
kementerian hukum dan Ham setempat serta Instansi/SKPD yang terkait.
Pembentukan Desa Sadar Hukum diawali dengan penetapan suatu
desa/kelurahan yang telah memiliki kelompok kadarkum sebagai Desa
Binaan. Desa/Kelurahan Binaan terus dibina oleh Kanwil Kementerian
Hukum dan HAM beserta Pemerintah Daerah setempat untuk menjadi Desa
Sadar Hukum. Gubernur menetapkan Desa/Kelurahan Binaan menjadi
Desa/Kelurahan sadar Hukum setelah mempertimbangkan usul
Bupati/Walikota dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
11
HAM. Desa/Kelurahan Sadar Hukum oleh Kantor Wilayah dengan
persetujuan Gubernur, diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk
memperoleh penghargaan Anubhawa Sasana Desa/Anubhawa Sasana
Kelurahan.
Untuk Tahun 2011 ini rencana pembentukan desa/kelurahan sadar
hukum di Kota Ambon yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku, masih pada tahap menginventarisasi dan
pembinaan pada 5 (lima) desa dan 1 (satu) kelurahan di Kota Ambon, yaitu
Desa Latuhalat Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon, Kelurahan Waihaong
Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon, Desa Batumerah Kecamatan Sirimau
Kota Ambon, Desa Leahari Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon, Desa
Waiheru Kecamatan Baguala, dan Desa Hunuth/Durian Pata Kecamatan
Teluk Ambon Kota Ambon. Rencana pembentukan desa/kelurahan sadar
hukum di Kota Ambon ini dilaksanakan berdasarkan koordinasi yang efektif
dengan Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon sehingga dikeluarkan
Keputusan Walikota Ambon Nomor : 1028 Tahun 2010 Tentang Penetapan
Desa/Negeri dan Kelurahan Binaan Hukum Dalam Wilayah Kota Ambon,
ditetapkan di Ambon pada tanggal 8 Juli 2010.
12
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
proposal ini adalah :
1. Bagaimanakah peranan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Maluku dalam melakukan perencanaan pembentukan Desa
Sadar Hukum di Kota Ambon ?
2. Bagaimanakah Proses Perencanaan Pembentukan Desa Sadar
Hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Maluku ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peranan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Maluku dalam Pembentukan Desa Sadar Hukum di Kota Ambon.
2. Untuk menganalis Proses Perencanaan Pembentukan Desa Sadar
Hukum oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Maluku.
13
D. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat
dalam rangka pembangunan hokum di Kota Ambon, dalam hal :
1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku dan Pemerintah Daerah dalam upaya pelaksanaan
perencanaan pembentukan Desa sadar Hukum di Kota Ambon.
2. Menjadi bahan masukan bagi Kementerian Hukum dan HAM
khususnya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Maluku untuk
memperhatikan dan merencanakan program kegiatan Pembentukan
Desa Sadar Hukum di tahun-tahun mendatang yang didukung oleh
semua pihak yang berkepentingan, sumber daya yang mencukupi,
sarana dan prasarana, perbanyak volume kegiatan serta anggaran
yang memadai.
3. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan
dengan perencanaan pembangunan hukum khususnya perencanaan
pembentukan Desa sadar Hukum yang merupakan tugas pokok dan
fungsi penulis sebagai pegawai pada Kanwil Kementerian Hukum dan
HAM Maluku.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan Pembangunan
Pada hakekatnya setiap orang/individu, semua orang, kelompok,
organisasi maupun instansi melakukan perencanaan. Perencanaan
dilaksanakan berdasarkan alasan-alasan. Perencanaan adalah perumusan
tujuan, prosedur, metoda, dan jadwal pelaksanaan didalamnya termasuk
ramalan tentang kondisi masa depan dan perkiraan akibat dari rencana
terhadap kondisi tersebut. Dengan demikian perencanaan adalah penentuan
tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan bagaimana, bilamana
dan oleh siapa (Aji dan Sirait, 1990:13). Pemahaman tentang perencanaan
sangatlah penting karena hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap
keterlibatan dan peran pelaku pembangunan dalam proses perencanaan.
Menurut Abe (2002) dalam Noer (2004:15) perencanaan berasal dari
kata Rencana, yang berarti rancangan tersebut dapat diuraikan dari sebuah
perencanaan, yakni apa yang hendak di capai, tindakan-tindakan untuk
mencapai tujuan dan kapan tindakan-tindakan tersebut hendak dilakukan.
Konsep perencanaan sebenarnya sangat kompleks menurut para
pakar berbeda-beda mendefinisikan pengertian perencanaan, sehingga
belum ada pengertian/definisi yang pasti dan memuaskan mengenai
perencanaan itu sendiri. Menurut Tjokroamidjojo (1987:24) mendefinisikan
15
perencanaan sebagai suatu usaha yang berkenaan dengan suatu sistem
pemecahan masalah. Sedangkan menurut Kunarjo (2002:14) mendefinisikan
perencanaan sebagai suatu penyiapan seperangkat keputusan untuk
dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada tujuan
tertentu. Dengan demikian perencanaan mempunyai unsur-unsur antara lain
yaitu : (1) berhubungan dengan hari depan, (2) menyusun seperangkat
kegiatan secara sistematik, (3) dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.
Sementara itu menurut Kunarto (1996:80) mengemukakan bahwa
perencanaan adalah suatu peyerapan seperangkat keputusan untuk
dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada tujuan
tertentu.
Menurut Conyers & Hills (1994) dalam Haryanto & Sahmuddin
(2008:57), mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang
berkesinambungan, yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-
pilihan atas berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang, yaitu :
1. Pemilihan, “merencanakan berarti memilih”, perencanaan merupakan
proses memilih diantara berbagai kegiatan yang diinginkan dan tidak
semua kegiatan yang diinginkan dilaksanakan dan dicapai dalam
waktu yang bersamaan.
2. Sumber daya, perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber
daya, sumber daya menunjukan sesuatu yang dianggap berguna
16
dalam pencapaian suatu tujuan tertentu, sumber daya mencakup
sumber daya manusia, sumbaer daya alam, sumber daya keuangan
dan modal.
3. Tujuan, perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep
perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan
dengan sifat dan proses penetapan tujuan.
4. Waktu, perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsure
penting dalam perencanaan adalah waktu, jadi waktu berkitan dengan
masa depan.
Menurut Brantas (2009:28) Planning (perencanaan) adalah
menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang
akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-
tujuan itu. Lebih lanjut dikatakan perencanaan (planning) adalah fungsi dasar
atau fungsi fundamental manajemen, karena organizing, actuating, dan
controling pun harus lebih dahulu direncanakan. Dampak perencanaan baru
terasa pada masa yang akan datang : agar resiko yang ditanggung relatif
kecil, hendaknya segala kegiatan, tindakan, kebijaksanaan direncanakan
terlebih dahulu, Brantas (2009:55). Perencanaan dihubungkan dengan
masalah memilih artinya memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih saran,
kebijaksanaan prosedur, program yang diperlukan untuk mencapai apa yang
diinginkan pada masa yang akan datang (2009:56).
17
Munculnya perencanaan sebagai akibat dari perkembangan sistem
perencanaan dunia, sehingga menurut pendapat Sarwoto (1986:40)
mengemukakan manfaat perencanaan antara lain adalah : (a) perencanaan
penting karena didalamnya digariskan pula bahwa apa yang harus dilakukan
agar tujua-tujuan tersebut tercapai, (b) perencanaan merupakan bentuk
petunjuk jalan bagi seluruh anggota organisasi yang ikut serta dalam
pelaksanaan perencanaan itu, (c) perencanaan bukan suatu karya yang
sekaligus saja tetapi suatu proses yang terus menerus, maka setiap
perencanaan diharapkan dapat memberikan perhatian yang terus menerus
untuk menunjukkan dan mempertinggi praktek dan berbagai cara para
anggota organisasi, (d) perencanaan merupakan alat pengendali untuk
mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan , dan (e) perencanaan yang
baik menjamin penggunaan sumber-sumber yang tersedia baik itu sumber
daya alam ataupun sumber daya manusia yang dipergunakan dan atau
dimanfaatkan secara efektif dan efisien serta dapat menghindari pemborosan
yang tidak perlu.
Perencanaan merupakan persiapan yang teratur dari setiap usaha
untuk mewujudkan tujuan, sehingga unsur-unsurnya terdiri dari tujuan,
kebijakan, prosedur, program dan progres, Syafii (2011:82). Perencanaan
sangat dipegaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, diantaranya perencanaan
dipengaruhi oleh sumber daya manusia maksudnya siapa dan bagaimana
orang yang membuat perencanaan dan sumber daya alam maksudnya apa
18
dan bagaimana lingkungan sekitarnya secara fisik, selain itu aspek sosial
yang berpengaruh yakni sosial budaya, sosial agama, sosial ekonomi, sosial
politik. Sehingga tingkat intelektual dan moral yang dimiliki seseorang
pembuat perencanaan akan menjadi kriteria utama individu yang memimpin
organisasi. Menurut Siagian dalam Syafiie (2011:83) mengatakan bahwa
proses perencanaan dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu :
1. Mengetahui sifat suatu rencana;
2. Apakah teknik ilmiah perencanaan sudah dikuasai;
3. Diusahakan agar rencana yang dibuat memenuhi syarat.
Selain itu faktor situasi dan kondisi serta toleransi keadaan harus
diperhitungkan dengan melihat 6 (enam) hal sebagai berikut :
1. Kapan rencana itu akan dikerjakan dan kapan pekerjaan itu mulai
beroperasi harus dilihat pertimbangan ketepatan waktu;
2. Dimana rencana itu dikerjakan dan dimana pekerjaan itu akan
dioperasikan harus dilihat ketepatan medan dengan petimbangan lokasi
dan situasi;
3. Apa jenis rencana itu seperti rencana pemilihan umum, rencana
pembangunan fisik, rencana pembinaan watak dengan spesialisasi
pembuat rencana itu sendiri;
4. Bagaimana membuat rencana apakah menghimpun terlebih dulu
identifikasi masalah dan memprioritaskan hal yang penting;
19
5. Siapa yang akan membuat rencana serta siapa yang akan mengerjakan
operasinya nanti, kemudian siapa yang akan mengawasi serta kepada
siapa bertanggungjawab;
6. Kenapa rencana itu dibuat dan mengapa dioperasikan dalam waktu
berapa lama, lalu kenapa harus dipaksakan untuk segara atau apakah
bisa ditunda kalau rintangannya begitu banyak. (Syafei 2011:84-85).
Bila dikaitkan dengan perencanaan pembangunan, maka terdapat
beberapa unsur penting yang harus ada dalam perencanaan pembangunan
yaitu : adanya kebijaksanaan atau strategik dasar rencana pembangunan,
adanya kerangka rencana, prakiraan sumber-sumber daya untuk
pembangunan, dan kerangka kebijakan yang konsisten.
Model perencanaan pembangunan pada masa lalu, dimana peran
pemerintah pusat sangat dominan dalam menentukan arah dan sasaran
pembangunan nasional sehingga pemerintah daerah kurang menjalankan
aspirasi masyarakat didaerahnya. Namun dengan adanya perubahan baik
pada tingkat nasional sebagai akibat pelaksanaan otonomi daerah, maka
konsep perannya pun mengalami perubahan. Konsekuensinya adalah
perubahan pada strategis sistem dan pengendalian pembangunan.
Dengan adanya perubahan tersebut maka sistem perencanaan
pembangunan dilakukan pada masing-masing lingkup baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah yang harus dilakukan secara independen melalui
20
suatu mekanisme tertentu untuk mencapai kebijakan secara efektif, efisien,
akuntabel, transparan dan legitimatif.
Secara umum dapat dijelaskan sistem perencanaan yang dilakukan
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sampai
pada masing-masing tingkatan didaerah baik itu Kanwil Kemenkum HAM di
Daerah Propinsi maupun Unit Pelaksana Teknis di tingkat Kabupaten/Kota
khususnya perencanaan pembangunan hukum, pada dasarnya mengacu
pada pedoman Rencana Strategi pembangunan hukum dan program
pembangunan yang berkeadilan, Piliang ( 2010:13). Sehingga Kantor
Wilayah dan Unit Pelaksanaan Teknis yang terdapat di Provinsi,
Kabupaten/Kota hanya menyusun rencana program/kegiatan yang
dibutuhkan dalam rencana kerja tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan
kegiatan rapat kerja yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah dalam
menyusun dan memuat rencana kerja apa saja yang memang diperlukan dan
dibutuhkan, menyusun rencana kegiatan anggaran/pembiayaan tahunan baik
Kantor Wilayah maupun Unit Pelaksana Tekins (UPT) yang seluruhnya akan
dirangkum menjadi satu rencana kerja dan anggaran Kantor Wilayah.
Dari seluruh rencana kegiatan yang sudah disusun menjadi satu
rencana kegiatan Kantor Wilayah, kemudian rencana kegiatan tersebut akan
dibahas di Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dalam forum rapat
koordinasi pembahasan rencana kerja dan anggaran Kementerian Hukum
dan HAM Republik Indonesia. Kemudian dari hasil akhir dari pembahasan
21
mengenai rencana kerja dan anggara dari semua unsur yang merupakan
bagian dari Kementerian hukum dan HAM RI yang disebut dengan Rencana
Strategis (RENSTRA) Kementerian Hukum dan HAM RI.
Menurut Kunarjo, (2002:76), bahwa dalam perencanaan dapat dibagi
menjadi kelompok yang satu sama lain berkaitan, kelompok perencanaan
tersebut adalah : (a) Perencanaan Makro, (b) Perencanaan Sektoral, (c)
Perencanaan Regional, dan (d) Perencanaan Mikro atau Proyek namun
sekarang ini sudah berganti sebutan dengan kegiatan.
Dari keempat kelompok perencanaan diatas saling berkaitan satu
sama lain, oleh karena itu untuk mencapai suatu hasil yang maksimal perlu
dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya. Bila dikaitkan dengan hubungan
antara Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dengan Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM di Propinsi maupun Unit Pelaksanaan Teknis
yang terdapat di Kabupaten/Kota maka koordinasi antara perencanaan
makro dan perencanaan mikro (Proyek/Kegiatan sebutannya sekarang ini)
disebut koordinasi vertikal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan HAM RI dalam
Pengkoordinasian, perencanaan, pengendalian program, dan pengawasan,
(b) pembinaan dibidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, (c) penegakkan
hukum dibidang pemasyarakatan, keimigrasian, administrasi hukum umum
22
dan hak kekayaan intelektual, (d) perlindungan, pemajuan, pemenuhan,
penegakan dan pengharmonisasian hak asasi manusia, (e) pelayanan
hukum, (f) pengembangan budaya hukum dan pemberian informasi hukum,
penyuluhan hukum, dan diseminasi hak asasi manusia, (g) pelaksanaan
kebijakan dan pembinaan teknis di bidang administrasi di lingkungan Kantor
Wilayah.
Dalam pelaksanaan tugasnya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM
merupakan instansi vertikal Kementerian Hukum dan HAM yang
berkedudukan di Propinsi yang berada dibawah dan bertanggungjawab
kepada Menteri Hukum dan HAM RI. Sehingga dengan demikian Kantor
Wilayah dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah.
Sedangkan Kepala Kantor Wilayah dalam pelaksanaan tugasnya
dibantu oleh antara lain : (a) Divisi Administrasi, Divisi Pemasyarakatan, (c)
Divisi Keimigrasian, dan (d) Divisi Pelayanan Hukum dan HAM. Dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Kepala Kantor Wilayah
berpedoman, mematuhi dan mengikuti petunjuk pelaksanaan pada Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 yang
kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-
09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI.
23
Sehubungan dengan hal tersebut, demikian halnya dengan Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku yang
merupakan instansi vertikal dari Kementerian Hukum dan HAM RI yang
berkedudukan di Provinsi yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Provinsi Maluku dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah. Dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Provinsi Maluku dibantu oleh Kepala Divisi Administrasi
yang mempunyai tugas membantu Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku dalam melaksanakan
pembinaan administrasi dan pelaksanaan teknis di wilayah Provinsi Maluku
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Divisi Pemasyarakatan mempunyai tugas membantu Kepala
Kantor Wilayah Provinsi Maluku dalam melaksanakan sebagaian tugas
Kantor Wilayah Provinsi Maluku di bidang pemasyarakatan berdasarkan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Kepala Divisi Keimigrasian mempunyai tugas membantu Kepala
Kantor Wilayah Provinsi Maluku dalam melaksanakan sebagian tugas di
bidang keimigrasian berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Imigrasi. Dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak
Asasi Manusia mempunyai tugas membantu Kepala Kantor Wilayah Provinsi
Maluku dalam melaksanakan sebagian tugas Kepala Kantor Wilayah Maluku
24
di bidang Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Kebijakan
teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal dan atau Kepala Badan terkait.
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah diatas maka
dalam hal perencanaan program pembangunan hukum yang berkeadilan di
propinsi Maluku, diawali dengan pembuatan rancangan usulan program
kegiatan yang harus dibuat oleh Divisi Administarasi, Divisi Pemasyarakatan,
Divisi Imigrasi dan Divisi Pelayanan Hukum dan HAM serta rancangan usulan
program kegiatan oleh Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan, Balai
Pemasyarakatan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara serta Kantor
Cabang Rumah Tahanan yang terdapat di Kabupaten dan Kota di Provinsi
Maluku.
Dalam pelaksanaannya digambarkan bahwa mekanisme perencanaan
program kegiatan pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Provinsi Maluku beserta Unit Pelaksana Teknis dimulai dari usulan
perencanaan program kegiatan dari setiap Divisi dan Unit Pelaksana Teknis
yang disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Bidang
Penyusunan Program dan Laporan yang bertanggung jawab atas
perencanaan program kegiatan dengan pengawasan dari Kepala Divisi
Administrasi sebagai koordinator perencanaan program. Selanjutnya usulan
perencanaan program kegiatan tersebut akan dilaksanakan dengan kegiatan
Rapat Koordinasi (RAKOR) yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku. Dalam Rakor tersebut setiap Kepala
25
Divisi dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis yang berada di bawah wewenang
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku memaparkan visi dan
misi serta menyampaikan usulan perencanaan program kegiatan. Kemudian
Rakor dilanjutkan dengan keputusan hasil usulan program kegiatan dan
disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Propinsi Maluku.
Kegiatan belum selesai pada tahap pengasahan Kepala Kantor
Wilayah saja, tetapi Hasil Usulan tersebut akan dibawa ke Kementerian
Hukum dan HAM RI di Jakarta dan dilanjutkan dengan Musrembang
Kementerian Hukum dan HAM RI yang stiap Provinsi diwakili oleh Kepala
Kantor Wilayah, Kepala Divisi Administrasi, Kepala Bidang Penyusunan
Program dan Laporan, Kepala Sub Bidang Keuangan dan Perlengkapan dan
Staf Bidang Penyusunan Program Laporan dan Staf Sub Bidang Keuangan.
Hail dari pembahasan tersebut selanjutnya ditetapkan dalam RKA-KL
Kementerian Hukum dan HAM RI dan disesuiakan dengan usulan program
kegiatan dan besar anggaran yang dimintakan oleh maing-masing Kantor
Wilayah. Selain itu juga usulan program kegiatan harus disesuaikan dengan
Rencana Strategi (RENSTRA) Kementerian HUkum dan HAM RI yang harus
diikuti pula oleh setiap Kantor Wilayah, dengan tujuan adanya keterpaduan
dan sinergitas setiap program kegiatan pembangunan dibidang hukum dan
hak asasi manusia yang berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk itu, sesungguhnya program kegiatan perencanaan
pembentukan desa sadar hukum merupakan program kegiatan yang
26
sesungguhnya masuk dalam program perencanaan kegiatan yang terdapat
dalam Renstra Kementerian Hukum dan HAM RI. Perencanaan
pembantukan desa sadar hukum merupakan program kegiatan dari Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM Bidang Pelayanan Hukum Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku.
Perencanaan pembentukan desa sadar hukum dalam pelaksanaanya
didukung oleh beberapa kegiatan yang merupakan bagian tupoksi dari
Bidang Pelayanan Hukum dan HAM Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, yang
mana program kegiatannya terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan guna terlaksananya pembentukan desa
sadar hukum di Provinsi Maluku.
B. Perencanaan Partisipatif
Proses perencanaan dapat dipahami sebagai suatu proses yang
sistematis untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, dan menentukan apa, bagaimana, bilamana,
dimana dan oleh siapa, kegiatan pembangunan dilaksanakan serta mengapa
kegiatan itu perlu dilakukan. Perencanaan memberikan suatu hasil yaitu :
1. Adanya pengarahan dan pedoman bagi pelaksana kegiatan untuk
mencapai tujuan pembangunan;
27
2. Adanya suatu prakiraan atau kegiatan yang dilakukan dan hasil yang
dicapai, sehingga mengurangi ketidakpastian tentang kondisi-kondisi
dimasa yang akan datang;
3. Adanya peluang untuk memilih alternatif kegiatan terbaik, dapat
menentukan skala prioritas untuk kegiatan yang dilakukan, adanya
pedoman dan alat ukur untuk melakukan pengawasan;
4. Pada dasarnya kegiatan perencanaan berusaha menjawab : apa yang
perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu, siapa yang bertugas dan
bertanggungjawab untuk melakukan kegiatan tertentu;
5. Bagaimana prosedur, mekanisme dan tata cara yang harus ditempuh;
6. Berapa biaya yang diperlukan untuk semua kegiatan dan darimana
sumberdaya yang diperlukan dapat memperoleh dan kapan tujuan,
sasaran dan target akan dicapai dan bagaimana penjadwalannya.
(PSKMP, 2003, dalam Nanlessy,2006:15).
Perencanaan partisipatif merupakan konsep dengan melibatkan
masyarakat dalam proses perencanaan dimana masyarakat dituntut atau
diajak untuk mendefinisikan apa kebutuhan masyarakat, memikirkan
bagaimana proses penyelesaiannya dan merundingkan bagaimana
penyelesaian masalah/kebutuhan tersebut dinilai keberhasilannya. Secara
sederhana konsep partisipasi terkait dengan keterlibatan suatu pihak dalam
kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam konteks pembangunan,
28
partisipasi masyarakat selalu terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam
program/proyek/kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Davis dan Newton (1998) dalam Salman (2005:17) mengartikan
perencanaan pertisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional orang-
orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan
kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian
tujuan itu. Dari definisi ini terdapat tiga esensi yakni :
1. Keterlibatan, pertisipasi berarti adanya keterlibatan mental dan emosional
dibanding hanya aktifitas fisik, sehingga dengan itu makna partisipasi
secara sukarela menjadi terbedakan dari mobilisasi;
2. Kontribusi, partisipasi berarti mendorong orang untuk
mendukung/menyumbang bagi situasi tertentu;
3. Tanggungjawab, partisipasi mendorong orang untuk bertanggungjawab
dalam suatu kegiatan.
Menurut Freidmann dalam Paskirana (2005:9), perencanaan dengan
pendekatan partisipatif atau biasa disebut participatory planning merupakan
suatu proses politik untuk memperoleh kesepakatan bersama melalui aktifitas
negosiasi antar seluruh pelaku pembangunan (stakeholder). Proses politik ini
dilakukan secara transparan dan aksesi sehingga masyarakat memperoleh
kemudahan setiap proses pembangunan yang dilakukan serta setiap tahap
perkembangannya. Perencanaan partisipatif juga dapat dipandang sebagai
instrumen pembelajaran masyarakat (social learning) secara kolektif melalui
29
interaksi antar pelaku pembangunan atau stakeholder, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder dalam upaya
memobilisasi sumber daya yang dimiliki.
Selain itu perencanaan partisipatif juga merupakan sebuah proses
teknis, yang lebih ditekankan pada peran dan kapasitas fasilitator untuk
mendefinisikan dan mengidentifikasi stakeholder secara tepat. Salah satu hal
penting dalam proses teknis ini adalah upaya pembangunan institusi
masyarakat yang cukup handal sebagai wadah bagi masyarakat untuk
melakukan proses mobilisasi pemahaman, pengetahuan, dan ide-ide menuju
terbangunnya sebuah konsensus, sebagai awal tindak kolektif penyelesaian
publik. Dan juga perencanaan partisipatif dalam pendekatan partisipatif selalu
dikaitkan dengan proses demokrasi, dimana masyarakat sebagai elemen
terbesar dalam suatu tatanan masyarakat diharapkan dapat ikut serta dalam
proses penentuan arah kebijakan pembangunan, sehingga upaya
pemberdayaan masyarakat menjadi aspek penting dalam perencanaan
partisipatif.
Menurut Sutrisno dalam Suhirman (2003:8) dalam Nanlessy (2006:18)
menyatakan perencanaan partisipatif adalah keikutsertaan stakeholder
termasuk masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi
dapat dilaksanakan dalam setiap tahapan, jenis pembangunan dan memiliki
kemitraan serta pengambilan keputusan diambil melalui dialog antar
stakeholder dan masyarakat bukan hanya sebagai objek melainkan juga
30
sebagai subjek pembangunan, maka perencanaan partisipatif berdasarkan
pengertian diatas merupakan suatu proses yang melibatkan stakeholder,
terutama masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Perencanaan partisipatif pada awalnya menempatkan rakyat hanya
sebagai partisan dalam pembangunan dengan adanya paradigma baru
dalam pembangunan, berkembang pemikiran bahwa pembangunan
seharusnya oleh rakyat itu sendiri sedangkan pihak luar hanya fasilitator,
Salman (2005:25). Dengan demikian agenda ini mengantarkan rakyat
sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Pergeseran makna konsep
partisipasi dari kata keadaan (keterlibatan rakyat dalam pembangunan)
menjadi kata (pendekatan untuk mengantarkan rakyat menjadi pelaku
pembangunan yang dikenal dengan pendekatan partisipatoris).
Menururt Tikson (2001:10) dalam Nanlessy (2006:19) partisipasi
masyarakat merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai
stakeholder, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan
ditempat mereka masing-masing. Jadi masyarakat turut serta secara aktif
dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan
keputusan dan perolehan sumber daya dan penggunaannya.
Selanjutnya menurut Conyers (1991) menjelaskan 3 (tiga) alasan
utama mengapa partisipasi masyarakat penting dalam proses pembangunan,
yaitu :
31
a. Partisipasi masyarakat dapat menjadi telinga untuk memperoleh informasi
mengenai kondisi, permasalahan dan kebutuhan mereka;
b. Efektifitas dan efisiensi dan program atau proyek pembangunan akan lebih
mudah dicapai, apalagi dalam kondisi kontribusi masyarakat dapat
mengurangi beban biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu implementasi
pembangunan;
c. Partisipasi secara etik moral merupakan hak demokrasi bagi rakyat,
sehingga dengan partisipasi yang maksimal pemerintah sudah otomatis
meredam potensi resistensi dan protes sosial bagi efek-efek samping
pambangunan.
Partisipasi bermakna penyelenggara pemerintah harus mampu
mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat merasa memiliki dan
turut bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama atau
dapat dikatakan bahwa partisipasi adalah memberikan kesempatan bagi
semua peserta forum untuk terlibat dan berperan serta secara aktif dalam
keseluruhan tahapan proses pengambilan keputusan, Najib (2004).
Pretty (1995) dalam Salman (2005:18-19) mengilustrasikan partisipasi
masyarakat dalam program pembangunan bersifat kontinum, mulai dari
partisipasi yang dimanipulasi yang dilakukan pihak luar terhadap masyarakat,
sampai pada mobilisasi diri oleh inisiatif masyarakat itu sendiri dalam
memecahkan masalah/memenuhi kebutuhan sesuai keberadaannya.
32
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan dari yang
terendah sampai tertinggi sebagai berikut :
1. Partisipasi manipulasi (kooptasi), partisipasi komunitas secara sederhana,
dimana keterwakilan rakyat pada badan pemerintah tidak melalui
pemilihan secara demokrasi, dan representasi komunitas pada badan
pemerintah tidak memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan;
2. Partisipasi Pasif (kepatuhan), komunitas partisipasi melalui penyampaian
apa yang terjadi atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku
pembangunan.
3. Partisipasi Konsultasi (konsultatif), komunitas berpartisipasi melalui
konsultasi atau menjawab pertanyaan. Dimana agen eksternal
menetapkan masalah dan proses pengumpulan informasi serta mengontrol
analisa. Sebagian besar proses konsultatif langsung tanpa berbagi
pendapat dalam pengambilan keputusan, dan profesional eksternal tidak
memiliki kewajiban untuk mengakomodir pandangan masyarakat dalam
formulasi rencana/keputusan;
4. Partisipasi Material (kontribusi), komunitas berpartisipasi melalui kontribusi
sumberdaya seperti tenaga kerja, atau bentuk material seperti bahan
makanan atau dana. Bentuk seperti ini sangat umum, yang didalamnya
komunitas belum menjadi pemangku dari praktek pembangunan yang
langsung;
33
5. Partisipasi Fungsional (kerjasama), partisipasi komunitas dilihat oleh orang
luar sebagai cara (means) untuk mencapai tujuan. Rakyat berpartisipasi
melalui pembentukan kelompok-kelompok untuk menemukan kelompok
yang berpengaruh, mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
6. Partisipasi Interaktif (saling belajar), rakyat terlibat dalam analisis bersama,
pengembangan rencana aksi dan pembentukan/penguatan kelembagaan
lokal. Partisipasi dilihat dalam makna yang benar, bukan sekedar sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Proses ini melibatkan metodologi
interdisipliner untuk mendapatkan perspektifyang lebih beragamdan
proses belajar yang sistematis dan terstruktur, karena kelompok
masyarakat memainkan kontrol dalam pengambilan keputusan dan
menentukan bagaimana sumberdaya digunakan, maka mereka menjadi
pemangku dalam memelihara struktur dan praktek;
7. Mobilisasi Diri (pemberdayaan), rakyat bepartisipasi dengan cara
mengambil inisiatif secara independen dari lembaga eksternal dalam
mengubah sistem. Dalam hal ini dimana masyarakat membangun kontak
dengan lembaga luaruntuk dukungan sumberdaya dan bimbingan
teknisyang diperlukan, tetapi tetap mengontrol bagaimana sumberdaya
yang ada dan digunakan. Mobilisasi diri dapat meluas bila pemerintah dan
LSM menyiapkan kerangkapemberdayaan dalam dukungannya.
34
Ketika tangga partisipasi meningkat dari tingkat yang rendah ke tingkat
yang lebih tinggi, maka dibutuhkan berbagai kemampuan untuk mengelola
atau meningkatkan tingkat partisipasi tersebut. Kecakapan warga dan
pemerintah untuk mengelola tahapan yang ada dan mendorong ketangga
partisipasi yang lebih tinggi merupakan faktor penting dalam kemajuan
pendekatan partisipatif. Sering ditemukan berbagai perencanaan yang
partisipatif ketika diimplementasikan ternyata masih merupakan tahapan
partisipasi yang masih rendah, bukan karena komitmen untuk melaksanakan
melainkan ketidakmampuan organisasi masyarakat dan pemerintah untuk
mengawal implimentasi kebijakan tersebut.
Partisipasi masyarakat dalam implimentasi pembangunan akan
melahirkan apa yang disebut kepekaan integritas (sence of integritas) yang
merupakan rasa kesatuan, rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan, dan rasa
kegotongroyongan yang muncul karena akumulasi pengalaman keterlibatan
dalam implimentasi pembangunan.
Dalam melaksanakan perencanaan hukum, yang perlu mendapatkan
perhatian utama adalah meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Kesadaran hukum masyarakat merupakan persoalan yang sebenarnya agak
rumit. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat Indonesia merupakan
suatu masyarakat majemuk atau pluralistik, yang mencakup pelbagai
kesadaran baik yang bersifat pribadi maupun kelompok. Dengan demikian
terdapat kesadaran hukum yang tidak tunggal atau seragam, meski harus
35
diakui bahwa atas dasar studi perbandingan, terdapat bermacam-macam
persamaan di dalam masyarakat majemuk tersebut. Persamaan-persamaan
yang ada hendaknya dimanfaatkan untuk dapat menyusun suatu unifikasi
hukum, akan tetapi perbedaan-perbedaan yang ada tidak boleh diremehkan,
oleh karena tidak jarang menyangkut dasar dari sistem atau sub sistem
masyarakat yang bersangkutan (Muhlizi (2009).
Lebih lanjut menurut Muhlizi (2009) Pembangunan hukum, haruslah
dilihat secara holistik sebagai upaya sadar, sistematis, dan
berkesinambungan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang semakin maju, sejahtera, aman, dan tenteram di dalam
bingkai dan landasan hukum yang adil dan pasti. Proses pembangunan
hukum berkaitan erat dengan : (1) proses pembuatan hukum atau perangkat
peraturan perundang-undangan yang memungkinkan nilai-nilai normatif yang
hidup di dalam masyarakat untuk diformulasikan sedemikian rupa dan
kemudian dilegitimasikan oleh kekuasaan umum menjadi norma publik (law
making process), (2) proses pelaksanaan dan penegakan (law enforcement)
yang memungkinkan hukum yang dibangun dan dikembangkan menjadi
hidup dan dapat bekerja secara fungsional (living law in action), dan proses
pembinaan dan pembangunan kesadaran hukum masyarakat yang
memungkinkan hukum dan sistem hukum yang dibangun memperoleh
dukungan sosial dalam arti luas (legal awareness). Dengan perkataan lain,
pembangunan hukum itu secara sistemik menyangkut : (a). materi hukum
36
dan prosedur-prosedurnya, (b). institusi, termasuk aparat yang terlibat di
dalamnya, mekanisme kerja institusi hukum, serta sarana dan prasarana
penunjang yang diperlukan untuk itu, (c). kesadaran hukum dan budaya
hukum masyarakat yang menjadi subyek hukum yang bersangkutan.
Menurut Muhlizi (2009), dari komponen sistem hukum diatas salah
satunya adalah kesadaran hukum dan masyarakat hukum sebagai subjek
hukum yang menjadi sasaran pelaksanaan pembangunan hukum.
Masyarakat hukum adalah himpunan berbagai kesatuan hukum (legal unity)
yang satu sama lain terikat dalam suatu hubungan yang teratur. Kesatuan
hukum yang membentuk masyarakat hukum itu dapat berupa individu,
kelompok, organisasi atau badan hukum negara, dan kesatuan-kesatuan
lainnya. Sedangkan alat yang dipergunakan untuk mengatur hubungan antar
kesatuan hukum itu disebut hukum, yaitu kesatuan sistem hukum yang
tersusun atas berbagai komponen. Pengertian ini merupakan refleksi dari
kondisi obyektif berbagai kelas masyarakat hukum, yang secara umum dapat
diklasifikasikan atas tiga golongan utama, yaitu: (a). masyarakat sederhana;
(b). masyarakat Negara; dan (c). masyarakat internasional.
Menurut Rosidi (2009), di dalam suatu masyarakat hukum fungsi
perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan memanfaatkan hukum.
Hal ini disebabkan karena:
1. pertama, hukum merupakan hasil penjelajahan ide dan pengalaman
manusia dalam mengatur hidupnya. Hukum merupakan bentuk pengaturan
37
kehidupan manusia yang paling tua, yang pada abad ke-20 telah diyakini
sebagai design dan pengaturan hidup yang paling modern dan
representatif. Hampir tidak terdapat satupun negara yang tidak berbentuk
negara hukum;
2. Kedua, terbawa oleh hakekat pengadaan dan keberadaan hukum dalam
suatu masyarakat, terutama untuk mengatur kehidupan masyarakat.
Termasuk di dalamnya pengaturan terhadap perubahan yang terjadi atau
yang hendak dilakukan oleh masyarakat.
3. Ketiga, fungsi mengatur itu telah didukung oleh potensi dasar yang
terkandung dalam hukum, yang melampaui fungsi mengatur, yaitu juga
berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengaman, pelindung, dan
penyeimbang, yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif dan fleksibel,
melainkan juga prediktif dan antisipatif. Potensi hukum ini terdapat pada
dua dimensi utama dari fungsi hukum, yaitu fungsi preventif dan represif.
Preventif adalah fungsi pencegahan, fungsi ini dituangkan dalam bentuk
pengaturan pencegahan (prevention regulation) yang hakekatnya
merupakan design dari setiap tindakan yang hendak dilakukan oleh
masyarakat. Design ini meliputi seluruh aspek tindakan manusia, termasuk
resiko, dan pengaturan prediktif terhadap bentuk penanggulangan resiko
itu. Sedangkan represif adalah fungsi penanggulangan. Fungsi ini
dituangkan dalam bentuk penyelesaian sengketa atau pemulihan terhadap
kerusakan keadaan yang diakibatkan oleh resiko tindakan yang terlebih
38
dahulu telah ditetapkan dalam perencanaan tindakan itu. Dimensi fungsi ini
menunjukkan bahwa hukum merupakan instrumen yang tidak hanya
potensial untuk mengatur dan menjaga harmonisasi kehidupan
masyarakat, melainkan juga potensial untuk merekayasa masyarakat.
4. Keempat, dalam isu pembangunan global itu hukum telah dipercaya untuk
mengemban misinya yang paling baru, yaitu sebagai sarana perubahan
sosial atau sarana pembangunan. Kepercayaan ini didasarkan pada
hakekat dan potensi hukum sebagai inti kehidupan masyarakat.
Fungsi baru itu berarti perkembangan dan beban baru bagi hukum. Rasio
pembangunan hukum itu terletak dalam perspektif ini. Untuk mengemban
fungsi barunya, hukum membutuhkan peningkatan kapasitas dalam bentuk
pembangunan dan pembaharuan terhadapnya. Pembangunan dan
pembaharuan ini dapat berbentuk rekonstruksi, intensifikasi fungsi, atau
pengembangan fungsi. Rekonstruksi itu dapat berbentuk penggantian,
penataan, pengelolaan dan pengembangan hukum. Penggantian hukum
dilakukan terhadap hukum yang telah kekurangan atau kehabisan daya
dukungannya. Penataan hukum dilakukan terhadap hukum yang berada
dalam kondisi mis-koordinasi, berbatas substansi tidak jelas, atau yang
bertumpang tindih fungsi dan substansi. Pengelolaan hukum dilakukan
terhadap hukum yang daya dukungnya telah memadai dan
pengembangan hukum dilakukan terhadap hukum yang daya dukungnya
telah baik, berdasarkan kebutuhan kondisi. Hal penting yang perlu
39
ditegaskan dalam kaitan dengan pembahasan terakhir ini adalah bahwa
makna hukum ditempatkan tidak hanya pada makna hukum normatif,
melainkan terutama dalam konteks makna hukum sebagai suatu sistem.
C. Program Desa Sadar Hukum
Menurut Muhlizi (2009) untuk melaksanakan pembangunan dan
pembaharuan hukum yang merupakan suatu sistem diperlukan perencanaan.
Perencanaan merupakan unsur yang sangat penting dalam mengelola
organisasi . Perencanaan merupakan suatu perumusan dari persoalan-
persoalan tentang apa dan bagaimana suatu pekerjaan hendak
dilaksanakan. Perencanaan juga merupakan suatu persiapan (preparation)
untuk tindakan-tindakan kemudian. Perencanaan meliputi hal-hal yang akan
dicapai, yang kemudian memberikan pedoman, garis-garis besar tentang apa
yang akan dituju. Kekhususan sifat perencanaan ialah dominannya fungsi
perencanaan untuk keberhasilan seluruh manajemen. Menurut pandangan
politis strategis, jika keseluruhan manajemen mempunyai nilai strategis,
dengan sendirinya perencanaan sebagai bagian tentu juga mempunyai sifat
dan strategis. Dan bila perencanaan sebagai langkah awal pemerintah,
bernilai strategis, besar harapan bahwa keseluruhan manajemen akan
bernilai strategis pula.
40
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M – 01.PR.07.10 Tahun 2005 Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, pada BAB I Pasal 2 menyatakan bahwa :
Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam
wilayah Propinsi berdasarkan kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia R.I dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas, Kantor Wilayah menyelenggarakan fungsi :
a. pengkoordinasian, perencanaan, pengendalian program, dan
pengawasan;
b. pembinaan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
c. penegakan hukum di bidang pemasyarakatan, keimigrasian,
administrasi hukum umum, dan hak kekayaan intelektual;
d. perlindungan, pemajuan, pemenuhan, penegakan dan penghormatan
hak asasi manusia;
e. pelayanan hukum;
41
f. pengembangan budaya hukum dan pemberian informasi hukum,
penyuluhan hukum, dan diseminasi hak asasi manusia;
g. pelaksanaan kebijakan dan pembinaan teknis di bidang administrasi di
lingkungan Kantor Wilayah.
Berdasarkan ketentuan pasal 3 huruf (b) dan huruf (f), maka kantor
wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku mempunyai
tugas yang sebgaimana telah ditentukan RENSTRA Kementrian Hukum dan
HAM Republik Indonesia dalam melaksanakan pembangunan hukum daerah,
yang salah satu programnya adalah perencanaan pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon.
Adapun tujuan dari program desa sadar hukum berdasarkan Peraturan
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor : PHN.03.05.-73 tahun
2008 tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum pada Lampiran I , yaitu :
1. Agar setiap anggota masyarakat mengetahui dan meningkatkan
kesadaran akan hak dan kewajibannya;
2. Agar setiap anggota masyarakat memahami dan mentaati terhadap hukum
yang berlaku.
42
Dalam Lampiran I Peraturan Kepala badan Pembinaan Hukum
Nasional, menyatakan bahwa pembentukan Kadarkum dibentuk di Pusat, di
Propinsi, dan di Kabupatan/Kota, antara lain sebagai berikut :
1. Pembentukan Kadarkum di Pusat ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia;
2. Di Propinsi dengan keputusan Gubernur; dan
3. Di Kabupaten/Kota dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Lebih lanjut disampaikan pula keanggaotaan kadarkum terdiri atas
anggota masyarakat yang atas kemauannya sendiri berusaha untuk
meningkatkan kesadaran hukumnya, dan tidak terikat pada syarat :
a. Usia;
b. Jenis kelamin;
c. Pekerjaan;
d. Pendidikan;
e. Syarat lainnya.
Kelompok kadarkum dapat ditinjau dari perspektif modal
pembangunan, karena keberadaan kelompok kadarkum yang menjadi
sasaran desa binaan hukum bisa menjadi modal sosial dalam pembangunan.
Masyarakat yang memiliki modal sosial yang tinggi cenderung bekerja secara
43
gotong-royong, guyub, merasa aman untuk berbicara dan mengatasi
perbedaaan-perbedaan di antara mereka.
Modal sosial dapat diartikan sebagai hasil dari relasi yang intim dan
konsisten di antara masyarakat. Elemen utama dari kadarkum dan desa
binaan hukum yaitu, social capital mencakup norms, reciprocity, trust,
dan network. Keempat elemen tersebut berpengaruh secara signifikan
terhadap perilaku kerjasama untuk mencapai hasil yang diinginkan yang
mampu mengakomodasi kepentingan individu yang melakukan kerjasama
maupun kelompok secara kolektif. Menurut World Bank (1998) social
capital tidaklah sesederhana hanya sebagai penjumlahan dari institusi-
institusi yang dibentuk oleh masyarakat, tetapi juga merupakan perekat dan
penguat yang menyatukan mereka secara bersama-sama. Social
capital meliputi share values dan rules bagi perilaku sosial yang
terekspresikan dalam hubungan-hubungan antar personal, trust dan common
sense tentang tanggung jawab terhadap masyarakat, semua hal tersebut
menjadikan masyarakat lebih dari sekedar kumpulan individu-individu.
Modal dasar dari adanya ikatan sosial yang kuat adalah adanya
kerjasama di antara anggota kelompok atau organisasi dalam hal komunitas
suatu desa/kelurahan, dimana ikatan social tersebut akan terbanguan apabila
ada kerjasama di antara semua warga masyarakat. Kerjasama akan
terbangun dengan baik apabila berlandaskan kepercayaan di antara para
44
anggotanya. Kemampuan komunitas atau kelompok – kelompok untuk
bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan baik di antara anggota –
anggotanya maupun dengan pihak luar merupakan kekuatan yang besar
untuk bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan pihak lain, karena itulah
disebut ‘modal sosial’. Jika warga masyarakat saling bekerjasama dan saling
percaya yang didasarkan kepada nilai – nilai universal yang ada , maka tidak
akan ada sikap saling curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya.
Modal dasar dari desa/kelurahan binaan hukum adalah Komunitas
Kelompok Kadarkum. Di dalam komunitas kadarkum ini, nilai-nilai seperti
gotong-royong, kepercayaan, kohesifitas, altruisme, jaringan dan kolaborasi
sosial diartikulasi di setiap pertemuannya, baik melalui metode simulasi, temu
sadar hukum atau diskusi, lomba kadarkum serta program kegiatan lainnya.
Modal sosial bersifat bottom-up, seperti halnya komunitas kadarkum yang
merupakan upaya swadaya dari masyarakat untuk menjadikan diri mereka
paham dan taat terhadap aturan-aturan hukum.
Rencana pembentukan dan pembinaan desa/kelurahan sadar hukum
dari perspektif Modal Sosial, kiranya keberadaan desa/kelurahan ini dapat
dimanfaatkan oleh banyak stakeholder pembangunan. Misalnya, BNN dalam
rangka pencegahan narkoba dan Kejaksaan Tinggi dalam pemberdayaan
keberadaan kelompok kadarkum binaan ini. BNN dan Kejaksaan Tinggi bisa
mensinergikan program-programnya dengan program kegiatan Kantor
45
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia secara bersama-sama
melakukan pembinaan di daerah/desa rawan narkoba (red district) dan
memberikan pemahaman dan pengetahuna tentang bagaimana kinerja dari
Kejaksaan Tinggi dalam melakukan sebagaian tugas dalam mengungkap
kasus misalnya Korupsi. Dengan dibentuk kelompok kadarkum yang pada
gilirannya daerah tersebut akan dibina secara bersama-sama sehingga
desa/kelurahan tersebut bisa menjadi sadar hukum. (kris dalam desa sadar
hukum sebagai modal sosial dalam pembangunan).
Penyuluhan hukum merupakan program kegitan yang dilaksanakan oleh
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka mewujudkan
kesadaran hukum masyarakat kearah yang lebih baik dalam menggerakkan,
membina dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan penyebaran informasi
dan sosialisasi hukum kepada anggota masyarakat dalam suatu
desa/kelurahan untuk menjadi desa/kelurahan binaan hukum yang pada akhir
menjadi desa/kelurahan sadar hukum.
Menurut Mulyana W. Kusumah, dkk. (1998:70) penyuluhan hukum
adalah serangkaian kegiatan penyebarluasan informasi kepada seluruh
warga masyarakat tentang aturan-aturan hukum yang berlaku. Hukum
memiliki banyak fungsi, salah satu dari fungsi hukum adalah a tool of social
atau alat rekayasa social. Sehubungan dengan fungsi ini, maka proses
sosialisasi peraturan perundang-undangan yang menjadi bagian penting
46
dalam proses pemebetukan desa/kelurahan sadar hukum diupayakan agar
peraturan-perturan tersebut benar-benar efektif diberlakukan.
Menurut Achmad Ali (1998:195) tujuan sosialisasi antara lain adalah :
1. Agar warga masyarakat mengetahui kehadiran suatu undang-undang atau
peraturan;
2. Agar warga masyarakat dapat mengetahui isi suatu undang-undang;
3. Agar warga masyarakat dapat menyesuaikan diri atau pola piker dan
tingka laku dengan tujuan yang dikehendaki oleh Undang-Undang atau
peraturan hukum tersebut.
Pengaruh sosialisasi dan komunikasi sangat besar pengaruhnya
dalam rangka penegakkan hukum serta dalam rangka pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum. Menurut Sajtipto Rahardjo (1982:91) Efektifitas
dari sosialisasi dan komunikasi hukum adalah :
1. Makin banyak saluran untuk pembeitahuan keputusan, makin besar
dampaknya;
2. Informasi mengenai ketentuan tentang kepatuhan terhadap suatu
keputusan akan mendatangkan dampak lebih besar daripada diskusi
secara umum mengenai suatu kasus;
3. Pemberitaan tentang reaksi negative dengan segera, cenderung untuk
menaikkan ketidakpatuhan.
47
Meskipun dinyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui
hukum, akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Oleh karena itu dalam
rangka pembentukan desa/kelurahan sadar hukum ini Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM mengemban tugas yang penting dalam
rangka menyelenggarakan pembangunan hukum di daerah yakni harus
selalu melakukan penyebarluasan pengetahuan hukum kepada setiap
anggota masyarakat baik itu di wilayah Provinsi, Kabupaten dan kota agar
jumlah anggota masyarakat di setiap desa/kelurahan bertambah
pengetahuan dan pemahaman tentang hukum. Dengan bertambahnya setiap
anggota masyarakat yang mengetahui hukum maka diharapkan kita semua
dapat lebih sadar akan manfaat hukum dalam kehidupan.
Selanjutnya pembangunan di Negara kita yang merupakan
pembangunan di segala bidang, didasarkan pada asas pembangunan
nasional, salah satu diantaranya adalah asas kesadaran hukum. Setiap
warga Negara Indonesia harus selalu patuh dan taat kepada hukum, dan
Negara berkewajiban untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
Menurut Soerjono Soekanto (1982:72) salah satu persyaratan agar
hukum dapat berfungsi dengan baik adalah adanya kepatuhan hukum yaitu
jika setiap orang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Kepatuhan
terhadap ketentuan-ketentuan hukum menunjukkan efektifitas keberlakuan
hukum ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, jika kaidah hukum
48
dipatuhi atau digunakan maka hukum itu mampu mempunyai pengaruh positif
yang biasa disebut efektifitas hukum menurut Rusli Effendy, dkk (1991:76).
Lebih lanjut Scholten (Chairuddin, 1991:104) mengatakan bahwa
kesadaran hukum itu tidak lain adalah suatu kesadaran yang ada dalam
kehidupan manusia untuk selalu patuh dan taat kepada hukum. Menurut
Liaca Marzuki (1995:96) fungsi kesadaran hukum rakyat berkaitan dengan
kepatuhan hukum, sekalipun kepatuhan hukum belum tentu mencerminkan
kesadaran hukum para anggota masyarakat. Kepatuhan hukum yang
didasarkan kepada pemaksaan, niscaya tidak dapat lahir dari sikap batiniah
yang memancarkan nilai kesadaran hukum.
Kiranya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum yang menjadi bagian penting dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat yang dilaksanakan dengan
berbagai program kegiatan temu sadar hukum, sosialisasi peraturan
perundang-undangan, ceramah penyuluhan hukum, diskusi dan simulasi
adalah bagian penting dalam pembangunan hokum yang harus diterima oleh
masyarakat tanpa ada paksaan dan dari hati. Sehingga perencanaan,
pengelolaan, dan pelaksanaan program kegiatan tersebut diatas dilakukan
dengan lebih merata dan menjangkau seluruh lapisan/golongan masyarakat
yang lebih luas, melalui berbagai pola penyuluhan hukum dengan
mengusahakan tetap adanya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar
49
instansi Menurut Mulyana W Kusumah, dkk, 1998:7-8). (Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM dengan PEMDA Provinsi, Kabupaten dan
Kota).
Upaya untuk mewujudkan kesadaran hukum masyarakat merupakan
program kegiatan pembangunan hukum yang tidak mudah karena sangat
berkaitan dengan pelbagai kehidupan, meskipun kesadaran hukum itu dapat
dibentuk. Menurut Mustafa Abdullah dan Soerjono Soekanto (1982:213)
bahwa kesadaran hukum dapat dibentuk melalui program-program
pendidikan tertentu, yang memberikan suatu bimbingan kearah kemampuan
untuk dapat memberikan penilain kepada hukum, bahkan hukum dapat pula
dijadikan sarana untuk itu.
Menurut Satjipto Raharjo (1983) membuat analisis bagaimana
sebenarnya budaya hukum yanga berlaku dalam masyarakat Indonesia. Hal
yang tidak dapat diabaikan adalah peranan orang-orang atau anggota
masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan hukum. Hukum yang
dijalankan dalam masyarakat banyak ditentukan oleh sikap, pandangan serta
nilai-nilai yang hidup, dihayati oleh masyarakat.
Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha
yang harus terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah
satu usahanya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum. Dalam rencana
50
strategi Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2010-2014 program
pemberdayaan masyarakat untuk sadar hukum dilaksanakan melalui
serangkaian kebijakan dan kegiatan prioritas, antara lain seluruh Desa di
Indonesia menjadi Desa Sadar Hukum dan HAM. Salah satu unit yang
melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat adalah Badan
Pembinaan Hukum Nasional melalui Pusat Penyuluhan Hukum, yang
kemudian kebijakan dan kegiatan prioritas diteruskan ke Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Maluku yang secara terprogram
menjalankan program kegiatan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum.
Dalam menjalankan program kegiatan pembentukan desa/kelurahan
sadar hukum Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan Hak Asasi Manusia
Maluku tetap mengacu pada petunjuk teknis dari Badan pembinaan Hukum
Nasional Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Disamping itu
menurut keterangan dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Ham Maluku yang menjabat pada periode Tahun 2010 mengatakan bahwa
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku menargetkan
sejumlah desa sadar hukum dan mengerti tentang masalah HAM. Lebih
lanjut disampaikanm bahwa untuk sementara, sudah 5 desa dan 1 kelurahan
yang telah dijadikan sasaran desa sadar hukum di Kota Ambon meliputi desa
Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, kelurahan Waehaong Kecamatan
Nusaniwe, Desa Batumerah Kecamatan Sirimau, Desa Waiheru Kecamatan
51
Baguala, Desa Leihari Kecamatan Leitmur dan Hunuth/Durian Patah,
kecamatan Baguala," kata Kakanwil Depkum HAM Maluku, Chris Leihitu.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku
mengeharapkan dari puluhan ribu desa/keluraha di Maluku ini, ada yang
betul-betul menjadi andalan sebagai desa sadar hukum, dimana
masyarakatnya taat membayar pajak, mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tidak membuat pelanggaran dan benar-benar
memahami yang namanya hak asasi manusia.
Pembentukan desa sadar hukum sudah menjadi tugas pokok dan tanggung
jawab Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku pada Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM di bidang pelayanan hukum.
Proses pembentukannya diawali Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM dan Ketua Pengadilan Negeri dan bekerjasama dengan Pemerintah
Daerah setempat untuk dibina, kemudian diajukan ke Gubernur untuk
memperoleh keputusan dan nantinya diresmikan.
"Tapi tentunya dalam menjalankan program pembentukan desa sadar hukum
ini tidak mudah akan di dorong terus karena sudah menjadi salah satu tugas
pokok dan fungsi dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku
katanya. Selain tiga lokasi kecamatan di Pulau Ambon, Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku secara bertahap akan melancarkan
program pembinaan desa sadar hukum di kabupaten lain di Pulau Buru,
52
Pulau Seram, Maluku Tenggara dan Kota Tual sampai ke Maluku Barat Daya
(MBD).
D. Kerangka Konseptual
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan
Kanwil Kemenkumham dalam hal ini Bidang Pelayanan Hukum pada Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM melakukan pembentukan Desa Sadar Hukum
dan menganalisa proses Perencanaan Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar
Hukum di Kota Ambon, dimana Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Maluku memilki program kegiatan yang dalam penyusunan program
kegiatan perencanaan pembungunan dibidang hukum harus berkoordinasi
dengan Divisi Administrasi, Divisi Pemasyarakatan, Divisi Keimigrasian, dan
Divisi Pelayanan Hukum dan HAM serta Unit Pelaksana Teknis di wilayah
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Maluku dalam penyusun program kegiatan.
Dalam hal ini, unsur koordinasi merupakan suatu proses yang selalu
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Berdasarkan kenyataan bahwa dalam proses penyusunan
perencanaan program kegiatan sebagaimana yang telah diuraikan pada latar
belakang bahwa kewenangan Kantor Wilayah dalam proses penyusunan
hanya pada pengusulan program kegiatan yang harus disesuiakan dengan
kondisi geografis wilayah dan dipadukan dengan Rencana Strategis
53
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Program kegiatan yang
berkaitan dengan pembentukan desa/kelurahan desa sadar hukum,
dilaksanakan oleh Divisi Pelayanan Hukum dan HAM bidang Pelayanan
Hukum. Untuk mendukung terlaksananya pembentukan desa/kelurahan
sadar hukum terdapat program kegiatan yang harus dilaksanakan dan di
programkan secara berkesinambungan yaitu : kegiatan ceramah penyuluhan
hukum terpadu, kegiatan temu sadar hukum, kegiatan inventarisasi
desa/kelurahan binaan atau desa/kelurahan sadar hukum, sosialisasi
peraturan perundang-undangan, diskusi dan simulasi, Kegiatan Bimbingan
Teknis penyuluhan Hukum, kegiatan Dialog Interaktif di RRI dan Radio
Swasta, Pameran Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat dan kegiatan
lainnya. Meskipun diakui bahwa untuk membangun kesadaran hukum
masyarakat tidak mudah membalikkan telapak tangan, maka diperlukan
perencanaan program kegiatan yang terencana dan terarah serta didukung
dengan sarana dan prasarana demi tercapainya tujuan yang dikehendaki.
Sedangkan untuk proses pembentukan desa sadar hukum itu harus di
dasarkan dan mengikuti petunjuk pelaksanaan dari : Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 yang kemudian
diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-
09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009
54
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI,
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-PR.07.10 Tahun 2005
tentang Organisasi Tata Kerja Kanwil Kemenkum HAM Maluku, Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Pola
Penyuluhan , Peraturan Kepala BPHN No. PHN.HN.03.05-73 Thn 2008
Tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum, Laporan-laporan Kegiatan Penyuluhan
Hukum/Temu Sadar Hukum, Inventarisasi Desa/Kelurahan Binaan atau
Desa/Kelurahan Sadar Hukum, Penetapan Walikota Ambon tentang
Pembinaan Desa/Kelurahan Binaan.
Disampaikan pula bahwa pada kenyataannya bila dipopulasikan belum
ada desa/kelurahan di Kota Ambon yang sudah ditetapkan sebagai
desa/kelurahan sadar hukum. Faktanya dari tahun 2008, tahun 2009, dan
tahun 2010, dan tahun 2011 berdasarkan program kegiatan Inventarisasi
Desa Binaan/Desa Sadar Hukum yang proses kegiatannya dilakukan dengan
menyurati Bupati dan Walikota se Propinsi Maluku hanya Kota Ambon yang
merespon Surat Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Maluku itupun dilakukan pada tahun 2010. Respon terhadap Surat
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku
oleh Pemerintah Kota Ambon dengan menerbitkan Surat Keputusan Walikota
Ambon Nomor : 1028 Tahun 2010 Tentang Penetapan Negeri, Desa dan
Kelurahan Binaan Dalam Wilayah Daerah Kota Ambon.
55
Kemudian isi dari Surat Keputusan Walikota Ambon Nomor : 1028
Tahun 2010 Tentang Penetapan Negeri, Desa dan Kelurahan Binaan Dalam
Wilayah Daerah Kota Ambon adalah menetapkan Negeri, Desa dan
Kelurahan Binaan Hukum Kota Ambon Tahun 2010 adalah sebagai berikut :
1. Kecamatan Nusaniwe, yakni Negeri/Desa Latuhalat dan Kelurahan
Waihaong;
2. Kecamatan Sirimau, yakni Negeri/Desa Batumerah;
3. Kecamatan Teluk Ambon, yakni Desa Hunuth/Durian Pata;
4. Kecamatan Baguala, yakni Desa Waiheru; dan
5. Kecamatan Leitimur Selatan, yakni Negeri/Desa Leahari.
Dalam Surat Keputusan Walikota tersebut dinyatakan Negeri, Desa
dan KelurahanBinaan Hukum dengan memenuhi syarat yang ditetapkan dan
pembinaan dilaksanakan melalui : kegiatan Penyuluhan Hukum; kegiatan
Temu Sadar Hukum; Kegiatan Simulasi di bidang Hukum; dan kegiatan
Lomba Kadarkum.
Bila dilihat dari dalam penyusunan program kegiatan khususnya pada
bidang pelayanan hukum Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, itu terasa masih
terdapat keterbatasan dalam penyusunan dan pengusulan program kegiatan
yang menunjang perencanaan terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di
Kota Ambon sehingga bila dikaji lebih lanjut, maka masih terdapat kurangnya
volume kegiatan yang menjadi kegiatan prioritas dalam mendukung
56
terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon tidak berjalan
dengan dukungan program kegiatan yang tersedia dalam APBN, kurangnya
sarana dan prasarana, volume kegiatan yang sedikit, kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia yang kurang, serta ketersediaan anggaran atau
alokasi anggaran yang terbatas dalam mendukung terbentuknya
desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon.
Situasi ini mengakibatkan terhambatnya perencanaan pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum yang dilaksanakan oleh Bidang pelayanan
Hukum Divisi Pelayanan Hukum dan HAM pada Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku. Untuk lebih jelasnya kerangka penelitian ini dapat
dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
57
Perencanaan Pembentukan Desa/Kelurahan
Sadar Hukum di Kota Ambon
Peranan Kantor Wilayah
Faktor Penghambat Proses Pembentukan
1. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah
a. Peran Koordinasib. Fungsi Pembinaan
2. Bentuk Kegiatan yang dilaksanakan
3. Kerjasama Instansi
1. Kurangnya Volume Kegiatan
2. Terbatasnya Anggaran
3. Kurangnya SDM Tenaga Penyuluh Hukum
4. Kurang Pegawai5. Kurangnya Sarana
dan Prasarana Pendukung
1. Tugas Pokok dan Fungsi Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
2. Pola Penyuluhan Hukum
3. Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Kadarkum
4. Kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum
5. Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar Hukum
TERBENTUKNYA DESA/KELURAHAN SADAR HUKUM DI KOTA AMBON
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat studi kasus (case study) dengan tipe penelitian
diskriptif yaitu memberikan gambaran secara menyeluruh (comprehensive)
tentang Perencanaan Pembentukan Desa Sadar Hukum Di Kota Ambon
khususnya ditinjau dari peranan dan proses Pembentukan Desa Sadar
Hukum di Kota Ambon Khususnya di Negeri/Desa Batumerah dan Kelurahan
Waihaong, Oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku dan
Pemerintah Daerah Kota Ambon.
Analisis yang digunakan adalah kualitatif untuk menjelaskan
kenyataan atau temuan-temuan empiris dalam Perencanaan Pembentukan
Desa Sadar Hukum di Kota Ambon.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Wilayah Kementerian hukum dan
Hak Asasi Manusia Maluku dan penelitian dilaksanakan PEMDA Kota Ambon
yaitu Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon Camat Sirimau dan Camat
Nusaniwe Kota Ambont serta Desa Batumerah Kecamatan Sirimau dan
59
Kelurahan Waihaong Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon yang menjadi
sasaran penelitian berdasarkan Penetapan Walikota Ambon tentang
pembinaan pada desa dan kelurahan tersebut. Waktu penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah bidang Pelayanan Hukum Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM di bawah Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku antara lain : Kadiv Yankum HAM, Kepala Bidang
Pelayanan Hukum, Kepala Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
Sedangkan untuk wilayah Kota Ambon sendiri penelitiannya antara
lain yaitu : Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon, Camat Nusaniwe, Camat
Sirimau, Masyarakat di Kelurahan Waihaong dan Masyarakat di Negari/Desa
Batu Merah yang masing-masing diwakili oleh 10 orang anggota masyarakat
yang merupakan peserta sekaligus anggota Kadarkum. Sehingga seluruh
responden diharapkan dapat mewakili populasi penelitian.
D. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 2 (dua) sumber
yaitu :
60
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
diamati dan dicatat melalui metode wawancara dan pengamatan
(observasi) langsung dilapangan.
Data primer yang dikumpulkan meliputi peranan Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam proses meliputi :
a. Penetapan program kegiatan dalam Pembentukan Desa Sadar Hukum
b. Penetapan anggran;
c. Pembinaan dan sosialisasi dalam rangka Pembentukan Desa Sadar
Hukum khususnya di Desa Batumerah dan Kelurahan Waihaong di
Kota Ambon.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh tidak melalui upaya sendiri
melainkan melalui dokumen-dokumen tertulis yaitu :
a. Dokumen yang berkaitan dengan program-program kegiatan yang
berkaitan dengan pembinaan dan pembentukan desa sadar hukum dan
laporan laporan kegiatan pada Divisi Pelayanan hukum dan HAM
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku.
b. Dokumen tentang lokasi penelitian yang meliputi kondisi geografis,
keadaan penduduk dan aspek-aspek lain yang menyangkut kondisi dan
keadaan wilayah penelitian.
E. Metode Pengumpulan Data
61
Pengumpulan data dalam studi ini adalah dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan baik
melalui wawancara secara langsung kepada responden dengan
menggunakan daftar pertanyaan dan pedoman wawancara yang telah
dipersiapkan kepada para pejabat dilingkungan Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku, Pemda Kota Ambon, Camat.
b. Kuesioner yaitu responden menjawab sejumlah pertanyaan yang telah
dipersiapkan, yang tujukan kepada masyarakat di Kelurahan
Waihaong dan Masyarakat di Negari/Desa Batu Merah yang masing-
masing diwakili oleh 10 orang anggota masyarakat yang merupakan
peserta sekaligus anggota Kadarkum.
c. Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan melalui
pengamatan langsung terhadap objek kegiatan pad Sub Bidang
Penyuluhan dan Bangtuan Hukum dalam rangka perencanaan
pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon.
d. Dokumentasi yaitu pengumpulan data dari dokumen-dokumen
mengenai peranan dan proses pembentukan desa sadar hukum di
Kota Ambon.
F. Metode Analisis Data
62
Dalam rangka menjawab permasalahan penelitian, maka digunakan
analisis kualitatif deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan
menggambarkan situasi sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya
dengan penelitian ini. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang
Perencanaan Pembentukan Desa Sadar Hukum di Kota Ambon.
.
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, maka
variabel-variabel tersebut dioperasionalkan :
1. Perencanaan merupakan persiapan yang teratur dari setiap usaha untuk
mewujudkan tujuan, sehingga unsur-unsurnya terdiri dari tujuan, kebijakan,
prosedur, program dan progres.
2. Perencanaan Pembangunan adalah suatu usaha yang sistematik dari
berbagai pelaku pembangunan pada tingkat yang berbeda untuk
menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek-aspek fisik,
aspek sosial, ekonomi, aspek hukum dan aspek-aspek lingkungan lainnya
dengan cara terus-menerus menganilis kondisi dan pelaksanaan
pembangunan, merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan,
menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi)
dengan memperhatikan sumberdaya yang tersedia.
3. Pembangunan hukum, haruslah dilihat secara holistik sebagai upaya
sadar, sistematis, dan berkesinambungan untuk membangun kehidupan
63
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang semakin maju, sejahtera,
aman, dan tenteram di dalam bingkai dan landasan hukum yang adil dan
pasti.
4. Perencanaan partisipatif merupakan konsep dengan melibatkan
masyarakat dalam proses perencanaan dimana masyarakat dituntut atau
diajak untuk mendefinisikan apa kebutuhan masyarakat, memikirkan
bagaimana proses penyelesaiannya dan merundingkan bagaimana
penyelesaian masalah/kebutuhan tersebut dinilai keberhasilannya.
5. partisipasi masyarakat merupakan sebuah proses dimana masyarakat
sebagai stakeholder, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan
pembangunan ditempat mereka masing-masing. Jadi masyarakat turut
serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses
pembuatan keputusan dan perolehan sumber daya dan penggunaannya.
6. Pemerintah (Kementerian Hukum dan HAM) adalah aparat/pegawai negeri
sipil yang terlibat dalam peencanaan partisipatif.
7. Masyarakat adalah komunitas Desa Batumerah dan Kelurahan Waihaong
di Kota Ambon yang terlibat dalam pembentukan desa sadar hukum di
kota Ambon.
8. Masyarakat hukum adalah himpunan berbagai kesatuan hukum (legal
unity) yang satu sama lain terikat dalam suatu hubungan yang teratur.
9. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada
akhir periode perencanaan.
64
10. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi.
11.Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) adalah wadah yang berfungsi
menghimpun warga masyarakat yang dengan kemauannya sendiri
berusaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
12. Modal sosial secara sederhana yakni eksistensi dari serangkaian nilai-
nilai atau norma-norma informal tertentu yang dibagikan di antara
anggota-anggota dari kelompok yang membuat kerjasama di antara
mereka. Masyarakat yang memiliki modal sosial yang tinggi cenderung
bekerja secara gotong-royong, guyub, merasa aman untuk berbicara dan
mengatasi perbedaaan-perbedaan di antara mereka.
13. Desa Sadar Hukum adalah desa atau kelurahan yang telah dibina atau
karena swadaya, memenuhi kriteria sebagai desa/kelurahan sadar
hukum.
14. Keterlibatan Stakeholder adalah adanya peran aktif pemerintah, LSM,
dan masyarakat melalui kegiatan pembentukan desa/kelurahan sadar
hukum aktif dalam melakukan pembinaan dan menetukan kebutuhan
serta penentuan program kegiatan.
15. Koordinasi adalah penyatuan gerak dari unit kerja dengan masyarakat
yang dilakukan oleh Kantor Wilayahsehingga tercapai rekomendasi
65
perencanaan partisipasi dalam pembentukan desa/kelurahan sadar
hukum.
16. Instansi adalah instansi yang terlibat dalam proses perencanaan dalam
menyampaikan program kegiatan yang telah dirumuskan oleh unit kerja
kepada masyarakat.
17. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM adalah instansi vertikal
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berkedudukan di
Propinsi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi dalam hal perencanaan pembentukan desa sadar
hukum di Propinsi, Kabupaten dan Kota.
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kota Ambon
1. Sejarah Kota Ambon
Pada tahun 1575, saat dibangunnya Benteng Portugis di Pantai
Honipopu, yang disebut Benteng Kota Laha atau Ferangi, kelompok-
kelompok masyarakat kemudian mendiami sekitar benteng. Kelompok-
kelompok masyarakat tersebut kemudian dikenal dengan nama soa Ema,
Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing dan sebagainya. Kelompok-
kelompok masyarakat inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota
Ambon. Dalam perkembangannya, kelompok-kelompok masyarakat tersebut
telah berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial yang teratur.
Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Pada
tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama
dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat
Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan salah satu momentum
kekalahan politis dari Bangsa Penjajah dan merupakan awal mulanya warga
Kota Ambon memainkan peranannya di dalam Pemerintahan seirama
dengan politik penjajah pada masa itu, serta menjadi modal bagi Rakyat Kota
67
Ambon dalam menentukan masa depannya. Karena itu, tanggal 7 September
ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kota Ambon.
Disamping itu Negeri/Desa Batumerah berasal dari 3 (tiga) Negeri
Ahusen, Negeri Uritetu, dan Negeri Amantelu. Negeri Ahusen saat berada di
belakang Rumah Beri-beri bekas hotel Negera, Negeri Uritetu saat ini
posisinya berada di belakang Kota Victoria/Bekas Benteng Victoria, dan
Negeri Amantelu saat berada di belakang Negeri Halong Utang/Hutan.
Semasa penjajahan sekeitar Tahun 1600 masyarakat di 3 Negeri tersebut
tinggal bersama-sama di Negeri/Desa Batumerah, sehingga Negeri/Desa
Batumerah sudah ada sejak Tahun 1600 dan bergabung menjadi satu untuk
membengun pembuatan Kota Ambon dan Benteng Victoria. Kenyataan atau
bukti bahwa Negeri/Desa Batumerah merupan Negeri/Desa Adat bukan
Negeri/Desa buatan/pendatang yaitu karena Negeri/Desa Batumerah ada
memiliki sifat-sifat petuanan negeri antara lain adalah :
a. Sifat dengan Negeri Halong yaitu Kali Way Ruhu;
b. Sifat dengan Negeri Rurong/Hutumuri yaitu Nani Cap;
c. Sifat dengan Negeri Ema yaitu Batu Bulan; dan
d. Negeri Amahusu yaitu Batu Capeo/Kali Mati
Adapun bukti lainnya yaitu rumah-rumah Tau yang ada di Negeri/Desa
Batumerah yaitu : Warang, Hatala, Lisaholet, Waliulu, Lebeharia, Masaoy,
Hunsow, Suku, Tuhutelu, Lantang, Tahalua, Ehi, Makatita, Lata, Mamang,
dan Nurlete. Dari ke 16 Ruma Tau yang ada saat ini hanya rersisa 10 Ruma
68
Tau yaitu Hatala, Lisaholet, Waliulu, Lebeharia, Masaoy, Hunsow, Tahalua,
Mamang, Nurlete, Suku.
Sedangkan untuk Kelurahan Waihang, bahwa Kelurahan Waihaong
tada Tahun 1971 masih bergabung/menjadi sati dengan Soa Silale yang
disebut Lingkungan Huruf E. Kemudian pada Tahun 1980 Waihaong dibentuk
menjadi Kelurahan, sehingga disebut Kelurahan Waihaong sampai saat ini.
2. Keadaan Administratif
Kota Ambon merupakan salah satu dari 11 Kota/Kabupaten yang
barada di Poropinsi Maluku. Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam
wilayah pulau Ambon, dan secara geografis terletak pada posisi: 3o-
4o Lintang Selatan dan 128o-129o Bujur Timur, dimana secara keseluruhan
Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah. Ambon Letak
Posisi 3o-4o LS (Lintang selatan) 128o-129o BT (Bujur Timur) Batas Wilayah
Sebelah Utara dengan : Petuanan Desa Hitu, Hila, Kaitetu, Kecamatan
Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Sebelah Selatan dengan : Laut Banda
Sebelah Timur dengan : Petuanan Desa Suli, Kecamatan Salahutu,
Kabupaten Maluku Tengah Sebelah Barat dengan : Petuanan Desa Hatu,
Kecamatan Leihitu.
Wilayah Kota Ambon, dengan luas wilayah daratan (km2) sebesar
359,45 Km², sedangkan Luas Wilayah Laut (km2) seluas 17,55 Km², dan
jumlah penduduk (jiwa) 206.210 jiwa (Sensus Kota Penduduk 2000).
69
Ambon terbagi menjadi 5 kecamatan, yaitu: Kecamatan Nusaniwe,
Kecamatan Sirimau, Kecamatan Leitimur Selatan, Kecamatan Baguala,
Kecamatan Teluk Ambon. Kota Ambon terdiri dari 3 Kecamatan seluas
359,45 km2 dengan jumlah penduduk keseluruhan mencapai 206.210 jiwa.
Kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah kecamatan Teluk Ambon
Baguala (158,79 km2), sedangkan kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu
kecamatan Nusaniwe (88,35 km2). Kecamatan dengan tingkat kepadatan
tertinggi yaitu kecamatan Nusaniwe (748 jiwa/km2) sedangkan kecamatan
dengan tingkat kepadatan rendah yaitu kecamatan Teluk Ambon Baguala
(574 jiwa/km2). Kota Ambon meliputi wilayah di sepanjang kepulauan di teluk
Ambon, (luar dan dalam teluk), dan Teluk Baguala Bay, dengan total wilayah
seluas 277 km2 . Jumlah penduduk sekarang kira-kira diprediksikan sebesar
282 ribu jiwa yang terdiri dari berbagai wilayah di kepulauan Ambon.
Luas Wilayah Kecamatan Sirimau 112,31 (Km3), Kecamatan Sirimau
terdiri dari 14 (empat belas) Desa/Kelurahan antara lain yiatu : Kelurahan
Waihoka, Kelurahan Amantelu, Kelurahan Rijali, Kelurahan Karang Panjang,
Kelurahan Batu Meja, Kelurahan Batu Gajah, Kelurahan Ahusen, Kelurahan
Honipopu, Kelurahan Uritetu, Kelurahan Pandan Kasturi, Desa Galala, Desa
Hative Kecil, Desa Batu Merah, dan Desa Soya.
Wialayah Negeri/Desa Batumerah adalah 60.000 H, Negeri/Desa
Batumerah letak geografisnya sebelah timur berbatasan dengan Negeri/Desa
70
Rutong/Hutumuri, Kecamatan Leitimur, sebelah Barat berbatasan dengan
Laut Teluk Ambon, sebelah utara berbatasan dengan Kali Way Ruhu/Negeri
Halong, sebelah Selatan berbatasan dengan Kali Way Batumerah.
Kelurahan Waihaong memiliki luas wilayah 15 H, Kelurahan Waihaong
mekiliki letak geografis berbatasan dengan Kelurahan Wainitu, berbatasan
dengan Kelurahan Mangga Dua, bnerbatasan dengan Kelurahan Silale, dan
berbatasan dengan Kelurahan Teluk Ambon.
3. Iklim
Iklim di Kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena
letak pulau Ambon di kelilinggi oleh laut. Oleh karena itu iklim di sini sangat
dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim,
yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian
musim selalu diselingi oleh musim Pancaroba yang merupakan transisi dari
kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan
Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April
merupakan masa transisi ke musim Timur dan musim Timur berlangsung dari
bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, disusul oleh masa pancaroba pada
bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.
71
4. Keadaan Sosial Budaya
4.1. Penduduk
Penduduk Kota Ambon berjumlah 239.697 jiwa. Luas wilayah 35.945
Ha. Maka kepadatan penduduknya 7 jiwa/Ha. Dari data kependudukan di
atas maka Kota Ambon dapat digolongkan kepada Kelas Kota Sedang,
dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas kota, Kota Sedang adalah
Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa.
Jumlah tenaga kerja dominan di Kota Ambon adalah didominasi
oleh sektor pertanian. Di tahun itu perdagangan hanya menjadi kontributor
kedua dengan sumbangan 21.38 % PDRB, kemudian dikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran (32,6%), kemudian diikuti oleh sektor jasa-
jasa (28,4%), sektor pertanian (21,7%), sektor pengangkutan dan komunikasi
(14,1%). Sedangkan sektor lainnya meliputi sektor pertambangan, industri
pengolahan dan penggalian, bangunan listrik, dan gas rata-rata 2-3%.
Selanjutnya jumlah peduduk di Negeri/Desa Batumerah adalah
50226 jiwa dengan perhitungan tenaga kerja penduduk usia 15 tahun – 60
tahun 32.586 orang/jiwa, ibu rumah tangga 10662 orang/jiwa, 13266
orang/jiwa dengan mata pencaharian dominan adalah pegawai negeri sipil
72
3062 orang, pedagang 2123 orang, buruh/swasta 1324 orang, tukang batu
158 orang, pengrajin kulit mutiara/kerang 120 orang, dan penjahit 98 orang.
Sedangkan jumlah penduduk di Kelurahan Waihaong Kecamatan
Nusaniwe Kota Ambon adalah 6178 jiwa, dengan jumlah tenaga kerja
dominan adalah pedagang 37 %, pegawai negeri 21 %, swasta 13 %, dan
bidang-bidang lain 29 %.
4. 2. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan
masyarakat, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada
kualitass pendidikan. Pembangunan pendidikan di Kota Ambon mengacu
pada (a) Pemerataan dan Akses Pendidikan, (b) Mutu, Relevansi dan Daya
Saing Pendidikan, serta (c) Manajemen Bersih dan Transparan. Selama
tahun 2010-2011, Tingkat Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di bidang
pendidikan tahun 2010-2011 adalah:
1) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah 16,69%. Hal ini berdasarkan
rasio siswa pada jenjang TK/Penitipan Anak sejumlah 3.215 anak terhadap
seluruh anak usia 4 – 6 tahun yang berjumlah 17.367 anak.
2) Penduduk berusia lebih 15 tahun yang melek huruf (tidak buta aksara)
adalah 99,01%. Hal ini berdasarkan rasio penduduk berusia 15 tahun
73
keatas yang dapat membaca tulis sejumlah 64.640 orang terhadap seluruh
penduduk usia diatas 15 tahun yang berjumlah 65.287 orang.
3) Angka Partisipasi Murid (APM) SD/ MI/ Paket A adalah 100,72%. Hal ini
berdasarkan rasio siswa usia 7-12 tahun di jenjang SD/MI/Paket A
sejumlah 32.725 orang terhadap seluruh penduduk kelompok umur 7-12
tahun yang berjumlah 32.491 orang.
4) Angka Partisipasi Murid (APM) SMP/ MTs/ Paket B adalah 99,71%. Hal ini
berdasarkan rasio siswa usia 13-15 tahun di jenjang SMP/MTs/Paket B
sejumlah 14.126 orang terhadap seluruh penduduk kelompok umur 13-15
tahun yang berjumlah 14.896 orang.
5) Angka Partisipasi Murid (APM) SMA/SMK/MA/Paket C adalah 77,92%. Hal
ini berdasarkan rasio siswa usia 16-18 tahun di jenjang
SMA/SMK/MA/Paket C sejumlah 13.121 orang terhadap seluruh penduduk
kelompok umur 16-18 tahun yang berjumlah 16.900 orang.
6) Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI adalah 0,00%. Hal ini berdasarkan
rasio siswa putus sekolah pada jenjang SD/ MI sejumlah 0 orang terhadap
seluruh siswa SD/ MI yang berjumlah 40.238 orang.
7) Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs adalah 0.02%. Hal ini berdasarkan
rasio siswa putus sekolah pada jenjang SMP/MTs sejumlah 2 orang
terhadap seluruh siswa SMP/MTs yang berjumlah 18.114 orang.
8) Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA adalah 0,93%. Hal ini
berdasarkan rasio siswa putus sekolah pada jenjang SMA/SMK/MA
sejumlah 182 orang terhadap seluruh siswa SMA/SMK/MA yang berjumlah
19.654 orang.
74
9) Angka Kelulusan (AK) SD/MI adalah 100%. Hal ini berdasarkan rasio
lulusan pada jenjang SD/MI sejumlah 5.752 terhadap seluruh siswa SD/MI
yang mengikuti ujian berjumlah 5.752.
10) Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs adalah 99,86%. Hal ini berdasarkan
rasio lulusan pada jenjang SMP/MTs sejumlah 5.570 siswa terhadap
seluruh siswa tingkat SMP/MTs yang mengikuti ujian yang berjumlah
5.562 orang.
11) Angka Kelulusan (AL) SMA/SMK/MA adalah 99,93%. Hal ini berdasarkan
rasio lulusan pada jenjang SMA/SMK/MA sejumlah 6.042 siswa terhadap
seluruh siswa tingkat SMA/SMK/MA yang mengikuti ujian yang berjumlah
6.047 orang.
12) Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs adalah 102,65%. Hal
ini berdasarkan rasio siswa baru tingkat I pada jenjang SMP/MTs
sejumlah 5.961 siswa terhadap seluruh siswa SD/MI yang lulus ujian
yang berjumlah 5.752 orang.
13) Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA adalah
123,19%. Hal ini berdasarkan rasio siswa baru tingkat I pada jenjang
SMA/SMK/MA sejumlah 6.902 siswa terhadap seluruh siswa SMP/MTs
yang lulus ujian sebanyak 5.562 orang.
Selanjutnya tingkat pendidikan yang menjadi partisipasi msyarakat di
Desa Batumerah SMA/SLTA/sederajat berjumlah 4328 orang,
SMP/SLTP/sederajat berjumlah 2736 orang, tamat SD/sederajat sebanyak
2683 orang, D1 berjumlah 127 orang, D2 berjumlah 235 orang, D3 tidak ada,
S1 brejumlah 1764 orang, S2 berjumlah 95 orang, S3 berjumlah 11 orang,
belum sekolah/tidak berjumlah sekolah 2806 orang, usia 7-45 tahun tidak
75
pernah sekolah 51berjumlah orang, pernah sekolah tapi tidak tamat
berjumlah 872 orang.
Sedangkan tingkat pendidikan yang menjadi partisipasi dari masyarakat
di Kelurahan Waihaong sebagai berikut : SD berjumlah 1769 orang, SMP
berjumlah 1690 orang, SMA berjumlah1072 orang, D1 berjumlah 282 orang,
D2 berjumlah 362 orang, D3 berjumlah 1106 orang, S1 berjumlah 469 orang,
S2 berjumlah 50 orang, dan S3 berjumlah 4 orang.
Dengan demikian dari data diatas dapat dikatakan bahwa tingkat
pendidikan baik dari Desa Batumerah dan Kelurahan Waihaong sangat
bervariatif bila dilihat dari klasifikasi tingkat pendidikan yang di miliki oleh
setiap anggota masyarakat dalam mengembangkan sumber daya manusia.
B. Peranan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku
dalam Malakukan Perencanaan Pembentukan Desa Sadar Hukum
di Kota Ambon.
1. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah
Struktur Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Maluku merupakan instansi vertikal Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. Struktur organisasi Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku adalah sebagai berikut :
76
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku
dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah, dibantu oleh empat Kepala Divisi yaitu :
- Divisi Administrasi :
Bagian Umum
Sub Bagian Kepegawaian
Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan
Bagian Penyusunan Program dan Laporan
Sub Bagian Penyusunan Program
Sub Bagian Humas dan Laporan
- Divisi Pemasyarakatan :
Bidang Keamanan dan pembinaan
Sub Bidang Keamanan dan Ketertiban
Sub Bidang Bimbingan Kemasyarakatan, Latihan Kerja dan
Produksi
Bidang Registrasi, Perawatan dan Bina Khusus Narkotika
Sub Bidang Registrasi dan Statistik
Sub Bidang Perawatan dan Bina Khusus Narkotika
- Divisi Keimigrasian :
Bidang Lalu Lintas, Izin Tinggal dan Status Keimigrasian
Sub Bidang Lalu Lintas Keimigrasian
Sub Bidang Izin Tinggal dan Status Keimigrasian
77
Bidang Intelijen, Penindakan dan Sistem Informasi Keimigrasian
Sub Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian
Sub Bidang Sistem Informasi Keimigrasian
- Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Bidang Pelayanan Hukum
Sub Bidang Pelayanan Hukum Umum
Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
Bidang Hukum
Sub Bidang Pengembangan Hukum
Sub Bidang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum
Bidang Hak Asasi Manusia
Sub Bidang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia
Sub Bidang Diseminasi Hak Asasi Manusia
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Bagian Keempat yaitu Divisi Pelayanan Hukum dan Hak
Asasi Manusia Pasal 42, Pasal 43 huruf (c) menegaskan bahwa Bidang
Pelayanan mempunyai tugas salah satunya melaksanakan kegiatan
penyuluhan hukum dan konsultasi hukum.
78
Kemudian dalam Pasal 46 ayat (2) menjelaskan bahwa sub bidang
penyuluhan dan bantuan hukum mempunyai tugas melakukan pembinaan,
pembimbingan dan koordinasi serta kerjasama di bidang penyuluhan hukum,
melakukan monitoring dan evaluasi serta pemantauan, pemberian konsultasi
dan bantuan hukum.
a. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah
Tugas dan fungsi dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi manusia Maluku khususnya Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan
Hukum Bidang Pelayanan Hukum yang berada di bawah Divisi Pelayanan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku dalam perencanaan pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon. Dalam rangka mewujudkan
rencana tersebut Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dalam Daftar Isian
Pelaksana Anggaran antara lain : Kegiatan Ceramah Penyuluhan Hukum
adalah kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan
dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta
budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi tegaknya
supremasi hukum.
79
Ceramah/Penyuluhan Hukum Terpadu adalah kegiatan penyuluhan
hukum yang dilaksanakan atau diselenggarakan oleh berbagai instansi
pemerintah dan swasta serta organisasi kemasyarakatan secara bersama-
sama dan terpadu mengenai penyuluhan, sasaran, dan atau materi
penyuluhan.
Koordinasi kegiatan Penyuluhan Hukum atau kegiatan Ceramah
Penyuluhan Hukum Terpadu yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku bersama PEMDA Kota, untuk
melaksanakan kegiatan Ceramah Penyuluhan Hukum kepada masyarakat
pada Desa/Kelurahan Binaan di Kota Ambon yang menjadi sasaran
penyuluhan hukum setiap tahunnya dilaksanakan dalam rangka pembinaan
untuk menuju terbentuknya Desa Kelurahan Sadar Hukum.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Hukum PEMDA Kota
Ambon yang diwakili oleh Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum dan Hak Asasi
manusia P. Maatoke pada tanggal 24 Mei 2012 dikemukakan bahwa Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku pernah
menyurati atau berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Ambon (Bagian
Hukum PEMDA Kota Ambon), sebelum di bentuk Desa/Kelurahan
Binaan/Desa/Kelurahan Sadar Hukum dan kemudian ditindaklanjuti dengan
Surat Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
80
Maluku Nomor : W18-HN.03.05.820 Juli 2009 Perihal Data Desa Binaan dan
Desa Sadar Hukum kepada Walikota Ambon.
Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan Kepala Sub Bagian
Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon
pada tanggal yang sama dikemukakan bahwa setelah dilakukan koordinasi
atau menyurati Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon tindaklanjutnya adalah
menindaklanjuti Surat Keputusan Bersama antara Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku denga Walikota Ambon dimana
langkah trategis yang dilakukan oleh Walikota Ambon cq. Bagian Hukum
PEMDA Kota Ambon adalah menyurati para Camat untuk melakukan
penilaian terhadap Negeri, Desa, dan Kelurahan dalam wilayah kecamatan
yang dipandang patut untuk diusulkan sebagai Negeri, Desa, dan Kelurahan
Binaan. Kemudian hasil penilaian dari camat akan disampaikan kepada
Walikota Ambon melalui Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon. Selanjutnya
Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon menyusun Rancangan Surat Keputusan
Walikota Ambon Tentang Pembentukan Negeri, Desa, dan Kelurahan
Binaan.
Hal ini sebagaimana kuatkan dengan yang dijelaskan oleh Camat
Nusaniwe R. J Talakua pada tanggal 29 Mei 2012 mengemukakan bahwa
Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon pernah melakukan koordinasi dengan
Camat Nusaniwe melalui Surat perihal permintaan nama-nama Negeri, Desa,
81
dan Kelurahan untuk dilakukan penilaian dan diusulkan menjadi Negeri,Desa,
dan Kelurahan Binaan.
Hal ini pun diperkuat dengan yang disampaikan Camat Sirimau A. J
Hehamahua pada tanggal 25 Mei 2012, mengemukakan bahwa Bagian
Hukum PEMDA Kota Ambon pernah menyurati Camat berkaitan dengan
permintaan nama-nama Negeri, Desa, dan Kelurahan untuk dinilai dan
diusulkan menjadi Negeri, Desa, dan Kelurahan Binaan berdasarkan Surat
yang disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Maluku.
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa peran koordinasi dari
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku yang
dilakukan dengan menyurati PEMDA Kota Ambon direspon dan ditanggapi
dengan baik sehingga koordinasi terus berjalan sampai pada Camat dan
Kepala Desa dan Lurah dalam menginventarisasi Desa/Kelurahan di wilayah
kewenangannya untuk mentetapkan satu atau lebih Desa/Kelurahan Untuk
dijadikan sasaran pembentukan Desa/Kelurahan Binaan. Sehingga fungsi
koordinasi dari PEMDA Kota Ambon kepada Camat berjalan dengan baik dan
direspon oleh Camat dan dari Negeri, Desa, dan Kelurahan.
Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan Kepala Sub Bagian
Bantuan Hukum dan HAM Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon P. Maatoke
pada tanggal 24 Mei 2012 menyampaikan bahwa peran Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku dengan PEMDA Kota Ambon
82
bersama-sama melakukan pembinaan memang diakui PEMDA Kota Ambon
tidak mempunyai kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan
Desa/Kelurahan Binaan, akan tetapi kedepan PEMDA Kota Ambon
khususnya bagian Hukum Kota Ambon selaku unit kerja sekretaris Kota
Ambon mengajukan dan mengusulkan program/kegiatan Pembinaan Desa
Binaan menjadi Desa Sadar Hukum di Kota Ambon dalam Rancangan
Pembangunan Kota di bidang hukum dan ham ke BAPPEDA Kota Ambon
untuk diakomodir dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMP),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pada 6 (enam) Negeri,
Desa, dan Kelurahan di 5 (lima) Kecamatan di Kota Ambon.
Menurut pendapat penulis bahwa PEMDA Kota Ambon merencanakan
kegiatan Pembinaan Negeri, Desa, dan Kelurahan menjadi Negeri, Desa,
Kelurahan Sadar Hukum dalam RPJP dan RPJMN Kota Ambon merupakan
suatu langkah positif dan kepedulian serta apresiasi yang tinggi dari Walikota
Ambon. Hal ini perlu direncanakan dan diprogramkan dalam pembangunan
hukum di Kota Ambon mengingat Kota Ambon merupakan wilayah atau
daerah yang rentan dan mudah terprovokasi dengan halhal yang dapat
menghancurkan tatanan kehidupan PELA GANDONG yang merupakan
warisan leluhur orang tua, datuk-datuk dan raja-raja di bumi pela gandong
Maluku.
Berdasarkan wawancara dengan P. Maatoke Kepala Sub Bagian
Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mewakili Kepala Bagian
83
Hukum Kota Ambon mengemukakan bahwa memang benar bahwa
Desa/Kelurahan yang telah mendapat penilaian khusus dan telah ditetapkan
dengan Keputusan Walikota Ambon sebagai Desa/Kelurahan Binaan Hukum
sebagaimana yang disampaikan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia mengenai Kriteria-Kriteria suatu Desa/Kelurahan harus
memenuhi :
a. Pelunasan kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan mencapai
90 % (sembilan puluh persen) atau lebih;
b. Tidak terdapat perkawinan dibawah usia berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang perkawinan;
c. Angka kriminalitas rendah;
d. Rendahnya kasus narkoba;
e. Tingginya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kelestarian
lingkungan; dan
f. Kriteria lain yang ditentukan Daerah yakni salah satunya adat-istiadat
dari Negeri, Desa, dan Kelurahan.
Sehingga terdapat 6 (enam) Negeri, Desa, dan Kelurahan yang
ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan Hukum oleh Walikota Ambon.
Demikian halnya dengan yang disampaikan oleh R. J Talakua Camat
Nusaniwe pada tanggal 29 Mei mengatakan bahwa benar dalam menentukan
dan menilai suatu Negeri, Desa, dan atau Kelurahan dengan berdasarkan
Surat dari Walikota Ambon yakni Bagian Hukum Kota Ambon dan dilampiri
84
Surat dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Maluku tentang kriteria suatu Negeri, Desa, dan Kelurahan dapat di tetapkan
sebagai Desa/ Kelurahan Binaan Hukum dan kriteria tersebut juga menjadi
dasar penilaian dari Camat Nusaniwe untuk menilai Negeri, Desa, dan
Kelurahan di wilayah Kecamatan Nusaniwe sehingga Negeri latuhalat dan
Kelurahan Waihaong Kecamatan Nusaniwe ditetapkan sebagai
Desa/Kelurahan Binaan Hukum. Demikian halnya dengan yang disampaikan
A. J Hehamahua Camat Sirimau pada tanggal 25 Mei 2012 mengemukakan
bahwa benar adanya Negeri atau Desa yang diusulkan oleh Camat Sirimau
itu di nilai berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan oleh Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana surat yang disampaikan
kepada Camat dan diteruskan ke Negeri, Desa dan Kelurahan dalam wilayah
Kecamatan Sirimau Kota Ambon dari Walikota Ambon, sehingga Negeri
Batumerah ditetapkan sebagai Desa Binaan Hukum.
Apabila ditelaah dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada
responden diatas maka Baik PEMDA Kota cq Bagian Hukum Kota Ambon,
Camat Nusaniwe dan Camat Sirimau menerapkan kriteria suatu
Desa/Kelurahan dapat ditetapkan sebagai Desa Binaan di Kota Ambon itu
berdasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Selain itu
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku diantaranya kegiatan Ceramah
85
Penyuluhan Hukum Terpadu, Temu sadar Hukum, Simulasi, Lomba
Kadarkum, dan Kegiatan lainnya yang selalu dilaksanakan di Negeri, Desa,
dan Kelurahan dalam wilayah kota Ambon sehingga dari pemantauan dan
pengamatan dari Pemerintah Kota menjadikan hal tersebut sebagai dasar
penilaian untuk ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan.
Berikut mengenai perbandingan tingkat kesadaran hukum sebelum dan
setelah Negeri, Desa, Kelurahan ditetapkan sebagai Desa/kelurahan sadar
Hukum, berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Kepala Sub
Bagian Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia PEMDA Kota Ambon P.
Maatoke pada tanggal 24 Mei 2012 mengemukakan bahwa ya memang
terdapat perbandingan sebelum ke 6 (enam) Desa/Kelurahan binaan di
bentuk dan ditetapkan, dimana tingkat kesadaran hukum masyarakat di
Desa/Kelurahan relatif rendah bila dibandingkan dengan tingkat kesadaran
yang masyarakat setelah ke 6 (enam) Desa/kelurahan dibentuk dan dibina
dan dtetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan Hukum.
Selanjutnya berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis
kepada P. Maatoke Kepala Sub Bagian Bantuan tanggal 24 Mei 2012
dikemukakan bahwa memang terdapat perbedaan perbedaan tetapi yang
disampaikan pada kesempatan ini lebih pada sesudah atau setelah
ditetapkan menjadi Desa/Kleurahan binaan, dimana setelah kelompok-
kelompok Kadarkum dibentuk pada Negeri,Desa, dan Kelurahan Binaannya
masing-masing yang dilakukan bersama-sama dengan Kemeneterian hukum
86
dan HAM Maluku serta ditetapkan dengan Keputusan Walikota Ambon,
kelompok-kelompok Kadarkum tersebut sangat nampak memberi pengaruh
positif yaitu telah muncul atau semakin meningkat kesadaran hukum dari
warga masyarakat di masing-masing Desa/Kelurahan yang menjadi
Kadarkum dan ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan Hukum.
Pendapat dan pandangan yang sama pun diungkapkan oleh R. J
Talakua Camat Nusaniwe berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh
penulis pada tanggal 29 Mei 2012, dimana Camat Nusaniwe mengatakan
bahwa terdapat perbedaan yang relatif signifikan dalam hal pemahaman
masyarakat terhadap isu-isu hukum kontemporel seperti pengakan hukum
kasus korupsi dan penegakan ham. Pemahaman yang semakin baik ini
terbentuk melalui ceramah-ceramah hukum yang dilaksanakan oleh Kantor
Wilayah Kementerian Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Maluku
dan ditanggapi secara antusias oleh masyarakat terutama pada
Desa/kelurahan Binaan hukum.
Sedangakan wawancara yang dlakukan penulis kepada A. J
Hehamahua Camat Sirimau pada tanggal 25 Mei 2012 mengungkapkan
bahwa terdapat perbedaan dan kemajuan dimana masyarakat Negeri
Batumerah yang ditetapkan sebagai Negeri/Desa Binaan dari waktu ke waktu
menunjukan perkembangan dalam menyikapi arti penting aturan hukum yang
berlaku sehingga masyarakatnya dapat menahan diri dalam berbagai
permasalahan yang terjadi selama ini terjadi dan juga dengan adanya
87
kegiatan-kegiatan sosialisai dan penyuluhan hukum yang dilaksanakan dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah Kecamatan Sirimau.
Dengan demikian dari hasil wawancara diatas bahwa denga
ditetapkannya 6 (enam) Desa/Kelurahan sebagai Desa/Kelurahan Binaan
hukum maka hasil yang diperoleh antara lain adanya peningkatan dan
antusias mayarakat terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku bersama PEMDA Kota
Ambon dalam rangka mendidik, membentuk, membina, dan menetapkan
sutau Desa/Kelurahan sebagai Desa/Kelurahan Binaan dan pada akhirnya
menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan R. J. Talakua
Camat Nusaniwe pada tanggal 29 Mei 2012 mengungkapkan bahwa peran
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku setalah
Desa/Kelurahan ditetapkan oleh Walikota Ambon menjadi Desa/Kelurahan
Binaan di wilayah Kecamatan Nusaniwe dalam rangka Pembinaan yaitu
dengan dilakukannya penyuluhan-penyuluhan hukum dalam rangka
peningkatan kapasitas masyarakat dalam hal ini Desa-desa atau Kelurahan
Binaan Sadar Hukum melalui Ceramah penyuluhan Hukum, lomba dan
pendekatan-pendekatan sosiologis kemasyarakatan.
Sedangkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan A. J
Hehamahua Camat Sirimau tanggal 25 Mei 2012 mengatakan bahwa setalah
Desa/Kelurahan ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan maka peran
88
Kantor Wilayah Kemeterian Hukum dan HAM Maluku dalam rangka
pembinaan yaitu Kantor Wilayah sangat berperan dalam melakukan
pembinaan terhadap Desa/Kelurahan yang ditetapkan menjadi Desa Binaan
di wilayah Kecamatan Sirimau, bentuk dari pembinaan antara lain
dilaksanakannya kegiatan penyuluhan hukum, kegiatan temu sadar hukum,
kegiatan lomba kadarkum dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam rangka
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat di kecamatan Sirimau Kota
Ambon.
Dari hasil wawancara dengan camat Nusaniwe dan camat Sirimau Kota
Ambon jelas peran kantor wilayah dalam memberikan pembinaan kepada
Desa/Kelurahan yang telah ditetapkan sebagai Desa Binaan Hukum.
Sehingga perencanaan yang selama ini dilakukan oleh Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku dan di bantu oleh PEMDA Kota
Ambon memberikan hasil yang positif bagi masyarakat di Desa/Kelurahan
yang telah ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan hukum.
Perbedaan yang terjadi setelah Desa Batunerah dan Kelurahan
Waihaong ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan menunjukkan
perkembangan yang cukup baik dalam mengimplementasikan manfaat yang
diperoleh selama kegiatan penyuluhan dan kegiatan temu sadar hukum serta
kegiatan lain yang pernah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah. Selain itu pula
dari pengamatan penulis menununjukan masyarakat di 2 (dua)
Desa/Kelurahan sudah tidak lagi terpengaruh dengan isu-isu atau terpancing
89
dengan situasi dan keadaan yang dapat menimbulkan terjadinya kerusuhan
dan tindakan-tindakan positif lainnya yang sudah bisa dirasakan saat ini.
Kemudian hasil wawancara P. Maatoke Kepala Sub Bagian Bantuan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon pada
tanggal 24 Mei 2012, memberikan komentar dan pendapat bahwa
Desa/Kelurahan yang terdapat di Kota Ambon setelah ditetapkan sebagai
Desa/Kelurahan Binaan Hukum dan bahkan telah diresmikan sebagai
Desa/Kelurahan Sadar Hukum Bahwa Pemda Kota Ambon memberikan
apresiasi dan sambutan positif atas kebijakan strategis dari Pemerintah
khususnya Bapak Menteri Hukum dan HAM RI dan Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Ham Maluku karena dengan kebijakan yang
bermuara dari kegiatan penyuluhan hukum terpadu dan kegiatan-kegiatan
dukungan lainnya dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Pusat
dan Daerah (Kanwil Maluku) sehingga dapat terbentuk dan dibinanya
Kadarkum di setiap Desa/Kelurahan di Kota Ambon kemudian dilanjutkan
dengan Pembentukan dan pembinaan Desa/Kelurahan Binaan Sadar Hukum
ternyata sanghat berdampak pada terciptanya keamanan, ketentraman,
keharmonisan hidup mulai dari dalam keluarga, lingkungan Desa/Kelurahan
Binaan khususnya dan Kota Ambon pada umumnya ehingga Kota dapat
dikembalikan pada citra semula yaitu “ AMBON MANISE “.
Selanjutnya menurut pendapat R. J. Talakua Camat Nusaniwe pada
tanggal 29 Mei 2012 memebrikan pendapat bahwa Pemerintah Kecamatan
90
Nusaniwe merasa bangga dan bersyukur atas kerja keras dan perhatian dari
Kantor Wilayah Kementerian Huku dan HAM Maluku yang telah
berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Ambon dalam rangka membangun
budaya hukum dan merefleksikannya pada massyarakat di wilayah
kecamatan Nusaniwe sehingga Negeri Latauhalat dan Kelurahan Waihaong
ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan Binaan. Camat pun berharap kerjasama
yang telah dibangun, dipupuk dan dilaksanakan dengan baik dan telah
terbina dalam hal peningkatan kapasitas pemahaman hukum masyarakat
dapat terus berlangsung agar kesempatan untuk meningkatkan ketertiban
hukum dan kesadaran hukum masyarakat secara bertingkat dari keluarga,
Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten bHKn Propinsi dan secara
nasional dapat terwujud.
Kemudian menurut A. J Hehamahua Camat Sirimau berdasarkan
wawancara pada tanggal 25 Mei 2012 memberikan pendapat bahwa
Pemerintah Kota Khususnya Kecamatan Sirimau berterima kasih kepada
Kantor Wialayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku yang telah memilih
salah satu Desa yaitu Negeri Batu Merah yang berada di wilayah Kecamatan
Sirimau sebagai sasaran Penyuluhan hukum terpadu kemudian dibentuk
Kadarkum dan dilakukan pembinaan, setalah itu ditetapkan sebagai desa
Binaan Hukum dan bahkan diresmikan menjadi Desa Sadar Hukum.
Diharapkan diwaktu-waktu mendatang diharapkan kerjasama yang telah
dilakukan dengan Pemerintah Kota Ambon ini dapat berlanjut dalam rangka
91
membangun kesadaran hukum masyarakat di wilayah Kecamatan Sirimau
Kota Ambon dengan kegiatan penyuluhan Hukum, HAM, agar masyarakat itu
mengatahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara sehingga
masyarakat itu taat pada aturan-aturan yang berlaku. Selain itu dengan
adanya kerjasama yang baik ini terciptanya ketertiban dan kesadaran hukum
baik dalam keluarga, desa, kecamatan, kota, propinsi dan bahkan sampai
pada lingkup nasional.
Dengan demikian disimpulkan bahwa peran koordinasi yang dilakukan
oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam
melaksanakan Kegiatan di Desa/Kelurahan yang menjadi sasaran
pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditentukan dan disesuaikan dengan kegiatan yang ada dan terlaksana sesuai
jadwal sehingga PEMDA Kota Ambon merespon maksusd perencanaan yang
disampaikan oleh Kantor Wilayah sehingga memberikan hasil yang baik
yakni dengan terbentuknya Desa/Kelurahan Binaan Hukum di Kota Ambon.
b. Fungsi Pembinaan
Dengan ditetapkannya Desa/Kelurahan Binaan Hukum oleh Walikota
Ambon sesuai Surat Keputusan Nomor : 1028 Tahun 2010 Tentang
Penetapan Negeri, Desa dan Kelurahan Binaan Hukum Dalam Wilayah
Daerah Kota Ambon maka menjadi tanggungjawab Kantor Wialayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku bersama Pemda Kota Ambon
92
sebagaimana diatur dalam Peraturan Meneteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Bagian Keempat Pasal 45 ayat (2) bahwa Sub Bidang
Penyuluhan dan Bantuan Hukum mempunyai tugas melakukan pembinaan,
pembimbingan, dan koordinasi serta kerjasama dibidang penyuluhan hukum,
evaluasi dan pemantauan, pemberian bantuan hukum dan konsultasi hukum.
Maka peran pembinaan menjadi tanggungjawab dari Kementerian Hukum
dan HAM Maluku bersama PEMDA Kota.
Pembinaan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku adalah dengan melaksanakan kegiatan penyebaran
informasi hukum atau sosialisasi hukum sebagaimana tabel berikut ini :
Tabel: 1. peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku melaksanakan kegiatan Penyebaran Informasi Hukum atau Sosialisasi Hukum
Pernyataan Responden Frekuensi (F) Presentase (%)
Pernah 20 100Tidak Pernah 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 20 100Sumber : Diolah dari data Primer, Mei 2012.
Bila dilihat dari presentase jawaban responden pada tabel 1, bahwa
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku pernah
melakasanakan kegiatan penyebaran informasi hukum atau sosialisasi
hukum 20 responden (100%) menyatakan pernah. sedangkan tidak ada (0
93
%) responden menyatakan Tidak Pernah dan tidak ada (0 %) responden
yang menyatakan Tidak Tahu (0 %).
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa peran Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam melaksanakan kegiatan
Penyebaran Informasi Hukum atau Sosialisasi Hukum kepad masyarakat di
Kelurahan Waihaong dan Desa Batumerah merupakan wujud kepedulian dan
tanggungjawab dalam memberikan ilmu pengetuhan hukum, pemahaman,
pembimbingan dan pembinaan kepada msyarakat guna terciptanya
ketentraman dan ketertiban dalam hidup bermasyarakat, bahkan penyebaran
informasi hukum atau sosialisasi hukum ini dilaksanakan dalam rangka
perencanaan pembentukan Desa/Kelurahan Sadar hukum yang saat ini
harus diwujudkan.
Sebagaimana juga yang disampaikan olehKepala Sub Bagian Bantuan
Hukum dan HAM Pemda Kota Ambon P. Maatoke tanggal 21 Mei 2012
mengukakan bahwa setiap Kantor Wilayah melaksanakan kegiatan
penyebaran informasi atau sosialisasi hukum pihak Pemda selalu diberitahu
melalui surat pelaksanaan kegiatan dimaksud. Begitupun Camat Nusaniwe
R. J Talakua tanggal 25 Mei 2012 dan Camat Sirimau A. J Hehamahua
bahwa dalam melaksanakan kegiatan penyebaran informasi hukum atau
sosialisasi hukum pihak Kantor Wilayah Hukum dan HAM Maluku
memberitakan maksud kegiatan yang akan dilaksanakan.
94
Selain itu pula berdasarkan hasil wawancara dengan para responden
secara langsung pada tanggal 30 Mei, 31 Mei, 1 Juni, 2, Juni, diketahui
bahwa peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam
melakukan Pembinaan dengan melaksanakan kegiatan penyebaran
informasi hukum dan sosialisasi hukum kepada masyarakat di Kelurahan
Waihaong dan Desa Batumerah sangat efektif dilakukan dan selalu
melibatkan para responen sebagai pesarta sosialisasi. Hal ini dipandang oleh
para responden sebagai suatu langkah yang positif karena kegiatan yang
diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Malukudalam rangka membangun kesadarn hukum di daerah khusunya si
Kota Ambon supaya dapat meminimalisir/atau dapat mengurangi tindakan-
tindakan pelanggaran hukum meskipun tidak secara langsung perilaku
masyarakat dapat berubah dari yang tidask baik menjadi baik tapi melalui
suatu proses.
2. Bentuk Kegiatan yang dilaksanakan
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku harus disesuaikan dengan program kegiatan dari
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Hal ini berlaku diseluruh
Indonesia karena setiap Kantor Wilayah harus menyusaikan rencana
kerja/rencana kegiatan harus disesuaikan dengan RENSTRA dari
Kementerian Hukum dan Ham RI, yang mana telah diruangkan dalam postur
95
rancana kerja, anggaran dan RKAKL dan atau Daftar Isian Pelaklana
Anggaran (DIPA) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku.
Adapun kegitan yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku pada Tabel dibawah ini :
Tabel 2 : Kantor Wilayah melaksanakan kegiatan Penyebaran Informasi Hukum atau Sosialisasi Hukum dalam bentu Ceramah Penyuluhan Hukum.
Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase(%)
Pernah 20 100Tidak Pernah 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 100 100Sumber : Diolah dari Data Primer, Mei 2012
Berdasarkan data dari Tabel 2 di atas, diketahui bahwa 20 orang (100
%) responden mengaku pernah bahwa Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku melaksanakan kegiatan dalam bentuk Ceramah
Penyuluhan Hukum Terpadu, karena setiap kegiatn yang dilaksanakan oleh
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Maluku baik itu kegiatan
dalam bentuk Ceramah penyuluhan hukum terpadu selalu melibatkan
anggota masyarakat atau responden sehingga proses pembinaan yang
dilakukan tidak terputus dan berlanjut serta pengetahuan yang didapat bisa
disampaikan pada anggota masyarakat yang lain dalam rangka
meyebarluaskan informasi hukum serta membangunan kesadaran hukum
masyarakat di wilayah tempat tinggal masyarakat. sedangkan 0 orang (0 %)
96
responden tidak ada yang mengaku Tidak Pernah dan 0 orang (0 %)
mengaku tidak tahu.
Pernyataan dari responden pada Tabel 2 diatas diperkuat dengan
jawaban dari Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum dan HAM Pemda Kota
Ambon yang mengatakan bahwa pembinaan yang dilakukan setalah
Desa/Kelurahan yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota tentang
Penetapan Negeri, Desa dan Kelurahan Binaan Hukum maka Kantor Wilayah
selalu melaksakan kegiatan Ceramah Penyuluhan Hukum Terpadu di
Desa/Kelurahan 6 (enam) Desa/Kelurahan di Kota Ambon.
Pendapat ini pula diperkuat lagi oleh Camat Nusaniwe R. J Talakua
pada tanggal 29 Mei 2012 mengatakan bahwa dalam rangka pembinaan
hukum kepada Desa/Kelurahan Binaan khususnya di Kelurahan Waihaong
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku selalu melaksanakan
dan memberitahu maksud dilaksanakan kegiatan penyuluhan-penyuluhan
hukum dan kegiatan pendekatan-pendekatan sosiologis kemasyarakatan
dalam rangka Peningkatan kapasits mayarakat untuk patuh dan taat pada
hukum. selanjutnya menurut Camat Sirimau A. J Hehamahua pada tanggal
25 Mei 2012 mengungkapkan bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan selalu
diberitahu kepada pihak Kecamatan berkaitan den dilaksanakannya kegiatan
ceramah penyuluhan hukum terpadu selalu di laksanakan di Desa
Batumerah, hal dilakukan dalam rangka melakukan pembinaan, karena Desa
Batumerah merupakan salah satu desa di Kota Ambon yang dipilih untuk
97
menjadi Desa/Kelurahan Binaan Hukum, sehingga kegiatan yang diberikan
kepada warga masyarakat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat.
Berkaitan dengan kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu yang
merupakan bentuk kegiatan penyebaran informasi huku atau sosialisasi
hukum yang diberikan kepada masyarakat, adapun kegiatan temu sadar
hukum yang menjadi bagian dari bentuk dari penyebaran informasi hukum
yang kaitannya dengan pembinaan terhadap Desa/Kelurahan Binaan Hukum.
untuk mengetahui Kantor Wilayah selain melaksanakan kegiatan Ceramah
Penyuluhan Hukum Terpadu juga melaksanakan Kegiatan Temu Sadar
Hukum kepada mayarakat di Kelurahan Waihaong dan dan Desa Batumerah
yang merupakan Desa/Kelurahan Binaan dapat dilihat pada Tabel di bawah
ini.
Tabel 3 : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku melaksanakan kegiatan Temu Sadar Hukum.
Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase(%)
Benar 20 100Tidak Benar 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 100 100Sumber : Diolah dari Data Primer, Mei 2012
Berdasarkan Tabel 3 diatas diketahui bahwa 20 orang (100 %)
responden mengatakan bahwa selain kegiatan ceramah penyuluhan hukum
terpadu Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku juga
melaksanakan kegiatan Temu Sadar Hukum. 0 orang (0 %) responden yang
98
menjawab tidak benar tidak ada dan 0 orang (0 %) respondenyang menjawab
tidak tahu tidak ada.
Dari hasil Tabel 3 di atas dtarik kesimpulan bahwa responden cukjup
peka dan mengingat betuk kegiatan yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Ham Maluku menjadi hal yang penting dalam
masyarakat di Kelurahan Waihaong dan Desa Batumerah yang merupakan 2
diantara Desa/Kelurahan yang menjadi Desa/Kelurahan Binaan Hukum.
Kegiatan Temu Sadar Hukum ini dilaksanakan guna meningkatkan
pemahaman mayarakat, memotivasi anggota masyarakat mengenai perlunya
memiliki kesadaran hukum dan untuk meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat.
Tanggungjawab pembinaan yang dilakukan oleh kantor wilayah baik itu
dengan kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu dan kegiatan temu
sadar hukum, terdapat materi-materi hukum yang disampaikan,
diinformasikan atau disosialisakan pada masyarakat di Kelurahan Waihaong
dan Desa Batumerah dapat dilhat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 4 : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam melaksanakan kegiatan kepada masyarakat di Desa Batumerah dan Kelurahan Waihaong menyampaikan materi Undang-Undang No. 1 Tahun 1994 Tentang Perkawinan.
Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase(%)
Pernah 20 100Tidak Pernah 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 100 100
99
Sumber : Diperoleh dari Data Primer, Mei 2012
Dari jawaban masyarakat, 20 orang (100 %) responden mengatakan
pernah mendengar Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan disampaikan pada waktu kegiatan yang diselanggarakan oleh
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku baik itu pada kegiatan
ceramah penyuluhan hukum terpadu maupun kegiatan temu sadar
hukum.sedangkan masyarakat yang menjawab tidak pernah tidak ada (0 %)
responden dan masyarakat yang menjawab yidak tahu (0 %) responden.
Dengan demikian dari jawaban responden pada Tabel 4 diatas, penulis
berkesimpulan materi yang disampaikan pada kegiatan yang dilaksanakan di
Kelurahan Waihaonh maupun Desa Batumerah merupakan materi yang
disampaikan berdasarkan pada hasil survei yang dilakukan sebelum
dilaksakannya kegiatan dimaksud, dan juga dilihat dari hasil data kegiatan
Peta Pemasalahan Hukum dimana kegiatann ini dilaksanakan guna
mengetahu permasalahan hukum apa saja yang dominan di Desa/kelurahan
di Kota Ambon sehingga dari hasil Peta permasalahan Hukukm ini akan di
pilah-pilah materi-materi hukum apa saja yang hangat terjadi di masyarakat
dan paling banyak dialami oleh masyarakat seperti perceraian, kekerasan
dalam rumah tangga dan permasalahan hukum lainnya yang ada kaitannya
dengan Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Selain materi hukum tentang Perkawinan diatas terdapat materi hukum
lainnya yang menjadi materi prioritas dalam pelaksanaan pembinaan yang
100
dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku. Untuk
mengetahunya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :
Tabel 5 : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam melaksanakan kegiatan Pembinaan kepada masyarakat di Desa Batumerah dan Kelurahan Waihaong menyampaikan materi Undang-Undang No. 31 Tahun 199 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase
(%)Pernah 20 100Tidak Pernah 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 100 100Sumber : Diolah dari Data Primer, Mei 2012
Prosentase katagori yang menyatakan pernah mendengar Undang-
Undang Nomor : 1 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, 20 orang (100 %) responden menyatakan Pernah, 0 orang (0
%) menyatakan Tidak Pernah dan 0 orang (0 %) menyatakan Tidak Tahu.
Dengan demikian dari hasil presentase pada Tabel 5 diatas, bahwa materi
Undang-Undang tentang Korupsi ini menjadi materi pilihan untuk
disampaikan pada kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu maupun
kegiatan temu sadar hukum karena beberapa tahun terakhir materi hukum
tentang korupsi menjadi bahan yang setiap saat diperbincangkan di hampir
semua media karena pelaku-pelaku/oknum-oknum koruptor sebagaian besar
101
adalah para pejabat negara, selain itu pula materi hukum tentang korupsi ini
menjadi materi prioritas dari Kementerian Hukum dan HAM Republik
Indonesia, hal ini dapat dilihat dari Postur RKAKL Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku Tahun 2010 dan Tahun 2011.
Sehubungan dengan penyampaian materi hukum dalam pelaksanaan
kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu maupun kegiatan temu sadar
hukum dalam rangka pembinaan kepada Desa Batumerah dan Kelurahan
Waihaong di Kota Ambon yang merupakan Desa/Binaan Hukum, maka
hukum mengatur mengatur larangan, anjuran dan sanksi, hukum juga
mengatur hak dan kewajiban. Untuk mendapat jawaban dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 6 : Hukum selain mengatur larangan, anjuran dan sanksi, hukum juga mengatur hak dan kewajiban.
Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase(%)
Ya 14 80Tidak 0 0Tidak Tahu 16 20
Jumlah 100 100Sumber : Siperoleh dari Data Primer, Juni 2012
Jumlah responden yang mengatakan Ya 16 orang (80 %) responden
dengan alasan bahwa setiap warga negara bersama kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan, wajib
menjunjung hukum dalam pemerintahan tanpa ada kecualinya. Hal ini
menggambarkan hukum memebrikan perlindungan yang sama terhadap hak
dan kewajiban bagi warga negara terutama mengenai diri sendiri, keluarga,
102
harta menda, nama baik, kesempatan kerja/kesempatan mencarai nafkah,
beribadah, mendapatkan pendidikan, memperoleh keadilan dan sebagainya.
Dengan demikian hak dan kewajiban setiap warga negara perlu diketahui
oleh masyarakat melalui kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu
maupun kegiatan temu sadar hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku.
Responden yang menjawab Tidak 0 orang (0 %), dan 6 orang (20 %)
responden menyatakan tidak tahu, jawaban atau peryataan responden itu
mengambarkan bahwa terdapat adegium dalam masyarakat bahwa setiap
peraturan perundang-undangan yang telah disahkan maka semua orang
dianggap tahu, untuk itu ketidak tahuan masyarakat akan hak dan kewajiban
ini hendaknya selalu di diberitahukan melalui kegiatan-kegiatan yang menjadi
tugas dan fungsi serta tanggungjawab dari Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku yang merupakan perpanjanagan tangan dari
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia terutama yang berkaitan
dengan pembangunan hukum didaerah.
Selanjutnya masih terkait dengan pembinaan yang dilakukan oleh
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku, terdapat materi
hukum yakni Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 1997 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 2009 tentang Narkotika dan
Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang diberikan
pada setiap keegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu dan kegiatan
103
temu sadar hukum. untuk mengetahui jawaban responden terhadap Undang-
Undang tersebut dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel: 7. materi hukum yakni Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 2009 tetnatng Narkotika dan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Pernyataan Responden Frekuensi (F) Presentase (%)
Pernah 20 100Tidak Pernah 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 20 100Sumber : Diolah dari data Primer, Mei 2012.
Berdasarkan pada tabel diatas, maka diketahui dari jawaban responden
yang mengatakan pernah mendengar adalah 20 orang (100 %) responden, 0
orang (0 %) responden tidak ada yang menjawab tidak pernah, dan 0 orang
(0 %) tidak ada yang menjawab tidak tahu.
Dari pernyataan responden tersebut dapat dipahami bahwa semua
responden menjawab pernah mendengar Undang-Undang Nomor : 22 Tahun
1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 2009
tetnatng Narkotika dan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika karena dilihat dari beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan
responden atau masyarakat baik di Desa Batumerah dan Kelurahan selalu
menjadi peserta yang telah ditetapkan baik oleh Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku maupun dari Pemerintah Desa Batumerah dan
Kelurahan Waihaong. Disamping itu Undang-Undang tentang Narkotika dan
104
Undang-Undang Psikotropika merupakan materi yang beberapa tahun
terakhir ini sering disuluhkan kepada mayarakat mengingat bahaya dan
pengaruhnya terhadap semua orang tanpa kecuali. Untuk itu materi ini
disampaikan agar dapat membentengi responden atau masyarakat untuk
menghidari diri kita, keluarga, masyarakat dan negara dari bahaya
penyalahgunaan narkotika dan psikotrpoka.
Sedangkan 0 orang (0 %) responden yang tidak ada yang menjawab
tidak pernah dan 0 orang (0 %) responden yang menjawab tidak tahu karena
data yang diambil berdasarkan pada keaktifan dari anggota masyarakat pada
setiap kegiatan yang dilaksanakan untuk itu tidak ada jawaban dari
responden berkaitan dengan hal tersebut karena responden memang selalu
menjadi peserta dan aktif mengikuti kegiatan baik itu kegiatan ceramah
penyuluhan maupun kegiatan temu sadar hukum.
Disamping itu terdapat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Pokok-Pokok Agraria yang merupakan materi hukum yang selalu disuluhkan
kepada masyarakat mengingat kebutuhan akan tanah semakain hari semakin
bertambah bila dilihat dari pertumbuhan dan kebutuhan masyarakat dalam
mengelola tanah menjadi tempat rumah tinggal, usaha, pertanian dan lain
sebagainya. Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat mengetahui tentang
Undang-Undang tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 8 : Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria
105
Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase(%)
Pernah 20 100Tidak 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 100 100Sumber : Siperoleh dari Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan data tabel 8 di atas, prosentase katagori yang menyatakan
pernah mendengar Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
pokok Agraria sebanyak 20 orang (100 %) responden, karena responden
selalu aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan sehingga apa yang
disampaiakn berkaitan dengan materi penyuluhan maupun materi temu sadar
hukum selalu disampaikan mengingat kebutuhan tanah dan juga dampak dari
kebutuhan dan pemanfaatan tanah menjadi masalah yang tidak ada
habisnya. Permasalahan tanah di Kota Ambon merupakan permasalahan
yang kompleks karena banyak sekali penjualan tanah diatas tanah orang,
menjual tanah dengan lebih dari satu sertifikat, persoalan tidak bisa
melakukan pengurusan sertifikat tanah, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pernah di dengar oleh semua
responden mengingat kebutuhan tanah dan permasalahannya menjadi hal
yang beberapa tahun hingga sampai saat ini menjadi materi yang perlu selalu
disuluhkan kepada anggota masyarakat dalam rangka memberikan
pengetahuan kepada anggota masyarakat di Desa Batumerah dan Kelurahan
Waihaong sebagai Desa/Kelurahan Binaan Hukum.
106
Prosentase responden 0 orang (0 %) responden yang tidak ada yang
menjawab tidak pernah dan 0 orang (0 %) responden tidak ada yang
menjawab tidak tahu, karena responden semuanya memilih pernah
mendengar materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
Pokok Agraria pada setiap kegiatan yang dilaksanakan dan juga materi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria ini
menjadi materi yang menjadi kebutuhan masyarakat untuk disuluhkan oleh
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku kepada masyarakat
agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami aturan-aturan tentang
pertahanan agar nantinya kedepan tidak terjadi lagi permasalahan yang
berkaitan dengan pertanahan. Dengan demikian pelaksanaan pembinaan
Desa/Kelurahan sadar hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
berjalan sesuai perencanaan serta dalam rangka Pembentukan Desa sadar
Hukum di Kota Ambon khususnya di Negeri Batumerah Kecamatan Sirimau
dan Kelurahan Waihaong Kota Ambon.
3. Kerjasama Instansi
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM Maluku
untuk membina Desa/Kelurahann Binaan menjadi Desa/Kelurahan Sadar
Hukum Hukum di Kota Ambon selalu bekerjasama dengan instansi terkait
selain Bagian Hukum Pemda Kota Ambon, terdapat beberapa instansi yang
diajak bersama-sama dalam melakukan kegiatan ceramah penyuluhan
107
hukum sehingga fungsi pembinaan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan
baik. Disamping itu dalam Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Kantor
Wialayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku termuat penceramah hukum
dari instansi lain. Sehingga Instansi yang sering diajak bekerjasama dalam
melaksanakan ceramah penyuluhan hukum terpadu adalah Kejaksaan Tinggi
Maluku dan Badan Narkotika Propinsi Maluku. Sehingga pembinaan yang
dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku dapat
berjalan sesuai rencana dan dalam rangka Pembentukan Desa Sadar Hukum
di Kota Ambon.
Untuk mengetahui sejauhmana kerjasama yang dilakukan antara
Kementerian Hukum dan HAM Maluku dengan Instansi lain untuk melakukan
pembinaan Desa/Kelurahan Binaan Hukum di Kota Ambon dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 9 : Kejaksaan Tinggi Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase
(%)Pernah 20 100Tidak 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 100 100Sumber : Siperoleh dari Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan pada tabel 9, dapat dilihat bahwa responden yang
menjawab Kemeneterian Hukum dan HAM Maluku bersama Kejaksaan
Tinggu Maluku dalam melaksanakan kegiatan, 20 orang (100 %) responden
menjawab pernah. Keterlibatan Kejaksaan Tinggi Maluku dalam kegiatan
108
yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kmenmeterian Hukum dan HAM
Maluku karena dalam setiap kali pertemuan dengan Masyarakat yang
menjadi peserta baik di Desa Batumerah Kecamatan Sirimau dan Kelurahan
Waihaong Kecamatan Nusaniwe. sebelum kegiatan berlangsung selalu
diberitahukan pihak Kejaksaan Tinggi Maluku ikut bersama dalam kegiatan
yang dilaksanakan, kerjasama ini selalu dilakukan sepanjang aturan
mengatur bahwa harus melibatkan instansi terkait dalam rangka pembinaan
Desa/Sadar Binaan Hukum dan dalam rangka pemebtukan Desa/Kelurahan
Sadar Hukum di Kota Ambon.
Selain itu jawaban responden, 0 orang (0 %) responden yang tidak
menjawab tidak pernah, dan 0 orang (0 %) responden tidak ada yang
menjawab tidak tahu. Jelas bahwa tidak ada responden yang menjawab
kolom tidak pernah dan tidak tahu karena responden merupakan pesrta dan
bertatap muka langsung dengan penceramah dari Kejaksaan Tinggi Maluku
yang menmawakan materi Korupsi, proses pemeriksaan berkas, proses
persidangan di pengadilan dan lain sebagainya yang menjadi tugas dan
fungsi dari Kejaksaan Tinggi Maluku.
Sehubungan dengan kerjasama yang dilakukan dengan Kejaksaan
Tinggi Maluku dalam melakukan pembinaan kepada Desa Batumerah dan
Kelurahan Waihaong di Kota Ambon maka Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika
109
Propinsi Maluku. Untuk mengetahu sejauhmana kerjasama yang dilakukan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 10 : Badan Narkotika Propinsi Maluku Perntanyaan Responden Frekuensi (F) Presentase
(%)Pernah 20 100Tidak Pernah 0 0Tidak Tahu 0 0
Jumlah 100 100Sumber : Siperoleh dari Data Primer, Juni 2012
Dari hasil prosentase jawaban responden pada tabel 10 diatas yaitu
20 orang (100 %) responden yang menjawab pernah Badan Narkotika
Propinsi Maluku bersama-sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku melaksanakan kegiatan dalam rangka membina
Desa/Kelurahan Binaan Hukum diantaranya Desa Batumerah Kecamatan
Sirimau dan Kelurahan Waihaong Kecamatan Nusaniwe yang telah
ditetapkan dengan Keputusan Walikota Ambon. Kerjasama yang dilakukan
salah satunya tujuannya adalah supaya masyarakat di Desa Batumerah dan
Kelurahan Waihaong mengetahui apa itu yang namanya narkotika,
psikotropika, obat-obatan dan zat adiktif lainnya yang efek dan sanksi dari
pengguna serta pengedarnya sama-sama mendapat sanksi yang tidak
ringan. akan tetapi dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat lebih
diarahkan untuk menghindari, mengantisipasi dan menjauhi diri pribadi,
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk menjauhi dan mewaspadai
pengedaran gelap dan akibat yang ditimbulkan, sehingga responden pun
110
mengetahui bahwa yang turut hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan
adalah Badan Narkotika Propinsi Maluku.
Sedangkan responden yang tidak ada yang menjawab tidak pernah
adalah 0 orang (0 %) responden dan 0 orang (0 %) responden tidak ada yang
menjawab tidak tahu, berarti responden tahu akan identitas dan kapasitas
dari penceramah dari Badan Narkotika Propinsi yang setiap kegiatan selalu
dilibatkan dan mereka membawa contoh-contoh narkotika, psikotropika, obat-
bat terlarang dan zat adiktif lainnya dan. Sehingga responden mengetahui
dengan jelas orang-orang yang selalu dilibatkan dalam kegiatan yang
dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku.
Berdasarkan kenyataan diatas, peran Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku dalam pembentukan Desa/Kelurahan sadar Hukum
di Kota Ambon berjalan dimana PEMDA Kota Ambon sebagai mitra dalam
menjalankan program dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Maluku ditanggapi serius dan berjalan sebagaimana mestinya dalam rangka
membangun kesadaran hukum di Kota Ambon mengingat Kota Ambon dan
sekitarnya sangat rentan dengan konflik, sehingga dengan adanya program
perencanaan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di kota ambon yang
dalam pelaksanaan pemebtukan anggota kadarkum sampai pada
pembentukan dan pembinaan desa/kelurahan binaan Kantoe Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam pelaksanaan kegiatan ceramah
penyuluhan hukum selalu melibatkan/bekerjasama dengan instansi terkait
111
dalam usaha memberikan pengetahuan, pemahaman, serta membimbing
dan membangunan kesadaran hukum masyarakat walaupun dilakukan
secara perlahan dan secara terus menerus dan yang lebih utama adalah
agar masyarakat di Kota Ambon tidak lagi dipermudah dan diperalat untuk
terpancing dengan isu-isu yang bisa membuat keadaan keamanan dan
ketertiban menjadi tidak stabil dan juga membangun kembali citra Kota
Ambon menjadi Kota yang MANISE.
C. PROSES PERENCANAN PEMBENTUKAN DESA SADAR HUKUM
OLEH KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
MALUKU
1. Tugas dan Fungsi Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
Tugas dan Fungsi dari Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 45 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia bahwa Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
mempunyai tugas dan fungsi melakukan pembinaan, pembimbingan, dan
koordinasi serta kerjasama di bidang penyuluhan hukum, evaluasi dan
pemantauan, pemberian bantuan hukum dan konsultasi.
Oleh karena itu dalam berdasarkan pada Tupoksi diatas, proses
perencanaan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon oleh
112
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku diawali dengan proses
pengajuan beberapa kegiatan yang selalu dilaksanakan atau melekat pada
Divisi Pelayanan Hukum dan HAM bidang Pelayanan Hukum yakni Sub
Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum. kegiatan yang dimaksud antara lain
: kegiatan Ceramah Penyuluhan Hukum Terpadu, kegiatan Temu Sadar
Hukum, kegiatan Konsultasi Hukum Kepada Masyarakat, Kegiatan
Bimbingan Teknis Penyuluhan Hukum, kegiatan Dialog Interaktif RRI dan
Radio Swasta, kegiatan Pameran, dan kegiatan Monitoring dan Evaluasi.
Kegiatan-kegiatan tersebut diatas sebelum diajukan, Divisi Pelayanan
Hukum dan HAM melakukan rapat evaluasi berkaitan dengan kegiatan-
kegiatan yang telah dilaksanakan pada setahun berlalu sehingga dari proses
itulah baru ditentukan program kegiatan beserta anggaran yang akan
diajukan untuk tahun berikutnya. Pada tahap ini setelah ditetntukan program
kegiatan yang nantinya diusulkan kemudian dibuat usulan perencanaan
kegiatan dalam bentuk Rencana Kegiatan dan Rencana Anggaran yang
dibuat secara terperinci terhadap kegiatan yang diusulkan.
Setelah usulan dibuat dalam bentuk RAB dan dalam bentuk KAK maka
usulan tersebut diserahkan pada Divisi Administrasi yakni pada Sub Bagian
Penyusunan Program Bidang Penyusunan Program dan Laporan. Usulan
kegiatan yang diserahkan seluruhnya dikumpulkan baik itu usulan kegiatan
dan anggaran dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Maluku
maupun usulan kegiatan dan anggaran dari Unit Pelaksana Teknis se
113
Propinsi Maluku menjadi satu dan dibawa usulan tersebut ke Kementerian
Hukum Dan HAM Republik Indonesia di Jakarta yang akan di bahas pada
kegiatan rapat koordinasi penyesuaian pagu anggaran untuk tahun
berikutnya dari setiap Kantor Wilayah dan Kementerian sendiri.
Pada pembahasan program kegiatan dan anggaran di jakarta yang
berperan dalam pembahasan ini adalah Bagian Penyusunan Program dan
kegiatan, sehingga program kegiatan yang diusulkan menjadi tanggungjawab
mereka. Berhasil dan tidak program kegiatan tertuang dalam DIPA ataupun
dalam RKAKL tahun berikutnya bagian Penyusunan Program dan Kegiatan
yang berusaha memperjuangkannya.
2. Pola Penyuluhan Hukum
Kenyataan yang selama ini terjadi setelah hasil pembahasan yang
dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku di
Jakarta memang kegiatan yang diusulkan oleh Divisi Pelayanan Hukum dan
HAM yakni Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum tetap. Sehingga
kegiatan yang nantinya dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku berjalan sebagaimana program yang diusulkan. Hal
ini pun diungkapkan oleh Risma Indriyani Kepala Divisi Pelayanan Hukum
dan HAM pada tanggal 4 Juni 2012 yang megungkapkan bahwa program
kegiatan yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Maluku dalam rangka peningkatan kesadaran hukum masyarakat
114
khususnya di Kota ambon tetap berjalan dengan kegiatan-kegiatan yang
sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola
Penyuluhan Hukum pada Pasal 1 dan pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2)
antara lain : kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu, kegiatan temu
sadar hukum, kegiatan pembinaan negeri, desa, kelurahan binaan hukum
dalam rangka pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon,
kegiatan bimbingan teknis penyuluhan hukum, kegiatan koordinasi dengan
pemerintah daerah setempat dalam meningkatkan pelayanan hukum.
Pendapat yang disampaikan diatas diperkuat pula oleh Ganni Makatita
Kepala Bidang Pelayanan Hukum pada tanggal 4 Juni 2012, yang
mengatakan program yang dilaksanakan dalam rangka peningkatan
kesadaran hukum masyarakat di Kota Ambon tetap berjalan dengan
beberapa kegiatan antara lain : kegiatan penyuluhan hukum kepada
masyarakat, kegiatan temu sadar hukum, kegiatan pembinaan negeri, desa,
dan kelurahan binaan menjadi negeri, desa, dan kelurahan sadar hukum,
bimbingan teknis penyuluhan hukum. Pendapat tersebut diatas didukung
dengan pendapat dari Thasman Pea Latara Asi Kepala Sub Bidang
Penyuluhan dan Bantuan Hukum pada tanggal 4 Juni 2012 yang mengatakan
bahwa dalam melaksanakan program Kementerian Hukum dan HAM Maluku
dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat khusunya di Kota Ambon
tetap berjalan dengan kegiatan-kegiatan yang telah disetujui oleh
115
Kementeian Hukum dan HAM RI di Jakarta. Dan dikatakan pula program
Kantor Wilayah Kemeneterian Hukum dan HAM Maluku untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat di Kota Ambon secara Khusus dilaksanakan
menjadi skala prioritas menjadikan negeri, desa, dan kelurahan menjadi
desa, kelurahan sadar hukumkarena dapat dijangkau dengan tidak
membutuhkan transportasi atay pejalanan dinas, seharusnya program dari
Kantor Wilayah ini diperuntukan kepada seluruh Negeri/Ohoi, Desa dan
Kelurahan di Propinsi Maluku.
Faktor Penghambat
Meskipun dengan adanya kendala yang dihadapi, kegiatan yang telah
ditetapkan dan disesuaikan dengan program dari Badan Pembinaan Hukum
Nasional harus berjalan dengan program yang telah ditentukan berdasarkan
pada evaluasi dan didukung dengan Peta Permasalahan Hukum dan yang
utama untuk membentuk Desa/Kelurahan di Kota Ambon menjadi Sadar
Hukum.
Dalam meningkatkan kesadaran hukum kepada masyarakat yang
dilaksanakan oleh Kantor Wilayah yang didukung oleh PEMDA Kota Ambon
dengan menetapkan Negeri,Desa, dan Kelurahan di Kota Ambon menjadi
sasaran Binaan Hukum terdapat kendala dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan pendapat dari Risma Indriyani Kepala Divisi Pelayanan Hukum
116
dan HAM pada tanggal 04 Juni 2012 mengungkapkan memang terdapat
kendala dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka peningkatan kesadaran
hukum masyarakat di Kota Ambon yakni : terdapat keterbatasan anggaran
untuk melakukan pembinaan dan melaksanakan kegiatan dalam rangka
pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon, keterbatasan
sarana dan prasarana, keterbatasan sumber daya manusia yakni tenaga
penyuluh dan tenaga pembimbing. Pendapat tersebut di kuatkan dengan
pendapat dari Ganni Makatita Kepala Bidang Pelayanan Hukum pada tanggal
4 Juni 2012 yang mengungkapkan ada kendala yakni terdapat keterbatasan
dana/anggaran dalam melaksanakan kegiatan diseluruh desa/kelurahan di
Kota Ambon. Hal serupa diperkuat dengan yang diungkapkan oleh Thasman
Pea Latara Asi Kepala Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
mengungkapkan terdapat kendala yakni terletak pada Kementerian Hukum
dan HAM khususnya Kanwil dimana anggan dan kegiatan yang dikurangi
sehingga kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat dan kegiatan temu
sadar hukum volumenya sangat terbatas tidak seimbang dengan jumlah
Negeri/Desa/Kelurahan yang ada di Kota Ambon.
Dengan demikian masih terdapat faktor penghambat dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan dengan jadwal
telah ditetapkan masalah yang sering terjadi adalah minimnya volume
kegiatan, terbatasnya anggaran, kurangnya tenaga penyuluh hukum hanya
ada satu tenaga penyuluh hukum yang mempunyai sertifikat penyuluh yang
117
ditetapkan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, kurang pegawai
pada Sub Bidang penyuluhan dan Bantuan Hukum hanya terdapat 3 (tiga)
orang staf. Walaupun dengan keterbatasan yang dihadapi oleh Sub Bidang
Penyuluhan Hukum berkaitan dengan volume kegiatan, anggaran SDM, dan
sarana dan prasarana tetap kegiatan penyuluhan hukum, kegiatan temu
sadar hukum dan kegiatan lainnya tetap dilaksanakan mengingat pelayanan
harus terus dilakukan dalam rangka memberikan masyarakat pemahaman
dan pengetahuan tentang arti penting patuh dan taat pada aturan hukum
yang berlaku demi menjaga keamanan dan ketertiban di Kota Ambon.
3. Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Kadarkum
Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Kadarkum merupakan proses
awal ditetapkannya desa/kelurahan binaan yang akhirnya terbentunya
desa/kelurahan sadar hukum, sebagaimana yang terdapat pada Peraturan
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor : PHN.HN.03.05-73
Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum
dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum dan lebih jelasnya terdapat dalam
Lampiran I tentang persyaratan Pembentukan dan Pembinaan Kadarkum.
Kemudian berdasarkan penjelasan dari Risma Indriyani Kepala Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM pada tanggal 4 Juni 2012, bahwa proses awal
pembentukan desa/kelurahan khusunya Negeri/Desa Batumerah Kecamatan
Sirimau dan Kelurahan Waihaing Kecamatan Nusaniwe Kota, mengacu pada
118
Peraturan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum
dan HAM RI Nomor : PHN.HN.03.05-73 Tahun 2008 Tanggal 4 November
2008 tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Selanjutnya pandapat diatas diperkuat oleh
Ganni Makatita Kepala Bidang Pelayanan Hukum pada tanggal 4 Juni 2012
yang mengatakan pendapat yang sama yakni proses awal pembentukannya
didasari dengan Peraturan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
Nomor : PHN.HN.03.05-73 Tahun 2008 tanggal 4 Nopember 2008 tentang
Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukumdan Desa/Kelurahan
Sadar Hukum, dimana prosesnya diawali dengan beberapa kegiatan yang
ada pada Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum kemudian ditetapkan
Desa/Kelurahan menjadi KADARKUM Binaan dalam hal ini Desa Batumerah
dan Kelurahan Waihaong.
Pendapat Ganni Makatita diperkuat kembali dengan yang disampaikan
oleh Thasman Pea Latara Asi Kepala Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan
Hukum pada tangga 4 Juni 2012 bahwa proses awal pemebtukan
desa/kelurahan binaan pada Desa Batumerah Kecamatan Sirimau dan
Kelurahan Waihaong Kecamatan Nusaniwe yaitu Desa/Kelurahan
membentuk kelompok-kelompok sadar hukum kemudian ditetapkan dengan
Surat Keputusan Walikota Ambon sebagai Desa/Kelurahan Binaan sesuai
dengan syarat/kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum sebagaimana terdapat
pada Peraturan Kepala badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor :
119
PHN.HN.03.05-73 Tahun 2008 tanggal 4 Nopember 2008 tentang
Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/Kelurahan
Sadar Hukum kemudian Desa/Kelurahan Binaan Sadar Hukum akan
ditetapkan oleh Gubernur atas usul kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku untuk menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
4. Kriteria Desa/Kelurahan Binaan
Dalam menginventarisasi Desa/Kelurahan Binaan untuk ditetapkan
menjadi Desa/Kelurahan Binaan harus berdasarkan pada kriteria yang telah
ditetapkan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor :
PHN.HN.03.05-73 Tahun 2008 pada Lampiran II angka III yang berbunyi
kriteria ditetapkan menjadi Desa/Kelurahan Binaan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Pelunasan kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan mencapai
90 % (sembilan puluh persen) atau lebih;
2. Tidak terdapat perkawinan dibawah usia berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang perkawinan;
3. Angka kriminalitas rendah;
4. Rendahnya kasus narkoba;
5. Tingginya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kelestarian
lingkungan; dan
6. Kriteria lain yang ditentukan Daerah
120
Selanjutnya Risma Indriyani Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM
mengemukakan dalam menginventarisasi Desa/Kelurahan Binaan PEMDA
Kota Ambon harus berdasarkan pada prosedur, syarat, dan kriteria yang
ditetapkan oleh peraturan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
sebagaimana yang terdapat pada Lampiran II Peraturan Kepala badan
Pembinaan Hukum Nasional Nomor : PHN.HN.03.05-73 Tahun 2008 tanggal
4 Nopember 2008 tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar
Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum. pendapat yang sama pun
disampaikan oleh Ganni Makatita Kepala Bidang Pelayanan Hukum pada
tanggal 4 Juni 2012 bahwa PEMDA Kota Ambon dalam Menginventarisasi
Desa/Kelurahan Binaan harus disesuaikan dengan Peraturan Kepala badan
Pembinaan Hukum Nasional Nomor : PHN.HN.03.05-73 Tahun 2008 tanggal
4 Nopember 2008 tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar
Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum pad Lampiran II yaitu : Pelunasan
kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan mencapai 90 % (sembilan
puluh persen) atau lebih, Tidak terdapat perkawinan dibawah usia
berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, Angka kriminalitas rendah, Rendahnya kasus narkoba,
Tingginya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kelestarian
lingkungan, dan Kriteria lain yang ditentukan Daerah yakni salah satunya
adat-istiadat dari Negeri, Desa, dan Kelurahan.
121
Kemudian Thasman Pea Latara Asi Kepala Sub Bidang Penyuluhan
dan Bantuan Hukum menguatkan kembali pendapat sebelumnya bahwa
PEMDA Kota Ambon dalam menginventarisasi Desa/Kelurahan harus
memenuhi kriteria/syarat sesuai dengan peraturan Kepala Badan Pembinaan
Hukum Nasional karena pemintaan dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku dalam menyurati PEMDA Kota untuk mengikuti petunjuk
tersebut. Sehingga penetapan yang dilakukan oleh PEMDA Kota Ambon
dalam menentukan Desa/Kelurahan Binaan harus didasarkan pada
Peraturan yang telah disampaikan oleh Kantor Wilayah agar dilaksanakan
sesuai dengan petunjuk Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional.
5. Pembentuknya Desa/Kelurahan Sadar Hukum
Proses dan mekanisme Pembentuknya Desa/Kelurahan Sadar Hukum
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pembinaan Hukum
Nasional Nomor : PHN.HN.03.05-73 Tahun 2008 2008 tentang Pembentukan
dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum
pad Lampiran II angka II yang berbunyi Desa/Kelurahan Binaan ditetapkan
menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum adalah :
1. Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar Hukum diawali dengan penetpan
suatu Desa/kelurahan yang telah mempunyai Kadarkum menjdi
Desa/Kelurahan Binaan;
2. Usul penetapan dilakukan oleh Camat kepada Bupati/Walikota;
122
3. Bupati/Walikota menetapkan dengan Surat Keputusan suatu
Desa/Kelurahan menjadi Desa/Kelurahan Binaan;
4. Desa/Kelurahan Binaan dibina terus untuk menjadi Desa/kelurahan
Sadar Hukum; dan
5. Gubernur menetapkan Desa/Kelurahan Binaan menjadi
Desa/Kelurahan Sadar Hukum setelah mempertimbangkan usul
Bupati/Walikota dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan
HAM.
Berdasarkan pada ketentuan diatas menurut Risma Indriyani Kepala
Divisi Pelayanan Hukum dan HAM pada tanggal 4 Juni 2012 mengatakan
bahwa proses dan mekanisnya adalah Camat mengusulkan kepada
Bupati/Walikota selanjutnya usulannya disampaikan secara tertulis kepada
Kepala Kantor Wilayah kemudian Kepala Kantor Wilayah Mengusulkan
Kepada Gubernur untuk menetapkan Desa/Kelurahan menjadi
Desa/Kelurahan Sadar Hukum dengan Surat Keputusan Gubernur.
Pendapat tersebut di perkuat oleh Ganni Makatita Kepala Bidang
Pelayanan Hukum mengemukakan bahwa :
- Pengusulan dari Camat ke Bupati/Walpkota terhadap Desa/Kelurahan
yang telah memenubhi syarat menjadi Desa/Kelurahan Binaan.
- Usulan dari Camat tersebut dilanjuti oleh Bupati/Walikota ke Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM se tempat;
123
- Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM setempat
menindaklanjuti usulan Bupati/Walikota tersebut kepada Gubernur untuk
menetapkan Desa/Kelurahan yang dimaksud menjadi Desa/Kelurahan
Binaan melalui Keputusan Gubernur setempat.
Pendapat dari Ganni Makatita diperkuat kembali oleh Thasman Pea
Latara Asi Kepala Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum pada tanggal
4 Juni 2012 yang mengatakan proses Desa/Kelurahan Binaan yang telah
memenuhi kriteria dan syarat sebagaimana dalam peraturan Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional untuk menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum,
maka Kepala Kantor Wilayah Mengusulkan ke Gubernur untuk ditetapkan
sebagai Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
Dengan demikian proses pembentukan Desa/Kelurahan Binaan menjadi
Desa/Kelurahan Sadar Hukum khususnya Desa Batumerah Kecamatan
Sirimau dan Kelurahan Waihaong Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon dilalui
dengan beberapa tahap yakni usulan kegiatan dan anggaran, pelaksanaan
kegiatan, pembentukan kelompok- kelompok sadar hukum, pembentukan
dan pembinaan Desa/Kelurahan Binaan dan pada akhirnya ditetapkan
menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum dilalui dengan proses yang panjang
meskipun dengan keadaan yang terbatas baik ditinjau dari anggaran, volume
kegiatan, SDM, dan sarana dan prasarana yang kurang mendukung akan
tetapi dengan semangat dalam rangka pembentukan Desa/Kelurahan Binaan
sadar hukum dan program Menteri Hukum dan HAM RI maka proses ini tetap
124
berjalan. Dan pada akhirnya nanti dengan Keputusan Gubernur dalam hal ini
khususnya Gubernur Maluku dan Desa/Kelurahan khususnya Negeri/Desa
Batumerah Kecamatan Sirimau dan Kelurahan Waihaong Kota Ambon akan
diresmikan dan dianugrahi atau untuk memperoleh penghargaan Anubhawa
Sasana Desa/Anubhawa Sasana Kelurahan yang diajukan kepada Menteri
Hukum dan HAM.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Peranan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Maluku dalam Perencanaan Pembentukan Desa Sadar
Hukum di Kota Ambon dilaksanakan dengan melakukan koordinasi
secara baik dengan cara melayangkan surat kepada Walikota
125
Ambon berkaitan dengan permintaan nama-nama desa/kelurahan
yang akan dijadikan sebagai desa/kelurahan binaan yang isinya
dilampirkan kriteria-kriteria untuk menjadi desa/kelurahan binaan,
selanjutnya surat permintaan tersebut direspon dan diteruskan ke
Camat dan Kepala Desa/Lurah. Disamping itu peran Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku dalam melakukan pembinaan
dilakukan sesuai dengan perencanaan yang di mulai dari
dilaksanakannya kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu
dengan melibatkan atau mengikutsertakan Badan Narkotika Propinsi
Maluku dan Kejaksaan Tinggi. Hanya saja program dari PEMDA
Kota Ambon tidak ada untuk tahun 2009, tahun 2010, dan tahun
2011, akan tetapi program Pembinaan dan perencanaan
pemebentukan desa/kelurahan sadar hukum di tahun 2012 akan di
akomodir dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota
Ambon dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota
Ambon.
2. Proses pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon
yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Maluku diawali dengan pengusulan kegiatan-kegiatan yang
terdapat pada Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum,
kemudian usulan tersebut diserahkan ke Bagian Penyusunan
Program dan Anggaran selanjutnya Bagian Penyusunan Program
126
dan Anggaran akan dibahas di Kementerian Hukum dan HAM RI di
Jakarta sesuai dengan Pagu Indikatif atau Pagu Anggaran yang
telah ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta.
B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan diatas maka disarankan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Untuk lebih meningkatkan peran Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku dalam Pembentukan Desa/Kelurahan
Sadar Hukum di Kota Ambon tidak hanya dilakukan dengan cara
melayangkan surat ke PEMDA Kota Ambon, sebaiknya melakukan
peninjauan langsung ke PEMDA Kota Ambon dan bersama-sama
melakukan peninjauan ke Kecamatan-kecamatan dan bahkan ke
Desa/Kelurahan dalam menginventarisasi Desa/Kelurahan mana
saja yang layak untuk di lakukan pembinaan dan di tetapkan sebagai
Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Selanjutnya dalam menetapkan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum di Kota Ambon jangan hanya terbatas
pada 6 (enam) Desa/Kelurahan di Kota Ambon masih banyak
sasaran dari program Pembinaan dan Pembentukan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang lain untuk diusulkan mengingat
kondisi Kota Ambon yang rentan terhadap konflik. Selanjutnya
kedepan diharapkan Pemda Kota Ambon dalam hal ini Bagian
127
Hukum memiliki program/kegiatan yang ada kaitannya dengan
pembangunan hukum di daerah khususnya Kota Ambon sehingga
dalam melakukan pembinaan dapat bersama-sama dengan Kantor
Wilayah melakukan hal tersebut sehingga seluruh
Negeri/Desa/Kelurahan di Kota Ambon menjadi aman dan damai.
2. Untuk lebih mengoptimalkan dan memperhatikan usulan-usulan
program/kegiatan dari Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
berkaitan dengan volume kegiatan dan anggaran agar ada
peningkatan sehingga perencanaan pembentukan desa/kelurahan
sadar hukum yang dilakukan dengan sasaran penyuluhan hukum
dan temu sadar hukum dapat terjangkau di seluruh Kota/Kabupaten
di Propinsi Maluku sehingga tidak hanya terbatas di Kota Ambon.
128
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Adisasmita, M 2011 Membangun Desa Partisipatif, Universitas Hasanuddin Makassar.
Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama: Jakarta
Agustinus Tangkemanda, 2006, Efektifitas Penyuluhan Hukum Dalam Mewujudkan Masyarakat Sadar Hukum di Kecamatan Baruga Kota Kendari, UNHAS Makassar.
Aji,F dan Sirait,M, 1990 PDE, Perencanaan dan Evaluasi Suatu Sistem Untuk Proyek Pembangunan, Bumi Aksara Jakarta.
Amien, A. M, 2003 Kemandirian Lokal, Perspektif Sains Baru Terhadap Organisasi, Pembangunan dan Pendidikan, Makassar: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin.
Armansyah, 2004, Koordinasi Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Dompu NTB, UNHAS Makassar.
129
Brantas, 2009, Dasar-dasar manajemen, Alfabeta, bandung.
Bryan Coralie dan White Louise, 1987, Managemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, LP3S, Jakarta.
Bungin, Burhan, 2003 Analisis Data Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Chairuddin, 1991, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika: Jakarta.
Christian Leihitu, 2010, Desa Sadar Hukum Diharapkan Mengerti Masalah HAM, Antara Ambon.
Cohen, J. M. and Uphoff, N. T. 1977, Rural Development Participatory. Cornell University, Itacha.
Conyer dan Hills, 1994, Perencanaan Yang Berkesinambungan.
Conyers, D, 1991 “Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga” Suatu Pengantar,. Terjemahan oleh Gajah Mada University Press Yogyakarta.
Haryanto dan Sahmuddin, 2008, Perencanaan dan Penganggaran Daerah Pendekatan Kinerja, Badan Penerbit UNDIP Semarang.
Inu Kencana Syafiie, 2011, Manajemen Pemerintahan, Pustaka Reka Cipta, Bandung.
Kunarjo, A., 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, UI-Press Jakarta.
Kunarto, 1996. Sejarah perencanaan Pembagunan Suatu Tinjauan Singkat., Jakarta Prisma Edisi 25.
Leony Anggraeny, 2005 Perencanaan Partisipatif di Kabupaten Maros (Studi Kasus Pada Pemusyarawatan Tudang Sipulung di Kecamatan Turikale), UNHAS Makassar
Liaca MArzuki, 1995, Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar (sebuah Telaah Filsafat Hukum). Penerbit Hasanuddin University Press: Makassar.
130
Liestiarini Wulandari, 2010, Pembentukan DSH Sebagai Tolak Ukur Tingkat Kesadaran Hukum di Masyarakat, BPHNTV Jakarta.
Mulyana W Kusumah, dkk., 1998. Konsep dan Pola Penyuluhan Hukum., Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta.
Najib, M, 2002 “Mencoba untuk Indonesia yang lebih Demokratismelalui Perencanaan Pembangunan bersama masyarakat”, Pemikiran dan Praktek Perencanaan dalam era Transformasi di Indonesia, ed. Winarso,H dkk, Departemen Teknik Planologi, ITB, Bandung
Noer, R. DJ 2004 Persepsi Masyarakat dan Aparat tentang Urgensi Partisipasi dalam Lokakarya Perencanaan. Program Pasca sarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Paskarina, 2005, Perencanaan Partisipatif dalam Pembangunan Daerah, Bandung, Lembaga Penelitian UNPAD.
PSKMP, 2002 Partisipatory Local Social Development Planning (PLSD) UNHAS Makassar.
Rusli Effendi, dkk, 1991, Teori Hukum. Hasanuddin University Press, Ujung Pandang.
Salman, D 2005, Pembangunan Partisipatoris, Modul Konsentrasi Manajemen Perencanaan, program Studi Manajemen Pembangunan. Unhas Makassar 2005.
Sarwoto, 1986, Dasar-dasar Managemen, Penerbit Ghalia Jakarta.
Satjipto Raharjo, 1982, Ilmu Hukum, Alumni Bandung.
, 1983, Budaya Hukum dalam Permasalahan Hukum di Indonesia, Seminar Budaya Hukum Nasional Ke Empat, Bina Cipta, Bandung.
Soerjono Seokanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Rajawali, Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1987, Perencanaan Pembangunan, PT. Gunung Agung, Jakarta.
Victor F. Nanlessy, 2006, Perencanaan Pembangunan Partisipatif Program Desa Mandiri Di Kabupaten Gorontalo (Studi Kasus Di Desa Toyidito Kecamatan Polubala), UNHAS Makassar.
131
B. Dokumen Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 2004 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi Tata Kerja Kanwil Kemenkum HAM Maluku.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Pola Penyuluhan.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.HH-01.PR.01.01 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun 2010-2014.
Peraturan Kepala BPHN No. PHN.HN.03.05-73 Thn 2008 Tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
Surat Edaran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.HH.03.03-14 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Tugas Pokoks dan Fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tepublik Indonesia
C. Bahan-bahan Jurnal.
Arfan Faiz Muhlizi, Selasa, 03 Februari 2009 Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Dialektika Hukum
132
Indra J Pilliang, 2010, Refleksi Akhir Tahun Kementerian Hukum Dan HAM, Membudayakan Hukum dan HAM, Majalah Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta.
http://www. kemenkumhamri.go.id
http://www. bphn.go.id
http://www.kemenhukhammaluku.go.id
BPHNTV, Kementerian Hukum dan HAM RI.
POTRET DESA SADAR HUKUM, Metro TV , Sabtu 27 Nopember 2010.