Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

20
7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 1/20 MAKALAH SEMINAR UMUM PEMANFAATAN TEKNIK IN VITRO UNTUK PENYARINGAN TANAMAN TAHAN SALIN DISUSUN OLEH: RIZA LUTHFIAH 09/281774/PN/11595 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2013

description

Beberapa manfaat penggunaan teknik in vitro untuk penyaringan pada tanaman tahan salin

Transcript of Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

Page 1: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 1/20

MAKALAH SEMINAR UMUM

PEMANFAATAN TEKNIK IN VITRO UNTUK PENYARINGAN TANAMAN

TAHAN SALIN

DISUSUN OLEH:

RIZA LUTHFIAH

09/281774/PN/11595

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2013

Page 2: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 2/20

 

i

HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH SEMINAR UMUM

Pemanfaatan Teknik In Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

Disusun oleh:

 Nama : Riza Luthfiah

 NIM : 09/281774/PN/11595

Jurusan : Budidaya Pertanian

Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Makalah Seminar Umum ini telah disahkan dan disetujui sebagai kelengkapan mata

kuliah pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah

Mada

Menyetujui

Pembimbing Utama

Tanda tangan Tanggal

Rani Agustina W., S.P., M.P., Ph.D. ....................................... ……………….....

Mengetahui :

Komisi Seminar Umum

Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P....................................... ……………….....

Mengetahui :

Ketua Jurusan

Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Ir. Taryono, M.Sc ………………………............. ……………….....

Page 3: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 3/20

 

ii

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan .......................................................................................................... i

Kata Daftar Isi ..................................................................................................................... ii

Abstraksi ............................................................................................................................. 1

I.  Pendahuluan ................................................................................................................. 1

A.  Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B.  Tujuan .................................................................................................................... 3

II.  Budidaya Jaringan Tanaman ........................................................................................ 4

III.  Penyaringan Ketahanan Cekaman Salinitas Secara In Vitro ....................................... 6

IV.  Kesimpulan .................................................................................................................. 12

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 13

Lampiran ............................................................................................................................. 16

Page 4: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 4/20

 

1

PEMANFAATAN TEKNIK IN VITRO UNTUK PENYARINGAN TANAMAN

TAHAN SALIN

ABSTRAKSI

Lingkungan yang heterogen dan perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim merupakan permasalahan

di bidang pertanian yang dapat menimbulkan cekaman. Cekaman abiotik yang paling berpengaruh

besar pada produktivitas dan kualitas panen tanaman budidaya adalah cekaman salinitas karena dapat

menurunkan kualitas dan produktivitas komoditas pertanian. Manipulasi iklim dan reklamasi lahan

dapat saja dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat cekaman yang dialami tanaman budidaya,

namun keputusan tersebut menjadi tidak ekonomis karena membutuhkan biaya yang cukup besar.

Manipulasi tanaman dapat menjadi solusi masalah ini. Metode pemuliaan tanaman konvensional sering

digunakan untuk mendapatkan jenis tanaman baru yang memiliki ketahanan cekaman salinitas namun

sering tidak efisien. Melalui pendekatan bioteknologi, salah satunya adalah budidaya jaringan tanaman

dapat dijadikan alternatif dalam membantu usaha tujuan pemuliaan tanaman mendapatkan tanaman

tahan cekaman salinitas. Seleksi secara in vitro dapat dilakukan dengan penentuan lethal dosis cekaman

garam, penyaringan ketahanan cekaman salinitas, dan regenerasi serta evaluasi hasil tanaman yang

tahan cekaman salinitas.

Kata kunci: seleksi, in vitro, salinitas

I. 

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Lingkungan yang heterogen dan perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim merupakan

 permasalahan di bidang pertanian yang dapat menimbulkan cekaman. Hanya 10% lahan didunia yang dikategorikan sebagai lahan bebas cekaman. Sebagian besar tanaman budidaya

yang tumbuh di lapangan sering dihadapkan pada berbagai cekaman abiotik. Cekaman

abiotik yang mungkin dialami setiap tanaman budidaya yaitu cekaman kekeringan, salinitas,

genangan, suhu ekstrim, dan logam berbahaya. Cekaman abiotik tersebut mampu mengurangi

hasil dan menghambat pertumbuhan tanaman budidaya (Roy et al., 2011).

Cekaman abiotik yang paling berpengaruh besar pada produktivitas dan kualitas panen

tanaman budidaya adalah cekaman salinitas karena dapat menurunkan kualitas dan

 produktivitas komoditas pertanian. Meningkatnya salinitas pada tanah menyebabkan

 peningkatan konsentrasi Na+  dan Cl-  pada tajuk tanaman yang berakibat pada penurunan

 pertumbuhan tanaman. Dalam proses fisiologi tanaman, Na+  dan Cl-  mempengaruhi

 pengikatan air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman menjadi kekeringan, sedangkan

Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi oksigen. Sementara

 penyerapan Na+  oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan

 penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas. Hal ini akan mengakibatkankeracunan pada tanaman dan pada akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil

Page 5: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 5/20

 

2

tanaman. Tiap-tiap tanaman memiliki ketahanan masing-masing terhadap senyawa garam,

tanggapan tersebut merupakan respon fisologis dan biokimia dari tanaman (Foth, 1990).

Manipulasi iklim dan reklamasi lahan seperti penanggulangan salinitas dalam jangka

 pendek secara teknis dengan irigasi meggunakan air tawar ( fresh-water ) dan pemberian

kalium (K) dapat saja dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat cekaman yang dialami

tanaman budidaya, namun keputusan tersebut menjadi tidak ekonomis karena membutuhkan

 biaya yang cukup besar. Solusi yang ekonomis yaitu dengan menanam tanaman yang mampu

 bertahan dengan cekaman di lahan tersebut dan tetap produktif sehingga tetap didapat hasil

yang sesuai. Manipulasi tanaman budidaya dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman,

diharapkan mampu meningkatkan secara signifikan toleransi cekaman abiotik tanaman

 budidaya (Malik et al., 2010).

Untuk mendapatkan manipulasi tanaman tahan cekaman melalui metode pemuliaan

tanaman konvensional dapat melalui persilangan antar tetua yang memiliki sifat baik, namun

metode pemuliaan konvensional tersebut tidak efektif karena masih sering terjadi kegagalan

dalam pencapaian tujuan tanaman yang diinginkan. Kekurangan lainnya yaitu membutuhkan

 biaya yang besar, waktu yang lama, sumber genetik yang banyak, areal yang luas, serta faktor

lingkungan dan faktor pembatas lain yang dapat menghambat proses tersebut (Koc et al.,

2009).

Untuk mengatasi masalah-masalah dalam pemuliaan tanaman konvensional maka

dilakukan pendekatan menggunakan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman seperti

 pemanfaatan rekayasa genetika dan seleksi secara in vitro. Rekayasa genetika dapat

dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman yang toleran terhadap cekaman abiotik

menggunakan transformasi gen (pemindahan gen atau penyisipan gen) ke dalam suatu

tanaman target. Walau demikian, ada beberapa hal faktor penghambat terbesar yang

membatasi pelaksanaannya seperti adanya silencing of transgene (tidak terekspresinya gen

yang disisipkan ke tanaman target), dan rendahnya frekuensi keberhasilan dari transformasi

tersebut. Teknik budidaya jaringan tanaman kemudian muncul sebagai alternatif yang lebih

layak dan hemat untuk mengembangkan tanaman yang tahan terhadap cekaman abiotik

(Perez-Clemente & Gomez-Cadenas, 2012).

Budidaya jaringan tanaman telah banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman

terutama dalam seleksi ketahanan cekaman biotik dan abiotik (Koc et al., 2009). Munir

(2009) juga menyatakan bahwa melalui seleksi secara in vitro, maka karakter-karakter

Page 6: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 6/20

 

3

agronomi dan ketahanan terhadap suatu cekaman tersebut dapat diisolasi dalam waktu

singkat dan kondisi yang stabil.

Melalui budidaya jaringan tanaman diharapkan mampu membantu tujuan pemuliaan

tanaman untuk mendapatkan tanaman tahan cekaman salinitas karena pengaruh salinitas yang

sangat merugikan di bidang budidaya pertanian. Budidaya jaringan tanaman dimanfaatkan

sebagai salah satu cara untuk melakukan penyaringan ketahanan cekaman salinitas pada

tanaman budidaya. Cekaman salinitas pada tanaman budidaya yang ditumbuhkan dalam in

vitro dapat menurunkan kemampuan regenerasi, menghambat pertumbuhan tunas dan akar,

menurunkan berat kering planlet, dan mengurangi jumlah tunas yang tumbuh (Mohamed et

al., 2011).

B.  Tujuan

1.  Mengetahui salah satu metode yang dapat membantu tujuan pemuliaan tanaman

untuk mendapatkan tanaman tahan salin,

2. 

Mengetahui peran budidaya jaringan tanaman secara umum dalam bidang pertanian

dan pemuliaan tanaman khususnya, dan

3.  Mengetahui kelebihan teknik in vitro dalam tujuan pemuliaan tanaman.

Page 7: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 7/20

 

4

II.  BUDIDAYA JARINGAN TANAMAN

Budidaya jaringan tanaman adalah budidaya sel, jaringan, organ, atau seluruh bagian

tanaman secara in vitro  dalam kondisi lingkungan yang aseptik dan terkendali serta

kebutuhan nutrisi yang tersedia dengan cukup. Tanaman yang dihasilkan dari budidaya

 jaringan akan sama persis dengan tanaman yng dijadikan bahan biakan. Kondisi lingkungan

yang terkendali akan menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan dan

 perkembangan bahan biakan secara optimal (Hussain et al., 2012).

Konsep budidaya jaringan terungkap dalam teori sel yang diungkapkan oleh ahli Biologi

yaitu Schleiden dan Schwann 1838 – 1839 yang mengemukakan bahwa satu sel dapat

tumbuh sendiri walaupun terpisah dari tanaman induknya. Konsep inilah yang menyatakan bahwa satu sel akan mampu berkembang dan membentuk individu yang utuh. Pada abad XX

 beberapa ahli botani membuktikan bahwa sel atau jaringan dapat ditanam secara terpisah

dalam suatu budidaya (in vitro) dan beregenerasi membentuk bagian-bagian atau organ

sehingga dapat tumbuh normal menjadi suatu individu. Kemampuan tersebut dinamakan teori

totipotensi. Konsep totipotensi ini merupakan konsep dasar dari teknik budidaya jaringan.

Pada tahun 1902, budidaya jaringan tanaman pertama kali digunakan oleh Haberlandt untuk

mempelajari morfogenesis dan sifat totipotensi dari sel-sel tanaman (Suhartati, 2008).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik budidaya jaringan tanaman tebu,

yaitu: (1) komposisi media tumbuh, (2) eksplan, (3) zat pengatur tumbuh yang sesuai, dan (4)

kondisi lingkungan budidaya. Media budidaya merupakan suatu penentu keberhasilan metode

 perbanyakan tanaman melalui budidaya jaringan. Berbagai media budidaya telah

diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang

dibudidayakan, seperti media WPM (Woody Plant Medium), BTM ( Broad Tree Leaves

 Medium), dan Schenk-Hildebrandt untuk tanaman berkayu; media VW (Vacint-Went) untuk

tanaman anggrek; MS (Murashige-Skoog) untuk tanaman hortikultura; media Euwen untuk

tanaman kelapa; media B5 (Gamborg) untuk kultur suspense sel dan legume; media White

untuk kultur akar; media N6 untuk tanaman serealia; dan media Nitsch dan Nitsch untuk

kultur sel dan tepung sari (Nugrahani et al., 2011).

Media dasar tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, dengan menambahkan

vitamin dan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh diperlukan untuk mengatur

diferensiasi tanaman, mengatur inisiasi dan perkembangan tunas dan akar, pembelahan dan perkembangan sel. Ada beberapa zat pengatur tumbuh yang digunakam dalam budidaya

Page 8: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 8/20

 

5

 jaringan tanaman, yaitu auksin (IAA, NAA, IBA, 2,4-D), sitokinin (kinetin, BAP, zeatin, 2i-

P, thidiazuron), dan giberilin (GA3) (Nugrahani et al., 2011).

Teknik budidaya jaringan tanaman memiliki kontribusi yang besar di dunia pertanian.

Permasalahan pertanian seperti penyediaan kebutuhan bibit tanaman dapat diatasi dengan

 budidaya jaringan tanaman. Budidaya jaringan tanaman juga mampu menginduksi variasi

somaklonal yang dapat memperkaya variabilitas dalam species sehingga berperan sebagai

sumber genetik baru yang stabil dalam metode pemuliaan tanaman. Tujuan pemuliaan

tanaman akan sangat dimudahkan melalui budidaya jaringan karena mampu menghasilkan

 planlet/tanaman dalam waktu singkat dan jumlah yang banyak.

Hussain et al., (2012) juga menjelaskan keunggulan yang dapat dimanfaatkan dari

 budidaya jaringan tanaman yaitu mampu menghsilkan varietas unggul yang bebas penyakit,

toleran terhadap cekaman abiotik, memproduksi metabolit sekunder, memiliki faktor

multiplikasi yang tinggi, faktor lingkungan yang terkendali, tanaman dapat diproduksi terus

menerus sepanjang tahun, dan menyelamatkan sumber genetik langka dari kepunahan.

Page 9: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 9/20

 

6

III.  PENYARINGAN KETAHANAN CEKAMAN SALINITAS SECARA IN VITRO 

Seleksi in vitro  telah efektif digunakan untuk menginduksi toleransi cekaman salinitas

 pada tanaman budidaya melalui penggunaan garam sebagai agen selektif sehingga

memungkinkan pemilihan atau penyaringan tanaman yang diinginkan. Pendekatan ini telah

dilakukan menggunakan sejumlah bahan tanam (kalus, embriosomatik, planlet, sel suspensi)

yang memiliki variasi ketahanan dan kemampuan dalam toleransi kadar garam yang relatif

tinggi di dalam media tanam secara in vitro. Garam yang digunakan dalam cekaman salinitas

adalah NaCl (Clemente & Cadenas, 2012).

Pemanfaatan budidaya jaringan dalam usaha pemuliaan tanaman untuk menghasilkan

tanaman yang tahan terhadap beberapa cekaman abiotik terutama cekaman salinitas telahterbukti pada banyak species antara lain  Nicotiana sylvestris  (Dix and Street, 1975),

 Nicotiana tabacum (Nabors et al., 1975),  Medicago sativa (Croughan et al., 1978),

Saccharum spp. (Liu & Yeh, 1982), Oryza sativa (Croughan et al., 1981), and Cicer  

arietinum (Pandey & Ganapathy, 1984). Tanaman toleran NaCl juga telah berhasil

diregenerasi pada Nicotiana tabacum (Nabors et al., 1980), Haploid Datura innoxia (Tyagi et

al., 1981), Kickxia ramosissima (Mathur et al., 1980), Saccharum spp. (Liu & Yeh, 1984)

and Linum usitatissimum (Mchughen & Swartz, 1984).

Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan kriteria tanaman yang tahan cekaman

salinitas yaitu penentuan lethal dosis (LD), penyaringan ketahanan, dan regenerasi. Dalam

metode seleksi in  vitro hal yang paling penting adalah menentukan standar ketahanan sel

dengan mencari dosis garam yang menyebabkan lethal dosis 50% (LD50). Apabila dalam

sebuah percobaan budidaya jaringan telah diketahui dosis garam yang menyebabkan LD50,

maka penentuan sel tahan dapat lebih mudah diketahui. Dengan cara mengidentifikasi sel

yang memiliki persetase hidup lebih dari 50% pada dosis garam LD50

 (Yuliani, 2009).

Page 10: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 10/20

 

7

Gambar 3.1. Penentuan lethal dosis (LD50) terhadap cekaman salinitas pada tanaman tebu.

Respon pertumbuhan kalus empat klon tebu (BL 35, PS 561, PS 851, dan PSCo) terhadap

 pemberian lima dosis garam NaCl (0%; 0,5%; 1%; dan 1,5%) secara in vitro (Yuliani, 2009).

Pada tahap penentuan dosis garam, kalus yang berhasil diperbanyak dari setiap klon yang

telah terbentuk sempurna digunakan sebagai bahan untuk menentukan dosis garam LD50.

Pada tahap ini dilihat pengaruh dosis garam pada pertumbuhan kalus yang berhasil

diperbanyak dari setiap klon. Selain itu dilihat dosis garam yang menyebabkan ± 50% kalus

mati (Yuliani, 2009).

Kalus tebu didapatkan dari dosis tertinggi 1,5% dan dosis yang sering digunakan dalam

 perakitan tebu tahan garam adalah 0,5 dan 1,0 % (Stavarek dan Rains, 1984). Jenis garam

yang digunakan adalah NaCl karena telah banyak digunakan pada pengembangan berbagai

tanaman tahan salin diantaranya tembakau dan padi (Jaiwal et al., 1997). Pada media seleksi

tidak ditambahkan zat pengatur tumbuh karena menurut McHughen & Swartz (1984) dapat

menyebabkan respon sel kalus yang toleran lebih sensitif terhadap garam akibat dari

meningkatnya laju metabolisme yang pada akhirnya berpengaruh pada meningkatnya

 penyerapan garam.

Perbedaan nilai LD50 setiap klon tebu menggambarkan tingkat gangguan pertumbuhan

dan perkembangan yang disebabkan dosis garam tertentu akan berbeda pada satu klon dengan

Page 11: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 11/20

 

8

Kalus klon BL-35 pada minggu pertama berwarna putih dan bertekstur  friable  (A1) tetapi

 pada minggu terakhir berwarna kecoklatan (A2); kalus klon PS921 pada minggu pertama

 berwarna putih dan bertekstur kompak (B1), pada minggu terakhir berwarna putihkecoklatan dengan tekstur  friable (B2); kalus klon PSCo minggu pertama berwarna putih

kekuningan dan bertekstur kompak (C1), dan pada minggu terakhir berwarna hitam (C2);

kalus klon PS851 pada minggu pertama berwarna putih kecoklatan dan bertekstur  friable

(D1),pada minggu terakhir berwarna putih kehitaman(D2) (Nurwendah, 2011).

klon lainnya, karena faktor genetik akan sangat mempengaruhi kemampuan sel dalam

menanggapi kondisi lingkungan tempat tumbuh sel kalus yang tercekam. Nilai LD50 didapat

dari hasil uji probit, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengembangan klon tebu

tahan salin untuk masing-masing klon (Yuliani, 2009).

Tahap selanjutnya setelah ditemukan dosis garam yaitu melakukan penyaringan ketahanan

cekaman salinitas. Penyaringan ketahanan cekaman salinitas dapat dilakukan melalui

 beberapa cara yaitu penyaringan pada tahap kalus Saccharum spp. (Nurwendah, 2011), lemon

(Singh et al., 2002), dan Citrus aurantium  L. (Koc et al., 2009); penyaringan pada tahap

 planlet Saccharum officinarum  L. (Karpe et al., 2012), Citrus sinensis  L. Obseck (Ben-

Hayyim dan Yehudit, 1989), dan Fragraria x ananassa Duch. (Husaini dan Abdin, 2008);

 perkecambahan benih pada Vigna mungo  Var. Pu-19 (Kapoor dan Srivastava, 2010); penyaringan menggunakan eksplan mata tunas pada Cucumis sativus L. (Malik et al., 2010),

 penggunaan eksplan hipokotil dan kotiledon Solanum lycopersicum  L. (Mohamed et al.,

2011), dan penggunaan mata tunas pucuk Solanum tuberosum L. (Aghaei et al., 2008).

BL-35 PS921

PSCo PS851

Gambar 3.2. Perkembangan kalus tebu yang ditanam pada media dengan cekaman NaCl

(Nurwendah, 2011)

A1 A2 B1

 

B2

C2C1 D1 D2

Page 12: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 12/20

 

9

Gambar di atas menunjukkan penyaringan salinitas pada tahap kalus yang mampu

menghasilkan kalus tahan cekaman salinitas yang ditunjukkan dari persentase kematian kalus

 pada media yang mengandung dosis salinitas berbeda-beda. Kalus yang mati berwarna

kehitaman yang berarti kalus tersebut tidak tahan terhadap cekaman salinitas.

Grafik 3.1. Respon 14 kultivar terhadap tiga konsentrasi garam pada media penyaringan

(Mangala et al., 2008)

Grafik di atas merupakan hasil penelitian Mangala et al., (2008) yang menunjukkan

respon yang dialami 14 kultivar kacang tanah yang dilakukan penyaringan ketahanan

salinitas secara in vitro. Penyaringan tersebut menghasilkan toleransi cekaman tiap kultivar

yang berbeda-beda yang ditunjukkan dengan persentase kultivar yang mampu bertahan pada

tahap penyaringan ini. Persentase paling tinggi untuk kultivar yang hidup menunjukkan

 bahwa tingkat toleransi terhadap cekaman salinitas juga tinggi dan mampu bertahan pada

kondisi salin hingga batas tertentu

Gambar 3.3. Penyaringan ketahanan eksplan tomat menggunakan hipokotil (A-B) dankotiledon (C-D) pada dosis NaCl yang berbeda-beda secara in vitro (Mohamed et al., 2011)

Page 13: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 13/20

 

10

Histogram 3.1. Kenampakan pertumbuhan dua macam eksplan tomat yang ditanam dalam

media dengan dosis NaCl yang berbeda (Mohamed et al., 2011)

Gambar dan histogram di atas menunjukkan bahwa planlet yang berasal dari kotiledon

yang ditanam di media NaCl memiliki kenampakan pertumbuhan yang lebih baik daripada planlet yang berasal dari hipokotil. Jumlah tunas, panjang tunas, berat segar, dan berat kering

 pada planlet yang berasal dari kotiledon memiliki nilai yang lebih tinggi daripada planlet

yang berasal dari hipokotil tomat.

Gambar 3.4. Respon kultivar kentang Concord (kultivar sensitif)-kiri dan kultival kentang

Kennebec (kultivar toleran)-kanan pada konsentrasi NaCl yang berbeda (Aghaei, 2008).

Gambar di atas menunjukkan perbedaan pertumbuhan antara dua kultivar kentang yang

memiliki sifat toleran dan rentan terhadap salinitas. Pada dosis NaCl yang tinggi (120 mM)

keduanya mengalami hambatan pertumbuhan yaitu pertumbuhan tunas terhambat dan planletmenjadi kerdil, namun pada tanaman kentang yang rentan terhadap salinitas, hambatan

 pertumbuhan sudah terjadi mulai penambahan dosis rendah NaCl (30 mM).

Page 14: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 14/20

 

11

Gambar 3.5. Perbedaan pertumbuhan planlet tebu yang ditanam pada media dengan dosis

cekaman NaCl yang berbeda-beda (Shomeili et al., 2011)

Planlet tebu yang ditanam di media yang mengandung dosis NaCl berbeda-beda juga

menujukkan adanya perbedaan pertumbuhan yaitu tinggi tunas, panjang akar, dan banyak

tunas yang dapat terbentuk dari kalus yang diregenerasikan.

Penyaringan ketahanan cekaman salinitas yang memanfaatkan teknik budidaya jaringan

memberikan keunggulan tertentu terutama masalah waktu karena dapat dilakukan sepanjang

tahun tanpa mengenal musim dan ketepatan pengaruh salinitas terhadap komoditas target

karena kondisi lingkungan yang stabil. Keberhasilan dari penyaringan ketahanan cekaman

salinitas pada tanaman budidaya diharapkan menghasilkan planlet yang dapat dikembangkan

menjadi tanaman tahan salin yang mampu hidup dan dibudidayakan di lahan salin.

Page 15: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 15/20

 

12

IV.  KESIMPULAN

1.  Budidaya jaringan tanaman telah banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman

terutama dalam seleksi ketahanan abiotik karena karakter-karakter agronomi dan

ketahanan terhadap suatu cekaman tersebut dapat diisolasi dalam waktu singkat dan

kondisi yang stabil,

2. 

Cekaman abiotik yang paling penting adalah cekaman salinitas karena dapat menurunkan

kemampuan regenerasi, menghambat pertumbuhan tunas dan akar, menurunkan berat

kering planlet, dan mengurangi jumlah tunas yang tumbuh pada tanaman yang ditanam

secara in vitro, dan

3.  Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan kriteria tanaman yang tahan cekaman

salinitas yaitu penentuan lethal dosis (LD), penyaringan, dan regenerasi sehingga

menghasilkan planlet yang diharapkan dapat dikembangkan menjadi tanaman tahan salin

yang mampu hidup dan dibudidayakan di lahan salin.

Page 16: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 16/20

 

13

DAFTAR PUSTAKA

Aghaei, K., A.A. Ehsanpour, G. Balali, dan A. Mostajeran. 2008. In vitro screening of potato

(Solanum tuberosum L.) cultivars for salt tolerance using physiological parameters

and RAPD analysis. Eurasian Journal Agriculture and Environment Science 3: 159 –

164.

Ben-Hayyim, G., dan G. Yehudit. 1989. Planlet regeneration from a NaCl-selected-salt-

tolerant callus culture of Shamouti orange (Citrus sinensis  L. Osbeck). Plant Cell

Reports 8: 680 – 683.

Croughan, T.P., Stavarek, S.J., dan D. W. Rains. 1981. In vitro development of salt resisitant

 plants. Journal of Envir. and Exper. Bot. 21:317-324.

Dix, P.J., dan H. E. Street. 1975. Sodium chloride-resistant cultured cell lines from Nicotiana

sylvestris and Capsicum annuum. Journal of Plant Sciences 26:159-165.

Foth, H.D. 1990. Fundamental of Soil Science. John Wiley and Sons, New York.

Husaini, A.M., dan M.A. Abdin. 2008. Development of transgenic strawberry (Fragaria x

ananassa Duch.) plants tolerant to salt stress. Journal of Plant Science 174: 446 –

455.

Hussain, A., I.A. Qarshi, H. Nazir, dan I. Ullah. 2012. Plant Tissue Culture: Current Status

and Opportunities. In Tech. <http://creativecommons.org/licenses/by/3.0>. Diakses

 pada tanggal 22 April 2013.

Jaiwal, P.K., Singh, R.P., dan A.Gulati. 1997. Strategies for Improving Salt Tolerance in

Higher Plants. Science Publishers, Inc., United States America.

Kapoor, K., dan A. Srivastava. 2010. Assesment of salinity tolerance of Vigna mungo var.Pu-

19 using ex vitro and in vitro methods. Asian Journal of Biotechnology 2: 73 – 85.

Karpe, A., A.A. Nikam, K.P. Chimote, S.B. Kalwade, P.G. Kawar, H. Babu, R.M.

Devarumath, dan P. Suprasanna. 2012. Differential responses to salinity stress of

two varieties (CoC 671 and Co 86032) of sugarcane (Saccharum officinarum L.).

African Journal of Biotechnology 11: 9028 – 9035.

Koc, N.K., B. Bas, M. Koc, dan M. Kusek. Investigations of in vitro selection for salt tolerant

lines in Sour Orange (Citrus aurantium L.). Journal of Biotechnology 8: 155 – 159.

Liu, M. C., 1984. Sugarcane In: W. R. Sharp, D. A. Evans, P. V. Ammirato dan Y. Yamada

(Editors), Handbook of Plant Cell Culture 2, Crop Species. Macmillan, New York.

Malik, A.B., W.G. Li, L.N. Lou, J.H. Weng, dan J.F. Chen. 2010. Biochemical/physiological

characterization and evaluation of in vitro salt tolerance in cucumber. African Journal

of Biotechnology 9: 3284 – 3292.

Page 17: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 17/20

 

14

Mathur, A.K., Ganapathy, P.S., dan Johri, B.M., 1980. Isolation of sodium chloride-tolerant

 planlets of kickxia ramossissima under in vitro condition. Z. Pflanzenphysol. 99:287-

294.

Mchughen, A., dan Swartz, M. 1984. A tissue-culture derived salt-tolerant line of Flax

( Linum usitatissimum). Journal of Plant Physiology 177: 109-117.

Mohamed, A.N., M.R. Ismail, M.A. Kadir, dan H.M. Saud. 2011.  In vitro performances of

hypocotyl and cotyledon explants of tomato cultivars under sodium chloride stress.

African Journal of Biotechnology 10: 8757 – 8764.

Mungala, A.J., T. Radhakrishman, dan J.R. Dobaria. 2008.  In vitro screening of 123 Indian

Peanut cultivars for sodium chloride induced salinity tolerance. World Journal of

Agriculture Sciences 4: 574 – 582.

Munir, N. 2009. Biochemical characterization of in vitro  salt toleranct cell lines and

regenerated plants of Sugarcane (Saccharum spp. hybrid). Disertation. Department ofBotany University of The Punjab, Pakistan.

 Nabors, M.W., Daniels, A., Nabolny, L., dan Brown, C., 1975. Sodium chloride tolerant lines

of tobacco cells. Journal of Plant Sciences 4: 155-159.

 Nabors, M.W., S.E. Gibbs, C.S. Berstein, dan M.E. Meis. 1980. NaCl-Tolerant tobacco plants

from cultured cells. Z. Pflanzenphysol. 97:13-17.

 Nugrahani, P., Sukendah, dan Makziah. 2011. Teknik Propagasi secara In vitro. Recognition

and Mentoring Program. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Jawa Timur.

 Nurwendah, A. 2011. Penyaringan Ketahanan Beberapa Kalus Tebu (Saccharum spp.) Tahan

Salin. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Pandey, R., dan P.S. Ganapathy. 1984. Isolation of sodium chloride-tolerant callus line of

Cicer arietinum L. cv. BG-203. Journal of Plant Cell Reports 3:45-47.

Perez-Clemente, R.M., dan Gomez-Cadenas, A. 2012.  In vitro  tissue culture, a tool for the

study and breeding of plants subjected to abiotic stress conditions. In Tech.<http://creativecommons.org/licenses/by/3.0>. Diakses pada tanggal 29 April 2013.

Placide, R., C.S. Christian, dan S. Rony. 2012. Development of in vitro technique to screen

for drought tolerant banana varieties by sorbitol induced osmotic stress. African

Journal of Plant Science 6: 416 – 425.

Roy, B., S.K. Noren, A.B. Mandal, dan A.K. Basu. 2011. Genetic engineering for abiotic

stress tolerance in agricultural crops. Journal of Biotechnology 10: 1 – 22.

Shoemeili, M., M. Nabipour, dan M. Meskarbashee. 2011. Evaluation of sugarcane

(Saccharum officinarum L.) somaclonals tolerance to salinity via in vitro and in vivo.Hayati Journal of Biosciences 18: 91 – 96.

Page 18: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 18/20

 

15

Suhartati. 2008. Propagation of tissue culture on forestry plantation species. Mitra Hutan

Tanaman 3: 141 – 148.

Tyagi, A.K., A. Rashid, dan S.C. Maheshwari. 1981. Sodium chloride resisten cell line from

haploid  Datura innoxia Mill. A resistant trait carried from cell to planlet and vice

cersa in vitro. Journal of Protoplasma 105:327-332.

Yuliani, E. 2009. Penentuan Dosis Lethal NaCl untuk Seleksi  In Vitro  Tebu (Saccharum

officinarum  L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Page 19: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 19/20

 

16

LAMPIRAN

Sesi Diskusi

1. 

Eni Kaeni

Tanya : kendala/permasalahan apa saja yang dialami dalam budidaya jaringan tanaman

secara umum?

Jawab :

Permasalahan secara umum dalam pelaksanaan budidaya jaringan tanaman ada empat

macam, yaitu kontaminasi, vitrifikasi, aklimatisasi, dan keragaman somaklonal.

Kontaminasi merupakan permasalahan pada eksplan maupun media tanam akibat adanya

mikroorganisme yang terbawa seperti jamur dan bakteri. Kontaminan dapat hidup didalam media tanam karena kondisi yang tidak aseptik saat menanam maupun keberadaan

mikroorganisme tersebut dalam eksplan (bersifat endogenik). Untuk daerah subtropis

terutama daerah yang memiliki empat musim, kontaminasi sangat kecil kemungkinannya

untuk terjadi karena siklus hidup mikroorganisme dapat terputus dengan kondisi iklim di

daerah tersebut, sedangkan di daerah tropis persentase terjadi kontaminasi tinggi karena

lingkungan yang cocok untuk mikroorganisme berkembang biak. Resiko yang ditimbulkan

akibat kontaminasi yaitu terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan ekplan sehingga

tujuan budidaya jaringan tanaman tidak tercapai. Vitrifikasi adalah kenampakan planlet

yang aneh dan lain daripada yang seharusnya. Vitrifikasi dapat disebabkan oleh kombinasi

media tanam. Kerugian yang ditimbulkan yaitu dapat mempengaruhi kualitas dari planlet

yang dihasilkan. Aklimatisasi merupakan pemindahan planlet ke media tanam sebenarnya

yang berupa tanah. Dalam tahap ini sering terjadi kematian planlet karena terjadi

 perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim pada planlet serta morfologi planlet yang

masih lemah contohnya kondisi kelembaban, suhu, ketersediaan unsur hara, dan cahaya

yang tidak stabil; epidermis, stomata, kutikula planlet yang masih kecil dan tipis sehingga

rentan terhadap intensitas cahaya yang tinggi serta kelembaban yang rendah. Tahap

aklimatisasi membutuhkan perlakuan khusus untuk menjaga planlet agar tetap hidup.

Variasi somaklonal merupakan keragaman yang terjadi pada planlet. Variasi somaklonal

dapat terjadi pada bibit-bibit hasil produksi massal maupun penyimpanan secara in vitro.

Variasi somaklonal dapat saja menguntungkan bagi pemuliaan tanaman karena dapat

memperbesar variabilitas tetapi dalam produksi bibit secara massal diharapkan

meminimalkan variasi somaklonal supaya diperoleh keseragaman bibit yang diinginkan.

Page 20: Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

7/21/2019 Pemanfaatan Teknik in Vitro Untuk Penyaringan Tanaman Tahan Salin

http://slidepdf.com/reader/full/pemanfaatan-teknik-in-vitro-untuk-penyaringan-tanaman-tahan-salin 20/20

 

17

2.  Fathin Nabihaty

Tanya : apa saja indikator toleransi salin pada planlet yang diuji secara in vitro?

Jawab :

Untuk mendapatkan tanaman tahan salin secara in vitro, dapat digunakan beberapa bahan

seperti benih (contohnya pada wijen), kalus (contohnya pada tebu), maupun yang sudah

 berupa planlet (contohnya tebu, tomat, dan kedelai). Jika eksplan yang digunakan berupa

 benih maka dapat diketahui lewat kemampuan berkecambah benih selanjutnya diukur

 pertumbuhan vegetatifnya seperti tinggi tanaman, panjang akar, jumlah daun yang mampu

tumbuh pada kondisi salin. Jika eksplan berupa kalus dapat diketahui lewat

 perkembangan/pertambahan kalus, warna kalus, serta persentase kalus yang mampu hidup

dalam kondisi salin. Kalus yang mampu bertahan dan tetap hidup pada media salin

selanjutnya diregenerasikan pada media normal tanpa tambahan garam karena kalus yang

tersaring merupakan kalus yang tahan salin sehingga menghasilkan planlet yang tahan

salin juga. Jika eksplan berupa planlet maka pengamatan yang dilakukan berupa

 pengamatan pertumbuhan vegetatifnya yang meliputi jumlah daun, tinggi tanaman,

 panjang akar, dan jumlah akar selama planlet tersebut dikondisikan dalam media salin.

Jika ada planlet yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang paling baik

didantara semua planlet yang dibandingkan maka planlet tersebut dapat disebut planlet

yang tahan salin.

3. 

 Nanung Apri Yudi

Tanya : berapa kali dilakukan penyaringan salinitas secara in vitro? Apakah ada pengujian

lagi di lahan?

Jawab :

Penyaringan ketahanan salinitas pada tanaman yang diuji dilakukan sekali. Dengan

kondisi lingkungan yang stabil dan terkendali diharapkan penyaringan yang dilakukan

secara in vitro memberikan hasil yang maksimal sehingga dapat langsung diaplikasikan di

lahan untuk kebutuhan produksi secara massal. Tanaman yang telah melewati tahap

 penyaringan selanjutnya dilakukan aklimatisasi menjadi tanaman yang normal. Dalam

skala lapangan, tanaman tersebut tidak perlu diberi perlakuan salinitas lagi, hanya diuji

stabilitasnya selama beberapa masa tanam di beberapa tempat terpilih.