PEMBAHASAN SKRIPSI

download PEMBAHASAN SKRIPSI

of 83

Transcript of PEMBAHASAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan, bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Pembentukan keluarga yang bahagia dan kekal itu, haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Para sosiolog berpendapat bahwa asal-usul pengelompokan keluarga bermula dari peristiwa perkawinan. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama. Dan setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi keluarga, jadi fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga. Selain fungsi keluarga adapula sistem keluarga, yang dimaksud sistem keluarga di sini meliputi proses pembentukan keluarga (sistem pelamaran dan perkawinan), membina kehidupan dalam keluarga (hak dan

1

kewajiban suami, istri, dan anak), pendidikan dan pengasuhan anak, putusnya hubungan keluarga (perceraian). Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan sebuah perkawinan maka dengan sendirinya semua kebutuhan biologisnya bisa terpenuhi. Ia akan bisa menyalurkan kebutuhan seksnya dengan pasangan hidupnya. Sementara itu secara mental atau rohani mereka yang telah menikah lebih bisa mengendalikan emosinya dan mengendalikan nafsu seksnya. Kematangan emosi merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan. Keberhasilan rumah tangga sangat banyak di tentukan oleh kematangan emosi, baik suami maupun istri. Dengan dilangsungkannya perkawinan maka status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pasangan suami-istri, dan sah secara hukum. Untuk memberikan reaksi tersebut manusia cenderung menyerasikan dengan sikap dan tindakan dengan orang lain, hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai keinginan dan hasrat yang kuat untuk menjadi satu dengan manusia lainnya. Dan keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungan alam disekelilingnya (Soerjono Soekanto,1990: 115). Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di Desa atau di kota. Namun tidak sedikit manusia yang sudah mempunyai

2

kemampuan baik fisik maupun mental akan mencari pasangannya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dalam kehidupan manusia perkawinan bukanlah bersifat sementara tetapi untuk seumur hidup. Sayangnya tidak semua orang tidak bisa memahami hakekat dan tujuan dari perkawinan yang seutuhnya yaitu mendapatkan kebahagiaan yang sejati dalam berumah-tangga. Dan apabila kita cermati dengan seksama maka yang mendasari terjadinya perkawinan di usia muda khususnya di masyarakat adalah karena adanya beberapa faktor seperti faktor ekonomi, bahwa perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu, faktor pendidikan karena rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat,

menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur, faktor keluarga karena biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk kawin secepatnya tanpa memikirkan umur mereka, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya dan takutnya juga anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan ini di sebabkan karena hukum adat masih berlaku. Padahal batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah penting atau dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena didalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis. Usia perkawinan yang

3

terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri. Perkawinan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung-jawab. Begitu memutuskan untuk menikah, mereka siap

menanggung segala beban yang timbul akibat adanya pernikahan, baik yang menyangkut pemberian nafkah, pendidikan anak, maupun yang terkait dengan perlindungan, pendidikan, serta pergaulan yang baik. Tujuan dari perkawinan yang lain adalah memperoleh keturunan yang baik. Dengan perkawinan pada usia yang terlalu muda biasanya kurang memperoleh keturunan yang berkualitas dan tingkat kesejahteraan rumah tangga rendah. Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Selain mempengaruhi aspek fisik, umur ibu juga mempengaruhi aspek psikologi anak, ibu usia remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti keterampilan mengasuh anaknya. Ibu muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada sifat keibuannya. Maka dapat di ambil kesimpulan bahwa perkawinan usia muda akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga, seperti pertengkaran, percekcokan bentrokan antara suami-istri. Emosi yang belum stabil, memungkinkan banyaknya pertengkaran dalam berumah-tangga. Di dalam rumah tangga

4

pertengkaran atau bentrokan itu hal biasa, namun apabila berkelanjutan akan mengakibatkan suatu perceraian. Masalah perceraian umumnya disebabkan karena masing-masing sudah tidak lagi memegang amanah sebagai istri atau suami, istri sudah tidak menghargai suami sebagai kepala rumah-tangga. Apabila mereka

mempertahankan ego masing-masing akibatnya adalah perceraian, maka muncullah masalah dalam rumah tangganya dan hal ini akan berpengaruh juga terhadap kedua orang tuanya karena apabila perkawinan dari anak-anaknya mengalami kegagalan maka mereka akan merasa sedih dan kecewa akan keadaan rumah tangga anak-anaknya, hal ini akan mengakibatkan

bertambahnya biaya hidup mereka dan yang paling parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua belah-pihak. Namun tidak mungkin dipungkiri bahwa tidak semua perkawinan di usia muda berdampak kurang baik bagi sebuah keluarga karena tidak sedikit dari mereka yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda dapat mempertahankan dan memelihara keutuhan keluarga sesuai dengan tujuan dari perkawinan itu sendiri. Berdasarkan dari pemikiran di atas maka penulis tertarik

mengadakan penelitian dengan judul PERKAWINAN USIA MUDA.

5

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:a.

Faktor faktor apa saja yang mendorong terjadinya perkawinan

usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa ?b.

Masalah apa saja yang dialami oleh mereka yang melangsungkan

perkawinan pada usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa? C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian 1. Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mendorong terjadinya

perkawinan usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa. b. Untuk mengetahui masalah yang dialami oleh mereka yang

melangsungkan perkawinan pada usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa. 2. Kegunaan penelitian a. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada tingkat

strata (S1) pada jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar. b. Menjadi bahan bacaan dan sekaligus sebagai literatur bagi

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah tersebut.

6

D. Kerangka Konseptual Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara. Selain itu manusia adalah mahkluk sosial yang selama hidupnya banyak berinteraksi dengan orang lain dari pada menyendiri karena kodratnya manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan dengan kodrat keterbatasan itu manusia mempunyai naluri yang kuat untuk saling membutuhkan sesamanya dan saling mengisi, melengkapi dan menyempurnakan keterbatasan tersebut manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dan berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, maka dari itu adanya hubungan saling tergantung dengan sesamanya ini di sebabkan kerana adanya interaksi sosial yang merupakan proses sosial, dan syarat-syarat yang utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, maka dari interaksi sosial tersebut lahirlah reaksireaksi sosial sebagai akibat adanya hubungan-hubungan yang terjadi dan dari reaksi-reaksi itu mengakibatkan bertambah luasnya sikap dan tindakan seseorang (Soerjono Soekanto, 1999: 114).

7

Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mendefinisikan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Handayani, 2005:41). Dan pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia seperti ini secara fisik maupun mental sudah mampu atau sudah ada kesiapan memikul tanggung jawab sebagai suami isteri dalam rumah tangga. Untuk itu dalam melangsungkan suatu perkawinan maka perlu mempunyai persiapan dan kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi. Namun masih ada sebagian masyarakat di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau perkawinan di bawah umur. a. Faktor ekonomi Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. b. Faktor kemauan sendiri Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau mediamedia yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai

8

pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di usia muda. c. Faktor pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, akan pentingnya pendidikan serta kurangnya pengetahuaan akan makna dan tujuaan sebuah perkawinan sehingga menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur. d. Faktor keluarga Biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk kawin secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan perkawinan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak di inginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya. Hal ini merupakan hal yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah. Masalah yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda bukan hanya dari masalah kesehatan saja, dimana perkawinan di bawah umur pada anak perempuan mempunyai penyumbang terbesar terhadap kanker serviks. Tetapi punya masalah juga terhadap kelangsungan perkawinan. Perkawinan yang tidak didasari persiapan yang matang akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrokan antara suami isteri

9

yang menyebabkan terjadinya perceraian. Banyak sekali perkawinanperkawinan ini harus berakhir kembali ke pengadilan dalam waktu yang tidak lama setelah perkawinan, untuk perkara yang berbeda yaitu perceraian. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami-istri yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Perkawinan usia muda akan menimbulkan berbagai masalah dalam rumah-tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrokan antar suami-istri yang dapat mengakibatkan perceraian. Masalah yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda tidak hanya dirasakan oleh pasangan pada usia muda, namun berpengaruh pula pada anakanak yang dilahirkannya. Bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di bawah usia 20 tahun, akan mengalami gangguan-gangguan pada

kandungannya yang dapat membahayakan kesehatan si anak, sehingga anak mengalami gangguan perkembangan fisik dan rendahnya tingkat kecerdasan Dari anak.penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk membangun suatu negara yang baik maka perlu membina suatu rumah tangga sebaik baiknya oleh karena itu sebelum seseorang memasuki suatu perkawinan seharusnya memiliki suatu persiapan yang matang dalam membentuk rumah tangga yang penuh tanggung jawab, harmonis dan bahagia.

10

Skema Kerangka konseptual

Faktor Ekonomi(Mengurangi beban keluarga)

Faktor pendidikan Faktor pendorong terjadinya perkawinan usia muda(Kurangnya pengetahuan orang tua dan anak)

Faktor Kemauan Sendiri(merasa sudah saling mencintai)

Faktor Keluarga Perkawinan usia muda(orang tua mencarikan jodoh untuk anaknya)

Masalah yang dialami dalam rumah tangga

Masalah Pertengkaran Perceraian Kesehatan ibu dan anak

11

E. Defenisi operasional Untuk menghindari ketidaksepahaman antara penulis dan pembaca, maka penulis mendeskripsikan defenisi operasional.a. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974). b. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang dimana didalam UU Nomor 1 tahun 1974 pasal 71 yang menetapkan batas maksimun pernikahan di usia muda adalah perempuan umur 16 tahun dan lakilaki berusia 19 tahun itu baru sudah boleh minikah.c. Rumah tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil, yang

terdiri dari pasangan suami istri, anak-anak, mertua dan sebagainya. d. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama. F. Metode Penelitian 1. Lokasi penelitian. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa. Sementara itu waktu yang dibutuhkan

12

dalam penelitian ini adalah selama 2 bulan, yaitu dari Februari sampai dengan Maret. 2. Dasar tipe penelitian. a. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian akan mendapatkan data deskriptif yaitu

sebuah penelitian yang berusaha memberikan gambaran mengenai objek yang diamati atau diteliti, atau suatu tipe penelitian yang bertujuan membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis dan aktual mengenai fakta-fakta yang ada dilapangan. b. Dasar penelitian yang digunakan studi kasus yaitu suatu pendekatan yang melihat objek penelitian sebagai suatu

keseluruhan yang terintegrasi. 3. Informan. a. Informan adalah pasangan perkawinan usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa. b. Penentuan Informan Penentuan informan ditetapkan secara sengaja berdasarkan atas kriteria yang di maksud adalah penduduk yang berada di Desa Sapan dengan memilih 5 pasangan perkawianan usia muda yang lama pernikahannya minimal dua tahun ke atas dan yang sudah mempunyai anak. 4. Teknik Pengumpulan Data

13

Adapun yang menjadi teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaiatu: a. Data Primer 1. Wawancara Teknik melakukan wawancara jawab yang dilakukan kepada adalah informan dengan yang

tanya

langsung

berdasarkan pada tujuan penelitian. Teknik wawancara ini yang dilakukan penulis adalah dengan cara mencatat berdasarkan pedoman pada daftar pertanyaan yang teleh disiapkan sebelumnya, Wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang dijelajahi. 2. Observasi Dengan melekukan pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap hal yang dianggab berhubungan dengan objek yang diteliti, atau hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. b. Data Sekunder 1. Dokumentasi Dokumentasi yang di maksud penulis disini adalah peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga bukubuku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lainlain yang berhubungan dengan masalah penelitian ini. 5. Teknik Analisa Data

14

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisa secara kualitatif, yaitu dengan memberikan gambaran informan masalah secara jelas dan mendalam. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perkawinan Ada beberapa pengertian perkawinan di Indonesia yang akan di bahas berikut ini. Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Perkawinan menurut hukum adat suatu perkawinan merupakan urusan kerabat/urusan masyarakat, urusan pribadi satu sama lain dalam hubungan yang berbeda-beda, atau merupakan salah satu cara untuk menjalankan upacara-upacara yang banyak corak ragamnya menurut tradisi masing-masing tradisi. Hukum agama adalah suatu perbuatan yang suci (sakramen, samskara) yaitu perkawinan adalah suatu perikatan antara dua belah pihak yaitu pihak pria dan pihak wanita dalam memenuhi perintah dan anjuran Yang

15

Maha Esa, agar kehidupan keluarga dan berumah-tangga serta berkerabat bisa berjalan dengan baik sesuai dengan anjuran agamanya. Hukum Islam perkawinan adalah akad atau persetujuan antara calon suami dan calon istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah terima. Apabila akad nikah tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia menciptakan rumah-tangga yang harmonis, akan hidup semati dalam menjalani rumah-tangga bersama-sama. Sementara itu menurut Adamson Hoebel (dalam Heriyanti, 2002) menyatakan bahwa perkawinan adalah merupakan suatu hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yang membawa hubungan-hubungan yang lebih luas yaitu antara kelompok kerabat laki-laki dan perempuan, bahkan dengan masyarakat lain. Hubungan yang terjadi ini ditentukan oleh system norma-norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Paul B. Harton dan Chester L. Hunt (1991) menyatakan bahwa perkawinan adalah suatu pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga. Lebih lanjut dikatakan bahwa arti sesungguhnya dari perkawinan adalah penerimaan status baru, serta pengakuan atas status baru oleh orang lain. Menurut wiryono, perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu (wiryono, 1978:15).

16

Menurut Abdul Jumali perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, hidup bersama dalam rumah tangga, melanjutkan keturunan menurut ketentuan hukum syariat Islam. Hukum katholik perkawinan adalah ikatan seumur hidup antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang terjadi atas persetujuan kedua belah pihak yang tidak dapat ditarik kembali. Sedangkan menurut prostestan perkawinan adalah ikatan seumur hidup antara seorang pria dengan seorang wanita yang mempunyai janji yang dilandasi kasih gereja. B. Perkawinan Usia Muda1. Pengertian PerkawinanUsia Muda

Pernikahan usia muda terdiri dari dua kata yaitu pernikahan dan usia muda. Pernikahan berasal dari bahasa Arab yaitu An-nikah yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dalam pengertian fiqih nikah adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafaz perkawinan/pernikahan atau yang semakna dengan itu. Dalam pengertian yang luas pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah. Usia muda menunjukkan usia belia, ini bisa digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang dilakukan sebelum batas usia minimal. Dengan demikian pernikahan usia muda berarti pernikahan yang dilaksanakan di

17

bawah umur enam belas tahun. Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974, pasal 1 merumuskan arti perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua. Seperti halnya juga telah dijelaskan dalam UU Repoblik Indonesia Nomor 1 pasal 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan penjelasan diatas maka perkawinan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di usia yang masih muda/remaja. Sehubungan dengan perkawinan usia muda, maka ada baiknya kita terlebih dahulu melihat pengertian daripada remaja (dalam hal ini yang dimaksud rentangan usianya). Golongan remaja muda adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun, inipun sangat tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada. Dan bagi laki-laki yang disebut remaja muda berusia 14 tahun sampai 17 tahun. Dan apabila remaja muda sudah menginjak 17 sampai dengan 18 tahun mereka lasim disebut golongan muda/ anak muda. Sebab sikap mereka sudah mendekati pola sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum matang sepenuhnya. (Soerjono Soekanto, 2004).

18

Namun dalam prakteknya didalam masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan di usia muda atau di bawah umur. Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di suatu daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak dahulu. Di Indonesia perkawinan usia muda berkisar 12-20% yang dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, perkawinan usia muda dilakukan pada pasangan usia muda usia rata-rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara nasional perkawinan usia muda dengan usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,95%. Di Mamasa sendiri khususnya di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa yang telah melangsungkan perkawinan pada usia muda sudah banyak. Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 19-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan sosial. Melakukan perkawinan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah perkawinan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan

19

perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur. Dan setelah melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan usia muda adalah perkawinan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan menurut kesehatan melihat perkawinan usai muda itu sendiri yang ideal adalah perempuan diatas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Dan pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar human papiloma Virus HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Nugroho Kompono, 2007) Dari penjelasan diatas, maka tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan usia muda pada kebanyakan yang dilakukan merupakan salah satu faktor utama masalah perkawinan, disebabkan setiap pasangan laki-laki dan perempuan belum memiliki sikap kedewasaan yang merupakan salah satu tolak ukur dalam memasuki sebuah kehidupan berkeluarga. Memang disatu sisi harus didasari bahwa kedewasaan seseorang tidak tidak bergantug pada umur, tetapi disisi lain kitapun perlu menyadari bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Yang mana masa keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, sifat sementara dan kedudukannya itu mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya, yang artinya pada masa peralihan itu sangat jarang ditemukan remaja yang

20

betul-betul memiliki sikap kedewasaan, yang pada dasarnya untuk menempuh suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia, salah satu persyaratan mutlak yang harus dimiliki yaitu sikap kedewasaan tersebut. Sikap kedewasaan masing-masing pasangan remaja dalam kehidupan keluarganya, sedikit banyaknya akan mempengaruhi pola perilaku anak yang dilahirkannya, sebuah pernikahan yang harmonis diharapakan menghasilkan menyenangkan. Maka dari itu remaja sebelum melangkah kejenjang perkawinan atau hidup berkeluarga sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan dirinya sedemikian rupa, sehingga keluarga yang akan dibentuknya tidak terlalu banyak mengalami masalah yang akan membawa pada perceraian. Oleh karena itu, maka seharusnya setiap pasangan yang ingin atau berencana menikah diusia yang muda betul-betul mempersiapkan segala sesuatunya, dan setiap juga pasangan harus memikirkan keperluan-keperluan dalam hidup berkeluarga. Dan pada intinya, setiap pasangan remaja yang ingin menikah, haruslah siap secara fisik/ ekonominya maupun secara mental dalam arti bahwa adanya sikap kedewasaan dalam memandang arti dari perkawinan itu sendiri, agar keluarga yang dibangunnya adalah keluarga yang sejahtera. C. Sistem Pelamaran dan Perkawinan Perkawinan merupakan perjanajian antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga. Perjanjian disini, mencakup segala sesuatu yang meliputi perwujudan hak-hak suami dan isteri untuk melahirkan dan anak-anak yang baik yang mempunyai watak yang

21

membesarkan anak. Lebih dari itu, perkawinan sesungguhnya adalah perbuatan status baru bagi seseorang dan pengakuan status tersebut bagi orang lain. Perayaan dan upacara ritual merupakan pengumuman status baru tersebut. Karena seseorang yang menikah memperoleh status baru, perkawinan yang sah melegalkan hak dan kewajiban suami isteri yang diakui secara hukum. Dalam proses perkawinan, keterlibatan anggota keluarga bukan saja salam dua pihak keluarga, melainkan banyak kelompok orang yang terlibat di dalamnya. Pertentangan dalam proses perkawinan itu mulai terjadi apabila orang ikut campur dalam menetukan pasangan bagi anaknya. Sebelum menentukan kelayakan seseorang untuk menjadi menantu terlebih dahulu diadakan penyelidikan dari kedua belah pihak. Hal itu dilakukan serapi mungkin dan sering dilakukan secara tertutup agar mendapat menantu yang baik. Sudah tentu menantu yang baik disini mempunyai makna yang relatif. Untuk mengetahui makna yang baik, diperlukan pengetahuan mengenai sistem nilai pada daerah yang bersangkutan. Pada daerah peDesaan yang kuat kehidupan agamanya, faktor agama memainkan peranan penting dalam menentukan standar baik seseorang. Bagi sebagian masyarakat, cinta tidak dianggab penting dalam persoalan mencari jodoh. Cinta dianggab sebagai ancaman terhadap pengawasan para orang tua yang memiliki status sosial tertentu untuk menjodohkan siapa menikah dengan apa, dan bukan siapa menikah dengan

22

siapa. Oleh karena itu banyak ditemukan aturan sosial yang menghalangi cinta sebagai dasar utama pemilihan jodoh. D. Usia Ideal Untuk Melangsungkan Perkawinan Di Indonesia ternyata masih banyak terjadi perkawinan di bawah umur. Itu semua terjadi karena pengaruh lingkungan atau karena didikan orang tua sejak kecil yang di tanamkan pada anak-anak mereka hingga masa dewasa. Kebiasaan yang masih sering terjadi seperti itu memang tidak buruk. Namun di samping ada segi positifnya, juga ada segi negatifnya. Para psikolog mengkhawatirkan perkawinan yang terjadi di bawah umur akan menemui batu sandungan karena sangat bergantung pada keadaan jiwa seseorang. Hal itu senada yang diungkapkan oleh para dokter, bahwa sebelum melangsungkan pernikahan hendaknya calon suami istri benar-benar berpikir secara jernih dan matang terutama kesiapan jasmaninya. Karena itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk

mempersiapkan anak-anak mereka sebaik mungkin dengan memberikan pendidikan yang memadai. Kepada mereka hendaknya ditekankan bahwa alangkah baiknya melangsungkan pernikahan setelah mencapai usia kedewasaan. Sebab cara berpikir seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkatan umur, semakin matang umurnya semakin matang pula cara berpikirnya Menurut Diane E. Papalia dan Sally Wendkos dalam bukunya Human Development 1995, mengemukakan bahwa usia terbaik untuk melakukan pernikahan bagi perempuan adalah 19 sampai dengan 25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 25 sampai 28 tahun diharapkan sudah menikah.

23

Karena ini adalah usia terbaik untuk menikah baik untuk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama. Dalam kompilasi hukum Islam pasal 15 telah di sebutkan bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah di tetapkan dalam pasal 7 undang-undang no.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurangkurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Sementara menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, dalam usia kurang dari 21 tahun seorang anak, jika mau menikah harus seizin orang tua, dan KUA (Kantor Urusan Agama) tidak akan menikahkan mereka sebelum ada izin dari orang tua. Suatu pernikahan tanpa seizin orang tua, dimana mereka atau salah satu dari mereka berusia kurang dari 21 tahun, maka pernikahannya tidak sah. Kecuali mereka telah mendapat izin dari pengadilan berupa dispensasi pengadilan yang mereka ajukan sendiri ke pengadilan yang mewilayahi tempat tinggal mereka, sehingga dengan adanya izin dari pengadilan itu KUA dapat menikahkan mereka. Bagi seorang wanita yang tidak direstui/dizinkan maka sebagai walinya adalah wali hakim. Dispensasi dari pengadilan itu adalah sebagai pengganti izin dari orang tua, dimana orang tua atau wali yang disebut dalam pasal 6 ayat 3,4, dan 5 enggan menikahkan mereka. Secara hukum pernikahan mereka sah, sebab semua rukun dan syarat telah terpenuhi.

24

Dalam perkawinan, usia dan kedewasaan memang menjadi hal yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin melangsungkan perkawinan. Karena bila kita melihat fenomena yang ada, pada orang yang dewasa ketika berumah tangga dipandang akan dapat mengendalikan emosi dan kemarahan yang sewaktu-waktu akan muncul dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan mentalnya sudah relative stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun dengan pasangan dan lingkungan sekitar. Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan. Bila diklasifikasikan aspek-aspek yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai ukuran kualitas pribadi, menyebabkan batasan usia nikah tidak dapat dihindari. Setidaknya ada beberapa macam hal yang diharapkan dari pendewasaan usia, seperti: 1. Pendidikan dan keterampilan Dalam bidang pendidikan dan keterampilan merupakan aspek yang sangat penting sebagai bekal kemampuan yang harus dimiliki bagi seseorang yang melangsungkan perkawinan. Hal ini sebagai penopang dan sumber memperoleh nafkah untuk memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga. Dalam proses pendidikan yang ditempuh diharapkan dapat terpancar ilmu pengetahuan sebagai bekal yang tiada tara bila dibandingkan dengan potensi lainnya. Juga bagi seorang wanita, sekalipun bukan sebagai

25

kepala rumah tangga tetapi akan sangat berpengaruh dalam pembentukan rumah tangga dan dalam mewarnai kepribadian anak. Seorang ibu yang baik dan berilmu akan mampu mengarahan anak-anaknya menjadi anak-anak yang berpribadi luhur dan berakhlak mulia. Karena itu peran seorang ibu amatlah besar yang tidak dapat diabaikan.

2. Psikis dan Biologis Mentalitas yang mantap merupakan satu kekuatan besar dalam memperoleh keutuhan sebuah rumah tangga. Keseimbangan fisik dan psikis yang ada pada setiap individual manusia dapat membuahkan ketahanan dan kejernihan akal sebagai jenis persoalan yang dihadapi. Akal yang potensial baru dapat muncul etelah mengalami berbagai proses dan perkembangan. Aspek biologis merupakan potensi yang sangat dominan terhadap

keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu keberadaannya tidak boleh diabaikan begitu saja. 3. Sosial cultural Pada sisi ini, seorang individu diharapkan mampu membaca kondisi dilingkungan sekitar dan dapat menyesuaikannya. Hal ini agar tercipta suasana dimana dalam suatu rumah tangga yang dibina diakui keberadaannya oleh masyarakat sekitar sebagai bagian dari anggota masyarakat sehingga keluarga yang dibentuk tidak merasa terisolasi dari pergaulan yang bersifat umum. Secara sosiologis kedewasaan merupakan merupakan sesuatu yang didasari atas perbedaan peran sosial yang ditempati. Artinya tingkat

26

perkembangan

kedewasaan

berbeda-beda sesuai dengan

tempat

dan

lingkungannya. Bagi pasangan dalam satu keluarga perlu memahami dan membekali akan pengetahuan ini, agar kelengkapan potensi yang diperkirakan dapat tercukupi. Dari uraian-uraian tadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pembatasan usia dalam perkawinan ialah: a. Untuk mendapatkan pasangan yang berkualitas, siap memasuki dan mengarungi bahtera kehidupan berumah tangga. b. Agar didapati pribadi yang mandiri di keluarga yang kuat dan kokoh dalam menghadapi segala problematika keluarga.c. Agar didapati keturunan yang baik dan berkepribadian luhur dan

mulia. Banyak manfaat dari perkawinan di usia muda, namun demikian manfaat ini hanya bisa dirasakan oleh mereka yang sungguh-sungguh ikhlas menikah untuk ibadah di antaranya: 1. Menyelamatkan diri dari penyimpangan seks Mereka yang menyegerakan menikah karena takut terjerumus pada lembah perzinahan sangat agung dalam pandangan agama. 2. Sehat jasmani dan rohani Penyaluran seks yang benar itulah yang menjadi kunci kesehatan jasmani dalam rumah tangga. 3. Lebih cepat memiliki keturunan

27

Diantara tujuan perkawinan adalah untuk memiliki keturunan, nikah di usia muda memungkinkan mempercepat keturunan. Bagi istri memiliki anak dalam rentang waktu usia 20-35 tahun adalah saat yang paling baik, sebaliknya mereka yang baru menikah di atas 30 tahun akan memiliki waktu subur yang sempit. 4. Lebih banyak nilai ibadah Rumah tangga lebih banyak memberikan nilai ibadah, karena banyak lahan amal dalam rumah tangga. Bagi suami menghidupi anak istri, memberikan nafkah batin, dan lain sebagainya adalah perbuatan yang sangat mulia bahkan tergolong jihad. Begitu juga istri dalam menyediakan makanan bagi suami, menyambut saat datang kerja, mendidik anak-anak akan mendapatkan pahala yang berlimpah. 5. Lebih cepat dewasa Banyak halangan dan rintangan dalam hidup berumah tangga. Halangan itu bila di renungi memberikan pendidikan mental yang baik. Mereka yang sering di terpa barbagai kesulitan akan mudah memahami hidup, karena itu dengan berumah tangga lebih cepat mendewasakan seseorang dan ini penting artinya bagi kelangsungan hidup berikutnya. Semakin cepat menikah maka akan cepat seseorang mencapai kedewasaan. Namun demikian, secara umum pernikahan di usia muda mengandung beberapa kelemahan dan membahayakan kelestarian sebuah rumah tangga, diantara kelemahannya adalah:

28

1. Belum

memiliki

kematangan

dalam

mengurus

keluarga,

hingga

berpengaruh terhadap melemahnya struktur keluarga. 2. Kemungkinan menghasilkan keturunan yang lemah, baik fisik maupun kecerdasannya. 3. Para wanita usia muda yang belum siap memasuki rumah tangga akan banyak menderita, berkeluh kesah dan belum mampu melaksanakan fungsi dan pernannya sebagai seorang ibu yang baik. 4. Besar kemungkinan rusaknya sebuah struktur keluarga, sehingga menyebabkan terjadinya perceraian. E. Syarat-syarat Perkawinan Menurut UU No. 1 Tahun 1974 syarat-syarat perkawinan tercantum pada pasal 6 sebagai berikut: 1. Perkawinan harus dilakukan menurut hukum agama. 2. Perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundangan. 3. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 4. Untuk melangsungkan pernikahan seorang yang belum mencapai umur 21 harus mendapat izin orang tua.

Syarat-syarat perkawinan menurut pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 yaitu: 1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

29

2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kdua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. 3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) UU ini, berlaku yang dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6). F. Tujuan Perkawinan Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 adalah membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari kalimat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga yaitu

mendapatkan keturunan, karena suatu keluarga tentunya terdiri dari suami istri dan anak-anaknya. 2. Perkawinan itu untuk selama-lamanya, hal ini dapat kita tarik dari kata kekal. 3. Perkawinan itu bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Tujuan perkawinan yang diinginkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bila kita rasakan adalah sangat ideal karena tujuan perkawinan itu tidak hanya melihat dari segi lahiriah saja tetapi sekaligus terdapat adanya suatu pertautan batin antara suami dan istri yang ditujukan untuk membina

30

suatu keluarga atau rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya dan yang sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa dengan melangsungkan perkawinan akan diperoleh

kebahagiaan, baik materiil maupun spirituil. Kebahagiaan yang ingin dicapai bukanlah kebahagiaan yang sifatnya sementara saja, tetapi kebahagiaan yang kekal, karenanya perkawinan yang diharapkan juga adalah perkawinan yang kekal, yang dapat berakhir dengan kematian. Tujuan perkawinan menurut Hukum Islam adalah untuk memenuhi hajat dan tabiat kemanusiaan berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam syariat. Dalam hukum Islam perkawinan juga bertujuan menuruti perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat yang mendirikan suatu rumah tangga yang damai dan teratur (Thoha Nashruddin, 1967: 16). Sedangkan tujuan perkawinan menurut Hukum Adat adalah untuk melahirkan generasi muda, melanjutkan garis hidup orang tua,

mempertahankan derajat memasuki inti sosial dalam masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara individu. Menurut Bambang Suwondo mengatakan bahwa tujuan perkawinan menurut Hukum Adat ialah secara sosiologi untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat setempat. G. Keluarga 1. Defenisi keluarga

31

Terdapat berbagai istilah untuk menyebut nama keluarga. Keluarga bisa berarti ibu, bapak, anak-anaknya atau seisi rumah. Bisa juga disebut batih yaitu seisi rumah yang menjadi tanggungan dan dapat pula berarti kaum, yaitu sanak saudara serta kaum kerabat. Istilah keluarga dapat pula diartikan sebagai rumah tangga (house hold) adalah kelompok sosial yang biasanya berpusat pada suatu keluarga batih, yaitu kelarga yang terdiri dari suami, isteri, anakanak yang belum menikah atau memisahkan diri. Menurut Tajul Arifin (1993:59) dalam Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu (2001:41) Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawianan atau adopsi serta tinggal bersama. Para sosiolog berpendapat bahwa asal-usul pengelompokan keluarga bermula dari perkawinan. Akan tetapi asal-usul keluarga dapat pula berbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan dengan status yang berbeda, kemudian mereka tinggal bersama memeliki anak.anak yang di hasilkan dari hidup bersama ini disebut keturunan dari kelompok itu. Dari sinilah pengertian keluarga dapat dipahami dalam berbagai segi yaitu:a. Dari segi orang yang melangsungkan perkawinan yang sah serta

di karuniai anak.b. Lelaki perempuan yang hidup bersama serta memiliki seorang

anak, namun tidak pernah menikah.

32

c. Dari segi hubungan jauh antara anggota keluarga, namun masih

memilik ikatan darah.d. Dari segi keluarga yang mengadopsi anak dari orang lain. (Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu, 2001)

Menurut Burgess dan Locke bahwa ada empat karakteristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga dan juga untuk membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial lainnya: yaitu e. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatanikatan sebuah perkawinan, darah atau adopsi. Pertalian antara suami dan isteri adalah pernikahan, dan hubungan dengan orang tua dan anak biasanya adalah darah, dan kadangkala adopsi. f. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga, atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka. g. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi dan menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan isteri, ayah dan ibu putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peranan-peranan tersebut dibatasi oleh masyarakat, tetapi masing-masing keluarga diperkuat oleh kekuatan sentimen-sentimen, yang sebagian merupakan tradisi

33

dan

sebagian

merupakan

emosional,

yang

menghasilkan

pengalaman.h. Keluarga adalah pemeliharaan suatu kebudayaan bersama, yang

diperoleh pada hakikatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang kompleks masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya.

Berbedanya kebudayaan dari setiap anggota keluarga timbul melalui komunikasi anggota-anggota keluarga yang merupakan gabungan pola-pola tingkah laku individu (Khairuddin, 2002) Dari beberapa pengertian keluarga di atas secara sosiologis menunjukkan bahwa dalam keluarga itu terjalin suatu hubungan yang sangat mendalam dan kuat, bahkan hubungan tersebut dapat disebut dengan hubungan lahir batin. Adanya hubungan ikatan darah

menunjukkan kuatnya hubungan yang dimaksud. Hubungan antar anggota keluarga, tidak saja berlangsung selama mereka masih hidup, tetapi setelah mereka meninggal dunia pun masing-masing individu masih memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, misalnya dengan cara

mendoakannya, atau berziarah ke kuburannya. Dalam ajaran islam, anak yang saleh adalah anak yang senantiasa mendoakan orang tuanya baik ketika mereka masih hidup atau sesudah meninggal, ungkapan ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan batin antar anggota keuarga.

34

Maka dengan demikian, jelaslah bahwa dalam keluarga terdapat hubungan fungsional di antara anggotanya. Yang perlu diperhatikan disini ialah faktor yang mempengaruhi hubungan itu, yaitu struktur keluarga itu sendiri. Struktur keluarga banyak menentukan pola hubungan dalam keluarga. Pada keluarga batih hubungan antaranggota mungkin saja lebih kuat karena terdiri dari jumlah anggota yang terbatas. Akan tetapi, pada keluarga luas, hubungan antar anggota keluarga sangat renggang karena terdiri dari jumlah anggota yang banyak dengan tempat terpisah. Dengan memperhatikan berbagai defenisi di atas, Horton dan Hurt memberikan beberapa pilihan dalam mendefenisikan keluarga yaitu: 1. Suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama. 2. Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan. 3. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak. 4. Pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak. 5. Para anggota suatu komunitas yang biasanya mereka ingin disebut sebagai keluarga. 1. Kehidupan Keluarga Di dalam suatu keluarga akan selalu nampak adanya proses sosial, dalam hal ini merupakan proses sosial yang asosiatif. Proses sosial yang

35

asosiatif ini terbagi dalam tiga bentuk yakni: kerjasama, akomodasi, serta asimilasi dan akulturasi (Gillin dan Gillin; dalam Soerjono Soekanto, 1990). Adapun yang ingin dibicarakan dari proses sosial yang asosiatif adalah bentuk kerjasama. Terkait mengenai hal tersebut, bahwa didalam sebuah keluarga pasangan suami isteri haruslah terlebih dahulu mencapai sebuah kesepakatan, yang berarti keduanya siap untuk melakukan sebuah kerjasama dalam menjalani rumah tangganya. Menurut Soerjono Soekanto (2001:79) bahwasanya kerjasama adalah: suatu usaha bersama antara orang-perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan besama. Digambarkan pula oleh Charles Cooley dalam Soerjono Soekanto, 2001:80) bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. Dan pendapat mengenai kerjasama yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasanya kerjasama mencakup: Usaha bersama antara dua orang atau lebih Adanya kerjasama kesadaran diantara orang-orang yang melakukan

36

Punya kepentingan yang sama Cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri Berbicara mengenai keluarga, maka akan nampak bahwa di dalam

kehidupan keluarga mencakup keempat poin diatas, yang memang tak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dan didalam suatu keluarga atomatis akan dihadapkan pada interaksi sosial, yaitu hubungan timbal balik atau hubungan saling mempengaruhi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Adapun syarat terjadinya interaksi sosial mencakup dua syarat yaitu: 1. Adanya kontak sosial, yaitu secara harifiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik kontak baru bisa terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, sebagai gejala sosial tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuh, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Kontak sosial ini dapat dibagi menjadi dua yaitu; Kontak sosial primer (mengadakan hubungan langsung, bertemu dan berhadapan muka). Kontak sosial sekunder (mengadakan hubungan dengan

menggunakan suatu perantara baik itu melalui manusia maupun dengan menggunakan alat)

37

2. Adanya komunikasi, yaitu seorang memberikan tafsiran kepada perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. (Soerjono Soekanto) Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa didalam keluarga antara suami isteri dan anak tak pernah lepas dari interaksi sosial dan proses sosial dalam bentuk kerjasama. 2. Fungsi Keluarga Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada di dalamnya memilki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga. (Abu Ahmadi 1991: 88;dalam Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu 2001;44) Fungsi ini mengacu pada peran individu dalam mengetahui yang pada akhirnya mewujudkan hak dan kewajiban. Mengetahui fungsi keluarga sangat penting sebab dari sinilah terukur dan terbaca sosok keluarga yang ideal dan harmonis. Munculnya krisis dalam rumah tangga dapat juga sebagai akibat tidak berfungsinya salah satu fungsi kelurga. Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu (2001:45) membagi fungsi keluarga sebagai berikut;a.

Fungsi biologis

38

Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual suami isteri. Keluarga ialah lembaga pokok yang secara absah memberikan peluang bagi pengaturan dan pengorganisasian kepuasan seksual. Namun, ada pula masyarakat yang memberikan toleransi yang berbeda-beda terhadap lembaga yang mengambil alih fungsi pengaturan seksual ini. Misalnya tempat-tempat hiburan atau panti pijat. Kenyataan ini pada dasarnya merupakan suatu kendala dan sekaligus suatu hal yang sangat rumit untuk dipikirkan. Kelangsungan sebuah keluarga banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis ini. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi biologisnya, kemungkinan besar akan terjadi gangguan dalam keluarga yang biasanya berujung pada perceraian dan poligami. b. Fungsi sosialisasi anak Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dan

memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilainilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapakn akan dijalankan oleh mereka. Sejalan dengan itu, baik atau buruknya sosialisasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap

anggotanya. Abdullah Nasikh Ulwan (1989:17) dalam Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu (2001:46) berpendapat bahwa anak adalah amanat yang berada di pundak orang tuanya. Kalbunya yang murni bersih, seperti39

mutiara yang tak ternilai. Bila dibiasakan didik kebaikan, maka anak akan tumbuh menjadi orang yang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat. Dan apabila dibiarkan pada kejelekan seperti layaknya hewan, niscaya dia akan rusak dan menderita. c. Fungsi Efeksi Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan kasih sayang atau rasa cinta. Pandangan psikiatrik menyatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan yang intim. kebutuhan kasih sayang ini merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi seseorang. Banyak orang tidak menikah sungguh bahagia, sehat, dan berguna, tetapi orang yang tidak pernah dicintai jarang bahagia, sehat dan berguna. Kecenderungan dewasa ini menunjukkan bahwa fungsi efeksi telah bergeser kepada orang lain, terutama bagi mereka yang orang tuanya yang bekerja di luar rumah. Konsekuensinya anak tidak lagi dekat secara psikologis karena anak akan menganggab orang tuanya tidak memiliki perhatian. d. Fungsi Edukatif Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik manusia. Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak mulai dari bayi. Belajar jalan, hingga mampu berjalan. Salah satu contoh fungsi keluarga sebagai alat pendidikan dapat dilihat pada keluarga Jawa dan Sunda. Seorang anak

40

menerima suatu pemberian dari orang lain harus harus menerima dengan tangan kanan, jika tidak pemberian itu ditarik kembali. Tanggung jawab keluarga untuk mendidik anak-anaknya sebagian besar atau bahkan mungkin seluruhnya telah diambil oleh lembaga pendidikan formal maupun informal. e. Fungsi Religius Fungsi religius dalam keluarga merupakan salah satu indikator keluarga sejahtera. Dalam UU No. 10 Tahun 1992 tentang perkembangan Kependudukan dan pembangunan Keluarga Sejahtera dan PP No.21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan mewujudkan keluarga sejahtera. Dalam ketentuan umum kedua peraturan perundang-undangan itu dinyatakan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memilki hubungan yang serasi dan seimbang antaranggota dan antarkeluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

f. Fungsi Protektif Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi ini bertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar dari hal-

41

hal negatif. Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis, psikologis bagi seluruh anggotanya. Namun demikian, fungsi perlindungan dalam keluarga itu lambat laun akan bergeser dan sebagian telah diambil alih oleh lembaga lainnya. Misalnya dapat terlihat bahwa mula-mula laki-laki dari suatu keluarga melindungi anggotanya dengan menggunakan senjata, tetapi dewasa ini polisi dan petugas keamanan lainnya yang melindungi hak-hak seseorang dalam

kehidupannya. g. Fungsi Rekreatif Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang segar dan gembira dalam lingkungan. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari hiburan. Dewasa ini tempat-tempat hiburan banyak berkembang di luar rumah karena berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesatnya. Media TV termasuk dalam keluarga sebagai sarana hiburan bagi anggota keluarga. h. Fungsi Ekonomis Fungsi ini bertujuan untuk berusaha memproduksi beberapa unit kebutuhan rumah tangga dan menjualnya sendiri. Keperluan rumah tangga itu, seperti seni membuat kursi, makanan, dan pakaian dikerjakan sendiri oleh ayah, ibu, anak dan sanak saudara yang lain untuk menjalankan fungsi ekonominya sehingga mereka mampu mempertahankan hidupnya. Para anggota keluarga bekerja sebagai tim yang tangguh untuk

42

menghidupi keluarganya. Namun seiring dengan perubahan waktu dan pertumbuhan perusahaan serta mesin-mesin canggih, peran keluarga yang dulu sebagai lembaga ekonomis secara perlahan-lahan hilang. Bahkan keluarga yang ada pada mulanya disatukan dengan pekerjaan bertani.i.

Fungsi Penentuan Status Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkaian status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sebagainya. Status/kedudukan ialah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Status tidak bisa dipisahkan dari peran. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status. Keluarga diharapkan mampu menentukan status bagi anak-anaknya. Yang dapat dijalankan dari fungsi status ini adalah menentukan status berdasarkan jenis kelamin. Misalnya, seorang ayah bertanya kepada anak-anak laki-lakinya,mau jadi apa jika kamu dewasa nanti? sedangkan pada anak perempuannya ditanyakan, apakah kamu sudah besar ingin seperti ibu?. Latihan peran tersebut dilakukan secara konsisten selama bertahun-tahun sehingga membawa anak laki-laki dan perempuan kepada kematangan fisik dengan perbedaan yang besar dalam tanggapan, perasaan, serta kecenderungan mereka kelak.

H. Sistem Perceraian43

Dalam perspektif sosiologis, perkawinan merupakan suatu proses pertukaran hak dan kewajiban yang terjadi diantara sepasang suami isteri. Karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu, proses pertukaran ini senantiasa harus dirundingkan dan dinegosiasikan. Perceraian terjadi dalam keluarga diawali dari suatu kegagalan dalam menegoisasikan hak dan kewajiban. Lebih dati itu, awal dari sebuah percekcokan dalam keluarga juga disebabkan mumculnya suatu dugaan terhadap masing-masing pasangan tanpa melakukan beberapa interpretasi peristiwanya. Bisa juga terjadi, suatu perceraian diawali oleh hilangnya pemberian pujian dan penghargaan terhadap pasangan. Pujian dan penghargaan dalam suatu perkawinan merupakan dukungan emosional yang sangat penting artinya bagi kelangsungan sebuah keluarga. Dampak yang sering muncul dari hilangnya pemberian pujian dan penghargaan ialah semakin sulitnya berbicara dan berdikusi mengenai masalah-masalah yang perlu dicari jalan keluarnya. Setelah itu masing-masing pasangan akan menganggab pasangannya sebagai orang lain. Kegiatan diluar rumah merupakan pilihan yang menentramkan bagi mereka yang sedang mengalami krisis keluarga. Oleh karena itulah, situasi dan kondisi seperti ini merupakan peringatan akan memungkinkan terjadinya perceraian. Perceraian merupakan kulminasi dari penyelesaian perkawinan yang buruk, dan terjadi apabila antara suami-istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah

44

pihak. Banyak perkawinan yang tidak membuahkan kebahagian tetapi tidak diakhiri dengan perceraian karena perkawinan tersebut didasari oleh pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi dan alasan lainnya. Tetapi banyak juga perkawinan yang diakhiri dengan perpisahan dan pembatalan baik secara hukum maupun dengan diam-diam dan ada juga yang salah satu (istri/suami) meninggalkan keluarga. Tanpa disadari bahwa perkawinan usia muda sering membawa akibat yang negatif. Salah satu dari akibat perkawinan usia muda itu adalah perceraian, walaupun perceraian tidak hanya terjadi pada suami istri yang menjalani perkawinan usia muda, tetapi juga pada suami istri yang menjalani perkawinan sesuai dengan UU Perkawinan. Perceraian sering terjadi karena tidak ada keharmonisan lagi dalam rumah tangga mereka. Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu (Subekti, 1993:42). Alasan-alasan yang menyebabkan perceraian menurut pasal 19 adalah: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

45

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

46

Dalam melaksanakan penelitian, mengetahui kondisi yang akan diteliti merupakan hal yang sangat penting yang harus terlebih dahulu diketahui oleh Peneliti. Adapun lokasi yang akan diteliti oleh peneliti adalah Desa Sapan, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa. Sehubungan dengan penelitian ini, maka yang harus diketahui oleh peneliti adalah kondisi geografis dan demografis. a. Kondisi Geografis 1) Letak Desa Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah Desa Sapan, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa. Desa Sapan termasuk wilayah pegunungan. Secara geografis Desa Sapan merupakan salah satu Desa yang dalam lingkup Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat. Desa Sapan yang terdiri dari 4 Dusun yakni: Dusun Tanete, Dusun Sapan, Dusun Beang dan Dusun Rano. Antara dusun satu dengan dusun yang lainnya jaraknya berjauhan sehingga untuk mencapai daerah satu ke daerah yang lain harus menggunakan kendaraan, kendaraan yang biasa digunakan adalah kendaraan bermotor yaitu ojek. Jarak antara Desa ke kota letaknya cukup jauh, sehingga Desa Sapan termasuk wilayah pedesaan.

2) Batas Desa

47

Desa Sapan berbatasan dengan Desa lain yang masih dalam satu Kecamatan. Adapun batas Desa Sapan adalah: Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ulusalu Indah. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Masuppu. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Salu Tambun. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Weri.

3) Luas Desa Desa Sapan mempunyai luas tanah secara keseluruhan 420 ha, Desa Sapan dipimpin oleh seorang kepala Desa yang bernama Marthinus Deppasau. Dalam pemerintahannya, kepala Desa dibantu oleh beberapa perangkat Desa yang lainnya seperti Sekdes, Dusun dan Seksi yang lainnya. b. Demografis 1) Penduduk Menurut data yang diperoleh, jumlah penduduk Desa Sapan, Kec. Pana sebesar 1.415 Jiwa dengan rincian: Laki-Laki Perempuan : 672 jiwa : 743 jiwa

Desa tersebut dihuni oleh sekitar 1.415 jiwa, yang terdiri dari 672 jiwa laki-laki dan 743 jiwa perempuan. Berdasarkan jumlah tersebut, jumlah jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dari jumlah jenis kelamin perempuan dengan selisih 71 jiwa. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel berikut:

48

Tabel. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No 1 2

Jenis Kelamin Laki-laki Wanita Jumlah

Jumlah 672 jiwa 743 jiwa 1.415

Sumber: Profil Desa Sapan tahun 2010 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan Masyarakat Desa Sapan 1.415 Jiwa dengan jumlah kepala keluarga 304 KK (kepala keluarga). 2) Mata pencaharian Desa Sapan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.415 jiwa secara keseluruhan bermata pencaharian beragam, tetapi yang lebih dominan adalah sebagai petani atau boleh dikata hampir semuanya petani. Adapun yang lain bermata pencaharian sebagai PNS, pedagang, dan pengrajin. Berikut ini merupakan tabel mengenai jumlah penduduk Desa Sapan menurut mata pencaharian.

Tabel . Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No. 1. 2. Mata Pencaharian Petani Buruh tani Jumlah 462 201

49

3. 4. 5. 6. 7. 8 9.

PNS Pedagang Pengrajin Peternak Penjahit Tukang Lain-lain Jumlah Sumber :Kantor Desa Sapan (2010)

4 13 2 34 2 10 687 1.415

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian penduduk mempunyai mata pencaharian yang telah disebutkan di atas adalah petani, kebanyakan penduduk yang ada di Desa Sapan adalah bermata pencaharian sebagai petani, namun ada juga yang mempunyai mata pencaharian seperti: Pegawai Negeri Sipil, pedagang, pengrajin, peternak, penjahit, tukang, dan lain-lain sebagai sumber penghidupan mereka. 3) Tingkat pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan di lingkungan Sapan masih sangat rendah, banyak para orang tua mayoritas

berpendidikan SD, bahkan banyak pula diantara mereka yang masih buta huruf. Begitupun dengan generasi dibelakang mereka kebanyakan berpendidikan SD, sebagian lagi SMP dan SMA, dan hanya ada 11 orang dari mereka yang bisa berpendidikan sampai ke perguruan tinggi. Itu artinya bahwa Pencanangan pendidikan 9 tahun yang sudah ditetapkan pada sekarang ini, tidak semuanya dilaksanakan penduduk Desa Sapan. Masih banyak penduduk yang tidak

50

menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi yaitu kurangnya dana dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pendidikan. Banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya hanya tamat SD (Sekolah Dasar) dengan harapan setelah tamat sekolah dapat membantu orang tuanya. Bagi anak yang kurang senang tinggal di Desa lebih memilih ke luar kota untuk mencari pekerjaan. 4) Agama Walaupun di Indonesia ada beragam agama, dan masingmasing penduduk bebas untuk memilih agama menurut

kepercayaannya, akan tetapi penduduk Desa Sapan semuanya memeluk agama kristen dan tidak ada satupun penduduk yang memeluk agama lain.

5) Kesehatan Pelayanan dibidang kesehatan masyarakat Sapan cukup baik, karena terdapat Puskesmas dan Posyandu. Yang siap melayani masyarakat dengan baik dan dengan biaya yang relatif murah dan bagi masyarakat yang tidak mampu akan diberikan pelayanan kesehatan secara gratis.

51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Indentitas Informan

Indentitas informan merupakan faktor yang sangat penting untuk diketahui dalam suatu penelitian, dari data informan ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran awal yang akan membantu masalah selanjutnya yang akan diuraikan untuk lebih mengenal informan dalam penelitian ini .

52

a.

Usia Informan Dan dalam penelitian ini batasan usia informan yang dikelompokkan

dalam dua susunan umur yaitu perempuan 15 sampai 20 tahun, dan laki-laki 17 sampai 25 tahun. b. Jenis Kelamin Dalam penelitian ini jenis kelamin informan adalah laki-laki dan perempuan dengan memilih 5 pasangan perkawinan usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa. c. Pekerjaan Pekerjaan merupakan suatu faktor yang sangat menentukan bagi seseorang untuk kelangsungan hidupnya, apabila bagi mereka yang telah berkeluarga atau berumah tangga. Demikian pula dengan masyarakat Desa Sapan, yang berusaha memperoleh pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Tentunya setiap orang menginginkan pekerjaan yang baik, dalam artian bahwa pekerjaan tersebut tidak berat dan mempunyai penghasilan yang memuaskan, hal ini dapat dicapai bila potensi dan latar belakang individu mendukungnya. Namun semua informan yang penulis wawancarai semuanya memiliki pekerjaan atau mata pencaharian sebagai petani. Hal ini disebabkan oleh karena latar belakang pendidikan dan pengalaman yang rendah hingga pekerjaan yang mereka bisa kerjakan hanyalah bertani.d.

Penghasilan

53

Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dengan melihat tingkat pendapatannya. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang sangat tergantung dan mempengaruhi perilaku ekonomi setiap individu. Dengan pendapatan yang lebih baik seseorang akan memperoleh apa yang menjadi kebutuhan hidupnya bahkan melebihi daripada itu. Jika seseorang mempunyai pendapatan yang rendah, maka orang tersebut cenderung mencari cara untuk meningkatkan pendapatan, seperti mencari lokasi atau tempat yang menguntungkan. Namun, data yang diperoleh penulis dari lapangan bahwa rata-rata pendapatan informan setiap bulannya tidak menetap karena mereka hanyalah seorang petani yang hanya bergantung pada hasil panen yang ada, dan terkadang penghasilan mereka dapatkan setiap bulannya hanya mencapai Rp 500.000,-Rp 700.000,-perbulan sementara pengeluaran setiap bulannya Rp 700. 000,-800.000. e. Pendidikan Tingkat pendidikan informan juga merupakan faktor yang sangat penting untuk diketahui dalam penelitian, karena pendidikan cukup besar pengaruhnya pada proses pembauran baik terhadap lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan tempat kerja. Hal ini sangat penting untuk menunjang perbaikan nasib seseorang. Namun, dalam penelitian ini pendidikan informan hanya sampai pada tingkat SD dan SMP, artinya bahwa informan ini masih mempunyai pendidikan yang sangat rendah.

54

B. Faktor Pendorong Terjadinya Perkawinan Usia Muda

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka terjadinya perkawinan usia muda di Desa Sapan disebabkan oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan beikut ini. Adapun faktor pendorong tejadinya perkawinan usia muda di Desa Sapan adalah: 1. Faktor ekonomi Adanya perkawinan usia muda di Desa Sapan sebagian besar disebabkan kerena kondisi ekonomi keluarga yang kurang. Para orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda mengganggap bahwa dengan menikahkan anaknya beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini disebabkan karena jika anak sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Bahkan para orang tua berharap jika anaknya sudah menikah dapat membantu kehidupan orang tuanya. Di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa, kondisi ekonomi setiap keluarganya antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya berbeda. Tidak semua keluarga di Desa tersebut bisa memenuhi semua keperluan sehari-harinya karena penghasilan yang mereka peroleh belum bisa memadai untuk digunakan keperluan sehari-hari. Masyarakat di Desa Sapan mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam namun yang paling dominan adalah mata pencaharian sebagai petani. Diantara mereka ada yang memiliki pekerjaan tetap juga pekerjaan tidak tetap. Oleh karena itu untuk penghasilan yang mereka peroleh setiap harinya tidak menentu.

55

Bagi orang-orang yang pekerjaannya tidak tetap mereka dalam menghidupi keluarganya tidaklah mudah. Lain halnya dengan orang yang telah memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang tetap, maka segala kebutuhan sehari-harinya akan terpenuhi. Berikut ini penuturan pasangan perkawinan usia muda: AB dan MS ,,,,Dikatakan oleh MS yang berumur 22 tahun. Bahwa saya menikah pada umur 17 tahun dengan AB yang berumur 24 tahun yang menikah pada usia 19 tahun " Orang tua saya adalah seorang buruh tani yang tidak mempunyai tanah sendiri untuk mencukupi kebutuhan seharihari sementara kami bersaudara 5 orang dan saudara saya belum ada yang menikah kecuali saya, orang tua saya hanya tergantung pada lahan pertanian orang lain, maka dengan terpaksa orang tua saya mengawinkan saya dengan tujuan untuk meringankan beban yang mereka pikul. Dengan harapan suami saya bisa ikut membantu kehidupan keluarga orang tua saya. Saya menikah pada tahun 2007 dengan AB dan kami telah dikaruniai satu orang anak yang berusia dua tahun. Namun kehidupan rumah tangga kami mengalami banyak rintangan terutama masalah ekonomi keluarga, karena suami saya hanya bekerja sebagai buruh tani sedangkan saya tidak bekerja yang tidak bisa menghasilkan apa-apa apalagi uang, saya hanyalah ibu rumah tangga. Akibatnya kehidupan rumah tangga saya selalu mengalami kekurangan.(Wawancara dengan MS, 2 Maret 2011). Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Desa Sapan bermata pencaharian sebagai petani/buruh tani, bagi mereka untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarganyanya dirasakan sangat menyusahkan. Dengan adanya anak perempuannya yang sudah besar meskipun belum cukup umur mereka segera mengawinkannya dengan orang yang dianggap bisa membantu meringankan beban hidup keluarganya. YH dan RG ,,,,YH berumur 30 tahun menikah pada umur 20 tahun dengan RG berumur 25 tahun yang menikah saat umur 15 tahun. Menurutnya Saya56

menikah pada tahun 2001 dengan RG dan kami telah dikaruniai 2 orang anak. Saya di nikahkan orang tua saya dengan RG Pada saat berumur 20 tahun padahal saya belum mempunyai kesiapan baik secara fisik maupun mental dalam menjalani kehidupan berumah tangga karena umur saya belum sampai untuk menikah, tetapi melihat kondisi perekonomian orang tua saya maka dengan terpaksa saya menerima untuk di nikahkan walaupun umur saya belum cukup karena demi meringankan beban orang tua ungkap YH orang tua saya hanyalah seorang petani yang penghasilannya tidak seberapa yang hanya cukup untuk keperluan seharihari sedangkan kami bersaudara 7 orang yang harus dihidupi oleh orang tua, oleh karena itu orang tua saya mengawinkan saya demi meringankan beban yang dia pikul dengan harapan saya bisa mandiri dan dapat menanggung kehidupan keluarga saya tanpa membebani orang tua lagi. (Wawancara dengan responden pasangan YH & RG, 7 Maret 2011). 2. Faktor Kemauan Sendiri Selain faktor ekonomi, perkawinan usia muda di Desa Sapan disebabkan adanya kemauan sendiri dari pasangan. Hal ini disebabkan karena keduanya sudah merasa saling mencintai maka ada keinginan untuk segera menikah tanpa memandang umur dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di usia muda. Seperti yang dialami oleh pasangan perkawian usia muda berikut ini.

ET dan MT ,,,dolona kami solah dua menikah annu sipurai tarru mokan, kikua koma mui moka pi tomatuangki pakawinkan, nangla kawin liukan annu masai mokan kinei sipurai, muikanna umur ki mangngura pa potangia mendadi halanganki solah dua latae kawin, sataeden tau labisa larangkan kekawin mokan, annu paporangki kami solah dua, denri to masalah dadi lan pabanua-nuaki dakona siapkan kami hadapii,,, (artinya bahwa dulu kami berdua menikah karena kami sudah suka sama suka, dan biarpun orang tua kami belum setujuh kalau kami berdua 57

menikah, tetap saja kami akan menikah karena kami sudah lama saling suka, dan walaupun umur kami masih muda tetapi bukan itu yang menjadi halangan kami untuk menikah, dan tidak seorang pun yang bisa melarang kami untuk menikah karena ini sudah kemauan kami berdua, dan masalah apa pun yang terjadi dalam rumah tangga kami nantinya kami siap menghadapinya) lanjut dikatakan oleh ET dan MT bahwa kami menikah pada usia muda itu bukan karena kehendak orang tua kami atau keluarga tetapi itu karena kemauan kami berdua, karena sudah lama kami saling mencintai maka kami berdua setujuh untuk menikah demi mempertahankan hubungan kami walaupun umur kami masih muda, dan MT berpendapat bahwa faktor lain yang mendorong kami untuk menikah di usia muda karena kami takut kehilangan (hubungan kami putus) dan kami juga takut kalau dalam hubungan kami terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka kami cepat menikah. Jadi kami sepakat untuk menikah karena kami sudah lama saling mencintai, saya menikah pada umur 22 dan ET menikah pada umur 16. (Wawancara dengan responden pasangan MT dan ET, 10 Maret 2011). Jadi hasil wawancara antara MT dan ET diatas dapat disimpulkan bahwa mereka melangsungkan perkawinan usia muda bukan kehendak orang tua ataupun faktor ekonomi yang kurang mencukupi, melainkan karena kemauannya sendiri. Dalam kondisinya yang sudah memiliki pasangan dan pasangannya berkeinginan yang sama, yaitu menikah di usia muda tanpa memikirkan apa masalah yang dihadapi ke depan jikalau menikah di usia yang masih muda hanya karena berlandaskan sudah saling mencintai, maka la pun melakukan pernikahannya pada usianya yang masih muda. Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan usia muda selain karena keadaan ekonomi orang tua yang tidak mencukupi, juga karena kehendak dan kemauan sendiri. 3. Faktor Pendidikan

58

Rendahnya

pendidikian

juga

merupakan

faktor

terjadinya

pernikahan usia muda. Para orang tua yang hanya bersekolah hingga tamat SD merasa senang jika anaknya sudah ada yang menyukai, dan orang tua tidak mengetahui adanya akibat dari perkawinan muda ini. Disamping perekonomian yang kurang pendidikan orang tua yang rendah, akan membuat pola pikir yang sempit. Sehingga akan mempengaruhi orang tua untuk segera menikahkan anak perempuannya. Hal ini dialami oleh pasangan perkawinan usia muda dibawah ini. LT dan NM ,,Dikatakan oleh keluarga LT yang berumur 25 tahun yang menikah pada umur 20 tahun dengan NM yang berumur 20 yang menikah pada umur 15 tahun, menurut LT bahwa saya menikah dengan NM di umur yang masih sangat muda itu karena saya sudah putus sekolah, dari pada menganggur begitu saja lebih baik saya menikah, karena mau melanjutkan sekolah juga tidak ada biaya dan walaupun biaya ada orang tua tidak mau menyekolahkan karena menurut orang tua saya sekolah tinggi-tinggi itu hanya buang-buang uang saja, belum tentu selesai kuliah langsung dapat pekerjaan, pada hal saya berkeinginan untuk mau sekolah. Kami menikah pada tahun 2006, maka lama pernikahan kami sudah 5 tahun dan kami telah dikaruniai dua orang anak. Awal penikahan kami masih menumpang di rumah orang tua NM karena saya belum bisa membangun rumah sendiri, karena saya hanyalah seorang petani kopi, sementara panen kopi dalam setahun hanya satu kali dengan hasil yang bisa didapat paling tinggi tujuh juta. Maka dari hasil panen kopi itu saya pakai untuk membiayai kebutahan keluarga saya selama hampir satu tahun. (wawancara dengan responden keluarga LT, 18 Maret 2011) Dari hasil wawancara dengan keluarga LT diatas dapat disimpulkan bahwa dia menikah pada usia muda karena putus sekolah, dan kurangnya pemahaman orang tuanya terhadap pendidikan, mereka tidak tau apa manfaatnya jika anaknya sekolah. Perkawinan usia muda yang terjadi di Desa Sapan sebagian besar disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang tua dan anak yang tidak59

bisa melanjutkan sekolahnya sampai kejenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu anak perempuan di Desa Sapan yang tidak sekolah memilih untuk menikah dengan lelaki yang meminta dirinya untuk dijadikan istri. 4. Faktor keluarga Faktor keluarga merupakan faktor adanya perkawinan usia muda, dimana keluarga dan orang tua akan segera menikahkan anaknya jika sudah menginjak besar. Hal ini merupakan hal yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah. Orang tua akan merasa takut apabila anaknya jadi perawan tua dan takut apabila anaknya akan melakukan ha-hal yang tidak diinginkan yang akan mencemari nama baik keluarganya. Jika si anak belum juga mendapatkan jodohnya, maka orang tua ikut mencarikan jodoh buat anaknya dengan catatan jodoh yang akan di berikannya itu sesuai dengan keinginan anaknya atau disetujui oleh anaknya. TL dan LC ,,,,,Sama halnya yang dikatakan dari pasangan LC berusia 25 tahun dan TL yang berusia 29 tahun yang menikah pada usia masingmasing umur 21 tahun dan umur 16 tahun: menurut LC Karena saya tidak melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi dikarenakan biaya yang kurang maka saya segera dinikahkan oleh orang tua saya. Karena tidak lagi sekolah banyak sekali tetangga dekat yang menanyakan ke orang tua saya kapan anaknya mau naik pelaminan, dan saya juga sering ditanyatanya oleh tetangga kapan menikah padahal saya berpikir umur saya masih muda kenapa kok selalu ditanya-tanya oleh tetangga masalah pernikahan, maka dari faktor itulah orang tua saya segera mencarikan jodoh buat saya dan saya segera dinikahkan padahal saya belum ada kesiapan untuk segera menikah, namun karena sudah dipaksa oleh orang tua saya maka saya terima saja untuk dinikahkan dengan TL. Saya segera menikah walaupun umur saya masih muda karena saya dipaksa oleh orang tua saya dan

60

merasa malu sering ditanya oleh tetangga masalah pernikahan, seakan orang lain mencampuri atau mengurusi saya, (Wawancara dengan LC, 23 Maret 2011). LC dinikahkan oleh orang tuanya karena orang tuanya selalu ditanya-tanya oleh tetangga dekatnya kapan anaknya mau naik pelaminan. Orang tuanya juga takut kalau-kalau anaknya dikatain oleh tetangganya sebagai perawan tua, maka segeralah dia menikahkan anaknya. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka diketahuilah apa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan usia muda di Desa Sapan. Adapun faktor tersebut adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan, foktor keluarga, dan faktor kemauan sendiri. Sesuai dengan hasil penelitian di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa kebanyakan orang tua yang ada di Desa Sapan menikahkan anaknya di umur yang masih muda karena banyak hal yang orang tua pikirkan, salah satu faktor yaitu orang tua takut anaknya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan apalagi anak perempuan, karena sudah banyak yang terjadi hamil diluar nikah. Dan menurutnya juga terkadang anak merasa terpaksa menerima untuk dinikahkan oleh orang tuanya karena takut dikatakan anak yang tidak hormat dan patuh pada orang tuanya maka ia mau untuk segera dinikahkan padahal umur mereka belum cukup untuk melangsungkan pernikahan. Banyak sekali orang tua di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa yang menikahkan anak perempuannya pada usia yang masih muda. Kebanyakan dari mereka yang telah menikahkan anaknya

61

pada usia muda dikarenakan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua yang melangsungkan perkawinan muda diDesa Sapan terhadap perkawinan. Mereka tidak begitu memikirkan bagaimanakah keadaan anaknya setelah berumah tangga yang penting bagi mereka anaknya sudah menikah dan sudah ada yang mau menanggung kebutuhan anak perempuannya serta orang tua berharap dari perkawinan yang telah dilangsungkannya itu anaknya itu dapat membantu kebutuhan orang tuanya. C. Masalah Yang Dialami Oleh Pasangan Perkawinan Usia Muda Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara. Perkawinan yang baik adalah perkawinan yang sah dan tidak di bawah tangan. Karena perkawinan adalah sakral dan tidak dapat dimanipulasikan dengan apa pun. Didalam perkawinan ada cinta, rasa kasih sayang, kepercayaan, tanggung jawab dan sebagainya. Namun, elemen-elemen tersebut tentunya tidak akan bertahan utuh bila tidak tidak dipupuk dan disirami sepanjang waktu, yang tentunya kesemuanya itu tidak akan membuat sebuah

62

perkawinan tercemar oleh berbagai polusi yang akan membuahkan benih kebosanan, kejenuhan, atau perasaan kering diantara pasangan suami-isteri. Dan semua orang mengharapkan keluarga yang bahagia, namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan berkeluarga hubungan suami isteri tidak selamanya berjalan mulus, didalam hidup berkeluarga pastilah akan mengalami berbagai masalah. Namun demikian orang tidak lantas berhenti setelah masalah muncul, tetapi harus berusaha dan berjuang untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga mereka. Jika orang tidak mengusahakan hal tersebut, maka bukan hal mustahil jika halhal yang kecil saja bisa menjadi masalah besar, dan tak jarang akan menyebabkan retaknya hubungan pasangan suami isteri atau perceraian. Masalah yang timbul dari perkawinan usia muda tidak hanya dirasakan suami-istri dan anak-anaknya, namun perkawinan diusia muda dapat berpengaruh terhadap orang tua masing-masing keluarga. Apabila perkawinan diantara anak-anak mereka lancar maka kedua orang tua mereka akan merasa senang dan bahagia. Namun apabila kebalikannya perkawinan dari anak-anaknya mengalami kegagalan maka mereka akan merasa sedih dan kecewa akan keadaan rumah tangga anak-anaknya. Dari kegagalan perkawinan anak-anaknya tersebut tidak menutup kemungkinan silaturahmi diantara keluarga tersebut akan terputus. Perkawinan usia muda

menimbulkan berbagai masalah dalam rumah tangga, yang ini dapat berakibat terhadap pasangan suami-isteri, anak-anak yang dilahirkan, dan orang tua masing-masing keluarga. Masalah yang dialami pasangan

63

perkawinan usia muda serta pengaruhnya terhadap anak yang dilahirkan dan orang tua dari kedua belah pihak akan dijelaskan dibawah ini. 1. Masalah yang dialami dalam kehidupan berumah tangga a.Masalah yang dialami oleh suami-istri Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami-istri yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Perkawinan usia muda akan menimbulkan berbagai masalah dalam rumah-tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrokan antar suamiistri yang dapat mengakibatkan perceraian. Terjadinya perkawinan usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa ini mempunyai masalah pada pasangan yang telah menikah pada usia muda. Tidak jarang dari mereka yang melangsungkan perkawinan pada usia muda tidak begitu memikirkan masalah apa saja yang akan timbul setelah mereka hidup berumah-tangga dikemudian hari. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar bisa segera hidup bersama dengan pasangannya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi setelah hidup bersama Banyak sekali orang yang telah melangsungkan perkawinan tidak begitu penting untuk memikirkan masalah apa saja yang mungkin terjadi setelah menjalani hidup sebagai pasangan suami-istri khususnya bagi pasangan yang menikah pada usia muda. Selain menimbulkan masalah

64

kepada pasangan suami-istri juga tidak menutup kemungkinan masalah itu juga akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik bagi anak-anaknya juga pada masing-masing keluarganya. Berikut penuturan oleh pasangan perkawinan usia muda tentang masalah yang dialami:

AB dan MS Kasus pertama yang dirasakan oleh pasangan AB dan MS

masalah perkawinannya yang dirasakan setelah mereka menikah, awalnya rumah tangganya temtran-tentran saja, namun setelah hampir satu tahun dia menjalani kehidupan bersama maka mulailah muncul masalah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran yang kecil. Pertengkaran mereka terjadi disebabkan karena masalah ekonomi/masalah keuangan, AB sebagai

kepala rumah tangga yang harus menafkahi keluarganya, namun tidak ada usaha untuk mencarikan nafkah anak isterinya, sehingga setiap hari MS menasehati suaminya untuk pergi mencari uang untuk kebutuhan keluarganya, tetapi malah suaminya balik memarahi isterinya dan terkadang suaminya memecahkan barang-barang isi rumahnya, ia menganggab bahwa isterinya terlalu cerewet. Jika demikian kejadiannya MS hanya bisa menangis dan pasrah menghadapi kelakuan suaminya yang tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai suami, dia hanya tinggal di rumah duduk-duduk hampir setiap hari kelakuannya seperti itu, padahal ada kebun kopi pemberian orang tua MS yang bisa dia kelolah namun karena tidak ada

65

tanggung jawabnya sebagai seorang suami sehingga dia tidak mau kerja dan belum matangnya fisik maupun mental mereka dalam membina rumah tangganya sehingga muncullah pertengkaran, dan menurut MS bahwa hampir setiap hari kami bertengkar karena untuk makan saja susah kerena suami saya tidak ada usaha untuk bekerja dia lebih memilih tinggal di rumah tidur daripada pergi mencari nafkah untuk keluarga kami, tanggung jawabnya sebagai suami tidak ada, Kebiasan suaminya itu berlangsung hingga anak pertamanya lahir, sehingga MS merasa semakin terbebani karena anak mereka sudah lahir artinya bahwa biaya rumah tangganya bertambah pula, sementara suaminya tidak mencari uang demi kebutuhan keluarganya, menurut MS suaminya tidak terlalu peduli dengan anaknya, kadang pagi-pagi isterinya harus mengurus dapur dan juga mengurus anaknya sedangkan suaminya masih enak-enak tidur, dan jika isterinya membangunkan untuk pergi kerja kebun karena mereka hanyalah seorang petani maka suaminya tetap malas-malasan malah dia memecahkan barang-barang isi rumahnya seperti gelas jika di suruh oleh isterinya. Karena MS khawatir akan kehidupan keluarganya akibat suaminya malas-malasan kerja dan kelakuan suaminya itu susah untuk berubah maka MS meminta untuk cerai saja daripada hidup menderita dan tertekan, dan seakan dalam keluarga kami tidak ada keharmonisan, cinta, rasa kasih sayang, kepercayaan dan tanggung jawab makanya saya memilih untuk cerai karena untuk apa mempertahankan

66

rumah tangga seperti ini..(Wawancara dengan Responden pasangan AB dan MS, 2 Maret 2011). Berdasarkan dari penuturan AB dan MS seputar pernikahannya diatas maka, pada saat dilangsungkannya pesta perkawinan dia tidak

begitu memikirkan bagaimanakah kehidupan yang akan ia jalani setelah hidup bersama-sama dengan suaminya. Setelah ia hidup berumah-tangga dan memiliki anak baru mereka rasakan begitu besar tanggungan yang harus ia pikul, namun suaminya tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai suami. b. Pengaruh Terhadap Anak-anak Masalah yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda tidak hanya dirasakan oleh pasangan pada usia muda, namun berpengaruh pula pada anak-anak yang dilahirkannya. Bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di bawah usia 20 tahun, akan mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya yang dapat membahayakan kesehatan si anak. Berikut penuturan pasangan perkawinan usia muda mengenai masalah yang dihapinya.

LT dan NM Kasus kedua masalah yang dirasakan oleh LT dan NM, awal perkawinannya masih menumpang di rumah orang tua NM karena mereka belum bisa membangun rumah sendiri, Setelah dia menjalani hidup

67

sebagai suami isteri tidak lama kemudian dia dikaruniai seorang anak namun anak yang dilahirkan tidak terlalu sehat karena anaknya itu sering sakit-sakitan dikarenakan keadaan ekonomi keluarganya lemah sewaktu isterinya mengandung dia dan isterinya kurang begitu memperhatikan kesehatan anak yang masih dalam kandungan oleh karena itu isterinya sering mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya. Gangguan kesehatan yang dialami oleh istrinya disaat mengandung akan mempengaruhi juga pada kesehatan anak yang dilahirkan karena anak yang dilahirkan kurang sehat dan malas makan , hal itu disebabkan karena umur isterinya yang masih muda dan juga tingkat pendidikan mereka yang rendah sehingga pengetahuan yang ia miliki sangat minim. Kurangnya pengetahuan akan pentingnya hidup sehat, ekonomi yang lemah ditambah lagi k