Kehamilan Heterotopik Pada Fertilisasi in Vitro
-
Upload
chandran-frinaldo -
Category
Documents
-
view
323 -
download
6
description
Transcript of Kehamilan Heterotopik Pada Fertilisasi in Vitro
KEHAMILAN HETEROTOPIK PADA FERTILISASI IN VITRO
PENDAHULUAN
Kehamilan heterotopik adalah kejadian yang langka dimana terdapat kantung
kehamilan intrauterin dan ekstrauterin secara bersamaan. Fakta bahwa praktisi tidak secara
teratur dapat melihat kondisi ini meningkatkan tantangan diagnostik dan terapi. 1,2,3
Kehamilan heterotopik diyakini merupakan hasil dari implantasi kembar dizigotik di
lokasi yang terpisah. Dalam era modern teknologi reproduksi dibantu (ART), kehamilan
heterotopik lebih umum terjadi daripada di masa lalu. Kehamilan heterotopik dapat
menyebabkan situasi yang mengancam nyawa, sehingga dokter harus dapat menegakkan
diagnosa yang cepat dan memberikan penatalaksanaan yang tepat.1,2
Gambaran pertama dari kehamilan heterotopik, didiagnosa pada otopsi, oleh
Duverney tahun 1708, dan dikutip oleh Reece, dkk. Tinjauan pustaka pertama dilakukan oleh
Gutzweiller pada tahun 1873 dan melaporkan 276 kasus, yang dikutip oleh Gamberdella dan
Marrs. Pada tahun 1966, Felbo dan Fenger mendokumentasikan keseluruhan 523 kasus.
Payne, dkk pada tahun 1971 pertama kali menggambarkan sebuah kehamilan heterotopik
setelah induksi ovulasi dengan klomifen sitrat dan kortikosteroid. Dalam kasus ini pasien
mengalami tanda dan gejala kehamilan ektopik, dan memiliki kehamilan kembar intrauterin.
Diagnosa dikonfirmasi pada saat laparotomi, dan salfingektomi dilakukan. Kehamilan
kembar intrauterin berjalan sampai aterm dan persalinan dilakukan dengan seksio sesarea
(dikutip dari Tal,dkk).1,2
Robertson dan Grant melaporkan pada tahun 1972 yang pertama kehamilan
heterotopik setelah pemberian gonadotropin, dikutip oleh Tal ,dkk. Dua kasus kehamilan
heterotopik yang pertama akibat ART dijelaskan pada tahun 1985 oleh Yovich,dkk dan
Sondheimer,dkk, dikutip oleh Goldman,dkk. Kedua pasien menjalani fertilisasi in vitro
(IVF), dan memiliki lima embrio yang ditransfer. Sejak saat itu, ratusan kasus telah
dilaporkan dalam literatur.1
Fertilisasi In Vitro
Infertilitas terjadi pada 10-15% pasangan usia subur. Didefinisikan sebagai ketidakmampuan
untuk dapat hamil setelah 1 tahun, dengan berhubungan tanpa pelindung. Teknik fertilisasi in
vitro (IVF) adalah salah satu dari teknik reproduksi dibantu (ART), untuk menangani
1
masalah infertilitas. Bayi pertama yang lahir ke dunia melalui teknik fertilisasi in vitro adalah
Louise Joy Brown pada tahun 1978 di Inggris.4
Fertilisasi in vitro pada umumnya berjalan melalui lima langkah-langkah dasar: 4
1. Stimulasi atau superovulasi
Obat-obat fertilitas, diberikan kepada wanita untuk meningkatkan produksi sel telur nya.
Secara efektif, setiap bulan, hanya satu sel telur yang mungkin matang. Dengan berbagai
terapi hormon, ovarium dirangsang dan dapat menghasilkan sejumlah besar sel telur yang
matang. 4
2. Pengambilan sel telur
Dapat dilakukan dengan prosedur laparoskopi, namun membutuhkan anestesi umum,
disebut dengan aspirasi folikel. Namun dapat juga dilakukan di poliklinik dokter tanpa
anestesi umum, dengan panduan ultrasonografi transvaginal. Teknik ini yaitu,
memindahkan sel telur dari ovarium wanita dengan memasukkan jarum tipis melalui
vagina dan kemudian ke dalam ovarium dan kantung (folikel) yang mengandung sel telur.
Jarum ini terhubung ke perangkat hisap, menarik telur keluar dari satu ovarium pada saat
yang sama. 4
Gambar 1. A. Aspirasi oosit dengan laparoskopi
B. Pengambilan oosit dengan ultrasonografi transvaginal 4
2
A B
3. Inseminasi dan Fertilisasi
Pada saat ini, pria harus memberikan sampel semen. Sperma dipisahkan dari air mani
dengan prosedur khusus di laboratorium. Kemudian, sperma dengan kualitas terbaik
ditempatkan dari sel telur wanita dalam ruangan yang terkontrol. Langkah ini adalah apa
yang kita sebut inseminasi. Umumnya, sperma membuahi sel telur beberapa jam setelah
inseminasi. Namun, jika langkah ini tidak berhasil, sperma harus disuntikkan langsung
ke dalam telur, yang disebut dengan injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI). 4
4. Kultur Embrio
Setelah pembuahan (sekitar 18 jam kemudian), telur akan terbagi, menjadi embrio
(sehingga kita dapat menentukan apakah langkah terakhir bekerja atau tidak). Selama
langkah ini, dilakukan pemeriksaan secara teratur pada embrio untuk memastikan bahwa
embrio tumbuh dengan benar. Dalam sekitar lima hari, embrio normal memiliki beberapa
sel yang aktif membelah. Embrio ini diinkubasi dan diamati selama 2-3 hari atau lebih
lama. 4
5. Transfer Embrio
Setelah beberapa hari pengamatan pengembangan embrio, mereka diperkenalkan ke
dalam rahim wanita melalui serviks dengan sebuah kateter (suatu tabung panjang dan
sempit) yang mengandung embrio yang berharga. Jika embrio dapat berimplantasi pada
lapisan rahim dan tumbuh, maka akan terjadi kehamilan. Jumlah embrio yang
ditanamkan tergantung pada beberapa faktor, seperti usia ibu atau negara mana
pengobatan diberikan. Pada beberapa negara menganggap bahwa tidak lebih dari dua
embrio harus ditanamkan pada satu waktu untuk mengeliminasi kelahiran kembar yang
lebih berbahaya daripada menguntungkan. 4
Gambar 2. Beberapa kateter untuk transfer embrio 4
3
INSIDENSI
Insidensi kehamilan heterotopik spontan dilaporkan berbagai dalam literatur. Bahwa
kehamilan heterotopik, menurut definisi, kehamilan ganda dengan kombinasi kehamilan
intrauterin dan ekstrauterin, kejadian tergantung pada kejadian masing-masing komponen.1
De Voe dan Pratt menghitung gambaran teoritis menggunakan insiden kehamilan
ektopik tersebut, 0,37%, dikalikan dengan tingkat kehamilan kembar fraternal, 0,8%. Hasil
perhitungan ini adalah 0,003%. Namun, mereka melaporkan dua kasus di antara 13.527
kelahiran di Mayo Clinic pada tahun 1947, insidensinya 0,015%.1
Pada tahun 1982, Richards,dkk melakukan perhitungan yang sama seperti De Voe dan
Pratt dan ditentukan insidensinya 0,0064%, atau 1/15 dari 600 kehamilan, menggunakan
insidensi kehamilan ektopik pada saat itu seperti yang dijelaskan oleh Kitchin,dkk. Pada
tahun 1990, Molloy, dkk melakukan 6204 siklus IVF / transfer gamet intra fallopi (GIFT)
yang menghasilkan 1001 kehamilan, sepuluh di antaranya merupakan kehamilan heterotopik,
untuk insidensi 1%. Dalam tahun yang sama, Dimitry,dkk melaporkan 1.996 siklus IVF dari
periode 1984-1988 yang menghasilkan 315 kehamilan, sembilan di antaranya merupakan
kehamilan heterotopik, untuk insidensi 2,9%. Tak lama kemudian, Dor,dkk menjelaskan
4/428 kehamilan heterotopik (0,9%) setelah 2624 siklus IVF selama periode 9,5 tahun.
Singkatnya, kejadian diperkirakan kehamilan heterotopik berkisar dari 1-2/30 000 pada
populasi umum sampai 1/100 dengan ART. 1,3
Lokasi yang paling sering dari kehamilan ektopik pada pasien dengan kehamilan
heterotopik adalah tuba fallopi. Dalam tinjauan Tal, 89% sebagian besar berimplantasi pada
bagian ampulla, dan kehamilan lainnya ditemukan pada isthmus, kornu dan fimbria. Para
penulis juga melaporkan kasus yang sangat langka dari dua kantung kehamilan berimplantasi
pada tuba yang sama disamping adanya kehamilan intrauterin, dan kehamilan heterotopik
quintuplet di mana dijumpai kehamilan triplet intrauterin disertai dengan dua kantung
kehamilan ekstrauterin, satu di setiap tuba. Lokasi yang tidak biasa dari kehamilan ektopik
terdapat pada serviks uteri, ovarium dan rongga abdomen. 3
FAKTOR RISIKO
Penyebab yang pasti dari kehamilan heterotopik tidak jelas, tetapi kehamilan ganda
dengan kombinasi dari kehamilan intrauterin dan ekstrauterin, faktor risiko untuk setiap
kesatuan harus ditangani. Kehamilan ektopik paling sering dikaitkan dengan kerusakan tuba
dan transportasi embrio yang berubah. Adanya kelainan tuba, yang umumnya dihasilkan dari
4
operasi sebelumnya, infeksi panggul, dan endometriosis, merupakan faktor risiko terkuat
untuk kehamilan ektopik. 1,3
Riwayat pembedahan pada tuba membawa risiko tertinggi untuk kehamilan ektopik,
terutama jika operasi itu dilakukan untuk kehamilan ektopik sebelumnya atau untuk
sterilisasi. Merokok, peningkatan insidensi penyakit menular seksual mengakibatkan
salfingitis dan kemanjuran terapi antibiotik dalam mencegah oklusi tuba total setelah episode
salfingitis terkait dengan meningkatnya insidensi kehamilan ektopik pada umumnya, dan
khususnya kehamilan heterotopik. 1,3
Faktor risiko yang menyebabkan kehamilan ganda sangat penting dalam pembahasan
etiologi dari kehamilan heterotopik. Tidak diragukan lagi, faktor yang paling signifikan
adalah tingginya insidensi kehamilan kembar setelah penatalaksanaan fertilitas, dengan rata-
rata 5-10%, 10-30% dan 35% mengikuti klomifen sitrat, gonadotropin dan IVF, secara
berurutan. Glassner,dkk menggambarkan dua kasus kehamilan heterotopik pada pasien yang
diterapi dengan klomifen sitrat, dan menyimpulkan bahwa kejadian kehamilan heterotopik
adalah 1/900 kehamilan setelah terapi. Berger dan Taymor sebelumnya menjelaskan dua
kasus kehamilan heterotopik, pertama, setelah pengobatan dengan klomifen sitrat, dan yang
kedua setelah pengobatan dengan gonadotropin. Kedua pasien menjalani laparotomi dan
salfingektomi untuk kehamilan ektopik yang ruptur, dan kedua kehamilan intrauterin
berlangsung sampai aterm, menghasilkan persalinan bayi yang sehat. Selama periode 5 tahun
di mana kedua kasus diamati, 204 kehamilan dihasilkan dari penggunaan klomifen sitrat atau
gonadotropin, menghasilkan kejadian 1/100 pada studi kecil. 1,3
Bahwa terapi IVF merupakan faktor risiko utama untuk kehamilan ganda serta
kehamilan ektopik, dapat dibayangkan bahwa IVF menyebabkan peningkatan insidensi
kehamilan heterotopik, terutama mengingat bahwa IVF dikembangkan untuk mengatasi
infertilitas mekanik, dimana kelainan tuba merupakan faktor risiko independen untuk
kehamilan ektopik. 1,3
Knopman dkk, melaporkan kehamilan heterotopik abdominal setelah transfer dari dua
blastokista (Knopman, dkk. 2006). Keguguran intrauterin terjadi pertama dan ruptur
kehamilan abdominal dua minggu kemudian dan ektopik di angkat dengan laparoskopi.
Kehamilan ektopik menjadi lebih rendah secara signifikan pada transfer blastokista frozen-
thawed tunggal dibandingkan dengan dua blastokista (Yanaihara dkk, 2008). 5
Goldman,dkk meninjau 34 kehamilan heterotopik yang mengikuti terapi IVF yang
dipublikasikan antara tahun 1985 dan 1991. Beberapa faktor predisposisi berhubungan
5
dengan teknik transfer embrio, jumlah dan kualitas embrio yang ditransfer, lingkungan
hormonal dan kemungkinan untuk superfekundasi. 1
1. Insersi yang dalam dari kateter transfer ke kavum uteri dapat menyebabkan embrio
bermigrasi dari orifisium uterotubal, di mana mereka disimpan, ke dalam tuba. Insersi
kateter transfer ke dalam pertengahan kavum uteri dapat membantu menghindari migrasi
(Gambar 3). Embrio bermigrasi ke dalam tuba juga dapat difasilitasi oleh gravitasi karena
menggunakan posisi Trendelenburg. 1
Gambar 3. Insersi dalam dari kateter transfer (kanan) dapat meningkatkan risiko dari kehamilan heterotopik sedangkan transfer embrio pada bagian tengah uterus (kiri) dapat
mengurangi resikonya. 1
2. Sebuah media yang lengket, kental dan berat (sejumlah besar serum manusia) yang
digunakan pada beberapa sentra untuk transfer embrio juga dapat menyebabkan migrasi
embrio ke dalam tuba. 1
3. Sejumlah besar media transfer juga dapat memfasilitasi migrasi embrio ke dalam tuba.
Membatasi jumlah media transfer menjadi 10-20 µl dapat membantu untuk menghindari
implantasi ektopik, walaupun kehamilan heterotopik dapat terjadi dengan volume kurang
dari 10 µl. 1
4. Kehamilan heterotopik terjadi setelah transfer 2-6 embrio. Peran patogenisitas dari jumlah
embrio tidak jelas. Transfer satu embrio hanya menghilangkan kemungkinan untuk
kehamilan heterotopik. Kualitas embrio juga mungkin faktor penyebabnya, meskipun
6
kehamilan heterotopik digambarkan setelah mentransfer embrio frozen-thawed,
menunjukkan bahwa bahkan embrio dapat tertanam dalam tuba fallopi. 1
5. Superfekundasi dapat terjadi jika pasien dengan tuba paten menjalani terapi IVF.
kehamilan ektopik / heterotopik mungkin berasal dari pembuahan spontan dari sebuah
oosit yang belum pulih, jika senggama terjadi dekat dengan waktu ovulasi. 1
Pengaruh berbagai hormon, termasuk hormon seks steroid, pada motilitas tuba telah
dipelajari. Beberapa penulis menyatakan peran kadar estrogen yang tinggi tepat sebelum
pengambilan ovum dalam patogenesis kehamilan ektopik. Namun, laporan kehamilan
heterotopik selama siklus non-stimulasi, ketika embrio yang ditransfer baik setelah ovulasi
spontan atau membangun endometrium yang disinkronkan dengan terapi pengganti estrogen-
progesteron yang terkontrol, tidak mendukung konsep ini. 3
DIAGNOSA
Dalam kasus kehamilan mengikuti IVF, pasien biasanya diawasi secara ketat.
Visualisasi dari kehamilan intrauterin dapat membuat pemeriksa tenang dengan adanya suatu
kehamilan sehat dan dapat membuatnya menjadi tidak cermat dalam melihat adneksa. Hal ini
dapat membuat suatu diagnosa yang tertunda atau kesalahan diagnosa dari suatu kehamilan
heterotopik dan menyebabkan resiko tambahan untuk terjadinya ruptur tuba dan adanya
hemoperitoneum. 3
Tanda dan Gejala Klinis
Pada tahun 1983, Reece,dkk meninjau 66 kasus kehamilan heterotopik yang
dipublikasikan antara 1966 dan 1979, termasuk lima kasus baru dari sentra mereka.
Karakteristik klinis dari pasien diwakili spektrum yang sangat bervariasi. 1;3;4
Dari 66 kasus yang dikaji, tanda dan gejala yang paling umum muncul adalah: nyeri
perut (81,8%), massa adneksa (43,9%), iritasi peritoneal (43,9%), rahim yang membesar
(42,4%) dan bercak darah dari vagina (31,8%). 1
Lebih jauh lagi, spotting dan bahkan perdarahan yang ringan dapat mengaburkan
diagnosa, dapat disangkakan suatu abotus immines. Pasien biasanya dipulangkan dan
disarankan untuk beristirahat dan biasanya kembali dengan keadaan yang mengancam jiwa. 3
7
Ultrasonografi
Di lain sisi, diagnosa dari kehamilan heterotopik mengikuti teknologi reproduksi
dibantu (ART) membuat suatu tantangan medis bagi para dokter. Ovarium distimulasi,
menjadi lebih besar dan kistik. Hal ini, sebagai tambahan untuk temuan yang tidak biasa,
jumlah terbatas dari cairan bebas di pelvis, membuat deteksi dengan ultrasonografi menjadi
lebih sulit selama kehamilan trimester pertama pada pasien yang menjalani IVF. Hal ini
membuat diagnosa tertunda dari kehamilan heterotopik pada 29% kasus dan 26% kasus pada
kasus kehamilan heterotopik yang dilaporkan oleh Tal, dkk dan Barrenetxea dkk, masing
masing. Penundaan diagnosa dapat terjadi dibawah kehamilan 9 minggu. Penundaan ini
menyebabkan munculnya resiko untuk terjadinya ruptur tuba (33 dari 66 kehamilan ektopik
di tuba). Nyeri abdomen, gejala dan tanda dari iritasi peritoneum yang berhubungan dengan
adanya cairan bebas, dan pembesaran uterus seluruhnya dilaporkan pada kehamilan
heterotopik tetapi semuanya merupakan gejala dan tanda yang tidak spesifik kemungkinan
presentasi biasa dari kehamilan intrauterin yang normal, tunggal atau ganda, kehamilan
mengikuti siklus induksi ovulasi atau ART. 1,,3,4,13,14
Deteksi dari adanya kehamilan intrauterin yang viabel dapat mengaburkan adanya
komponen ektopik dan dapat mengakibatkan tertundanya diagnosa. Kehadiran massa adneksa
dengan kehadirannya bersama sama dengan kehamilan intrauterin secara simultan, dapat
membuat kesalahan diagnosa yaitu suatu kista korpus luteum. 1,3.4.13.14
Diagnosa dari kehamilan heterotopik yang mengikuti ART menjadi lebih menantang
dalam kehadiran sindroma hiperstimulasi ovarium (OHSS). Untuk mendiagnosa kehamilan
ektopik dalam kehadiran dari kehamilan intra uterin sangat sulit dimana sering terjadi
kekeliruan dalam menilai gejalanya dan biasanya disertai dengan ovarium yang membesar
yang berhubungan dengan OHSS. Walaupun komponen ektopik sudah terganggu, alat
diagnostik kunci yaitu bukti ultrasonografi adnya gambaran perdarahan intraperitoneal dapat
dikaburkan dengan adanya cairan bebas dari OHSS. 3,6
Deteksi ultrasonografi dari komponen ektopik dari kehailan heterotopik hanya
memungkinkan jika massa adneksa terdeteksi terpisah dari ovarium dengan sebuah struktur
morfologi yang mungkin merupakan suatu kantung kehamilan. Bagaimanapun, visualisasi
dari massa adneksa tidak mungkin sampai massa mencapai sekitar 2 cm (sekitar kehamilan 7
minggu) atau deteksi dari pulsasi dari pole embrionik. 3,6
Ultrasonografi dengan doppler mungkin merupakan pendukung yang berguna dalam
dalam memindai sangkaan dari massa adneksa. Taylor, dkk, telah menjelaskan velositas
tinggi, resistensi rendah sinyal doppler yang berhubungan dengan trofoblast yang sedang
8
berkembang. Peningkatan dari aliran trofoblast menampilkan gambaran “ring of fire”
(Gambar 4). Mereka melaporkan bahwa identifikasi dari tipe ini adalah pola aliran dalam
massa adneksa meningkatkan sensitivitas diagnosa dari kehamilan ektopik dari 53% menjadi
73% menggunakan ultrasonografi transabdominal. Mereka juga melaporkan sensitivitas 96%
dan spesifisitas 93% menggunakan doppler berwarna dari ultrasonografi transvaginal. 1,3,6
Gambar 4. Color Doppler transvaginal sonogram kehamilan ektopik. The "Ring of fire" merefleksikan aliran darah plasenta sekeliling perifer kantong kehamilan. Temuan ini juga
terlihat pada kista corpus luteum. 2
Sekitar 70% dari kehamilan heterotopik didiagnosa pada usia kehamilan antara 5
sampai 8 minggu, hampir 20% pada usia kehamilan antara 9 sampai 10 minggu dan sisanya
10% setelah usia kehamilan 11 minggu. Ketika melakukan pemeriksaan sonografi pada
trimester pertama, terutama pada pasien yang memiliki terapi fertilitas, selalu dianjurkan
untuk memindai adneksa dengan baik, untuk menyingkirkan adanya suatu kehamilan
heterotopik (Gambar 5). 1
9
Gambar 5. Ultrasonografi menunjukkan kehamilan intrauterin bersama-sama dengan kehamilan ektopik pada tuba (tanda panah). 1
Ketika pindaian sonografi menggambarkan suatu kehamilan ganda intrauterin, hal
tersebut tidak dapat menyingkirkan diagnosa dari kehamilan heterotopik. Zalel,dkk
menggambarkan kasus IVF di mana terdapat empat embrio yang ditransfer, tiga di antaranya
berimplantasi dalam uterus sementara yang keempat berimplantasi pada tuba kiri.Diagnosa
ditegakkan dalam laparotomi darurat, dan salfingektomi dilakukan. Kembar triplet intrauterin
dilahirkan dengan seksio sesarea pada usia kehamilan 35 minggu. 1
Pemeriksaan Laboratorium
Serum ß-hCG
Bergantung pada pemeriksaan serum ß-hCG, dalam diagnosa kehamilan heterotopik,
mungkin sedikit membingungkan tidak seperti bentuk lainnya dari kehamilan ektopik,
kegagalan untuk memvisualisasi kehamilan intrauterin saat ß-hCG mencapai 1700 mIU/ml
(First International Preparation) merupakan indikator yang kuat dari kehamilan ektopik. Hal
ini tidak dapat diaplikasikan pada kehamilan heterotopik, karena ß-hCG merefleksikan
kehadiran kehamilan intrauterin yang normal dan berhubungan dengan usia
kehamilannya.Tampaknya pemeriksaan serial ß-hCG tidak berguna sebagai alat diagnostik
pada kasus ini. 3,9
10
Progesteron
Serum progesteron mungkin dapat digunakan pada diagnosa dari kehamilan ektopik.
Bagaimanapun pemeriksaan ini tidak dapat dipercaya dalam membedakan kehamilan normal
dan abnormal pada pasien yang hamil setelah IVF karena adanya peningkatan progesteron
yang eksesif dari corpus luteum yang multipel, sejalan dengan suplementasi dari fase
prekonsepsional dari siklus yaang menggunakan suplemen progesteron. 3,9
Diagnosa kehamilan heterotopik merupkan tantangan klinis yang besar, karena
diagnosa dini pasti sangat sulit untuk ditegakkan, tetapi meningkatkan kemungkinan untuk
menyelamatkan kehamilan intrauterin. Sebuah indeks yang tinggi untuk kecurigaan dari
kesatuan dalam kasus atipikal dari kehamilan multipel, kehamilan ektopik dan abortus
penting untuk diagnosa dini. 3,9
Laparoskopi dan laparotomi
Pada tinjauan pustaka yang dilakukan oleh Tal, dkk dan dengan laporan kasus terbaru dan
tinjauan pustaka komparatif oleh Barrenetxea dkk, lebih dari 70% dari pasien secara definitif
didiagnosa oleh prosedur pembedahan. Faktanya, pada kehamilan yang mengikuti IVF,
intervensi endoskopi yang dini untuk baik diagnosa dan terapi yang memungkinkan, terutama
dalam pasien dengan gejala, telah dibuktikan untuk morbiditas dan mortalitas yang lebih
rendah dari kehamilan heterotopik sejalan untuk mempertahankan kehamilan intrauterin. 1,7,8
Pada tahun 1996, Tal, dkk meninjau 139 kasus yang dipublikasikan pada tahun 1971-1993.
Dari jumlah tersebut, 111 menjelaskan secara rinci perjalanan klinis yang mengarah ke
diagnosa kehamilan heterotopik. Diagnosa ditegakkan sebanyak 59% pada prosedur
laparoskopi atau laparotomi darurat. Deteksi sonografi dari kantung kehamilan ekstrauterin
dengan atau tanpa fetal pole bersama dengan kehamilan intrauterin ditegakkan 41% lainnya.
Namun demikian, diagnosa sonografi tidak selalu dapat ditegakkan pada pemeriksaan
pertama, dan sering tertunda. 1,7,8
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari penatalaksanaan dari kehamilan heterotopik adalah untuk menghilangkan
komponen ektopik sejalan dengan mempertahankan kehamilan intrauterin. Terapi pilihan
pada pasien dengan kehamilan heterotopik adalah terapi non-operatif atau operatif. Konseling
11
tentang terapi yang lebih disukai dipengaruhi oleh kondisi pasien pada saat diagnosa
ditegakkan dan lokasi dari kehamilan ektopik. 3
Penatalaksanaan non-operatif
Molloy,dkk melakukan 6204 IVF, GIFT atau siklus transfer pronukleus selama
periode 4,5 tahun. Kehamilan dicapai pada 995 siklus, dimana sepuluh diantaranya
merupakan heterotopik. Pada satu pasien dengan terapi konservatif yang sementara
dilaporkan sebagai suatu kehamilan ektopik, dan diagnosa dikonfirmasi pada seksio sesarea
sesudahnya dalam kehamilan. Fernandez, dkk menjelaskan 25 kehamilan heterotopik. Pada
tiga contoh, manajemen ekspektatif dibenarkan dengan tidak adanya tanda-tanda klinis yang
merugikan. Pada satu kasus lainnya, salfingektomi per laparoskopi akhirnya dilakukan karena
nyeri hipogastrik persisten, meskipun tidak dijumpai adanya hemoperitoneum. 1,3,5
Pengguguran janin selektif pada komponen ektopik dilakukan pada beberapa kasus
kehamilan heterotopik. Terapi ini dianggap sesuai, namun hanya jika diagnosa dibuat awal
dan keadaan hemodinamik pasien stabil.Tiga zat telah digunakan untuk pengguguran janin
selektif dalam keadaan seperti itu, termasuk potassium klorida, metotreksat dan glukosa
hiperosmolar. Lau dan Tulandi meninjau sembilan kasus kehamilan heterotopik interstitial
yang diterapi dengan tindakan konservatif maupun teknik pembedahan. Aktivitas jantung
ditemui dalam semua kasus. Enam diterapi injeksi 0,05-2,0 mmol potassium klorida yang
dipandu dengan ultrasonografi ke dalam jantung janin atau pada kantung kehamilan. Salah
satunya diterapi dengan kombinasi potassium klorida dan 12,5 mg metotreksat. Reseksi
cornual per laparoskopi dilakukan pada dua pasien lainnya. Keseluruhan dari sembilan kasus
ini tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. Tiga kehamilan berakhir dengan aborsi spontan
dari kehamilan intrauterin yang berjalan secara bersamaan, bagaimanapun, sedangkan enam
kasus yang tersisa berakhir dengan persalinan yang sukses. Administrasi sistemik metotreksat
merupakan kontraindikasi dalam keadaan ini karena dapat membahayakan kehamilan
intrauterin karena potensi teratogeniknya. Kontroversi baik administrasi lokal dari
metotreksat untuk kehamilan ektopik dapat merusak kehamilan intrauterin diselesaikan
dengan menggunakan potassium klorida atau glukosa hiperosmolar. Penggunaan glukosa
hiperosmolar dijelaskan oleh Strohmer dan Gjelland, dan kelompoknya dengan hasil yang
sukses. 1,3,5,10
Ada setidaknya satu laporan pada literatur dari aplikasi yang sukses dari
salfingosintesis dengan pengenalan dari metotreksat atau potassium klorida kedalam kantung
kehamilan ektopik dalam penatalaksanaan dari kehamilan heterotopik jika kehamilan ektopik
12
tidak ruptur dan dapat divisualisasikan secara jelas. Bagaimanapun, pada konsensus secara
umum metode terapi ini masih dalam investigasi pada saat ini dan mungkin hanya dapat
dilakukan pada kasus kehamilan heterotopik kornual, interstisial dan ampula dibandingkan
dengan kehamilan tuba. Secara keseluruhan, sehubungan dengan prognosis dari kehamilan
intrauterin, dengan menggunakan terapi pilihan yang berbeda-beda, luaran yang baik
dilaporkan pada 50-60% kasus termasuk, kehamilan tuba, kornual,abdominal, dan implantasi
ovarium. Pada studi komparatif dan serial kasus oleh Barrenetxea,dkk, pada 80 pasien yang
didiagnosa dengan kehamilan heterotopik dan kehamilan intrauterin yang viabel secara
simultan, 55 kehamilan berlanjut tanpa dijumpai kesulitan sampai aterm (68,75%). Hal ini
menggambarkan sesuatu yang mirip seperti yang dilaporkan oleh Tal, dkk. (66,19%). Hasil
yang lain diperoleh oleh penulis yang lain. Jelaslah, pemberian terapi metotreksat secara
sistemik tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan ganggguan pada kehamilan intrauterin
yang masih berlanjut. 1,3,10
Studi oleh Gyamfi, dkk, menjelaskan kehamilan heterotopik servikal (satu di
intrauterin, dan yang lain di bagian atas dari serviks) yang diterapi dengan potassium klorida
(3ml) injeksi dan aspirasi dari isi kavum gestasi (Gyamfi, dkk, 2004). Aliran darah, terpisah
dari kehamilan yang tersisa yang terlihat dengan doppler pada 19 minggu. Sayangnya
jaringan trofoblas masih tersisa, menjadi perdarahan obstetrik pada usia kehamilan 31
minggu, dan seterusnya dilakukan histerektomi sesarea darurat dengan janin viabel saat
pasien menunggu untuk dilakukan seksio sesarea elektif saat usia kehamilan 32 minggu. 5
Komplikasi lain yang mungkin dari teknik ini adalah bahwa difusi dari potassium
klorida pada target kantung amnion , dapat menyebabkan penyebaran ke kantung gestasi
yang berdekatan, dan dapat menjadi hal yang berbahaya bagi embrio intrauterin. Ada contoh
sangat sedikit di mana kedua kehamilan intrauterin dan ekstrauterin berkembang secara
bersamaan. 1,3,5
Penatalaksanaan operatif
Pengangkatan kehamilan ektopik dengan pembedahan dengan salfingektomi atau
salfingostomi adalah merupakan pilihan terapi pada kasus kehamilan heterotopik. Tindakan
pembedahan memberikan manfaat yang jelas di atas terapi medis atau konservatif dengan
menawarkan hasil yang cepat. 3,8
Karena sebagian kantung kehamilan berada ektopik pada tuba fallopi, terapi yang paling
umum dilakukan adalah salfingektomi, karena kebanyakan pasien didiagnosa pada prosedur
13
pembedahan darurat untuk menentukan penyebab hemoperitoneum. Salfingostomi dan
'milking' dari tuba yang terlibat juga pernah dijelaskan. 3,8
Kontroversi antara pilihan pembedahan radikal (salfingektomi) (Gambar 6) dibandingkan
dengan konservatif (salfingostomi) tidak memiliki peranan yang berbeda pada kasus dari
kehamilan heterotopik mengikuti ART. Tampaknya ada manfaat yang jelas dari
salfingektomi dibandingkan dengan pendekatan konservatif dari salfingostomi pada kasus ini.
Bagaimanapun dalam kasus kehamilan ektopik, pilihan untuk terapi konservatif atau
laparoskopi radikal mungkin sulit. Dalam literatur oleh Clausen, tidak ada perbedaan dalam
rata rata dari kehamilan intrauterin selanjutnya setelah pembedahan konservatif atau
pembedahan radikal untuk kehamilan ektopik tuba. Lebih jauh lagi, beberapa mungkin
memerlukan terapi radikal untuk membuatnya menjadi lebih mudah, dengan demikian dapat
mengurangi resiko dari komplikasi yang diobservasi pada salfingostomi. 3,8
Louis-Sylvestre, dkk, melaporkan telah melakukan terapi laparoskopi pada 13 orang
pasien, 10 dilakukan salfingektomi (Gambar 7) dan tiga orang dilakukan salfingostomi
(Gambar 8). Kemudian, 60% dari pasien melanjutkan kehamilan intrauterin yang viabel
sampai pada saat dilakukan seksio sesarea, dan memiliki luaran yang baik. Di sisi lain, pada
kasus di mana terjadi ketidakstabilan hemodinamik, tindakan laparotomi lebih dianjurkan. 3,8
14
Gambar 6
Salpingektomi untuk kehamilan
ektopik pada tuba 8
PENCEGAHAN
Resiko tinggi relatif dari kehamilan heterotopik dengan ART sudah diketahui dengan
baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien adalah penyakit radang panggul atau
pembedahan sebelumnya yang melibatkan adneksa, sehingga harus diperhatikan tindak lanjut
pada kehamilan berikutnya. Hal tersebut menjelaskan bahwa teknik dari transfer embrio
dapat membantu mengurangi insidensi dari kehamilan ektopik (dan heterotopik). 3
Langkah-langkah pencegahan harus diambil untuk mengurangi risiko terjadinya
kehamilan heterotopik selama IVF, termasuk mengurangi jumlah embrio yang ditransfer ke
dalam rahim menjadi hanya satu, insersi kateter transfer ke pertengahan rongga uterus
bukannya daerah fundus dan meminimalkan media transfer ke tidak lebih dari 10-20 µl.
Ketika langkah-langkah pencegahan dan pemeriksaan yang cermat dari pasien sudah
dilakukan, termasuk pemindaian sonografi dari rahim dan adneksa, situasi darurat dapat
dihindari, dan penyelamatan dari kehamilan intrauterin dan pengurangan risiko maternal
dapat dicapai. 1,3
PROGNOSIS
Prognosis bagi ibu dan kehamilan intrauterin tergantung pada saat diagnosa
ditegakkan, kondisi pasien, lokasi kehamilan ektopik dan terapi yang dipilih. Dalam tinjauan
oleh Tal, sekitar 66% dari kehamilan intrauterin lahir dan bertahan hidup. Hasil ini sama
dengan yang diperoleh oleh Goldman, dkk, dimana 68% dari 37 kasus mencapai persalinan
dan bertahan hidup. 3
Hasil yang diperoleh dalam tinjauan Reece yang lebih baik: 76% dari 37 pasien yang
menjalani laparotomi untuk kehamilan ekstrauterin mencapai persalinan, 16% mengalami
persalinan prematur, dua kasus lahir mati dan satu kasus mengalami abortus spontan. Hasil-
hasil yang bermanfaat ini kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan diagnosa dan
teknik terapi yang tersedia saat ini. Meskipun demikian, janin yang tidak selamat masih lebih
tinggi dari yang diharapkan setelah induksi ovulasi atau ART. Kematian ibu sebelum tahun
1935 adalah 19%. Sejak tahun 1935, manajemen medis yang lebih canggih dan agresif telah
mengurangi kematian ibu menjadi sekitar 1%. 3
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Or Y., Barash A., Heterotopic Pregnancy. Multiple pregnancy: Informa UK, Canada
2006: p151-156.
2. Schorge, Schaffer, Halvorson et al. Ectopic Pregnancy Williams Gynecology; 3 rd
edition; McGraw-Hill’s. Texas; 2008. p: 338-55.
3. Ramzy A; Heterotopic Pregnancy After IVF: Diagnosis nd Management; KAJOG; vol
1;2010; p.89-93.
4. Puscheck E.E, et al; Infertility; February 16th 2012; available at: emedicine.com
5. Velalopoulou A et al.; Ectopic Pregnancies and Assisted Reproductive Technologies: A
Systematic Review; Laboratory of Physiology, Faculty of Medicine, University of
Ioannina, Greece; 2011.
6. Woodward P.J.; Heterotopic Pregnancy; Diagnostic Imaging Obstetrics; Amirsys Inc,
Salt Lake City, Utah, 2005; p: 30-31.
7. Tal J, Haddad S, Gordon N, Timor Tritsch I. Heterotopic pregnancy after ovulation
induction and assisted reproductive technologies: a literature review from 1971 to 1993.
Fertil Steril 1996;66:1–12.
8. Rock, John A.; Jones, H.W.;Ectopic pregnancy Te Linde's Operative Gynecology; 10th
Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2008; p:799-825.
9. Speroff L., Fritz A.M; Ectopic Pregnancy;Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility; 7 th edition. Lippincott Williams & Wilkins. North Caroline: 2005. p:1275-
96.
10. Moawad N.S.; Current Diagnosis and Treatment of Interstitial Pregnancy; Am J Obstet
Gynecol; 2010;p 15-29.
17
STATUS ORANG SAKIT
Ny. H, 34 thn, G1P0A0, Karo, Katolik, IRT, Menikah 1x umur 30 tahun, i/d Tn., 37 thn,
pekerjaan suami: dokter, datang ke IGD RSHAM tgl 6/5/2012 pukul 18.00 WIB dengan:
Keluhan utama : Nyeri pada perut atas
Telaah : Hal ini dialami os sejak 1 jam yang lalu sebelum os masuk ke RSHAM,
riwayat perdarahan dari kemaluan di luar siklus haid (-), riw. campur
berdarah (-), keputihan (-), benjolan di perut (-). Buang air besar dan buang
air kecil dalam batas normal. Os menjalani fertilisasi in vitro sebanyak 2 kali
yaitu pada bulan Januari dan April 2012.
RPT : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
RPO : (-)
HPHT : 26/02/2012
TTP : 3/12/2013
Riw. Operasi : (-)
Riw. KB : (-)
Status Presens
Sensorium : Compos mentis Anemia : (-)
Tek.darah : 130/80 mmHg Ikterus : (-)
Frek. Nadi : 72 x/i Sianosis : (-)
Frek. Nafas : 24 x/i Edema : (-)
Suhu : 37,6 0C Dispnu : (-)
Status Lokalisata
Kepala : tidak dijumpai kelainan
Leher : tidak dijumpai kelainan
Thorax : SP: vesikuler, ST : (-)
Abdomen : distensi (-), defense muskular (-), nyeri tekan (+) pada abdomen, peristaltik (+)
lemah
Genitalia : tidak dijumpai kelainan
Ekstremitas : tidak dijumpai kelainan
18
Status Ginekologi
Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan (os tidak bersedia)
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan (os tidak bersedia)
Hasil laboratorium tgl 6/5/2012 pukul 19.00 WIB
Hb : 12.40 gr/dL
Ht : 36.10 %
Leu : 11.430 /mm3
Tro : 309.000 /mm3
SGOT : 11 U/l
SGPT : 13 U/l
Ur : 20 mg/dl
Cr : 0.65 mg/dl
Na : 134 mmol/dl
K : 4.0 mmol/dl
Cl : 106 mmol/dl
CT : 3’
PT : 16”
APTT : 29.5”
TT : 13.6”
KGD adR : 97 mg/dl
19
USG TAS/TVS
- Tampak gestasional sac pada uterus ukuran 41 mm (8W6D)
- CRL 19 mm (8W2D)
- Kedua adneksa dbn
- Cairan bebas (-)
Kesan : Intra Uterine Pregnancy (8W)
Diagnosis
PG +KDR (8-10)mgg + AH +Dispepsia
Terapi :
Antasida sirup 3x1 sdt
Domperidon tab 3x10 mg
Lansoprazole 1x30 mg
Rencana
Konsul ke bagian penyakit dalam
Hasil konsul bag, Penyakit Dalam
Kes: Dispepsia + PG +KDR (8-10)mgg + AH
Terapi:
20
Sistenol 3 x 500 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Follow up tgl 6/5/2012 pukul 21.00 WIB
KU: Nyeri seluruh lapangan perut
Status Presens
Sensorium : Compos mentis Anemia : (+)
Tek.darah : 100/70 mmHg Ikterus : (-)
Frek. Nadi : 94 x/i Sianosis : (-)
Frek. Nafas : 24 x/i Edema : (-)
Suhu : 37,6 0C Dispnu : (-)
Status Lokalisata
Abdomen : distensi (+), defense muskular (+), nyeri tekan (+) pada abdomen, peristaltik
(+) lemah
Genitalia : P/V (-)
Pemeriksaan darah rutin pukul 22.00 WIB
Hb : 8.40 gr/dL
Ht : 24.8 %
Leu : 22.770 /mm3
Tro : 224.000 /mm3
USG TAS /TVS
- KK terisi baik
- Tampak gestasional sac pada uterus ukuran 41 mm (8W6D)
- CRL 19 mm (8W2D)
- Kedua adneksa sulit dievaluasi
- Cairan bebas (+)
Kesan : Kemungkinan suatu kehamilan heterotopik
Rencana: Laparotomi
21
Dengan penyediaan darah WB 350 cc dan PRC 250 cc
Laporan Operasi Salfingektomi Dextra a/I Kehamilan Ektopik Terganggu tgl 6 Mei
2012
Ibu di baringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik
Dibawah general anestesi, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada abdomen,
kemudian ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi
Di bawah epidural anastesi di lalukan insisi pfanenstiel mulai cutis,sub cutis, sambil
dilakukan kontrol perdarahan sampai fascia,kemudian fascia di gunting ke kanan dan ke
kiri
Kemudian muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul, tampak peritoneum
kebiruan
Peritoneum diklem dan digunting sedikit demi sedikit, kemudian dikuakkan secara tumpul
dan dijumpai darah dan bekuan darah sebanyak + 600 cc, kemudian dibersihkan
Identifikasi uterus, uterus lebih besar dari biasa, dijumpai mioma di daerah fundal uk
1x1x1 cm
Evaluasi tuba kanan, tampak pada isthmus tuba fallopi kanan terdapat hasil konsepsi yang
ruptur dan berdarah, kemudian diputuskan untuk dilakukan salfingektomi dekstra, evaluasi
perdarahan, tidak dijumpai perdarahan.
Evaluasi ovarium kanan, tampak kista ukuran 2 x1x1 cm
Evaluasi tuba kiri, dalam batas normal
Evaluasi ovarium kanan, dalam batas normal
Kavum abdomen kemudian dicuci dengan NaCl 0,9% hingga bersih.
Peritoneum dijepit, kemudian dijahit secara continous, otot dijahit secara simpel, Fascia
dijepit & dijahit secara continuous dan subkutis dijahit secara simpel, kutis dijahit secara
subkutikuler
Luka operasi dibersihkan, kemudian luka ditutup dengan kassa steril
KU ibu pasca operasi stabil
22
Follow up tgl 7 Mei 2012
KU : nyeri luka operasi
Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tek.darah : 120/80 mmHg
Frek. Nadi : 80 x/i
Frek. Nafas: 20 x/i
Suhu : 36,8 °C
Status Lokalisata
Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kesan kering.
Soepel, peristaltik (+) normal
BAK : kateter terpasang (UOP : 75 cc/jam, jernih)
BAB : (-)
Flatus : (+)
24
P/V : (-)
Laboratorium post operasi:
Hb : 9.6 gr/dl
Ht : 28 %
Leu : 10.970 /mm3
Tr : 182.000 /mm3
Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H1 + PG + KDR (8-10)mgg + AH
Terapi :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ampicillin 1 gr/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
- Cyclogest 2 x 200 mg (intravaginal)
- Asam folat 1 x 50 mg
Rencana: Transfusi PRC 175 cc
Follow up tgl 8 Mei 2012
KU : Nyeri luka operasi
Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tek.darah : 110/60 mmHg
Frek. Nadi : 84 x/i
Frek. Nafas: 20 x/i
Suhu : 36,8 °C
Status Lokalisata
Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kering.
Soepel, peristaltik (+) normal
P/V : (-)
BAK : (+) kateter terpasang (UOP : 100 cc/jam, jernih)
BAB : (-)
Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H2 + PG + KDR (8-10)mgg + AH
25
Terapi :
- IVFD RL 20 gtt/I
- Inj. Ampicillin 1 gr/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
- Cyclogest 2 x 200 mg (intravagina)
- Asam folat 1 x 50 mg
Rencana:
- Lepas infus
- Lepas kateter
Follow up tgl 9 Mei 2012
KU : -
Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tek.darah : 120/70 mmHg
Frek. Nadi : 84 x/i
Frek. Nafas: 20 x/i
Suhu : 36,7 °C
Status Lokalisata
Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kering.
Soepel, peristaltik (+) normal
P/V : (-)
BAK : (+)
BAB : (-)
Laboratorium post transfusi:
Hb : 10.3 gr/dl
Ht : 30 %
Leu : 7.630 /mm3
Tr : 117.000 /mm3
26
Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H3 + PG + KDR (8-10)mgg + AH
Terapi :
- Amoksisilin 3 x 500 mg
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Cyclogest 2 x 200 mg (intra vaginal)
- Asam folat 1 x 50 mg
Follow up tgl 10 Februari 2012
KU : -
Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tek.darah : 110/60 mmHg
Frek. Nadi : 84 x/i
Frek. Nafas: 20 x/i
Suhu : 37,0 °C
Status Lokalisata
Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, kering.
Soepel, peristaltik (+) normal
Luka Op. : luka kering
BAK : (+)
BAB : (+)
P/V : (-)
Diagnosis : Post Salfingektomi dekstra a/i KET + H4 + PG + KDR (8-10)mgg + AH
Terapi :
- amoksisilin 3 x 500 mg
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Cyclogest 2 x 200 mg (intravaginal)
- Asam folat 2 x 1
27
Rencana :
Pulang berobat jalan
ANALISA KASUS
PENEGAKAN DIAGNOSIS KEHAMILAN
HETEROTOPIK
PASIEN
Anamnesis
Riwayat terapi infertilitas (+)
Gejala klinis dan Pemeriksaan fisik
Nyeri perut
Massa adneksa
Iritasi peritoneal
Rahim yang membesar
Bercak darah dari vagina
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
Ultrasonografi
Dijumpai kantung gestasi intrauterin
Dijumpai massa di adneksa yang dicurigai suatu
kantung gestasi
Dijumpai cairan bebas intraperitoneal
Dijumpai gambaran “the ring of fire” pada
pemeriksaan ultrasonografi doppler
(+)
Sulit dinilai
(+)
Tidak dilakukan pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan Serum ß-hCG
Progesteron
Penurunan hemoglobin dalam waktu yang cepat yang
menandakan terjadinya suatu perdarahan akibat ruptur
dari tuba.
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
(+)
28
PENATALAKSANAAN KEHAMILAN
HETEROTOPIK
PENATALAKSAAN PADA
PASIEN
Penatalaksanaan non operatif
- Manajemen ekspektatif
- Pengguguran janin selektif dengan potassium
klorida, metotreksat dan glukosa hyperosmolar
Penatalaksanaan operatif
- Laparoskopi (Salfingostomi atau Salfingektomi)
- Laparotomi (Salfingostomi atau Salfingektomi)
Pada pasien dilakukan
Salfingektomi dekstra per
laparotomi karena pasien datang
dalam keadaan akut abdomen
sehingga diputuskan untuk
dilakukan laparotomi darurat.
PERMASALAHAN
Dalam kasus ini pasien didiagnosa dengan suatu kehamilan heterotopik dalam keadaan akut,
dimana sudah terjadi ruptur pada komponen ektopiknya, apakah pemeriksaan dan
pencegahan yang dapat dilakukan pada pasien ini sehingga pasien dapat terdiagnosis secara
cepat, dan situasi darurat dapat dihindari, sehingga penyelamatan dari kehamilan intrauterin
dan pengurangan risiko maternal dapat dicapai.
29