Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

36
Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional Kesepuluh jenis kata yang biasa dibaca dalam tatabahasa tradisional adalah sebagai berikut: A. Kata Benda atau Nomina Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan. Selanjutnya kata-kata benda, menurut wujudnya, dibagi atas: 1. Kata benda konkrit, dan 2. Kata benda abstrak. Kata-kata benda konkrit adalah nama dari benda-benda yang dapat ditangkap dengan pancaindera, sedangkan kata benda abstrak adalah nama-nama benda yang tidak dapat ditangkap dengan pancaindera. Kata benda konkrit selanjutnya dibagi lagi atas: 1. Nama diri 2. Nama zat dan lain sebagainya. Dalam persoalan kata benda, bahasa-bahasa Barat, khususnya bahasa Yunani-Latin, mempunyai ciri-ciri yang khusus untuk menunjukkan bahwa kata tersebut adalah kata benda. Ciri-ciri itu meliputi: 1. Perubahan bentuk berdasarkan fungsi kata itu dalam sebuah kalimat ( Casus ). 2. Perubahan bentuk berdasarkan jumlah dari kata benda itu ( Numerus ). Bahasa Latin mengenal dua numeri: Singularis dan Pluralis atau Tunggal dan Jamak, sedangkan bahasa-bahasa Yunani dan Sansekerta mengenal tiga numeri: Singularis, Dualis dan Pluralis. 3. Jenis kata dari kata benda itu (genus atau gender). Semua ciri itu tidak bisa diterapkan dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak menganal akan adanya casus, tidak mengenal akan

description

,b,

Transcript of Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Page 1: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Kesepuluh jenis kata yang biasa dibaca dalam tatabahasa tradisional adalah

sebagai berikut:

A. Kata Benda atau Nomina

Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan.

Selanjutnya kata-kata benda, menurut wujudnya, dibagi atas:

1. Kata benda konkrit, dan

2. Kata benda abstrak.

Kata-kata benda konkrit adalah nama dari benda-benda yang dapat ditangkap

dengan pancaindera, sedangkan kata benda abstrak adalah nama-nama benda

yang tidak dapat ditangkap dengan pancaindera. Kata benda konkrit selanjutnya

dibagi lagi atas:

1. Nama diri

2. Nama zat dan lain sebagainya.

Dalam persoalan kata benda, bahasa-bahasa Barat, khususnya bahasa Yunani-

Latin, mempunyai ciri-ciri yang khusus untuk menunjukkan bahwa kata tersebut

adalah kata benda. Ciri-ciri itu meliputi:

1. Perubahan bentuk berdasarkan fungsi kata itu dalam sebuah kalimat ( Casus ).

2. Perubahan bentuk berdasarkan jumlah dari kata benda itu ( Numerus ). Bahasa

Latin mengenal dua numeri: Singularis dan Pluralis atau Tunggal dan Jamak,

sedangkan bahasa-bahasa Yunani dan Sansekerta mengenal tiga numeri:

Singularis, Dualis dan Pluralis.

3. Jenis kata dari kata benda itu (genus atau gender).

Semua ciri itu tidak bisa diterapkan dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia

tidak menganal akan adanya casus, tidak mengenal akan adanya numerus juga

tidak mengenal genus . Kita tidak perlu merasa bahwa bahasa Indonesia

Page 2: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

kekurangan sesuatu atau miskin akan sesuatu bentuk atau konsep. Tiap bahasa

memiliki sifat-sifat yang khas. Sistem bahasa Indonesia dalam dirinya sendiri

cukup sempurna untuk mengungkapkan segala sesuatunya sebagai pendukung

kebudayaan bangsa Indonesia . Untuk itu perlu kita menggali (bukan meniru-

niru) ciri-ciri yang masih tersembunyi dalam struktur bahasa ini, untuk dijadikan

ciri kata bendanya. (Lihat Kata Benda pada Pembagian Jenis Kata Baru)

B. Kata Kerja atau Verba

Kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Bila suatu

kata kerja menghendaki adanya suatu pelengkap maka disebut kata kerja

transitif , seperti memukul, menangkap, melihat, mendapat, dan sebagainya.

Sebaliknya, bila kata kerja tersebut tidak memerlukan suatu objek maka

disebut kata kerja intransitif , seperti menangis, meninggal, berjalan, berdiri dan

sebagainya.

Kata-kata dalam bahasa Yunani, Latin, Sansekerta jelas bias ditentukan sebagai

kata kerja karena mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu bentuk verbal-finit . Bentuk

verbal-finit adalah bentuk yang khusus yang hanya bias diambil oleh sebuah

kata kerja. Bentuk finit (yang sudah dibatasi) dari suatu kata kerja tergantung

dari beberapa hal berikut, yang sekaligus mengharuskan kita memakai bentuk-

bentuk yang sesuai dengan itu, yaitu:

1. Berdasarkan persona (orang: I, II, III/tunggal dan jamak)

2. Berdasarkan ragamnya (pasif-aktif).

3. Berdasarkan kalanya ( tempus, tense ).

4. Berdasarkan cara ( modus : indikatif, impertaif, desideratif dan sebagainya).

Perubahan bentuk kata kerja berdasarkan keempat hal di atas

disebut konjugasi . Sedangkan perubahan, baik pada kata-kata benda (deklinasi)

maupun pada kata-kata kerja (konjugasi) bersama-sama disebut fleksi . Itulah

sebabnya bahasa-bahasa Barat disebut juga bahasa-bahasa Fleksi.

Di samping perubahan bentuk-bentuk tersebut, bentuk-bentuk in-finitnya

menunjukkan cirri-ciri khusus, yang sekaligus menjadi tanda pengenal bahwa

kata tersebut adalah kata kerja. Misalnya semua kata yang berakhiran –are, -ere,

Page 3: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

-ere,dan ire- adalah kata kerja. Jadi jika kita menemukan kata seperti amare,

cantare, delere, regere, dormire, dan lain-lain kita akan dapat memastikan

bahwa kata-kata itu adalah kata kerja, walaupun kita tidak mengetahui artinya.

Dengan demikian kata aegrotare yang berarti sakit dalam bahasa Latin akan

langsung kita golongkan dalam kata kerja, tanpa melihat artinya. Tetapi

bagaimana dengan kata sakit dalam bahasa Indonesia ?

Oleh karena itu, kita harus mencari ciri-ciri untuk mejadi pegangan kata kerja

dalam bahasa Indonesia. (Lihat Kata Kerja pada Pembagian Jenis Kata Baru)

C. Kata Sifat atau Adjektif

Menurut Aristoteles, kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau hal

keadaan dari suatu benda: tinggi, rendah, lama, baru, dan sebagainya.

Adjektif dalam bahasa-bahasa Barat selalu harus selaras dengan kata benda

yang diikuti dalam tiga hal, yaitu:

1. dalam casus nya;

2. dalam jumlahnya (numerus);

3. dan dalam jenis kata (genus).

Adjektif selanjutnya dapat mengambil bentuk-bentuk yang istimewa bila

ditempatkan dalam tingkat-tingkat perbandingan (gradus comparationis), untuk

membandingkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain. Taraf-taraf

perbandingan itu adalah:

1. Tingkat biasa atau gradus positivus.

2. Tingkat lebih atau gradus comparativus.

3. Tingkat paling atau gradus superlativus.

Selain dari ketiga tingkat perbandingan ini masih ada satu hal yang lain yaitu:

keadaan yang sangat tinggi derajatnya, tetapi dengan tidak mengadakan

perbandingan dengan urutan-urutan keadaan yang lain. Derajat semacam ini

disebutelatif, misalnya:

- Yang terpenting, ialah memilih kawan-kawan yang dapat dipercaya.

- Gunung itu terlalu tinggi.

Page 4: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Kedudukan jenis kata ini jelas dalam bahasa-bahasa Barat. Kata-kata ini bias

dikenal segera karena bentuknya yang khusus yang diambil berdasarkan kata

benda yang diikutinya (dalam hal genus, numerus, dan casus) maupun

berdasarkan tingkat-tingkat perbandingannya.

Apakah bahasa Indonesia juga memiliki ciri-ciri khusus untuk menentukan bahwa

suatu kata adalah kata sifat? (Lihat Kata Sifat pada Pembagian Jenis Kata Baru)

D. Kata Ganti atau Pronomina

Yang termasuk dalam jenis kata ini adalah segala kata yang dipakai untuk

menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Pembagian Tradisional

menggolongkan kata-kata ini ke dalam suatu jenis kata tersendiri. Ketentuan ini

tidak dapat dipertahankan dari segi structural, karena kata-kata ini sama

strukturnya dengan kata-kata benda lainnya. Oleh karena itu dalam usaha

mengadakan pembagian jenis kata yang baru kita akan menempatkannya dalam

suatu posisi yang lain dari biasa.

Kata-kata ganti menurut sifat dan fungsinya dapat dibedakan atas:

1. Kata Ganti Orang atau Pronomina Personalia

Kata Ganti Orang dalam bahasa Indonesia adalah:

Tunggal Jamak

Orang I : aku kami, kita

Orang II : engkau kamu

Orang III : dia mereka

a. Untuk orang I

Untuk orang pertama tunggal, guna menyatakan kerendahan diri dipakai kata-

kata hamba, sahaya (Sansekerta: pengiring, pengikut), patik, abdi. Sebaliknya

intuk mengungkapkan suasana yang agung atau mulia maka kata kamiyag

Page 5: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

sebenarnya digunakan untuk orang pertama jamak dapat dipakai pula untuk

menggantikan orang pertama tunggal. Ini disebut pluralis majestatis.

b. Untuk orang II

Untuk orang kedua tunggal dipakai paduka (Sansekerta: sepatu), tuan, Yang

Mulia, saudara, ibu, bapak, dan lain-lain. Semuanya itu dipakai untuk

menyatakan bahwa orang yang kita hadapi jauh lebih tinggi kedudukannya

daripada kita. Kata kamu yang sebenarnya merupakan kata ganti orang kedua

jamak dipakai pula sebagai pluralis majestatis untuk menggantikan orang kedua

tunggal. Tetapi pada masa sekarang ini nilai keagungan itu sudah tidak terasa

lagi, karena terlalu sering dipakai.

c. Untuk orang III

Untuk orang ketiga dipergunakan juga kaata-kata beliau, sedang bagi yang telah

meninggal dipakai kata mendiang, almarhum atau almarhumah.

2. Kata Ganti Kepunyaan atau Pronomina Posesif

Kata ganti kepunyaan adalah segala kata yang menggantikan kata ganti orang

dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka.

Sebenarnya pembagian ini dalam bahasa Indonesia tidak diperlukan sebab yang

disebut kata ganti kepunyaan itu sama saja dengan kata ganti orang dalam

fungsinya sebagai pemilik. Dalam fungsinya sebagai pemilik ini, kata-kata

tersebut mengambil bentuk-bentuk ringkas dan dirangkaikan saja di belakang

kata-kata yang diterangkannya.

bajuku = baju aku

bajumu = baju engkau

bajunya = baju n + ia

Bentuk-bentuk ringkas ini yang diletakkan di belakang sebuah kata

disebut enklitis . Bentuk enklitis ini dipakai juga untuk menunjukkan fungsi kata

ganti orang, bila kata ganti orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti

suatu kata depan:

padaku, padamu, padanya, bagiku, bagimu, baginya, dan lain-lain.

Page 6: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Apabila bentuk-bentuk ringkas itu dirangkaikan di depan sebuah kata

disebut proklitis , misalnya kupukul, kaupukul.

Di atas telah disinggung bahwa apa yang dinamakan kata ganti kepunyaan itu

dalam bahasa Indonesia tidak pelu ada. Bahwa dalam bahasa Yunani-Latin

terdapat konsepsi ini, hal itu sejalan dengan struktur bahasa-bahasa tersebut.

Sebagai contoh, kata saya dalam bahasa Latin adalah ego dengan mengambil

bermacam-macam bentuk sesuai dengan fungsinya dalam kalimat: ego, mei,

mihi, me; tetapi dalam fungsinya sebagai pemilik terdapat bentuk meus, yang

akan mengambil semua bentuk sebagai kata-kata sifat sesuai dengan kata

benda yang diikutinya: meus, mei, meo, dan lain-lain. Jadi kata meus memiliki

deklinasi tersendiri. Bahasa Indonesia tidak demikian. Dalam segala hal

kata saya, misalnya, tetapi tidak berubah: saya berjalan, abang memukul saya,

ia memberi sebuah buku kepada saya, ia mengambil buku saya, dan sebagainya.

Kata saya dalam buku saya tidak mengurangi pengertian kita bahwa kata itu

adalah pengganti orang dengan fungsi sebagai pemilik sesuatu.

3. Kata Ganti Penunjuk atau Pronomina Demonstratif

Kata Ganti Penunjuk adalah kata-kata yang menunjuk dimana terdapat suatu

benda. Dalam masyarakat bahasa Melayu Lama, atau lebih dahulu lagi,

seharusnya orang mengenal tiga macam kata ganti penunjuk:

1. Menunjuk sesuatu di tempat pembicara : ini

2. Menunjuk sesuatu di tempat lawan bicara : itu

3. Menunjuk sesuatu di tempat orang ketiga : *ana.

enunjukan benda pada tempat orang ketiga pada waktu sekarang disamakan

saja dengan penunjukan pada tempat orang kedua yaitu dengan

mempergunakan kata itu. Berdasarkan perbandingan dengan beberapa bahasa

Daerah, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kata *ana untuk menunjukkan

benda pada tempat orang ketiga harus ada pada jaman dahulu, seperti pada

bahasa Jawa misalnya, ketiga bentuk itu masih ada: iki, iku, ika. Penunjukan

pada tempat orang ketiga dalam bahasa Indonesia lama kelamaan mundur atau

Page 7: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

kurang dipergunakan, akhirnya hilang sama sekali dari perbendaharaan bahasa

Indonesia. Walaupun demikian kita masih menemukan residu dalam pemakaian

sehari-hari, seperti: sana, sini, situ.

4. Kata Ganti Penghubung atau Pronomina Relatif

Kata Ganti Penghubung ialah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan

suatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat. Fungsi kata ganti

penghubung antara lain:

1. Menggantikan kata benda yang terdapat dalam induk kalimat.

2. Menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat.

Kata Ganti Penghubung dalam bahasa Indonesia yang umum diterima

adalah yang. Dalam sejarah pertumbuhan bahasa Indonesia kata yang mula-

mula tidak mempunyai fungsi relatif seperti sekarang. Dahulu yang hanya

berfungsi sebagaipenentu atau penunjuk. Lambat laun fungsi-fungsi itu

menghilang dan nyaris tidak dirasakan lagi. Walaupun demikian masih terdapat

residu-residu dungsi tersebut dalam pemakaian kita sehari-hari:

Yang buta dipimpin

Yang lumpuh diusung

Ia berkata kepada sekalian yang hadir

Yang besar harus memberi contoh kepada yang kecil.

Kata yang sebenarnya terbentuk dari kata ia (sebagai penunjuk) dan ng sebagai

penentu. Ia sebenarnya adalah kata ganti orang ketiga tunggal yang juga

dipergunakan sebagai penunjuk, serta unsure ng itu biasa dipergunakan dalam

bahasa Indonesia Purba dengan fungsi penentu. Dengan demikian

fungsi yang sejak dari awal perkembangannya hingga sekarang dapat diurutkan

sebagai berikut:

1. Sebagai penunjuk

2. Sebagai penentu (penekan)

3. Sebagai penghubung dan pengganti

Page 8: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Selain kata yang, terdapat lagi satu kata ganti penghubung yang lain, yang

benar-benar bersifat Indonesia asli, terutama bila menggantikan suatu

keterangan atau tempat, yaitu kata tempat. Karena pengarug bahasa-bahasa

Barat, orang sering lupa akan kata ganti penghubung ini, serta menterjemahkan

ungkapan-ungkapan asli dengan kata-kata yang sebenarnya tidak sesuai dengan

selera bahasa Indonesia, misalnya:

Rumah di mana kami tinggal

Lemari di dalam mana saya menyimpan buku

Kalimat-kalimat di atas akan terasa lebih baik bila dikatakan:

Rumah tempat kami tinggal

Lemari tempat saya menyimpan buku

Jadi, kita tidak perlu mengikatkan diri kepada konstruksi-konstruksi asing yang

tidak sesuai dengan jalan bahasa Indonesia. Fungsi kata tempat sebagai

penghubung tampak jelas dari contoh-contoh di atas. Di samping itu kita tidak

perlu terikat kepada satu konstruksi, tetapi bias mencari variasi-variasi lain

tetapi yang asli Indonesia.

5. Kata Ganti Penanya atau Pronomina Interogatif

Kata Ganti Penanya adalah kata yang menanyakan tentang benda, orang atau

sesuatu keadaan. Kata Ganti Penanya dalam bahasa Indonesia adalah:

1. Apa : untuk menanyakan benda

2. Siapa : (si + apa) untuk menanyakan orang

3. Mana : untuk menanyakan pilihan seseorang atau beberapa hal atau barang.

Kata-kata Ganti Penanya di atas dapat dipakai lagi dengan bermacam-macam

penggabungan dengan kata-kata depan, seperti:

dengan apa dengan siapa dari mana

untuk apa untuk siapa ke mana

buat apa k kepada siapa

Page 9: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Selain dari kata-kata tersebut ada pula kata-kata ganti penanya yang lain bukan

menanyakan orang atau benda tetapi menanyakan keadaan, perihal dan

sebagainya:

mengapa bagaimana

berapa kenapa (pengaruh bahasa Jawa)

6. Kata Ganti Tak Tentu atau Pronomina Indeterminatif

Kata Ganti Tak Tentu adalah kata-kata yang menggantikan atau menunjukkan

benda atau orang dalam keadaanyang tidak tentu atau umum, misalnya:

masing-masing siapa-siapa seseorang

sesuatu barang para

salah (salah satu…)

Kata barang dalam bahasa Melayu Lama masih mempunyai peranan yang cukup

penting karena masih sering digunakan:

Barang siapa melanggar peraturan harus ditindak tegas

Barang apa yang dikerjakannya pasti berhasil

Berilah aku barang sedikit.

E. Kata Bilangan atau Numeralia

Kata Bilangan adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah

kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda.

Menurut sifatnya kata bilangan dapat dibagi atas:

1. Kata Bilangan Utama (Numeralia Caedinalia): satu, dua, tiga, empat, seratus,

seribu, dan sebagainya.

Page 10: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

2. Kata Bilangan Tingkat (Numeralia Ordinalis): pertama, kedua, ketiga, kelima,

kesepuluh, keseratus, dan sebagainya.

3. Kata Bilangan Tak Tentu: beberapa, segala, semua, tiap-tiap dan sebagainya.

4. Kata Bilangan Kumpulan: kedua, kesepuluh, dan sebagainya; bertiga, berdua,

bersepuluh.

Catatan :

a. Dari segi morfologi tidak ada perbedaan antara kata bilangan tingkat dan kata

bilangan kumpulan yang memakai prefiks ke-. Tetapi dalam distribusi kalimat

nampaklah perbedaan struktur keduanya, yaitu kata bilangan tingkat tempatnya

selalu mengikuti kata benda sedangkan kata bilangan kumpulan selalu

mendahului kata benda.

Kata bilangan tingkat Kata bilangan kumpulan

bangku yang kedua kedua bangku itu

permainan kesepuluh kesepuluh permainan itu

soal yang ketiga ketiga soal itu

b. Mengenai kata bilangan utama, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:

1. Kata-kata delapan, sembilan, bukanlah kata bilangan utama asli, tetapi

merupakan kata jadian yang kini sudah tidak dirasakan lagi.

Kata-kata tersebut berasal dari:

Delapan > dua alapan (= dua ambilan, yaitu dua diambil dari sepuluh).

Sembilan > sa ambilan (= diambil satu dari sepuluh)

2. Orang-orang Nusantara dahulu mengenal bilangan yang paling tinggi hanya

sampai ribuan. Akibat adanya kontak dengan negeri-negeri lain, terutama India,

mereka menerima bilangan yang lebih tinggi dari ribuan. Karena perkenalan

mereka dengan orang-orang India, mereka memasukkan kata-kata laksa,

keti, dan juta. Tetapi pada mulanya dalam bahasa Sansekerta kata-kata itu

mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi yaitu:

Laksa : Sansekerta : 100.000

Keti : Sansekerta : 10.000.000

Page 11: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Bagi orang-orang Nusantara waktu itu, bilangan itu terlalu samar-samar,

sedangkan di pihak lain mereka memerlukan istilah untuk bilangan genap

sesudah seribu; karena itu laksa diturunkan nilanya menjadi 10.000,

sedangkan ketiditurunkan menjadi 100.000.

3. Bilangan yang lebih dari satu juta biasanya dipinjam dari istilah-istilah Barat.

Namun ada dua sistem yang biasa digunakan yaitu system Perancis dan

Amerika, yang diikuti Indonesia , dan sistim Inggris dan Jerman.

4. Kata bilangan biasanya ditulis dengan angka Arab, dan dalam hal tertentu

dipergunakan juga angka Romawi.

KATA BANTU BILANGAN

Dalam menyebut berapa jumlah suatu barang, dalam bahasa Indonesia tidak

saja dipakai kata bilanganm tetapis elalu dipakai suatu kata yang

menerangkan sifat atau macam barang itu. Kata-kata semacam itu disebut kata

bantu bilangan.

Di antara kata-kata bantu bilangan yang selalu atau sering dipakai dalam bahasa

Indonesia adalah:

Orang : untuk manusia.

Ekor : untuk binatang.

Buah : untuk buah-buahan, dan macam-macam benda atau hal yang lain pada

umumnya.

Batang : untuk barang-barang yang bulat panjang bentuknya seperti pohon,

rokok dan lain-lain.

Bentuk : untuk barang-barang yang dapat dibengkokkan atau dilenturkan seperti

cincin, mata kail, gelang dan sebagainya.

Belah : untuk barang-barang yang mempunyai pasangan seperti mata, telinga,

dan sebagainya.

Bidang : untuk barang-barang yang luas dan rata seperti tanah.

Helai : untuk kertas, daun, baju, kain, dan lain-lain.

Page 12: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Bilah : untuk barang-barang tajam seperti pisau, pedang, keris, dan sebagainya.

Utas : untuk barang-barang yang panjang seperti tali, benang, rantai, dan

sebagainya.

Potong : untuk bagian-bagian atau potongan dari suatu barang.

Butir : untuk benda-benda yang bundar kecil bentuknya seperti telur, intan,

beras, dan sebagainya.

Tangkai : untuk bunga.

Pucuk : untuk surat , meriam, senapan.

Carik : untuk sobekan-sobekan kertas, kain, dan sebagainya.

Rumpun : untuk tumbuh-tumbuhan yang tumbuhnya berkelompok seperti tebu,

bambu, dan sebagainya.

Keping : untuk barang-barang yang tipis seperti papan, mata uang.

Biji : untuk barang-barang yang kecil seperti mata, kerikil, dan sebagainya.

Kuntum : untuk bunga.

Patah : untuk kata.

Kaki : untuk bunga, payung.

Laras : untuk bedil, senapan.

F. Kata Keterangan atau Adverbia

Kata-kata Keterangan atau adverbia adalah kata –kata yang memberi

keterangan tentang:

1. Kata Kerja

2. Kata Sifat

3. Kata Keterangan

4. Kata Bilangan

5. Seluruh Kalimat

Kata keterangan secara tradisional dapat dibagi-bagi lagi atas beberapa macam

berdasarkan artinya atau lebih baik berdasarkan fungsinya dalam kalimat, yaitu:

1. Kata Keterangan Kualitatif (Adverbium Kualitatif)

Page 13: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Adalah Kata Keterangan yang menerangkan atau menjelaskan suasana atau

situasi dari suatu perbuatan.

Contoh: Ia berjalan perlahan-perlahan

Ia menyanyi dengan nyaring

Biasanya Kata Keterangan ini dinyatakan dengan mempergunakan kata

depan dengan + Kata Sifat. Jadi sudah tampak di sini bahwa Kata Keterangan itu

bukan merupakan suatu jenis kata tetapi adalah suatu fungsi atau jabatan dari

suatu kata atau kelompok kata dalam sebuah kalimat.

2. Kata Keterangan Waktu (Adverbium Temporal)

Adalah keterangan yang menunjukkan atau menjelaskan berlangsungnya suatu

peristiwa dalam suatu bidang waktu:sekarang, nanti, kemarin, kemudian,

sesudah itu, lusa, sebelum, minggu depan, bulan depan, dan lain-lain.

Kata-kata seperti: sudah, telah, akan, sedang, tidak termasuk dalam keterangan

waktu, sebab kata-kata tersebut tidak menunjukkan suatu bidang waktu

berlangsungnya suatu tindakan, tetapi menunjukkan berlangsungnya suatu

peristiwa secara obyektif.

3. Kata Keterangan Tempat (Adverbium Lokatif)

Segala macam kata ini memberi penjelasan atas berlangsungnya suatu peristiwa

atau perbuatan dalam suatu ruang, seperti: di sini, di situ, di sana, ke mari, ke

sana, di rumah, di Bandung, dari Jakarta dan sebagainya.

Dari contoh-contoh di atas tyang secara konvensional dianggap Kata Keterangan

Tempat, jelas tampak bahwa golongan kata ini pun bukan suatu jenis kata, tetapi

merupakan suatu kelompok kata yang menduduki suatu fungsi tertentu dalam

kalimat. Keterangan Tempat yang dimaksudkan dalam Tatabahasa-tatabahasa

lama terdiri dari dua bagian yaitu kata depan (di, ke, dari) dan kata benda atau

kata ganti penunjuk.

4. Kata Keterangan Cara (Keterangan Modalitas)

Page 14: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Adalah kata-kata yang menjelaskan suatu peristiwa karena tanggapan si

pembicara atas berlangsungnya peristiwa tersebut. Dalam hal ini subyektivitas

lebih ditonjolkan. Keterangan ini menunjukkan sikap pembicara, bagaimana cara

ia melihat persoalan tersebut. Pernyataan sikap pembicara atau tanggapan

pembicara atas berlangsungnya peristiwa tersebut dapat berupa:

a. Kepastian : memang, niscaya, pasti, sungguh, tentu, tidak, bukannya, bukan.

b. Pengakuan : ya, benar, betul, malahan, sebenarnya.

c. Kesangsian : agaknya, barangkali, entah, mungkin, rasanya, rupanya, dan lain-

lain.

d. Keinginan : moga-moga, mudah-mudahan.

f. Ajakan : baik, mari, hendaknya, kiranya.

g. Larangan : jangan.

h. Keheranan : masakan, mustahil, mana boleh.

Catatan: Kata tidak menyatakan kepastian dengan mengingkarkan sesuatu,

begitu juga kata bukan. kata tidak dipakai untuk menyatakan ingkaran biasa,

ingkaran pada perbuatan, keadaan, hal atau segenap kalimat,

sedangkan bukanmenyatakan suatu pertentangan dan menyangkal bagian dari

suatu kalimat.

5.      Kata Keterangan Aspek

Bila kata Keterangan Modalitas memberi penjelasan tentang tanggapan

pembicara atas suatu peristiwa, maka Keterangan Aspek menjelaskan

berlangsungnya suatu peristiwa secara obyektif, bahwa suatu peristiwa terjadi

dengan sendirinya tanpa suatu pengaruh atau pandangan dari pembicara.

Keterangan Aspek dapat dibagi-bagi lagi, antara lain:

1. Aspek Inkoatif: menunjukkan suatu peristiwa pada proses permulaan

berlangsungnya. Contoh: Saya punberangkatlah.

2. Aspek Duratif: keterangan aspek yang menunjukkan bahwa suatu peristiwa

tengah berlangsung: sedang, sementara.

Page 15: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

3. Aspek Perfektif: menyatakan bahwa suatu peristiwa telah mencapai titik

penyelesaian: sudah, telah.

4. Aspek Momental: menyatakan suatu peristiwa yang terjadi pada suatu saat

yang singkat.

5. Aspek Repetitif: menyatakan bahwa suatu perbuatan terjadi berulang-ulang.

Contoh: Ia memukul-mukul anak itu. Dalam kata ‘memukul-mukul ‘ terkandung

aspek repetitif, yaitu perbuatan memukul itu terjadi berulang-ulang.

6. Aspek Frekuentatif: menunjukkan bahwa suatu peristiwa sering terjadi. Contoh:

Dia sering ke mari.

7. Aspek Habituatif: menyatakan bahwa perbuatan itu terjadi karena suatu

kebiasaan. Contoh: Ia biasa membaca koran di bawah pohon itu.

Catatan: Tidak ada keharusan bahwa keterangan aspek itu dinyatakan dengan

jelas oleh suatu kata keterangan. Suatu kata kerja misalnya, dengan sendirinya

sudah mengandung suatu aspek tertentu, atau hubungan kalimat tertentu akan

menghasilkan suatu aspek tertentu pula.

6.      Kata Keterangan Derajat (Keterangan Kuantitatif)

Adalah keterangan yang menjelaskan derajat berlangsungnya suatu peristiwa

atau jumlah dan banyaknya suatu tindakan dikerjakan: amat, hampir, kira-kira,

sedikit, cukup, hanya, satu kali, dua kali, dan seterusnya.

7.      Kata Keterangan Alat (Keterangan Instrumental)

Adalah keterangan yang menjelaskan dengan alat apakah suatu proses itu

berlangsung. Keterangan semacam ini biasanya dinyatakan oleh

kata dengan + kata benda.

Ia memukul anjing itu dengan tongkat.

Anak itu meraih buah dengan galah.

8.      Keterangan Kesertaan (Keterangan Komitatif)

Page 16: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Adalah keterangan yang menyatakan pengikutsertaan seseorang dalam suatu

perbuatan atau tindakan.

Saya pergi ke pasar bersama ibu.

9.      Keterangan Syarat (Keterangan Kondisional)

Adalah keterangan yang menerangkan terjadinya suatu proses di bawah syarat-

syarat tertentu yang harus dipenuhi:jikalau, seandainya, jika, dan sebagainya.

10.  Keterangan Perlawanan (Keterangan Konsesif)

Adalah keterangan yang membantah sesuatu peristiwa yang telah dikatakan

terlebih dahulu. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata meskipun,

sungguhpun, biarpun, biar, meski, jika…sekalipun, biar… sekalipun.

11. Keterangan Sebab (Keterangan Kausal)

Adalah keterangan yang memberi keterangan mengapa sesuatu peristiwa dapat

berlangsung. Kata-kata yang mnunjukkan keterangan sebab adalah: sebab,

karena, oleh karena, oleh sebab, oleh karena itu, oleh karenanya, dan

sebagainya.

12. Keterangan Akibat (Keterangan Konsekuetif)

Adalah keterangan yang menjelaskan akibat yang terjadi karena suatu peristiwa

atau pebuatan. Akibat adalah hasil dari suatu perbuatan yang tidak diharapkan

atau yang tidak dengan sengaja dicapai, tetapi terjadi dalam hubungan sebab-

akibat. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata: sehingga, oleh karena

itu, oleh sebab itu, dan lain-lain.

13. Keterangan Tujuan (Keterangan Final)

Adalah keterangan yang menerangkan hasil atau tujuan dari suatu

proses. Tujuan itu pada hakekatnya adalah suatu akibat, tetapi akibat yang

sengaja dicapai atau memang dikehendaki demikian. Kata-kata yang

Page 17: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

menyatakan keterangan tujuan adalah: supaya, agar, agar supaya, hendak,

untuk, guna, buat.

14. Keterangan Perbandingan (Keterangan Komparatif)

Adalah keterangan yang menjelaskan suatu perbuatan dengan mengadakan

perbandingan suatu proses dengan proses lain, suatu keadaan dengan keadaan

yang lain. Kata-kata yang dipakai untuk menyatakan perbandingan itu

adalah:sebagai, seperti, seakan-akan, laksana, umpama, bagaikan.

15. Keterangan Perwatasan

Adalah keterangan yang memberi penjelasan dalam hal-hal mana saja suatu

proses berlangsung, dan mana yang tidak:kecuali, hanya.

G. Kata Sambung atau Konjuksi

Kata Sambung adalah kata yang menghubungkan kata-kata, bagian-bagian

kalimat, atau menghubungkan kalimat-kalimat. Cara atau sifat menghubungkan

kata-kata atau kalimat-kalimat itu dapat berlangsung dengan berbagai cara:

1. Menyatakan gabungan: dan, lagi pula, serta.

2. Menyatakan pertentangan: tetapi, akan tetapi, melainkan.

3. Menyatakan waktu: apabila, ketika, bila, bilamana, demi, sambil, sebelum,

sedang, sejak, selama, semenjak, sementara, seraya, setelah, tatkala, waktu.

4. Menyatakan tujuan: supaya, agar.

5. Menyatakan sebab: sebab, karena, karena itu, sebab itu.

6. Menyatakan akibat: sehingga, sampai.

7. Menyatakan syarat: jika, andaikata, asal, asalkan, jikalau, sekiranya,

seandainya.

8. Menyatakan pilihan: atau… atau…, …maupun, baik… baik…, entah… entah….

9. Menyatakan bandingan: seperti, bagai, bagaikan, seakan-akan.

10.Menyatakan tingkat: semakin… semakin…, kian… kian….

11.Menyatakan perlawanan: meskipun, biarpun.

12.Pengantar kalimat: maka, adapun, akan.

Page 18: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

13.Menyatakan penjelas: yakni, umpama, yaitu.

14.Sebagai penetap sesuatu: bahwa.

H. Kata Depan atau Preposisi

Kata Depan menurut definisi tradisional adalah kata yang merangkaikan kata-

kata atau bagian-bagian kalimat.

Kata-kata Depan yang terpenting dalam bahasa Indonesia ialah:

1. Di, Ke, Dari: ketiga macam kata depan ini dipergunakan untuk merangkaikan

kata-kata yang menyatakan tempat atau sesuatu yang dianggap tempat.

2. Pada: bagi kata-kata yang menyatakan orang, nama orang atau nama binatang,

nama waktu atau kiasan dipergunakan kata pada untuk menggantikan di, atau

kata-kata depan lain yang digabungkan dengan padaseperti daripada, kepada.

3. Selain daripada itu terdapat Kata Depan yang lain, seperti: di mana, di sini, di

situ, akan, oleh, dalam, atas, demi, guna, untuk, buat, berkat, terhadap, antara,

tentang, hingga, dan lain-lain. Di samping itu ada beberapa Kata Kerja yang

dipakai pula sebagai kata depan, yaitu: menurut, menghadap, mendapatkan,

melalui, menuju, menjelang, sampai.

Ada beberapa Kata Depan yang menduduki bermacam-macam fungsi yang

istimewa, yang perlu kita beri perhatian, antara lain:

1. Akan

Kata Depan akan dapat menduduki beberapa macam fungsi:

a. Pengantar obyek

Contoh: Ia tidak tahu akan hal itu.

Aku lupa akan semua kejadian itu.

b. Untuk menyatakan kejadian di masa yang akan datang.

Contoh: Saya akan pergi ke Surabaya .

Page 19: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

c. Sebagai penguat atau penekan; dalam hal ini dapat berfungsi sebagai

penentu.

Contoh: Akan hal itu kita perundingkan kelak.

2. Dengan

Kata Depan dengan dapat menduduki beberapa macam fungsi, antara lain:

a. Untuk menyatakan alat (instrumental).

Contoh: Ia memukul anjing itu dengan tongkat.

b. Menyatakan hubungan kesertaan (komitatif).

Contoh: Ia berangkat ke sekolah dengan teman-temannya.

c. Membentuk adverbial kualitatif.

Contoh: Perkara itu diselidiki dengan cermat.

d. Dipakai untuk menyatakan keterangan komparatif.

Contoh: Adik sama tinggi dengan Ali.

3. Atas

Arti dan fungsi:

a. Membentuk keterangan tempat, dalam hal ini sama artinya dengan di atas .

Contoh: Kami menerima tanggung jawab itu di atas pundak kami.

b. Menghubungkan Kata Benda atau Kata Kerja dengan keterangan.

Contoh: Kami mengucapkan terimakasih atas kerja samanya.

c. Dipakai di depan beberapa kata dengan arti dengan atau demi .

Contoh: atas nama atas kehendak

atas desakan atas kemauan

4. Antara

Page 20: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Arti dan fungsi:

a. Sebagai penunjuk jarak.

Contoh: Jarak antara Surabaya dan Jakarta .

b. Sebagai penunjuk tempat, dalam hal ini sama artinya dengan di antara .

Contoh: Antara murid-murid itu, mana yang terpandai?

c. Dapat pula berarti kira-kira.

Contoh: Antara lima enam pekan ia meninggalkan pelajarannya.

I. Kata Sandang atau Artikel

Kata Sandang itu tidak mengandung suatu arti, tetapi memiliki fungsi. Dalam

bagian mengenai kata ganti penghubungsudah dibicarakan pula tentang yang,

yang pada mulanya hanya mengandung fungsi penentu . Itulah fingsi pertama

dari Kata-kata Sandang.

Adapun fungsi Kata Sandang seluruhnya dapat disusun sebagai berikut:

1. Menentukan kata benda.

2. Menstubstansikan suatu kata: yang besar, yang jangkung, dan sebagainya.

Kata-kata Sandang yang umum dalam bahasa Indonesia adalah yang, itu, nya,

si, sang, hang, dang . Kata-kata sang, hang dan dang banyak digunakan dalam

kesusastraan lama; sekarang amat jarang digunakan lagi, kecuali sang , yang

kadang-kadang digunakan untuk mengagungkan, kadang untuk menyatakan

ejekan atau ironi.

J. Kata Seru atau Interjeksi

Oleh semua ahli tatabahasa, Kata Seru dianggap sebagai kata yang paling tua

dalam kehidupan bahasa. Umat manusia tidak sekaligus mengenal sistem

bahasa seperti saat ini. Dari awal mula perkembangan umat manusia, sedikit

demi sedikit diciptakan sistem-sistem bunyi untuk komunikasi antar anggota

Page 21: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

masyarakat. Dan bentuk yang paling tua yang diciptakan untuk mengadakan

hubungan atau komunikas itu adalah kata seru.

Menurut Tatabahasa Tradisional kata seru diklasifikasikan sebagai suatu jenis

kata. Bila melihat wujud dan fungsinya, maka ketetapak tersebut kurang dapat

diterima. Interjeksi sekaligus mengungkapkan semua perasaan dan maksud

seseorang, berarti interjeksi sudah termasuk dalam bidang sintaksis. Atau

dengan kata lain apa yang dinamakan kata seru itu bukanlah kata melainkan

semacam kalimat.

Bermacam-macam interjeksi yang dikenal hingga sekarang dalam kehidupan

masyarakat bahasa Indonesia adalah:

1. Interjeksi asli: yah, wah, ah, hai, o, oh, cih, nah, dan lain-lain.

2. Interjeksi yang berasal dari kata-kata biasa. Yang dimaksud dengan interjeksi

ini adalah kata-kata benda atau kata-kata lain yang digunakan atau biasa

digunakan sebagai kata seru: celaka, masa, kasihan, dan lain-lain.

3. Interjeksi yang berasal dari ungkapan-ungkapan, baik ungkapan Indonesia asli

maupun ungkapan asing: ya ampun, Insya Allah, Astaghfirullah, dan lain-lain.

Pembagian Jenis Kata Baru

Bila kita memperhatikan pembagian jenis kata menurut tatabahasa tradisional

tampaklah bahwa ada kekacauan dalam penggolongan jenis kata itu. Kekacauan

itu terjadi karena tidak tegas diadakan perbedaan antara jenis kata dan fungsi

kata. Kita lihat misalnya kata-kata seperti: di, ke, pada, dengan,

dari, dimasukkan dalam kata depan, tetapi di tempat lain gabungan kata-kata itu

dengan suatu kata benda dijadikan kata keterangan. Begitu pula kata perangkai

dimasukkan dalam satu jenis kata tetapi di pihak lain dimasukkan pula dalam

kata keterangan.

Kata ganti dalam segala strukturnya tidak banyak berbeda dengan kata benda,

karena memang kata-kata itu hanya menggantikan kata-kata benda dalam

keadaan tertentu. Kata seru, seperti ternyata dalam batasan yang diberi oleh

berbagai tatabahasa, telah menunjukkan bahwa bidang geraknya

adalah kalimat, jadi tidak bias disebut begitu saja sebagai suatu jenis kata. Apa

Page 22: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

yang disebut kata seru itu sudah sebulat-bulatnya merupakan kalimat, atau lebih

tegas miniaturnya kalimat, karena bentuk tersebut sudah disertai dengan

intonasi yang selengkap-lengkapnya seperti pada jenis-jenis kalimat lainnya.

Pendeknya penggolongan dengan cara kerja Aristoteles tidak dapat diterima

begitu saja. Harus diadakan penyempurnaan atau sama sekali merubah cara

kerja tersebut. Pada abad ke-16, seorang ahli tatabahasa Spanyol, Sanches de

las Brozas, telah mengajukan suatu pembagian jenis kata yang lebih rasional

dan struktural atas: nomen, verbum, dan particular. Tetapi pada abad ke-19 ahli-

ahli tatabahasa barat lainnya kembali lagi ke dalam alam pikiran Yunani-Latin,

dan mengajukan 10 jenis kata seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

Dengan adanya perkembangan Linguistik Modern, persoalan di atas sekali lagi

timbul dalam pembahasan-pembahasan mereka. Ahli-ahli Linguistik Modern

berusaha mencari suatu kaidah untuk menggolong-golongkan jenis kata yang

lebih struktural. Walaupun belum terdapat suatu ketentuan yang diterima oleh

segenap ahli-ahli Linguistik Modern, namun dasar yang digunakan untuk

mengadakan penggolongan baru, dapat memberi keyakinan bahwa dasar itu

lebih seragam dan rasional.

Untuk sementara, berdasarkan struktur morfologisnya, kata-kata dapat dibagi

atas empat jenis kata yaitu:

1. Kata Benda atau Nomina

Untuk menentukan apakah suatu kata masuk ke dalam kategori kata benda atau

tidak keta mempergunakan dua prosedur:

Melihat dari segi bentuk 

Melihat dari segi kelompok kata (frase)

a. Bentuk

Segala kata yang mengandung morfem terikat (imbuhan): ke-an, pe-an, pe-, -an,

ke-, kita calonkan sebagai kata benda:perumahan, perbuatan kecantikan, pelari,

Page 23: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

jembatan, kehendak, dan lain-lain. Tetapi di samping itu harus diingat bahwa

ada sejumlah besar kata yang tidak dapat ditentukan masuk kata benda

berdasarkan bentuknya, walaupun kita tahu bahwa itu adalah kata benda,

seperti meja, kursi, rumah, pohon, kayu, dan lain-lain. Tetapi kedua macam kata

ini, baik yang berimbuhan maupun tidak, akan bertemu dalam prosedur

selanjutnya.

b. Kelompok Kata

Kedua macam kata benda itu (baik yang berimbuhan maupun yang tidak

berimbuhan) dapat mengandung suatu ciri struktural yang sama yaitu

dapat diperluas dengan yang + Kata Sifat.

Contoh: perumahan yang baru

pelari yang cepat

meja yang besar

Jadi dilihat dari struktur bahasa Indonesia segala kata yang digolongkan dalam

kata benda haruslah mengandung ciri-ciri itu, dan dengan sendirinya ciri-ciri itu

akan menjadi dasar untuk memberi batasan terhadap kata benda. Dengan cara

ini setiap orang dapat menetapkan sendiri tanpa suatu kesulitan apakah suatu

kata itu benda atau tidak.

Batasan: Segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas

dengan yang + kata sifat adalah kata benda.

c. Transposisi

Suatu kata yang asalanya dari suatu jenis kata, dapat dipindahkan jenisnya ke

jenis kata yan lain. Pemindahan itu dapat terjadi karena ditambahkan imbuhan-

imbuhan atau partikel, atau kadang-kadang terjadi dengan tidak menambahkan

imbuhan. Kata lari, sebenarnya merupakan kara kerja, tetapi dengan

menambahkan prefiks pe-, kita dapat memindahkan jenis katanya menjadi kata

benda: pelari. Dengan partikel-partikel, misalnya: si kecil,

berat nya, sang jenaka, dan lain-lain. Sebaliknya ada kata-kata benda yang

Page 24: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

dapat ditransposisikan menjadi kata kerja,

misalnya: kopi menjadi mengopi,lubang menjadi melubangi, dan sebagainya.

d. Sub-Golongan Kata Benda

Karena kata-kata ganti adalah kata-kata yang menduduki tempat-tempat kata

benda dalam hubungan atau posisi tertentu, serta strukturnya sama dengan

kata benda, maka kata-kata ganti, yang oleh pembagian Tradisional diberi jenis

tersendiri, sebaiknya dimasukkan dalam jenis kata benda, dan diperlakukan

sebagai suatu sub-golongan dari kata benda.

Mengapa harus menjadi sub-golongan, dan bukan langsung menjadi kata benda?

Karena kata-kata tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri dan jumlahnya pun

terbatas. Dengan melalui substitusi, kata-kata itu menduduki segala macam

fungsi yang dapat diduduki oleh suatu kata benda.

Contoh: Ali pergi ke sekolah Ia pergi ke sekolah

Guru mengajar Ali Guru mengajarnya

2. Kata Kerja atau Verba

a. Bentuk

Segala kata yang mengandung imbuhan me-, ber-, – kan , di-, -i, kita calonkan

menjadi kata kerja. Tetapi di samping itu ada pula sejumlah kata jkerja yang

tidak mengandung unsur-unsur itu, tetapi secara tradisional dalam kata

kerja:tidur, bangun, pergi, datang, terbang, turun, naik, mandi, makan,

minum, dan lain-lain. Nama apa pun yang diberikan kepada jenis kata kerja ini

(ada yang mengatakan kata kerja aus, ada pula yang menamakannya kata kerja

tanggap) tak menjadi soal, karena itu hanya soal nama, walaupun kita harus

kritis dalam memberi nama. Namun untuk sementara soal nama bagii kita hanya

sekedar merupakan etiket pengenal golongan kata itu. Yang paling penting

adalah kita mencari ciri-ciri bagi kedua golongan kata kerja ini, agar kita tidak

berselisih paham mengenai jenis katanya. Di samping ciri-ciri bentuk seperti

Page 25: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

yang telah disebut di atas, kedua macam kata kerja itu mempunyai suatu

kesamaan struktur dalam kelompok kata.

b. Kelompok Kata

Segala macam kata yang tersebut di atas, dalam segi kelompok kata

mempunyai suatu kesamaan struktur yaitu dapatdiperluas dengan kelompok

kata dengan + kata sifat, misalnya:

Ia berjalan dengan cepat.

Anak itu tidur dengan nyenyak.

Untuk memberi contoh penerapan prosedur ini, kita bertanya apakah kata buat,

mendengar, tidur, memperbaiki, adalah kata kerja? Berdasarkan ciri di atas

dapat kita katakan, kata-kata mendengar dam memperbaiki adalah kata kerja

berdasarkan bentuknya, yaitu mengandung afiks me- dan  –kan. Sedangkan dari

segi kelompok kata (frraseologis) keempat kata itu dapat diperluas

dengan dengan + kata sifat, misalnya:

Buat dengan cepat; buat dengan cermat.

Tidur dengan nyenyak; tidur dengan gelisah.

Batasan: Segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok

kata dengan + kata sifat adalah kata kerja.

c. Transposisi

kata-kata kerja oun dapat dipindahkan jenisnya ke jenis kata lain dengan

pertolongan morfem-morfem terikat, misalnyamenyanyi menjadi penyanyi,

nyanyian; mendengar menjadi pendengar, pendengaran, dan lain-lain. Begitu

pula sebaliknya, kata-kata benda atau kata-kata sifat dapat ditransposisikan

menjadi kata kerja, seperti: besar menjadimembesarkan, tinggi manjadi

meninggikan, dan sebagainya.

3. Kata Sifat atau Adjektif

a. Bentuk

Page 26: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Dari segi bentuk segala kata sifat dalam bahasa Indonesia bisa mengambil

bentuk: se + reduplikasi kata dasar + nya, misalnya:

se-tinggi-tinggi-nya

se-cepat-cepat-nya

b. Kelompok Kata

Segala kata yang sudah dicalonkan dengan prosedur di atas untuk jadi kata

sidat, harus dicocokkan lagi dengan prosedur kelompok kata.

Dari segi kelompok kata, kata-kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata paling,

lebih, sekali, misalnya:

Besar sekali, paling besar, lebih besar

Tinggi sekali, paling tinggi, lebih tinggi

Batasan: Segala kata yang dapat mengambil bentuk se + reduplikasi + nya ,

serta dapat diperluas dengan paling, lebih, sekali, adalah Kata Sifat.

c. Transposisi

Semua kata yang tergolong dalam kata sifat dapat berpindah jenis katanya

dengan bantuan morfem-morfem terikat: pe-, ke-an, me-, – kan dan sebagainya.

Contoh: pembesar, membesarkan, perbesar, pembesaran, kebesaran, dan lain-

lain.

4. Kata Tugas

Jenis kata yang oleh Tatabahasa Tradisional disebut kata depan dan kata

sambung (atau kata penghubung) dimasukkan dalam Kata Tugas.

Bentuk-bentuk kah, tah, lah, pun oleh hampir semua Tatabahasa Indonesia

dimasukkan dalam kategori akhiran. Kekeliruan itu terjadi karena pengaruh

masalah ejaan, yang oleh ejaan Suwandi dirangkaikan dengan kata sebelumnya.

Keempat bentuk itu sebenarnya adalah partikel

penentu atau pengeras. Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai

bentuk yang khusus yaitu sangat ringkas atau kecil dan mempunyai fungsi-

fungsi tertentu.

Page 27: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

a. Bentuk

Dari segi bentuk umumnya kata-kata tugas sukar sekali mengalami perubahan

bentuk. Kata-kata seperti dengan, telah, dan, tetapi dan sebagainya tidak bisa

mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada segolongan kata yang

jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas, dapat mengalami

perubahan bentuk, misalnya kata tidak dansudah dapat berubah

menjadi menidakkan dan menyudahkan.

b. Kelompok Kata

Dari segi kelompok kata, kata-kata tugas hanya memiliki tugas untuk

memperluas atau mengadakan transformasi kalimat. Kata-kata tugas tidak bisa

menfufuki fungsi-fungsi pokok dalam sebuah kalimat. Fungsi-fungsi pokok

seperti Subjek, Predikat, dan Objek diduduki oleh ketiga jenis kata lain.

Suatu ciri lain yang bisa dipakai sebagai pegangan untuk menentukan kata tugas

adalah, jika Kata Benda, Kata Sifat, dan Kata Kerja dapat membentuk kalimat

dengan sepatah kata dari jenis-jenis kata itu, maka kata-kata tugas umummnya

tidak demikian. Debagai suatu tutur yang lengkap kita dapat mengatakan:

Pergi! Tidur! Adik!

Bagus! Kerja! Cepat!

Tetapi kita tidak dapat berbuat seperti itu dengan kata-kata tugas. Kita tidak

bisa membentuk suatu kalimat dengan sepatah kata dari:

Dan! Tetapi! Sesudah!

Supaya! Telah! Sebelum!

Walaupun demikian ada beberapa kata tugas yang dapat bertindak sebagai kata

benda, kata sifat atau kata kerja dalam membentuk suatu kalimat minim,

misalnya:

Sudah! Belum!

Page 28: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Tidak! Bukan!

Dari uraian di atas kita dapat membagi Kata-kata Tugas menjadi dua macam,

yaitu:

1. Kata-kata tugas yang monovalen (bernilai satu), yaitu semata-mata berugas

untuk memperluas kalimat, misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari, dan

sebagainya.

2. Kata-kata tugas yang ambivalen (bernilai dua), yaitu di samping berfungsi

sebagai kata tugas yang monovalen, dapat juga bertindak sebagai jenis kata

lain, baik dalam membentuk suatu jalimat minim maupun dalam merubah

bentuknya, misalnya: sudah, tidak, dan lain-lain.

Jadi, fungsi kata tugas adalah merubah kalimat yang minim menjadi kalimat

transformasi.

c. Partikel

Bentuk-bentuk kah, tah, lah, pun oleh hampir semua Tatabahasa Indonesia

dimasukkan dalam kategori akhiran. Kekeliruan itu terjadi karena pengaruh

masalah ejaan, yang oleh ejaan Suwandi dirangkaikan dengan kata sebelumnya.

Keempat bentuk itu sebenarnya adalah partikel

penentu atau pengeras. Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai

bentuk yang khusus yaitu sangat ringkas atau kecil dan mempunyai fungsi-

fungsi tertentu.

Perbedaan antara partikel dan sufiks (juga semua afiks) dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Partikel tidak memindahkan jenis kata ( kelas kata) dari kata-kata yang

diikutinya; sebaliknya sufiks (juga semua afiks) memindahkan kelas kata dari

kata yang diikutinya.

Contoh: Pergilah! (pergi tetap kata kerja)

Sudahlah! (sudah tetap kata tugas)

Page 29: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Siapakah dia? (siapa tetap kata ganti tanya)

tetapi

Besar – Besarkan! (kata sifat > kata kerja)

Cangkul – cangkulkan! (kata tugas > kata kerja)

Sudahi pertengkaran itu! (kata kerja > kata tugas)

2. Bidang gerak partikel adalah sintaksis (termasuk frasa dan klausa); sebaliknya

sufiks (juga semua afiks) bergerak dalam bidang morfologi.

Fungsi dan makna partikel-partikel tersebut di atas diperinci sebagai berikut:

1. Partikel kah

Fungsi partikel kah:

a. Memberi tekanan dalam pertanyaan; kata yang dihubungkan dengan kah itu

dipentingkan.

Contoh: Sawah atau ladang kah yang digarapnya?

b. Dapat dipakai pula untuk menyatakan hal yang tak tentu; sebenarnya hal itu

merupakan pertanyaan juga, tetapi pertanyaan yang tidak langsung.

Contoh: Datangkah atau tidak, kami tak tahu.

2. Partikel tah

Fungsi patikel tah ini sama dengan kah , tetapi lebuh terbatas pemakainnya

hanya pada kata tanya saja: apatah, manatah, siapatah. Bentuk-bentuk ini lebih

sering dijumpai dalam Melayu Lama. Dewasa ini kurang dipakai.

Makna pertanyaan dengan mempergunakan

partikel tah adalah meragukan atau kurang tentu

3. Partikel lah

Fungsi partikel lah adalah:

a. Menegaskan predikat, baik dalam kalimat berita, kalimat perintah, maupun

dalam pemintaan atau harapan.

Contoh: Baca lah dengan nyaring!

Datang lah ke sini pukul lima!

Page 30: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

b. Mengeraskan suatu keterangan.

Contoh: Apa pun yang akan terjadi, pastilah aku akan datang ke sana.

c. Menekankan subjek; dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel yang.

Contoh: Kamulah yang harus mengerjakan soal itu.

4. Partikel pun

Fungsi dan arti partikel pun adalah:

a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan; dalam hal

ini dapat diartikan dengan juga.

Contoh: Dia pun mengetahui persoalan itu.

b. Dalam penguatan atau pengerasan dapat terkandung arti atau

pengertian perlawanan .

Contoh: Mengorbankan nyawa sekali pun aku rela.

c. Gabungan antara pun + lah dapat mengandung aspek inkoatif.

Contoh: Mereka pun berjalanlah.

Yang dimaksud dengan struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi

ciri khusus terhadap kata-kata itu.

Bidang bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata-

kata itu, atau juga kesamaan ciri dan sifat dalam membentuk kelompok katanya.

Dengan demikian kita mempunyai suatu dasar penggolongan yang sama

dikenakan kepada semua kata dalam suatu bahasa.

Tiap-tiap bahasa mempuyai cara khusus untuk kedua segi dalam bidang

morfologi ini.

Page 31: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Kalimat majemuk

 adalah kalimat yang mempunyai 2 pola atau lebih.

A. Kalimat Majemuk SetaraPengertian :

Kalimat Majemuk Setara adalah kalimat majemuk yang terdiri atas beberapa kalimat yang setara/sederajat kedudukannya.

Kalimat Majemuk Setara adalah penggabungan dari 2 kalimat / lebih dengan menggunakan kata hubung.Terdiri dari:

1. Kalimat majemuk setara sejalan

 Kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang bersamaan situasinya.

Contoh: Umkar pergi ke pasar, Ririn pergi ke sawah sedangkan Sirob pergi ke sekolah.

2. Kalimat majemuk setara berlawanan

 Kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat yang isinya menyatakan situasi yang berlawanan.

Contoh:

Danis anak yang rajin, tetapi adiknya pemalas.

3. Kalimat majemuk setara yang menyatakan sebab akibat

 kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang isi bagian satu menyatakan sebab akibat dari bagian yang lain

Contoh : Ajiz mendapatkan rangking 1, karena dia anak yang rajin

Page 32: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

B.Kalimat Majemuk Bertingkat adalah kalimat yang terjadi dari beberapa kalimat tunggal yang kedudukannya tidak setara/sederajat.

Jenis-jenisnya:

1. Kalimat majemuk hubungan waktuContoh : Aku sedang belajar, ketika ayahku pulang

2. Kalimat majemuk hubungan syarat

Ditandai dengan : jika, seandainya, asalkan,apabila, andaikan

Contoh : Jika aku mendapatkan rangking 1, aku akan mendapatkan laptop baru.

3. . Kalimat majemuk hubungan tujuan

Ditandai dengan : agar, supaya, biar.

Contoh : Danis sengaja tidur siang agar dia bisa bangun pagi buat belajar

4.  Kalimat majemuk konsensip

Ditandai dengan : walaupun, meskipun, biarpun, kendatipun, sungguh pun

Contoh : Walaupun Veri sedang sedih, dia selalu tersenyum.

5. Kalimat majemuk hubungan penyebaban

Ditandai dengan : sebab, karena, oleh karena

Contoh : Aku sedang sedih, sebab orang yang aku cintai tidak mencintaiku

6. Kalimat majemuk hubungan perbandingan

Ditandai dengan: ibarat, seperti, bagaikan, laksana, sebagaimana, lebih baik.

Contoh :  Dari pada bermain, lebih baik aku belajar.

7. Kalimat majemuk hubungan akibat

Ditadai dengan : sehingga, sampai-sampai, maka

Contoh : Dian begitu berbakat, sehingga dia dapat memenangkan kontes itu.

8. Kalimat majemuk hubungan cara

Ditandai dengan : Dengan

Contoh : Dengan cara menjual koran, dia mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya

9. Kalimat majemuk hubungan sangkalan

Ditandai dengan: seolah-olah, seakan-akan

Contoh : Markus diam saja, seolah-olah tidak terjadi apapun.

10. Kalimat majemuk hubungan kenyataan

Ditandai dengan: padahal, sedangkan

Page 33: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional

Contoh : Gina terus belajar, padahal dia sedang sakit.

11. Kalimat majemuk hubungan hasil

Ditandai dengan : makannya

Contoh: Doni anak pemalas, makannya nilainya selalu jelek

12. Kalimat majemuk hubungan penjelasan

Ditandai dengan : bahwa

Contoh : Nilai raportnya menunjukan bahwa dia benar-benar siswa yang pandai

13. Majemuk hubungan atributif

Ditandai dengan : yang

Contoh : anak yang sedang berlari itu teman saya

Kalimat Majemuk Campuran Adalah kalimat yang merupakan hubungan antara majemuk setara dan majemuk bertingkat.

Contoh : pekerjaan itu sudah selesai ketika ayah datang dari kantor dan ibu sudah menidurkan adikku.

Page 34: Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional