Pembahasan Besi Dan Seng

9
Besi (Fe) Pada praktikum uji biokimia khususnya pemeriksaan kadar hemoglobin, setiap anggota kelompok diperiksa kadar hemoglobinnya dengan menggunakan hemoglobinmeter merek hemocue. Pemeriksaan hemoglobin dimaksudkan untuk mengetahui apakah subjek menderita anemia gizi besi atau tidak. Menurut Supariasa (2002), hemoglobin ialah senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah sekaligus merupakan parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Akan tetapi, Garby et al. dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa penentuan anemia tidak cukup dengan hanya melakukan pemeriksaan hemoglobin sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang lain misalnya pemeriksaan hematokrit dan/atau pemeriksaan serum ferritin Berdasarkan hasil praktikum penilaian status gizi secara biokimia, dari 8 sampel didapatkan 1 sampel perempuan anemia yaitu 11,2g/dl dan 7 sampel dengan kadar Hb normal yang terdiri dari 3 laki-laki dengan nilai Hb 13,6g/dl, 15,1g/dl, 15,2g/dl dan 4 perempuan dengan nilai Hb 12,3g/dl, 12,6g/dl, 14,1g/dl, 12,7g/dl. (Pria = 13-16 g/dl dan Wanita 12-14 g/dl).

description

Biokimia

Transcript of Pembahasan Besi Dan Seng

Page 1: Pembahasan Besi Dan Seng

Besi (Fe)

Pada praktikum uji biokimia khususnya pemeriksaan kadar

hemoglobin, setiap anggota kelompok diperiksa kadar hemoglobinnya

dengan menggunakan hemoglobinmeter merek hemocue. Pemeriksaan

hemoglobin dimaksudkan untuk mengetahui apakah subjek menderita

anemia gizi besi atau tidak.

Menurut Supariasa (2002), hemoglobin ialah senyawa pembawa

oksigen pada sel darah merah sekaligus merupakan parameter yang

digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Akan tetapi,

Garby et al. dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa penentuan anemia

tidak cukup dengan hanya melakukan pemeriksaan hemoglobin sehingga

dibutuhkan pemeriksaan yang lain misalnya pemeriksaan hematokrit

dan/atau pemeriksaan serum ferritin

Berdasarkan hasil praktikum penilaian status gizi secara biokimia, dari

8 sampel didapatkan 1 sampel perempuan anemia yaitu 11,2g/dl dan 7

sampel dengan kadar Hb normal yang terdiri dari 3 laki-laki dengan nilai Hb

13,6g/dl, 15,1g/dl, 15,2g/dl dan 4 perempuan dengan nilai Hb 12,3g/dl,

12,6g/dl, 14,1g/dl, 12,7g/dl. (Pria = 13-16 g/dl dan Wanita 12-14 g/dl).

Menurut teori yang ada (Citrakesumasari, 2011), anemia gizi bisa

disebabkan oleh kekurangan asupan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti

molekul hemoglobin sebagai unsur utama eritrosit. Anemia gizi dapat

mengakibatkan terjadinya pengecilan ukuran hemoglobin, rendahnya

kandungan hemoglobin, serta berkurangnya jumlah sel darah merah.

Anemia gizi besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar

hemoglobin total di bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah

merah yang lebih kecil dari ukuran biasanya/ukuran normal (mikrositosis).

Tanda-tanda ini biasanya mengganggu metabolisme energi yang dapat

menurunkan produktivitas. Secara umum, orang yang menderita anemia gizi

akan terlihat pucat, lemas, merasa pusing, kurang nafsu makan, kurang fit,

Page 2: Pembahasan Besi Dan Seng

imunitas menurun, mengalami gangguan penyembuhan luka

(Citrakesumasari, 2012).

Ada beberapa faktor determinan penyakit anemia gizi besi. Husaini

(1989) dalam Citrakesumasari (2011) mengelompokkan penyebab anemia

gizi besi menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.

Penyebab tidak langsung anemia gizi besi meliputi ketersediaan zat besi

dalam bahan makanan yang tidak memadai, praktek pemberian makanan

kurang gizi, status sosial-ekonomi yang rendah, komposisi makanan yang

kurang beragam, konsumsi makanan yang mengandung zat-zat penghambat

absorpsi zat besi, faktor fisiologis: pertumbuhan fisik dan masa kehamilan

dan menyusui, perdarahan kronis, parasit, infeksi, serta pelayanan kesehatan

yang rendah. Sedangkan faktor penyebab langsung anemia gizi besi meliputi

jumlah Fe dalam makanan yang tidak cukup, rendahnya absorpsi zat besi,

meningkatnya kebutuhan akan zat besi, serta kehilangan banyak darah.

Karena ketersediaan Fe dalam bahan makanan yang tidak adequat

merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi, maka perlu diketahui jenis-

jenis makanan yang kandungan Fe-nya memadai. Menurut Almatsier (2009),

sumber baik zat besi ialah dari makanan hewani, seperti daging, ayam, dan

ikan. Sumber baik lainnya ialah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan,

sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Di samping jumlahnya, perlu

diperhatikan kualitas zat besi di dalam bahan makanan, yang disebut dengan

ketersediaan biologik (bioavailability). Pada umumnya, besi di dalam daging,

ayam, dan ikan memiliki ketersediaan biologik yang tinggi, besi dalam

serealia dan kacang-kacangan memiliki ketersediaan biologik yang sedang,

dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung

asam oksalat tinggi, seperti bayam, memiliki ketersediaan biologik rendah.

Sebaiknya, kombinasi makanan sehari-hari diperhatikan, yakni yang

terdiri atas campuran sumber besi hewani dan nabati, sumber gizi lain yang

dapat membantu penyerapan, serta menghindari konsumsi makanan yang

Page 3: Pembahasan Besi Dan Seng

mengandung zat penghambat absorpsi bersamaan dengan konsumsi

makanan sumber zat besi.

Penyerapan zat besi terjadi di dalam lambung dan usus bagian atas

yang masih bersuasana asam, banyaknya zat besi dalam makanan yang

dapat dimanfaatkan di dalam tubuh tergantung pada tingkat absorpsinya.

Tingkat absorpsi zat besi dapat dipengaruhi oleh pola menu makanan atau

jenis makanan yang menjadi sumber zat besi. Misalnya, zat besi yang

berasal dari makanan hewani dapat diabsorpsi sebanyak 20-30% sedangkan

zat besi yang berasal dari makanan nabati hanya dapat diserap sekitar 5%

(Citrakesumasari, 2012).

Page 4: Pembahasan Besi Dan Seng

Status Seng (Zn)

Pada praktikum uji biokimia khususnya pemeriksaan status seng,

setiap anggota kelompok diperiksa status sengnya dengan menggunakan

larutan ZnSO4. Pemeriksaan status seng dimaksudkan untuk mendiagnosa

kadar seng (Zn) dalam tubuh dan kebutuhan seng dalam tubuh.

Test Kecap Smith dapat menentukan konsentrasi seng yang

ditemukan pada lidah, sehingga kekurangan seng berpengaruh pada

janringan ini. Metode kecap smith ini dilakukan dengan memberikan senyawa

seng sulfat yang disemprotkan ke dalam mulut responden dengan

menggunakan alat suntik tanpa jarum (spoit). Cairan seng sulfat tersebut

dibiaskan dalam mulut selama beberapa saat (±10 detik), kemudian dibuang

dan ditanyakan pada responden tentang apa yang dirasakan.

Berdasarkan pemeriksaan status seng yang dilakukan, diperoleh

bahwa 8 sampel masuk dalam kategori menderita defisiensi Seng/Zinc (Zn)

(kategori 2) dan 1 sampel masuk dalam kategori normal (kategori 3). Hal ini

didasarkan pada prinsip yang digunakan dalam pemeriksaan metode Kecap

Smith. Seng (Zn) berperan pada molekul penerima rasa pada lidah. Tingkat

ketajaman rasa dapat menggambarkan apakah seseorang mengalami

defisiensi seng atau tidak. Seng Sulfat akan merangsang molekul penerima

rasa pada lidah sehingga ketajaman rasa dapat diukur.

Senyawa seng sulfat adalah kristal tak berwarna yang larut dalam air

dalam bentuk terhidrasi. Menurut Smith, orang normal dapat cepat

merasakan sesuatu, seperti rasa kecut dan manis, sedangkan penderita

defisiensi seng tidak atau kurang cepat merespon rasa dan responsif

terhadap suplementasi seng. Seng sulfat (ZnSO4) di dalam mulut akan

menimbulkan rasa kesat yang kuat dan mengganggu, hal tersebut

menunjukkan responden tidak mengalami defisiensi zat gizi seng (Zn)

(Tarmidzi, 2010). Absorbsi seng dalam tubuh diatur oleh metalotioni yang

disintesis di dalam sel dinding saluran cerna. Bila konsumsi seng tinggi, di

Page 5: Pembahasan Besi Dan Seng

dalam sel dinding saluran cerna sebagian diubah menjadi metalotionin

sebagai simpanan, sehingga absorbansi berkurang (Almatsier, 2004).

Hal-hal yang dapat menyebabkan defisiensi seng antara lain adalah

kurangnya konsumsi makanan yang banyak mengandung zat seng seperti

sumber pangan hewani terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serealia

tumbuk, kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun

mempunyai ketersediaan biologik yang rendah. Probandus yang mengalami

defisiensi seng ini dikarenakan berhubungan jenis pangan yang

dikonsumsinya. Secara tidak langsung inhibitor mineral seng adalah fitat dan

serat, yang banyak pada biji-bijian dan sayur-sayuran berserat dibandingkan

dengan responden ataupun probandus yang berkategori normal

Sumber yang paling baik untuk seng (zinc) adalah sumber protein

hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur.Serealia tumbuk dan

kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai

ketersediaan biologic yang rendah (Almatsier 2004). Makanan yang

mengandung seng banyak terdapat pada makanan yang sering dan mudah

kita temui. Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan

zinc adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang, mangga,

semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, danlimau), asam

malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam

amino sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, danikan), dan

produk-produk fermentasi (kecap kacang kedele, acar/asinan kubis).

Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan zinc adalah fitat

(beras, terigu, gandum, kacang kedele, susu coklat, kacang dan tumbuhan

polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong, rempah-

rempah), kalsium dan fosfat (susu dan keju) (Gillespie, 1998).

Page 6: Pembahasan Besi Dan Seng

Supariasa, 2009. Penilaian Status Gizi. ECG:Jakarta.

Citrakesumasari. 2012. Anemia Gizi, Masalah dan Pencegahannya. Buku

Ajar Anemia Gizi. Yogyakarta : Kalika.

Sunita Almatsier. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta

Gillespie, S.R. 1998. Major Issues in The Control of Iron Deficiency. The

Micronutrient Inititative.Unicef. Canada.

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Graha, K.C. 2010. Kolesterol. PT Elex Media Komputido: Jakarta.Murray, R.K dkk.2006. Biokimia Harper. Jakarta: EGC