BAB III PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam ...repository.radenfatah.ac.id/7010/3/Skripsi...
Transcript of BAB III PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam ...repository.radenfatah.ac.id/7010/3/Skripsi...
46
BAB III
PEMBAHASAN
A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Mengadili Perkara Pemerasan yang
Disertai Ancaman Analisis Putusan Nomor:222/Pid.B/2018/Pn.Pbm
Untuk dapat menjelaskan bagaimana dasar pertimbangan hakim maka penulis
akan menuliskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Tugas Hakim. Tugas hakim
adalah memberi keputusan dalam setiap perkara atau konflik yang dihadapkan
kepadanya, menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum, nilai hukum dari perilaku, serta
kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara, sehingga untuk dapat
menyelesaikan perselisihan atau konflik secara imparsial berdasarkan hukum yang
berlaku, maka hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak mana pun,
terutama dalam mengambil suatu keputusan.1
Menurut Undang-Undang No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
kewenangan hakim dalam memutuskan suatu perkara terdapat tiga aspek
yaitu:a.) Menerima, laporan yang telah diajukan kepada hakim, mencari keterangan dan barang bukti. b.) Memeriksa, melihat dengan teliti berkas
perkara terdakwa.c.) memutuskan, hukuman suatu perkara yang sedang
diperiksa dan diadili hakim tersebut. Ketika dalam melakukan kewenangan itu terutama dalam mengadili suatu putusan hakim merupakan mahkota dan puncak
dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili hakim tersebut2.
Oleh karena itu, tentu saja hakim dalam menjatuhkan putusan harus
memperhatikan segala aspek didalamnya yaitu, surat dakwaan, fakta-fakta hakim dalam
persidangan, keadaan masyarakat dalam persidangan. Dengan alasan-alasan atau
pertimbangan sebagaimana Putusan pengadilan merupakan tanggung jawab hakim dalam
melaksanakan tugasnya, untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara.3
1 Wildan Suyuthi Mustofa, “Kode Etik Hakim, Edisi Kedua”, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), hlm 74 2Rimdan, “kekuasaan kehakiman”, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm 36 3 Bambang Waluyo, “Pidana dan Pemidanaan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 80
47
Selain itu sesuai dengan Pasal 183 KUHAP seorang hakim dalam hal
menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan terdakwahlah yang bersalah melakukannya. Ketentuan Pasal 183 KUHAP,
ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi seseorang (penjelasan Pasal 183 KUHAP). Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, mempunyai
maksud, yaitu minimal dua alat bukti dari alat bukti yang sah menurut KUHAP,
alat bukti yang sah menurut KUHAP diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP
mengenai alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi, (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau hal
yang secara umum diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan.4
Dengan demikian untuk dapat melihat apakah putusan hakim tersebut telah
sesuai atau tidak dengan tindak pidana yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum,
maka menurut Sudarto putusan hakim merupakan puncak dari perkara pidana, sehingga
hakim harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek yuridis, sehingga
putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis
sebagai berikut:
1) Pertimbangan yuridis
Pertimbangan yuridis maksudnya adalah hakim mendasarkan putusannya pada
ketentuan peraturan perundang-undangan secara formil. Hakim secara yuridis, tidak boleh
menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti
yang sah dimaksud adalah: (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan Ahli ; (c) Surat; (d)
Petunjuk; (e) Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga
tidak perlu dibuktikan (Pasal 184). Selain itu dipertimbangkan pula bahwa perbuatan
terdakwa melawan hukum formil dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
dilakukan.
2) Pertimbangan filosofis
4 Satjipto Rahardjo, “Bunga Rampai Permasalahan dalam Sistem Peradilan Pidana”,
(Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1998), hlm 11
48
Pertimbangan filosofis maksudnya hakim mempertimbangkan bahwa pidana
yang dijatuhkan kepada terdakwa merupakan upaya untuk memperbaiki perilaku
terdakwa melalui proses pemidanaan. Hal ini bermakna bahwa filosofi pemidanaan
adalah pembinaan terhadap pelaku kejahatan sehingga setalah terpidana keluar dari
lembaga permasyarakatan, akan dapat memperbaiki dirinya dan tidak melakukan
kejahatan lagi.
3) Pertimbangan sosiologi
Pertimbangan sosiologis maksudnya hakim dalam menjatuhkan pidana
didasarkan pada latar belakang sosial terdakwa dan memperhatikan bahwa pidana yang
dijatuhkan mempunyai manfaat bagi masyarakat.5
Adapun pertimbangan yuridis dalam putusan perkara Nomor
222/Pid.B/2018/PN.Pbm sebagai berikut:
Pertimbangan Yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim mendasarkan putusannya pada ketentuan peraturan perundang-undangan secara formil.
Hakim secara yuridis, tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah
yang dimaksud adalah: a) keterangan saksi; b) keterangan ahli; c) surat; d) petunjuk; e) keterangan terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui
sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184). Selain itu dipertimbangkan pula
bahwa perbuatan terdakwa melawan hukum formil dan memenuhi unsur-unsur
tindak pidana yang dilakukan.6
Pada Perkara Nomor 222/Pid.B/2018/PN.Pbm, maka terdakwa Agus Susanto
ALS Bin Lie Julia terbukti sah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana perbuatan
yang dilakukan terdakwa di atur dan di ancam pidana dalam Pasal 368 ayat (1)
KUHPidana menyatakan “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang dengan kekerasan atau
5 Sudarto, “Kapita Selekta Hukum Pidana”, (Bandung: Alumni, 1986), hlm 67 6 Lilik Mulyadi, “Hukum Acara Pidana Indonesia”, hlm 193
49
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagaian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun
menghapuskan piutang diancam pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun.Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa tersebut Majelis Hakim akan
mempertimbangkan dakwaan jaksa penuntut umum yang terbukti menurut hukum yaitu
Pasal 368 ayat (1) KUHPidana yang unsur-usnurnya sebagai berikut:
1. Unsur Barang Siapa
Yang dimaksud dengan “barang siapa” dalam undang-undang hukum pidana
adalah untuk menunjukkan tentang subyek pelaku delik, yakni subyek hukum atau pelaku
tindak pidana. Pengertian “barang siapa” artinya setiap orang dapat merupakan pelaku
tindak pidana.
Bahwa yang diajukan dalam persidangan dalam perkara ini adalah orang
bernama Agus Susanto Als Aping Bin Lie Julai dengan segala identitasnya yang tersebut
dalam surat dakwaan sebagaimana tercantum diawal surat tuntutan pidana ini, yang mana
pada awal persidangan ini identitas terdakwa telah diteliti dengan seksama oleh Hakim
Ketua Majelis dimana identitas tersebut telah dibenarkan pula oleh terdakwa sebagai
identitas jati dirinya. Selanjutnya tentu saja yang dimaksud adalah orang yang dapat atau
mampu mempertanggung jawabkan setiap perbuatan atau tindakannya.Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Prabumulih menimbang bahwa terdakwa Agus Susanto merupakan
subjek hukum yang dimana perbuatannya dapat menimbulkan akibat hukum, pada
perkara ini terdakwa melakukan tindak pidana pemerasan yang disertai ancaman yang
melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHPidana.Berdasarkan analisis di atas, penulis akan
memperhatikan pertimbangan hakim sebagai berikut:
a. Fakta perbuatan yang dilakukan serta kejadian yang di temukan:
50
Agus Susanto ALS Aping Bin Lie Julai melakukan tindak pidana pemerasan di
mana terdakwa melakukannya di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja Kec.
Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17). Bahwa terdakwa Agus Susanto
telah membenarkan dakwaan Penuntut umum.
b. Alat Bukti yang mendukung:
Keterangan dari terdakwa Agus Susanto Bin Lie Julai membenarkan identitas-
identitas yang ada pada surat dakwaan. Terdakwa mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang di ajukan oleh Majelis Hakim, Jaksa Penuntut umum dan Penasehat
hukumnya.
1. Unsur Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum
Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, petunjuk, keterangan terdakwa serta
barang bukti yang ada dipersidangan di peroleh fakta bahwa pada hari sabtu, 08
September 2018 sekira jam 02.30 WIB bertempat Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel.
Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17) terdakwa Agus
Susanto Als Aping Bin Lie Julai telah melakukan tindak pidana pemerasan terhadap saksi
Herianto Bin M. Karman. Awalnya terdakwa melihat mobil yang dikendarai oleh saksi
Herianto Bin M.Karman melintas di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja Kec.
Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17), selanjutnya terdakwa langsung
mendekati mobil truk yang sedang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman dengan
mengenggam/ memegang sebuah batu ditangannya untuk memberhentikan mobil truk
tersebut, setelah mobil truk yang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman berhenti
selanjutnya terdakwa meminta uang kepada saksi Herianto Bin M. Karman, kemudian
saksi Herianto Bin M. Karman memberikan uang kepada terdakwa sebesar Rp. 2.000,-
51
(dua ribu rupiah). Maka dengan demikian “unsur dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum” telah terbukti.
Berdasarkan analisis tentang unsur ini penulis akan memperhatikan
Pertimbangan Putusan Hakim, sebagai berikut:
a. Fakta perbuatan yang dilakukan serta kejadian yang ditemukan:
Menurut kesaksian Agus Susanto Bin Lie Julai pada hari sabtu 08 September
2018 sekira jam 02.30 Wib bertempat di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja
Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih, Terdakwa melakukan tindak pidana
pemerasan dengan pengendara mobil truk yang melintas di arah tersebut.
Menurut saksi Beni Hasdiarman, saat terjadinya tindak pidana pemerasan
tersebut saksi selaku anggota kepolisian Polres Prabumulih sedang melakukan giat rutin
Patroli Sat Gas Peman Jalan dari jalan lingkar menuju arah kota Prabumulih dengan
menggunakan mobil patroli bersama-sama dengan saksi M. Darmantoni turun melihat
kedepan mobil truk yang berhenti.
Menurut saksi M. Darmantoni, pada saat itu terdakwa Agus Susanto yang
sedang berdiri ditengah jalan didekat mobil truk memberhentikan mobil truk yang
dikendarai korban tersebut sambil memegang sesuatu ditangannya dan menerima uang
dari saksi korban.
Menurut saksi Herianto, setelah mobil truk yang di kendarainya berhenti
terdakwa meminta uang kepada korban sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah), dan
terdakwa meminta lagi dengan kembali mengancam meminta tambah lagi Rp. 20.000,-
(dua puluh ribu rupiah).
b. Alat bukti yang mendukung:
- Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Kepolisian yang dilampirkan di
52
Persidangan.
- Keterangan Terdakwa dan Keterangan Saksi-saksi
- Uang sebesar Rp. 24.000,-(dua puluh empat ribu rupiah) dalam pecahan uang
Rp. 2000,- (dua ribu rupiah) sebanyak 2 (dua) lembar dan pecahan uang Rp.
5.000,- (lima ribu rupiah sebanyak 4 (empat) lembar.
2. Unsur Memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
untuk memberikan barang sesuatu
Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, petunjuk, keterangan terdakwa serta
barang bukti yang ada dipersidangan di peroleh fakta bahwa pada awalnya saksi Herianto
Bin M. Karman sedang mengendarai mobil truk PS Canter yang bermuatan semen
menuju Palembang, pada saat diperjalanan tepatnya di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja
Kel. Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17), tiba-tiba
datang terdakwa dengan mengenggam/ memegang sebuah batu ditangannya
memberhentikan mobil truk yang sedang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman,
selanjutnya terdakwa mendekati ke mobil saksi Herianto Bin M. Karman kemudian
terdakwa mengatakan kepada saksi “minta duit kulu idak ngejuk ku lempar dengan
batu ni” dikarenakan saksi Herianto Bin M. Karman merasa takut terhadap terdakwa,
selanjutnya saksi Herianto Bin M. Karman memberikan uang kepada terdakwa,
selanjutnya saksi Herianto Bin M. Karman memberikan uang kepada terdakwa sebesar
Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah), maka dengan demikian “Unsur Memaksa seorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu” telah terbukti.
Berdasarkan analisis unsur di atas penulis akan memperhatikan Pertimbangan
Putusan Hakim, sebagai berikut:
a. Fakta perbuatan yang dilakukan serta kejadian yang ditemukan:
53
Keterangan dari korban Herianto M. Karman membenarkan bahwa terdakwa
telah memberhentikan mobil truk miliknya. Terdakwa mengatakan kepada saksi “minta
duit kulu idak ngejuk ku lempar dengan batu ni”.
b. Alat bukti yang mendukung:
- Keterangan dari saksi Herianto.
- Uang sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
3. Unsur yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau
orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang
Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, petunjuk, keterangan terdakwa serta
barang bukti yang ada dipersidangan di peroleh fakta bahwa pada hari Sabtu 08
September 2018 sekira jam 02.30 WIB bertempat di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel.
Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17) terdakwa Agus
Susanto Als Aping Bin Lie Julai telah melakukan tindak pidana pemerasan terhadap saksi
Herianto Bin M. Karman.
Bahwa setelah mobil truk yang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman
berhenti selanjutnya terdakwa meminta uang kepada saksi Herianto Bin M. Karman,
kemudian saksi Herianto Bin M. Karman memberikan uang kepada terdakwa sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah). Setelah terdakwa melihat uang yang diberikan oleh saksi
Herianto Bin M. Karman berikan sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) selanjutnya
terdakwa meminta tambah uang kepada saksi Herianto Bin M. Karman sebesar Rp.
5.000,- (lima ribu rupiah), maka dengan demikian “Unsur yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun
menghapuskan piutang” telah terbukti.
Berdasarkan analisis tentang unsur di atas penulis akan memperhatikan
Pertimbangan Putusan Hakim, sebagai berikut:
54
a. Fakta perbuatan yang dilakukan serta kejadian yang ditemukan:
Pada hari Sabtu 08 September 2018 sekira jam 02.30 Wib bertempat di Jl. Raya
Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih bahwa
terdakwa Agus Susanto telah melakukan tindak pidana pemerasan.Bahwa setelah melihat
uang yang diberikan oleh saksi korban sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) selanjutnya
terdakwa meminta tambah uang kepada korban.
b. Alat bukti yang mendukung:
- Keterangan dari Terdakwa dan Saksi-saksi.
- Uang sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
Menimbang hal ini maka Majelis Hakim memakai Pasal 368 ayat (1) tentang
pemerasan yang disertai ancaman kekerasan yang berbunyi: “Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau
supaya membuat hutang atau penghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 183 KUHAP seorang hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan jika terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan dua alat bukti yang sah itu
bertujuan untuk membangun keyakinan hakim dalam mempertimbangkan segala
keputusannya. Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa alat bukti yang sah itu adalah: (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan
Ahli; (c) Surat; (d) Petunjuk; (e) Keterangan Terdakwa dan Hal yang secara umum sudah
diketahui tidak perlu dibuktikan.
55
Maka dalam perkara ini Hakim sebagai pemutus perkara menjatuhkan pidana
dengan menggunakan dua alat bukti yaitu, Keterangan terdakwa Agus Susanto bin Lie
Julai dan keterangan sakis-saksi lainnya, selain itu terdapat barang bukti yang berupa
uang. Jadi jelaslah bahwa hakim telah mempertimbangkan pertimbangan yuridis
berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi,
barang bukti dan Pasal dalam Kitab Hukum Acara Pidana.
Pertimbangan Sosiologis
Putusan yang memenuhi pertimbangan sosiologis yaitu putusan tidak
bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (kebiasaan masyarakat). Sedangkan pertimbangan sosiologis menurut M. Solly Lubis
mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang memerlukan
penyelesaian diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.7
Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang sosioal seperti
pendidikan, lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan, serta mengetahui motif terdakwa
mengapa terdakwa melakukan suatu tindak pidana. Selain latar belakang dari terdakwa,
pertimbangan yang tidak bisa diabaikan adalah, seberapa dampak yang dialami
masyarakat akibat tindak pidana yang dilakukan dan keadaan masyarakat pada saat tindak
pidana ini dilakukan.Dalam Putusan Hakim Perkara Nomor 222/Pid.B/2018/Pn.Pbm, hal-
hal yang di pertimbangkan hakim sebagai berikut:
a. Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan yang meresahkan masyarakat.
b. Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa jujur dan bersikap sopan dipersidangan.
- Terdakwa belum pernah dihukum.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka hakim menjatuhkan putusan bahwa,
karena dasar yuridis Pasal 368 Ayat (1) KUHPidana tentang pemerasan yang disertai
7 M. Solly Lubis, “Landasan dan Teknik Perundang-undangan”, (Bandung: Penerbit CV
Mandar Maju, 1989), hlm 6-9
56
ancaman maka, menyatakan bahwa Agus Susanto Als Aping Bin Lie Julai terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Dengan
mempertimbangkan pertimbangan yuridis dan sosiologis terdakwa, maka hakim
Pengadilan Negeri Prabumulih menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. Pidana itu tentunya jauh dari pidana
maksimal yaitu 9 tahun penjara. Berdasarkan tersebut bahwa, hakim benar-benar
mempertimbangkan alasan-alasan sosiologis terdakwa, sehingga tidak menjatuhkan
maksimal. Tujuan hakim menjatuhkan pidana ialah agar terdakwa sadar akan
perbuatannya, dan memberikan kesempatan untuk merubah kesalahan tersebut melalui
penjatuhan saksi pidana.
Pertimbangan Filosofis
Pertimbangan filosofis, yakni pertimbangan atau unsur yang menitik beratkan kepada nilai keadilan terdakwa dan korban.8 Sedangkan menurut Bagir Manan,
mencerminkan nilai nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam cita hukum
(rechtsidee). Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.9 Keadilan secara
umum diartikan sebagai perbuatan atau pelaku yang adil, sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memihak yang benar. Keadilan dalam filasafat
sebagaimana yang tertuang dalam nilai-nilai dasar Negara, hal ini dapat
dicontohkan apabila dipenuhinya dua prinsip, pertama tidak merugikan seseorang dan kedua perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi
haknya.
Sebagaimana putusan Nomor 222/Pid.B/2018/PN.Pbm dilihat dari hal-hal yang
memberatkan dan meringankan terdakwa. Penafsiran hakim yang mengakibatkan putusan
pemidanaan dijatuhkan hukumannya terdakwa 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan penjara
dianggap hukuman yang pantas bagi terdakwa karena hakim tidak boleh berperan
mengindentikan kebenaran dan keadilan itu sama dengan rumusan perundang-undangan.
Menurut penulis hakim pengadilan negeri Prabumulih dalam menjatuhkan
pidana telah mempertimbangakan pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis maka
8 M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm 20 9 Bagir Manan, “Dasar-dasar Pertimbangan Undang-undangan Indonesia”, (Jakarta:
Penerbit Ind-Hill.co, 1992), hlm 14-17
57
penjatuhan pidana selama 1 tahun 6 bulan sudah sesuai dan efektif, karena semua unsur
dalam Pasal 368 ayat (1) KUHPidana telah terpenuhi dan hakim telah menjatuhkan
hukuman pidana selama 1 tahun 6 bulan jauh dari ancaman pidana yang ada di dalam
KUHPidana hal ini pertimbangan hakim melalui pertimbangan yuridis. Dan melalui
pertimbangan sosiologis hakim telah melihat hal-hal yang memberatkan terdakwa dan
hal-hal yang meringankan terdakwa, kemudian terdakwa juga mengakui terus terang dan
menyesali perbuatannya. Adapun pertimbangan filosofis yang membahas tentang
kebenaran dan keadilan terhadap korban terdakwa dengan berupa pemberian sanksi
pidana selama 1 tahun 6 bulan Dengan demikian pemaparan Adapun pertimbangan
filosofsi dengan mewujudkan rasa keadilan terhadap korban dan terdakwa, dengan
pemberian berupa sanksi pidana penjara 1 tahun 6 bulan kepada terdakwa sehingga
putusannya mewujudkan rasa keadilan terhadap korban dan khususnya masyarakat pada
umumnya.
B. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap dasar Pertimbangan Hakim dalam
mengadili Perkara Pemerasan yang disertai Ancaman Analisis Putusan
Nomor 222/Pid.B/2018/PN.Pbm
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh penulis pada pembahasan di atas,
bahwa Hakim dalam Putusan Nomor: 222/Pid.B/2018/Pn.Pbm tersebut menjatuhkan
sanksi pidana dengan pidana penjara 1 Tahun 6 bulan. Dalam Islam juga mengenal
tentang sanksi pidana disebut uqubah. Uqubah atau hukuman adalah pembalasan yang
telah ditetapkan demi kemaslahatan masyarakat atas pelanggaran perintah pembuat
syariat (Allah dan Rasul-Nya).10 Maslahah atau mewujudkan tujuan hukum Islam yang
10 Mardani, “Hukum Pidana Islam”,(Jakarta: Prenada Media Group, 2019), hlm 48
58
berupa memelihara agama, jiwa, akal budi, keturunan, dan harta kekayaan.11Penerapan
sanksi berdasarkan surat Asy-Syura ayat 40 yang berbunyi:
ثلها فمن عفا وأصلح فأجره وجزاء سي ئة سي ئة م ين على الله ب الظهالم إنهه ل يح
Artinya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang
siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggunga) Allah.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”.
Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah Swt tidak menyukai
orang-orang yang berbuat zalim terhadap hamba-Nya.Pemerasan merupakan perbuatan
yang dilarang oleh agama Islam, karena salah satu tujuan disyariatkannya hukum Islam
untuk kemaslahatan manusia baik didunia maupun diakhirat. Jadi sanksi hukuman bagi
jarimah Pemerasan yang disertai Ancaman ini dapat diberikan kepada pelaku adalah
hukuman ta’zir karena perbuatan yang memerangi atau seseorang yang bermaksiat
kepada Allah Swt. Hukuman bagi pelaku tindak pidana pemerasan adalah Hukuman
ta’zir seperti pidana pengasingan, kurungan atau penjara.12 Islam mempunyai proses
penyelesaian perkara dilihat dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu
Daud, dan Tirmidzi. Bunyi hadis tersebut ialah:
, صلى الله عليه وسلم ) إذا تقاضى إليك رجلن رضي الله عنه قال قال رسول الله فل وعن علي
يا ب لت قاض ي قال علي فما ز ي كيف تقض , فسوف تدر , حتهى تسمع كلم الخر ل لوه عد ( رواه تقض ل
حه ابن , وصحه يني اه ابن المد ي وحسهنه, وقوه ذ ن أحمد, وأبو داود, والت رم م م ند الحاك د ع بهان وله شاه ح
يث ابن عبهاس .حدArtinya : “Dari Ali Ra. Bahwa Rasulullah Saw bersabda: apabila dua orang meminta
keputusan hukum kepadamu, maka janganlah memutuskan keputusan untuk orang
pertama sebelum engkau mendengar keterangan orang kedua agar engkau mengetahui bagaimana harus memutuskan hukum” Ali berkata: setelah itu aku selalu menjadi hakim
yang baik.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Hadis hasan menurut Tirmidzi, dikuatkan oleh Ibnu al-Madiny, dan dinilai
shahih oleh Ibnu Hibban. Dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa ketika seorang yang
diminta memutus perkara, atau lebih tepatnya hakim misalnya. Maka ia haruslah
mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak yang berselisih. Hal itu ditujukan agar
11 Marsaid, “Perlindungan Hukum Anak Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam (Maqasid
Asy-Syari’ah)”, (Palembang: NoerFikr, 2015), hlm 7 12 Djazuli, “Fiqih Jinayah”, (Jakarta: Rajawali Hutan, 2002), hlm 165
59
keterangan mengenai selisih tersebut menjadi seimbang sehingga hakim dapat menilai
kebenaran itu dan dapat meminimalisir kesalahan.13Landasan hukum peradilan dalam Al-
Qur'an dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut:
دي كم أو الوال ولو على أنفس ه ين بالقسط شهداء لل ام ين آمنوا كونوا قوه إن يكن ن والقربين يا أيها الهذ
ما أولى به لوا غنيا أو فقيرا فالله هبعوا الهوى أن تعد كان بما وإن تلو فل تت ضوا فإنه الله وا أو تعر
تعملون خبيرا
Artinya :"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin
menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (Q.S. An-Nisa: 135)
Pendapat ini dari Alexanders Hamilton ayat di atas memberikan minimalnya
tiga pedoman garis hukum dalam peradilan islam. Pertama, menegakkan keadilan adalah
kewajiban orang-orang yang beriman. Kedua, setiap mukmin apabila menjadi saksi ia
diwajibkan menjadi saksi karena Allah dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya.
Ketiga, manusia dilarang mengikuti hawa nafsu serta menyelewengkan kebenaran.
Pemberian hukuman disesuaikan dengan bentuk tindak pidana yang dilakukan
oleh terdakwa terhadap korban. Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang
tidak ditentukan oleh Al-Qu’an dan Hadist yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak manusia yang berfungsi memberi pelajaran kepada si
pelaku dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa.
Menurut Moch Anwar (Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep)
yang menjelaskan bahwa hukuman ta’zir ini oleh Islam diserahkan sepenuhnya kepada
hakim Islam, akan tetapi dengan memperhatikan kepada hukum-hukum positif. Hukuman
ta’zir ini bukan semata-mata hanya pencambukan saja, tetapi juga bisa dengan hukuman
lain, seperti dengan hukuman penjara, pengasingan dan lain sebagainya. Hukuman
13Kitab Memutuskan Perkara. Bab I: Tentang Memutuskan Perkara – Hadits Ke-1159
60
penjara dalam pandangan pidana Islam berbeda dengan pandangan hukum positif.
Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai hukuman utama, tetapi hanya
dianggap hukuman pilihan, sedangkan dalam hukum positif penjara dipandang sebagai
hukuman pokok (hukuman utama) dalam sanksi segala macam jarimah.14
Dalam hukuman ta’zir terdapat dua jenis hukuman yaitu: hukuman penjara dan
hukuman pengasingan. Hukuman penjara dibedakan menjadi dua yaitu hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasi
secara tegas. Menurut Syafi’iyah, batas maksimalnya adalah satu tahun, dan
hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya dan berlangsung terus sampai si terhukum meninggal dunia atau bertaubat. Hukuman ini dapat disebut
juga dengan hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan hukuman pengasingan
ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang dikhawatirkan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap masyarakat. Dengan diasingkannya pelaku, mereka
akan terhindar dari pengaruh tersebut. Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, masa
pengasingan tidak boleh dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan
jarimah zina yang merupakan hukuman had.15
Berdasarkan penjelasan di atas maka tinjauan hukum pidana Islam dan hukum
positif terhadap perkara Nomor 222/Pid.B/2018/Pn.Pbm tidak sesuai dengan hukum yang
ditetapkan. Hukuman yang pantas untuk pelaku tindak pidana pemerasan yang disertai
ancaman itu termasuk ke dalam jarimah hudud, yaitu jarimah hirabah. Namun
pemerasan yang disertai ancaman di Indonesia diatur melalui ta’zir, yaitu penentuan
hukumannya diatur oleh Ulil Amri. Hukuman yang pantas untuk pelaku pemerasan yaitu
hukuman ta’zir berupa pengasingan. Yaitu mengasingkan pelaku ke kota terpencil.
Hukuman ini dilakukan sampai pelaku bertubat dan di tempat pengasingannya ia harus
diawasi agar jangan sampai melarikan diri. Sehingga hukuman ini dapat memberikan rasa
keadilan bagi para korban dan masyarakat serta memberikan efek jera bagi para pelaku
tindak pidana ini.
14 Sudarsono, “Asas-asas Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm 548 15 Nurul Irfan, dan masyrofah, “Fiqih Jinayah”, (Jakarta: Amzah, 2018), hlm 152-155
61