Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

35
Pembaharuan Islam Awal Abad ke-20: Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek 1 Abstrak Madrasah Sumatera Thawalib Parabek adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang fenomenal. Madrasah ini tetap berdiri dengan kokoh sampai sekarang sejak didirikan pada tahun 1908 oleh Inyiak Parabek. Di awal berdirinya, madrasah ini merupakan motor dari gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau pada saat itu. Inyiak Parabek merupakan salah seorang tokoh sentral kaum Mudo— golongan yang secara konsisten menyuarakan pembaharuan Islam di Minangkabau pada awal abad ke-20. Melalui dakwah islamiyah yang ia laksanakan dan madrasah Sumatera Thawalib, pembaharuan yang diimpikan ini dapat diwujudkan. A. Pendahuluan Telah satu abad madrasah Sumatera Thawalib Parabek berkiprah. Pada priode awal berdirinya ia merupakan motor penggerak pembaruan Islam di Minangkabau. Madrasah Sumatera Thawalib menyuarakan agar umat Islam melepaskan diri dari bid’ah dan khurafat yang mengkontaminasi ajaran Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh gerakan kaum Mudo. Mereka juga mencoba untuk mentransfer ide-ide kemoderan yang bernilai positif untuk kemajuan umat Islam. Misalnya dalam masalah pendidikan modern yang 1 Parabek adalah sebuah desa yang terletak lebih kurang dua kilo meter dari kota Bukittinggi, berada di kaki gunung Singgalang. Parabek termasuk desa Ladang Laweh II, kecamatan Banuhampu Sungai Puar, kabupaten Agam, Sumatera Barat. Oleh Jayusman, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, http: //jayusmanfalak.blogspot.com dan email: [email protected] 1

description

Madrasah Sumatera Thawalib Parabek adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang fenomenal. Madrasah ini tetap berdiri dengan kokoh sampai sekarang sejak didirikan pada tahun 1908 oleh Inyiak Parabek. Di awal berdirinya, madrasah ini merupakan motor dari gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau pada saat itu. Inyiak Parabek merupakan salah seorang tokoh sentral kaum Mudo—golongan yang secara konsisten menyuarakan pembaharuan Islam di Minangkabau pada awal abad ke-20. Melalui dakwah islamiyah yang ia laksanakan dan madrasah Sumatera Thawalib, pembaharuan yang diimpikan ini dapat diwujudkan.

Transcript of Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Page 1: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Pembaharuan Islam Awal Abad ke-20:

Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek1

Abstrak

Madrasah Sumatera Thawalib Parabek adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang fenomenal. Madrasah ini tetap berdiri dengan kokoh sampai sekarang sejak didirikan pada tahun 1908 oleh Inyiak Parabek. Di awal berdirinya, madrasah ini merupakan motor dari gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau pada saat itu. Inyiak Parabek merupakan salah seorang tokoh sentral kaum Mudo—golongan yang secara konsisten menyuarakan pembaharuan Islam di Minangkabau pada awal abad ke-20. Melalui dakwah islamiyah yang ia laksanakan dan madrasah Sumatera Thawalib, pembaharuan yang diimpikan ini dapat diwujudkan.

A. Pendahuluan

Telah satu abad madrasah Sumatera Thawalib Parabek berkiprah. Pada

priode awal berdirinya ia merupakan motor penggerak pembaruan Islam di

Minangkabau. Madrasah Sumatera Thawalib menyuarakan agar umat Islam

melepaskan diri dari bid’ah dan khurafat yang mengkontaminasi ajaran Islam,

sebagaimana yang dilakukan oleh gerakan kaum Mudo.

Mereka juga mencoba untuk mentransfer ide-ide kemoderan yang bernilai

positif untuk kemajuan umat Islam. Misalnya dalam masalah pendidikan modern

yang telah berkembang begitu pesat di Barat. Merubah pendidikan Islam yang

bersifat tradisional menjadi pendidikan Islam yang berbasis lembaga pendidikan

modern.

Gerakan Puritanisme ini tidak berjalan dengan mulus dalam menjalankan

misinya. Tapi gerakan ini mendapat aral dan rintangan dalam perjalanannya.

Rintangan itu datang dari status quo yang merasa posisinya terancam dengan

eksistensi kaum Mudo maupun dari sebagian kalangan umat Islam yang belum

memahami dengan baik ide pembaharuan ini.

Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang kiprah madrasah

Sumatera Thawalib Parabek dalam peta pembaharuan Islam di Minangkabau pada

awal abad ke-20, tantangan yang mereka hadapi dalam penyuarakan gerakan ini,

dan capaian yang telah mereka raih.

1 Parabek adalah sebuah desa yang terletak lebih kurang dua kilo meter dari kota Bukittinggi, berada di kaki gunung Singgalang. Parabek termasuk desa Ladang Laweh II, kecamatan Banuhampu Sungai Puar, kabupaten Agam, Sumatera Barat. Oleh Jayusman, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung,  http: //jayusmanfalak.blogspot.com  dan  email: [email protected]

1

Page 2: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

B. Setting Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau awal abad ke-20

Pada awal abad kedua puluh, animo masyarakat untuk belajar ke tanah suci

tidak mengalami penyurutan. Hal ini karena membaiknya perekonomian

masyarakat pada waktu itu. Sehingga tetap banyaknya pelajar yang berangkat ke

tanah suci untuk melanjutkan pelajaran mereka.

Orang-orang Indonesia yang belajar di tanah suci lebih dikenal dengan

sebutan al-Jawi; berasal dari kata jawa (pulau Jawa). Mereka diidentifikasi sebagai

orang Jawa, karena Jawalah yang telah dikenal dalam pergaulan internasional

pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu Fiqh sebagian besar mereka berguru

kepada syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, salah seorang putra Minangkabau

yang mencapai prestise puncak sebagai Imam di masjid al-Haram dan ia mengajar

di sana dalam bidang Fiqh mazhab Syafi’i.

Di antara murid Ahmad Khatib ini setelah kembali ke daerah asalnya

menjadi ulama besar di daerahnya masing-masing. Muridnya yang berasal dari

daerah Minangkabau antara lain: syekh Muhammad Djamil Dajmbek, syekh

Abdul Karim Amrullah, Thaher Jalaluddin, Thaib Umar, Abdullah Ahmad, Daud

Rasyidi, syekh Ibrahim Musa (Inyiak Parabek2), syekh Sulaiman ar-Rasuli,

Muhammad Khatib Jaho, dan yang lainnya.

Dunia Islam secara umum pada waktu itu; awal abad kedua puluh, sedang

bergema ide pembaharuan. Ide pembaharuan ini menyaurakan dibukanya pintu

ijtihad untuk mengembangkan kreativitas berfikir umat Islam. Gerakan

pembaharuan ini berkembang di Mesir. Hal ini antara lain karena Mesirlah yang

ketika memasuki abad modern, pertama kali bersentuhan dengan dunia Barat.

Pembaharuan ini digerakkan oleh Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan

Muhammad Rasyid Ridha3.

2 Kata Inyiak Parabek terdiri dari dua kata. Pertama, kata Inyiak dalam masyarakat Minangkabau merupakan panggilan bagi laki-laki yang telah tua; seperti pengunaan kata kakek dalam bahasa Indonesia. Dalam penggunaannya terdapat perubahan makna, seperti penggunaannya pada kata Inyiak Parabek. Kata Inyiak di sini berarti syekh, atau ulama yang dituakan dan dihormati. Adapun kata Parabek dibelakang kata Inyiak adalah nama tempat ia mengajar. Jadi Inyiak Parabek berarti syekh atau ulama terkenal dan dihormati yang mengajar di daerah Parabek. [ed] Safwan, Mardanas dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat, Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1980, h. 164

3 Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, cet.ke-9, h. 55

2

Page 3: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Ide pembaharuan yang mereka suarakan, disosialisasikan melalui media

cetak maupun lewat orasi ilmiah yang mereka laksanakan. Melalui majalah al-

Urwah al-Wutsqa, majalah dan tafsir al-Manar; ide-ide pembaharuan itu didiserap

dan ditransfer ke seluruh dunia Islam.

Di samping menggelorakan semangat ijtihad, pembaharuan ini juga

menyerukan umat Islam untuk kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah serta

membebaskan diri dari taqlid buta, bersih dari dari segala bid’ah dan khurafat;

serta persepsi yang salah menganggap fiqh itu sebagai bagian dari ajaran Islam

yang bersifat mutlak, tidak dapat berubah, seperti halnya al-Qur’an dan Sunnah.

Dengan gerakan pembaharuan ini terbukalah mata umat Islam. Bahwa umat

Islam telah tertinggal jauh dari Barat. Setelah kesadaran itu timbul, diharapkan

mereka dapat memacu diri untuk mengejar ketertinggalan dan meraih kembali

kejayaannya di masa silam.

Ide pembaharuan ini sampai ke Minangkabau dibawa oleh para ulama muda

yang baru saja menyelesaikan pelajarannya di tanah suci. Di tanah suci, disamping

mempelajari pengetahuan keagamaan, mereka juga mempelajari pembaharuan

yang sedang menggema di dunia Islam pada saat itu. Hal ini memompa semangat

mereka untuk lebih maju.

Mereka kemudian yang menggerakkan pembaharuan di Minangkabau.

Mereka diidentifikasi dengan nama kaum Mudo (kaum muda). Mereka dikenal

sebagai kaum funadamentalis, modernis, dan reformis. Sebagai kaum

fundamentalis mereka berpegang pada al-Qur’an dan Hadis shahih. Mereka

berusaha mensucikan ajaran Islam, menentang adat istiadat yang bertentangan

dengan ajaran Islam, dan segala amalan yang bersifat tahayul. Sebagai kaum

modernis dan reformis, mereka mengutamakan perumusan kembali tentang ajaran

Islam secara rasional yang mendorong kepada kemajuan. Mereka mendorong

percepatan ekonomi dengan adanya badan perbankan dan koperasi, membela

kaum perempuan untuk memperoleh haknya atas pendidikan yang layak dan aktif

dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam usaha membuka kunci pintu kemajuan

ini, mereka mendapat tantangan dari golongan yang konservatif, menolak

kemajuan, tidak setuju dengan ide pembaharuan yang disuarakan oleh kaum

mudo, merka disebut dengan kaum Tuo (kaum tua)4.

4 Daya, op.cit, h.74

3

Page 4: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Kaum Mudo sebagai agen perubahan sekaligus sebagai pressure kepada

kaum Tuo dan menggugah kesadaran mereka atas kelemahan dan keterbelakangan

mereka. Hal ini karena secara tradisional kaum Tuo hanyalah sebagai pemegang

otoritas urusan “akhirat” seperti tukang doa, mengurus jenazah, dan sebagainya.

Pertentangan di antara mereka pada dasarnya berkaitan dengan faham

keagamaan konservatif dan elit tradisional. Kaum Tuo bersikap taklid dan

menganggap fiqh sebagai keyakinan yang tidak dapat berubah seperti halnya al-

Quran dan Sunnah. Sedangkan kaum Mudo menyerukan dibukanya kebali pintu

ijtihad dengan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Mereka juga mencela taklid

buta yang mematikan kreativitas berfikir dan tidak mendorong kepada kemajuan.

Perseteruan kedua golongan ini lebih dipertajam lagi karena kaum Tuo sebagai

golongan yang konservatif mengikatkan diri dan berkoalisi dengan kaum Adat,

sebagai golongan yang mempertahankan status quo.

Istilah kaum Mudo ini bertambah populer semenjak awal abad kedua puluh

sebagai kelompok pelopor dan pengikut gerakan pembaharuan Islam abad ini.

Istilah ini menjadi lebih dikenal setelah Taufik Abdullah menulis tesisnya”School

and Politics, the Kaum Muda Movement in West Sumatra 1927-1933” pada tahun

1971.

Sebelumnya Roof dengan istilah kaum Muda dan kaum Tua dalam

tulisannya,” Kaum Muda-Kaum Tua: Innovation an Reaction Amongst the Malay,

1900-1941” dalam Tregonning, K.G [ed] Paper on Malayan History yang

diterbitkan pada tahun 1962 di Singapura 5.

Untuk menyuarakan ide dan gagasan, masing-masing mereka (kaum Mudo

dan kaum Tuo), mendirikan majalah sebagai corong dalam menyaurakan ide

mereka masing-masing. Sehingga terciplah sebuah dinamika. Majalah-majalah

yang didirikan masing-masing pihak bukan saja sebagai sarana untuk

menyampaikan ide dan merumuskan gagasan mereka tapi juga sebagai media

untuk berpolemik tentang masalah-masalah yang mereka perselisihkan. Kedua

kelompok sama-sama mempersiapkan diri dalam percaturan dan pergumulan

intelektual ini.

Polemik yang terbuka di media tentu saja akan membawa dampak positif

dan negatif. Dalam polemik ini tentu saja masing-masing pihak menyiapkan

argumen dan kontra argumen terhadap pihak lawan. Proses ini tentu saja

5 Ibid, h. 75

4

Page 5: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

membutuhkan proses telaah dan belajar keras dari masing-masin pihak. Kegiatan

ini tentu saja dapat meningkatkan dan memacu tingkat pengetahuan dan pemikiran

mereka. Hal ini menjadi motor pemacu kemajuan yang positif untuk

menggerakkan kemajuan umat.

Umat Islam yang mengikuti polemik ini secara seksama tentu saja akan

tercerahkan. Pengetahuan dan wawasan keislaman mereka akan meningkat.

Dengan membaca uraian pendapat, dalil yang dimajukan, argumen yang

dikemukakan oleh masing-masing pihak yang berpolemik, akan menambah

pengetahuan mereka terutama tentang masalah yang sedang digulirkan.

Merekapun akan terangsang untuk membaca, menelaah, dan mengkaji lebih

lanjut. Secara tidak langsung merangsang umat Islam untuk terus belajar, yang

merupakan kunci untuk meraih kemajuan.

C. Cikal Bakal Pendirian Sumatera Thawalib Parabek

Setelah belajar pada beberapa orang guru di berbagai daerah di Minangkabau dan

kemudian melanjutkan pelajarannya dengan berangkat ke tanah suci, Inyiak

Parabekpun membuka pengajian dengan sistem halaqah yang di pusatkan di masjid

Parabek. Pengajian dengan sistem halaqah ini bentuknya para pelajar duduk

melingkar di sekeliling sang guru yang mengajar. Tepatnya pengajian ini dimulai

pada tahun 1908 M/ 1327 H.

Pengajian ini ramai dihadiri oleh para pelajar. Mereka tertarik untuk belajar

dengan Inyiak Parabek karena ketinggian dan kedalaman ilmunya. Mereka berasal

dari daerah-daerah sekitar Parabek. Pengajian ini dipimpin langsung oleh Inyiak

Parabek.

Lebih kurang setelah enam tahun setelah mengajar di Parabek, ia lalu memutuskan

untuk melanjutkan kembali untuk kali kedua, pelajarannya ke tanah suci.

Keberangkatannya kali ini ditemani oleh istrinya, Syarifah Gani dan anaknya

Muhammad Thaher Ibrahim. Ia berada di tanah suci lebih kurang selama dua tahun

(1914-1916M/ 1333-1335H).

Selama melanjutkan pelajarannya ke tanah suci, pimpinan pengajian inipun untuk

sementara diambil alih oleh para pelajarnya yang senior. Walaupun Inyiak Parabek

berangkat ke tanah suci tetapi pengajian yang telah ia rintis sebelumnya tetap berjalan.

Para pelajar yang seniorlah yang mengambil alih tugasnya dalam mengajar sesuai

5

Page 6: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

dengan petunjuk dan arahan dari sang guru. Pengajian ini tetap berjalan dengan baik

sampai Inyiak Parabek kembali ke tanah air.

Setelah kembali ke tanah air, otomatis pimpinan pengajian tersebut diserahkan

kembali kepadanya. Di bawah pimpinannya pengajian ini pun mengalami kemajuan

yang sangat pesat.

Nama Inyiak Parabek cepat dikenal dan para pelajarpun berdatangan untuk

mengikuti pengajiannya. Para pelajar itu berdatangan dari berbagai penjuru daerah

Minangkabau maupun dari luar Minangkabau. Untuk membantu dalam pelaksanaan

tugas mengajar, diangkatlah murid-murid yang telah senior sebagai guru-guru muda.

D. Perubahan dari Sistem Belajar Halaqah Menjadi Klasikal

Sesuai dengan perkembangan pada masa itu, di mana telah diperkenalkan sistem

klasikal. Sistem belajar secara halaqahpun kemudian beralih kepada belajar secara

klasikal, sistem sekolah yang lebih teratur. Belajar secara klasikal ini bukanlah seperti

yang kita saksikan di sekolah-sekolah pada zaman sekarang. Tetapi belajar dengan

sistem klasikal ini lebih sederhana, yakni dengan memilah para pelajar sesuai dengan

tingkat pengetahuan dan pelajarannya. Dengan arti kata, para pelajar tidak dapat lagi

mengikuti kelas/palajaran yang mereka sukai saja.

Pada masa itu pun, pelajaran di surau Parabek belum memiliki ruangan kelas

untuk belajar. Pelajaran secara klasikal ini dilaksanakan di surau-surau atau asrama-

asrama pelajar dan rumah kediaman penduduk yang dipinjam dari masyarakat untuk

keperluan belajar siswa.

Perubahan sistem belajar dari halaqah ke klasikal ini pada awalnya tidak berjalan

mulus. Terdapat golongan pelajar yang tidak menyetujui dan menentangnya. Namun

hal ini tidak menyurutkan pihak pengajian Parabek. Perubahan menuju sistem

pendidikan modern ini terus digulirkan. Akibatnya mereka yang tetap tidak

menyetujui dan menentangnya harus keluar dari sistem yang ada. Kemudian mereka

pindah ke sekolah-sekolah lain yang sesuai dengan keinginan mereka. Itulah riak kecil

dalam sebuah proses perubahan.

Selanjutnya di mulailah usaha untuk pendirian gedung sekolah. Usaha ini di mulai

dirintis pada tahun 1926 M/ 1344 H. Inilah usaha pendirian gedung sekolah pada

priode awal.

6

Page 7: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

E. Perkumpulan Pelajar

Pada tanggal 14/15 Agustus 1919 M/ 1338 H para pelajar pengajian surau Parabek

sepakat untuk mendirikan suatu perkumpulan. Perkumpulan ini diberi nama

Muzakaratul Ikhwan. Terpilihlah sebagai pimpinannya adalah H. Salim6.

Tujuan utama dari perkumpulan Muzakaratul Ikhwan ini adalah untuk

mengupayakan kemajuan bagi surau Parabek. Langkah pertama yang mereka lakukan

adalah mendirikan surat kabar atau majalah Islam yang diberi nama al-Bajan (al-

Bayan). Pada tanggal 25 September 1919 M/ 1 Muharram 1338 H majalah ini terbit

secara perdana. Majalah ini dipimpin oleh Djamain Abdul Murad.

Kira-kira bulan November/ awal Desember 1919 timbul keinginan H. Abdul

Karim Amrullah selaku pimpinan surau Jembatan Besi Padang Panjang dan Inyiak

Parabek selaku pimpinan surau Parabek agar nama perkumpulan itu ditukar. Nama

perkumpulan itu ditukar dengan nama yang lebih luas dan lebih besar pengertiannya

agar dapat membawa rasa persatuan perkumpulan-perkumpulan pelajar seluruh

Sumatera. Disepakatilah nama Sumatera Thawalib. Perkumpulan menerima

pergantian nama tersebut dengan senang hati. Demikianlah, untuk selanjutnya

perkumpulan itu menggunakan nama SumateraThawalib7.

Melanjutkan usaha-usaha untuk memajukan surau Parabek yang telah dimulai

Muzakaratul Ikhwan, Sumatera Thawalib kemudian mengupayakan pendirian

perpustakaan/kutubu khanah, koperasi, surau/ asrama pelajar, pendirian gedung

madrasah, sistem belajar klasikal yang sesuai dengan perkembangan pendidikan

modern pada masa itu dan usaha-usaha lainnya.

Usaha-usaha di atas dalam pelaksanaannya bukanlah bersifat sekaligus. Tetapi

setahap demi setahap. Perlahan namun pasti surau Parabek menuju kemajuan.

Perguruan Sumatera Thawalib kemudian ditetapkan sebagai nama madrasah ini oleh

Inyiak Parabek pada tanggal 21 September 19218.

Nama Sumatera Thawalib ini bukan monopoli Sumatera Thawalib Parabek saja.

Nama ini erat kaitannya dengan Sumatera Thawalib Padang Panjang (surau Jembatan

6 Sumatera Thawalib Parabek, Verslag dan Notulen Pertemoean Besar jang Pertama, 27-29 Radjab 1343 H/ 18-20 Januari 1928, (Fort de Cock: Tsamaratul Ikhwan, 1928), h. 5-6

7 Ibid, h. 6-78 Daya, op.cit, h. 128

7

Page 8: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Besi) yang lebih dahulu menggunakan nama Sumatera Thawalib sebagai nama

perguruan mereka.

Murid-murid surau Jembatan Besi sepakat untuk mendirikan organisasi pelajar

yang bergerak di bidang sosial dan ekonomi. Organisasi ini menyediakan kebutuhan

pelajar seperti sabun mandi dan sabun cuci, yang kemudian pada pelayanan gunting

rambut, menjahit pakaian, cuci, setrika pakaian, kebutuhan dapur srta kebutuhan-

kebutuhan lainnya. Di satu sisi bertujuan membantu pelajar yang berasal dari luar

Padang Panjang dan di sisi lain memberdayakan pelajar yang kurang mampu namun

memiliki semangat belajar yang tinggi. Nama perkumpulan itu adalah Persaiyoan,

yang lebih dikenal dengan Perkumpulan Sabun9.

Pada masa itu di Batavia didirikan organisasi-organisasi pelajar yang bersifat ke

daerahan. Pelajar yang berasal dari Sumatera mendirikan organisasi yang bernama

Jong Sumatranen Bond pada tahun 1917. Tak lama berselang didirikan cabang

organisasi tersebut di Padang dan Bukittinggi. Hal ini kemudian memberikan dampak

yang baik bagi organisasi pelajar yang pada waktu itu telah mulai berkembang di

Minangkabau.

Pelajar-pelajar surau Jembatan Besi yang berasal dari berbagai daerah di pulau

Sumatera—lalu mendirikan wadah organisasi pelajar yang bernama Thuwailib. Atas

prakarsa Zainuddin Labai dan Jalaludin Thaib, dirubahlah nama Thuwailib menjadi

Sumatera Thuwailib. Lalu surau Jembatan Besi pun berganti nama dengan nama yang

sama10.

Surau-surau yang lain pun kemudian membentuk wadah-wadah bagi para

pelajarnya. Di surau Parabek didirikan Muzakarah al-Ikhwan. Tujuannya adalah

mengadakan diskusi-diskusi ilmiah mengenai masalah keislaman, emperluas wawasan

berfikir guna melahirkan pemikir-pemikir baru. Organisasi ini beberapa kali berganti

nama dari Thuwailib lalu Sumatera Thuwailib sebagaimana halnya Sumatera

Thuwailib Padang Panjang11.

Hubungan baik antara surau Jembatan Besi Padang Pandang dan surau Parabek

telah lama terjalin. Hubungan ini ditopang karena pimpinan kedua surau ini

merupakan murid dari ulama yang sama yaitu Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Dan

mereka berdua adalah bersahabat. Para pelajar kedua surau ini pun menjalin hubungan

yang erat dan keduanya pun mengadakan pertukaran pelajar di antara mereka. 9 Ibid, h. 8810 Ibid, h. 88-8911 Ibid, h. 89-90

8

Page 9: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Hubungan baik kedua surau ini terus dipererat dengan adanya usaha-usaha untuk

mempersatukan keduanya. Setelah dicapai kata sepakat antara pengurus dan pimpinan

ke dua surau tersebut, diadakanlah pertemuan resmi di surau Inyiak Djambek (Djamil

Djambek) Bukittinggi untuk membicarakan pembentukan organisasi bersama

tersebut. Akhirnya dicapai kesepakatan untuk membentuk satu organisasi dengan cara

melebur dan menggabungkan kedua surau tersebut dengan nama baru yaitu Sumatera

Thawalib. Peristiwa ini menurut Taufik Abdullah tercatat pada tanggal 15 Februari

191912.

Sumatera Thawalib lahir sebagai sebuah organisasi pelajar yang mengaji di surau

Jembatan Besi Padang panjang dan surau Parabek. Sebagai organisasi dalam

perkembangannya Sumatera Thawalib bergerak dalam bidang pendidikan dengan

mendirikan madrasah-madrasah yang dinamakan juga dengan Sumatera Thawalib

ataupun mengubah nama surau-surau yang telah ada sebelumnya dengan nama

Sumatera Thawalib13.

Lalu lahirlah madrasah-madrasah Sumatera Thaalib lainnya di berbagai daerah

lainnya di Minangkabau seperti Perguruan Thawalib Padang Japang, Sungayang,

Payakumbuh, Maninjau, Bukittinggi, Pariaman, Kubang Putih, Tanjung Limau, dan

Padusunan Pariaman.

F. Ekstra Kurikuler: Model Pembinaan Pelajar Sumatera Thawalib Parabek

Pendidikan yang diperoleh pelajar Sumatera Thawalib Parabek di bangku

madrasah dilengkapi dengan pendidikan luar bangku madrasah. Ekstra kurikuler ini

bertujuan untuk meningkatkan dan menambah wawasan pelajar dan melengkapi

mereka dengan keterampilan-keterampilan yang berguna tentunya setelah mereka

kembali ke masyarakat.

Kegiatan ekstra kurikuler yang dicanangkan oleh Inyiak Parabek antara lain

berupa debating club/mudzakarah/diskusi, muhadharah (latihan pidato), olah raga,

kesenian, latihan musik, latihan mengajar, kebun percontohan, kepanduan yang

bernama “al-Hilal”, dan juga kopontren (koperasi pondok pesantren).

Berikut ini akan diuraikan tentang beberapa ekstra kurikuler tersebut.

1. Koperasi Pondok Pesantren

12 Ibid, h. 93-9413 Ibid

9

Page 10: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Pendirian koperasi ini telah dirintis pada masa generasi awal. Sumatera

Thawalib pada tahun 1921M/1340H telah mendirikan sebuah koperasi. Berdirinya

koperasi ini merupakan andil dari pelajar dan guru.

Koperasi ini mendirikan kedai sebagai salah saltu lapangan usahanya. Kedai

ini dupayakan untuk memenuhi civitas akademika Sumatera Thawalib. Baik

berupa kebutuhan harian mereka juga untuk keperluan belajar.

Koperasi ini tidak berjalan lama. Kedai tersebut hanya berumur satu tahun.

Alasan vakumnya koperasi ini tidak begitu terang, tetapi dikatakan karena

kekurangan pengurus. Syukurlah bubarnya koperasi ini tidak meninggalkan

masalah. Karena pengurus dapat mengembalikan simpanan para anggotanya

walaupun tidak memperoleh keuntungan tapi juga tidak merugi.

Setelah itu tidak ditemukan usaha-usaha pada priode berikutnya untuk

melanjutkan ataupun mendirikan koperasi yang baru. Barulah pada tahun 1992

berdiri kembali koperasi di Sumatera Thawalib. Pihak madrasah menyadari betul

arti pentingnya koperasi sebagai lembaga pembinaan bagi pelajar.

Anggota kopontren ini di samping para siswa juga meliputi para majlis guru,

pengurus yayasan, alumni, bahkan masyarakat umum. Dukungan dari semua

pihak ini adalah modal utama ntuk memperoleh kemajuan.

Keberadaan kopontren ini sangat dirasakan oleh para pelajar dan masyarakat

sekitar. Di samping menyediakan buku-buku pelajaran madrasah bagi para pelajar

tersedia pula barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya. Madrasahpun dalam

pengadaan alat-alat tulis kantor untuk keperluan madrsah bekerja sama dengan

kopontren. Bagi pelajar yang bertempat tinggal di asrama pelajar madrasah

disediakan bagi mereka layanan dapur umum. Kopontren ini melibatkan

partisipasi aktif para siswa dan berbagai pihak terkait lainnya serta manfaatnya

dapat mereka rasakan secara langsung.

2. Debating club/Muzakarah/diskusi

Di antara upaya yang dilakukan oleh Inyiak Parabek untuk memperluas dan

memperdalam wawasan pelajar madrasah Sumatera Thawalib adalah melalui

debating club. Dalam kegiatan ini pelajar diberikan wawasan tentang perbedaan

mazhab dalam khazanah hukum Islam.

Debating club membahas masalah-masalah yang aktual di tengah-tengah

masyarakat. Masalah yang didiskusikan ditinjau secara lintas mazhab oleh para

pesertanya. Satu kelompok pengemukakan pendapat satu mazhab beserta dalil

10

Page 11: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

yang menjadi pendukungnya. Sedangkan kelompok yang lain menjadi pembahas

yang menilai pendapat kelompok pertama tersebut. Diskusi ini dilaksanakan

secara komprehensif, suatu permasalahan dibahas dalam beberapa kali pertemuan.

Sehingga memungkinkan para pelajar untuk membahas dan menelaahnya secara

mendalam.

Pengetahuan terhadap kenyataan perbedaan pendapat yang ada, tentu saja

menjadikan para pelejar memiliki wawasan yang luas tentang hukum Islam.

Sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang tasamuh terhadap perbedaan-

perbedaan yang ada. Sekaligus terhindar dari sikap fanatik yang berlebihan yang

tentu saja kurang baik terhadap perkembangan masyarakat.

Para pelajar mendapat tempaan untuk mencoba memecahkan persoalan atau

permasalahan yang tengah terjadi di tengah-tengah masyarakat. Mencari

pemecahan permasalahan tersebut berdasarkan pada argumentasi yang kuat dan

solusi yang tepat dan relevan. Ini suatu upaya menjadikan hukum Islam itu up to

date dan tetap relevan dengan kemajuan zaman.

Keahlian dalam berdiskusi juga sangat bermanfaat ketika menjawab

pertanyaan masyarakat dalam forum tanya jawab dalam pengajian yang mereka

adakan ataupun dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan bentuk diskusi yang

mendalam ini, suatu bahasan itu akan sangat memberi kesan yang mendalam bagi

mereka yang mengikuti muzakarah tersebut.

3. Muhadharah/ Pidato

Latihan berpidato merupakan materi yang penting dikuasai oleh para juru

dakwah atau mereka yang memberikan penerangan agama di tengah-tengah

masyarakat. Sejak awal pelajar Sumatera Thawalib dibina dan dilatih berpidato

yang dikenal dengan bermuhadharah.

Kegiatan muhadharah ini biasanya dipimpin oleh pelajar kelas yang

tertinggi. Mereka mengkoordinir adik-adiknya dalam latihan ini. Melalui

pembinaan inilah lahir orator-orator ulung dari madrasah Sumatera Thawalib.

Mereka yang fasih dalam menyampaikan misi Islam di tengah-tengah masyarakat.

Madrasah Sumatera Thawalib meliburkan madrasah pada bulan Ramadhan

untuk memberikan kesempatan bagi para pelajarnya dalam terjun di masyarakat di

daerah asal mereka masing-masing. Pada bulan Ramadhan biasanya mereka

mendapatkan banyak kesempatan untuk berlatih memberikan penerangan agama

11

Page 12: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

kepada masyarakat. Keahlian berpidato yang mereka dapatkan dalam pelajaran

muhadharah sangatlah bermanfaat dalam hal ini.

G. Kutub Khanah/Perpustakaan

Tersedia kutub khanah (perpustakaan) yang diupayakan oleh Inyiak Parabek

untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan para pelajar. Buku-buku yang

terdapat di kutub khanah dipesan oleh Inyiak Parabek antara lain dari Mesir,

Malaysia, India, Arab Saudi, dan Indonesia sendiri. Kutub khanah ini memiliki

peranan yang sangat penting bagi para pelajar dan guru di samping untuk membantu

dalam bahan bacaan dan selanjutnya menggali lebih jauh pelajaran yang telah mereka

dapatkan di bangku pelajaran di madrasah.

Menyadari arti penting kutub khanah ini, usaha pendiriannya telah dirintis

semenjak priode awal berdirinya Sumatera Thawalib. Pada tahun 1920M/1339H di

mulailah usaha pendirian perpustakaan ini. Pengurus Sumatera Thawalib berusaha

menggumpulkan dan menggalang dana. Terkumpullah pada waktu itu lebih kurang

ƒ100. Tetapi setelah terkumpulnya dana dengan alasan yang kurang begitu jelas,

usaha ini kemudian terhenti.

Pada tahun 1924M/1343H usaha ini kemudian dilanjutkan kembali. Pada

tahun itu dapatlah dibangun sebuah bangunan untuk perpustakaan. Dan dari dana

yang tersisa dibelikanlah buku-buku teks dan perlengkapan perpustakaan lainnya.

Pada tahun kedua setelah berdirinya, perpustakaan ini memperoleh tambahan

referensinya. Setelah gempa bumi 1926M/ 1344H dapat tambahan buku lagi dengan

membeli buku seharga ƒ350 dari Biblioteks Zainaro—sebuah toko buku yang terkenal

di Padang Panjang pada masa itu. Di samping itu pemesanan buku juga dilakukan dari

Mesir, Malaysia, India, dan Saudi Arabia.

Di samping buku-buku yang dibeli oleh pihak madrasah, dalam perkembangan

berikutnya referensi perpustakaan ini bertambah berupa wakaf dari kaum muslimin.

Di antaranya adalah wakaf buku dan kitab Inyiak Parabek. Terdapat juga sumbangan

dari penerbit yang peduli dengan perkembangan madrasah Sumatera Thawalib. Tak

ketinggalan juga buku-buku paket pelajaran sumbangan dari pemerintah.

Pada tahun ajaran 1990/1991 adalah babak baru bagi perpustakaan Sumatera

Thawalib. Pada priode ini dimualailah pengelolaan perpustakaan secara manajerial

yang baik. Pengelolaannya mengacu pada manajemen baru perpustakaan. Berbeda

denga priode sebelumnya yang belum tertata dengan baik penangannya.

12

Page 13: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

H. Surau (Asrama Pelajar): Khas Sumatera Thawalib Parabek

Pelajar yang menuntut ilmu di Sumatera Thawalib Parabek datang dari

berbagai daerah. Guna menampung mereka Inyiak Parabek mencanangkan

didirikannya asrama-asrama pelajar. Asrama-asrama itu tersebar di daerah sekitar

desa; daerah Parabek. Asrama pelajar itu dikenal dengan sebutan surau. Surau itu

dibangun di atas tanah masyarakat setempat dengan status sebagai hak pakai.

Bangunan surau tersebut dapat terus dimanfaatkan dan dihuni oleh para pelajar. Jika

surau itu tidak ditinggali lagi karena sesuatu alasan dan lain hal lainnya, maka hak

atas tanah tersebut dikembalan lagi kepada sang pemilik.

Nama surau-surau ini biasanya sesuai dengan nama negeri asal para pelajar

yang menempatinya. Biasanya mereka yang menempati suatu surau itu berasal dari

satu daerah yang sama, daerah yang sama dengan surau itu diberi nama. Untuk

pembangunan dan pendirian suaru-surau itu biasanya secara swadaya masyarakat dari

daerah-daerah tersebut.

Jumlah surau-surau ini sangat banyak, bahkan jumlahnya pada suatu waktu

pernah melebihi jumlah rumah penduduk desa Parabek14. Surau-surau itu antara lain:

surau Batu Sangkar,Sijunjung, Padang Panjang, Padang, Malalak, Pariaman, Taluak,

Ladang Laweh, Mandiangin, Jambi, Bangkinang, Payakumbuh, Simabur, Situmbuak,

Pandai Sikek, Bukik Batabuah, Ampek Angkek, Dinding Seng, Haji Salim, dan

Banuhampu15. Surau-surau itu terletak dalam satu lingkungan desa Parabek sehingga

menjadikan perguruan Sumatera Thawalib Parabek sebagai perguruan Sumatera

Thawalib terbesar pada waktu itu.

Perkembangan positif dari sistem surau ini antara lain adalah kompetisi antara

masing-masing surau. Surau-surau itu melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti olah

raga, muhadharah (latihan pidato), muzakarah (diskusi), dan kegiatan lainnya.

Biasanya sebuah surau dipimpin oleh seorang ustadz atau seorang pelajar senior. Ia

dan para pelajar yang lebih tinggi kelasnya bertugas memberikan bimbingan belajar

kepada pelajar yang tingkatannya di bawah mereka.

14 Hal ini diceritakan oleh HM Yunan Nasution tentang pengalaman belajar di sana lebih kurang tahun 120an. Busyairi, Badruzzaman, Catatan Perjangan HM Yunan Nasution, (Jakarta: Perpustakaan Panjimas, 1985), cet.ke-1, h. 15

15 Surau-suaru ini banyak yang hancur pada masa penjajahan Jepang. Pada masa penjajahan Jepang, walaupun pelajaran di madrasah Sumatera Thawalib Parabek tetap berjalan tetapi jumlah pelajarnya sangat sedikit. Sebagian besar mereka telah kembali ke daerahnya masing-masing karena pertimbangan keamanan dan keselamatan. Surau-surau yang telah lama tidak ditempati dan kemudian rusak lalu hak atas tanah tersebut yang merupakan hak pakai; pemanfaatan, dikembali kepada pemiliknya. Wawancara dengan Ustadz Abdul Ghaffar St Batuah, salah seorang guru Sumatera Thawalib Parabek, tanggal 3 September 1999 dan Daya, op.cit, h. 129

13

Page 14: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Para pelajar ditempa di surau-surau mereka. Mereka hdup secara mandiri.

Mereka memasak makanan sendiri, mencuci pakaian, dan menyiapkan kebutuhan

lainnya sendiri dilakukan sendiri. Manfaat kemandirian ini akan terasa setelah

mereka kembali ke tengah-tengah masyarakat.

Sekarang keberadaan surau-surau itu tidak banyak lagi jumlahnya dan

peranan yang dimainkannya pun tidak begitu signifikan lagi. Hal ini karena

kurangnya pembinaan dan perhatian terhadap surau-surau itu dari pihak madrasah

maupun simpatisan atau pimpinan daerah asal surau tersebut.

I. Sumatera Thawalib: Masa Penjajahan

Berikut ini akan diuraikan tentang kondisi Sumatera Thawalib pada masa

penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang.

1. Masa Penjajahan Belanda

Para ulama adalah pemimpin umat. Di samping memupuk perasaan

keberagamaan, mereka juga memberikan inspirasi untuk melepaskan diri dari

belenggu penjajahan. Kemerdekaan adalah mutlak untuk mewujudkan

kesejahteraan masyarakat. Penyadari peran ulama ini, penjajah Belanda

mengawasi gerak-gerik mereka secara ketat.

Kebebasan para ulama dalam mengajar dan membina umat dibatasi.

Misalnya upaya Belanda untuk menerapkan ordonansi guru dan sekolah liar.

Ordonansi guru adalah melarang guru-guru agama Isam mengajar kalau tidak

mendapat izin terlebih ahulu dari pemerintah kolonial Belanda. Ordonansi ini

jika diberlakukan akan menghilangkan kemerdekaan penyiaran agama karena

tekanan dari pemerintah kolonial. Dan ordonansi sekolah liar adalah peraturan

pendaftaran sekolah yang dikelola oleh pribumi yang tujuan akhirnya

mematikan sekolah-sekolah tersebut. Timbullah reaksi dari ulama-ulama di

Minangkabau menentang ordonansi tersebut.

Dalam gelombang yang merupakan sebagai reaksi penentangan terhadap

ordonansi itu, Inyiak Parabek selaku salah seorang ulama yang terkemuka

memainkan peranan yang cukup signifikan. Reaksi yang keras tersebut

akhirnya membuahkan hasil sehingga kedua ordonansi tersebut gagal

diberlakukan karena terdapat tantangan dari seluruh ulama di sana.

Segala upaya dilakukan Belanda untuk mengontrol keleluasaan ulama.

Para ulama hanya diperbolehkan mengajarkan masalah ibadah dan peribadatan

14

Page 15: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

saja. Tidak masalah sosial, kemasyarakatan, kebudayaan dan lainnya. Mata-

mata (spionase) disebarkan oleh Belanda untuk melihat lebih jauh ketaatan

para ulama tersebut.

Madrasah Sumatera Thawalib tidak lepas dari upaya spionase ini.

Kegiatan belajar mengajar diawasi. Buku-buku yang memompakan semangat

perjuangan terhadap penjajah disensor, tidak boleh diajarkan. Di antara buku-

buku yang dilarang tersebut adalah buku Islam Ruh al-Madaniyah karangan

Musthafa al-Ghalayaini (ulama Dimsyiq), buku Islam wa Ulum al-‘Ashriyah

karangan Tantowi Jauhari, dan buku-buku yang diterbitkan oleh tokoh-tokoh

pembaharu dari Mesir, seperti majalah dan tafsir al-Manar dan al-‘Urwah al-

Wutsqa.

Upaya Belanda ini tidak lepas dari kecurigaan mereka atas Inyiak

Parabek dan Sumatera Thawalib Parabek. Kecurigaan ini berawal dari

kemunculan para politikus muda yang kritis terhadap penjajahan Belanda, di

antara mereka Ali Imran Djamil, A Ghaffar Ismail, dan A Malik Shiddik.

Mereka adalam para ula terkenal yang aktif dalam menggalang semangat

patritisme bumi putra.

Akhirnya Belanda kewalahan untuk menemukan bukti yang akan

dijadikan alasan untuk menindak tegas pihak madrasah Sumatera Thawalib.

Hal ini memeng madrasah hanya untu tempat belajar agama semata tidak

diajarkan masalah-masalah politik. Adapun buku-buku “terlarang” di atas

dipelajari secara sembunyi-sembunyi.

Belum cukup itu saja, Belanda menawarkan bujukan dan pemberian

subsidi untuk madrasah Sumatera Thawalib. Tawaran ini ditolak oleh Inyiak

Parabek secara halus. Mengingat konsekuensi di belakang hari yang tentu saja

akan menguntungkan Belanda dan menyulitkan madrasah. Selamatlah

madrasah dari tipu muslihat Belanda.

2. Masa Penjajahan Jepang

Masa penjajahan Jepang yang singkat meninggalkan duka mendalam

terhadap kehidupan masyarakat. Pada masa itu masyarakat mengalami

kesulitan hidup dan penderitaan yang hebat.

Kesulitan ini juga memaksa sebagian besar pelajar untuk meninggalkan

bangku pelajaran mereka. Mereka kembali ke daerah asalnya karena orang tua

mereka tak mampu lagi menanggung biaya hidup dan pendidikan mereka.

15

Page 16: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Pada masa itu merupakan titik terendah dari proses pembelajaran di Sumatera

Thawalib. Mereka yang tetap tinggal untuk belajar hanyalah mereka yang

berasal dari daerah Parabek dan sekitarnya.

Pada masa inilah kemegahan Sumatera Thawalib mulai berkurang.

Semaraknya surau/ asrama pelajar yang berasal dari berbagai daerah yang

tersebar di komplek Parabek mulai roboh satu persatu. Surau yang telah lama

tidak berpenghuni tentu saja lama kelamaan akan binasa. Setelah bangunan

surau itu roboh tentulah sulit untuk mendirikannya kembali selanjutnya

kepemilikan tanahnya dikembalikan pada sang pemilik.

Tapi sesulit apa pun kondisi pada masa itu masih ada hal yang patut

disyukuri. Proses belajar dan mengajar di Sumatera Thawalib tetap

dilaksanakan. Walaupun tentu saja dengan kondisi seadanya dan

memprihatikan. Inilah dedikasi Inyiak Parabek pada dunia pendidikan Islam.

J. Penanaman Dasar Bermazhab di Sumatera Thawalib

Berikut ini akan kita lihat bagaimana Inyiak Parabek menanamkan dasar-dasar

bermazhab kepada para pelajar di Sumatra Thawalib Parabek.

1. Pembinaan dasar-dasar bermazhab di Sumatra Thawalib Parabek.

Di madrasah Sumatera thawalib, Inyiak Parabek mewariskan ilmunya

kepada para muridnya. Dalam mengajarkan fiqh, ia bersemboyan,

“matangkanlah satu-satu, lalu ambillah yang lain untuk jadi perbandingan dan

jangan menutup diri pada satu mazhab saja16. Maksud dari semboyan ini

adalah dalam mempelajari ilmu fiqh, para pelajar di tingkat awal diajarkan

kitab fiqh bermazhab Syafi’i. Pengetahuan tentang mazhab Syafi’i ini

merupakan dasar dan landasan serta bekal dan pengetahuan dan amalan

mereka sehari-hari. Setelah mereka menguasai masalah-masalah fiqh dalam

mazhab Syafi’i, barulah di kelas akhir Sumatera Thawalib diajarkan pelajaran

fiqh dengan metode perbandingan dari berbagai mazhab.

Ketetapan untuk mengajarkan mazhab Syafi’i menjadi daya tarik

tersendiri bagi madrasah Sumatera Thawalib Parabek. Ini diikuti juga dengan

kebebasan mempelajari mazhab lainnya sebagai perbandingan. Pelajar tidak

16 [ed] Edwar, et.al, Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat, (Padang: Islamic Centre Sumatera Barat, 1981), cet.ke-1, h.161

16

Page 17: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

terpaku pada satu mazhab saja melainkan harus mempelajari mazhab-mazhab

lain.

Dalam memberikan fatwa hendaklah memberikan kesimpulan setelah

mempelajari pendapat para ulama mazhab. Dengan ini nampaklah bahwa

penekanan pada mazhab Syafi’i hanyalah semata-mata untuk mencegah

keragu-raguan. Lagi pula dengan dasar pertimbangan mazhab Syafi’i dianggap

tidak ekstrim dan merupakan pegangan mayoritas umat Islam Indonesia.

Kebijakan ini berbeda dengan Thawalib Padang Panjang yang bebas

mazhab ataupun Tarbiyah Islamiyah Candung yang berpegang pada mazhab

Syafi’i. Sehingga jumlah pelajar yang belajar di Parabek melebihi sekolah-

sekolah itu 17.

Dalam mengajarkan pelajaran fiqh di kelas, Inyiak Parabek selalu

membuka ruang tanya jawab di akhir pelajaran. Tanya jawab ini biasanya

tentang materi pelajaran yang sedang di pelajari kaitannya dengan kreasi yang

ditemui di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian materi yang dipelajari

dapat dikuasai oleh para pelajar secara mendalam. Namun di sisi lain tentulah

membutuhkan waktu pelajaran yang cukup panjang. Dampaknya, biasanya

suatu kitab fiqh yang dipelajari tidak dipelajari sampai tamat. Tetapi suatu

kitab dipelajari pada kelas atau tingkat tertentu dan setelah kenaikan kelas

(tahun ajaran berikutnya), dipelajari kitab yang lain. Bahagian kitab yang tidak

sempat dipelajari di kelas dilanjutkan sendiri secara mandiri oleh para pelajar.

Adapun kesulitan yang tidak dapat mereka pecahkan dapat ditanyakan kepada

guru di luar jam pelajaran madrasah. Inilah suatu bentuk pembinaan Inyiak

Parabek kepada para pelajarnya untuk kemandirian mereka dalam menuntut

ilmu.

Mazhab Syafi’i yang dipelajari di madrasah Sumatera Thawalib Parabek

sangat cocok dengan masyarakat Indonesia umumnya. Amalan dengan

berpedoman pada mazhab Syafi’i tersebut menjadikan lulusan Sumatera

Thawalib Parabek dapat diterima baik di tengah-tengah masyarakat.

Penerimaan masyarakat dengan tangan terbuka ini memuluskan tugas yang

mereka empan dalam pembinaan masyarakat. Sehingga ide dan gagasan

pembaharuan yang mereka bawa mudah diterima masyarakat.

17 Daya, op.cit h. 128-129

17

Page 18: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Pada tingkat akhir pelajar yang belajar di Sumatera Thawalib

mendapatkan pelajaran fiqh dengan metode perbandingan mazhab. Pelajaran

fiqh perbandingan mazhab ini mengajarkan pada pengetahuan tentang sebab-

sebab perbedaan di kalangan ulama tentang suatu masalah fiqhiyah.

Pengetahuan tentang sebab-sebab perbedaan di kalangan ulama dalam

penggunaan dalil yang melandasi istinbath hukumnya menyebabkan sikap

tasamuh/ toleransi. Karena perbedaan di kalangan para ulama itu bukanlah

perbedaan belaka tetapi dilandasi oleh dalil-dalil pendapat mereka masing-

masing18.

Pelajaran fiqh perbandingan ini menjadikan pelajar Sumatera Thawalib

memiliki wawasan fiqh yang luas. Pengetahuan dalam fiqh perbandingan

membantu mereka dalam menjelaskan perbedaan yang terlihat di masyarakat

dalam penerapan mazhab fiqh. Selanjutnya menjadikan mereka orang-orang

alim yang moderat, toleran dengan perbedaan yang ada bahwa perbedaan

tersebut adalah khazanah dari hukum Islam yang tidak perlu dikhawatirkan

tetapi perbedaan tersebut membawa kepada keluwesan dan kemudahan.

2. Sikap Inyiak Parabek dan Sumatera Thawalib dalam bermazhab

Inyiak Parabek adalah seorang ulama yang bijaksana dibandingkan

dengan tokoh-tokoh Thawalib lainnya. Ia faham betul betapa terikatnya

masyarakat Minangkabau dengan mazhab Syafi’i. Iapun memberikan

penghargaan yang tinggi terhadap mazhab tersebut di lingkungan Sumatera

Thawalib Parabek.

Dalam kehidupan kesehariannya, Inyiak Parabek juga memperlihatkan

keluasan pandangannya. Misalnya dalam masalah qunut, menurutnya boleh

diamalkan dan boleh juga tidak diamalkan. Rasulullahpun kadang-kadang

mengerjakan qunut dan kadang-kadang tidak.

Inyiak Parabek bersikap tasamuh dalam menyikapi perbedaan mazhab

dalam praktek di masyarakat. Perbedaan amalan itu haruslah berdasarkan

pendapat dan dalil yang jelas sumber pengambilannya. Dengan demikian

Inyiak Parabek bersikap toleran terhadap praktek atau amalan dari mereka

18 Untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang masalah dalam khazanah hukum Islam rujuk lebih lanjut Yanggo, Humaemah T, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), cet.ke-1

18

Page 19: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

yang mengerti dan faham tentang masalah agama yang berbeda dengannya.

Dan ia akan memberikan penerangan dan pengarahan terhadap orang awam

yang beramal di luar kebiasaan masyarakat tentang amalan yang mereka

lakukan.

Dalam amalannya sehari-hari Inyiak Parabek mengamalkan mazhab

Syafi’i. hal ini selaras dengan apa yang telah beliau tanamkan kepada para

pelajarnya. Secara tidak langsung Inyiak Parabek menjadi teladan bagi mereka

dan selanjutnya bagi masyarakat luas.

K. Inyiak Parabek dan Sumatera Thawalib dalam Jajaran Gerakan Kaum Mudo

Inyiak Parabek adalah profil seorang ulama yang lekat di hati umatnya.

Walaupun ia telah lama meninggal namun nama dan jasa-jasanya masih tetap

diingat dan dikenang di hati umat. Ia berhasil membina masyarakat Parabek.

Masjid ramai dikunjungi dalam pelaksanaan salat lima waktu. Para perempuan

mengenakan tutup kepala mereka ketika keluar rumah. Nilai-nilai keagamaan

melekat dalam kehidupan keseharian mereka.

Praktek yang bertentangan dengan ajaran agama pun tidak terlihat lagi.

Perjudian, menyabung ayam, dan lainnya telah lama ditinggalkan masyarakat.

Begitu juga kebiasaan makan dan minum ditempat kematian dan ritual terkait

dengan hari kematian (meniga, menujuh hari) tidak dipraktikkan lagi. Hal ini

selalu ia suarakan pada setiap pengajian yang ia laksanakan dan melalui

pengajaran di Sumatera Thawalib Parabek.

Ia mengcounter atas praktek taqlid yang telah mengakar dalam kehidupan

masyarakat pada masa itu. Pandangan yang ada di masyarakat bahwa kewajiban

mengikuti pendapat ulama itu setara dengan kewajiban mengikuti al-Qur’an dan

Hadis. Mereka yang berbeda atau menyalahinya berarti menyimpang dari syari’at.

Inyiak Parabek mencoba merubah pandangan tersebut. Dalam syari’at Islam

terdapat dinamika perbedaan pendapat di kalangan para ulamanya. Perbedaan ini

didasarkan pada perbedaan dalam pengambilan dalil dan argumentasi. Perbedaan

pendapat ini merupakan kemudahan dan keluwesan bagi umat Islam.

Penekanan terhadap toleransi dalam bermazhab menjadikan Inyiak Parabek

beserta kaum Mudo lainnya digelari sebagai pembaharu di Minangkabau. Mereka

sebagai golongan pembaharu berusaha mengubah pandangan dan sikap

masyarakat yang bersikap fanatik buta terhadap mazhab yang mereka anut. Serta

19

Page 20: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

sikap tidak toleran terhadap perbedaan pendapat dan mazhab yang berbeda dengan

yang mereka anut.

Inyiak Parabek adalah ulama kaum Mudo yang moderat di antara

perseteruan antara kaum Mudo dan kaum Tuo di Minangkabau. Demikian juga

dengan Sumatera Thawalib adalah basis dari gerakan pembaharuan kaum Mudo

yang moderat.

Pembaharuan yang ia sampaikan dengan santun sehingga dapat diterima

kedua belah pihak. Integritas keilmuannya yang diakui dan pembaharuan yang

ikut ia suarakan memposisikannya sebagai pemimpin kaum Mudo yang disegani.

Kedekatannya dengan golongan Adat yang merupakan kolega kaum Tuo,

membuat Inyiak Parabek diterima juga pada kaum Tuo. Inyiak Parabek bersikap

akomodatif terhadap masyarakat adat. Ia membiarkan, tidak melarang praktik adat

yang berlaku di masyarakat selama tidak bertentangan dengan hukum Islam. Jika

terdapat praktik yang tidak sejalan dengan syari’at Islam, ia luruskan secara halus,

dengan penjelasan yang santun. Sehingga kritik yang disampaikan dapat diterima

dengan tangan terbuka.

L. Penutup

Demikianlah upaya pembaharuan Islam yang telah dilakukan oleh madrasah

Sumatera Thawalib Parabek. Dalam eksistensinya sampai sekarang, madrasah

Sumatera thawalib terus berproses menyupayakan pembaharuan yang terus

menerus untuk dapat menjawab tantangan zaman.

Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik, School and Politics, The Kaum Muda Movement In West Sumatera (1927-1933), Monograf Series Cornel Modern Indonesia Project South East Asia Program Cornel University Ithaca, New York, March 1971

20

Page 21: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

____________, Sejarah Lokal Indonesia, Yogyakarta: Gajahmada Universiti, 1985

____________, Islam dan Masyarakat, Jakarta: LP3ES, 1996, cet.ke-2

Badan Pemurnian Sejarah Indonesia-Minangkabau, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Minangkabau 1945-1950, Jilid I, Jakarta: BPSIM, 1978

Batuah, Abdul Ghaffar St, Profil Keutamaan Syekh Ibrahim Musa, Parabek Juli 1999

Busyairi, Badruzzaman, Catatan Perjuangan HM Yunan Nasution, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985, cet.ke-1

Daya, Burhanuddin, Gerakan Pembaharuan Islam Kasus Sumatera Thawalib, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1995, cet. Ke-2

[ed] Edwar, et.al, Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat, Padang: Islamic Centre Sumatera Barat, 1981, cet.ke-1

Firdaus AN, Pesan-Pesan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994, cet.ke-1

Hamka, Ayahku, Jakarta: Umminda, 1982, cet.ke-2

____________, Kenang-Kenangan Hidup I, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, cet.ke-4

[ed] Labiah, Anwar Adjazi St Rangkayo, Bunga Rampai Sumatera Thawalib, 1984

Mansur MD dkk, Sejarah Minangkabau, Jakarta: Bharata: 1970

Murodi, Melacak Asal-Usul Gerakan Paderi di Sumatera Barat, Jakarta: Logos, 1999, cet.ke-1

Na’im, Mochtar, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Yogyakarta: Gadjahmada Universty Press

____________, Madrasah Sumatera Thawalib Parabek, Penelitian, tth, tidak diterbitkan

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, cet.ke-9

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996, cet.ke-8

[ed] Safwan, Mardanas dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat, Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebuayaan Daerah, 1980

Salmadanis, Profil Syeikh Ibrahim Musa Sebagai Da’i, Fakultas Dakwak, jurusan PPAI, IAIN Imam Bonjol Padang, 1986 (tidak dipublikasikan)

21

Page 22: Pembaharuan Islam Awal Abad Ke-20 Kasus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Suar, Imam, Afdhaliyah asy-Syekh Ibrahim Musa, 1996 (tidak dipublikasikan)

Sumatera Thawalib Parabek, Verslag dan Notulen Pertemoean Besar jang Pertama, 27-29 Radjab 1343 H/ 18-20 Januari 1928, Fort de Cock: Tsamaratul Ikhwan, 1928

Suar, Imam, Afdhaliyah asy-Syekh Ibrahim Musa, 1996 (tidak dipublikasikan)

Yanggo, Humaemah T, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), cet.ke-1

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1978, cet.ke-2

22