Pembahasan kardiomiopati dan gagal jantung
-
Upload
tichas-phuuv -
Category
Documents
-
view
57 -
download
12
description
Transcript of Pembahasan kardiomiopati dan gagal jantung
Bab 2. Pembahasan
2.1 Kardiomiopati
2.1.1 Definisi Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu kelainan akut, subakut atau kronis pada otot
jantung yang merupakan gangguan otot jantung yang menyebabkan jantung tidak
bisa lagi berkontraksi secara memadai. Kardiomiopati berarti penyakit
miokardium atau otot jantung ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung
untuk memompa darah dan berdenyut secara normal. Kondisi ini cenderung mulai
dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk dengan cepat. Pada keadaan ini
terjadi kerusakan atau gangguan pada otot-otot jantung, sehingga jantung tidak
mampu berkontraksi secara normal. Sebagai kompensasi, otot jantung menebal
atau hipertrofi dan rongga jantung membesar. Kelainan ini tidak memiliki etiologi
atau kaitan yang diketahui dan sering disertai dengan kelainan endokardium atau
kadang dengan kelainan perikardium. Menurut Dorland, toxic kardiomiopati
adalah kardiomiopati yang disebabkan oleh suatu zat yang menyebabkan
kerusakan toksik terhadap miokardium seperti alkohol, agen anti tumor tertentu,
katekolamin, dan beberapa logam.
Menurut Sjaifoellah Noer kardiomiopati ada 3 macam, yaitu:
1. Kardiomiopati kongestif atau dilatasi
Kardiomiopati kongestif adalah suatu penyakit miokard yang primer atau
idiopatik yang ditandai dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung dan gagal
jantung kongestif karena fungsi sistolik terganggu (hipokinesis ventrikel
kiri biasanya dominan). Kadang-kadang ada aritmia dan gangguan
hantaran.
2. Kardiomiopati Hipertrofik
Kardiomiopti hipertrofik ada 2 bentuk yaitu:
a. Hipertrofi yang simetris atau konsentri
4
b. Hipertrofi septal asimetris
Kardiomiopati hipertrofik adalah hipertrof ventrikel tanpa penyakit
jantung atau sistematik lain yang dapat menyebabkan hipertropi ventrikel.
Perubahan mikroskopik ini dapat ditemukan pada daerah septum,
interventrikularis. Hipertrofi asimetris pada septum ini, bisa ditemukan
pada daerah distal katup aorta, di tengah-tengah septum saja, difus atau
septum di daerah apeks.
3. Kardiomiopati Restriktif
Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi
diastolik, kurang lentur, serupa dengan perikarditis konstriktiva, tetapi
biasanya terbatas pada ventrikel kiri, dinding ventrikel sangat kaku dan
menghalangi pengisian ventrikel ditandai dengan fungsi diastolik
abnormal tetapi dengan fungsi sistolik yang normal atau hampir normal.
Pada pemeriksaan patologi-anatomis ditemukan adanya fibrosis, hipertrofi
atau infiltrasi pada otot jantung yang menyebabkan gangguan fungsi
diastolik.
2.1.2 Tanda dan Gejala Kardiomiopati
Tanda atau gejala kardiomiopati biasanya meliputi:
a. Kehabisan nafas sewaktu beraktivitas atau bahkan sewaktu istirahat
b. Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki
c. Perut kembung berisi air
d. Merasa lelah
e. Jantung berdebar dengan irama jantung abnormal
f. Pusing, kepala ringan dan pingsan
g. Nyeri dada atau tekanan
5
2.1.3 Pemeriksaan Diagnostik pada Kardiomiopati
a. Kardiomiopati Dilatasi
1. Elektrokardiografi
Mayoritas kasus kardiomipati dilatasi terjadi perubahan segmen S-T dan
gelombang T, terutama pada hantaran lateral dan prekordial kiri. kelainan ini
khasnya adlah gelombang T dengan inverse dengan segmen S-T depresi.
ditemukan juga volatase rendah pada beberapa kasus. lebih dari 50% bayi dengan
kardiomiopati dilatasi mempunyai gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan 85%
sumbu QRS-nya inferior. kadang juga miokarditis setempat dapat menyerupai
infark, dengan kelainan gelombang Q terlokalisasi elevasi segmen S-T.
Pada permulaannya tampak aritmia, seperti blockade atrioventrikular
(AV), blockade cabang berkas atau blokase serabut (fasikular), atau ektopi atrium
atau ventrikel berurutan, kelainan ini ditemuka pada 15% bayi dengan
kardiomiopati. 42% menderita ektopi ventrikel, dari satu denyut premature
ventrikel sampai takikardia ventricular, 31% menderita takikardia supraventikular,
dan 12% menderita blockade AV derajat dua atau disosiasi AV.
2. Radiologi
Jantung membesar dan biasanya terdapat tanda-tanda kongesti vena
walaupun keadaan ini dapat menyesatkan, terutama pada miokarditis yang
mendadak karena ventrikel belum cukuo wakt untuk dilatasi. Hal tersebut akna
menyebabkan gambaran infiltrate udem paru (kadang teracukan oleh pneumonia).
Siluat jantung sangat membesar, kadang-kadang masif, berbentuk seeprti botol air
efusi pericardium.
3. Ekokardiografi
Dua dimensinya menampakkan ventrikel kiri dilatasi, dinding tipis, dan
hipokinetik secara keseluruhan. analisis dengan M-mode menilai kontraktilitas
dan berguna untuk pemantauan secara seri, terutama sudah pemberian terapi
pengurang beban pasta (afterload). ventrikel kiri sering tidak jelas (dilatasi atau
disfungsi). pada beberapa kasus miokarditis akut, ventrikel kiri sangat hipokinetik
meskipun tidak ada dilatasi, ditemukan fase hipertrofi ventrikel yang berlebihan
6
selama penyembuhan miokarditis. thrombus mungkin ada pada sisi kiri jantung
dan harus dicari dengan teliti.
Pemeriksaan Doppler menampakkan adanya regurgitasi mitral dan atau
trikuspidal. pada pemeriksaan ekokardiografi pada anakdidapatkan bahwa sekitar
50% anak ukuran ventrikelnya melebihi rata-rataukuran normal. Parameter ejeksi
menurun 25%-50%. Pada penelitian lain dengan anak dugaan kardiomiopati pasta
miokarditis menunjukkan penurunan parameter ejeksi sampai dengan 25% atau
lebih. Pemeriksaan Doppler digunakan untuk memeriksa dinamika ejeksi ventrikrl
kiri. pada kardiomiopati, biasanya keceptan puncak dan percepatan puncak
menurun, baik pada saat istirahaht maupun latihan fisik. pemantauan
kardiomiopati terbatas . pemeriksaan ini bertujuan untuk evaluai fungsi ventrikel,
juga berguna dalam mengesampingkan lesi obstruksi struktur, seperti penyakit
katup aorta atau koarktasio yang juga menurunkan fungsi ventrikel kiri.
4. Prognosis
Indeks jantung kurang dari 31/menit/m3, dan sumbu QRS kea rah kanan
dan superior pada EKG. adanya regurgitasi mitral, sedang gejala virus dalam tiga
bulan disertai ketahanan hidup yang lebih baik. pada sebagian penderita
ditemukan pada 23% penderita, sedang emboli arteri sistemik terjadi pada 8%
penderita.
b. Kardiomiopati hipertrofik
1. Elektrokardiografi
Pada 25% penderita tanpa obstruksi mempunyai gambaran EKG normal,
namun sangat sedikit yang mengalami hal ini. sebagian besar mengalami kleainan
EKG berupa hipertrofi ventrikel kiri, perubahan pada segmen S-T dan gelombang
T, serta gelombang Q abnormal.
2. Radiologi
Biasanya foto rontgen tidak membantu karena menampakkan siluat
jantung dan vaskularisasi normal. jika ada pembesaran jantung umumnya
menggambrakan pembesaran atrium.
7
3. Ekokardiografi
Digunakan untuk baku diagnostic karena memungkinkan menampakkan
ukuran ventrikel ketebalannya dan fungsi sistoliknya secara langsung. Dengan
ekokardiografi M-mode banyak yang dapt ditampakkan, ekokardiografi dua
dimensi lebih memberikan gambaran kelainan anatomik seluruhnya, dan bila
digabung dengan pemeriksaan Doppler, fisiologinya dapat juga dimengerti.
Seluruh jantung dapat ditampakkan pada banyak bidang tomografi,
memungkinkan penggambaran sepenuhnya hipertrofi sebagian.
Dengan ekokardiograf dapat dilihat adanya gerakan anterior aparatus
mitral serta adanya gerakan dan luasnya aposisi sekat mitral. Ekokardiografi
Doppler dapat digunakan untuk menemukan luas obstruksi aliran keluar ventrikel
kiri dan atau/ kanan, serta luas regurgitasi mitral dan atau/ aorta. Dengan teknik
ekokardiograf M-mode maupun doppler dapat ditunjukkan kelainan sifat-sifat
pengisisan pada kebanyakan penderita. Angka puncak penipisan dinding dan
perluasan ruang sering subnormal pada ekokardiograf M-mode.
c. Kardiomiopati Restriktif
1. Pemeriksaan foto toraks
Pada pemeriksaan ini ditemukan kardiomegali jantung, hipertensi vena
pulmonal, dan efusi pleura. Pada foto rontgen dada terlihat pembesaran jantung
disertai hipertensi vena pulmonal.
2. Ekokardiograf
Terdapat penebalan dinding ventrikel kiri, ruangan ventrikel normal atau
mengecil dan fungsi sistolik normal. Pada pemeriksaan ekokardiografi tampak
dinding ventrikel kiri menebal serta penambahan massa di dalam ventrikel.
Ruangan ventrikel normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang masih normal.
3. Elektrokardiografi
Pada pemerioksaan eletrokardiografi ditemukan low voltage.terlihat juga
gangguan kondusi intra-ventrikuler dan gangguan konduksi atrio-ventrikuler.
8
4. Pemeriksaan Radionuklir
Pada pemeriksaan radionuklir terlihat adanya infiltrasi pada otot jantung.
Ventrikel kiri normal atau mengecil, dan fungsi sistolik yang normal.
5. Sadapan Jantung
Pada sadapan jantung ditemukan compliance ventrikel kiri mengurang dan
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan.
2.1.4 Penatalaksaan Kardiomiopati
a. Kardiomiopati Dilatasi
Menggunakan obat-obatan pendukung miokardium dan sirkulasi. Preparat
digitalis digunakan dengan sangat hati-hati karena dapat menyebabkan aritmia dan
mioardium yang meradang. dapat dipakai pula diuretic, oksigen, pengaturan
elektrolit, pengurangan beban pasca, ventilasi buatan dan sedasi. obat-obatan
aritmia diperlukan, namun sangat berbahaya karena reaksi silang obat-obatan
tersebut dengan obat-obat jantung yang lain. Perlu ditekankan bahwa
kardiomiopati hipertrofik tidak boleh ditangani, seperti kardiomiopati dilatasi
karena ada risiko dalam pemakaian obat-obat inotropik dan dalam manipulasi
volume darah pada penderita ini. Tidak ada pengobatan spesifik. Bila diketahui
etiologinya diberikan terapi sesuai penyebab. Namun jika idiopatik, dilakukan
terapi sesuai gagal jantung kongestif.
b. Kardiomiopati Hipertrofi
Pemberian beta blocker untuk gejala dispnea yang muncul. Selain itu,
untuk menangani nyeri dada dan dispnea diberikan propanolol, namun jarang
menambah toleransi terhadap latihan fisik. Respon terhadap beta blocker
bergantung pada dosis yang yang digunakan. Efek samping dari penggunaan obat
tersebut degan dosis tinggi adalah lelah dan depresi yang sulit ditoleransi. Baru-
baru ini penyekat kalsium verampili digunakan secara luas. Hasilnya adalah
perbaikan dalam relaksasi diastolik dengan akibat penurunan diastolik dan
9
tekanan rata-rata atrium kiri. Hasil ini diduga mengurangi dispnea dan
menambahkemampuan latihan fisik. Dosis verampili 1-10 mg/kg berat badan per
oral.
c. Kardiomiopati Restriktif
Pada pasien kardiomiopati diberikan istirahat yang cukup, diet,
medikamentosa. Diberikan obat pertama berupa Antiaritmi (bila terjadi gangguan
irama) dan obat alternative berupa pacemaker (apabila ada gangguan konduksi
berat). Kardiomiopati jenis ini biasanya sulit diobati, tergantung pada penyakit
yang mendasarinya. Dapat diberikan obat sistematik berupa diuretik untuk
mengurangi kongesti. Bila terdapat gangguan irama diberikan obat anti aritmia.
2.1.5 Asuhan Keperawatan Pada Kardiomiopati
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada anak (pasien) dengan mengukur tanda tanda
vital meliputi frekuensi jantung, tekanan darah, dan indeks pertukaran
oksigen. Selain itu juga perlu dikaji sistem kardiovaskularnya. Pada pasien
kardiomiopati akan ditemukan murmur, adanya suara 3 (S3) atau suara 4
(S4), ektopi, DVJ dan edema. Pengkajian pulmoner juga diperlukan untuk
mengetahui adakah batuk kering dan krekel yang menandakan adanya
kardiomiopati. Evaluasi status volume cairan yang cermat, tanda vital
(mencakup perhitungan tekanan nadi) dan askultasi adanya S3 sangat
penting sebagai dasar pengkajian.
b. Diagnosa
a. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan disfungsi ventrikel
kiri dan disritmia
b. Ketidakefektifan perkusi jaringan yang berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen sekunder akibat obstruksi saluran air keluar
(HC) atau gangguan fungsi sistolik (DC) yang menyebabkan
penurunan curah jantung
10
c. Gangguan pertukaran gas uang berhubungan dengan peningkatan
kongesti paru sekunder akibat peningkatan tekanan diastolik akhir
ventrikel kiri (LVED) yang berkaitan dengan gagal ventrikel.
c. Intervensi
Dx. 1
Kriteria hasil: Pasien sadar dan berorientasi, kulit hangat dan kering,
denyut nadi kuat dan sama secara bilateral, pengisian kapiler <3 detik,
TDS 90-140 mm Hg, MAP 70-105 mm Hg, TD 30-40mm Hg, tidak ada
disritmia yang mengancam jiwa.
1. Periksa FJ, frekuensi pernapasan, dan TD setiap 15 menit selama fase
akut dan ketika menyesuaikan dosis obat vasoaktif.
2. Kaji nyeri dada karena iskemia miokardium dapat disebabkan oleh
perfusi yang buruk akibat penurunan curah jantung.
3. Kaji bunyi jantung dan suara paru untuk mengevaluasi tingkat gagal
jantung
4. Berikan oksigen 2-4 L/menituntuk mempertahankan atau memperbaiki
oksigenasi
5. Minimalkan kebutuhan oksigen: pertahankan tirah baring, kurangi
ansietas, dan berikan diet cairan pada fase akut.
6. Berikan agen diuretik (misal furosemid dan bumetamida) untuk
mengurangi preload dan afterload
7. Sesuaikan dosis agen inotropik sesuai instruksi untuk meningkatkan
kontraktilitas (misal dobutamin, amrion, milrion, dopamin, dan
digoxin)
Dx.2
Kriteria Hasil: Pasien sadar dan berorientasi, kulit hangat dan kering,
denyut nadi perifer kuat, FJ 60-100 kali per menit, saturasi oksigen
>=95%, tidak ada disritmia yang mengancam jiwa.
1. Periksa FJ, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah setiap 115 menit
untuk mengetahui respon pasien terhadap terapi
11
2. Berikan oksigen tambahan dan minimalkan kebutuhan oksigen, misal
dengan membatasi aktivitas dan tirah baring
3. Berikan inotropi seperti dobutamin dan dopamin untuk meningkatkan
kontraktilitas dan memperbaiki curah jantung
4. Berikan morfin sulfat dosis rendah sesuai instruksi untuk
meningkatkan pooling vena dan mengurangi dispnea, anxietas, dan
nyeri
5. Berikan diuretik (fluorosemid, bumetanida) sesuai instruksi untuk
menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan preload sesuai
kebutuhan
6. Koreksi asidosis karena asidosis dapat menghambat atau mengurangi
respon terhadap terapi obat dan mengurangi kontraktilitas
d. Implementasi
Dx.1
1. Memeriksa FJ, frekuensi pernapasan, dan TD setiap 15 menit selama
fase akut dan ketika menyesuaikan dosis obat vasoaktif.
2. mengkaji nyeri dada karena iskemia miokardium dapat disebabkan
oleh perfusi yang buruk akibat penurunan curah jantung.
3. mengkaji bunyi jantung dan suara paru untuk mengevaluasi tingkat
gagal jantung
4. memberikan oksigen 2-4 L/menituntuk mempertahankan atau
memperbaiki oksigenasi
5. meminimalkan kebutuhan oksigen: pertahankan tirah baring, kurangi
ansietas, dan berikan diet cairan pada fase akut.
6. memberikan agen diuretik (misal furosemid dan bumetamida) untuk
mengurangi preload dan afterload
7. menyesuaikan dosis agen inotropik sesuai instruksi untuk
meningkatkan kontraktilitas (misal dobutamin, amrion, milrion,
dopamin, dan digoxin).
12
Dx.2
1. memeriksa FJ, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah setiap 115
menit untuk mengetahui respon pasien terhadap terapi
2. memberikan oksigen tambahan dan minimalkan kebutuhan oksigen,
misal dengan membatasi aktivitas dan tirah baring
3. memberikan inotropi seperti dobutamin dan dopamin untuk
meningkatkan kontraktilitas dan memperbaiki curah jantung
4. memberikan morfin sulfat dosis rendah sesuai instruksi untuk
meningkatkan pooling vena dan mengurangi dispnea, anxietas, dan
nyeri
5. memberikan diuretik (fluorosemid, bumetanida) sesuai instruksi untuk
menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan preload sesuai
kebutuhan
6. mengoreksi asidosis karena asidosis dapat menghambat atau
mengurangi respon terhadap terapi obat dan mengurangi kontraktilitas.
e. Evaluasi
a. Curah jantung meningkat dan adekuat
b. Perkusi jaringan kembali efektif, suplai oksigen sekunder meningkat,
dan tidak ada penurunan saluran air keluar (HC) atau gangguan fungsi
sistolik (DC) yang menyebabkan penurunan curah jantung
2.2 Gagal Jantung
2.2.1 Definisi Gagal Jantung
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada ahkir
pengisian ventrikel atau diastolik. Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding
ventrikel yang harus dicapai selama sistole untuk mengejeksi darah. Gagal jantung
adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampumemenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.Ciri penting dari
definisi ini adalah:
13
1. Gagal didefinisikanr elatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh
2. Penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal
jantung. Gagal sirkulasi menunjukan ketidakmampuan sistem kardiovaskuler
untuk melakukan perfusi jaringan memadai. Definisi ini mencakup segala
kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan,
termasuk perubahan volume darah, tonus vascular dan jantung.
2.2.2 Tanda dan Gejala Gagal Jantung
1. Dispnea, atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal jantung
yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan
akibat kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan paru.
Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Dispnea
saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung
kiri.Ortopnea (dispneasaatberbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi
aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawah ke arah sirkulasi
sentral. Reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan
nmenyebabkan kongesti vascular paru-paru lebih lanjut. Dispnea
nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnea, PND) atau
mendadak terbangun karena dyspnea, dipicu oleh timbulnya edema paru.
PND merupakan manifestasi yang paling spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dyspnea atau ortopnea.
2. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transu dan cairan
paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di
bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan
tanda ini dapat dikaitkan dengan gagal kebelakang pada gagal jantung kiri.
14
3. Gagal kebelakang pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda
kongesti vena sistemik. Dapat terjadi hepatomegaly (pembesaran hati),
nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati. Gejala
saluran cerna yang lain (sepertianoreksia, rasa penuh, ataumual) dapat
disebabkan oleh kongesti hati dan usus.
4. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.
Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan
terutama pada malam hari, dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari)
yang mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi
cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya
vosokonstriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut
dapat menimbulkan asitesatau edema anaraksa (edema tubuh
generalisata)
5. Gagal kedepan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusike organ-organ. Aliran darah dialihkan dari organ-organ nonvital
demi mempertahankan perfusi kejantung dan otak sehingga manifestasi
paling dini dari gagal kedepan adalah berkurangnya perfusike organ
(missal kuit dan otot rangka). Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh
vasokonstriksi perifer, makin berkurangnya curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi menyebabkan terjadinya
sianosis. Vasokonstrisi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas, oleh karena itu dapat ditemukan demam ringan dan
keringat yang berlebihan. Kurangnya perfusi dari otot rangka
menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala dapat di perberat oleh
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia. Makin
menurunnnya curah jantung dapat disertai insomnia, kegelisahan, atau
kebingungan.
15
2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik pada Gagal Jantung
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Mengukur RR pasien. Karena pada penderita gagal jantung akan
mengalami peningkatan nafas.
b. Menghitung denyut jantung pasien. Karena pada penderita gagal
jantung mengalami takikardia atau percepatan denyut jantung.
c. Meraba permukaan perut bagian kanan atas (tepat pada organ hati).
Karena pada penderita gagal jantung akan mengalami hepatomegali
(pembesaran hati).
d. Melakukan auskultasi guna mendeteksi munculnya irama galop yaitu
irama jantung S3 dan S4, dimana bunyi tersebut merupakan bunyi
yang tidak normal dalam kerja jantung.
e. Melakukan perkusi guna mendeteksi terjadinya pembengkakan pada
udem tungkai. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami gagal
jantung kanan.
f. Mendeteksi gejala pertumbuhan anak yang tidak normal.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen. Foto rontgen diperlukan untuk mengetahui terjadinya
kardiomegali atau pembengkakan jantung
b. Elektrokardiografi. Elektrokardiografi diperlukan untuk mengetahui
pembesaran ruang-ruang jantung serta tanda-tanda terjadinya
miokardium.
c. Ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan
fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup,
serta mengetahui risiko emboli.
d. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah diperlukan untuk mengetahui
adanya anemia yang dapat menambah beban jantung dan pemeriksaan
fungsi ginjal akibat dari menurunnya kemampuan tubuh dalam
pengaturan keseimbangan air.
16
2.2.4 Penatalaksaan Gagal Jantung
Fungsi dari terapi pada penderita gagal jantung, yaitu:
1. Meningkatkan fungsi sistemik jantung;
2. Menurunkan kelebihan volume cairan;
3. Mencegah timbulnya komplikasi;
4. Memperbaiki kelainan anatomi jantung.
Penatalaksaan Medik:
1. Istirahat
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi
dengan tirah baring (bedrest) karena konsumsi oksigen yang relatif
meningkat. Dengan istirahat gejala-gejala gagal jantung dapat berkurang.
2. Digitalisasi
Digitalisasi secara kronotropik dan inotropik akan memperbaiki kerja
jantung, memperkuat kontraksi otot, dan meninggikan curah jantung.
Digoksin merupakan preparat yang banyak dipakai. Dosis digitalis
disesuaikan pada keadaan gagal jantung sesuai dengan umur dan berat
badan. Car apemberian obat ini dapat diberikan secara oral,
intramuskuler/vena.
3. Diuretik
Diuretika diberikan secara dini. Furosemid merupakan obat pilihan yang
dapat diberikan secara intravena. Rute oral dapat digunakan jika baik
mengalami pemulihan. Kehilangan kalium dapat ditangani dengan
pemberian kalium klorida atau spironolakton.
4. Diet
Umumnya diberikan makanan lunak dengan kadar garam yang rendah.
Pasien dengan kurang gizi diberikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein.
17
Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Tirah baring.
Tirah baring dimaksudkan untuk mengurangi kerja jantung, menurunkan
tekanan darah. Pada tirah baring anak diposisikan dalam kondisi tegak,
ditopang oleh bantal.
2. Oksigen
Pemberian oksigen biasanya diperlukan 2 liter per menit, dalam keadaan
sianosis dilakukan penambahan kadar oksigen. Pada bayi pemberian
oksigen menggunakan corong. Sikap berbaring sebaiknya adalah sikap semi
fowler yaitu sekitar 20-30 derajat. Pemberian oksigen dapat mengurangi
miokard, memperbaiki aliran darah paru, dan memenuhi kebutuhan oksigen
dalam tubuh.
3. Pemberian diet
Pasien harus makan dengan kadar garam yang rendah. Ketika pasien sesak
nafas maka nafsu makan pasien akan menurun sehingga diperlukan
pendekatan secara baik. Sajikan makanan dalam porsi kecil, dalam keadaan
hangat, dan dengan penyajian yang menarik bagi anak. Pada pasien yang
tidak mau makan pemberian susu sebaiknya ditambah untuk memenuhi
nutrisi dalam tubuhnya. Sebaiknya makanan divariasi seperti kentang, roti,
dan sayuran.
4. Eliminasi
Pasien dengan gagal jantung perlu diperhatikan pemasukn/pengeluaran
cairan selama 24 jam. Pasien sangat dianjurkan untuk makan sayuran yang
berguna untuk mencegah opstipasi dan memudahkan defekasi.
5. Mobilisasi
Bila keadaan gagal jantung telah teratasi pasien mulai di ajarkan untuk
duduk di pinggir tempat tidur dengan menggoyang-goyangkan kaki.
Selanjutnya belajar berdiri dan berjalan perlahan-lahan. Pemeriksaan nadi
harus dilakukan sebelum dan setelah latihan.
18
6. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Orang tua pasien perlu diberi penjelasan mengenai penyakit anaknya dan
mengatakan bahwa anaknya tidak dapat melakukan aktivitas berat yang
membuat dirinya kelelahan. Perlu diberikan penjelasan mengenai makanan
yang harus dimakan dirumah yaitu makanan yang mengandung sayur
untuk menghindari opstipasi yang menyebabkan penyakitnya kambuh.
Istirahat yang cukup dan mengkonsultasikan kepada dokter mengenai
kegiatan yang boleh dilakukan setelah pulang kerumah.
2.2.5 Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gagal Jantung
a. Pengkajian
Data Objektif :
1. Gawat napas
2. Dispnea
3. Banyak memakai obat – obatan pernapasan
3. Distensi vena jugularis
4. Ada bunyi napas adventitius
5. Bunyi jantung irama gallop
6. Edema : lokasi dan beratnya pitting
7. Extremitas teraba dingin
8. Perubahan nadi
9. Berat badan bertambah
10. Tingkat kesadaran
Data Subjektif
1. Pasien mengatakan sesak napas dan batuk
2. Pasien mengatakan berat badan bertambah
3. Pasien mengatakan sering pusing, bingung, dan cepat lelah
4. Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut
5. Pasien mengatakan sering merasa cemas
19
b. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurang ventilasi,
perfusi
2. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan kurangnya volume
sekuncup, syok kardiogenik, insufisiensi katup, hipertensi.
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan suplai oksigen tidak
mensukupi kebutuhannya.
4. Cemas yang berhubungan dengan ancaman kematian, perubahan status
kesehatan, perubahan peran, status sosio-ekonomi.
5. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kontrakstilitas jantung
yang terganggu.
6. Perfusi jaringan kurang yang berhubungan dengan kurang darah dalam
sirkulasi, imobilisasi, edema paru.
7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) yang berhubungan
dengan anorexia, ketidakseimbangan natrium.
8. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilisasi, edema gastrointestinal.
9. Defisit pengetahuan (tentang sifat penyakit, pegobatan) yang berhubungan
dengan tidak adanya informasi, tidak responsif terhadap informasi.
c. Intervensi keperawatan
1. Berikan oksigenasi. Pasien mengalami kekurangan oksigen karena
pertukaran gas terganggu akibat edema paru.pemberian oksigen
sebanyak 2-6 liter per menit dapat mengurangi dispnea dan kelelahan.
Nilai gas darah dan arteri perlu dipantau. Posisi fowler juga dapat
membantu ekspansi paru.
2. Perbaiki kegiatan dan istirahat. Istirahat dan kegiatan dapat diatur
sehingga kebutuhan oksigen tidak melebihi suplai oksigen dan
mengurangi beban pada jantung. Kegiatan – kegiatan seperti aktifitas
sehari – hari dapat disesuaikan pada dispnea dan kelelahan yang dialami
pasien. Pasien juga mengalami ortopnea dan cenderung untuk duduk di
kursi daripada berbaring di tempat tidur. Kedua kaki pasien ditinggikan
20
untuk mengurangi edema pitting. Di tempat tidur posisi yang enak
untuk pasien adalah posisi fowler untuk ekspansi paru. Pemberian obat
– obat sedatif dilakukan dengan sangat hati – hati karena dapat
menyembunyikan tanda – tanda memberatnya kegagalan jantung.
Imobilitas ditempat tidur karena pemberian obat sedatif dapat
mengakibatkan trombosis vena dan embolus. Tindakan keperawatan
untuk membantu pasien tidur tanpa obat sedatif sangat dianjurkan.
3. Lakukan ambulasi. Hal ini dilakukan secara perlahan untuk mencegah
overloading jantung. Peningkatan kegiatan dilakukan secara bertahap
mulai dari duduk di tempat tidur, di kursi, dan jalan – jalan di dalam
kamar.
4. Kurangi rasa cemas. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perasaan
cemasnya dan apa yang dapat ditimbulkan rasa cemas tersebut.
Bersama klien mencoba identifikasi kekuatan dan mekanisme koping
yang dapat dipakainya. Keluarga dan kelompok pendukung dapat pula
membantu pasien menangani rasa cemas.
5. Pertahankan keseimbangan cairan. Pembatasan cairan sudah tidak
dilaksanakan asal pasien dapat membatasi asupan garam atau natrium,
serta mendapat obat digitalis atau diuretik. Akan tetapi apabila dokter
ingin melakukan pembatasan cairan, perawat dan pasien perlu membuat
rencana pembagian jumlah cairan yang diprogramkan dokter selama
24jam . biasanya separuh dari jumlah cairan berasal dari makanan dan
separuh lagi diberikan di antara jam makan. Higiene oral yang sering
juga dapat mengurangi rasa haus. Berat badan ditimbang tiap hari.setiap
tambahan 1kg berat badan adalah sama dengan 1 liter retensi cairan.
Waktu yang baik untuk menimbang pasien adalah pagi setelah vesika
urinaria dan sebelum pasien makan pagi.
6. Pertahankan Integritas kulit. Bokong yang edema cepat sekali
menimbulkan duktus dekubitus. Posisi pasien perlu diubah setiap 2-3 jam
untuk mengurangi tekanan pada bokong.
21
7. Pertahankan nutrisi yang adekuat. Makanan harus lunak, rendah kalori,
rendah garam dan serat, dan tidak menimbulkan gas. Pasien diberi
vitamin sebagai tambahan. Pasien mengalami anoreksia karena
gastroinrestinal yang juga mengalami edema, ditambah adanya dispnea
dan kelelahan. Dianjurkan pasien makan sedikit – sedikit, tetapi sering
untuk mencegah atau mengurangi distensi abdomen.
8. Berikan asupan Natrium. Asupan garam perlu dikurangi untuk
mengendalikan edema. Banyak garam dalam diet yang normal adalah 3-
10 g/hari. Natrium yang diberikan kepada pasien yang juga menerima
obat diuretik, tidak boleh lebih dari 3 g/ hari karena perlu dihindari
hiponatremia. Tujuan modifikasi diet harus dijelaskan kepada pasien dan
keluarganya.
9. Perbaiki eliminasi. Mengejan keras (manuver valsalva) ketika defekasi
akan memberi beban tambahan pada jantung, feses dapat dibuat lembut
dengan pemberian obat susu magnesia, metamucil, dan colate.
Pemakaian pispot kursi dapat juga membantu pasien yang tidak mau
memakai pispot sorong. Pasien perlu dibantu turun dari tempat tidur
apabila mau memakai pispot kursi.
10. Berikan Penyuluhan kesehatan. Tujuannya adalah mencegah
terulanginya serangan kegagalan jantung, perlu diterangkan sifat
penyakitnya, faktor-faktor pencetus, modifikasi diet, efek dan efek
samping dari obat-obatan, program dari kegiatan/istirahat, dan tanda-
tanda yang perlu dilaporkan kepada dokternya.
d. Implementasi
1. memberikan oksigenasi. Pasien mengalami kekurangan oksigen karena
pertukaran gas terganggu akibat edema paru.pemberian oksigen
sebanyak 2-6 liter per menit dapat mengurangi dispnea dan kelelahan.
Nilai gas darah dan arteri perlu dipantau. Posisi fowler juga dapat
membantu ekspansi paru.
22
2. memperbaiki kegiatan dan istirahat. Istirahat dan kegiatan dapat diatur
sehingga kebutuhan oksigen tidak melebihi suplai oksigen dan
mengurangi beban pada jantung. Kegiatan – kegiatan seperti aktifitas
sehari – hari dapat disesuaikan pada dispnea dan kelelahan yang dialami
pasien. Pasien juga mengalami ortopnea dan cenderung untuk duduk di
kursi daripada berbaring di tempat tidur. Kedua kaki pasien ditinggikan
untuk mengurangi edema pitting. Di tempat tidur posisi yang enak
untuk pasien adalah posisi fowler untuk ekspansi paru. Pemberian obat
– obat sedatif dilakukan dengan sangat hati – hati karena dapat
menyembunyikan tanda – tanda memberatnya kegagalan jantung.
Imobilitas ditempat tidur karena pemberian obat sedatif dapat
mengakibatkan trombosis vena dan embolus. Tindakan keperawatan
untuk membantu pasien tidur tanpa obat sedatif sangat dianjurkan.
3. melakukan ambulasi. Hal ini dilakukan secara perlahan untuk
mencegah overloading jantung. Peningkatan kegiatan dilakukan secara
bertahap mulai dari duduk di tempat tidur, di kursi, dan jalan – jalan di
dalam kamar.
4. mengurangi rasa cemas. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perasaan
cemasnya dan apa yang dapat ditimbulkan rasa cemas tersebut.
Bersama klien mencoba identifikasi kekuatan dan mekanisme koping
yang dapat dipakainya. Keluarga dan kelompok pendukung dapat pula
membantu pasien menangani rasa cemas.
5. mempertahankan keseimbangan cairan. Pembatasan cairan sudah tidak
dilaksanakan asal pasien dapat membatasi asupan garam atau natrium,
serta mendapat obat digitalis atau diuretik. Akan tetapi apabila dokter
ingin melakukan pembatasan cairan, perawat dan pasien perlu membuat
rencana pembagian jumlah cairan yang diprogramkan dokter selama
24jam . biasanya separuh dari jumlah cairan berasal dari makanan dan
separuh lagi diberikan di antara jam makan. Higiene oral yang sering
juga dapat mengurangi rasa haus. Berat badan ditimbang tiap hari.setiap
tambahan 1kg berat badan adalah sama dengan 1 liter retensi cairan.
23
Waktu yang baik untuk menimbang pasien adalah pagi setelah vesika
urinaria dan sebelum pasien makan pagi.
6. mempertahankan Integritas kulit. Bokong yang edema cepat sekali
menimbulkan duktus dekubitus. Posisi pasien perlu diubah setiap 2-3 jam
untuk mengurangi tekanan pada bokong.
7. mempertahankan nutrisi yang adekuat. Makanan harus lunak, rendah
kalori, rendah garam dan serat, dan tidak menimbulkan gas. Pasien diberi
vitamin sebagai tambahan. Pasien mengalami anoreksia karena
gastroinrestinal yang juga mengalami edema, ditambah adanya dispnea
dan kelelahan. Dianjurkan pasien makan sedikit – sedikit, tetapi sering
untuk mencegah atau mengurangi distensi abdomen.
8. memberikan asupan Natrium. Asupan garam perlu dikurangi untuk
mengendalikan edema. Banyak garam dalam diet yang normal adalah 3-
10 g/hari. Natrium yang diberikan kepada pasien yang juga menerima
obat diuretik, tidak boleh lebih dari 3 g/ hari karena perlu dihindari
hiponatremia. Tujuan modifikasi diet harus dijelaskan kepada pasien dan
keluarganya.
9. memperbaiki eliminasi. Mengejan keras (manuver valsalva) ketika
defekasi akan memberi beban tambahan pada jantung, feses dapat
dibuat lembut dengan pemberian obat susu magnesia, metamucil, dan
colate. Pemakaian pispot kursi dapat juga membantu pasien yang tidak
mau memakai pispot sorong. Pasien perlu dibantu turun dari tempat
tidur apabila mau memakai pispot kursi.
10. memberikan Penyuluhan kesehatan. Tujuannya adalah mencegah
terulanginya serangan kegagalan jantung, perlu diterangkan sifat
penyakitnya, faktor – faktor pencetus, modifikasi diet, efek dan efek
samping dari obat – obatan, program dari kegiatan/istirahat, dan tanda –
tanda yang perlu dilaporkan kepada dokternya.
24
e. Evaluasi
Selama evaluasi perawat harus membandingkan tingkah pasien dengan apa yang
dinyatakan dalam hasil yang diharapkan, misalnya:
1. Kecepatan pernapasannya normal, tidak memerlukan terapi oksigen dan
tidak tampak bingung
2. Dapat mentoleransi kegiatan hidup sehari – hari tanpa membebani jantung
3. Dapat menggunakan mekanisme jantung yang efektif.
4. Mempertahankan berat badan pada nilai sebelum timbulnya edema
5. Tidak ada dekubitus
6. Menerima modifikasi diet.
7. Feses lunak
8. Dapat menjelaskan sifat penyakitnya, efek dan efek samping dari obat-
obatannya dan program istirahat/kegiatan.