Kehamilan Heterotopik Pada Fertilisasi in Vitro

40
KEHAMILAN HETEROTOPIK PADA FERTILISASI IN VITRO PENDAHULUAN Kehamilan heterotopik adalah kejadian yang langka dimana terdapat kantung kehamilan intrauterin dan ekstrauterin secara bersamaan. Fakta bahwa praktisi tidak secara teratur dapat melihat kondisi ini meningkatkan tantangan diagnostik dan terapi. 1,2,3 Kehamilan heterotopik diyakini merupakan hasil dari implantasi kembar dizigotik di lokasi yang terpisah. Dalam era modern teknologi reproduksi dibantu (ART), kehamilan heterotopik lebih umum terjadi daripada di masa lalu. Kehamilan heterotopik dapat menyebabkan situasi yang mengancam nyawa, sehingga dokter harus dapat menegakkan diagnosa yang cepat dan memberikan penatalaksanaan yang tepat. 1,2 Gambaran pertama dari kehamilan heterotopik, didiagnosa pada otopsi, oleh Duverney tahun 1708, dan dikutip oleh Reece, dkk. Tinjauan pustaka pertama dilakukan oleh Gutzweiller pada tahun 1873 dan melaporkan 276 kasus, yang dikutip oleh Gamberdella dan Marrs. Pada tahun 1966, Felbo dan Fenger mendokumentasikan keseluruhan 523 kasus. Payne, dkk pada tahun 1971 pertama kali menggambarkan sebuah kehamilan heterotopik setelah induksi ovulasi dengan klomifen sitrat dan kortikosteroid. Dalam kasus ini pasien mengalami tanda dan gejala kehamilan ektopik, dan memiliki kehamilan kembar intrauterin. Diagnosa dikonfirmasi pada saat laparotomi, dan salfingektomi dilakukan. Kehamilan kembar intrauterin berjalan 1

description

kehamilan heterotopik dalam fertilisassi in vitro merupakan kasus atau komplikasi yg sering terjadi pada ivf

Transcript of Kehamilan Heterotopik Pada Fertilisasi in Vitro

KEHAMILAN HETEROTOPIK PADA FERTILISASI IN VITRO

PENDAHULUAN

Kehamilan heterotopik adalah kejadian yang langka dimana terdapat kantung

kehamilan intrauterin dan ekstrauterin secara bersamaan. Fakta bahwa praktisi tidak secara

teratur dapat melihat kondisi ini meningkatkan tantangan diagnostik dan terapi. 1,2,3

Kehamilan heterotopik diyakini merupakan hasil dari implantasi kembar dizigotik di

lokasi yang terpisah. Dalam era modern teknologi reproduksi dibantu (ART), kehamilan

heterotopik lebih umum terjadi daripada di masa lalu. Kehamilan heterotopik dapat

menyebabkan situasi yang mengancam nyawa, sehingga dokter harus dapat menegakkan

diagnosa yang cepat dan memberikan penatalaksanaan yang tepat.1,2

Gambaran pertama dari kehamilan heterotopik, didiagnosa pada otopsi, oleh

Duverney tahun 1708, dan dikutip oleh Reece, dkk. Tinjauan pustaka pertama dilakukan oleh

Gutzweiller pada tahun 1873 dan melaporkan 276 kasus, yang dikutip oleh Gamberdella dan

Marrs. Pada tahun 1966, Felbo dan Fenger mendokumentasikan keseluruhan 523 kasus.

Payne, dkk pada tahun 1971 pertama kali menggambarkan sebuah kehamilan heterotopik

setelah induksi ovulasi dengan klomifen sitrat dan kortikosteroid. Dalam kasus ini pasien

mengalami tanda dan gejala kehamilan ektopik, dan memiliki kehamilan kembar intrauterin.

Diagnosa dikonfirmasi pada saat laparotomi, dan salfingektomi dilakukan. Kehamilan

kembar intrauterin berjalan sampai aterm dan persalinan dilakukan dengan seksio sesarea

(dikutip dari Tal,dkk).1,2

Robertson dan Grant melaporkan pada tahun 1972 yang pertama kehamilan

heterotopik setelah pemberian gonadotropin, dikutip oleh Tal ,dkk. Dua kasus kehamilan

heterotopik yang pertama akibat ART dijelaskan pada tahun 1985 oleh Yovich,dkk dan

Sondheimer,dkk, dikutip oleh Goldman,dkk. Kedua pasien menjalani fertilisasi in vitro

(IVF), dan memiliki lima embrio yang ditransfer. Sejak saat itu, ratusan kasus telah

dilaporkan dalam literatur.1

Fertilisasi In Vitro

Infertilitas terjadi pada 10-15% pasangan usia subur. Didefinisikan sebagai ketidakmampuan

untuk dapat hamil setelah 1 tahun, dengan berhubungan tanpa pelindung. Teknik fertilisasi in

vitro (IVF) adalah salah satu dari teknik reproduksi dibantu (ART), untuk menangani

1

masalah infertilitas. Bayi pertama yang lahir ke dunia melalui teknik fertilisasi in vitro adalah

Louise Joy Brown pada tahun 1978 di Inggris.4

Fertilisasi in vitro pada umumnya berjalan melalui lima langkah-langkah dasar: 4

1. Stimulasi atau superovulasi

Obat-obat fertilitas, diberikan kepada wanita untuk meningkatkan produksi sel telur nya.

Secara efektif, setiap bulan, hanya satu sel telur yang mungkin matang. Dengan berbagai

terapi hormon, ovarium dirangsang dan dapat menghasilkan sejumlah besar sel telur yang

matang. 4

2. Pengambilan sel telur

Dapat dilakukan dengan prosedur laparoskopi, namun membutuhkan anestesi umum,

disebut dengan aspirasi folikel. Namun dapat juga dilakukan di poliklinik dokter tanpa

anestesi umum, dengan panduan ultrasonografi transvaginal. Teknik ini yaitu,

memindahkan sel telur dari ovarium wanita dengan memasukkan jarum tipis melalui

vagina dan kemudian ke dalam ovarium dan kantung (folikel) yang mengandung sel telur.

Jarum ini terhubung ke perangkat hisap, menarik telur keluar dari satu ovarium pada saat

yang sama. 4

Gambar 1. A. Aspirasi oosit dengan laparoskopi

B. Pengambilan oosit dengan ultrasonografi transvaginal 4

2

A B

3. Inseminasi dan Fertilisasi

Pada saat ini, pria harus memberikan sampel semen. Sperma dipisahkan dari air mani

dengan prosedur khusus di laboratorium. Kemudian, sperma dengan kualitas terbaik

ditempatkan dari sel telur wanita dalam ruangan yang terkontrol. Langkah ini adalah apa

yang kita sebut inseminasi. Umumnya, sperma membuahi sel telur beberapa jam setelah

inseminasi. Namun, jika langkah ini tidak berhasil, sperma harus disuntikkan langsung

ke dalam telur, yang disebut dengan injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI). 4

4. Kultur Embrio

Setelah pembuahan (sekitar 18 jam kemudian), telur akan terbagi, menjadi embrio

(sehingga kita dapat menentukan apakah langkah terakhir bekerja atau tidak). Selama

langkah ini, dilakukan pemeriksaan secara teratur pada embrio untuk memastikan bahwa

embrio tumbuh dengan benar. Dalam sekitar lima hari, embrio normal memiliki beberapa

sel yang aktif membelah. Embrio ini diinkubasi dan diamati selama 2-3 hari atau lebih

lama. 4

5. Transfer Embrio

Setelah beberapa hari pengamatan pengembangan embrio, mereka diperkenalkan ke

dalam rahim wanita melalui serviks dengan sebuah kateter (suatu tabung panjang dan

sempit) yang mengandung embrio yang berharga. Jika embrio dapat berimplantasi pada

lapisan rahim dan tumbuh, maka akan terjadi kehamilan. Jumlah embrio yang

ditanamkan tergantung pada beberapa faktor, seperti usia ibu atau negara mana

pengobatan diberikan. Pada beberapa negara menganggap bahwa tidak lebih dari dua

embrio harus ditanamkan pada satu waktu untuk mengeliminasi kelahiran kembar yang

lebih berbahaya daripada menguntungkan. 4

Gambar 2. Beberapa kateter untuk transfer embrio 4

3

INSIDENSI

Insidensi kehamilan heterotopik spontan dilaporkan berbagai dalam literatur. Bahwa

kehamilan heterotopik, menurut definisi, kehamilan ganda dengan kombinasi kehamilan

intrauterin dan ekstrauterin, kejadian tergantung pada kejadian masing-masing komponen.1

De Voe dan Pratt menghitung gambaran teoritis menggunakan insiden kehamilan

ektopik tersebut, 0,37%, dikalikan dengan tingkat kehamilan kembar fraternal, 0,8%. Hasil

perhitungan ini adalah 0,003%. Namun, mereka melaporkan dua kasus di antara 13.527

kelahiran di Mayo Clinic pada tahun 1947, insidensinya 0,015%.1

Pada tahun 1982, Richards,dkk melakukan perhitungan yang sama seperti De Voe dan

Pratt dan ditentukan insidensinya 0,0064%, atau 1/15 dari 600 kehamilan, menggunakan

insidensi kehamilan ektopik pada saat itu seperti yang dijelaskan oleh Kitchin,dkk. Pada

tahun 1990, Molloy, dkk melakukan 6204 siklus IVF / transfer gamet intra fallopi (GIFT)

yang menghasilkan 1001 kehamilan, sepuluh di antaranya merupakan kehamilan heterotopik,

untuk insidensi 1%. Dalam tahun yang sama, Dimitry,dkk melaporkan 1.996 siklus IVF dari

periode 1984-1988 yang menghasilkan 315 kehamilan, sembilan di antaranya merupakan

kehamilan heterotopik, untuk insidensi 2,9%. Tak lama kemudian, Dor,dkk menjelaskan

4/428 kehamilan heterotopik (0,9%) setelah 2624 siklus IVF selama periode 9,5 tahun.

Singkatnya, kejadian diperkirakan kehamilan heterotopik berkisar dari 1-2/30 000 pada

populasi umum sampai 1/100 dengan ART. 1,3

Lokasi yang paling sering dari kehamilan ektopik pada pasien dengan kehamilan

heterotopik adalah tuba fallopi. Dalam tinjauan Tal, 89% sebagian besar berimplantasi pada

bagian ampulla, dan kehamilan lainnya ditemukan pada isthmus, kornu dan fimbria. Para

penulis juga melaporkan kasus yang sangat langka dari dua kantung kehamilan berimplantasi

pada tuba yang sama disamping adanya kehamilan intrauterin, dan kehamilan heterotopik

quintuplet di mana dijumpai kehamilan triplet intrauterin disertai dengan dua kantung

kehamilan ekstrauterin, satu di setiap tuba. Lokasi yang tidak biasa dari kehamilan ektopik

terdapat pada serviks uteri, ovarium dan rongga abdomen. 3

FAKTOR RISIKO

Penyebab yang pasti dari kehamilan heterotopik tidak jelas, tetapi kehamilan ganda

dengan kombinasi dari kehamilan intrauterin dan ekstrauterin, faktor risiko untuk setiap

kesatuan harus ditangani. Kehamilan ektopik paling sering dikaitkan dengan kerusakan tuba

dan transportasi embrio yang berubah. Adanya kelainan tuba, yang umumnya dihasilkan dari

4

operasi sebelumnya, infeksi panggul, dan endometriosis, merupakan faktor risiko terkuat

untuk kehamilan ektopik. 1,3

Riwayat pembedahan pada tuba membawa risiko tertinggi untuk kehamilan ektopik,

terutama jika operasi itu dilakukan untuk kehamilan ektopik sebelumnya atau untuk

sterilisasi. Merokok, peningkatan insidensi penyakit menular seksual mengakibatkan

salfingitis dan kemanjuran terapi antibiotik dalam mencegah oklusi tuba total setelah episode

salfingitis terkait dengan meningkatnya insidensi kehamilan ektopik pada umumnya, dan

khususnya kehamilan heterotopik. 1,3

Faktor risiko yang menyebabkan kehamilan ganda sangat penting dalam pembahasan

etiologi dari kehamilan heterotopik. Tidak diragukan lagi, faktor yang paling signifikan

adalah tingginya insidensi kehamilan kembar setelah penatalaksanaan fertilitas, dengan rata-

rata 5-10%, 10-30% dan 35% mengikuti klomifen sitrat, gonadotropin dan IVF, secara

berurutan. Glassner,dkk menggambarkan dua kasus kehamilan heterotopik pada pasien yang

diterapi dengan klomifen sitrat, dan menyimpulkan bahwa kejadian kehamilan heterotopik

adalah 1/900 kehamilan setelah terapi. Berger dan Taymor sebelumnya menjelaskan dua

kasus kehamilan heterotopik, pertama, setelah pengobatan dengan klomifen sitrat, dan yang

kedua setelah pengobatan dengan gonadotropin. Kedua pasien menjalani laparotomi dan

salfingektomi untuk kehamilan ektopik yang ruptur, dan kedua kehamilan intrauterin

berlangsung sampai aterm, menghasilkan persalinan bayi yang sehat. Selama periode 5 tahun

di mana kedua kasus diamati, 204 kehamilan dihasilkan dari penggunaan klomifen sitrat atau

gonadotropin, menghasilkan kejadian 1/100 pada studi kecil. 1,3

Bahwa terapi IVF merupakan faktor risiko utama untuk kehamilan ganda serta

kehamilan ektopik, dapat dibayangkan bahwa IVF menyebabkan peningkatan insidensi

kehamilan heterotopik, terutama mengingat bahwa IVF dikembangkan untuk mengatasi

infertilitas mekanik, dimana kelainan tuba merupakan faktor risiko independen untuk

kehamilan ektopik. 1,3

Knopman dkk, melaporkan kehamilan heterotopik abdominal setelah transfer dari dua

blastokista (Knopman, dkk. 2006). Keguguran intrauterin terjadi pertama dan ruptur

kehamilan abdominal dua minggu kemudian dan ektopik di angkat dengan laparoskopi.

Kehamilan ektopik menjadi lebih rendah secara signifikan pada transfer blastokista frozen-

thawed tunggal dibandingkan dengan dua blastokista (Yanaihara dkk, 2008). 5

Goldman,dkk meninjau 34 kehamilan heterotopik yang mengikuti terapi IVF yang

dipublikasikan antara tahun 1985 dan 1991. Beberapa faktor predisposisi berhubungan

5

dengan teknik transfer embrio, jumlah dan kualitas embrio yang ditransfer, lingkungan

hormonal dan kemungkinan untuk superfekundasi. 1

1. Insersi yang dalam dari kateter transfer ke kavum uteri dapat menyebabkan embrio

bermigrasi dari orifisium uterotubal, di mana mereka disimpan, ke dalam tuba. Insersi

kateter transfer ke dalam pertengahan kavum uteri dapat membantu menghindari migrasi

(Gambar 3). Embrio bermigrasi ke dalam tuba juga dapat difasilitasi oleh gravitasi karena

menggunakan posisi Trendelenburg. 1

Gambar 3. Insersi dalam dari kateter transfer (kanan) dapat meningkatkan risiko dari kehamilan heterotopik sedangkan transfer embrio pada bagian tengah uterus (kiri) dapat

mengurangi resikonya. 1

2. Sebuah media yang lengket, kental dan berat (sejumlah besar serum manusia) yang

digunakan pada beberapa sentra untuk transfer embrio juga dapat menyebabkan migrasi

embrio ke dalam tuba. 1

3. Sejumlah besar media transfer juga dapat memfasilitasi migrasi embrio ke dalam tuba.

Membatasi jumlah media transfer menjadi 10-20 µl dapat membantu untuk menghindari

implantasi ektopik, walaupun kehamilan heterotopik dapat terjadi dengan volume kurang

dari 10 µl. 1

4. Kehamilan heterotopik terjadi setelah transfer 2-6 embrio. Peran patogenisitas dari jumlah

embrio tidak jelas. Transfer satu embrio hanya menghilangkan kemungkinan untuk

kehamilan heterotopik. Kualitas embrio juga mungkin faktor penyebabnya, meskipun

6

kehamilan heterotopik digambarkan setelah mentransfer embrio frozen-thawed,

menunjukkan bahwa bahkan embrio dapat tertanam dalam tuba fallopi. 1

5. Superfekundasi dapat terjadi jika pasien dengan tuba paten menjalani terapi IVF.

kehamilan ektopik / heterotopik mungkin berasal dari pembuahan spontan dari sebuah

oosit yang belum pulih, jika senggama terjadi dekat dengan waktu ovulasi. 1

Pengaruh berbagai hormon, termasuk hormon seks steroid, pada motilitas tuba telah

dipelajari. Beberapa penulis menyatakan peran kadar estrogen yang tinggi tepat sebelum

pengambilan ovum dalam patogenesis kehamilan ektopik. Namun, laporan kehamilan

heterotopik selama siklus non-stimulasi, ketika embrio yang ditransfer baik setelah ovulasi

spontan atau membangun endometrium yang disinkronkan dengan terapi pengganti estrogen-

progesteron yang terkontrol, tidak mendukung konsep ini. 3

DIAGNOSA

Dalam kasus kehamilan mengikuti IVF, pasien biasanya diawasi secara ketat.

Visualisasi dari kehamilan intrauterin dapat membuat pemeriksa tenang dengan adanya suatu

kehamilan sehat dan dapat membuatnya menjadi tidak cermat dalam melihat adneksa. Hal ini

dapat membuat suatu diagnosa yang tertunda atau kesalahan diagnosa dari suatu kehamilan

heterotopik dan menyebabkan resiko tambahan untuk terjadinya ruptur tuba dan adanya

hemoperitoneum. 3

Tanda dan Gejala Klinis

Pada tahun 1983, Reece,dkk meninjau 66 kasus kehamilan heterotopik yang

dipublikasikan antara 1966 dan 1979, termasuk lima kasus baru dari sentra mereka.

Karakteristik klinis dari pasien diwakili spektrum yang sangat bervariasi. 1;3;4

Dari 66 kasus yang dikaji, tanda dan gejala yang paling umum muncul adalah: nyeri

perut (81,8%), massa adneksa (43,9%), iritasi peritoneal (43,9%), rahim yang membesar

(42,4%) dan bercak darah dari vagina (31,8%). 1

Lebih jauh lagi, spotting dan bahkan perdarahan yang ringan dapat mengaburkan

diagnosa, dapat disangkakan suatu abotus immines. Pasien biasanya dipulangkan dan

disarankan untuk beristirahat dan biasanya kembali dengan keadaan yang mengancam jiwa. 3

7

Ultrasonografi

Di lain sisi, diagnosa dari kehamilan heterotopik mengikuti teknologi reproduksi

dibantu (ART) membuat suatu tantangan medis bagi para dokter. Ovarium distimulasi,

menjadi lebih besar dan kistik. Hal ini, sebagai tambahan untuk temuan yang tidak biasa,

jumlah terbatas dari cairan bebas di pelvis, membuat deteksi dengan ultrasonografi menjadi

lebih sulit selama kehamilan trimester pertama pada pasien yang menjalani IVF. Hal ini

membuat diagnosa tertunda dari kehamilan heterotopik pada 29% kasus dan 26% kasus pada

kasus kehamilan heterotopik yang dilaporkan oleh Tal, dkk dan Barrenetxea dkk, masing

masing. Penundaan diagnosa dapat terjadi dibawah kehamilan 9 minggu. Penundaan ini

menyebabkan munculnya resiko untuk terjadinya ruptur tuba (33 dari 66 kehamilan ektopik

di tuba). Nyeri abdomen, gejala dan tanda dari iritasi peritoneum yang berhubungan dengan

adanya cairan bebas, dan pembesaran uterus seluruhnya dilaporkan pada kehamilan

heterotopik tetapi semuanya merupakan gejala dan tanda yang tidak spesifik kemungkinan

presentasi biasa dari kehamilan intrauterin yang normal, tunggal atau ganda, kehamilan

mengikuti siklus induksi ovulasi atau ART. 1,,3,4,13,14

Deteksi dari adanya kehamilan intrauterin yang viabel dapat mengaburkan adanya

komponen ektopik dan dapat mengakibatkan tertundanya diagnosa. Kehadiran massa adneksa

dengan kehadirannya bersama sama dengan kehamilan intrauterin secara simultan, dapat

membuat kesalahan diagnosa yaitu suatu kista korpus luteum. 1,3.4.13.14

Diagnosa dari kehamilan heterotopik yang mengikuti ART menjadi lebih menantang

dalam kehadiran sindroma hiperstimulasi ovarium (OHSS). Untuk mendiagnosa kehamilan

ektopik dalam kehadiran dari kehamilan intra uterin sangat sulit dimana sering terjadi

kekeliruan dalam menilai gejalanya dan biasanya disertai dengan ovarium yang membesar

yang berhubungan dengan OHSS. Walaupun komponen ektopik sudah terganggu, alat

diagnostik kunci yaitu bukti ultrasonografi adnya gambaran perdarahan intraperitoneal dapat

dikaburkan dengan adanya cairan bebas dari OHSS. 3,6

Deteksi ultrasonografi dari komponen ektopik dari kehailan heterotopik hanya

memungkinkan jika massa adneksa terdeteksi terpisah dari ovarium dengan sebuah struktur

morfologi yang mungkin merupakan suatu kantung kehamilan. Bagaimanapun, visualisasi

dari massa adneksa tidak mungkin sampai massa mencapai sekitar 2 cm (sekitar kehamilan 7

minggu) atau deteksi dari pulsasi dari pole embrionik. 3,6

Ultrasonografi dengan doppler mungkin merupakan pendukung yang berguna dalam

dalam memindai sangkaan dari massa adneksa. Taylor, dkk, telah menjelaskan velositas

tinggi, resistensi rendah sinyal doppler yang berhubungan dengan trofoblast yang sedang

8

berkembang. Peningkatan dari aliran trofoblast menampilkan gambaran “ring of fire”

(Gambar 4). Mereka melaporkan bahwa identifikasi dari tipe ini adalah pola aliran dalam

massa adneksa meningkatkan sensitivitas diagnosa dari kehamilan ektopik dari 53% menjadi

73% menggunakan ultrasonografi transabdominal. Mereka juga melaporkan sensitivitas 96%

dan spesifisitas 93% menggunakan doppler berwarna dari ultrasonografi transvaginal. 1,3,6

Gambar 4. Color Doppler transvaginal sonogram kehamilan ektopik. The "Ring of fire" merefleksikan aliran darah plasenta sekeliling perifer kantong kehamilan. Temuan ini juga

terlihat pada kista corpus luteum. 2

Sekitar 70% dari kehamilan heterotopik didiagnosa pada usia kehamilan antara 5

sampai 8 minggu, hampir 20% pada usia kehamilan antara 9 sampai 10 minggu dan sisanya

10% setelah usia kehamilan 11 minggu. Ketika melakukan pemeriksaan sonografi pada

trimester pertama, terutama pada pasien yang memiliki terapi fertilitas, selalu dianjurkan

untuk memindai adneksa dengan baik, untuk menyingkirkan adanya suatu kehamilan

heterotopik (Gambar 5). 1

9

Gambar 5. Ultrasonografi menunjukkan kehamilan intrauterin bersama-sama dengan kehamilan ektopik pada tuba (tanda panah). 1

Ketika pindaian sonografi menggambarkan suatu kehamilan ganda intrauterin, hal

tersebut tidak dapat menyingkirkan diagnosa dari kehamilan heterotopik. Zalel,dkk

menggambarkan kasus IVF di mana terdapat empat embrio yang ditransfer, tiga di antaranya

berimplantasi dalam uterus sementara yang keempat berimplantasi pada tuba kiri.Diagnosa

ditegakkan dalam laparotomi darurat, dan salfingektomi dilakukan. Kembar triplet intrauterin

dilahirkan dengan seksio sesarea pada usia kehamilan 35 minggu. 1

Pemeriksaan Laboratorium

Serum ß-hCG

Bergantung pada pemeriksaan serum ß-hCG, dalam diagnosa kehamilan heterotopik,

mungkin sedikit membingungkan tidak seperti bentuk lainnya dari kehamilan ektopik,

kegagalan untuk memvisualisasi kehamilan intrauterin saat ß-hCG mencapai 1700 mIU/ml

(First International Preparation) merupakan indikator yang kuat dari kehamilan ektopik. Hal

ini tidak dapat diaplikasikan pada kehamilan heterotopik, karena ß-hCG merefleksikan

kehadiran kehamilan intrauterin yang normal dan berhubungan dengan usia

kehamilannya.Tampaknya pemeriksaan serial ß-hCG tidak berguna sebagai alat diagnostik

pada kasus ini. 3,9

10

Progesteron

Serum progesteron mungkin dapat digunakan pada diagnosa dari kehamilan ektopik.

Bagaimanapun pemeriksaan ini tidak dapat dipercaya dalam membedakan kehamilan normal

dan abnormal pada pasien yang hamil setelah IVF karena adanya peningkatan progesteron

yang eksesif dari corpus luteum yang multipel, sejalan dengan suplementasi dari fase

prekonsepsional dari siklus yaang menggunakan suplemen progesteron. 3,9

Diagnosa kehamilan heterotopik merupkan tantangan klinis yang besar, karena

diagnosa dini pasti sangat sulit untuk ditegakkan, tetapi meningkatkan kemungkinan untuk

menyelamatkan kehamilan intrauterin. Sebuah indeks yang tinggi untuk kecurigaan dari

kesatuan dalam kasus atipikal dari kehamilan multipel, kehamilan ektopik dan abortus

penting untuk diagnosa dini. 3,9

Laparoskopi dan laparotomi

Pada tinjauan pustaka yang dilakukan oleh Tal, dkk dan dengan laporan kasus terbaru dan

tinjauan pustaka komparatif oleh Barrenetxea dkk, lebih dari 70% dari pasien secara definitif

didiagnosa oleh prosedur pembedahan. Faktanya, pada kehamilan yang mengikuti IVF,

intervensi endoskopi yang dini untuk baik diagnosa dan terapi yang memungkinkan, terutama

dalam pasien dengan gejala, telah dibuktikan untuk morbiditas dan mortalitas yang lebih

rendah dari kehamilan heterotopik sejalan untuk mempertahankan kehamilan intrauterin. 1,7,8

Pada tahun 1996, Tal, dkk meninjau 139 kasus yang dipublikasikan pada tahun 1971-1993.

Dari jumlah tersebut, 111 menjelaskan secara rinci perjalanan klinis yang mengarah ke

diagnosa kehamilan heterotopik. Diagnosa ditegakkan sebanyak 59% pada prosedur

laparoskopi atau laparotomi darurat. Deteksi sonografi dari kantung kehamilan ekstrauterin

dengan atau tanpa fetal pole bersama dengan kehamilan intrauterin ditegakkan 41% lainnya.

Namun demikian, diagnosa sonografi tidak selalu dapat ditegakkan pada pemeriksaan

pertama, dan sering tertunda. 1,7,8

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari penatalaksanaan dari kehamilan heterotopik adalah untuk menghilangkan

komponen ektopik sejalan dengan mempertahankan kehamilan intrauterin. Terapi pilihan

pada pasien dengan kehamilan heterotopik adalah terapi non-operatif atau operatif. Konseling

11

tentang terapi yang lebih disukai dipengaruhi oleh kondisi pasien pada saat diagnosa

ditegakkan dan lokasi dari kehamilan ektopik. 3

Penatalaksanaan non-operatif

Molloy,dkk melakukan 6204 IVF, GIFT atau siklus transfer pronukleus selama

periode 4,5 tahun. Kehamilan dicapai pada 995 siklus, dimana sepuluh diantaranya

merupakan heterotopik. Pada satu pasien dengan terapi konservatif yang sementara

dilaporkan sebagai suatu kehamilan ektopik, dan diagnosa dikonfirmasi pada seksio sesarea

sesudahnya dalam kehamilan. Fernandez, dkk menjelaskan 25 kehamilan heterotopik. Pada

tiga contoh, manajemen ekspektatif dibenarkan dengan tidak adanya tanda-tanda klinis yang

merugikan. Pada satu kasus lainnya, salfingektomi per laparoskopi akhirnya dilakukan karena

nyeri hipogastrik persisten, meskipun tidak dijumpai adanya hemoperitoneum. 1,3,5

Pengguguran janin selektif pada komponen ektopik dilakukan pada beberapa kasus

kehamilan heterotopik. Terapi ini dianggap sesuai, namun hanya jika diagnosa dibuat awal

dan keadaan hemodinamik pasien stabil.Tiga zat telah digunakan untuk pengguguran janin

selektif dalam keadaan seperti itu, termasuk potassium klorida, metotreksat dan glukosa

hiperosmolar. Lau dan Tulandi meninjau sembilan kasus kehamilan heterotopik interstitial

yang diterapi dengan tindakan konservatif maupun teknik pembedahan. Aktivitas jantung

ditemui dalam semua kasus. Enam diterapi injeksi 0,05-2,0 mmol potassium klorida yang

dipandu dengan ultrasonografi ke dalam jantung janin atau pada kantung kehamilan. Salah

satunya diterapi dengan kombinasi potassium klorida dan 12,5 mg metotreksat. Reseksi

cornual per laparoskopi dilakukan pada dua pasien lainnya. Keseluruhan dari sembilan kasus

ini tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. Tiga kehamilan berakhir dengan aborsi spontan

dari kehamilan intrauterin yang berjalan secara bersamaan, bagaimanapun, sedangkan enam

kasus yang tersisa berakhir dengan persalinan yang sukses. Administrasi sistemik metotreksat

merupakan kontraindikasi dalam keadaan ini karena dapat membahayakan kehamilan

intrauterin karena potensi teratogeniknya. Kontroversi baik administrasi lokal dari

metotreksat untuk kehamilan ektopik dapat merusak kehamilan intrauterin diselesaikan

dengan menggunakan potassium klorida atau glukosa hiperosmolar. Penggunaan glukosa

hiperosmolar dijelaskan oleh Strohmer dan Gjelland, dan kelompoknya dengan hasil yang

sukses. 1,3,5,10

Ada setidaknya satu laporan pada literatur dari aplikasi yang sukses dari

salfingosintesis dengan pengenalan dari metotreksat atau potassium klorida kedalam kantung

kehamilan ektopik dalam penatalaksanaan dari kehamilan heterotopik jika kehamilan ektopik

12

tidak ruptur dan dapat divisualisasikan secara jelas. Bagaimanapun, pada konsensus secara

umum metode terapi ini masih dalam investigasi pada saat ini dan mungkin hanya dapat

dilakukan pada kasus kehamilan heterotopik kornual, interstisial dan ampula dibandingkan

dengan kehamilan tuba. Secara keseluruhan, sehubungan dengan prognosis dari kehamilan

intrauterin, dengan menggunakan terapi pilihan yang berbeda-beda, luaran yang baik

dilaporkan pada 50-60% kasus termasuk, kehamilan tuba, kornual,abdominal, dan implantasi

ovarium. Pada studi komparatif dan serial kasus oleh Barrenetxea,dkk, pada 80 pasien yang

didiagnosa dengan kehamilan heterotopik dan kehamilan intrauterin yang viabel secara

simultan, 55 kehamilan berlanjut tanpa dijumpai kesulitan sampai aterm (68,75%). Hal ini

menggambarkan sesuatu yang mirip seperti yang dilaporkan oleh Tal, dkk. (66,19%). Hasil

yang lain diperoleh oleh penulis yang lain. Jelaslah, pemberian terapi metotreksat secara

sistemik tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan ganggguan pada kehamilan intrauterin

yang masih berlanjut. 1,3,10

Studi oleh Gyamfi, dkk, menjelaskan kehamilan heterotopik servikal (satu di

intrauterin, dan yang lain di bagian atas dari serviks) yang diterapi dengan potassium klorida

(3ml) injeksi dan aspirasi dari isi kavum gestasi (Gyamfi, dkk, 2004). Aliran darah, terpisah

dari kehamilan yang tersisa yang terlihat dengan doppler pada 19 minggu. Sayangnya

jaringan trofoblas masih tersisa, menjadi perdarahan obstetrik pada usia kehamilan 31

minggu, dan seterusnya dilakukan histerektomi sesarea darurat dengan janin viabel saat

pasien menunggu untuk dilakukan seksio sesarea elektif saat usia kehamilan 32 minggu. 5

Komplikasi lain yang mungkin dari teknik ini adalah bahwa difusi dari potassium

klorida pada target kantung amnion , dapat menyebabkan penyebaran ke kantung gestasi

yang berdekatan, dan dapat menjadi hal yang berbahaya bagi embrio intrauterin. Ada contoh

sangat sedikit di mana kedua kehamilan intrauterin dan ekstrauterin berkembang secara

bersamaan. 1,3,5

Penatalaksanaan operatif

Pengangkatan kehamilan ektopik dengan pembedahan dengan salfingektomi atau

salfingostomi adalah merupakan pilihan terapi pada kasus kehamilan heterotopik. Tindakan

pembedahan memberikan manfaat yang jelas di atas terapi medis atau konservatif dengan

menawarkan hasil yang cepat. 3,8

Karena sebagian kantung kehamilan berada ektopik pada tuba fallopi, terapi yang paling

umum dilakukan adalah salfingektomi, karena kebanyakan pasien didiagnosa pada prosedur

13

pembedahan darurat untuk menentukan penyebab hemoperitoneum. Salfingostomi dan

'milking' dari tuba yang terlibat juga pernah dijelaskan. 3,8

Kontroversi antara pilihan pembedahan radikal (salfingektomi) (Gambar 6) dibandingkan

dengan konservatif (salfingostomi) tidak memiliki peranan yang berbeda pada kasus dari

kehamilan heterotopik mengikuti ART. Tampaknya ada manfaat yang jelas dari

salfingektomi dibandingkan dengan pendekatan konservatif dari salfingostomi pada kasus ini.

Bagaimanapun dalam kasus kehamilan ektopik, pilihan untuk terapi konservatif atau

laparoskopi radikal mungkin sulit. Dalam literatur oleh Clausen, tidak ada perbedaan dalam

rata rata dari kehamilan intrauterin selanjutnya setelah pembedahan konservatif atau

pembedahan radikal untuk kehamilan ektopik tuba. Lebih jauh lagi, beberapa mungkin

memerlukan terapi radikal untuk membuatnya menjadi lebih mudah, dengan demikian dapat

mengurangi resiko dari komplikasi yang diobservasi pada salfingostomi. 3,8

Louis-Sylvestre, dkk, melaporkan telah melakukan terapi laparoskopi pada 13 orang

pasien, 10 dilakukan salfingektomi (Gambar 7) dan tiga orang dilakukan salfingostomi

(Gambar 8). Kemudian, 60% dari pasien melanjutkan kehamilan intrauterin yang viabel

sampai pada saat dilakukan seksio sesarea, dan memiliki luaran yang baik. Di sisi lain, pada

kasus di mana terjadi ketidakstabilan hemodinamik, tindakan laparotomi lebih dianjurkan. 3,8 

14

Gambar 6

Salpingektomi untuk kehamilan

ektopik pada tuba 8

Gambar 7. Salfingostomi dengan laparoskopi 8

Gambar 8. Salfingektomi dengan laparoskopi 8

15

PENCEGAHAN

Resiko tinggi relatif dari kehamilan heterotopik dengan ART sudah diketahui dengan

baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien adalah penyakit radang panggul atau

pembedahan sebelumnya yang melibatkan adneksa, sehingga harus diperhatikan tindak lanjut

pada kehamilan berikutnya. Hal tersebut menjelaskan bahwa teknik dari transfer embrio

dapat membantu mengurangi insidensi dari kehamilan ektopik (dan heterotopik). 3

Langkah-langkah pencegahan harus diambil untuk mengurangi risiko terjadinya

kehamilan heterotopik selama IVF, termasuk mengurangi jumlah embrio yang ditransfer ke

dalam rahim menjadi hanya satu, insersi kateter transfer ke pertengahan rongga uterus

bukannya daerah fundus dan meminimalkan media transfer ke tidak lebih dari 10-20 µl.

Ketika langkah-langkah pencegahan dan pemeriksaan yang cermat dari pasien sudah

dilakukan, termasuk pemindaian sonografi dari rahim dan adneksa, situasi darurat dapat

dihindari, dan penyelamatan dari kehamilan intrauterin dan pengurangan risiko maternal

dapat dicapai. 1,3

PROGNOSIS

Prognosis bagi ibu dan kehamilan intrauterin tergantung pada saat diagnosa

ditegakkan, kondisi pasien, lokasi kehamilan ektopik dan terapi yang dipilih. Dalam tinjauan

oleh Tal, sekitar 66% dari kehamilan intrauterin lahir dan bertahan hidup. Hasil ini sama

dengan yang diperoleh oleh Goldman, dkk, dimana 68% dari 37 kasus mencapai persalinan

dan bertahan hidup. 3

Hasil yang diperoleh dalam tinjauan Reece yang lebih baik: 76% dari 37 pasien yang

menjalani laparotomi untuk kehamilan ekstrauterin mencapai persalinan, 16% mengalami

persalinan prematur, dua kasus lahir mati dan satu kasus mengalami abortus spontan. Hasil-

hasil yang bermanfaat ini kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan diagnosa dan

teknik terapi yang tersedia saat ini. Meskipun demikian, janin yang tidak selamat masih lebih

tinggi dari yang diharapkan setelah induksi ovulasi atau ART. Kematian ibu sebelum tahun

1935 adalah 19%. Sejak tahun 1935, manajemen medis yang lebih canggih dan agresif telah

mengurangi kematian ibu menjadi sekitar 1%. 3

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Or Y., Barash A., Heterotopic Pregnancy. Multiple pregnancy: Informa UK, Canada

2006: p151-156.

2. Schorge, Schaffer, Halvorson et al. Ectopic Pregnancy Williams Gynecology; 3 rd

edition; McGraw-Hill’s. Texas; 2008. p: 338-55.

3. Ramzy A; Heterotopic Pregnancy After IVF: Diagnosis nd Management; KAJOG; vol

1;2010; p.89-93.

4. Puscheck E.E, et al; Infertility; February 16th 2012; available at: emedicine.com

5. Velalopoulou A et al.; Ectopic Pregnancies and Assisted Reproductive Technologies: A

Systematic Review; Laboratory of Physiology, Faculty of Medicine, University of

Ioannina, Greece; 2011.

6. Woodward P.J.; Heterotopic Pregnancy; Diagnostic Imaging Obstetrics; Amirsys Inc,

Salt Lake City, Utah, 2005; p: 30-31.

7. Tal J, Haddad S, Gordon N, Timor Tritsch I. Heterotopic pregnancy after ovulation

induction and assisted reproductive technologies: a literature review from 1971 to 1993.

Fertil Steril 1996;66:1–12.

8. Rock, John A.; Jones, H.W.;Ectopic pregnancy Te Linde's Operative Gynecology; 10th

Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2008; p:799-825.

9. Speroff L., Fritz A.M; Ectopic Pregnancy;Clinical Gynecologic Endocrinology and

Infertility; 7 th edition. Lippincott Williams & Wilkins. North Caroline: 2005. p:1275-

96.

10. Moawad N.S.; Current Diagnosis and Treatment of Interstitial Pregnancy; Am J Obstet

Gynecol; 2010;p 15-29.

17

STATUS ORANG SAKIT

Ny. H, 34 thn, G1P0A0, Karo, Katolik, IRT, Menikah 1x umur 30 tahun, i/d Tn., 37 thn,

pekerjaan suami: dokter, datang ke IGD RSHAM tgl 6/5/2012 pukul 18.00 WIB dengan:

Keluhan utama : Nyeri pada perut atas

Telaah : Hal ini dialami os sejak 1 jam yang lalu sebelum os masuk ke RSHAM,

riwayat perdarahan dari kemaluan di luar siklus haid (-), riw. campur

berdarah (-), keputihan (-), benjolan di perut (-). Buang air besar dan buang

air kecil dalam batas normal. Os menjalani fertilisasi in vitro sebanyak 2 kali

yaitu pada bulan Januari dan April 2012.

RPT : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)

RPO : (-)

HPHT : 26/02/2012

TTP : 3/12/2013

Riw. Operasi : (-)

Riw. KB : (-)

Status Presens

Sensorium : Compos mentis Anemia : (-)

Tek.darah : 130/80 mmHg Ikterus : (-)

Frek. Nadi : 72 x/i Sianosis : (-)

Frek. Nafas : 24 x/i Edema : (-)

Suhu : 37,6 0C Dispnu : (-)

Status Lokalisata

Kepala : tidak dijumpai kelainan

Leher : tidak dijumpai kelainan

Thorax : SP: vesikuler, ST : (-)

Abdomen : distensi (-), defense muskular (-), nyeri tekan (+) pada abdomen, peristaltik (+)

lemah

Genitalia : tidak dijumpai kelainan

Ekstremitas : tidak dijumpai kelainan

18

Status Ginekologi

Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan (os tidak bersedia)

VT : Tidak dilakukan pemeriksaan (os tidak bersedia)

Hasil laboratorium tgl 6/5/2012 pukul 19.00 WIB

Hb : 12.40 gr/dL

Ht : 36.10 %

Leu : 11.430 /mm3

Tro : 309.000 /mm3

SGOT : 11 U/l

SGPT : 13 U/l

Ur : 20 mg/dl

Cr : 0.65 mg/dl

Na : 134 mmol/dl

K : 4.0 mmol/dl

Cl : 106 mmol/dl

CT : 3’

PT : 16”

APTT : 29.5”

TT : 13.6”

KGD adR : 97 mg/dl

19

USG TAS/TVS

- Tampak gestasional sac pada uterus ukuran 41 mm (8W6D)

- CRL 19 mm (8W2D)

- Kedua adneksa dbn

- Cairan bebas (-)

Kesan : Intra Uterine Pregnancy (8W)

Diagnosis

PG +KDR (8-10)mgg + AH +Dispepsia

Terapi :

Antasida sirup 3x1 sdt

Domperidon tab 3x10 mg

Lansoprazole 1x30 mg

Rencana

Konsul ke bagian penyakit dalam

Hasil konsul bag, Penyakit Dalam

Kes: Dispepsia + PG +KDR (8-10)mgg + AH

Terapi:

20

Sistenol 3 x 500 mg

Lansoprazole 1 x 30 mg

Follow up tgl 6/5/2012 pukul 21.00 WIB

KU: Nyeri seluruh lapangan perut

Status Presens

Sensorium : Compos mentis Anemia : (+)

Tek.darah : 100/70 mmHg Ikterus : (-)

Frek. Nadi : 94 x/i Sianosis : (-)

Frek. Nafas : 24 x/i Edema : (-)

Suhu : 37,6 0C Dispnu : (-)

Status Lokalisata

Abdomen : distensi (+), defense muskular (+), nyeri tekan (+) pada abdomen, peristaltik

(+) lemah

Genitalia : P/V (-)

Pemeriksaan darah rutin pukul 22.00 WIB

Hb : 8.40 gr/dL

Ht : 24.8 %

Leu : 22.770 /mm3

Tro : 224.000 /mm3

USG TAS /TVS

- KK terisi baik

- Tampak gestasional sac pada uterus ukuran 41 mm (8W6D)

- CRL 19 mm (8W2D)

- Kedua adneksa sulit dievaluasi

- Cairan bebas (+)

Kesan : Kemungkinan suatu kehamilan heterotopik

Rencana: Laparotomi

21

Dengan penyediaan darah WB 350 cc dan PRC 250 cc

Laporan Operasi Salfingektomi Dextra a/I Kehamilan Ektopik Terganggu tgl 6 Mei

2012

Ibu di baringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik

Dibawah general anestesi, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada abdomen,

kemudian ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi

Di bawah epidural anastesi di lalukan insisi pfanenstiel mulai cutis,sub cutis, sambil

dilakukan kontrol perdarahan sampai fascia,kemudian fascia di gunting ke kanan dan ke

kiri

Kemudian muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul, tampak peritoneum

kebiruan

Peritoneum diklem dan digunting sedikit demi sedikit, kemudian dikuakkan secara tumpul

dan dijumpai darah dan bekuan darah sebanyak + 600 cc, kemudian dibersihkan

Identifikasi uterus, uterus lebih besar dari biasa, dijumpai mioma di daerah fundal uk

1x1x1 cm

Evaluasi tuba kanan, tampak pada isthmus tuba fallopi kanan terdapat hasil konsepsi yang

ruptur dan berdarah, kemudian diputuskan untuk dilakukan salfingektomi dekstra, evaluasi

perdarahan, tidak dijumpai perdarahan.

Evaluasi ovarium kanan, tampak kista ukuran 2 x1x1 cm

Evaluasi tuba kiri, dalam batas normal

Evaluasi ovarium kanan, dalam batas normal

Kavum abdomen kemudian dicuci dengan NaCl 0,9% hingga bersih.

Peritoneum dijepit, kemudian dijahit secara continous, otot dijahit secara simpel, Fascia

dijepit & dijahit secara continuous dan subkutis dijahit secara simpel, kutis dijahit secara

subkutikuler

Luka operasi dibersihkan, kemudian luka ditutup dengan kassa steril

KU ibu pasca operasi stabil

22

23

Follow up tgl 7 Mei 2012

KU : nyeri luka operasi

Status Presens

Sensorium : Compos mentis

Tek.darah : 120/80 mmHg

Frek. Nadi : 80 x/i

Frek. Nafas: 20 x/i

Suhu : 36,8 °C

Status Lokalisata

Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kesan kering.

Soepel, peristaltik (+) normal

BAK : kateter terpasang (UOP : 75 cc/jam, jernih)

BAB : (-)

Flatus : (+)

24

P/V : (-)

Laboratorium post operasi:

Hb : 9.6 gr/dl

Ht : 28 %

Leu : 10.970 /mm3

Tr : 182.000 /mm3

Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H1 + PG + KDR (8-10)mgg + AH

Terapi :

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ampicillin 1 gr/8 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam

- Cyclogest 2 x 200 mg (intravaginal)

- Asam folat 1 x 50 mg

Rencana: Transfusi PRC 175 cc

Follow up tgl 8 Mei 2012

KU : Nyeri luka operasi

Status Presens

Sensorium : Compos mentis

Tek.darah : 110/60 mmHg

Frek. Nadi : 84 x/i

Frek. Nafas: 20 x/i

Suhu : 36,8 °C

Status Lokalisata

Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kering.

Soepel, peristaltik (+) normal

P/V : (-)

BAK : (+) kateter terpasang (UOP : 100 cc/jam, jernih)

BAB : (-)

Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H2 + PG + KDR (8-10)mgg + AH

25

Terapi :

- IVFD RL 20 gtt/I

- Inj. Ampicillin 1 gr/8 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam

- Cyclogest 2 x 200 mg (intravagina)

- Asam folat 1 x 50 mg

Rencana:

- Lepas infus

- Lepas kateter

Follow up tgl 9 Mei 2012

KU : -

Status Presens

Sensorium : Compos mentis

Tek.darah : 120/70 mmHg

Frek. Nadi : 84 x/i

Frek. Nafas: 20 x/i

Suhu : 36,7 °C

Status Lokalisata

Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kering.

Soepel, peristaltik (+) normal

P/V : (-)

BAK : (+)

BAB : (-)

Laboratorium post transfusi:

Hb : 10.3 gr/dl

Ht : 30 %

Leu : 7.630 /mm3

Tr : 117.000 /mm3

26

Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H3 + PG + KDR (8-10)mgg + AH

Terapi :

- Amoksisilin 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Cyclogest 2 x 200 mg (intra vaginal)

- Asam folat 1 x 50 mg

Follow up tgl 10 Februari 2012

KU : -

Status Presens

Sensorium : Compos mentis

Tek.darah : 110/60 mmHg

Frek. Nadi : 84 x/i

Frek. Nafas: 20 x/i

Suhu : 37,0 °C

Status Lokalisata

Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kering.

Soepel, peristaltik (+) normal

Luka Op. : luka kering

BAK : (+)

BAB : (+)

P/V : (-)

Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H4 + PG + KDR (8-10)mgg + AH

Terapi :

- amoksisilin 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Cyclogest 2 x 200 mg (intravaginal)

- Asam folat 2 x 1

27

Rencana :

Pulang berobat jalan

ANALISA KASUS

PENEGAKAN DIAGNOSIS KEHAMILAN

HETEROTOPIK

PASIEN

Anamnesis

Riwayat terapi infertilitas (+)

Gejala klinis dan Pemeriksaan fisik

Nyeri perut

Massa adneksa

Iritasi peritoneal

Rahim yang membesar

Bercak darah dari vagina

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

Ultrasonografi

Dijumpai kantung gestasi intrauterin

Dijumpai massa di adneksa yang dicurigai suatu

kantung gestasi

Dijumpai cairan bebas intraperitoneal

Dijumpai gambaran “the ring of fire” pada

pemeriksaan ultrasonografi doppler

(+)

Sulit dinilai

(+)

Tidak dilakukan pemeriksaan

Laboratorium

Pemeriksaan Serum ß-hCG

Progesteron

Penurunan hemoglobin dalam waktu yang cepat yang

menandakan terjadinya suatu perdarahan akibat ruptur

dari tuba.

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

(+)

28

PENATALAKSANAAN KEHAMILAN

HETEROTOPIK

PENATALAKSAAN PADA

PASIEN

Penatalaksanaan non operatif

- Manajemen ekspektatif

- Pengguguran janin selektif dengan potassium

klorida, metotreksat dan glukosa hyperosmolar

Penatalaksanaan operatif

- Laparoskopi (Salfingostomi atau Salfingektomi)

- Laparotomi (Salfingostomi atau Salfingektomi)

Pada pasien dilakukan

Salfingektomi dekstra per

laparotomi karena pasien datang

dalam keadaan akut abdomen

sehingga diputuskan untuk

dilakukan laparotomi darurat.

PERMASALAHAN

Dalam kasus ini pasien didiagnosa dengan suatu kehamilan heterotopik dalam keadaan akut,

dimana sudah terjadi ruptur pada komponen ektopiknya, apakah pemeriksaan dan

pencegahan yang dapat dilakukan pada pasien ini sehingga pasien dapat terdiagnosis secara

cepat, dan situasi darurat dapat dihindari, sehingga penyelamatan dari kehamilan intrauterin

dan pengurangan risiko maternal dapat dicapai.

29